43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Sekilas Tentang Film Sang Pencerah
Sang Pencerah merupakan film perjuangan KH Ahmad Dahlan. Film ini mengisahkan tentang perjalanan hidup KH Ahmad Dahlan sampai berdirinya organisasi Muhammadiyah. Film Sang Pencerah diproduksi pada Mei 2010 dan rilis pada Idul Fitri tahun 2010 dengan menghabiskan dana sebesar 12 milyar rupiah. Film yang mengambil setting pada tahun 1800-an ini, membangun studio dan mengambil lokasi syuting diberbagai tempat. Menurut sutradara film Hanung Bramantyo, hal tersebut dilakukan demi mendapat latar yang sesuai dengan Yogyakarta awal abad 20. Diantara beberapa tempat pengambilan gambar tersebut adalah, di Kauman (Yogyakarta), Kotagede (Yogyakarta), Museum Kereta Api Ambarawa, dan Kebun Raya Bogor. Khusus untuk Kebun Raya Bogor menurut Hanung Bramantyo, sutradara film Sang Pencerah, untuk menghidupkan kembali suasana Tugu Yogyakarta yang saat ini telah berubah secara signifikan dibanding 100 tahun lalu.
Ada banyak aktor dan tokoh yang memperkuat film ini, seperti Lukman Sardi (pemeran KH Ahmad Dahlan), Zaskia Adya Mecca (Nyai Ahmad Dahlan), Ikranegara (Kyai Abu Bakar), Sujiwo Tejo, Giring (KH Sudja, murid KH Ahmad Dahlan), dan sejumlah artis pendukung lain seperti Joshua Suherman yang berperan sebagai tokoh Hisyam muda. Beberapa budayawan juga terlibat semisal Sitok Srengenge, Bambang Paningron, dan Bondan Nusantara. 43
44
4.1.1
Sinopsis Film Sang Pencerah
Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat.
Melalui Langgar/ Suraunya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman yang mengakibatkan kemarahan seorang kyai penjaga tradisi, Kyai Penghulu Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) sehingga surau Ahmad Dahlan dirobohkan karena dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai Kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.
Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Nidji), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adishwara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.
45
4.2
Hasil Penelitian Pada bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dari data yang diperoleh dengan cara
mendeskripsikan data mengenai apresiasi mahasiswa terhadap film Sang Pencerah. Berdasarkan penelitian yang diperoleh peneliti melalui Focus Group Discussion (FGD) maka diperoleh hasil penelitian seperti diuraikan dibawah ini.
Setiap bentuk kesenian, seperti musik, seni sastra, seni tari, dan seni rupa memerlukan apresiasi dari penikmat. Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti ‘mengindahkan’ atau ‘menghargai’. Apresiasi adalah kesadaran terhadap nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu dan kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah, itu juga termasuk (apresiasi pasar). Berapresiasi artinya mempunyai apresiasi atau ada apresiasi terhadap sesuatu yang mempunyai nilai positif.
Dalam penelitian ini, peneliti melihat apresiasi yang dimiliki mahasiswa terhadap film Sang Pencerah melalui teknik Focus Group Discussion (FGD). Apresiasi sendiri memiliki beberapa langkah-langkah sendiri, namun sebelum langsung menuju ke tahap-tahap apresiasi, ada baiknya melihat sedikit hambatan-hambatan apresiasi. Hambatan apresiasi menjadikan film sebagai medium artistik yang paling kuat dan realistik yang ternyata juga telah membuat paling sukar untuk diamati. Terutama karena film dalam keadaan normalnya adalah keadaan “ bergerak secara bersambung (kontinyu)”, membuatnya tak bisa dihentikan secara sembarangan. Sebab sekali dihentikkan, tidak akan lagi menjadi film, dan nilai dari sebuah film tersebut akan hilang, berbeda dengan novel yang bisa dihentikan kapan kita suka, bahkan kalau perlu membalik-balik halaman yang telah kita baca.Atau, mengamati sebuah karya patung selama kita suka. Atas dasar itu, kita dalam menumpahkan perhatian kepada perpaduan gambar, suara, dan gerak dilayar
46
harus sepenuhnya dan pada saat bersamaan mempertahankan suatu tingkat obyektivitas dan penilaian kritis yang menimbulkan pemahaman dalam menikmati sebuah film yang mengandung tahapan untuk merasakan apa isi dari sebuah film tersebut. Pada tahapannya apresiasi memiliki beberapa bagian dan peneliti menguraikannya berdasarkan hasil yang didapat di lapangan.
4.1.2
Pemahaman Terhadap Film
Pemahaman dalam apresiasi dari hasil penelitian dilapangan, penulis memaparkan hasil dari tahap yang pertama. Tahap pertama apresiasi berkaitan dengan keterlibatan emosional dan pikiran. Penonton memahami masalah, ide, ataupun gagasan, serta merasakan perasaan-perasaan dan dapat membayangkan dunia rekaan yang ingin diciptakan sutradara bersama tenaga-tenaga kreatif lain. Pada tahap pemahaman peneliti memfokuskan pemahaman kepada penonton terhadap tema, cerita, pesan, tokoh, lokasi, waktu dan setting pada film tersebut.
Tahap pertama hasil penelitian penulis, pada tema film Sang Pencerah, penonton yakni mahasiswa yang terdiri dari Mahasiswa Moestopo Beragama dan Universitas Mercu Buana mendeskripsikan tema berbeda-beda. Mahasiswa Universitas Moestopo yang terdiri dari Syarif Hidayatullah, Budi Sitiawan Tampubolon dan Miko memiliki penjelasan masing-masing terhadap tema film ini, Syarif Hidayatullah mengungkapkan:
“Temanya sih keagamaan. Dimana berdirinya suatu organisasi.” Syarif melihat film ini selain keagamaan, yaitu sebagai film yang menceritakan tentang berdirinya sebuah organisasi yang dalam hal ini yaitu Organisasi Muhammadiyah. Namun Budi melihat tema itu tidak hanya itu, menurutnya film ini juga meluruskan tentang pengertian pemahaman organisasi Muhammadiyah. Bahwa Muhammadiyah bukanlah ajaran
47
agama tetapi sebuah organisasi yang berlandaskan pada ajaran Islam. Dan hal ini juga didukung oleh Miko dalam pernyataannya:
“Saya setuju dengan saudara Budi, tentang meluruskan pemikiran orang tentang Muhammadiyah, kalau Muhammadiyah itu bukan suatau ajaran Islam melainkan organisasi.” Dari Pernyataan Miko, dan Budi mereka berapresiasi tentang tema dari film Sang Pencerah yang menggambarkan islam Muhammadiyah adalah suatu organisasi bukan ajaran tentang agama islam, yang harusnya islam itu satu tujuan. Sedangkan Mahasiswa Mercu Buana yang terdiri dari Try Dama Saputra, Mumthali Khair dan Fahdi Ruwandi lebih menekankan tema ini ke arah agama Islam. Mumthali berujar bahwa tema yang diangkat dalam film Sang Pencerah ini yaitu sejarah Islam dari jaman lama ke era modern. Ini sedikit berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Try Dama maupun Fahdi. Mereka berdua memiliki gambaran yang hampir sama tentang tema ini. Try Dama menyatakan:
” Kalau menurut saya dari tema yang saya tangkap itu pikiran atau ajaran lain tentang agama islam pada tahun itu. Tentang ajaran islam terdahulu harus dilihat sebagai kebudayaan bukan sebagai hal yang menyimpang.”
Selanjutnya Fahdi mengungkapkan: ”Kalau dari yang saya tangkap ini berkaitan dengan penyimpangan tentang ajaran islam. Disini ada seorang tokoh yang ingin mengubah ajaran yang dianggap menyimpang ingin dirubah menjadi modernisasi mengikuti jaman.”
Dari keduanya terlihat bahwasanya mereka sama-sama mendeskripsikan tema dalam film ini sebagai sebuah ajaran Islam dimana terdapat ajaran Islam yang berkembang pada tahun
48
tersebut. Dimana masuk unsur baru atau pembaharuan dalam ajaran Islam tersebut yang dibawa oleh seseorang kemudian menjadi konflik pada saat itu. Selanjutnya apresiasi terhadap pemahaman dilanjutkan kepada inti cerita dari film Sang Pencerah ini. mahasiswa lebih memiliki keragaman pandangan mengenai yang satu ini. Fahdi Ruwandi, mahasiswa Universitas Mercu Buana menyatakan: ”Menurut saya, ada seorang tokoh yang bernama ahmad dahlan, beliau mempunyai masalah dengan penghulu, dan penghulu itu dituakan didesa tersebut. Penghulu tersebut adalah ketua masjid. Beliau tidak setuju dengan perubahan kiblat. Seketika kyai ahmad dahlan pergi kepasar untuk membeli sayur-sayuran. Kyai ahmad dahlan mendengar suara adzan dan menyempatkan diri untuk sholat dimasjid. Ketika sampai dimasjid kyai ahmad dahlan melihat para jamaah sholat dengan kiblat yang salah. Kyai ahmad dahlan itu tahu bahwa para jamaah salah menghadap dengan menggunakan kompas. Dan kompas tersebut memberikan arah dalam menghadap kiblat yang benar. Dan seketika itu kyai ahmad dahlan secepat mungkin membuka forum kepada ulama-ulama bahwa selama ini mereka salah dalam menghadap kiblat. Dan ahmad dahlan sendiri hanya meluruskan arah kiblat yang benar. Tapi hampir semua ulama didesa tersebut tidak setuju dengan perkataan kyai ahmad dahlan.”
Sedangkan Mumtali Khair yang juga mahasiswa Universitas Mercu Buana mengutarakan film ini lebih kepada perbaikan terhadap ajaran sesat atau ajaran yang menyimpang dan perjuangan mengenai penyebaran ajaran yang benar. Dimana pihak yang menyebar ajaran tersebut mendapat tentangan dari para pendahulunya. Namun Budi Sitiawan dan Syarif Hidayatullah, mahasiswa Universitas Moestopo memiliki gambaran yang berbeda mengenai inti cerita film Sang Pencerah ini. Dimana menurut mereka, inti ceritanya mengenai penjelasan bahwa agama Islam bukanlah merupakan agama yang radikal islam bukan agama yang mengajarkan tentang kekerasan, islam itu indah dan penuh dengan kedamaian, memperat tali persaudaraan. Tidak mengajarkan kekerasan juga menuntut untuk bersabar dan tidak membalas jika disakiti.
49
Hal ini berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Miko, mahasiwa Universitas Moestopo serta Try Dama, mahasiswa Universitas Mercu Buana yang lebih kepada organisasi sebagai inti cerita. Miko menyatakan: ” Intinya jika sebuah organisasi berdiri pasti ada pro-kontranya. Jadi bagaimana seseorang mengahadapi masalah-masalah tersebut dan meluruskannya.”
Sedangkan Try Dama mengungkapkan: ”Menurut saya, inti film ini hanya ingin memperjelas saja atau memberitahu pada masyarakat awam tentang ajaran muhammadiyah. Apa yang membuat pemikiran atau ide-ide atau tentang ajaran muhammadiyah. sebenarnya hanya ingin mengetahui sejauh mana perkembangan tentang ajaran muhammadiyah.” Dari pernyataan-pernyataan yang telah diutarakan oleh keenam mahasiswa tersebut terlihat bahwa, mereka cukup memiliki pemahaman dan mempunyai bentuk apresiasi yang berbeda terhadap tema, cerita dari film Sang Pencerah ini. Hal itu juga diungkapkan keenamnya dalam sesi FGD (Focus Group Discussion) tentunya dengan waktu dan tempat yang berbeda antara mahasiswa Mercu Buana dan mahasiswa Universitas Moestopo. Seperti pernyataan dari Fahdi Ruwandi, mahasiswa universitas Mercu Buana sebagai berikut:
”Sangat memahami sekali, cerita ini sangat bagus tentang pesan moral untuk kita dizaman sekarang ini. Banyak ajaran-ajaran islam seperti contoh ahmadiyah, LDII, dll. Seandainya kita bisa menonton film tersebut secara bersama-sama beserta para pemerintah pasti akan tersentuh saat menonton film tersebut. Alur film ini sangat mudah dipahami dan dimengerti.” Setelah memahami cerita dengan baik, maka akan dilanjutkan ke pesan film Sang Pencerah. Dalam hal ini empat dari enam narasumber penelitian memiliki deskripsi yang hampir sama terhadap pesan. Mereka melihat bahwa film ini memiliki pesan yang bermakna toleransi.
50
Dimana dari cerita terlihat tentang saling menghargai dan menghormati, terutama terhadap perbedaan pendapat yang dimiliki tiap-tiap individu. Seperti yang dikatakan Miko, mahasiswa Universitas Moestopo mengutarakan: ”Kita sesama manusia yang berbeda agama itu saling menghormati tentang ajaran dan kepercayaan masing-masing.” Kemudian hal ini juga dibenarkan oleh rekannya di universitas Moestopo, Budi Sitiawan:
”Ya.. isi pesannya itu sendiri, sesama manusia kita saling menghormati. Walaupun berbeda-beda tapi saling menghargai. Intinya sih dalam film ini, Lakumdinukumwaliadin. Agamamu agamu, agamaku agamaku.” Begitupun dengan Try Dama, mahasiswa Mercu Buana itu menyatakan:
”Pesannya satu dan sangat inti yang saya dapat cobalah untuk menghormati orang lain dalam proses itu dalam menjalankan hidup orang lain tersebut ataupun dalam proses menjalankan ajaran agama mereka. Karena belum tentu yang selama ini yang sudah ada dalam pemikiran kita itu benar, bisa jadi pemikiran orang lain bisa lebih benar dari kita, jadi ya lebih menghormati saja lah.”
Hal serupa juga diutarakan Mumthali Khair:
“Kalau menurut saya hampir sama dengan saudara Try Dama, saling menghargai dari ajaran yang dulu sampai sekarang sama-sama saling menghargai biar tidak ada konflik antara umat islam, mungkin ideologi masing-masing.” Sedangkan Syarif Hidayatullah, mahasiswa Universitas Moestopo dan Fahdi Ruwandi, mahasiswa Universitas Mercu Buana memiliki deskripsi yang berbeda mengenai isi pesan dalam film ini. Syarif mengungkapkan: “Intinya sih menurut saya itu, meluruskan sih walaupun itu satu agama.”
51
Sedangkan Fahdi berkata bahwa: “Untuk saya sendiri itu untuk membuat motivasi saya sendiri kalau saya percaya saya itu benar ya itu harus saya pertahankan dan dibuktikan seperti kyai ahmad dahlan ini, terus mengimprovisasi kebenaran ini loh yang sebenarnya, tidak mudah putus asa lah.”
Untuk mendukung cerita dalam film ini serta menguatkan pesan yang ingin disampaikan, maka di butuhkan tokoh. Pada penelitian ini, tahap pemahaman terhadap film berkaitan dengan tokoh terdiri dari tokoh utama dan tokoh antagonis. Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) didapatkan hasil sebagai berikut. Pada pemahaman terhadap tokoh utama, semua narasumber atau mahasiswa Universitas Moestopo dan Universitas Mercu Buana mengutarakan hal yang sama yaitu, tokoh utama dalam film Sang Pencerah ini, Kyai Ahmad Dahlan sebagai pencetus berdirinya organisasi Muhammadiyah. Sedangkan untuk pemahaman terhadap tokoh antagonis ketiga mahasiswa Moestopo memiliki pemahaman yang sama, menurut ketiganya tokoh antagonis dalam film ini adalah Kyai Penghulu. Kyai Penghulu Kamaludin Ningrat adalah imam Masjid Besar Kauman yang memiliki pemikiran berbeda dengan tokoh utama. Kyai Penghulu dalam cerita ini tidak menyetujui pemikiran Ahmad Dahlan dan menganggapnya sebagai ajaran sesat. Selanjutnya mahasiswa Universitas Mercu Buana memahami tokoh antagonis dengan berbeda-beda. Fahdi dan Mumthali mengutarakan hal yang sama dengan mahasiswa Universitas Moestopo, ia memahami tokoh antagonis dalam film ini adalah Kyai Penghulu. Tapi hal itu berbeda dengan Try Dama Saputra: “Kalau menurut saya sebenarnya kalau dibilang antagonis karena yang saya tahu antagonis itu bisa dibilang peran jahat yah, kalau untuk di film sang pencerah ini sebenarnya tidak ada yang jahat karena balik ke jawaban saya sebelumnya sebenarnya
52
disini tidak ada yang jahat atau sesat atau apa, mungkin cuma berbeda tapi memang digambarkannya disini ada satu orang yang berbeda tapi dia sangat mencolok perbedaannya. Tapi kalau pertanyaannya siapa tokoh antagonisnya tidak ada menurut saya cuma ada tokoh yang berbeda sama pemikiran si ahmad dahlan tersebut.”
Tokoh-tokoh yang berperan dalam film Sang Pencerah menghayati perannya dengan baik. Sehingga mewakili cerita dari film ini. Hal ini juga diutarakan oleh para mahasiswa Universitas Mercu Buana dan Universitas Moestopo. Lalu pengutaraan yang lain berkaitan dengan tahap lokasi dan masa serta setting yang disiratkan film Sang Pencerah ini. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan kedua kelompok mahasiswa menyatakan bahwa lokasi yang diambil oleh film Sang Pencerah ini berada di sekitaran Yogya dan Semarang. Berikut pernyataan Syarif Hidayatullah, mahasiswa Moestopo: ”Kalau menurut saya sih, itu di kawasan keraton Yogya dan Semarang terus Bantul.”
Kemudian untuk masa yang diangkat dalam film ini yaitu pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII atau abad ke 18. Seperti yang diungkapkan para narasumber dalam penelitian ini. Selanjutnya berkaitan dengan setting, kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda dengan hal tersebut. Mahasiswa Universitas Moestopo, Miko menyatakan: “Setting tersebut menceritakan tentang abad 18. Namun dalam penataan agak modern. Seperti lighting yang statis tidak seperti lampu. Ada cahaya obor.”
Hal serupa juga diutarakan oleh Syarief. Namun berbeda dengan Budi Sitiawan, mahasiswa yang satu ini mengungkapkan:
53
“Kalau saya liat ya. Ini cenderung bocor, karena pada abad 18 belum ada gambargambar yang solid. Penggambaran masalah setting tempat lebih menekankan Yogyakarta. Dimana daerah itu merupakan kelahiran dari Ahmad Dahlan.”
Sedangkan mahasiswa Universitas Mercu Buana memiliki gambaran yang jauh berbeda. Fahdi Ruwandi menyatakan: ”Kalau menurut saya sangat terorganisir sekali karena dari gambar yang kita lihat itu jadi cepat untuk menangkap pesan-pesannya kaya model-model rumah-rumah tua, ada kereta tua, sekarang itu kita tidak bisa melihat kereta itu mungkin sekarang sudah ada dimuseum dan disitu kita bisa melihat kereta tua itu dan itu sangat mengagumkan sekali.”
Menurut Fahdi Ruwadi film Sang Pencerah dalam pemahaman setting, unsur gambaran yang terpaparkan dalam film tersebut memberikan informasi yang sangat mendalam dari segi kebudayan informasi tentang budaya yogyakarta itu sendiri, dimana jarang sekali film Indonesia yang memberikan informasi dan malasnya pemuda Indonesia yang mengunjungi museum kereta tua yang ada di daerah. Try Dama berujar hal yang berbeda, ia lebih membahas karakteristik tokoh peran yang ada dalam film Sang Pencerah dalam pemahaman unsur setting, menurutnya walaupun ia sendiri baru saja melihat film ini untuk pertama kali tapi sudah bisa menangkap informasi serta gambaran dari film tersebut, tidak ada peran antagonis hanya adanya perbedaan pikiran antara Ahmad Dahlan dan para sesepuh dalam pandangan islam, Try Dama juga memaparkan bahwa, film ini telah memiliki setting yang baik dalam menurutnya. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan dari Mumtali Khair, dengan pernyataan: ”Kalau menurut saya dari audio dan visualnya tuh pas dilihat dari cara dia berkonflik jadi yang menontonnya itu terkesan, kostumnya itu juga bagus.”
54
Dari hasil penelitian dalam tahap pemahaman dari segi tema, cerita, setting berdasarkan kutipan dari Mumtali Khair lebih memahami dari sisi audiovisual yang digambarkan di film Sang Pencerah, dimana audiovisual yang diberikan dalam film Sang Pencerah mendukung konflik yang ada dalam hingga membuat film ini lebih menarik. Dari kutipan keenam mahasiswa mempunyai apresiasi yang berbeda dari sudut pandang masing-masing tahapan pemikiran pemahaman apresiasi film Sang Pencerah.
4.1.3
Penikmatan Terhadap Film Tahap kedua apresiasi film terletak pada tingkat ketika penonton memahami dan
menghargai penguasaan pembuat film terhadap cara-cara penyajian pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan yang intens, maksud dari intens dalam tahap apresiasi di film Sang Pencerah ini memahami lebih dalam isi dari sebuah pesan yang disampaikan dari sisi efek kekuatan pesan informasi yang disampaikan dari film tersebut. Penonton yang tertarik kepada bagaimana sutradara dan tenaga kreatif yang lain yang membuat isi pesan konflik atau cerita dari film Sang Pencerah menerapkan masalah yang dramatisasi, pengembangan konflik yang kecil hingga besar, sampai klimaks, dan keutuhan
film secara keseluruhan. Seperti apa yang dipaparkan oleh
Mahasiswa Universitas Mercu Buana saat menonton film Sang Pencerah, Fahdi Ruwandi memaparkan :
” Sangat nikmat dan tersentuh sekali tentunya yah film ini.”
Fahdi Ruwandi Mahasiswa Universitas Mercu Buana, ia memaparkan sangat menikmati film Sang Pencerah dan hatinya sangat tersentuh oleh isi film Sang Pencerah. Beda
55
halnya dengan apa yang didapat dari hasil kenikmatan Try Dama Saputra, yang menonton film Sang Pencerah ini, ia mendapatkan kenikmatan seperti berikut:
“Saya pribadi sangat menikmati film sang pencerah ini karena saya bisa tahu banyak tentang organisasi muhamadiyah dari ide, unsur- unsur apa saja sampai terjadinya organisasi muhamadiyah ini ya saya bisa tahu banyak ya saya bisa sangat menikmati film tersebut.”
Kenikmatan yang diraih oleh Try Dama Saputra dari Universitas Mercu Buana, saat selesai menonton film Sang Pencerah ini, ia merasakan banyak informasi penting yang ia dapat tentang Muhammadiyah, yang asalnya dia buta apa itu Muhammadiyah hingga akhirnya Try Dama Saputra tahu banyak tentang Muhammadiyah yang sebernanya adalah hanya sebuah organisasi buka aliran agam islam yang bercabang, Try Dama Saputra pun mendapatkan ide yang positif dan tahu banyak informasi yang dia tidak tahu menjadi tahu. Berbeda dengan Mumtali Khair, Mahasiswa Universitas Mercu Buana ini dapat penikmatan ia menjadi tahu tentang syariat – syariat islam yang terkandung dalam film Sang Pencerah, seperti apa yang dia katakana sebagai berikut:
“Saya sangat menikmati dan bisa dapat pahami film sang pencerah ini awalnya kan syariat islam yang diceritakan disini”. Beda lagi akan yang didapat oleh ketiga Mahasiswa Universitas Moestopo, Syarif Hidayatullah memaparkan apa yang dia nikmati film Sang Pencerah, dia mendapatkan hiburan tersendiri dari menonton film Sang Pencerah ini, seperti berikut :
“Kalau setiap orang pasti menikmati film ada yang serius ada yang bercanda tadi sih film ini cukup serius ya dibilang menghibur tadi menghiburnya hanya sedikit, menurut saya cukup menikmati.”
56
Syarif Hidayatullah mendapatkan hiburan dari film Sang Pencerah, beda dengan Miko dan Budi Sitiawan, yang mendapatkan kenikmatan dari film Sang Pencerah, sebagai berikut, Budi Sitiawan memaparkan :
“Kalau saya pribadi menikmati. “ Sama halnya dengan Miko, Mahasiswa Universitas Moestopo:
“Saya menikmati karena saya penasaran dengan film ini.”
Miko sangat menikmati film Sang Pencerah karena dia penasaran dengan isi yang terkadung dalam film Sang Pencerah. Ini yang dapat dikatakan bahwa dari keenam Mahasiswa yang penulis wawancarai dengan tempat dan waktu yang berbeda, tidak seorang pun bisa menikmati karya film, atau bahkan memahaminya, sampai seseorang itu mengerti bahasanya. Oleh karena itu, unsur-unsur film dari penyutradaraan, penataan fotografi, penulisan scenario, penyuntingan dan para pemeran sangat berpengaruh untuk membuat suatu kenikmatan penonton yang menonton film tersebut. Dalam sebuah film unsur hiburan pasti ada walaupun hanya hitungan second atau detik. Beberapa narasumber mendaparkan hiburan dari film Sang Pencerah seperti yang dikatakan oleh Miko dari Universitas Moestopo sebagai berikut:
“Menurut saya menghiburnya sedikit ya, diadegan bercanda ketika Ahmad Dahlan mencoba pertama kali mengajar dan ada anak murid yang kentut.”
Dalam adegan yang hanya beberapa second detik itu, Miko sebagai penontonpun sudah merasakan terhibur, itupun termasuk dalam tahap penikmatan terhadap film, film yang penontonnya sudah merasakan unsur terhibur maka dapat dikatakan bahwa film tersebut berhasil
57
membuat apresiasi. Sama halnya dengan Syarief Hidayatullah yang merasakan terhibur oleh film Sang Pencerah, sebagai berikut : “Ya cukup menghibur, walaupun film ini merupakan film serius.”
Miko, Mahasiswa Universitas Moestopo juga merasakan hal yang serupa, terhibur oleh film Sang Pencerah sebagai berikut:
“Menurut saya menghiburnya sedikit ya, diadegan bercanda ketika Ahmad Dahlan mencoba pertama kali mengajar dan ada anak murid yang kentut.” Begitupun dari apresiasi mahasiswa Universitas Mercu Buana, Try Dama Saputra yang merasa terhibur setelah menoton film Sang Pencerah, sebagai berikut : “Ya saya terhibur, di beberapa potong adegan film sang pencerah ini saya bisa tertawa mungkin dari adegan-adegan lucu para pemainnya yang sesuai karakternya.” Try Dama Saputra merasakan adanya unsur hiburan, begitupula dengan Fahdi Ruwandi dan Mumtali khair, sebagai berikut: “Ya kita pasti terhibur.”
Mumtali Khair pun merasakan hal yang serupa: “ Sama dengan pendapat mereka. idem.”
Demikian unsur hiburan yang terkadung dalam film aspresiasi mahasiswa yang menonton film Sang Pencerah, ada hal lainnya dalam menikmati sebuah karya sutradara dari sebuah film, film pasti mempunyai unsur positif yang sangat berperan sangat penting bagi setiap penontonnya salah satu unsur penting itu adalah unsur pendidikan tahap sudut pandang dari sisi agama. Seperti berikut pernyataan Fahdi Ruwandi, mahasiswa Universitas Mercu Buana, memberikan aspresiasinya dalam unsur pendidikan:
58
“Banyak sekali unsur pendidikannya yang lebih umum seperti contohnya kyai ahmad dahlan bergabung dengan budi utomo nah disitu kan budi utomo ada ajaran-ajaran seperti pelajaran umum kan, disini kyai ahmad dahlan mencoba ajaran islam didalam budi utomo tersebut dan pada awalnya itu pelajar yang di budi utomo yang diajar kyai ahmad dahlan itu tidak mengerti sama sekali ajaran agama islam pada jaman itu dan ketika kyai ahmad dahlan memberi salam seperti assalammuallaikum itu sama sekali tidak ada yang jawab, tetapi malah bahasa lain yang dia mengerti jadi untuk pelajaran umumnya itu banyaklah contohnya disitu isi-isinya tuh banyak, untuk orang yang belum menonton tuh memang harus menonton film ini. Karena banyak ilmu-ilmu umumnya dan wawasannya banyak.” Dari unsur pendidikan Fahdi Ruwandi sendiri mendapatkan banyak hal yang sebelumnya dia tidak ketahui menjadi tahu, sisi sejarah yang digambarkan dari film Sang Pencerah dari awal bergabungnya budi utomo, bagaimana caranya kyai ahmad dahlan mengajarkan agama islam ke budi utomo, hingga akhirnya budi utomo mengerti islam itu apa, walaupun apa yang dilakukan oleh kyai ahmad dahlan ditentang oleh kyai penghulu. Dari sisi cara sopan santun pun dapat didapatkan dari film Sang Pencerah, bagaimana cara berpakaian yang sopan, memberi salam saat bertemu orang baru, banyak hal pendidikan yang didapat dari kyai ahmad dahlan, begitu kyai ahmad dahlan mendapatkan banyak pelajaran baru dalam berpakaian, dimana islam sendiri mengajarkan kebersihan sebagaian dari iman, kyai ahmad dahlan dimana saat mengenal kepribadian cendikiawan di Budi utomo tidak beralaskan kaki dan beraroma badan yang tak sedap, menjadi sangat wangi dan rapi. Unsur pendidikan yang didapat oleh Try Dama Saputra adalah sebagai berikut: “Kalau buat saya yah, pendidikan umumnya yang saya tangkap disini itu pastinya yang utama itu sejarah muhamadiyah terus perkembangan ajaran islam pada tahun tersebut yang lebih jelasnya pada jaman kesultanan hamengkubuwono ke tujuh yah, yang saya catat dicatatan saya sih pada tahun 1863 sampai tahun 1912 nah itu tuh dibahas semua tentang ajaran islam bagaimana kebiasaan orang-orang pada jaman dahulu untuk menjalankan agama islam bagaimana sebenarnya sih.
59
Aspresiasi Try Dama Saputra dalam film Sang Pencerah mengenai sejarah muhammadiyah itu sendiri, bagaimana islam berkembang dari tahun 1863 hingga tahun 1912 hingga akhirnya jelas bahwa muhammadiyah itu adalah sebuah organisasi bukan ajaran islam lainnya atau islam bercabang. Sama akan pernyatakan aspresiasi dari mumtali Khair, mahasiswa Universitas Mercu Buana sebagai berikut : “Menurut saya sama dengan pendapat saudara Try Dama Saputra.” Tambahan dari Fahdi Ruwandi tentang muhammadiyah dan sejarah islam, sebagai berikut : “Karena adanya perubahan jaman disaat jaman itu yang sebenarnya memang harus kita lakukan seperti ini terus orang-orang yang tetap dengan pedoman yang kaya seperti kejawen itu tetap ingin seperti itu tapi ya yang salah itu memang harus dibenarkan.”
Kemudian berdasarkan aspresiasi mahasiswa Universitas Moestopo dari unsur pendidikan yang didapat menurut Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut : “Jelas itu ada pendidikan agama, karena kyai ahmad dahlan ini meluruskan atas tradisitradisi yang lama untuk islam yang kedepannya atau disebut modern.” Disini jadi film Sang Pencerah, kyai ahmad dahlan adalah sebagai tokoh pembaharuan atau pencerahan dimana karena pada ceritanya penempatan kiblat yang salah. Kyai ahmad dahlan juga mengajarkan kita bahwa ilmu bisa kita dapat pelajari kapan saja, dimana saja, dari siapa saja. Kyai ahmad dahlan tidak pernah melihat orang dari fisik ataupun bentuk luarnya dan bagaimana mereka memberikan pelajaran serta bagaimana caranya. Hingga akhirnya Kyai ahmad dahlan berhasil melakukan perubahan secara besar dalam perjalanan islam di Indonesia, walaupun banyak rintangan dan cobaan yang menghalanginya.
60
Seperti halnya dimana Apresiasi dari Mahasiswa Universitas Moestopo, menurut Budi Sitiawan adalah sebagai berikut : “Mungkin saya anggap disini, unsur pendidikannya gini suatu pemahaman bahwa islam itu bukan agama yang kolot, islam itu apa yang kita jalankan asalkan sesuai dengan kaidah agama yang diajarkan ya kenapa tidak”.
Maksud dari pendapat Budi Setiawan sendiri adalah setiap manusia pasti memiliki keyakinan masing-masing sesuai dengan apa yang mereka yakini, begitupun dengan agama islam dengan pengikut-pengikutnya.mereka menjalankan islam sesuai dengan apa yg ada dalam kaidah-kaidah agama islam. Apresiasi Miko Mahasiswa Universitas Moestopo, dalam penikmatan tentang film Sang Pencerah, dalam unsur pendidikan sebagai berikut: “Saya setuju dengan pendapat saudara budi tentang ajaran agama ya intinya terutama biar seseorang itu tidak mudah menyerah dengan pematahan dari orang lain.”
Maksud dari apresiasi menurut Miko salah mahasiswa Universitas Moestopo, ilmu yang didapat dari film Sang Pencerah mengajarkan ketidakputusasaan apa yang kita inginkan sebelum tercapai, walau banyak rintangan yang menjadi penghalang. Apapun godaannya sebesar apapun rintangannya jika berada dijalan kebenaran pasti akan terwujud. Dalam menonton film apakah dapat mempengaruhi pikiran seseorang hingga akhirnya dapat merubah sikap dan perilaku seseorang, dalam menikmati sebuah karya film, tergantung individu masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa Universitas Moestopo, Miko sebagai berikut:
61
“Untuk mengubah mungkin balik lagi ke idealisme masing-masing karena pemikiran seseorang juga pasti punya ideologi sendiri.”
Perubahan pada diri seseorang dilakukan oleh dirinya sendiri dimana pola pikir yang merubah kepribadian seseorang itu dimotivasi dan dilakukan oleh dirinya sendiri. Pemikiran positif yang dilakukan untuk kemajuan seseorang atau pribadinya sendiri.
Beda dengan pemikiran dari Budi Sitiawan, yang mengungkapkan sebagai berikut: “Kalau saya, semua agama itu mengajarkan kebaikan ya tidak ada yang mengajarkan keburukan namun disini lebih menitikberatkan pada salah persepsi atau perubahan suatu pemahaman tentang arti muhamadiyah itu sendiri bahwa muhamadiyah itu bukan aliran agama melainkan organisasi.
Pemikiran Budi Sitiawan tentang bagaimana melihat cara pandang seseorang terhadap sudut pandang agama, agama adalah sebagai tiang kepribadian seseorang, yang mengajarkan kebaikan, tidak ada agama yang mengajarkan keburukan. Film Sang Pencerah ini memperjelas apa yang dimaksud dari kaidah muhammadiyah itu sendiri, dan menjelaskan arti dari muhammadiyah dari kesalahpahaman seseorang tentang mumhammadiyah. Sedangkan menurut Syarif Hidayatullah, apresiasi cara pandang melihat ajaran suatu agama berdasarkan dari adat istiadat atau kebudayan yang turun menurun dan perbedaan budaya ata adapt istiadat menimbulkan suatu persepsi yang berbeda. Syarif Hidayatullah memaparkan sebagai berikut: “Menurut saya, namanya budaya itu pekat tapi persepsi orang bisa berbeda.”
Beda dengan Apresiasi dari mahasiswa Universitas Mercu Buana, seperti yang dikatakan oleh Fahdi Ruwadi sebagai berikut: “Cara pandang saya pribadi ya hanya kagum saja dengan seorang tokoh kyai ahmad dahlan itu yang mempunyai suatu kepercayaan diri untuk menegaskan sesuatu yang salah untuk
62
dibenarkan, saya jadi mendapatkan contoh ya kalau jadi orang itu jangan mudah putus asa harus punya pendirian kalau kita punya pendirian juga harus ditegaskan dan saya percaya dengan apa yang sudah saya dapat saja.”
Persis dengan apa yang diutarakan oleh mahasiswa Universitas Moestopo, Miko. Fahdi Ruwandi juga mengapresiasikan cara pandang melihat suatu ajaran agama, jangan putus asa dan jangan cepat menyerah jika mengingginkan sesuatu harus berusaha walaupun rintangan menghadang. Dengan percaya diri, tekat pasti semuanya bisa dicapai dengan mudah. Beda halnya dengan Try Dama Saputra sebagai berikut: “Kalau saya sendiri bisa mengubah sudut pandang saya terhadap ajaran khususnya di muhamadiyah yang diangkat disini, sebelum saya menonton film sang pencerah ini, saya tahu muhamadiyah itu dia tidak mau melakukan sunah-sunah rasul karena banyak alasannya saya mungkin tahu dari orang-orang yang belum menyaksikan film ini jadi kurang paham nah semenjak saya nonton film ini saya tahu alasannya kenapa tidak mau menggunakan sunah-sunah rasul mungkin yah kaya acara 40 harian itu diadakan tahlilan kalau disini dibahas yah adanya tahlilan dan dia tidak mampu untuk membuat makanan untuk para tamunya yang nanti datang ke tahlilan dan disini ahmad dahlan coba ingin meluruskan kalau yang namanya tahlilan itu tidak perlu ada orang banyak tidak perlu ada orang ramai-ramai jadi menurut saya itu dapat mengubah sudut pandang saya pribadi fokusnya pada organisasi muhamadiyah ini sebenarnya sih yang bisa mengubah hanya itu saja.”
Fahdi Ruwadi memaparkan sebagai berikut : “Disini tidak diwajibkan juga kalau kita tidak ada rezeki ya tidak perlu memaksakan hanya dari sekitaran keluarga juga sudah cukup dan tidak perlu sekampung datang untuk kita membaca yasin.” Disambut oleh Mumtali Khair, dari apresiasi Fahdi Ruwadi, sebagai berikut: “Kalau menurut saya sudut pandang dari ahmad dahlan dia selalu sabar meskipun selalu diejek, ada rintangan mengajarkan kepada pengikutnya selalu sabar dan sabar untuk menghadapi jalannya.” Apresiasi sudut pandang Mumtali Khair tentang ajaran agama, ditambahkan oleh Fahdi Ruwandi, sebagai berikut:
63
“Sampai akhirnya dia mendapat jalan dan mendapatkan sebuah kebenaran dan pendirian kita tidak bisa diubah karena itu hak kita.“
Dari hasil penulis tangkap apa yang telah didalam focus penelitian itu tentang penikmatan terhadap film Sang Pencerah yang dilihat dari sudut pandang sebuah ajaran agama, menjadi sempit menjadi ajaran organisasi muhammadiyah dimana perbedaan adat istiadat dan persepsi dari tradisi yang dilakukan secara turun temurun, yang diikatkan oleh sudut padang masingmasing dari sebuah kebiasan adat.
4.1.4
Penghargaan Terhadap Film Tahap ketiga dari apresiasi berlangsung ketika penonton memasalahkan dan menemukan
hubungan pengalaman yang ia dapat dari karya film Sang Pencerah dengan pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi. Pertemuan dengan jiwa atau roh film. Pada tingkat ini, penonton memahami, walaupun karya yang diciptakan bukan kenyataan, tetapi diciptakan untuk membantu melihat hal-hal didunia ini dengan pemahaman baru. Tentu kesadaran ini akan terasa melegakan. Tahap Apresiasi penghargaan ini ditentukan kesadaran nilai artistik, Seperti halnya yang diapresiasikan oleh mahasiswa Universitas Mercu Buana, Fahdi Ruwandi sebagai berikut: “Nilai artistiknya seperti kaya dekorasi-dekorasi kaya rumah-rumah tua sudah cukup bagus kaya pedesaan-pedesaan adanya andong itu menarik sekali lah, keaslian kebudayaan kita dulu itu sebenarnya seperti ini loh.”
Nilai artistik yang dipaparkan oleh Fahdi Ruwandi seorang mahasiswa Universitas Mercu Buana penghargaan yang diberikan untuk film Sang Pencerah adalah dekorasi tata rumah yang masih alami dan belum terjamah oleh system kemodernsasian dan kecanggihan elektronik,
64
masih kentalnya budaya pada jaman itu. Beda dengan Try Dama Saputra yang mengatakan tentang sebagai berikut: “Kalau menurut saya juga dari awal sampai akhir sudah sangat menggambarkan layaknya ya sudah sangat mendukung lah nilai artistiknya sudah sangat bisa menggambarkan untuk penonton film ini untuk coba masuk ke tahun tersebut pada jaman tersebut.” Kaidah tersebut juga disampaikan oleh Mumtali Khair, sebagai berikut : “sama seperti mereka”. Fahdi Ruwadi menambahkan sebagai berikut: “Kembali lagi kita ke jaman dulu disitu kita karena adanya perbedaan kita mengikuti alur ceritanya jadi ada ajaran yang tentunya mesti kaya begini begitu, artistiknya sih bagus yah.”
Seperti haknya apresiasi menurut nilai artistik dari pandangan Universitas Moestopo, Miko sebagai berikut: “Artistiknya itu dari setting tempat, arsitek tempat, lighting serta framenya itu bagus.” Menurut Syarief Hidayatullah nilai artistic yang ada pada tahap penghargaan sebagai berikut: “Nilai artistiknya itu benar-benar sih, tempatnya itu pas, pakaian, keindahan, pas memang dengan situasinya.”
Lain halnya menurut Budi Sitiawan, sebagai berikut: ” Menurut saya pribadi segi artistiknya lebih ke lighting sama frame dan angle pengambilan gambarnya.”
65
Budi memaparkan dari segi nilai artistik dari frame dan sisi pengambilan gambar. Nilai artistik yang lainnya yang muncul menurut Syarief Hidayatullah, sebagai berikut : “Ada flashbacknya yaitu islam di Indonesia ya seperti itu, jelas. seorang kyai ahmad dahlan ini mencoba meluruskan dengan ajaran islam yang baru semenjak dia pulang dari mekah.”
Beda dengan Syarief Hidayatullah melihat nilai artistik dari sisi ajaran agama, dimana kyai ahmad dahlan, ini pertemuan antara jiwa roh dan roh film, dimana tingkatannya penonton memahami walaupun karya yang diciptakan untuk membantu melihat hal-hal didunia ini dengan pemahaman baru, tentunya kesadaran semacam ini dengan pemahaman baru akan terasa sangat melegakan, dan mempunyai hasil yang akan lebih baik kedepannya. Nilai artistik dari sebuah film Sang Pencerah adalah dimana nilai artistik itu muncul, Fahdi Ruwandi menilai apa saja yang muncul dari nilai artistik dalam film Sang Pencerah dia memberikan sebuah penghargaan nilai dari, sebagai berikut : “Nilai artistiknya seperti pedesaannya tersebut, kita balik lagi seperti pada jaman dulu Jadi kita membayangkan kalau dulu seperti ini loh.”
Penghargaan pemahaman dari nilai artistik yang mengambarkan suatu informasi, yang bisa dikatakan memberikan pengetahuan pada suatu daerah pedesaan seperti itu. Menurut Try Dama Saputra nilai artistik yang muncul pada film Sang Pencerah adalah sebagai berikut: “Yang saya tangkap disini yang lebih mencolok mungkin alur dan setting lokasi.”
66
Alur cerita yang terdapat pada film Sang Pencerah mempunyai nilai Artistik sendiri bagi Try Dama Saputra atau bagi pihak yang menontonnya, Fahdi Ruwandi pun menambahkan sebagai Mahasiswa Universitas Mercu Buana, yang mempunyai kekaguman dan penghargaan untuk sebuah karya film Sang Pencerah, Sebagai berikut: “Iya
setting lokasi
yang seperti mereka di alun-alun, kauman dan cara dia
berpakaian.”
Sutradara dalam film Sang pencerah berhasil membuat para penontonnya kagum dan menghipnotis juga memberikan bayangan kepada para penonton bagimana saat jaman saat itu cara berpakaian yang masih belum terjamah oleh system modernisasi. Seperti apa yang diungkapkan oleh Mumtali Khair, mahasiswa Universitas Mercu Buana sebagai berikut: “Iya setting lokasi berpakaian.”
yang seperti mereka di alun-alun, kauman dan cara dia
Penghargaan nilai artistik menurut para mahasiswa Universitas Mercu Buana adalah dari segi tata setting lokasi, alur dan cara bagaimana berpakaian pada jaman itu. Melihat dari sisi itu apakah yang muncul dari pemikiran mahasiswa Universitas Moetopo, menurut Budi Sitiawan pada tahap penghargaan yang ada pada film Sang Pencerah adalah sebagai berikut : “Kalau menurut saya pribadi saat kyai ahmad dahlan itu berdiskusi dengan muridmuridnya itu dia memakai lampu sentir saya lihat lightingnya dramatis banget.”
Budi Sitiawan melihat dari setting penataan cahaya yang ada, yang mengambarkan sisi dramatis, beda dengan Syarief Hidayatulloh mahasiswa Universitas Moestopo, sebagai berikut :
67
“Ada flashbacknya yaitu islam di Indonesia ya seperti itu, jelas. seorang kyai ahmad dahlan ini mencoba meluruskan dengan ajaran islam yang baru semenjak dia pulang dari mekah.”
Perbedaan pada Kyai Ahmad Dahlan terlihat saat dia pulang dari mekah, kepribadian seseorang dapat dibilang suatu penghargaan bagi dirinya sendiri karena perubahan pada kyai ahmad dahlan perubahan yang positif dimana meluruskan sesuatu yang salah menjadi benar. Sedangkan Miko Mahasiswa Universitas Moestopo, memberikan penghargaan pada nilai artistik yang muncul pada : “Nilai artistiknya adalah dari baju, kereta, cara pengambilan anglenya yang bagus, penempatan lightingnya juga lumayan”
Dari munculnya beberapa nilai artistik, penghargaan dalam sebuah karya film Sang Pencerah, menimbulkan kesan yang timbul dari nilai artistik itu sendiri, menurut apresiasi yang muncul dari sebuah apresiasi mahasiswa, Universitas Mercu Buana, Try Dama Saputra adalah sebagai berikut : “Kalau saya pribadi setelah menonton film sang pencerah kesan mendalamnya itu ada cara yang berbeda untuk menjalankan ajaran agama khususnya islam karena pemikiran kita seutuhnya itu belum tentu benar mungkin ada pemikiran orang lain yang menyempurnai pemikiran kita jadi belum tentu lah pemikiran kita benar jadi kesan mendalamnya coba untuk saling menghormati dan saling bertukar pikiran saja untuk apapun itu tidak cuma di agama.”
Kesan yang timbul dari pemikiran Try Darma Saputra sendiri penghormatan yang didapat dan rasa saling menghargai jika adanya perbedaan agama, pemikiran masing-masing individu. Beda halnya dengan mahasiswa yang satu ini Fahdi Ruwandi, dari Universitas Mercu Buana yang berpendapat sebagai berikut:
68
“Kesan saya sih walaupun kita ada perbedaan kita harus menyikapi dengan sabar lapang dada dan tidak terlalu lebih ricuh jadi lebih bijaksana saja”
Sama halnya dengan Mumtali Khair sebagai mahasiswa, UMB, sebagai berikut: “Kalau menurut saya untuk ajaran islamnya lebih saling mengatasi dalam konflik perbedaan sama seperti yang mereka bilang harus saling memperbaiki”
Apresiasi penghargaan Mumtali khair pun disetujui oleh Fahdi Ruwadi, Sebagai Berikut: “Ya mungkin sama untuk menjalankan ajaran agama kali yah karena intinya ya seperti itu yang saya tangkap.”
Sama dengan apresiasi tahap penghargaan dengan mahasiswa Universitas Moestopo, Syarief Hidayatulloh sebagai berikut: “Kesan hampir sama dengan saudara budi yang tadinya tidak tahu muhamadiyah itu jadi tahu, disangka juga muhamadiyah itu aliran tapi ternyata pas nonton film ini ternyata itu organisasi dan caranya saja mungkin orang yang beda-beda menanggapinya.”
Syarief mendapatkan kesan terdalam setelah menonton film Sang Pencerah yang tadinya tidak tahu apa itu muhammadiyah menjadi tahu. Seperti apa yang diuatarakan oleh Miko, mahasiswa Universitas Moestopo sebagai berikut: “Tidak jauh yah kesannya dengan yang lain, pemahaman tentang muhamadiyah yang awalnya mungkin pemahaman saya tuh muhamadiyah itu adalah ajaran islam yang agak berbeda”
69
Beda dengan Budi Sitiawan yang paham akan apa artinya muhammadiyah yang dikatakan oleh mahasiswa Universitas Moestopo sebagai berikut: ” Kalau saya pribadi sekarang saya jadi lebih paham entah benar atau tidak ini film tapi saya jadi tau ooohh muhamadiyah itu seperti ini, yang saya tahu dulu tuh sebelum saya menonton film ini saya beranggapan tuh muhamadiyah itu agama yang kaku, saya pikir ajaran agama itu terdiri dari dua yaitu Nadhatul Ulama dan muhamadiyah, ternyata saya salah, ya, karena saya juga tahunya dari para ulama-ulama, tapi setelah menonton film ini saya mendapat pencerahan ooohh bahwa muhamadiyah itu ini toh.”
Tahapan dari penghargaan sebuah karya film Sang Pencerah dengan cara nilai-nilai pandangan hidup, membandingkan dengan apa yang kita yakini, kita lihat dalam kehidupan selama ini dan seterusnya. Apresiasi penghargaan menimbulkan banyak penghargaan tersendiri yang timbul, dari segi pendidikan misalnya, yang sangat berarti bagi khalayak. Seperti halnya apa yang dikatakan oleh Fahdi Ruwandi sebagai mahasiswa. Universitas Mercu Buana yang menonton film Sang Pencerah: “Agama, tapi banyak sih bukan hanya agama saja tapi disini kita cenderung hanya diceritakan ajaran agama islam yang baik dan benar, mendidiknya jadi kita mencoba lebih sabar saja dalam mengatasi setiap segala masalah yang kita hadapi kita harus sabar, karena tidak semua yang kita jalanin itu akan berjalan mulus pasti ada saja halhal rintangannya, seperti kita kuliah pasti ada rasa malas kalau malas pasti kita gimana ya kan jadi kita harus sabar, terus maju sampai lulus nanti.”
Fahdi
Ruwandi menggambarkan di Indonesia beragam akan agama, tergantung
kepercayaan kita masing-masing, memilih agama sesuai dengan keyakinan. Tidak ada agama yang salah. Penghargaan apresiasi nilai agama yang memotivasi kita melakukan sesuatu yang sangat berharga dengan keyakinan beragamapun kita bisa selesaikan berbagai hal rintangan.
70
Mumthali Khair mahasiswa Mercu Buana lebih ke ajaran kaidah islam, apresiasi kaidah islam didapatkan olehnya, sebagai berikut: “Melanjutkan pendapat saudara FR pendidikannya itu yang ditonjolkan seperti ajaran kaidah dan syariat agama islam itu lebih banyak.”
Apresiasi yang dikatakan oleh Fahdi Ruwadi dan Mumtali Khair membuat Try Dama Saputra memberikan apresiasi berbeda, dia menambahkan sebagai berikut: “Kalau saya bukan hanya dari pendidikan agama dan kesabaran saja yang ditonjolkan mungkin selain itu pendidikan sejarah, budaya yah karena yang sangat mencolok buat saya itu intinya agama dan budaya.”
Demikian penghargaan yang didapat oleh para mahasiswa dari Universitas Mercu Buana, agak berbeda mungkin dari mahasiswa Universitas Moestopo, seperti yang dikatakan oleh Syarief Hidayatullah sebagai berikut: “Saya lihat tadi bagaimana cara kyai ahmad dahlan itu mengajar dan dia dapat meyakini keberhasilannya mengurus semua tujuan dengan sabar, tenang, dan tawakal.” Budi Sitiawan mengatakan sebagai berikut: “Intinya yang saya liat ilmu itu tidak ada batasannya selagi kita bisa selagi kita mampu jalan terus.”
Miko pun setujuh dengan apa yang dikatakan oleh temannya Syarief Hidayatullah, pernyataan Miko sebagai berikut : “Sama saja dengan saudara syarif dan budi pendidikan kita bisa dapat dari mana saja sih tapi dari film Sang Pencerah ini ada masukan dari pendidikan agama dan keyakinan serta kerja keras kyai ahmad dahlan itu sendiri. “
71
Penghargaan yang lain dalam film Sang Pencerah seperti apa yang didapatkan oleh Miko, sebagai penonton Miko pendapatka pengaruh yang postif, sebagai berikut: “Pengaruh positif ada dari kalimatnya kyai ahmad dahlan yaitu agamamu agamamu, agamaku agamaku. jadi mempertahankan idealismenya masing-masing.”
Budi Sitiawan lebih mendapatkan pengaruh dari film Sang Pencerah sebagai berikut : “Kalau saya pribadi masalah pengaruh, yang saya jalanin sekarang ya jalanin saja intinya kita tidak salah arah karena kan semua orang berhak memilih, maksudnya begini di Sang Pencerah ini sendiri kan target audiens untuk penontonnya itu sendiri kan toh masa muslim saja diluar itu kan pasti ada lah, cuma penyampaiannya disini banyak yang beranggapan islam itu agama yang radikal agama yang keras selalu mengajarkan segala sesuatunya benar-benar dengan perlawanan, sebenarnya tidak seperti itu, disini justru kita diberitahukan, karena disini saya melihat ada beberapa scene kayanya menyindirnyindir salah satu front bisa kita disebut FPI ibaratnya kan yang tidak diajarkan sama sekali, hadist alquran pun tidak ada namanya islam radikal, tapi buat pengaruhnya tidak ada sama sekali yang saya jalanin sekarang, ya jalanin saja.”
Pengaruh yang dikatakan oleh Budi Sitiawan dari film Sang pencerah adalah suatu contoh untuk kita sebagai umat yang beragama islam, janganlah bertindak radikal atau dengan kekerasan untuk mengajarkan atau memberikan suatu ilmu kepada sesama manusia. Harusnya lebih mengerti apa itu islam. Seperti apa yang didapatkan oleh Syarief Hidayatullah, sebagai berikut: “Pengaruh sikap ada yah dari segi kehidupan itu lebih kepada bagaimana belajar sabar, saya bijaksana dalam menghadapi apapun dan lebih bersosialisasi, saling membantu, saling menghargai dengan sesama manusia.”
Film merupakan cerita yang dipandang sebagai alat penyebaran nilai-nilai, dilain pihak film pun akan membangkitkan kesadaran bagi penikmat yang mengapresiasikannya. Langkah apresiasi dimulai dari keterlibatan emosional dan pikiran penonton terhadap masalah, ide, dan
72
merasakan perasaan yang dapat membayangkan dunia tekaan yang ingin diciptakan sutradara beserta tenaga kreatif lain. Seperti pernyataan Hanung Bramantyo, sebagai sutradara film Sang Pencerah, sebagai berikut: “Saya memang sudah sejak lama mengingkan untuk bisa membuat (film)tentang tokoh pergerakan perdiri Muhammadiyah, karena banyak hal yang bisa didapat dari beliau buat generasi muda saat ini”.
Pendapat dan persepsi yang ada dari para mahasiswa terhadap film Sang Pencerah dapat tumbuh matang sejalan dengan kita yang belajar bagaimana mengapresiasikan film. Apresiasi film dibedakan dengan kritik film, sungguhpun kritik film bertolak dari apresiasi, kritik film dengan pendekatan analisis akan berakhir pada penghargaan.
4.3. Pembahasan Penulis melaksanakan wawancara mendalam bersama mahasiswa Universitas Mercu Buana dan mahasiswa Universitas Moestopo Beragama, penulis akan membahas hasil dari penelitian ini berdasarkan pemikiran serta teori yang digunakan, sehingga penulis dapat menjawab permasalahan yang ada. Salah satu media massa yang dapat diserap secara mendalam oleh khalayak adalah film. Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili komunitas kelompok masyarakat pendukungnya, baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang, sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (Moving Image),
73
namun juga telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup. Membuat film adalah suatu kerja kolaboratif, sebuah film dihasilkan oleh kerjasama beberapa variabel yang mendukung. Produksi film yang normal membutuhkan kooperasi banyak ahli dan teknisi yang bekerjasama sebagai suatu tim, sebagai sebuah unit produksi. Proses Produksi Film menjadi sangat penting karena Proses Produksi adalah suatu proses yang akan menentukan hasil akhir sebuah Produksi dalam hal ini film. Bagus atau tidaknya sebuah film, sukses atau tidaknya di pasaran dan bernilai atau tidaknya sebuah film, semua tergantung pada proses produksinya. Sang Pencerah adalah film drama tahun 2010 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Ihsan Idol sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran di masa kini tentang toleransi, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional. Dalam film Sang Pencerah menggambarkan setiap bentuk nilai, seni, yang memerlukan suatu apresiasi yang berarti penghargaan terhadap kehadiran sebuah karya seni. Apresiasi menurut pengertian umum adalah penghargaan atau penilaian yang positif kepada suatu karya tertentu. Dalam penelitian ini, apresiasi diberikan pada film Sang Pencerah
74
yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Dimana meliputi tiga (3) tahapan, yakni: penikmatan, pemahaman dan penghargaan. Kemudian hasil diperoleh melalui teknik Focus Group Discussion melalui dua kelompok mahasiswa, yaitu mahasiswa Universitas Mercu Buana dan Universitas Moestopo Beragama, dimana masing–masing kelompok terdiri dari tiga orang mahasiswa, yang dimana dari Universitas Mercu Buana yang bernama (Fahdi Ruwandi, Mumtali Khair dan Try Dama Saputra) sedangkan dari Universitas Moestopo terdiri dari (Syarief Hidayatullah, Miko dan Budi Sitiawan). Film Sang Pencerah yang alur ceritanya menceritakan tentang kegigihan KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, begitu punya makna mendalam bagi Din Syamsuddin yang beberapa waktu lalu kembali terpilih sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga periode berikutnya. Begitu pula bagi para mahasiwa yang mendapatkan pengetahuan dari film Sang Pencerah ini. Apresiasi tahap pemahaman, pengetahuan yang didapatkan oleh kelompok mahasiswa Universitas Mercu Buana, yang penulis dapat analisa dari kelompok ini adalah mereka mendapatkan pengajaran tentang agama Islam, yang dimana Islam mengajarkan tentang kebenaran, kedamaian, dan mereka sebagai mahasiswa mendapatkan banyak sekali pengetahuan informasi bagaimana pada zaman ini islam di Indonesia, mereka pun mendapatkan motivasi dari kegigihan yang dapat dicontoh dari Kyai Ahmad Dahlan jika mempunyai tujuan kita harus memperjuangkan sebisa mungkin tidak menyerah sebelum mendapatkan apa yang kita tuju, mereka pun mendapatkan ilmu sejarah yang tidak pernah sama sekali menjadi tahu, yang sebelumnya mengenal bahwa Muhammadiyah adalah suatu golongan atau cabang dari pembaharuan agama Islam akhirnya dengan menonton film ini para mahasiswa Universitas Mercu Buana mengerti apa yang dimaksud dari Muhammadiyah itu.
75
Kelompok mahasiswa Mercu Buana pun bukan hanya mendapatkan informasi, tapi motivasi sebagai pemuda penerus bangsa, harus bisa membela kebenaran dengan sifat toleransi, menghargai satu sama lain walaupun berbeda pendapat, keyakinan beragama dan berani tunjukkan jalan kebenaran, jika kita melihat ada yang salah dalam sesuatu seperti organisasi atau apa yang kita lihat sangat menyimpang kita harus berani meluruskan itu semua dengan pikiran positif dan berani mewujudkan hal yang benar. Para mahasiswa Universitas Mercu Buana ini juga memberikan apresiasi melalui penilaian dari sisi pendidikan, pengetahuan. Dimana meliputi film yang sangat berkualitas dari segi gambar, cerita, penokohan, cara penyampaian pesan dan cara mencari konflik yang membuat para penontonnya mengerti apa isi cerita dari film tersebut. Sedangkan penulis melihat apresiasi pada tahap pemahaman dari kelompok mahasiswa Universitas Moestopo Beragama terlihat dari apa yang mereka peroleh setelah menyaksikan film tersebut. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang seseorang yang sangat gigih memperjuangkan sesuatu yang salah menjadi benar, cara bagaimana meluruskan hal yang benar dengan sangat perlahan tapi pasti. Mereka menjadi tahu apa yang dimaksud dari Muhammadiyah itu sendiri. Mereka mendapatkan cara menahan suatu kemarahan bagaimana cara membalas orang yang menjahati kita, kita harus membalasnya dengan kebaikan, karena Islam tidak pernah mengajarkan tentang kekerasan. Kelompok mahasiswa ini memahami apa yang Islam ajarkan, saling menghormati satu sama lain, menghargai pendapat, ajaran agama lain, mereka pun mengerti bagaimana waktu pada jaman kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII dan ketika masuknya Belanda ke wilayah Republik Indonesia ini.
76
Para mahasiswa yang menjadi responden mengakui sangat menikmati film Sang Pencerah yang merupakan bagian dari tahapan apresiasi. Menurut mahasiswa Universitas Moestopo saat ini merasa sangat terhibur dimana ada adegan Kyai Ahmad Dahlan sedang mengajar di Budi Utomo dan saat salah satu murid Budi Utomo membuang gas, itu merupakan adegan jenaka yang mengandung unsur hiburan. Penikmatan dapat merubah suatu cara pandang bagi penontonnya. Menurut mahasiswa Universitas Moestopo, perubahan cara pandang dalam apresiasi menonton film Sang Pencerah atau film lainnya tergantung pemikiran idealisme masing-masing karena manusia mempunyai pola pikir yang berbeda, film Sang Pencerah juga memberi pelajaran tentang kebaikan bukan keburukan dan bagaimana cara meluruskan suatu yang salah menjadi benar dengan niat dan kesabaran yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan. Kemudian kenikmatan diperoleh mahasiswa Universitas Mercu Buana dimana mereka dapat mengetahui tentang ide film Sang Pencerah, unsur yang ada pada organisasi Muhammadiyah serta pemahaman mengenai syariat Islam ‘versi’ Muhammadiyah. Dimana tidak diwajibkan mengadakan selamatan atau sedekahan saat ada musibah seperti kematian maupun kebahagian (contohnya kelahiran) jika tidak mempunyai rezeki. Jadi dapat dibuat seadanya saja sekedar mengaji, tidak harus menyediakan makanan. Apresiasi tahap penghargaan untuk sebuah karya film Sang Pencerah yang disutradarai Hanung, bagi mahasiswa Universitas Mercu Buana terpampang dari nilai artistik yang digambarkan film. Seperti suasana pedesaan yang alami, dimana nilai keasliannya sangat nyata seperti andong-andong walaupun efek pada pencahayaan seperti obor masih sangat terlihat (permainan lighting) sehingga membawa penontonnya memasuki jaman tersebut. Nilai artistik yang diberikan oleh film Sang Pencerah adalah setting lokasi yang benar-benar asli dari pakaian,
77
mesjid kauman dan alun-alun yang menggambarkan kota Yogyakarta. Penghargaan yang lainnya tentang cara menghargai perbedaan, dimana menyikapi perbedaan yang ada dan menghargai dari segala jenis perbedaan tersebut, memberikan arahan menjadi seseorang yang sabar, serta budaya kental yang mempertahankan nilai kebudayaan di Indonesia. Apresiasi penghargaan menurut mahasiwa Universitas Moestopo Beragama terdapat pada nilai artistik yang terkandung dalam film Sang Pencerah terlihat dari sisi pakaian, alur cerita, dekorasi, keaslian budaya dan plot. Penghargaan dari sisi agama menjelaskan segala perbedaan pada agama harus saling menghormati, menghargai dan bisa saling tukar pendapat tanpa harus adanya kekerasan. Kyai Ahmad Dahlan memberikan contoh kepada pemuda pengikut organisasi Islam tidak harus membuat anarkis dalam memberikan suatu arahan untuk masyarakat lainnya, pengaruh sikap yang sabar, lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan, serta harus lebih optimis jika ingin mewujudkan semua yang dicapai.