BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Profil dan Sejarah Nagase Co., Ltd. Pada 18 Juni 1832 di kota Nishijin, Kyoto, Denbei Nagase, 27 tahun, mendirikan “Urokogataya” yang bergerak di bidang bisnis grosir zat pewarna (dyestuff) dari safflower, tanaman Eurasia khas Jepang berbunga orange yang menjadi bahan baku pewarna merah dan kuning. Pada waktu itu, suasana ekonomi Jepang sedang berada di titik terbawah. Negara kacau-balau, dimana pemberontakan dan kelaparan terjadi dimana-mana. Saat itu, sebagai pendiri Urokogataya, Denbei Nagase menghadapi berbagai macam kesulitan untuk mengelola dan mempertahankan bisnisnya. Sekitar pertengahan era Meiji (1868-1912), setelah Jepang membuka pintu bagi perdagangan luar negeri, produsen tekstil mulai menggantikan safflower dengan pewarna buatan dari luar negeri. Dengan semakin berkembangnya impor pewarna buatan, “Urokogataya” yang telah berganti nama menjadi “Nagase” juga mulai menangani produk ini. Setelah Nagase mulai menangani pewarna buatan impor, Denzaburo Nagase (anak dari Denbei Nagase) meyakini bahwa Nagase perlu untuk membuka cabang baru di pusat komersial Osaka untuk pengembangan
51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
bisnis di masa depan. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1893, Nagase mendirikan kantor cabang pertama di Osaka. 1 Pada bulan Agustus 1894, setahun setelah Nagase membuka kantor di Osaka, perang Sino-Jepang pecah. Kemenangan cepat Jepang dalam konflik delapan bulan ini pun menyebabkan ledakan ekonomi, yang mana juga berimbas ke kantor cabang Nagase di Osaka yang semakin makmur. Pada bulan November 1898, Nagase memindahkan kantor pusatnya ke Osaka dan menjadikan kantor di Kyoto sebagai sales branch office. Perdagangan di Osaka pada saat itu hampir secara eksklusif dikendalikan oleh rumah-rumah perdagangan asing di Kobe. Denzaburo melihat perdagangan langsung sebagai kunci untuk masa depan bisnis. Lalu pada bulan Februari 1900, ia mengirim adiknya, Denjiro, ke Eropa. Denjiro menghadiri sekolah komersial di Lyon, Perancis, dimana ia meneliti industri sutra. Ia pun melakukan penelitian di tempat Society of Chemical Industry di Basel (CIBA). Pada September 1901, ia mendirikan kantor Lyon Nagase dan menjadi Manager di sana yang mana membuat Nagase menjadi salah satu perusahaan Jepang pertama yang mengirim karyawan untuk bekerja dan terlibat pertumbuhan bisnis di luar negeri. Sebelumnya, Nagase telah mengimpor zat warna dari CIBA melalui “Siber Hegner & Co, Ltd,” tapi bisnisnya semakin berkembang pesat setelah kantor Lyon dibuka. Jalan Nagase untuk menjadi sebuah perusahaan perdagangan yang mengkhususkan diri dalam bahan kimia benar-benar dimulai di sini. Dorongan
1
www.nagase.com/eng, diunduh pada 15 Januari 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
untuk kemajuan Nagase yang signifikan di era Meiji datang ketika mulai menangani CIBA Pyrocin Sulfur Dye. Pada bulan November 1910, Presiden Nagase di masa depan, Tokutaro Nagase ditugaskan untuk menjadi kepala kantor Lyon. Dia melakukan negosiasi untuk beralih ke perdagangan langsung dengan CIBA, dan akhirnya berhasil membuat Nagase sebagai distributor CIBA di Jepang. Setelah itu, kantor Lyon memainkan peran sentral dalam perdagangan langsung Nagase dengan Eropa sampai pembukaan kantor London pada April 1913. Pada bulan April 1908, kantor penjualan di Tokyo didirikan di Koamicho, distrik Nihonbashi, Tokyo untuk memperluas jaringan penjualan domestik Nagase. Kantor itu dinamakan Tokyo Branch Office ketika pindah ke Kobunacho, Nihonbashi pada bulan Juli 1911. Produk utama yang ditangani oleh Tokyo Branch Office pada saat itu adalah pewarna belerang. Tokyo Branch Office juga menangani ekstrak kayu bulat, sabun Marseilles, Natrium Peroxide, Natrium Sulfide dan Zinc Powder. Di luar negeri, kantor Lyon awalnya menjabat sebagai basis bisnis Nagase di Eropa, tapi setelah bisnis mulai berkembang, Nagase membuka kantor lain di daerah geografis yang lebih nyaman yaitu di London pada bulan April 1913. Kantor ini dikombinasikan dengan kantor Lyon pada bulan September tahun itu, dan pada saat bersamaan kantor New York juga didirikan pada bulan November 1915. Pada waktu itu Nagase juga mulai giat mengembangkan bisnis ke China dan pasar Asia lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
Untuk pengembangan bisnis,, Nagase pun mulai mengembangkan struktur organisasi dan membuat perubahan. Pada tanggal 27 April 1917, Nagase beralih dari struktur manajemen berbasis cabang menjadi struktur manajemen berbasis divisi. Nagase menambah Divisi Ekspor dan Divisi Impor impor yang telah ada sebagai divisi baru yang didirikan untuk divisi dyestuffs, chemicals, machinery and sundries, dan lembaga struktur organisasi kantor pusat yang baru. Kapitalisasi Nagase pun terus meningkat , dari ¥ 42.500 pada tahun 1904 ke ¥ 100.000 pada tahun 1906, dan ¥ 1.000.000 pada tahun 1916. Bertujuan untuk membangun pertumbuhan substansial dalam keuntungan dari ledakan ekonomi yang ditimbulkan oleh Perang Dunia I dan memperkuat fondasi bisnis, Nagase, yang tadinya merupakan kepemilikan tunggal, dibubarkan dan dimasukkan sebagai Nagase Shoten Company pada tanggal 31 Desember 1917. Ini pun mengakhiri 85 tahun Nagase sebagai kepemilikan tunggal yang berubah menjadi struktur perusahaan baru dengan manajemen modern. Nagase Shoten Company memulai dengan modal ¥ 3.000.000, dengan lokasi yang terdiri dari kantor pusat, Tokyo branch office, Kyoto branch office, Kobe branch office, London branch office, New York office, Tianjin office, Hankou office, and the Kyoto Cotton Yarn Division yang didirikan pada Januari 1918. Pada tahun 1923, Managing Director Tokutaro Nagase yang bertanggung jawab dalam bidang penjualan, tertarik pada raw film untuk film, dan ingin mengimpornya dari perusahaan AS, Eastman Kodak. Pada Maret 1926, departemen baru untuk bahan film, yang kemudian menjadi the Motion Picture Products Division, dibentuk di kantor pusat. Pada awalnya bidang usaha ini tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
menghasilkan uang, namun beberapa waktu kemudian Nagase berhasil menjadi market leader dalam penjualan film di Jepang dan menjalin hubungan erat dengan Eastman Kodak. Kemudian, Dainippon Celluloid Company (sekarang Daicel Chemical Industries, Ltd.) adalah perusahaan Jepang pertama yang berhasil memproduksi film, dan pada Januari 1934 ia mendirikan Fuji Photo Film Co, Ltd (sekarang Fujifilm Corporation) dan mulai memproduksi film-film. Pada tahun yang sama, Nagase menandatangani perjanjian penjualan untuk menjual produkproduk perusahaan tersebut. Karena telah berhasil memperluas bisnis Nagase dalam penjualan produk untuk industri film, divisi ini pun didirikan di Tokyo branch office pada bulan Mei 1933. Divisi ini berganti nama menjadi Motion Picture Products Division pada tahun 1941. Selama periode ini, atas permintaan dari Eastman Kodak, Nagase pindah untuk membangun fasilitas pengolahan. Nagase memulai pengembangan Film di Laboratorium Penelitian Far East Film pada bulan Juli 1932, dan kemudian dipindahkan fasilitas dan operasinya ke Far East Laboratory, Ltd., yang didirikan pada tanggal 18 Februari 1935, dan saat ini dikenal sebagai Imagica Robot Holdings. Setelah Insiden Manchuria pada bulan September 1931, Jepang yang terlibat perang dengan China, memperluas lini pertempurannya di daratan Cina, yang mana berefek pada ekonomi Jepang yang berada pada masa krisis perang. Di saat darurat itu, impor produk seperti zat warna, bahan kimia, mesin, stok film baku, cat, dan suku cadang kendaraan bermotor menjadi langka, akan tetapi Nagase mampu mempertahankan operasionalnya dengan menjual lebih banyak produk dalam negeri. Namun, di Agustus 1935 zat warna berada di bawah kendali
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
pemerintah. Nagase tidak mampu membeli produk bebas, dan harga pun ditetapkan oleh pemerintah. Serikat pekerja dan asosiasi dibentuk satu demi satu untuk mengendalikan impor-ekspor, distribusi primer, dan pewarna yang dijatah dengan sistem kupon. Keterlibatan Nagase di pasar daerah Nagoya menandai kembalinya Nagase sebagai kepemilikan tunggal, yang mana dengan transaksi yang meningkat, kebutuhan untuk kantor di daerah pun jadi tumbuh. Nagase pun mulai membuka kantor Nagoya di sebuah kamar sewaan pada bulan November 1933. Pada bulan September 1938, Nagase membeli bangunan dan tanah di distrik Azuma, kota Nagoya, yang mana menjadi kantor beserta gudang. Kantor ini pun lalu menjadi kantor cabang penuh di April 1940. 8 Desember 1941, ditandai sebagai awal dari empat tahun Perang Pasifik. Pada tanggal 1 Juni 1943, perusahaan ini berganti nama dari Nagase Shoten Company ke Nagase & Co, Ltd. Perubahan ini dibuat untuk mencerminkan bahwa Nagase tidak lagi hanya sebuah perusahaan penjualan dan perdagangan, tetapi juga mencakup perusahaan manufaktur afiliasi, yang telah secara langsung mendirikan pabrik yang beroperasi, dan mengantisipasi ekspansi ke bisnis manufaktur. Pada tanggal 15 Agustus 1945, perang akhirnya berakhir dengan penyerahan tanpa syarat Jepang kepada pasukan Sekutu. Nagase kehilangan semua kepentingan di Manchuria, Cina dan Korea, dan lebih dari beberapa karyawan Nagase telah tewas dalam pemboman. Menjelang akhir perang, bisnis Nagase menyusut dan penjualan anjlok. Bahkan meskipun perang telah berakhir,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
perekonomian masih dikontrol, dan manajemen Nagase menghadapi sejumlah kesulitan. Inflasi yang parah dan hambatan fiskal dari yang menang, perusahaan yang dire-organisasi, pemberlakuan undang-undang untuk menghilangkan konsentrasi yang berlebihan dari kekuatan ekonomi, dan langkah-langkah lainnya. Kondisi tenaga kerja di Jepang juga berubah drastis saat itu. Setelah diberlakukannya Standar UU Ketenagakerjaan pada bulan September 1947, serikat karyawan dibentuk di kantor pusat Nagase pada 1 Oktober. Inilah yang menjadi pendahulu dari serikat pekerja hari ini. Presiden Tokutaro Nagase memimpin sendiri langsung semua negosiasi yang penting, dan mengusahakan segala daya upaya untuk memulihkan hubungan bisnis dengan CIBA, UCC, AB Separator (sekarang Alfa Laval AB), Eastman Kodak dan perusahaan lain yang memiliki hubungan dekat dengan Nagase sebelum perang. Nagase pun sekali lagi mengimpor kembali zat warna, bahan kimia industri, mesin, stok film mentah dan produk lainnya dalam jumlah besar. Dengan pertumbuhan bisnis Nagase, jumlah karyawan meningkat menjadi 750 orang dan struktur organisasi yang telah meluas, mempertinggi kebutuhan untuk manajemen personalia yang tepat. Untuk itu, Departemen Personalia didirikan di kantor pusat pada tahun 1957 untuk mengelola sumber daya manusia untuk seluruh perusahaan. Selain itu, karena Nagase tidak mengadopsi sistem pensiun wajib, pembangunan sistem tersebut merupakan sebuah prioritas. Seluruh staff yang berkaitan dengan pekerjaan dan ditangani oleh General Affairs Division, dipindahkan ke Departemen Personalia. Nagase juga merevisi aturan untuk gaji, biaya perjalanan dan manfaat pensiun, menetapkan usia wajib pensiun,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
meningkatkan sistem promosi, dan mulai mengadakan sesi pelatihan karyawan baru. Dengan bisnis yang semakin berkembang, kebutuhan untuk rencana jangka panjang yang akurat dan pengendalian internal perusahaan juga menjadi jelas. Pada tahun 1960, the Executive Office didirikan di kantor pusat sebagai dukungan unit administratif langsung kepada presiden. the Executive Office bertugas untuk mempertahankan kerjasama yang erat dengan divisi dan departemen, koordinasi antar-departemen dan perencanaan serta penyesuaian belanja modal dengan tujuan membangun prosedur organisasi, operasional dan administrasi. Hal ini pun menciptakan berbagai aturan organisasi, rencana manajemen yang terkoordinasi termasuk anggaran yang disesuaikan dengan berbagai produk yang ditangani oleh Nagase. Pada tahun 1971, setelah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, the Executive Office secara bertahap dibubarkan, dan fungsinya dialihkan ke Development, Electronic Data Processing, Finance and General Affairs departments. Sementara itu
Eastman Kodak yang terus melakukan bisnis dengan
Nagase dalam perdagangan Film baku untuk film, juga memberikan produkproduk lain seperti bahan fotografi umum dan peralatan, yang terutama masih untuk
fotografi,
ke
pasar
Jepang
melalui
delapan
agen
penjualan.
Namun sehubungan dengan perubahan dikarenakan pembatasan impor, Eastman Kodak berencana untuk menunjuk sebuah distributor tunggal di Jepang untuk memperluas penjualan produknya, dan memilih Nagase sebagai mitranya. Nagase pun menerimanya dan mendirikan Divisi untuk produk Kodak pada tanggal 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
April 1960. Kemudian Managing Director Shozo Nagase, yang kemudian menjadi presiden, adalah manajer pertama divisi tersebut. Pada Januari 1962, Nagase mendirikan Grafis Arts Technical Center dan mulai memberikan bimbingan teknis berdasarkan sistem Kodak. Selama dekade 1955-1965, ekonomi Jepang tumbuh pada tingkat yang luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana saja di dunia. Dalam periode ini, Nagase aktif memperluas bangunan dan fasilitas bersamaan dengan pertumbuhan bisnisnya. Perbaikan dilakukan untuk kantor pusat dan kantor penjualan, termasuk perluasan gedung kantor pusat, pembentukan kantor penjualan di Hiranomachi dan Shiomachi, pembangunan gedung kantor Tokyo cabang baru, pembukaan kantor penjualan Honmachi, dan konstruksi baru gedung kantor cabang Nagoya. Sehubungan dengan permintaan untuk petrokimia yang meningkat pesat, dan diikuti dengan transaksi Drum kontainer konvensional yang juga meningkat, Nagase pun membangun fasilitas penyimpanan tangki. Konstruksi dimulai pada bulan Desember 1961 di sekitar 11,000m² lahan reklamasi yang diterima dari kota Kobe, dan tahap pertama pembangunan Tank Terminal Kobe selesai pada Mei 1962. Kemudian, dipimpin oleh the Executive Office, Nagase mendirikan Nippon GATX Co, Ltd (sekarang Nippon Vopak Co, Ltd) yang merger dengan GATX Corporation AS dan Nippon Express. Pada bulan Desember 1966, Nagase mengalihkan seluruh fasilitas terminal Kobe, kecuali tanahnya, untuk Nippon GATX Co, Ltd.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Pertumbuhan ekonomi juga disertai dengan melonjaknya permintaan industri untuk plastik. Nagase menanggapi dengan membangun pabrik kedua Setsunan di tahun 1960-1961 untuk pewarnaan dan pengolahan plastik. Setelah selesai, pabrik Setsunan dipindahkan dan diintegrasikan ke yang baru. Pada bulan Februari 1966, Nagase menjadikannya sebagai anak perusahaan baru dengan nama Setsunan Kasei Co, Ltd. Chemical Division Nagase mulai menangani plastik sekitar 1942. Pada saat itu, penjualan dibatasi hanya untuk resin metakrilat untuk pesawat. Plastik mulai digunakan secara luas di sektor swasta setelah perang. Nagase secara cepat memusatkan perhatiannya pada Polyethylene, yang mana permintaannya sedang tumbuh pesat. Nagase fokus menjual produk dalam negeri dan impor, terutama produk
Eastman
Chemical,
yang
merupakan
pemasok
terbesar
impor
Polyethylene, dengan pangsa pasar yang konsisten dari 10 persen atau lebih. Sebelum itu, pada tahun 1950 Nagase juga sudah mengimpor Araldite, resin epoksi dari CIBA, dan kemudian melakukan modifikasi resin di pabrik Amagasaki Higashi yang berbasis teknologi CIBA. Dikarenakan pertumbuhan volume yang substansial dari kedua produk impor dan domestik yang ditangani Nagase, Plastic Division didirikan di kantor pusat dan kantor cabang Tokyo pada tanggal 1 Agustus 1961, dan mengambil alih bisnis plastik yang sebelumnya dikelola oleh Chemical Division. Pada saat itu, General Electric Company (GE) melakukan ekspansi ke pasar Jepang secara besar-besaran. GE secara detail melakukan
penelitian
terhadap delapan atau sembilan calon mitra untuk distribusi dan lebih dari selusin
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
produsen bahan kimia yang memungkinkan untuk menjadi mitra joint-venture untuk produksi di Jepang. GE pun akhirnya memutuskan bahwa Nagase adalah kandidat yang paling dapat diandalkan. Nagase dan GE menandatangani perjanjian distribusi di April 1968. Pada bulan Juni 1971, setelah Nagase membangun produksi yang solid dan sistem penjualan untuk Engineering Plastics, Nagase dan General Electric mendirikan Engineering Plastics Limited, yang mana sama-sama didanai oleh kedua perusahaan. Pada bulan Juni 1986, Nagase dan Eastman Kodak masing-masing membagi 50% dari ekuitas untuk mendirikan sebuah perusahaan baru, yaitu Kodak Nagase KK. Perusahaan baru ini mengambil alih semua fungsi sebelumnya, termasuk impor, penjualan, layanan dan distribusi, dan mulai beroperasi pada 1 Agustus 1986. Ketika Kodak Nagase didirikan, Kodak diproduksi di 7 negara di luar Amerika Serikat, dan telah memasarkan produknya di 40 negara. Jepang adalah satu-satunya pasar utama di mana Kodak bekerja dengan distributor eksklusif sebagai perusahaan penjualan dalam bisnis produk fotografi. Akibatnya, Kodak ingin menginternalisasi pemasaran di Jepang seperti yang terjadi di negara-negara lain. Pada Januari 1989, tiga tahun dan empat bulan setelah pembentukan Kodak Nagase, Kodak membuat tawaran untuk membeli seluruh saham Nagase di Kodak Nagase. Hasilnya, Kodak Nagase pun menjadi anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki dari Kodak yang dinamakan Kodak Co, Ltd. Nagase memperkenalkan sistem dual Head Office pada tanggal 1 Juli 1989, ketika meng-upgrade Tokyo Branch Office menjadi Tokyo Head Office.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
Perusahaan dan lembaga keuangan di daerah Kansai yang menjadi partner bisnis Nagase juga mulai mengalihkan operasinya ke Tokyo pada awal 1980-an. Tidak hanya kegiatan penjualan, tetapi juga negosiasi dengan instansi pemerintah pusat, operasi yang berkaitan dengan kelompok-kelompok industri, serta pasar keuangan dan modal dan operasi internasional penjualan semuanya berpusat di Tokyo. Pada akhir 1980-an, mayoritas fungsi Head Office Nagase berada di Tokyo Branch Office, yang mana menyumbang 54% dari total penjualan dan 56% dari total jumlah karyawan Nagase. Oleh karena itu, Nagase pindah ke sistem dual Head Office di Tokyo dan Osaka untuk mengumpulkan informasi tentang wilayah ibukota lebih akurat dan cepat untuk memperluas basis penjualan di sana. Sistem dual Head Office ini pun masih tetap berlaku hingga sekarang, tahun 2015. Pada perkembangannya, selain membuka representative office di Jepang, Nagase juga telah berhasil memperluas global market-nya dengan mendirikan branch office di berbagai negara di dunia yang tersebar di berbagai benua seperti Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Timur Tengah, dan ASEAN.
Gambar 2.
Nagase Slogan dan Logo
The Technology and Intelligence Oriented Company That Turns Wisdom into Business.
The Technology and Intelligence Oriented Company That Turns Wisdom Into Business (Perusahaan yang berorientasi pada teknologi dan kecerdasan yang mengedepankan kearifan dalam bisnis)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
4.1.2. Visi dan Misi Nagase Co., Ltd. Visi Mempertahankan praktek-praktek bisnis yang baik dan adil dengan melalui pertumbuhan dan perkembangan lanjutan untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dunia. Misi 1. Membantu stakeholder untuk mewujudkan impian dan cita-cita melalui bisnis kami 2. Melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan nilai dengan teknologi mutakhir sebagai dasar dalam bisnis 3. Mengantisipasi perubahan struktur pasar dan lingkungan, dan membuat kemajuan
dengan
pelanggan
dengan
mengusulkan
solusi
nyata
4. Berkontribusi positif kepada masyarakat dan lingkungan global
“The Nagase Way”Action Principles 1. Always be customer-oriented (Selalu berorientasi kepada pelanggan). 2. Always be a creative challenger (Selalu menjadi penantang yang kreatif). 3. Always use the power of the Nagase Group (Selalu menggunakan kekuatan dari Nagase Grup). 4. Always think globally and act locally (Selalu berpikir secara global dan bertindak secara lokal).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
5. Always think systematically and act speedily (Selalu berpikir sistematis dan bertindak cepat)
4.1.3. Struktur Organisasi Nagase Co., Ltd. A. Head Office Structure
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Gambar 3.
Nagase Head Office Structure
B. Board Director & Executive Officer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
BOARD OF DIRECTORS
Representative Director, President and CEO
Hiroshi Nagase
Director and Executive Officer
Osamu Morishita
Representative Director and Senior Managing Executive Officer
Reiji Nagase
Director and Executive Officer
Mitsuro Naba
Representative Director and Managing Executive Officer
Kenichi Matsuki
Director and Executive Officer
Kenji Asakura
Representative Director and Managing Executive Officer
Toshiro Yamaguchi
Outside Director
Yasuo Nishiguchi
Director and Executive Officer
Hiroshi Hanamoto
Outside Director
Hidenori Nishi
Gambar 4.
Jajaran Direksi Nagase Co. Ltd.
C. Nagase Global Group
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
1. Japan. Nagase Chemical Co., Ltd. (Head Office) Deskripsi bisnis
: Menjual bahan pewarna, kimia industri, plastik, dan sebagainya.
Tahun didirikan
: 1995
Alamat
: 12-15, Nihonbashi-Kobunacho, Chuo-ku, Tokyo
Nagase Plastics Co., Ltd. (Head Office) Deskripsi bisnis
: Menjual bahan material dan produk plastik
Tahun didirikan
: 1975
Alamat
: 1-17, Shinmachi 1-chome, Nishi-ku, Osaka-City, Osaka
Nagase Beauty Care Co., Ltd. Deskripsi bisnis
: Menjual bahan kosmetik dan makanan
Tahun didirikan
: 1991
Alamat
: 5-1, Nihonbashi-Kobunacho, Chuo-ku, Tokyo
Nagase ChemteX Corp. Deskripsi bisnis
: Penelitian, manufaktur, penjualan enzim, dan produk fermentasi
Tahun didirikan
: 1970
Alamat
: 1-17, Shinmachi 1-chome, Nishi-ku, Osaka
2. China & Korea
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
Nagase (Hong Kong) Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1971
Alamat
: Suite 3901 & 3912-14, Tower 6, The Gateway Harbour City, 9 Canton Road, Tsim Sha Tsui, Kowloon, Hong Kong, S.A.R., P.R. China
Shanghai Nagase Trading Co., Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1997
Alamat
: 04-06, 7F Eco City,1788 Nanjing Road(W), Shanghai, P.R. of China 200040
Guangzhou Nagase Trading Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 2002
Alamat
: Room5706-08, CITIC Plaza Office Tower
233
Tian He Bei Road, Guangzhou, Guangdong 510613 P.R. Of China Nagase (Taiwan) Co., Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1988
Alamat
: 16F, 248, Sec.3, Nanking E.Rd., Taipei, Taiwan, R.O.C.
Nagase Korea Corp.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
Deskripsi bisnis
: Penjualan grosir
Tahun didirikan
: 2001
Alamat
: DANAM BLDG., 23F. 10, SOWOL-RO, JUNGGU, SEOUL, KOREA 100-704
3.
America Nagase America Corp. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1971
Alamat
: 546 Fifth Avenue 16Th Floor New York, NY 10036-5000 U.S.A.
Nagase do Brasil Comércio de Produtos Químicos Ltda. Deskripsi bisnis
: Penjualan impor / ekspor, pengembangan pasar
Tahun didirikan
: 2010
Alamat
: Rua Cubatão, 86, 304 e 306, Vila Mariana CEP 04013-000, São Paulo, SP
4.
Europe Nagase(Europa) GmbH Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1980
Alamat
: Immermann str. 65C 40210 Dusseldorf, Germany
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
Nagase(Europa) GmbH, Hungary Representative Office Alamat
: Madach Trade Center Bt H-1075 Budapest Madach l. ut 13-14. Hungary
Nagase(Europa) GmbH, London Branch Alamat
: The Cobalt Building 6.1 19-20 Noel Street, London, W1F 8GW, United Kingdom
5.
ASEAN & Middle East Nagase India Private Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 2006
Alamat
: 312, Hubtown Solaris, N.S. Phadke Marg, Near East West Flyover, Andheri East, Mumbai 400 069, India
Nagase & Co., Ltd. Dubai Branch Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 2009
Alamat
: Building # 3W, Office No. 419 P.O. Box 293739 Dubai Airport Free Zone Authority Dubai, United Arab Emirates
Nagase Singapore (Pte) Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1975
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
Alamat
: 600 North Bridge Road #11-01 Parkview Square Singapore 188778
Nagase Vietnam Co., Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 2008
Alamat
: Unit 1203 Corner Stone building 16 Phan Chu Trinh Street, Hoan Kiem District, Hanoi, Vietnam
Nagase (Thailand) Co., Ltd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1989
Alamat
: No 952, Ramaland Building, 14Th Floor,Rama IV Road, Kwaeng Suriyawongse,Khet Bangrak, Bangkok 10500 Thailand
Nagase (Malaysia) Sdn. Bhd. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1981
Alamat
: Suite 16.01, Level 16, Menara IGB, Mid Valley City Lingkaran Syed Putra 59200 Kuala Lumpur, Malaysia
Nagase Philippines Corp. Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1997
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Alamat
: 12th Floor Salcedo Towers,169 H.V Dela Costa St.Salcedo Village, Makati City
P.T.Nagase Impor-Ekspor Indonesia Deskripsi bisnis
: Ekspor-impor dan penjualan domestik
Tahun didirikan
: 1998
Alamat
: Wisma Keiai 12th floor, Jl. Jend.Sudirman Kav.3, Jakarta 10220, Indonesia
4.1.4. Profil PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia Sejatinya, Nagase mulai berdiri dan beroperasional di Jakarta sejak tahun 1980 sebagai Representative Office. Pada masa itu, bisnisnya hanya terfokus untuk ekspor kayu mentah ke Jepang. Namun terhitung sejak tahun 1998, PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia resmi menjadi Subsidiary Office dengan kepemilikan saham 100% dipegang penuh oleh Nagase Co. Ltd. Pada awal berdirinya, PT Nagase-Impor Ekspor Indonesia hanya memiliki staff sekitar 10 orang, 2 Ekspatriat Staff dan 8 Lokal Staff. Pimpinan perusahaan dipegang oleh Mr. Takajiro Iijima yang mana setiap 5 tahun sekali diganti dengan pimpinan baru hingga sampai dengan Mr. Koichiro Kojima sekarang. Saat ini jumlah karyawan yang bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia adalah 60 orang, dengan 10 orang merupakan Ekspatriat Staff dan 50 orang Lokal Staff. Berdasarkan unit kerjanya, PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia terbagi atas 3 divisi utama yaitu : Finance and Adminsitration Division, Plastic Division,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
and Chemical Division. Masing-masing divisi dikepalai oleh seorang General Manager ekspatriat Jepang. Finance and Administration Division dikepalai oleh Mr. Taro Aoki sebagai General Manager Director, dengan total jumlah staff 24 orang. Divisi ini bertanggung
jawab
dalam
pengurusan
administrasi,
keuangan,
logistik,
perpajakan, serta rekrutmen karyawan baru. Plastic Division dikepalai oleh Mr. Takesi Hatai dengan total jumlah staff 16 orang. Divisi ini terfokus dalam bisnis dan penjualan material-material plastik yang mana merupakan barang komoditi yang dijual oleh PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Sedangkan, Chemical Division dipimpin oleh Mr. Ken Sugihara yang membawahi staff sebanyak 16 orang. Fokus utama dari divisi ini adalah terkait bisnis dan penjualan materialmaterial kimia. Berkaitan dengan hal ini, Plastic Division dan Chemical Division merupakan divisi khusus yang diperuntukkan pada penjualan material-material yang didistribusikan oleh Nagase di Indonesia. Masing-masing divisi dan unit kerja terdiri dari berbagai ekspatriat staff dan lokal staff yang memiliki tanggung jawab dan job-desc yang berbeda. Selain Kojima-san dan Aoki-san, para ekspatriat staff Jepang di PT. Nagase juga bertanggung jawab terhadap penjualan. Bidang penjualan ini juga dibantu oleh beberapa lokal staff yang berkoordinasi dengan lokal staff lainnya yang tergabung dalam unit kerja administrasi, logistik, dan keuangan. Untuk itulah dalam hal ini peneliti merasa perlunya ada sebuah kemampuan adaptasi antarbudaya antara ekspatriat staff dan lokal staff di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia dalam menjalankan aktivitas pekerjaan mereka sehari-hari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
4.2
Hasil Penelitian Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang
permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab l, yaitu kemampuan adaptasi antarbudaya antara ekspatriat staff dan lokal staff di PT Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Hasil penelitian ini diperoleh dengan teknik wawancara secara mendalam dengan informan sebagai bentuk pencarian data dan dokumentasi langsung di lapangan yang kemudian peneliti analisis. Analisis ini sendiri terfokus pada bagaimana kemampuan adaptasi antarbudaya yang dilakukan antara ekspatriat staff dan lokal staff di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia dalam menjalankan aktivitas kerja di perusahaan. Agar penelitian ini lebih objektif dan akurat, peneliti mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan untuk melihat langsung bagaimana kemampuan adaptasi antarbudaya antara ekspatriat staff dan lokal staff di PT Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Penelitian berlangsung di kantor PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia, yang bertempat di Wisma Keai Lantai 12, Jl. Jend Sudirman Kav.3, Jakarta dimana semua narasumber melakukan semua aktivitas pekerjaannya. Masingmasing narasumber memiliki ruangan dan unit kerja sendiri yang menjadi saksi bisu bagaimana kemampuan adaptasi antarbudaya antara masing-masing dari ekspatriat staff dan local staff. Para Narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini terdapat 5 Narasumber yang di antaranya adalah Presiden Direktur, Administration Head, Customer Service, Trainee Sales, dan Staff sales. Masing-masing narasumber
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
berasal dari latar belakang sosial, budaya, dan Negara yang berbeda sehingga peneliti bisa menggali keanekaragaman berbagai sumber yang berkaitan dengan kemampuan adaptasi antarbudaya antara ekspatriat staff dan local staff di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia.
A. Proses Adaptasi Awal. Pertanyaan ini untuk mengetahui bagaimana proses adaptasi yang dilakukan oleh para informan pada awal mulai bekerja di PT. Nagase ImporEkspor Indonesia. Di samping itu, juga untuk mengetahui langkah-langkah seperti apakah yang ditempuh untuk bisa beradaptasi dan menjalin hubungan kerja yang baik dengan staff lainnya. Bangsa Jepang sebagai bangsa yang maju memiliki warga Negara yang mempunyai jiwa nasionalis yang tinggi. Semangat nasionalis ini memang sudah dipupuk sedari dini semenjak masa bangku sekolah dimana Pemerintah Jepang memasukkan kurikulum khusus untuk memupuk semangat nasionalis setiap warga Negara. Di samping itu, keseharian dari seorang warga Negara Jepang secara tak langsung menjadi cerminan betapa mereka sangat menjunjung tingga semangat nasionalisme terhadap negaranya. Sebagai Negara yang maju di berbagai bidang, Jepang memiliki gaya dan kekhasan tersendiri dalam berbagai hal. Demikian juga halnya terkait pengelolaan perusahaan. Bangsa Jepang percaya bahwa perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki integritas, loyalitas, dan kedisiplinan sebagai dasar utama dari pengelolaan perusahaan. Nilai-nilai tersebut dimaknai oleh setiap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
perusahaan Jepang sebagai budaya luhur perusahaan. Hampir setiap perusahaan Jepang di Negara mana pun berada, mempunyai nilai-nilai budaya seperti ini. Demikian juga PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Meskipun berada di Indonesia, Nagase juga memiliki nilai-nilai budaya yang berakar dari budaya khas orang Jepang yang mengedepankan integritas, loyalitas, dan kedisiplinan sebagai asas perusahaan. Oleh karena itu tak heran para ekspatriat staff yang bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari dengan berpegang teguh pada nilai-nilai tersebut. Hal inilah yang salah satunya dijalani oleh Koichiro Kojima. Selaku Presiden Direktur PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia, ia telah menetap dan bekerja di Indonesia kurang lebih dua tahun semenjak April 2013. Sebelum di Indonesia, dia diperbantukan di Kantor Nagase Pusat di Tokyo, Japan di jajaran Executive Officer Management. Sebagai pimpinan tertinggi di PT. Nagase ImporEkspor Indonesia, ia diharapkan untuk meneruskan warisan nilai-nilai budaya organisasi Nagase di Indonesia. Berikut penuturan dari pria 40 tahun yang juga ikut membawa istri dan tiga anaknya ini mengenai proses adaptasi kerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. “At first time I came to Indonesia, that’s on around April 2013, I found Indonesia is a nice place, there are so many kind and nice people here. The minus point maybe regarding on traffic, there are so many traffic jam in the street of Jakarta. Regarding food, at first I and my family need to adapt for eat Indonesian food, for me it’s too spicy. But, it was not for long time due finally I can find many good Japanese restaurant in Jakarta. Regarding on job activity, basically I don’t have problem with company operational due company culture and Standard Operational Procedure (SOP) of PT. Nagase as same as others Nagase Group in overseas, so I just continue the scheme. In addition others Japanese staff also help me very much, so activity related with Job is not be a problem for me .My impression when first time I come here, I feel comfort. Each Nagasean staff, local or expatriat, support me very much. Even I can’t do good communication with them yet, but they always support me for adaptation proceed in PT. Nagase”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Berdasarkan penuturan di atas, pada awal kedatangannya ke Indonesia apda bulan April 2013, pada dasarnya Kojima-san sama sekali tidak mengalami masalah berarti dalam menjalani kehidupan di Jakarta. Menurutnya Indonesia adalah tempat yang bagus dengan warga negara yang baik, ramah, dan sopan. Hal yang kurang berkenan baginya hanyalah masalah lalu lintas dimana seringkali terjadi kemacetan di berbagai tempat di Jakarta, dan makanan Indonesia yang menurutnya sangat pedas. Sejak awal bekerja di PT.Nagase Impor-Ekspor Indonesia Mr. Kojima juga tidak mengalami permasalahan terkait kebijakan perusahaan. Di samping budaya kerja dan SOP PT. Nagase sama dengan Nagase Group di Negara lainnya, para Ekspatriat staff lainnya juga turut andil membantunya untuk beradaptasi. Ia memiliki kesan pertama yang baik terhadap masing-masing staff yang mana sangat membantunya dalam proses adaptasi, meskipun ia masih belum bisa berkomunikasi dengan lancar dengan mereka. Sama halnya dengan Mr. Kojima, Naoki Mizutani (Trainee Sales) juga mendapat pengalaman yang sama saat pertama kali datang ke Jakarta dan mulai bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Berikut penuturannya. “I came to Indonesia on last September 2014, it’s already 6 month now. When the first time I arrived here, I think Indonesia is very good country. They are so many kind people, they welcome me,and the environment is very nice, it’s very warm, and I think traffic in Jakarta was not good. In term of food, I have to adapt with local food. But, Jakarta is very nice, there are many Japanese restaurant so I still can eat Japanese food. Regarding on social life, I have some friend in Nagase Indonesia that they can teach me about Indonesia. I’m still adapting right now. “When the first time I start worked in PT. Nagase, of course at first I don’t know any people in Nagase, but when I join Nagase, they welcome me like family, they are very kind and introduce me to several people and my jobdesc. I feeling comfort and can adapt well since the first time I join here.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
Berdasarkan penuturan di atas, menurut Mizutani-san Indonesia memiliki penduduk yang baik, ramah, serta alam yang indah. Cuacanya sedikit panas, dan lalu lintas juga tidak begitu bagus. Ia sempat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan makanan di Indonesia. Namun pada akhirnya masalah tersebut dapat teratasi setelah ia menemukan banyak restoran Jepang yang bagus di Jakarta. Sehubungan dengan kehidupan social, ia juga memiliki beberapa teman di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia yang selalu membantunya selama menjalani proses adaptasi. Saat pertama kali mulai bekerja di PT. Nagase ImporEkspor Indonesia, ia memiliki kesan yang positif dimana saat ia baru bergabung ia disambut layaknya keluarga, diperkenalkan dengan baik ke berbagai staff dan diberitahu mengenai deskripsi pekerjaannya. Ia merasa nyaman dan bisa beradaptasi dengan baik sejak pertama kali bergabung ke PT. Nagase ImporEkspor Indonesia. Terkait adaptasi dan aktivitas pekerjaan, sama dengan ekspatriat staff, para lokal staff di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia juga mengalami proses adaptasi tersendiri di masa awal bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Ibu Helmida Limbong, 39 tahun, yang merupakan salah satu local staff terlama yang bekerja dan mengabdikan diri di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Dikarenakan hal ini, manajemen tidak ragu lagi menunjuk beliau sebagai Kepala Administrasi yang bertanggung jawab dengan rekrutmen karyawan baru dan pengadaan fasilitas perusahaan. Sebagai staff yang sudah cukup lama bekerja di PT. Nagase, Mida mengetahui dengan detail hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan. Ia adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
orang utama yang akan dihubungi langsung oleh Presiden Direktur, Mr. Koichiro Kojima jika ada hal-hal yang menyangkut urusan karyawan. Ia sudah terbiasa mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan karyawan, baik lokal maupun ekspatriat staff. Terkait proses adaptasi sejak awal bekerja di PT. Nagase ImporEkspor Indonesia, berikut penuturannya. “Ketika pertama kali saya bergabung di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia pada tahun 2000, terus terang saya belum pernah berinteraksi langsung dengan warga Negara Jepang, dan pada awalnya saya agak merasa kaku karena pada awalnya saya merasa bahwa orang Jepang itu adalah orang yang strict dan kejam. Namun kenyataannya saat saya bekerja di sini saya menemukan bahwa orang Jepang adalah orang yang cukup menyenangkan dalam bekerja sama, ulet, rajin, dan bertamggung jawab terhadap semua detil dalam pekerjaan. Saya menganggap mereka adalah pribadi yang sangat professional dan disiplin. Berkaitan dengan keadaan ini, cara beradaptasi yang saya lakukan dengan para ekspatriat staff adalah dengan memulai komunikasi dengan baik, bertanya-tanya mengenai latar belakang masingmasing, hal-hal yang sederhana tentang mereka sehingga kita bisa mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk bergaul dengan para ekspatriat staff.”
Berdasarkan penjelasannya di atas, Mida yang sudah bekerja 15 tahun di PT. Nagase juga mengalami kekakuan dalam beradaptasi dikarenakan ini adalah pekerjaan pertamanya serta pertama kali juga baginya untu berinteraksi langsung dengan warga Negara Jepang. Pada awalnya ia memiliki kesan yang kurang bagus terhadap ekspatriat staff asal Jepang yang mana menurutnya merupakan pribadi yang strict dan kejam. Namun, pada kenyatannya semua persepsi yang ia mimliki berbeda jauh karena kenyataannya ekspatriat Jepang adalah contoh pribadi yang menyenangkan dalam bekerja sama, dan memiliki profesionalisme yang tinggi. Oleh sebab itu, dalam menjalani proses adaptasi, Mida membiasakan diri untuk memulai komunikasi dengan baik, diskusi mengenai hal-hal yang sederhana dengan para ekspatriat staff, baik tentang latar belakang diri serta sebagainya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
sehingga ia dapat mengetahui apa dan bagaimana cara untuk bergaul dan menghadapi para ekspatriat staff Jepang. Pengalaman tak jauh berbeda juga dialami local staff lainnya, Fanny Fricillia (30 tahun), salah seorang staff Customer Service di PT. Nagase ImporEkspor Indonesia. Berikut penuturannya. “Saat pertama kali bergabung dengan PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia pada Januari 2007, saya merasa cukup nyaman bekerja disini. Selama awal bekerja saya banyak dibantu oleh rekan kerja, baik local maupun eskpatriat staff banyak yang selalu mendukung saya dalam proses adaptasi. Meskipun terkadang terjadi perbedaan pandangan dan pendapat, terutama dengan para ekspatriat staff, pada akhirnya saya menyadari dan memaklumi hal tersebut. Dikarenakan perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang yang sangat jauh, sedikit banyaknya saya mencoba untuk belajar memahami budaya, watak, sifat dan karakter masing-masing dari ekspatriat staff dalam menghadapi berbagai proses pekerjaan.”
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, Fanny yang sudah bekerja di PT.Nagase Impor-Ekspor Indonesia sejak 8 tahun yang lalu itu pada awalnya sudah merasa nyaman saat pertama kali bekerja di Nagase. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari rekan kerja selama ia menjalani proses adaptasi. Meskipun kadangkala ada perbedaan pendapat dengan para ekspatriat staff Jepang, ia bisa menerima itu dengan baik dan mulai belajar untuk memahami budaya, watak, sifat dan karakter dari masing-masing ekspatriat staff. Bagi staff berpengalaman yang sudah lama mengabdi dan bekerja di perusahaan Jepang, mungkin saat ini proses adaptasi sudah tidak terlalu sulit apabila dibandingkan dengan awal-awal bekerja di masa lalu. Dibandingkan sekarang, kemajuan teknologi dan internet semakin membuka peluang terciptanya komunikasi global antar warga berbagai Negara yang mana semakin memudahkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga di PT. Nagase ImporEkspor saat ini dimana proses komunikasi yang cair telah terjalin dengan baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
antara sesama staff dan ekspatriat staff yang sudah saling bekerja dengan waktu yang lama dimana budaya perusahaan sudah terbentuk dan secara tidak langsung menjadi peraturan perusahaan. Menjadi pengecualian bagi staff baru yang benar-benar baru bergabung, baik fresh graduate, maupun staff berpengalaman yang belum memiliki pengalaman bekerja di perusahaan Jepang dimana mereka harus mulai beradaptasi dari nol terkait aktivitas kerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Seperti informan berikutnya, Aditya (23 tahun) yang baru lulus kuliah S1 tahun 2014 lalu dan baru pertama kali bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Berikut penuturannya. “Saya baru mulai bekerja terhitung sejak November 2014, belum genap 6 bulan di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia.Pertama-tama saya memiliki kesan yang cukup baik pada awal mula disini karena banyak rekan-rekan lokal dan ekspatriat staff yang cooperative pada karyawan baru seperti saya. Berhubung ini pekerjaan pertama saya, saya tidak bisa membandingkan Nagase dengan perusahaan lain.Namun, dari yang saya lihat, perusahaan Jepang seperti Nagase merupakan perusahaan yang sangat terstruktur. Mengenai proses adaptasi awal, saya berusaha untuk berkomunikasi secara intens dengan para ekspatriat staff, baik hal-hal yang serius mengenai pekerjaan maupun hal-hal yang umum sehingga sedikit-banyaknya saya jadi bisa memahami karakter masing-masing ekspatriat staff yang mana bisa mempermudah proses interaksi sehari-hari”
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, pada awal masa kerjanya Aditya memiliki kesan yang baik saat memulai pekerjaan karena rekan-rekan kerjanya baik lokal staff maupun ekspatriat staff banyak membantunya selama bekerja. Ia tidak bisa menjelaskan secara detil perbandingan Nagase dengan perusahaan lain karena ini adalah pekerjaan pertamanya. Namun dari yang ia lihat, perusahaan Jepang seperti Nagase sangat terstruktur, dimana mereka lebih mengutamakan proses daripada hasil. Dalam menjalani proses adaptasi, Ia berusaha melakukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
komunikasi yang intens dengan para ekspatriat staff, berdiskusi mengenai hal-hal yang serius hingga hal-hal yang sederhana sehingga lama-kelamaan ia jadi bisa memahami karakter masing-masing ekspatriat staff yang dapat membantunya dalam proses interaksi sehari-hari.
B. Hambatan dalam Proses Adaptasi Pertanyaan ini untuk mengetahui apa saja hambatan dan kesulitan yang dialami informan selama proses adaptasi di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Setiap orang yang menjalani aktivitas baru di tempat yang baru tentunya harus memiliki kompetensi serta kemampuan untuk beradaptasi dengan baik. Tanpa adanya kompetensi tersebut, akan sulit rasanya bagi seseorang tersebut untuk mulai menjalankan aktivitasnya. Begitu juga di dunia professional perusahaan yang berisikan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan daerah yang berbeda, kompetensi dan kemampuan untuk beradaptasi sudah menjadi pedoman inti dalam menjalankan aktivitas pekerjaan. Seperti dijelaskan para informan sebelumnya di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia, hal pokok utama yang dilakukan staff saat baru mulai bekerja adalah adaptasi, baik lokal staff maupun ekspatriat staff. Proses adaptasi ini dibutuhkan sebagai tahapan awal komunikasi untuk menjalin hubungan kerjasama yang erat antara satu staff dengan staff lainnya. Namun, tidak semua proses adaptasi tersebut berjalan dengan mulus dimana banyak aral dan rintangan yang dihadapi sehingga mengakibatkan terganggunya proses adaptasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
Berkaitan dengan hal ini, berikut penuturan Mr. Kojima menyoal kesulitan yang dialaminya dalam proses adaptasi di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. “When I started working in PT. Nagase I belived that I would have problem regarding on communication with English. Honestly, my English is very bad. Before, I only working in Japan and I don’t have any experience to work in overseas, so that my English was bad.Sometimes it’s also difficult for me to understand what local staff want to say to me, due they pronounce difficult for us to understand. And then, as I said before regarding on working style between Indonesian and Japanese, it much different. We as Japanese usually to do anything to with high speed, and try to finish everything quickly. Different situation with Indonesian, I see many local staff do anything slowly, and have bad time management. Sometimes the differences like this bother me very much.”
Menurut Kojima-san, masalah utama yang dihadapinya saat pertama kali bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia adalah terkait Bahasa, dimana ia tidak memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik. Kemudian, kadangkala ia sulit memahami maksud pembicaraan yang disampaikan oleh para lokal staff dimana gaya Bahasa dan komunikasi para lokal staff sulit dimengerti olehnya. Di samping itu, berkaitan dengan gaya kerja dari para lokal staff yang lambat, dan tidak memiliki manajemen waktu yang baik, kadangkala membuatnya merasa sangat terganggu. Hampir sama dengan penuturan Kojima-san, berikut kutipan penuturan Mizutani-san terkait hambatan dalam proses adaptasi. “As I said before, regarding on communication with local staff, I have language problem, because some of local staff have a little English and so do I. Honestly, many times I don’t understand what local staff said to me, due many time they speak very fast, so difficult for me to understand what they said. And another is about working style and time management of Indonesian was not good, lot different with our Japanese working style.”
Menurut Mizutani-san, dalam berkomunikasi dengan lokal staff ia memiliki kendala dalam Bahasa dimana beberapa lokal staff sama seperti dirinya juga tidak bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Ia juga seringkali tidak bisa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
memahami apa yang dibicarakan oleh lokal staff karena menurutnya lokal staff berbicara terlalu cepat sehingga ia jadi tidak mengerti dengan apa pembicaraan yang dimaksud. Selain itu, ia juga mengalami kendala terkait gaya kerja Orang Indonesia dan manajemen waktunya yang tidak bagus, berbeda dengan gaya kerja orang Jepang. Berkaitan dengan hambatan dalam proses adaptasi, para lokal staff juga mengalami hal yang sama. Jika ekspatriat staff mengalami kesulitan dalam Bahasa komunikasi dan gaya kerja, maka para lokal staff juga mengalami kesulitan dalam gaya Bahasa (penyampaian) dan pola pikir. Berikut penuturan dari Ibu Mida. “Menurut saya, kesulitan terbesar yang saya rasakan saat bertemu dengan orang asing yang berbeda dengan latar belakang budaya kita adalah mengenai pola pikir yang cenderung berbeda, dimana apa yang dipikirkan oleh kita sebagai lokal staff belum tentu sama dengan yang dipikirkan oleh para ekspatriat staff. Hal ini cenderung membuat saya susah untuk menyampaikan maksud dan pikiran dalam diri saya karena bisa saja penerimaan yang mereka tangkap berbeda dengan maksud yang saya sampaikan.”
Sehubungan dengan proses adaptasi, berdasarkan penuturan di atas Ibu Mida mengalami kesulitan terkait perbedaan pola pikir dan pendapat dengan para ekspatriat staff Jepang. Perbedaan pola pikir ini kadangkal menyebabkan ia jadi susah untuk berkomunikasi menyampaikan pemikirannya. Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Ibu Fanny, terkait kesulitan proses adaptasi yang dialaminya sebagai berikut. “Menurut saya, kesulitan yang saya alami dalam menjalin hubungan dan beradaptasi dengan para ekspatriat staff adalah terkait pola pemikiran dimana ekspatriat Jepang sangat mendetail, berbeda dengan kita orang Indonesia yang langsung to the point ke inti sasaran. Hal ini terkadang menyulitkan saya pada saat berkomunikasi menyampaikan ide dan pendapat saya karena seringkali apa yang saya sampaikan bertolak belakang dan berbeda maksud dengan pendapat mereka.”
Berdasarkan penuturan di atas, Ibu Fanny mengalami kesulitan dalam memahami pola pikir orang Jepang dimana mereka berpikir secara mendetail,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
berbeda dengan kebanyakan lokal staff yang langsung ke inti sasaran. Perbedaan ini terkadang membuat ia kesulitan berkomunikasi menyampaikan pendapat karena seringkali apa yang ia sampaikan berbeda dengan pendapat para ekspatriat staff. Sebagai karyawan baru, Aditya tentunya belum memiliki pengalaman adaptasi sebanyak yang dialami oleh Ibu Fanny dan Ibu Mida di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Meskipun demikian, dalam rentang waktu enam bulan bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia, ia juga sudah mengalami kesulitan dalam beradaptasi seperti yang ia tuturkan sebagai berikut. “Sebagai warga Negara yang memiliki kultur budaya yang berbeda dengan para ekspatriat staff, tentunya ada culture gap antara saya dengan mereka. Hal ini cukup menyusahkan saya dalam berkomunikasi dengan para ekspatriat staff karena kadang-kadang apa yang saya ucapkan dan komunikasikan dengan mereka belum tentu mereka mengerti dengan baik. Sehingga seringkali terjadi mis-komunikasi antara saya dengan para ekspatriat staff. Hal ini harusnya tidak terjadi jika saya bisa beradaptasi memahami perbedaan budaya antara saya dengan para ekspatriat staff”
Menurut Aditya, karena perbedaan latar belakang budaya, sering terjadi mis-komunikasi dengan para ekspatriat staff. Hal ini diakuinya seharusnya tidak terjadi jika seandainya dia memiliki pemahaman adaptasi antarbudaya terhadap para ekspatriat staff.
C. Tips Mengatasi Hambatan dalam Proses Adaptasi Pertanyaan ini berkaitan dengan solusi dan cara yang dilakukan oleh masing-masing informan untuk mengatasi hambatan dalam proses adaptasi. Sesuai keterangan dari masing-masing informan di atas, masing-masing informan mengalami berbagai hambatan yang beragam dalam menjalani proses adaptasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
awal bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Hambatan yang dialami oleh para informan merupakan hambatan yang umum dialami oleh setiap orang yang baru mulai beradaptasi berada di tempat yang baru. Pada awalnya hambatanhambatan tersebut membuat kesulitan tersendiri
bagi para informan dalam
menjalankan aktivitas pekerjaannya. Namun seiring berjalannya waktu, masingmasing informan memiliki tips tersendiri dalam mengatasi kesulitan tersebut. Berikut penuturan dari Kojima-san terkait upaya yang dilakukannya dalam mengatasi hambatan dalam proses adaptasi di PT. Nagase Impor-ekspor Indonesia. “I have problem to speak with English. At first it was difficult for me to start learn English from basic. But, because I will assign as the new Presiden Director of PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia, I have to do public speaking many time, so I have to improve my English level. So that, I take intensive English course before go to Indonesia and it still continue after I arrived in Jakarta. Beside that, I also trying to communicate with Bahasa Indonesia so it was help me to talking with each local staff. And then regarding job activity, we as Japanese staff have different working style with local staff. At first it bother me very much. But, I try to understand and accept each local staff working style. So that I directly control and manage job activity of each staff. I take care on them if they have problem regarding job activity. At least if job progress was good, still on the track, not delay, and can achieve our company standard, even each staff have different working style, I gentlely can accept and appreciate it very much.”
Dikarenakan posisinya sebagai Presiden Direktur PT. Nagase ImporEkspor Indonesia yang akan membawahi berbagai staff lokal dan ekspatriat, dan tentunya juga akan banyak melakukan public speaking,
Kojima-san sengaja
mengambil kursus Bahasa Inggris intensif untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya. Di samping itu agar bisa berkomunikasi dengan para lokal staff, ia juga berusaha belajar dan bercakap-cakap menggunakan Bahasa Indonesia. Terkait aktivitas pekerjaan, ia berusaha untuk memaklumi perbedaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
gaya kerja antara ekspatriat staff dan lokal staff. Ia terjun langsung untuk memantau dan mengontrol kinerja para staff. Selama prosesnya bagus, tetap di jalur yang benar, tidak telat, dan bisa mencapai standar minimal perusahaan meskipun tiap staff memiliki gaya kerja yang berbeda, ia akan secara jantan mengapresiasi hal tersebut. Semua itu dilakukannya semata-mata untuk mempermudah proses adaptasi di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia dan tentunya untuk mempererat hubungannya dengan para lokal staff. Sehubungan dengan hambatan dalam proses adaptasi, berikut penuturan Mizutani-san terkait tips dan solusi yang dilakukannya
dalam mengatasi
hambatan proses adaptasi. “Regarding on communication proceed between me and local staff, I many time intensively discuss with some local staff to share with me how to adapt, and how to do something following Indonesian culture. They teach me very well, so I can adapt it very well. Regarding on different working style between Japanese staff and local staff, usually I share with my fellow Japanese staff, they give me solution how to deal with local staff. In other side sometimes I also do close discussion with local staff to share anything related job activity and also socialize with them to get best solution for us.”
Menurut Mizutani-san, berkaitan dengan proses komunikasi, ia seringkali diskusi secara intensif dengan para lokal staff mengenai bagaimana proses adaptasi dan bagaimana melakukan sesuatu yang baik sesuai dengan budaya Indonesia. Ia pun bisa belajar dan beradaptasi dengan baik mengenai hal tersebut. Sehubungan dengan gaya kerja yang berbeda, Mizutani-san seringkali bertanya ke ekspatriat Jepang yang lebih senior untuk mengetahui bagaimana caranya agar bisa sepaham dengan para lokal staff. Di samping itu, Mizutani-san juga melakukan diskusi dengan para lokal staff terkait aktivitas pekerjaan dan bagaimana mensosialisasikannya untuk mendapat solusi terbaik bagi mereka semua.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
Sehubungan dengan proses adaptasi yang dijalani, para informan ekspatriat staff di atas berusaha malakukan berbagai cara proses komunikasi dengan para lokal staff. Para lokal staff sendiri juga menempuh jalan yang tidak jauh berbeda dengan para ekspatriat staff, seperti yang dituturkan oleh Ibu Mida berikut. “Sehubungan dengan komunikasi yang menjadi penghambat saya dalam proses adaptasi dengan para ekspatriat staff, saya berusaha untuk mengenal dan memahami karakter para ekspatriat staff secara mendalam. Setiap ekspatriat staff memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga dengan memahami karakter dari masing-masingnya, kita bisa menentukan bagaimana kita bersikap, bagaimana kita berbicara, dan topic yang bagaimanakah yang akan kita bicarakan. Sewaktu saya memutuskan bergabung dengan perusahaan Jepang seperti Nagase, saya berusaha mencari tahu bagaimana kebiasaan orang Jepang. Saya mengetahui bahwa orang Jepang itu suka on-time, suka melakukan segala sesuatu dengan cepat, sangat mendetail, dan process oriented, berbeda dengan budaya barat atau budaya Indonesia yang result oriented. Dengan mengetahui hal demikian saya jadi belajar untuk beradaptasi dengan budaya Jepang tempat saya bekerja ini sehingga saya bisa menentukan bagaimana cara saya bersikap, berbicara, dan mengutarakan hasil pemikiran.”
Menurut Ibu Mida, dalam mengatasi hambatan proses adaptasi dengan para ekspatriat staff, ia berusaha untuk memahami karakter masing-masing dari ekspatriat staff. Sebelum masuk dan bekerja di Nagase, ia berusaha mencari tahu mengenai kebiasaan-kebiasaan positif dari orang Jepang yang mana kebanyakan berbeda dengan budaya barat atau budaya Indonesia sekalipun sehingga dengan demikian ia bisa menentukan bagaimana cara bersikap dan berbicara menyampaikan pemikiran dengan baik dan benar. Tak jauh berbeda dengan keterangan Ibu Mida, berikut jawaban Ibu Fanny mengenai tips dalam mengatasi hambatan proses adaptasi. “Terkait hambatan dalam proses adaptasi, pada awalnya saya mencoba mengabaikannya dengan lebih memfokuskan diri pada pekerjaan saya. Namun seiring berjalannya waktu, dengan semakin sering dan intense-nya saya berinteraksi dengan para ekspatriat staff, saya jadi bisa memahami karakter dan pola pikir mereka. Hal tersebut tentunya sangat saya butuhkan karena itu sangat membantu saya dalam menentukan sikap yang tepat, serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
89
menyampaikan pendapat dan pemikiran dengan benar kepada para ekspatriat staff tanpa takut terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi.”
Berdasarkan keterangan dari Ibu Fanny di atas, dikarenakan seringnya berinteraksi dengan para ekspatriat staff, ia jadi mengerti pola pikir dari masingmasing ekspatriat staff. Hal ini secara tak langsung disadarinya sebagai bekal positif untuk bisa beradaptasi dalam menjalankan aktivitas dengan para ekspatriat staff di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Sehubungan dengan tips mengatasi hambatan proses adaptasi, berikut penuturan dari Aditya. “Sehubungan dengan kesulitan komunikasi dengan para ekspatriat staff, menurut saya seharusnya kita bisa lebih memahami dengan baik pola pikir dari para ekspatriat staff. Di samping itu kita juga harus memperhatikan gaya bicara, dan Bahasa yang kita gunakan. Dalam menyampaikan sesuatu kepada ekspatriat staff, sebaiknya kita menggunakan Bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti dengan penjabaran yang mendetail. Menurut saya, di negaranya di Jepang sana, para ekspatriat staff sudah terbiasa dengan gaya Bahasa yang jelas dan mendetail sehingga kita juga harus mengikuti pendekatan yang sama agar bisa memiliki pemahaman yang sama dengan para ekspatriat staff.”
Menurut Aditya, untuk mengatasi kesulitan komunikasi dan beradaptasi dengan para ekspatriat staff, para lokal staff harus bisa mengerti pola pikir dari para ekspatriat staff. Di samping itu, dalam berbicara para lokal staff sebaiknya menyampaikannya dengan Bahasa yang sederhana, jelas, dan mendetail sehingga bisa memudahkan proses komunikasi serta memiliki pemahaman yang sama dengan para ekspatriat staff.
D. Pentingnya Kemampuan Adaptasi serta Faktor Pendukungnya. Pertanyaan ini berkaitan dengan peranan kemampuan adaptasi bagi masing-masing informan dan apa saja faktor yang mendukung kemampuan adaptasi mereka tersebut. Tak bisa dipungkiri kemampuan adaptasi memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
90
peran yang vital bagi para informan dalam menjalankan pekerjaan. Hal ini dapat tercermin pada pernyataan para informan di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan adaptasi memiliki peranan yang sangat penting bagi para informan dalam aktivitasnya menjalankan pekerjaan di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Dengan kemampuan adaptasi yang baik, mereka bisa menjalani aktivitas kerja yang baik. Meskipun ada beberapa halangan yang dihadapi, namun persoalan itu bisa dicarikan solusi sehingga tidka mengganggu proses adaptasi yang sedang berjalan. Berikut pernyataan Kojima-san terkait betapa pentingnya kemampuan adaptasi baginya dalam menjalani pekerjaan di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. “In my opinion, adaptation is the most important thing for every people before start to do something. Adaptation ability is the key factor for the people when they do their activity. If the adaptation process running smooth, I believe every people can do anything. Otherwise, he wouldn’t do his job with good performance. For us as the Japanese people, adaptation proceed is our nature culture for doing business. We have a lot business with anyone, so we should have good adaptation ability. In my opinion key factor of adaptation ability is communication skill include language. If you can speak well and have a good ability in communication, of course you can adapt well. And then you should have good personality in order to make good relationship with each people.Person which have pleasant personality will be easier to make good relationship with another people.”
Berdasarkan keterangan dari Kojima-san, adaptasi adalah hal yang terpenting bagi setiap orang sebelum memulai melakukan sesuatu. Kemampuan adaptasi adalah factor kunci bagi sesorang untuk sukses melakukan sesuatu. Baginya sebagai orang Jepang, adaptasi merupakan budaya tersendiri dalam menjalankan bisnis. Menurutnya factor utama kemampuan adaptasi adalah kemampuan komunikasi termasuk Bahasa
dimana jika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seseorang bisa
91
berkomunikasi dengan Bahasa yang baik, orang tersebut akan bisa beradaptasi dengan baik. Kemudian seseorang harus memilki kepribadian yang baik serta menyenangkan agar bisa membina hubungan baik dengan orang lain dimana hal itu sangat penting dalam proses adaptasi. Senada dengan Kojima-san, berikut pernyataan dari Mizutani-san terkait peranan kemampuan adaptasi. “I think adaptation ability is very important attribute since it’s needed to adapt with new environment and it’s very important to socialize especially in foreign country like Indonesia. I think the key factor is language at first, then the social skill for make better relationship. In my case I many times tell a jokes to local staff even it not so fun, I also play futsal with them every Wednesday night, and sometimes I take a lunch together with them. I think it was important to bulid good relationship with each local staff”
Berdasarkan keterangan dari Mizutani-san, baginya kemampuan adaptasi adalah komponen terpenting dalam menjalani kehidupan baru di tempat asing seperti Indonesia. Menurutnya factor utama dari proses adaptasi adalah Bahasa, dan kemampuan sosialisasi. Contohnya, ia seringkali melemparkan candaan, main futsal, dan makan siang bersama dengan para lokal staff yang mana menurutnya sangat penting untuk menjalin hubungan yang erat dengan para lokal staff. Bagi para ekspatriat staff yang datang ke Negara asing seperti Indonesia tentunya kemampuan adaptasi memiliki peranan yang vital. Meskipun demikian, para lokal staff yang bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia juga memiliki pandangan yang sama betapa vitalnya peranan dari kemampuan adaptasi. Berikut penuturan Mida mengenai pandangannya soal kemampuan adaptasi. “Menurut saya, kemampuan beradaptasi dalam lingkungan sosial itu sangat penting, khususnya bagi para pemula di perusahaan seperti Nagase yang mana ia bisa belajar melihat seniornya bagaimana cara beradaptasi, berkomunikasi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
92
dan berinteraksi dengan baik. Dan kebetulan saya dalam dua tahun belakang sudah merekrut empat staff baru dimana saya selalu menjadikan kemapuan adaptasi sebagai indicator utama dalam merekrut para karyawan baru tersebut. Untuk factor pendukung kmampuan adaptasi sendiri, menurut saya adalah bagaimana untuk bisa saling menerima dan memahami kekurangan masingmasing dimana itu merupakan salah satu komponen untuk beradaptasi. Kedua, yaitu komunikasi verbal yang baik antara masing-masing staff. Ketiga yang paling penting adalah factor Bahasa dimana lokal staff dan ekspatriat staff memiliki latar belakang budaya yang berbeda sehingga dibutuhkan Bahasa sebagai media komunikasi yang baik antara lokal staff dengan ekspatriat staff.”
Berdasarkan penuturan Ibu Mida di atas, ia berpendapat bahwa kemampuan adaptasi sangat penting dalam lingkungan sosial dan organisasi. Bahkan, ia juga menjadikan kemampuan adaptasi sebagai indicator utama dalam merekrut calon karyawan baru. Sehubungan dengan factor pendukung, ia menyatakan ada tiga factor yang menunjang kemampuan adaptasi yaitu kemampuan untuk saling menerima dan memahami kekurangan nasing-masing, kemampuan komunikasi verbal yang baik, dan tentunya Bahasa sebagai media komunikasi antara lokal staff dan ekspatriat staff. Hampir sama dengan jawaban dari Ibu Mida, berikut jawaban Ibu Fanny menyoal pentingnya kemampuan adaptasi. “Menurut saya kemampuan adaptasi di suatu lingkungan yang baru adalah hal yang baik karena kita dapat menghindari pkonfrontasi dan perselisihan. Faktor yang mendukung kemampuan adaptasi menurut saya adalah pola pikir setiap individu yang bisa menerima perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, serta kemampuan untuk menjalin hubungan relationship yang baik dengan staff lainnya dimana kita memeiliki hubungan seperti simbiosis mutualisme yang saling melengkapi dan mendukung satu sama lainnya.”
Berdasarkan keterangan dari Ibu Fanny, menurutnya kemampuan adaptasi sangat dibutuhkan dalam suatu lingkungan agar bisa terhindar dari perselisihan. Adapun factor pendukungnya adalah dengan adanya rasa toleransi yang bisa saling menerima perbedaan dari masing-masing individu serta kemampuan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
93
menjalin hubungan relasi yang baik yang saling mendukung dan melengkapi antara masing- masing staff. Terakhir, berikut pendapat Aditya mengenai pentingnya peranan kemampuan adaptasi. “Menurut saya, kemampuan adaptasi itu penting sekali, terutama bila bekerja di perusahaan asing yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya lokal. Karena jika bisa beradaptasi dengan baik, kita jadi bisa beradaptasi dengan budaya perusahaan sehingga bisa bekerja dengan lebih optimal. Faktor pendukung kemampuan adaptasi menurut saya adalah kita harus mau berubah untuk memahami perbedaan budaya yang ada. Di samping itu kita juga harus memiliki kemampuan komunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris yang baik. Kita orang Indonesia sama dengan orang Jepang yang asing dengan Bahasa Inggris, jadi kita harus berusaha berkomunikasi dengan Bahasa yang baik dan mudah dimengerti agar bisa memudahkan proses komunikasi dan adaptasi.”
Berdasarkan penjelasan Aditya di atas, menurutnya kemampuan adaptasi sangat penting, terutama bila bekerja di perusahaan asing yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya lokal. Adapun faktor pendukung adaptasi menurutnya adalah, pemahaman atas perbedaan kebudayaan, serta kemampuan Bahasa Inggris yang baik untuk mempermudah proses komunikasi dan adaptasi dengan para ekspatriat staff.
4.3
Pembahasan Pada subbab ini peneliti akan melakukan pembahasan mengenai hasil
penelitian berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari para narasumber. Pembahasan ini dilakukan dengan mengaitkan informasi dari narasumber dengan teori-teori yang relevan berkaitan dengan tema penelitian Kemampuan Adaptasi Antarbudaya Antara Ekspatriat Staff dan Lokal Staff di PT Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Berikut pembahasannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
94
A. Adaptasi Awal. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, terdapat berbagai macam fenomena yang dialami oleh para informan. Fenomena yang dialami oleh para informan tersebut hampir secara keseluruhan berbeda dengan persepsi yang dimiliki sebelumnya. Detailnya sebagai berikut. Tabel 1. No.
1
2
3
4
Proses Adaptasi Awal
Informan
Proses Adaptasi Awal 1. kurang nyaman dengan kemacetan di Jakarta 2. tidak terbiasa memakan makanan Indonesia yang menurutnya pedas 3. tidak ada permasalahan berarti dalam menjalankan Koichiro Kojima operasional perusahaan 4. bantuan dari ekspatriat staff lain memudahkannya dalam melakukan pekerjaan 5. lokal staff juga banyak membantunya dalam beradaptasi 1. kurang nyaman dengan cuaca Jakarta yang panas, serta lalu lintas yang macet 2. susah untuk mencari makanan karena kebanyakan makanan Indonesia pedas Naoki Mizutani 3. ekspatriat staff lain banyak membantu proses adaptasi 4. disambut dengan baik dan diperlakukan seperti keluarga oleh para lokal staff 1. Sudah 15 tahun bekerja di PT. Nagase dan ini merupakan pekerjaan pertama serta pengalaman pertama berinteraksi dengan orang Jepang 2. Persepsi awal menganggap orang Jepang memiliki Helmida Limbong sifat yang kaku dan kejam 3. Namun, kenyatannya ia menemukan bahwa orang Jepang memiliki pribadi yang menyenangnkan, bertanggung jawab, serta professional 1. Kesan pertama merasa nyaman bekerja di PT. Nagase 2. Banyak rekan kerja yang mendukung proses adaptasi Fanny Pricillia 3. Meskipun seringkali ada perbedaan pendapat , itu tidak menghalangi proses interaksi dengan para ekspatriat staff
http://digilib.mercubuana.ac.id/
95
5
Aditya
1. Awal bekerja memiliki kesan yang baik karena banyak dibantu oleh ekspatriat staff dan lokal staff 2. Memiliki penilaian bahwa PT. Nagase adalah perusahaan yang baik dan terstruktur 3. Mencoba menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan para ekspatriat staff dalam menjalani proses adaptasi
Berdasarkan tabel di atas, masing-masing informan memiliki pendapat yang hampir sama terkait proses adaptasi. Para informan menceritakan bagaimana persepsi awal sebelum mulai bekerja, hingga bagaimana proses adaptasi serta penilaian masing-masing terhadap perusahaan. Khususnya bagi para ekspatriat staff Jepang, sebelum beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan, mereka harus bisa beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan dan kehidupan di Jakarta. Berdasarkan keterangan dari dua informan ekspatriat staff di atas (Kojima-san dan Mizutani-san), dapat disimpulkan bahwa mereka mengalami culture shock (gegar budaya). Menurut Ward,Bochne, Furnham; dan Wan, cuture shock merupakan reaksi psikologi yang dialami oleh individu ketika berada dalam budaya yang berbeda dengan latar belakang budaya miliknya.2 Informan mengalami ketidaknyamanan karena menemukan realita budaya yang berbeda jauh dengan budaya yang dipahaminya, sehingga menimbulkan efek psikologis temporer. Pada awalnya informan merasa kaget dengan perbedaan budaya yang dihadapi, namun seiring berjalannya waktu, kekagetan itu bisa teratasi dengan baik. Berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, sesuai dengan tabel di atas masingmasing informan sepakat menyatakan bahwa mereka bisa menjalani proses 2
Joseph A. Devito. The Interpersonal Communication Book. Boston: Pearson. 2007. Hal. 51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
96
adaptasi dengan baik di masa awal bekerja di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Baik ekspatriat staff maupun lokal staff sebelumnya beranggapan kalau mereka akan mengalami kesulitan beradaptasi di masa awal mulai bekerja di PT. Nagase.
Namun
kenyataannya
semuanya
berjalan
dengan
mudah
dan
menimbulkan kesan yang baik bagi masing-masing informan.
B. Hambatan Proses Adaptasi Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, peneliti menemukan fakta bahwa informan memiliki beberapa kesulitan dalam menjalani proses adaptasi di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Kesulitan dan hambatan yang dialami tidak hany karena factor internal dari informan, juga berasal dari factor eksternal yang terjadi di lingkungan kerja PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia. Adapun detail pembahasannya sebagai berikut. Tabel 2.
\No.
1
Informan
Hambatan Proses Adaptasi Hambatan Proses Adaptasi
Koichiro Kojima
1. terkendala bahasa, karena ia tidak memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik 2. sulit memahami maksud pembicaraan para lokal staff karena gaya komunikasi lokal staff jauh berbeda dengan para ekspatriat staff 3. susah mengikuti ritme kerja lokal staff karena para lokal staff melakukan aktivitas pekerjaan dengan lambat (tidak segesit orang jepang), serta tidak memiliki manajemen waktu yang baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
97
2
3
4
5
1. faktor bahasa, dimana ia dan beberapa orang lokal staff sama-sama memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang kurang baik 2. sulit untuk mengerti apa yang dibicarakan oleh lokal staff karena para lokal staff berbicara dengan cepat Naoki Mizutani sehingga ia jadi susah untuk menafsirkan maksud pembicaraan 3. gaya kerja orang Indonesia yang jauh berbeda dengan orang Jepang, serta buruknya manajemen waktu dari para lokal staff yang menghambat aktivitas kerja 1. Adanya perbedaan pendapat dan pola pemikiran dengan para ekspatriat staff yang seringkali membuat keadaan menjadi menyebalkan Helmida Limbong 2. Bagi orang Jepang, proses dalam bekerja adalah yang utama. Japanese style lebih mementingkan proses daripada hasil. Berbeda dengan Western style yang lebih mengutamakan pencapaian hasil. Fanny Pricillia
1. Kesulitan memahami pola pikir orang Jepang 2. Perbedaan pola pikir menyebabkan kesulitan mengutarakan pendapat
Aditya
1. Seringkali terjadi miss-komunikasi dan kesalahpahaman dengan para ekspatriat staff 2. Orang Jepang lebih process oriented, hasil bukanlah tujuan utama, pembelajaran yang didapat selama menjalani proses bekerja lebih diutamakan
Merujuk pernyataan dari para ekspatriat staff di atas (Kojima-san dan Mizutani-san), secara garis besar ada tiga kendala utama yang dihadapi selama proses adaptasi, yaitu Bahasa (internal) serta gaya kerja dan pola komunikasi (eksternal). Sedangkan menurut para local staff (Helmida, Fanny, dan Aditya), Bahasa tidak menjadi kendala utama, yang menjadi kendala adalah perbedaan pola
pikir
dan
gaya
kerja
yang
seringkali
menyebabkan
terjadinya
kesalahpahaman (eksternal). Permasalahan utama yang yang dihadapi oleh para informan yaitu terkait Bahasa, kehidupan sosial, pemahaman serta budaya yang jauh berbeda. Latar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
98
belakang Negara yang berbeda menyebabkan para informan yang berbeda kebangsaan ini menggunakan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi dengan staff lainnya. Namun tidak semuanya berjalan dengan mulus dikarenakan ketidakfasihan sejumlah individu dalam menggunakan Bahasa Inggris tersebut. Berkaitan dengan hal ini, dapat kita simpulkan bahwa antara ekspatriat staff dan lokal staff dibutuhkan kemampuan adaptasi yang baik untuk bisa bekerja sama sebagai tim dalam rangka menjalankan aktivitas kerja perusahaan. Dua kelompok individu ini berasal dari latar belakang budaya dan Negara yang berbeda (Jepang dan Indonesia). Oleh karena itu latar belakang budaya yang berbeda itu sedikit banyaknya mempengaruhi gaya dan persepsi seseorang dalam melakukan pekerjaan. Bagi orang Jepang, kecepatan dan disiplin yang tinggi harus diterapkan dalam setiap melakukan pekerjaan agar bisa meraih hasil yang sempurna. Bagi mereka proses adalah hal yang paling utama. Hasil bisa jadi pertimbangan belakangan namun proses adalah indikator utama untuk menilai kemampuan dan keberhasilan seseorang. Dengan proses yang salah dan telah dilewati sebelumnya, seseorang bisa belajar dari kesalahan dan kegagalan tersebut agar hal itu tidak terulang lagi di masa depan. Berbeda dengan orang Indonesia dan mungkin kebanyakan bangsa di dunia ini, dimana lebih mengedepankan hasil dibandingkan proses. Terserah bagaimana proses yang ingin dilakukan, baik dengan gesit atau lamban sekalipun terserah, selama bisa meraih hasil yang bagus dan maksimal. Cara-cara seperti ini juga tidak sepenuhnya salah, meskipun kebanyakan orang Indonesia juga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
99
menghargai sebuah proses, namun pola pikir kita sebagai orang Indonesia tentunya akan setuju dengan ungkapan, “apalah artinya sebuah proses jika hasilnya berujung dengan kegagalan”. Oleh karena itu, baik ekspatriat staff Jepang maupun lokal staff harus bisa saling mengerti dan memahami latar belakang budaya masing-masing. Bagi ekspatriat staff, karena mereka bekerja di Indonesia, mereka harus bisa memahami budaya, pola komunikasi, serta metode kerja di Indonesia yang bisa diaplikasikan sebagai budaya kerja perusahaan yang berasal dari Jepang. Begitu juga sebaliknya untuk para lokal staff yang bekerja di bawah manajemen perusahaan Jepang harus bisa menempatkan diri dan melakukan aktivitas kerja sesuai dengan standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga kesalahpahaman dan miss-komunikasi yang berujung konflik tidak lagi terjadi di masa mendatang.
C. Tips Mengatasi Hambatan Proses Adaptasi Merujuk hasil wawancara peneliti dengan para informan, peneliti menemukan masing-masing informan mempunyai cara-cara dan kiat-kiat tersendiri untuk mengatasi kendala dan hambatan yang ditemui dalam proses adaptasi. Adapun cara-cara yang ditempuh juga beragam, ada yang berusaha menyelesaikan dengan caranya sendiri, ada pula yang menyelesaikan secara diskusi dengan pihak-pihak terkait. Pembahasan lebih mendetail dapat dilihat pada tabel berikut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
100
Tabel 3. No.
1
2
3
4
5
Tips Mengatasi Hambatan Proses Adaptasi
Informan
Tips Mengatasi Hambatan Proses Adaptasi 1.Mengambil kursus Bahasa Inggris intensif untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris 2. Belajar berkomunikasi menggunakan Bahasa Koichiro Kojima Indonesia 3. Berusaha menerima perbedaan gaya kerja yang mencolok antara lokal staff dengan ekspatriat staff 1. belajar memahami budaya Indonesia 2. berdiskusi dengan para ekspatriat staff lain untuk mengetahui bagaimana caranya menghadapi perbedaan Naoki Mizutani gaya kerja antara ekspatriat staff dan lokal staff 3. melakukan diskusi dengan para lokal staff untuk mensosialisasikan permasalahan serta mencari solusi terbaik 1. memahami karakter masing-masing dari ekspatriat staff Helmida Limbong 2. berusaha mencari tahu kebiasaan orang Jepang pada umumnya sehingga bisa menentukan bagaimana bersikap sikap dan berbicara yang baik dan benar 1. belajar memahami pola pikir orang Jepang Fanny Pricillia 2. fokus pada pekerjaan dan meminimalisir kesalahan 1. berusaha mengerti pola pikir para ekspatriat staff 2. berbicara menggunakan bahasa yang sederhana, jelas Aditya serta mendetail agar bisa memiliki pemahaman yang sama dengan para ekspatriat staff Berdasarkan keterangan di atas, dapat ditemukan bahwa baik ekspatriat
staff maupun local staff mempunyai cara pendekatan tersendiri untuk mengatasi kendala yang dihadapi selama proses adaptasi. Dari sisi ekspatriat staff (Kojimasan dan Mizutani-san), mereka berusaha untuk melatih kemampuan Bahasa Inggris agar bisa berkomunikasi dengan baik. Di samping itu, terkait perbedaan gaya dalam bekerja, mereka berusaha untuk menerima perbedaan itu selama masih dalam tahap normal dan melakukan diskusi jika ada permasalahan yang harus dibahas agar suasana dan lingkungan kerja tetap berjalan secara kondusif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
101
Para lokal staff memiliki cara pendekatan sendiri dalam memahami pola pikir dari para ekspatriat staff Jepang. Pemahaman ini bisa didapat dengan cara belajar mengetahui kebiasaan dari orang Jepang, berinteraksi secara langsung, dan melakukan komunikasi yang intens sehingga masing-masing pihak bisa beradaptasi dengan baik. Di samping itu, terkait aktivitas komunikasi, sesuai penjelasan dari Aditya para local staff juga harus berusaha menyesuaikan diri untuk berkomunikasi sesuai dengan pemahaman orang Jepang dimana menggunakan Bahasa komunikasi yang sederhana, jelas, dan mudah dimengerti. Masing-masing pihak meyakini jika pendekatan-pendekatan ini dijalankan dengan baik dan sistematis, maka culture gap antara ekspatriat staff dan local staff tidak akan terjadi. D. Kemampuan Adaptasi dan Faktor Pendukung. Berdasarkan hasil wawancara dengan peneliti, para informan semuanya satu suara menyetujui bahwa kemampuan adaptasi memiliki peranan penting dalam menjalankan aktivitas pekerjaan, terutama di PT. Nagase Impor-Ekspor Indonesia yang berisikan ekspatriat staff dan lokal staff. adapun detail pembahasannya sebagai berikut. Tabel 4.
Kemampuan Adaptasi dan Faktor Pendukung
No.
Informan
1
Koichiro Kojima
Kemampuan Adaptasi dan Faktor Pendukung 1.Kemampuan adaptasi merupakan faktor kunci bagi setiap orang sebelum memulai melakukan aktivitasnya 2. Bagi orang Jepang, kemampuan adaptasi sudah menjadi budaya tersendiri 3. Faktor utama kemampuan adaptasi adalah kemampuan berkomunikasi yang baik, termasuk penggunaan bahasa yang baik dan benar 4. Kepribadian yang baik dan menyenangkan diperlukan dalam membina proses adaptasi yang baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
102
2
3
4
5
1. kemampuan adaptasi adalah komponen utama dalam menjalani kehidupan baru di tempat asing seperti Indonesia 2. faktor utama dari kemampuan adaptasi adalah bahasa Naoki Mizutani dan sosialisasi 3. contoh aktivitas yang dilakukan: makan siang bersama, main futsal, serta melempar candaan kepada para lokal staff 1. kemampuan adaptasi sangat penting dalam kehidupan sosial dan organisasi 2. kemampuan adaptasi dijadikan indikator utama untuk merekrut calon karyawan baru Helmida Limbong 3. tiga faktor yang menunjang kemampuan adaptasi: saling menerima dan memahami kekurangan masingmasing, komunikasi verbal yang baik, serta Bahasa sebagai media komunikasi dengan ekspatriat staff 1. kemampuan adaptasi sangat dibutuhkan dalam suatu lingkungan agar bisa terhindar dari perselisihan 2. faktor pendukung: adanya rasa toleransi yang bisa Fanny Pricillia menerima perbedaan masing-masing individu serta kemampuan untuk menjalin hubungan relasi yang baik, saling mendukung dan melengkapi antara masingmasing staff 1. kemampuan adaptasi sangat penting, terutama bila bekerja di perusahaan asing yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya lokal Aditya 2.faktor pendukung adaptasi: pemahaman atas perbedaan kebudayaan, serta kemampuan Bahasa Inggris yang baik untuk mempermudah proses komunikasi dan adaptasi dengan para ekspatriat staff
Berdasarkan pernyataan para informan di atas, dapat dilihat bahwa mereka meyakini betapa pentingnya peranan kemampuan adaptasi seseorang dalam melakukan aktivitas apapun terutama hal-hal terkait pekerjaan dan bisnis. Dengan kemampuan adaptasi yang baik, setiap orang akan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika kemampuan adaptasinya tidak bagus, maka ia tentunya akan kesulitan dalam melakukan pekerjaannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
103
Para
informan sepakat
menyatakan
bahwa
kemampuan adaptasi
merupakan komponen yang paling utama yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam melakukan berbagai aktivitas. Kemampuan adaptasi berperan penting karena hal ini terkait dengan progress kerja yang dijalani dimana ini bisa menjadi indicator apakah kita bisa dan mampu menjalankan pekerjaan dengan baik. Apabila seseorang tidak mampu beradaptasi dengan baik, maka ia cenderung akan merasa tidak nyaman dan akan sering melakukan kesalahan dimana bisa berdampak buruk terhadap aktivitas kerja. Adapun factor utama penunjang kemampuan adaptasi, para ekspatriat staff (Kojima-san dan Mizutani-san) berpendapat bahwa Bahasa merupakan hal yang paling utama. Dalam hal ini, Bahasa Inggris sebagai media komunikasi antara ekspatriat staff dan lokal staff harus bisa dipahami dengan baik. Di samping itu, kemampuan bersosialisasi juga merupakan komponen utama dalam menjalin proses adaptasi yang baik. Kepribadian yang baik, serta aktivitas yang dilakukan bersama-sama dapat menunjang hubungan dan relasi yang baik dengan para lokal staff. Di lain pihak, menurut para lokal staff ada beberapa factor yang dapat menunjang kemampuan adaptasi seperti, rasa toleransi saling menerima kekurangan masing-masing, komunikasi verbal dan sikap yang baik untuk menjalin relasi yang erat, serta Bahasa sebagai media utama dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dipahami karena menurut pengalaman para lokal staff seringkali terjadi kesalahpahaman dikarenakan para ekspatriat staff tidak bisa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
104
memahami secara baik kekurangan dari masing-masing staff , serta Bahasa komunikasi yang kurang baik sehingga membuat miss-understanding. Berdasarkan rangkuman informasi dari para informan, selain faktor Bahasa serta kemampuan komunikasi, setiap individu dapat memiliki kemampuan adaptasi yang baik karena pengalaman dan pengamatan. Berdasarkan pengalaman serta pengamatan yang dilakukan, mereka berusaha untuk menelaah hal-hal apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mempermudah proses adaptasi. Mereka akan melakukan hal tersebut berulang kali hingga menemukan titik terang kebenaran. Setiap ada kesalahan, mereka berusaha menemukan dimana titik permasalahan dan bagaimana cara untuk memperbaikinya. Tanpa disadari mereka akan berinisiatif dan melakukan improvisasi dengan menyamakan persepsi dengan individu lain yang berbeda budaya dengannya, sehingga timbul kesepahaman antar indvidu yang berlainan tersebut. Dengan demikian, dengan memiliki kemampuan komunikasi dan bahasa yang baik, rasa saling pengertian, inisiatif, dan persepsi yang sama maka setiap individu akan bisa memiliki kemampuan adaptasi antarbudaya yang baik. Sesuai dengan harapan dari masing-masing informan, masing-masing pihak baik ekspatriat staff maupun lokal staff memiliki harapan agar dapat terjalinnya hubungan dan komunikasi yang baik dalam aktivitas pekerjaan antara ekspatriat staff dan lokal staff. Hal ini niscaya dapat terjalin dengan baik, selama masingmasing pihak ekspatriat staff dan lokal staff dapat menyadari, memahami, serta menjalankan peranan kemampuan adaptasi sesuai dengan factor-faktor penunjang yang sudah dijabarkan pada penjelasan di atas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/