REPRESENTASI KEJAWEN PADA FILM SANG PENCERAH (Skripsi)
Oleh To’at Maulana
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
ABSTRACT REPRESENTATION OF “KEJAWEN” IN “SANG PENCERAH” FILM By TO’AT MAULANA
Social reality is unattractive if used as film, so that film commercial shouldn’t be seen as medium representing a social reality.“Sang Pencerah” is a film appointed from the real story struggle of KH Ahmad Dahlan, founding father of organization Muhammadiyah. This study aims to discover in this film how “kejawen” contructed and figures efforts of Ahmad Dahlan enlightened Islam. Film has a message that want to be delivered through the story of a movie through scenario, scenes, and dialogue. This study using descriptive qualitative methods and hermeneutics analysis. Hermeneutics is a surgical instrument researchers to get the meaning whole of a text. The result of research is representation “kejawen” constructed through social conditions and without dialogue whereas figures efforts of Ahmad Dahlan in enlightening doctrine Islam find out in interaction with Kauman’s dignitary until built Muhammadiyah. Key words: Film, Sang Pencerah, Hermeneutics.
ABSTRAK
REPRESENTASI KEJAWEN PADA FILM SANG PENCERAH Oleh TO’AT MAULANA
Kenyataan sosial tidak menarik jika dijadikan film, sehingga film komersial tidak boleh dipandang sebagai medium yang mewakili kenyataan sosial dalam pengertian langsung. Film Sang Pencerah merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kejawen dikonstruksi dan bagaimana usaha tokoh Ahmad Dahlan dalam mencerahkan ajaran Islam pada film tersebut. Film memiliki pesan yang ingin disampaikan melalui cerita dari sebuah film melalui alur cerita, adegan-adegan, dan dialog. Film Sang Pencerah disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan dirilis tahun 2010 lalu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan analisis hermeneutika. Hermeneutika merupakan alat bedah peneliti untuk mendapatkan makna yang utuh dari sebuah teks. Hasil dari penelitian ini adalah representasi kejawen dibangun melalui kondisi sosial masyarakat dan kebanyakan tanpa dialog sedangkan usaha-usaha tokoh Ahmad Dahlan dalam mencerahkan ajaran Islam didapat dari interaksi tokoh ini dengan para pembesar di Desa Kauman sampai kepada pendirian organisasi Muhammadiyah. Kata Kunci: Film, Sang Pencerah, Hermeneutika.
REPRESENTASI KEJAWEN PADA FILM SANG PENCERAH
Oleh TO’AT MAULANA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama To’at Maulana, lahir di Tangerang, Banten pada 10 Desember 1994, merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis pernah menempuh pendidikan formal di SD N Tanah Tinggi I Tangerang yang lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMP N 2 Tangerang dan lulus tahun 2009 kemudian melanjutkan studi di SMA N 7 Tangerang yang selesai di tahun 2012. Pada tahun 2012, dengan bangga penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tulis. Semasa menjadi mahasiswa, penulis sempat aktif di HMJ Ilmu Komunikasi sebagai anggota bidang Research and Development. Penulis juga pernah cukup aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Studi Pengembangan Islam. Selagi menempuh pendidikan di bangku kuliah, pengaplikasian ilmu yang di dapat penulis juga dituangkan dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Produksi PT. Imaji Bumi Lestari, Jakarta pada periode Februari-Maret 2015.
“Apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan?” [Ebiet G. Ade]
“Jika kau bukan anak raja dan bukan anak Ulama Besar, maka menulislah.” [Imam Al-Ghazali]
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil‘alamin Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Representasi Budaya Jawa pada Film Sang Pencerah” sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Allah SWT, karena rahmat serta hidayah-Nya dan juga atas semua petunjuk dan kemudahan yang di berikan oleh Nya. Dan tak lupa bersyukur atas kesehatan yang tiada tara, sehingga penulis dilancarkan dalam segala urusan yang menyangkut skripsi ini.
2. Kedua orang tuaku yang tercinta yang sampai saat ini menemani proses pendidikanku. Tanpa doa tulus ikhlas dari mereka, sudah tentu penulis tidak akan selancar ini mengerjakan karya kecil ini. 3. Ibu Dhanik S. S.Sos, M.Comn and Media St., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 4. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si selaku Seketaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 5. Bapak Dr. Abdul Firman Ashaf, S.Ip, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas segala keikhlasannya telah meluangkan waktu serta kesabarannya dalam membimbing, memberi masukan, nasihat, saran serta memberi petunjuk langkah-langkah dalam menuntaskan skripsi dengan baik. 6. Bapak Ibrahim Besar, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembahas, terima kasih untuk keikhlasan waktu nya untuk memberi saran, memberi masukan yang baik dan benar, serta memberikan perbaikan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Andi Windah, S.I.Kom., M.Comn and Media St., selaku Pembimbing Akademik penulis, terima kasih penulis haturkan atas keikhlasannya dalam membimbing proses akademik penulis selama menjalankan perkuliahan. 8. Seluruh dosen, staff, administrasi dan karyawan FISIP Universitas Lampung, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis demi kelancaran perkuliahan. 9. Segenap punggawa grup “Jengkolan” yang karena satu dan lain hal penulis tidak bisa menuliskan satu per satu nama mereka, terima kasih atas
waktu dan kesediaan untuk lebih membuka wawasan penulis yang barang tentu menambah kemampuan penulis akan banyak hal. 10. Seluruh jajaran PPM Darul Hikmah terkhusus akt. 2013 penulis mulai dari pimpinan Ust. Tri Mulyono, Lc., Abudzar, Aris Setiawan, Dyon Dafrisa, Hamzah Syah, Kak Ogi Iskandar, Kak Panji Wibowo, Kak Pradiska Nawang, Rijal Robbani, Akh Sarif Maulana Sardi, dan Sofian Sumilat R. Terima kasih penulis ucapkan atas pendidikan dua tahun yang tidak mungkin diabaikan penulis selama menempuh perkuliahan di Universitas Lampung. 11. Pun terhadap UKMF FSPI penulis berterimakasih yang sangat besar atas pengalaman yang di dapat penulis terkhusus LMF akt. 2012 untuk mulai berorganisasi dari pemahaman yang serba kurang hingga untuk menemukan jati diri dari seorang yang bukan siapa-siapa ini. 12. Terima kasih banyak atas seluruh pengalaman yang di dapat, penulis ucapkan secara khusus bagi seluruh penghuni grup “Gundul Jarang Pulang” dengan segala baik-buruk yang ada dalam gugusan yang terbentuk akan ketidak-tahuan dan kebingungan mengenai banyak hal di dunia perkampusan. Agar tidak ada gesekan berkepanjangan ditulis berdasarkan NPM yang tertera di baris absen setiap mata kuliah yang telah kita hadapi, kepada Afrizal, Agung (Aong) Nugroho, Arief Aji, Dicky Desmanto, Fajar Adi, Reza, dan Steven (Lae) Siregar. Besar harapan untuk bisa berkumpul suatu saat nanti meski jarak mengerut dahi. 13. Kepada seluruh barisan nama di lembar absen kelas Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung akt. 2012, meski tanpa
menyebut satu per satu nama, kalian tetap menjadi teman yang pernah penulis banggakan sekaligus motivasi bagi penulis untuk lepas dari segenap beban karya tulis ini. Terima kasih atas kebersamaan kita dan semoga kita adalah pihak-pihak yang menjadi titik tolak kemajuan tanah air Bumi Pertiwi. 14. Teruntuk Sutradara Film Sang Pencerah, Mas Hanung Bramantyo yang sudah bersedia membalas email penulis sebagai data penguat. Juga kepada Mba Tasya yang sudah penuh sabar menghubungkan penulis dengan kreator film kenamaan di negeri ini, sekali lagi terima kasih.
Semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, tentu tidak akan penulis dapat membalasnya. Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas semua kebaikan yang telah kalian beri.
Bandar Lampung, Penulis,
To’at Maulana
November 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... B. Rumusan Masalah ........................................................................................ C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... D. Kegunaan Penelitian .....................................................................................
1 5 6 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 7 B. Landasan Teori ............................................................................................. 13 C. Kerangka Pikir .............................................................................................. 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian .............................................................................................. B. Fokus Penelitian ........................................................................................... C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... D. Teknik Analisis Data .................................................................................... E. Prosedur Pengolahan Data ............................................................................
24 26 26 27 28
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sinopsis Film Sang Pencerah ....................................................................... 29 B. Kredit Film Sang Pencerah ........................................................................... 31 C. Sutradara Film Sang Pencerah ...................................................................... 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 1. Pemahaman Film Sang Pencerah Keseluruhan ........................................ 1.1. Identifikasi Karakter Penokohan, Latar Tempat dan Latar Waktu .... 1.2. Penelusuran Alur ................................................................................ 2. Pemahaman Bagian Film Sang Pencerah ................................................. 2.1. Representasi Kejawen pada Film Sang Pencerah .......................
34 34 34 37 42 43
2.2. Usaha-usaha KH Ahmad Dahlan dalam Pencerahan Ajaran Islam pada Film Sang Pencerah ................................................................... 52 B. Pembahasan .................................................................................................. 67 1. Representasi Kejawen pada Film Sang Pencerah .................................... 72 2. Usaha-usaha KH Ahmad Dahlan dalam Pencerahan Ajaran Islam pada Film Sang Pencerah ................................................................................. 74 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................................. 79 B. Saran ............................................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................ 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ..................................................................... Gambar 2. Hanung Bramantyo ......................................................................... Gambar 3. Masjid Gede sebagai latar tempat film Sang Pencerah ................... Gambar 4. KH Ahmad Dahlan .......................................................................... Gambar 5. Kyai Cholil Kamaludiningrat .......................................................... Gambar 6. Kyai Muhammad Noor .................................................................... Gambar 7. Nyai Walidah ................................................................................... Gambar 8. Ahmad Dahlan muda mencuri sesajen ............................................ Gambar 9. Ahmad Dahlan menjadi Khatib Jumat Masjid Besar ...................... Gambar 10. Ahmad Dahlan mencari arah kiblat ............................................... Gambar 11. Pembentukkan Muhammadiyah .................................................... Gambar 12. Scene 1 .......................................................................................... Gambar 13. Scene 2 .......................................................................................... Gambar 14. Scene 3 .......................................................................................... Gambar 15. Scene 1 .......................................................................................... Gambar 16. Scene 2 .......................................................................................... Gambar 17. Scene 3 .......................................................................................... Gambar 18. Scene 4 .......................................................................................... Gambar 19. Scene 5 .......................................................................................... Gambar 20. Scene 6 .......................................................................................... Gambar 21. Bagan Pola 1 .................................................................................. Gambar 22. Bagan Pola 2 .................................................................................. Gambar 23. Bagan Model .................................................................................
23 32 35 35 36 36 37 38 39 40 41 43 46 49 52 54 56 59 62 65 74 77 78
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu bentuk media massa, yaitu bentuk dari komunikasi yang menggunakan saluran media dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal dan serentak serta bersifat heterogen (Ardianto, 2004 : 9-11). Film juga merupakan bentuk dari karya seni yang diproduksi secara kreatif sehingga memiliki nilai estetika atau keindahan. Dalam sebuah film sering kali menekankan suasana tertentu yang menggambarkan keadaan sosial masyarakat karena film memiliki fungsi dan sifat mekanik, rekreatif, edukatif dan persuasif (Ardianto, 2004 : 134). Tidak jarang sebuah film mengangkat tema sejarah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Peristiwa tersebut diproses dan dimodifikasi sehingga terdapat unsur ketertarikan bagi penontonnya namun tidak sampai mengubah esensi dari sejarah tersebut. Dalam usaha menyajikan ulang sebuah peristiwa
2
tentunya akan merepresentasikan budaya dari peristiwa itu berasal, yaitu identitas budaya di dalam sebuah teks sejarah yang dikonstruksikan ke dalam sebuah film. Untuk memahami sebuah film, penonton perlu memposisikan dirinya dalam situasi asli yang dikonstruksi film sehingga dapat mengetahui makna dari sebuah peristiwa lebih mendalam dan lebih luas dari sekedar apa yang ditampilkan oleh film. Setidaknya penonton sudah memiliki pengetahuan tentang budaya yang ditampilkan film, pengetahuan tersebut merupakan mediasi dan proses mengolah pesan dalam film “agar dipahami” maksud dari ceritanya (Palmer, 2005 : 15). Budaya sendiri dihasilkan karena adanya masyarakat, E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan dari anggota masyarakat (Suwarno, 2013 : 47). Karena agama (kepercayaan) masuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan, agama juga akan mempengaruhi kebudayaan masyarakat yang menganutnya (Haryanto, 2015 : 26). Termasuk agama yang masuk ke tanah Jawa tentu akan mempengaruhi budaya Jawa itu sendiri. Kejawen sudah lahir seiring dengan adanya masyarakat Jawa itu sendiri, berkembang dengan sifatnya yang terbuka dan tertutup pada bagian-bagian tertentu. Soemardjan menilai, rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat Jawa dinilai sangat membantu dalam proses asimilasi orang-orang dari luar yang membawakan suatu ajaran tertentu kepada masyarakat Jawa (Soemardjan, 1991 : 40; Afdillah, 2010 : 1).
3
Agama Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan sehingga mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Selain karena hubungan dagang, agama Islam juga di sebarkan melalui seni pertunjukkan. Kesenian wayang kulit dipertunjukkan kepada setiap kalangan dalam masyarakat oleh Sunan Kalijaga dengan memuat ajaran-ajaran Islam. Hal tersebut membuat ajaran Islam mudah diterima (Aizid, 2015 : 54). Di lain hal, masyarakat Jawa sangat bangga dengan budaya dan nilai-nilai leluhur. Hal ini yang menjadi salah satu faktor sifat tertutup atau jumud dari masyarakat akan budaya yang datang dari luar Jawa. Karena sifat jumud ini, budaya atau ajaran apa pun yang datang ke tanah Jawa tidak bisa sepenuhnya menghapus ciri khas kejawen meskipun kejawen tersebut dinilai negatif bagi ajaran yang telah dianut masyarakat Jawa. Termasuk ajaran agama Islam yang saat ini memiliki jumlah penganut terbesar dalam masyarakat Jawa, ajaran yang dibawakan Wali Songo tersebut berbaur dengan budaya setempat. Sifat antipati masyarakat Jawa meningkat dengan datangnya bangsa penjajah Eropa, terlebih dengan dibuatnya sistem kasta oleh bangsa Eropa untuk membedabedakan ras dan derajat mereka dengan masyarakat pribumi. Pendidikan ajaran Islam ikut terkena dampak dari sikap jumud ini, masyarakat Islam Jawa yang belum “selesai” belajar Islam dari para Wali karena memang strategi dakwah Islam khususnya oleh Sunan Kalijogo yang pertama adalah mengislamkan masyarakat Jawa terlebih dahulu. Sikap jumud tersebut membuat kejawen yang mistis dari pemahaman animisme-dinamisme yang tidak sesuai syariat Islam tetap mengakar kuat.
4
Dalam penyebaran Islam di Jawa juga dipengaruhi oleh ajaran Syekh Siti Jenar sebagaimana dijelaskan di awal film Sang Pencerah yang menempatkan raja sebagai perwujudan Tuhan di dunia. Belum siapnya pemahaman masyarakat Jawa akan ajaran Syekh Siti Jenar membuat mereka menyalahartikan maksud dari ajaran tersebut. Ditambah lagi sikap jumud yang statis terhadap perubahan zaman ada di masyarakat Jawa. Hal ini mendorong lahirnya tokoh yang berusaha memurnikan ajaran Islam di tanah Jawa, salah satunya KH Ahmad Dahlan. Salah satu usaha KH Ahmad Dahlan yang memiliki pemikiran progresif dengan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk memberikan pendidikan Islam secara menyeluruh dan benar menurut KH Ahmad Dahlan di masyarakat Jawa, karakternya yang mengadopsi sistem pendidikan yang cenderung kebarat-baratan banyak ditanggapi secara miring oleh tokoh-tokoh masyarakat yang ada saat itu. Peristiwa tersebut coba ditampilkan kembali melalui film Sang Pencerah. Sang Pencerah adalah film drama tahun 2010 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai KH. Ahmad Dahlan, Ihsan Idol sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi, koeksistensi, kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok Ahmad Dahlan dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas
5
pendirian itu juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional. Karena masyarakat Islam di Jawa pada awal abad ke-20 dianggap mengalami kemunduran dalam hal pemahaman Islam yang juga dikarenakan pemerintah Hindia Belanda yang menghalangi perkembangan pendidikan Islam (Arlen et al, 2014 : 2), dan orang Jawa bangga dengan budaya leluhur yang dianggap memiliki kekuatan tertentu (mistik) (Marzuqi, 2014 : 5-6). Hal itu banyak dilirik oleh para produser film sebagai fenomena yang menarik untuk diangkat ke dalam film membuat film Sang Pencerah menarik untuk diteliti (Parameswari, 2011 : 12). Adapun kisah perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam memurnikan ajaran Islam di masyarakat Jawa dalam film tersebut adalah fenomena sejarah yang sangat penting bagi Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui dan memahami representasi kejawen serta usaha KH Ahmad Dahlan dalam pencerahan ajaran Islam pada film Sang Pencerah.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana representasi kejawen pada film Sang Pencerah? 2. Bagaimana usaha tokoh KH Ahmad Dahlan dalam melakukan pencerahan ajaran Islam pada film Sang Pencerah?
6
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui representasi kejawen pada film Sang Pencerah. 2. Mengetahui usaha tokoh KH Ahmad Dahlan dalam melakukan pencerahan ajaran Islam pada film Sang Pencerah.
D. Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi, terutama dalam kajian media massa yang mencoba mengkaji representasi kejawen pada film Sang Pencerah. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai representasi kejawen yang ada pada film Sang Pencerah. Penelitian ini juga dapat dijadikan masukan bagi para kreator film dalam merepresentasikan kejawen bagi karyanya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya. Penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis utnuk menyusun penelitian dari segi teori maupun konsep. Tinjauan pustaka harus mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan permasalahan penelitian. Penelitian pertama yang berjudul Representasi Budaya Mistis di dalam Film Kuntilanak oleh Parameswari, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya yang menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes mengatakan bahwa produser maupun sutradara film saat ini melihat banyak fenomena dilingkup mereka, dimana masyarakat kita tidak bisa lepas dari hal-hal berbau mistis karena hal itu sudah menjadi corak kebudayaan di Nusantara sejak zaman animisme-dinamisme. Selain itu, nilai konsumtif masyarakat atas film horor atau berbau mistis masih sangat tinggi dan semuanya dikaitkan dengan faktor kepercayaan dan kebudayaan masyarakat.
8
Kelebihan dari peneltian ini adalah penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat Indonesia gemar mengkonsumsi hal-hal berbau mistis, selain itu penelitian ini mengungkap simbol-simbol yang mampu membawa kesan horor dan nilai yang dipahami masyarakat. Namun penelitian ini memandang bahwa praktek-praktek budaya yang dianggap keramat dalam masyarakat sebagai hal yang menyimpang yang jauh melenceng dari norma Ketuhanan, tanpa mempertimbangkan latar belakang masyarakat yang menerima pola pemikiran tersebut. Penelitian yang penulis lakukan sama-sama menggunakan film sebagai subyek penelitian, hanya saja lebih memandang budaya yang diangkat dalam film yaitu kejawen yang menghiasi kehidupan masyarakat Jawa beberapa diakibatkan karena sifat jumud masyarakatnya. Kemudian penelitian oleh Defti Arlen, Sudjarwo, dan Risma Margaretha Sinaga yang berjudul Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial dan Pendidikan dari Jurusan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang menganalisis data menggunakan Critical Analysis Discourse menyatakan bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari sentuhan ajaran agama, khususnya Islam yang dibuktikan dengan banyaknya sekolah-sekolah bernuansa Islami. Namun perkembangan agama Islam di tanah Jawa belum dikatakan berhasil di awal abad ke-20 meskipun agama Islam sudah lama masuk dan banyak dianut oleh masyarakat Jawa. Masyarakat Islam Jawa pada saat itu bisa dikatakan gelap dengan nilai-nilai Islam yang juga disebabkan oleh pemerintahan Hindia Belanda yang menghalangi perkembangan agama Islam. Penelitian ini juga menyebutkan alam animisme masih kuat di lingkungan
9
masyarakat seperti terlihat dalam ritual selamatan dan penggunaan kitab AlQur’an sebagai jimat. Hal-hal tersebut melatarbelakangi lahirnya tokoh-tokoh pemikir Islam yang membawa perubahan dalam ajaran Islam di tanah Jawa dan salah satunya adalah KH Ahmad Dahlan. Penelitian ini menganalisis pemikiran KH Ahmad Dahlan merupakan hasil dari interaksinya dengan kaum intelek di Timur Tengah dengan sangat mendalam dan menjelaskan inovasi yang digerakkan oleh pimpinan Muhammadiyah tersebut dalam bidang sosial dan pendidikan, hanya saja penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana sulitnya perjuangan KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan organisasi pergerakan Islam, Muhammadiyah. Penelitian yang penulis lakukan juga menganalisis pemikiran KH Ahmad Dahlan, bedanya penelitian ini menganalisis dari film yang dikonstruksi ulang mengenai pemikiran KH Ahmad Dahlan dan perjuangannya yang lebih komprehensif. Dalam penelitian yang berjudul Akulturasi Islam dan Budaya Jawa oleh Moh. Marzuqi dari Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta, dengan menggunakan teori perubahan kebudayaan J.H. Steward pendekatan ekologi yang mempelajari pengaruh timbal-balik dari ligkungan alam terhadap kehidupan makhluk-makhluk di suatu tempat menyatakan bahwa orang Jawa selalu mengacu pada budaya leluhur dalam menjalani hidupnya. Leluhur dianggap memiliki kekuatan tertentu, kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang tersebut berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Jawa. Kelemahan dari penelitian ini adalah subyek hanya sebatas laku kejawen di padepokan Gunung Lanang di Desa Sundutan Kecamatan Temon Kabupaten
10
Kulon Progo, hanya saja penelitian ini menjadi lebih fokus dan mendalam pada “Laku Spiritual” Kadang sehingga dapat mengetahui sejarah munculnya pemahaman yang dianut dan mengetahui tahap laku spiritual yang memiliki prinsip dasar Tantularisme. Penelitian ini terfokus kepada hasil dari akulturasi budaya antara agama Islam dan budaya Jawa sedangkan penelitian yang dibuat penulis lebih kepada alasan kenapa fenomena itu terjadi.
11
Tabel 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu No.
Judul Penelitian
1.
Representasi Budaya
Parameswari P.
Mistis di dalam Film
Jurusan Ilmu Komunikasi
Kuntilanak
Penulis
Teori
Metode
Hasil
Semiotika Roland
Kualitatif
Nilai konsumtif masyarakat akan film
Barthes
bergenre horor masih tinggi dan hal itu
FISIP Universitas
dikaitkan dengan faktor kepercayaan dan
Pembangunan Nasional
kebudayaan masyarakat. penelitian ini
“Veteran” Surabaya 2011
juga
melihat
praktek-praktek
keagamaan
yang
masyarakat
melenceng
non-
berkembangan dari
di
norma
Ketuhanan 2.
Pemikiran KH Ahmad
Defti Arlen, Sudjarwo,
Analisis Critical
Kualitatif
Pemikiran KH Ahmad Dahlan banyak
Dahlan dalam Bidang
dan Risma Margaretha
Analysis Discourse
Sosial dan Pendidikan
Sinaga
gerakan nyata dari pemikiran tersebut
Jurusan IPS Fakultas
diantaranya
Keguruan dan Ilmu
organisasi Muhammadiyah, mengubah
Pendidikan Universitas
arah kiblat, dan menyerukan murid-
Lampung 2014
muridnya untuk mengasihi anak yatim.
dipengaruhi kaum intelek Timur Tengah,
berupa
didirikannya
Sistem pendidikan yang dibentuk oleh KH Ahmad Dahlan mengkolaborasikan
12
sistem
pendidikan
sekuler
dan
pendidikan agama. 3.
Akulturasi Islam dan Budaya Jawa
Teori Perubahan
Kualitatif-
“Laku Spiritual” Kadang di Padepokan
Jurusan Perbandingan
Kebudayaan dengan
Deskriptif
Gunung Lanang di Desa Sundutan
Agama Fakultas
pendekatan ekologi
Moh. Marzuqi
Kecamatan Temon Kabupaten Kulon
Ushuluddin Universitas
Progo diprakasai oleh Bapak Suwarsono
Islam Negeri Sunan
yang melakukan perjalanan ritual pada
Kalijaga Yogyakarta 2009
tahun 1989 ke Menurut
beberapa
pendirinya,
situs
petilasan. Gunung
Lanang merupakan tempat yang strategis untuk mendapat petunjuk dari Allah. Prinsip dasar dari laku spiritual ini adalah Tantularisme yang berasal dari ajaran Empu
Tantular
zaman
Majapahit.
Padepokan Gunung Lanang memiliki moto Ati Suci, Niat Suci, dan Batin Suci.
13
B. Landasan Teori Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakan sebagai media komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, tersebar, khalayaknya heterogen dan anonim, dan menimbulkan efek tertentu. Film dan televisi memiliki kemiripan, tetapi dalam proses penyampaian pada khalayak dan proses produksinya agak sedikit berbeda (Tan dan Wright, dalam Vera, 2014 : 91). Sebagaimana media massa umumnya film merupakan cermin atau jendela masyarakat di mana media massa itu berada. Nilai, norma, dan gaya hidup yang berlaku pada masyarakat akan disajikan dalam film yang diproduksi. Film juga berkuasa menetapkan nilai-nilai budaya yang “penting” dan “perlu” dianut oleh masyarakat, bahkan nilai-nilai yang merusak sekalipun (Mulyana, 2004 : 107). Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial sosial media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan (UU No.23 Pasal 1 Tahun 2009 tentang Perfilman). Film adalah media komunikasi yang bersifat audiovisual, karakter film sebagai media audio visual dapat dijadikan alat edukasi yang terasa lebih menarik. Seperti film yang bertemakan sejarah misalnya, selain memuat unsur hiburan juga secara langsung membawa kita untuk membaca suatu interpretasi sejarah berikut fakta-fakta sosial yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain,
14
menikmati suatu film bertemakan sejarah serasa membaca suatu analisa peristiwa sejarah yang komprehensif.1 Film sejarah juga sering mengangkat tema keagamaan yang masuk dalam budaya masyarakat, seperti agama Islam yang banyak dianut masyarakat Indonesia mendominasi latar cerita dari sebuah film yang merepresentasikan budayanya. Representasi merupakan usaha menyajikan ulang dari pemaknaan suatau tanda, baik orang maupun peristiwa. Konsep representasi sendiri dilihat sebagai sebuah produk dari proses representasi. Representasi tidak hanya melibatkan bagaimana identitas budaya disajikan di dalam sebuah teks tapi juga dikonstruksikan di dalam proses produksi berdasarkan masyakarat yang mengkonsumsi nilai-nilai budaya yang direpresentasikan tadi. Cerita di dalam film merupakan konstruksi dari pembuatnya dan penonton memproduksi makna. Representasi di sini harus lebih dilihat sebagai upaya menyajikan ulang sebuah realitas. Dalam usaha menyajikan ulang ini tentunya sampai kapan juga tidak akan pernah menyajikan dirinya sebagai realitas yang aslinya. Film sebagai representasi budaya hanyalah sebagai second hand reality. Ariel Heryanto menyebutkan bahwa film komersial tidak boleh dipandang sebagai medium yang mewakili kenyataan sosial secara faktual dalam pengertian langsung, karena kenyataan sosial di film sesungguhnya kurang menarik untuk dijadikan film terutama bagi penonton sebagai konsumen film (Heryanto, 2015 : 77). Melalui sajiannya yang selektif dan menekankan pada tema-tema tertentu, film menciptakan kesan-kesan kepada khalayaknya mengenai topik-topik yang 1
Endiarto Wijaya menjelaskan bahwa edukasi sejarah melalui film akan lebih mudah diterima dibanding membaca buku-buku sejarah itu sendiri, ia menulis dukungannya terhadap film-film bertemakan sejarah pada akun kompasiana
15
ditonjolkan dan memiliki makna dengan cara tertentu. Film menyediakan “definisi situasi” yang dipercayai sebagai kenyataan, film sebagai media massa memperteguh norma dan perilaku yang ada seperti yang ingin dikonstruksikan sang produser film (Melvin DeFleur, dalam Mulyana, 2004 : 108). Untuk memahami film, diperlukan kerangka referensi yang sudah diketahui oleh penonton. Jika penonton tidak mengetahui akan latar belakang situasi yang dikonstruksi film, maka maksud dari film tidak akan sampai. Apa yang dipahami seseorang membentuk dirinya sendiri ke dalam kesatuan sistematik yang membentuk bagian-bagian dan memiliki makna dalam keseluruhannya. Dalam mendapatkan pemahaman dari film, dapat menggunakan kajian hermeneutika. Akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani, hermeios dan kata kerja yang lebih umum hermeneuein dan kata benda hermeneia diasosiasikan pada Dewa Hermes, dari sanalah kata itu berasal. Tepatnya, Hermes diasosiasikan dengan fungsi transmisi apa yang ada di balik pemahaman manusia ke dalam bentuk yang dapat ditangkap intelegensia manusia (Palmer, 2005 : 15). Martin Heidegger, yang melihat filsafat itu sendiri sebagai “interpretasi,” secara eksplisit menghubungkan filsafat sebagai hermeneutika dengan Hermes (Palmer, 2005 : 15). Hermeneutika mengidentifikasi interpretasi dengan kategori “pemahaman” dan mendefnisikan pemahaman sebagai pemahaman maksud pembicaraan dari sudut pandang arah semula dalam situasi asli wacana (Ricoeur, 2012 : 58). Mediasi dan proses membawa pesan yang diasosiasikan dengan Hermes ini terkandung dalam tiga makna dasar dari hermeneuein dan hermeneia dalam
16
penggunaan aslinya. Tiga bentuk ini menggunakan bentuk dari hermeneuein, yaitu: (1) mengungkapkan kata-kata; (2) menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi; (3) menerjemahkan, seperti transliterasi bahasa asing (Palmer, 2005 : 1516). Hermeneutika akan mengambil peran mengupas tentang makna tersembunyi dalam teks, dialog dan adegan pada film, karena setiap interpretasi adalah usaha untuk memahami makna-makna secara mendalam dalam film sebagai sebuah teks atau wacana. Dalam tutur bahasa pada sebuah film terkandung berbagai makna. Pemaknaan inilah yang akan membawa kita pada proses komunikasi berikut dengan menggunakan hermeneutika sebagai tahap untuk mengetahui makna yang mendalam di dalam film (Palmer, 2005 : 16). Di sisi inilah hermeneutika berperan penting untuk menafsirkan makna dan pesan yang dikonstuksi dalam sebuah film menurut pandangan peneliti film. Teks dalam film sendiri tidak hanya terbatas pada apa yang ditayangkan, tetapi selalu berkaitan dengan konteks. Teks pada hermeneutika dibentuk dari tiga unsur yakni teks atau wacana itu sendiri, penulisnya atau dalam film adalah si pembuat film yaitu sutradara, dan konteks di sekitar teks. Hal ini berarti film sebagai teks memiliki muatan pesan yang bersifat temporal dan terbatasi budaya yang menyelimuti sang sutradara sebagai penulis film (Ricoeur, 2012 : 32). Budaya sang penulis lahir dari lingkungannya, mulai dari lingkungan keluarga sampai lingkungan yang masih diketahui oleh penulis teks. Dari latar belakang penulis itulah hermeneutika lahir sebagai metode penafsiran, hermeneutika hadir karena kekeliruan konsepsi sejarah, pemahaman, bahasa dan status ideologis suatu karya (Palmer, 2005 : 288). Budaya sendiri dihasilkan karena adanya masyarakat, E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
17
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan dari anggota masyarakat (Suwarno, 2013 : 47). Karena agama (kepercayaan) masuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan, agama juga akan mempengaruhi kebudayaan masyarakat yang menganutnya (Haryanto, 2015 : 26). Hal itu juga disebabkan karena agama membawa ajaran untuk dipatuhi oleh orang yang mengimaninya. Di Indonesia, agama merupakan elemen ideologis yang kuat dalam masyarakat (Haryanto, 2015 : 234). Mulai dari kepercayaan tradisional berupa pemujaan terhadap roh-roh leluhur, hingga sistem kepercayaan yang masuk dari luar ikut mempengaruhi peradaban masyarakat Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa, agama Hindu dan Budha mengawali kedatangannya menggerus kepercayaan tradisional. Karena dianggap tidak menentang sistem kerajaan yang sudah ada, agama Hindu dan Budha mudah diterima oleh raja dan diikuti masyarakat dibawah kekuasaan raja. Agama Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan sehingga mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Selain karena hubungan dagang, agama Islam juga di sebarkan melalui seni pertunjukkan. Kesenian wayang kulit dipertunjukkan kepada setiap kalangan dalam masyarakat oleh Sunan Kalijaga dengan memuat ajaran-ajaran Islam. Hal tersebut membuat ajaran Islam mudah diterima (Aizid, 2015 : 54). Namun karena masyarakat Jawa pada saat itu masih menjalankan ritual-ritual animisme-dinamisme, membuat masyarakat yang sudah menerima Islam menjalankan ritual tersebut dengan nuansa Islami.
18
Menurut Soemardjan, rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat Jawa dinilai sangat membantu dalam proses asimilasi orang-orang dari luar yang membawakan suatu ajaran tertentu kepada masyarakat Jawa (Soemardjan, 1991 : 40; Afdillah, 2010 : 1). Dengan diterimanya Islam sebagai agama rakyat, terjadi perubahan mendasar dalam sistem pendidikan dan budaya intelektual. Pendidikan tidak lagi dinikmati hanya sekedar kalangan elit politik saja, tradisi intelektual Islam terfokus pada pesantren yang mengambil sistem pendidikan di Timur Tengah. Sistem pengajaran pesantren berkembang yang dipimpin oleh kyai-kyai yang sangan dihormati masyarakat dan murid-muridnya, bahkan mereka dipandang sebagai wali yang memiliki kemampuan supranatural (Anshori, 2014 : 66). Interaksi budaya antara budaya pesantren dan budaya Jawa melahirkan orang muslim Jawa yang melaksanakan ajaran Islam dengan tetap mempertahankan tradisi Jawa (Anshori, 2014 : 67). Ajaran leluhur masyarakat Jawa sebagai pedoman sudah lahir seiring dengan adanya masyarakat Jawa itu sendiri, dan berkembang dengan dipengaruhi oleh budaya-budaya yang datang dari luar pun tidak bisa menghapus keaslian budaya Jawa. Di Indonesia, umat Islam banyak mengadopsi pendekatan sinkretis dalam praktik keagamaan selama berabad-abad (Heryanto, 2015 : 112). Syekh Siti Jenar banyak digadang-gadang sebagai pencetus dari ajaran kejawen, ia mengajarkan tarekat ganjil yang campur aduk dengan ilmu ketabiban, ilmu sihir dan ilmu kanuragan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren yang dipimpin olehnya. Syekh Siti Jenar melakukan perubahan kultural dan struktural dalam tatanan sosial di Jawa, diantaranya dengan membentuk komunitas sosial yang
19
disebut masyarakat, merancang sistem pendidikan secara rasional yang disebut dengan pondok pesantren, dan melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat yang baru memeluk Islam dengan tetap mempertahankan istilah teknis agama lama (Anshori, 2014 : 114-115). Kekuatan istimewa tersebut adalah kemampuan budaya Jawa untuk tetap bertahan, meski dibanjiri oleh gelombang kebudayaan yang datang dari luar. Meski terus diguyur oleh para pendatang yang diikuti budayanya, budaya Jawa tetap bisa mempertahankan keasliannya (Aizid, 2015 : 22; Hefner, 2001 : 38-39). Orang Jawa sangat bangga dengan kebudayaan mereka, bahkan kebanggan tersebut telah mendarah daging sehingga mengarahkan mereka kepada sikap jumud dari ciri khas “Jawa”-nya untuk mentolerir budaya asing. Sikap akomodir tersebut dikarenakan budaya-budaya baru tidak dianggap sebagai suatu ancaman, tetapi sebagai untuk memperkaya khazanah budaya Jawa itu sendiri (Afdillah, 2010 : 1). Hal ini ditampilkan dalam film Sang pencerah yang mengangkat tema keagamaan, kesan jumud yang berpegang teguh pada tradisi dijadikan setting sosial yang melatarbelakangi inisiatif tokoh KH Ahmad Dahlan. Kebudayaan Jawa kuno yang animistis dan dinamistis tidak bisa hilang begitu saja (Afdillah, 2010 : 2-5). Dalam film Sang Pencerah sebagai media komunikasi selayaknya menjadi karya atau produk yang komprehensif. Seluruh elemen di dalamnya adalah hasil kalkulasi dan kolaborasi teknis dan estetik.2 Pencerahan kembali ajaran Islam banyak diperjuangkan oleh banyak tokoh, salah satunya oleh
2
Triyanto Hapsoro menyatakan dalam pembuatan film sejarah diperlukan riset yang spesifik hingga detail ‘keseharian filmnya’ dan subyektifitas kreator menjadi poin penting. Dikutip dari artikel yang berjudul ‘Apa yang Ditinggalkan Film Sejarah untuk Sejarah Film?’ di akun Kompasiana
20
KH Ahmad Dahlan yang usai menempuh pendidikan di Timur Tengah. Gerakan Muhammadiyah
yang
ia
dirikan
pada
tanggal
18
November
1912
memperjuangkan pencerahan agama Islam dalam bidang sosial dan pendidikan dalam masyarakat Jawa. Pencerahan Islam yang dibawakan tokoh Ahmad Dahlan merupakan hasil dari pendidikannya di Timur Tengah yang berlangsung dan dibarengi dengan keberangkatan ibadah Hajinya. Ahmad Dahlan menerapkan pemikiran Sayid Jamaludin Al-Afghani yang dikenal sebagai pemimpin pergerakan politik daripada sebagai pemikir reformis dan modernis dalam sejarah Islam abad 19. Sedangkan muridnya, Muhammad Abduh lebih menitik beratkan sisi pendidikan Islam sebagai upaya akan solidnya sebuah pergerakan. Muhammad Abduh dan gurunya sempat di usir ke Perancis karena mengusik ketenangan penguasa Mesir sehingga mereka berusaha menyalurkan pemikiran mereka melalui tulisan di majalah yang mereka dirikan bernama ‘Urwatul Wusqa. Ide-ide pembaruan yang dicanangkan Muhammad Abduh diantaranya seperti penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam, pembukuan pintu ijtihad sebagai dasar dalam mengintrepetasikan kembali ajaran Islam, serta modernisasi sistem pendidikan Islam di Al-Azhar. Berbeda dengan Sayid Jamaludin Al-Afghani yang berkelut di bidang politik, Muhammad Abduh lebih menekankan kepada menyadarkan kembali pada kemampuan dan kebebasan pemikiran rasional manusia di kalangan umat Islam. Sikap Ahmad Dahlan banyak diilhami pemikiran tokoh-tokoh tersebut yang membuatnya terbuka terhadap perkembangan yang dibawa termasuk dari bangsa
21
barat. Lahirnya Muhammadiyah didorong dari umat Islam yang tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunah Nabi sehingga agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi (Arlen et al, 2014 : 2-3). Film menjadi salah satu media massa yang efektif dalam menyampaikan pesan karena kelebihannya lewat gambaran secara visual maupun audiovisual. Di dalam memproduksi film ada beberapa teknik pengambilan gambar yang lazim digunakan dalam produksi film, diantaranya : 1. Full shot adalah teknik pengambilan gambar dengan batasan subyek seluruh tubuh. Tujuanya adalah untuk menunjukan hubungan sosial di mana subyek utama berinteraksi dengan subyek lain, interaksi tersebut menimbulkan aktivitas sosial tertentu. 2. Long shot adalah teknik pengambilan gambar dengan batasan latar atau setting dan karakter. Tujujannya adalah memberikan lingkup dan jarak, maksudnya audience diajak oleh sang cameraman untuk melihat keseluruhan obyek dan sekitarnya. 3. Close Up adalah teknik pengambilan gambar pada jarak dekat. Tujuannya adalah untuk memberikan detail pada sebuah ekspresi wajah. 4. Medium shot adalah teknik pengambilan gambarnya mulai dari bagian pinggang ke atas. Maknanya adalah hubungan umum, yaitu audience atau penonton diajak untuk sekedar mengenal obyek dengan menggambarkan suasan dari tujuan kameramen. 5. Zoom in, maknanya untuk observasi atau fokus, maksdunya penonton diarahkan dan dipusatkan pada obyek utama. Unsur lain disekeliling subyek berfungsi sebagai pelengkap makna.
22
6. Low Angle adalah dimana kamera ditempatkan lebih rendah dari objek dan melihatnya dari bawah keatas objek berada dan menunjukkan sebuah superioritas seseorang dan menggambarkan
keadaan seseorang atau
penampilan seseorang. 7. Point of View adalah teknik pengambilan gambar yang menghasilkan arah pandang objek dalam frame (Fachruddin, 2012 : 147-164). Penelitian ini menggunakan pendekatan Hermeneutika sebagai alat untuk membedah makna film Sang Pencerah. Hermeneutika menjadi sebuah analisis sekaligus teori yang digunakan untuk mengungkap representasi kejawen dan perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam pencerahan ajaran Islam pada film Sang Pencerah. Lewat hermeneutika, teks tak lagi dianggap sekedar tulisan yang terdiri dari susunan aksara, melainkan apa saja. Oleh sebab itu, dari kacamata hermeneutika kekinian, film adalah teks. Selain itu, teori interaksi simbolik George Harbert Mead digunakan sebagai teori pendukung guna lebih mengarahkan penelitian terhadap penggunaan simbolsimbol dalam film yang memiliki makna dan keterkaitan simbol-simbol tersebut. Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal (body language, gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan verbal (kata-kata, suara, dll) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol). Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.
23
C. Kerangka Pikir Film memiliki fungsi sebagai media informasi dan edukasi, salah satu nilai yang dapat dibawa oleh film adalah penggambaran mengenai sebuah budaya sebagai latar atau setting film. Dalam pembentukan kesan latar tersebut tentunya akan membawa hasil pemikiran dari cerita yang ingin ditampilkan sehingga terbentuklah representasi budaya. Representasi budaya disampaikan lewat pesan-pesan yang disampaikan dengan dialog, komposisi gambar, sudut pandang kamera, serta konteks cerita yang dibawa film. Untuk menafsirkan pesan-pesan tersebut dalam film, peneliti menggunakan metode analisis hermeneutika. Dalam hal ini hermeneutik merupakan sebuah teori yang mampu membantu peneliti menemukan dan memahami makna yang terkandung dalam suatu film melalui proses penafsiran. Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Representasi Kejawen
Hermeneutika 1. Pemahaman Keseluruhan 2. Pemahaman Perbagian
Unsur-Unsur Film Sang Pencerah: Visual Dialog Latar/properti
Penafsiran Makna
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan studi deskriptif-kualitatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada. Fenomena tersebut bisa berupa bentuk, aktivitas, karakter dan sebagainya. Tipe penelitian deskriptif merupakan penggambaran pengalaman dan pemahaman berdasarkan hasil pemaknaan berbagai bentuk pengalaman sesuai dengan karakteristik sasaran penelitian. Salah satu alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan (Solatun, 2007 : 11-13). Selain itu, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah pada penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan peradigma interpretatif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh
25
makna dan hubungan gejala interaktif (reciprocal). Mereka yang menggunakan pendekatan ini sering disebut humanistic scholarship. Metode ini berupaya menciptakan
interpretasi.
Pendekatan
interpretatif
memandang
metode
pengalaman ilmiah tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan “misteri” pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian (Ricoeur, 2012 : 53-55). Hermeneutika adalah ilmu atau keahlian mengintrepertasi pesan. Pada penelitian ini penulis mencoba menetapkan cara kerja Lingkaran Hermeneutik untuk mendapatkan pemahaman yang optimal. Untuk dapat memahami satu bagian dari teks yang diinterpretasi, penafsir harus memahami teks secara keseluruhan supaya dapat menempatkan bagian teks tersebut ke dalam konteksnya. Namun untuk memahami keseluruhan isi teks tentu saja dibutuhkan pemahaman dari seluruh bagian-bagiannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ast dan Schleilermacher mengenai psinsip lingkaran hermeneutika. Ast dan Schleilermacher berpendapat bahwa keseluruhan lingkaran hermeneutika itu memperoleh maknanya dari bagain-bagian teks dan bagainbagian teks tersebut hanya dapat dipahami dengan mengacu kepada keseluruhan teks. Sejalan dengan pemikiran Dilthey mengatakan “makna” adalah apa yang diperoleh dari pemahaman keseluruhan dan bagian-bagian lingkaran hermeneutika tersebut (Palmer, 2005: 133). Makna merupakan sesuatu yang bersifat historis, ia merupakan suatu hubungan keseluruhan teks kepada bagian-bagian teks.
26
Adapun proses analisis di atas juga tidak terlepas dari fokus penelitian ini yaitu representasi kejawen dan usaha KH Ahmad Dahlan mencerahkan ajaran Islam pada film.
B. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini pada film Sang Pencerah yang digunakan peneliti secara keseluruhan sebagai objek penelitian yang akan diteliti. Unit analisis yang dikenal sebagai unit produksi, yakni mise en scene yang terkait dengan segala sesuatu yang tampil di kamera, baik penampilan pemain film, suara, dan desain produksi (lokasi, properti, dan kostum), serta sinematografi yang berdasarkan teknik-teknik perfilman yang berkaitan dengan penempatan kamera dalam film. Fokus penelitian pada penelitian ini adalah representasi kejawen dan usaha KH Ahmad Dahlan mencerahkan ajaran Islam yang ditampilkan pada film Sang Pencerah berupa cuplikan gambar, percakapan, ajaran-ajaran yang ditekankan dalam film dengan cara pengulangan atau pun pesan yang diarahkan pada cerita.
C. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Dokumentasi Peneliti akan mengumpulkan gambar-gambar yang dianggap mengandung unsur-unsur kejawen.
27
2. Studi Pustaka Riset Kepustakaan (library research), digunakan untuk mengumpulkan data dalam memperkuat penelitian ini melalui sumber dokumen, buku, artikel, surat kabar maupun internet. 3. Wawancara Teknik wawancara digunakan untuk mengungkap keterangan dari informan, baik langsung maupun melalui media komunikasi seperti e-mail. Informan dipilih secara purposive (disengaja), berdasarkan kebutuhan informasi yang hendak diketahui peneliti. Hanung Bramantyo dipilih sebagai informan karena dialah sang sutrada film Sang Pencerah yang menentukan bagaimana film
tersebut
dikonstruksi.
Sebelum
wawancara
dimulai,
peneliti
menceritakan terlebih dahulu pokok bahasan penelitian, kemudian informan dibiarkan bercerita tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian.
D. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses menorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar yang meliputi: 1. Menonton dan mengamati film Sang Pencerah dengan mencari tahu unsur budaya di dalamnya. 2. Reduksi data, yaitu suatu usaha untuk menggolongkan, menentukan dan membuang data yang dianggap tidak sesuai dengan fokus penelitian. 3. Intrepretasi data, yaitu memaparkan fenomena yang ada pada film Sang Pencerah sehingga penulis dapat menarik kesimpulan terhadap objek yang ingin diteliti.
28
E. Prosedur Pengolahan Data Adapun penggunaan tahapan pengolahan data adalah dengan meninjau kembali beberapa penelitian terdahulu tentang film yang menggunakan metode hermeneutika sebagai proses interpretasi. Secara konkret, prosedur pengolahan data pada film ini dengan beberapa tahap sebagai berikut: 1. Menonton dan Menganalisis Film Suatu makna dalam teks dapat timbul ketika makna tersebut dibaca. Melalui proses pengulangan baca maka penafsir akan semakin memahami konteks cerita yang didapat sehingga memperoleh tahap pemahaman awal. 2. Memahami makna keseluruhan cerita dengan analisis naratif: a. Menafsirkan film. b. Identifikasi karakter penokohan, latar, tempat, dan waktu. c. Penelusuran alur. 3. Memahami bagian-bagiannya yang berdasar pada studi film, yaitu lebih membahas pada konteks penggunaan teknik-teknik sinematografi dalam mendapatkan makna yang diinginkan pembuat film. Unsur-unsur film dan latar belakang sutradara menjadi pertimbangan makna pada setiap scene pada film. 4. Menyusun kesimpulan pemahaman berdasarkan poin 1 sampai 3. Dimulai dari totalitas atau bagian yang dianggap penting, yang mengacu pada fokus masalah, yaitu tentang adanya representasi kejawen dan usaha KH Ahmad Dahlan dalam mencerahkan ajaran Islam (Rahmawati, 2014 : 36-37).
BAB IV GAMBARAN UMUM
A. Sinopsis Film Sang Pencerah
Film Sang Pencerah yang disutradarai Hanung Bramantyo
Film Sang Pencerah disutradarai oleh Hanung Bramantyo dirilis pada tahun 2010 berkisah tentang perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam melakukan pemurnian ajaran Islam di tanah Jawa. Setting utama film yang berada di Desa Kauman Jogjakarta pada tahun 1867-1912 ini menceritakan berdirinya organisasi pergerakan Islam Muhammadiyah. Darwis muda yang diperankan oleh Ihsan Taroreh mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan yang diperankan oleh Lukman Sardi setelah kepulangannya dari
30
ibadah haji ke tanah suci. Ahmad Dahlan melihat ketidaksesuaiannya ajaran Islam yang ada di kampungnya dengan apa yang ia pelajari selama di tanah suci Mekkah. Ajaran Islam yang dipahami masyarakat Jawa saat itu banyak dipengaruhi oleh ajaran Syekh Siti Jenar yang menempatkan Raja sebagai perwakilan Tuhan, serta ritual-ritual keagamaan yang tidak sesuai dengan apa yang Ahmad Dahlan pahami sehingga ia berusaha untuk melakukan pemurnian ajaran melalui pendidikan dan sosial. Puncak dari perjuangan tersebut menciptakan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat Kauman, Slamet Raharjo yang memerankan tokoh Kyai Penghulu Kamaludiningrat yang dikenal sebagai kalangan konservatif bahkan sampai mengarahkan massa untuk merobohkan Langgar milik Ahmad Dahlan karena dianggap menebarkan ajaran yang tidak sesuai dengan pemahaman masyarakat kebanyakan. Tuduhan Kyai Kafir dari masyarakat pun sampai ke telinga Ahmad Dahlan karena menjalin hubungan dengan organisasi Boedi Oetomo yang dibangun oleh keturunan para priyayi yang tidak mau tunduk pada Belanda, namun hal itu tetap meneguhkan hati sang istri yang diperankan oleh Zaskia Adya Mecca dan didukung oleh para pengikut Ahmad Dahlan. Dukungan dari keluarga dekat mengembalikan tekat Ahmad Dahlan yang sudah mencoba hijrah dari Kauman, metode berbeda pun dijalankan oleh Ahmad Dahlan dengan membuka Madrasah yang diisi oleh anak-anak sekitar Kauman yang miskin dan tidak mendapat pendidikan. Hingga sampailah pada pendirian organisasi Muhammadiyah yang berusaha menghimpun masyarakat dalam mendapatkan pendidikan yang tepat sesuai denga ajaran Islam menurut Ahmad Dahlan.
31
Film Sang Pencerah dapat menjadi referensi bagi toleransi, keterbukaan pemikiran dan pembaruan dalam ajaran Islam. Karena Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah yang terbatas oleh masa tertentu dimana implementasinya berakhir seiring berakhirnya zaman tersebut. Islam adalah risalah yang syumul (universal), yang berbicara kepada seluruh ummat, suku, bangsa dan status sosial.
B. Kredit Film Sang Pencerah Sutradara
Hanung Bramantyo
Penata skrip
Hanung Bramantyo
Pemeran
Lukman Sardi
sebagai Ahmad Dahlan
Zaskia A Mecca
sebagai Istri Ahmad Dahlan
Slamet Rahardjo
sebagai Kyai Penghulu
Giring Nidji
sebagai Sudja
Ihsan Taroreh
sebagai Ahmad Dahlan muda
Ricky Perdana
sebagai Sangidu
Mario Irwinsyah
sebagai Fahrudin
Dennis Adhiswara
sebagai Hisyam
Abdurrahman Arif
sebagai Dirjo
Ikranagara
sebagai Ayah Ahmad Dahlan
Yati Surachman
sebagai Ibu Ahmad Dahlan
Sudjiwo Tedjo
sebagai Ayah Siti Walidah
Agus Kuncoro Adi
sebagai Kyai Muhammad Noor
Pangky Suwito
sebagai Dr Wahidin Sudirohusodo
Dewi Irawan
sebagai Nyai Fadil
32
Produser
Raam Punjabi
Line Producer
Talita Amilia Fajar Nugros
Prod Eksekutif
Gobind Punjabi Hanung Bramantyo Wicky V Olindo
Penata Kamera
Faozan Rizal
Penata Rias
Jerry Octavianus
Busana
Retno Ratih Damayanti
Penata Artistik
Allan Sebastian
Penata Musik
Tya Subiakto
Penata Suara
Satrio Budiono
Perekam Suara
Trisno
Penata Gambar
Wawan I Wibowo
Produksi
Multivision Plus Pictures
C. Sutradara Film Sang Pencerah
Gambar 2. Hanung Bramantyo
33
Hanung Bramantyo lahir di Yogyakarta, 1 Oktober 1975, dikenal sebagai seorang sutradara muda dengan sejumlah karya berprestasi. Film-film yang di sutradarai Hanung di antaranya, Lentera Merah (2006), Jomblo (2006), Sayekti dan Hanafi (TV) (2005), Catatan Akhir Sekolah (2005), Brownies (2004), When ... (2003), Gelas-gelas Berdenting (2001) dan Topeng Kekasih (2000). Selain itu, Ia juga mengarahkan film Tingkling Glass, yang kemudian berhasil meraih Juara III Bronze 11th Cairo International Film Festival (CIFF) Category TV Program di Mesir. Karya spektakuler Hanung ditunjukkan lewat film Ayatayat Cinta (2008), sebuah film religi yang diangkat dari novel sukses karya Habiburrahman El Shirazy dengan judul yang sama. Hanung sendiri pernah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia namun tidak diselesaikannya. Berikutnya pindah mempelajari dunia film di Jurusan Film Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.1
1
http://profil.merdeka.com/indonesia/h/hanung-bramantyo/ diakses tanggal 4 April 2016
78
Gambar 23. Bagan Model Film Sang Pencerah
Islam Kejawen
Jumud
Takhayul
Mistis
Usaha Pencerahan Ajaran Islam oleh Ahmad Dahlan
Metode Pendidikan
Berdialog dengan Pemuka Agama
Pendirian Muhammadiyah
78
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap representasi kejawen dan usaha-usaha KH Ahmad Dahlan pada film Sang Pencerah, dapat disimpulkan bahwa: 1. Representasi kejawen pada film Sang Pencerah lebih banyak ditampilkan dalam membangun kondisi sosial sebagai latar film sehingga sebagian besar tanpa dialog. Representasi kejawen dibangun dari pemikiran-pemikiran masyarakat Kauman yang jumud dan terpengaruh ajaran Syekh Siti Jenar. Sisi jumud tersebut ada dikarenakan sikap masyarakat Jawa yang bangga dengan budaya leluhur yang disampaikan dalam forum kelompok kecil berupa keluarga. Namun di sisi lain masih ada keterbukaan dari masyarakat Jawa untuk budaya-budaya dan ajaran-ajaran yang masuk ditanah Jawa yang masih bisa ditolerir, hanya saja budaya asing tersebut tidak bisa menghapus keberadaan kejawen sama sekali. Representasi kejawen yang menanamkan nilai-nilai luhur juga diperlihatkan dengan dialog antara Ahmad Dahlan
80
dengan beberapa masyarakat Kauman yang sedang berkonsultasi mengenai masalah yang sedanga dihadapinya. 2. Usaha-usaha pencerahan ajaran Islam oleh KH Ahmad Dahlan berawal dari pemahamannya yang memiliki sudut pandang berbeda dari tokoh masyarakat lainnya yang bersifat koservatif dan jumud, pemikiran Ahmad Dahlan lebih terbuka terhadap perkembangan zaman. Usaha-usaha KH Ahmad Dahlan dalam pencerahan ajaran Islam pada film Sang Pencerah juga dikarenakan kegundahan Ahmad Dahlan melihat masyarakat Kauman yang terus mempertahankan ritual-ritual mistis yang dianggapnya melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. KH Ahmad Dahlan berinovasi dalam metode pengajarannya kepada murid-muridnya dengan menggunakan alat musik sebagai media perumpamaan. Selain itu hasil dari pengalaman mengajarnya di sekolah sekuler adalah penggunaan alat-alat belajar yang mendukung proses pengajaran di kelas yang dibuat di salah satu ruangan di rumahnya. Usaha paling nyata dari pemikiran KH Ahmad Dahlan adalah dengan membentuk organisasi Islam Muhammadiyah. Penelitian ini hanya terfokus pada mencari tahu bagaimana representasi kejawen dan usaha pencerahan ajaran Islam oleh Ahmad Dahlan ditampilkan dalam film. Peneliti sadar bahwa banyak kekurangan yang dimiliki penelitian ini, salah satunya dalam membuat transkripsi dialog sebagai data yang diamati. Peneliti tidak mampu menuliskan dialog secara utuh terutama pada bagian pengutipan ayat-ayat Al-Qur’an, hal ini dikarenakan ketidakmampuan peneliti dalam bidang tersebut.
81
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki saran sebagai berikut: 1. Kepada pihak produksi film diharapkan bisa memberikan edukasi pemahaman budaya bangsa dengan tidak memberikan nilai negatif akan budaya tersebut agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya film yang telah diproduksi. 2. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang ingin membahas film Sang Pencerah lebih mendalam ataupun dengan sudut pandang yang berbeda karena penelitian ini juga masih terdapat banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Aizid, Rizem. Islam Abangan dan Kehidupannya. Yogyakarta: Dipta. Anshori, M. Afif. 2014. Tasawuf Syaikh Siti Jenar dalam Kepustakaan Jawa. Yogyakarta: Idea Sejahtera. Ardianto, Elvinaro. 2004. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Fachruddin, Andi. 2012. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Kencana. Haryanto, Sindung. 2015. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: Gramedia. Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Populer: Kajian Komunikasi dan Budaya Kontemporer. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ricoeur, Paul. 2012. Teori Interpretasi: Memahami Teks, Penafsiran, dan Metodologinya. Jogjakarta: IRCiSoD. Soemardjan, Selo. 1991. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Solatun, dan Deddy Mulyana (Eds.). 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suwarno. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Skripsi: Rahmawati, Elsa Puji. 2014. Potret Etika Komunikasi dalam Keluarga (Analisis Hermeneutika terhadap Film “I Not Stupid Too 2”) Bandar Lampung: Universitas Lampung. Internet: Afdillah, Muhammad, “Agami Jawi”, Agami Jawi : sejarah, ajaran, dan perkembangannya, http://digilib.uinsby.ac.id/1148/9/Daftar%20 Pustaka.pdf, diakses tanggal 7 November 2015. Anonim, “Profil”, Merdeka.com, http://profil.merdeka.com/indonesia/h/hanungbramantyo/, diakses tanggal 4 April 2016 Anonim, “Sang Pencerah”, Wikipedia, https://id.wikipedia.org /wiki/Sang_Pencerah, diakses tanggal 10 November 2015. Anonim, “Tedhak Siten”, Wacana Nusantara, http://www.wacananusantara.org /tedhak-siten-sebuah-ajaran-adiluhung-bagi-awal-perjalanan-anaktercinta/, diakses tanggal 28 Maret 2016 Arlen, Defti, Sudjarwo, Risma Margaretha Sinaga, “Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial dan Pendidikan”, Jurnal Studi Sosial, http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JSS/article/view/7710, diakses tanggal 24 November 2015. Hapsoro, Triyanto, “Apa yang ditinggalkan Film Sejarah untuk Sejarah Film?”, Kompasiana, http://www.kompasiana.com/triyantogenthong/apa-yangditinggalkan-film-sejarah-untuk-sejarah-film_ 552b872b6ea83413088b4576, diakses pada 1 Januari 2016. Marzuqi, Moh., ”Akulturasi Islam dan Budaya Jawa”, digital library UIN Sunan Kalijaga, http://digilib.uin-suka.ac.id/3415/1/BAB%20I,V.pdf, diakses tanggal 18 November 2015. Noviana, “Filosofi Kemben dan Jarik”, Kartini, http://majalahkartini.co.id/modekecantikan/mode/ayopakaikebaya-filosofi-kemben-dan-jarik, diakses tanggal 1 April 2016. Parameswari, “Representasi Budaya Mistis dalam Film Kuntilanak”, UPN JATIM Institutional Repository, http://eprints.upnjatim.ac.id/2171/1/Binder1.pdf, diakses tanggal 18 November 2015.
Setianto, Yearry Panji, “Film dan Representasi Budaya”, Yearry Panji Setianto, https://yearrypanji.wordpress.com/2009/01/03/film-dan-representasibudaya, diakses tanggal 11 November 2015. Wijaya, Endiarto, “Film Indonesia dan Pembelajaran Sejarah”, Kompasiana, http://www.kompasiana.com/wijaya/film-indonesia-dan-pembelajaransejarah_54fdd7d7a33311361c50fc5b, diakses tanggal 1 Januari 2016.