63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Lembaga Sensor Film
4.1.1
Dasar Pembentukan Lembaga Sensor Film
Penyesoran film dan reklame film dilakukan oleh sebuah lembaga yaitu Lembaga Sensor Film (LSF) yang dibentuk oleh Pemerintah.Lembaga Sensor Film yang dibentuk oleh pemerintah merupakan lembaga non structural yang hanya berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. LSF beranggotakan paling banyak 45 orang yang terdiri dari unsur pemerintah dan wakil-wakil masyarakat. Keempat puluh lima anggota LSF tersebut diangkat dan diberhentikan oleh presiden berdasarkan usul Menteri. Anggota LSF memiliki masa tugas 3 tahun dalam satu periode, dengan tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk diangkat kembali pada periode berikutnya. LSF bekerja berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film, yang antara lain mencantumkan Pedoman Penyensoran dan Kriteria Penyensoran. Lembaga Sensor Film ( LSF ) semula bernama Badan Sensor Film ( BSF ) , bekerja atas dasar peraturan no 7 Tahun 1994 sejumlah 45 orang anggotanya terdiri dari berbagai anasir ; pemerintah, Para Ahli bidang keagamaan , Ideologi, 63
64
Politik , Sosial Budaya , dan Ketertiban Umum43. Lembaga Sensor Film (LSF) adalah sebuah lembaga yang bertugas menetapkan status edar Film – Film di Indonesia. Sebuah film hanya dapat diedarkan jika dinyatakan "lulus Sensor" oleh LSF. LSF juga mempunyai hak yang sama terhadap reklame-reklame film, misalnya poster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton baqi film yang bersangkutan. Sebelum 1994 LSF bernama Badan Sensor Film. Pada masa ini sensor sendiri dilakukan untuk membatasi adegan – adegan dalam film ataupun sinetron yang dianggap tidak sesuai atau dianggap tidak sopan dan mengandung unsur - unsur kekerasan dan pornografi. Badan Sensor Film ataupun Lembaga Sensor Film memiliki wewenang untuk mnenyensor film – film ataupun sinetron yang akan ditayangkan baik di televise ataupun di Bioskop. Kegiatan penyensoran film yang dilakukan oleh LSF merupakan kegiatan penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film untuk memastikan dapat atau tidaknya sebuah film dan reklame film dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan kepada umum baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara tertentu. Kegiatan penyensoran film yang dilakukan oleh LSF menjadi sangat penting artinya mengingat fungsi penyensoran film yang dilakukan merupakan salah satu mata rantai dalam pembinaan perfilman Indonesia. Dalam melakukan penyensoran, menurut Pasal 4 ayat 1 huruf (a) sampai dengan huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film, LSF mempunyai 3 fungsi. Pertama, untuk melindungi masyarakat dari 43
RM Soenarjo, Programa Televisi ; dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran , FFTV-IKJ Press, Jakarta, 2007 , Halaman 103
65
kemungkinan dampak negative yang timbul dalam peredaran pertunjukkan dan/atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia. Kedua, memelihara tata nilai dan tata budaya bangsa dalam bidang perfilman di Indonesia. Ketiga, memantau apresiasi masyarakat terhadap film dan reklame film yang diedarkan, dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dan menganalisis hasil pemantauan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tugas penyensoran berikutnya dan/atau disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pengambilan kebijaksanaan kearah pengembangan perfilman di Indonesia. Sebagai lembaga independen yang memiliki tanggung jawab menyensor adegan – adegan berunsur kekerasan,pornografi,SARA,dll. Bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, menyeleksi film – film yang akan ditayangkan dan menyensor bagian – bagian tertentu yag dianggap melanggar, karena pada dasarnya suatu film dibuat untuk menyampaikan pesan khusus kepada khalayak, tetapi jika bagian – bagian yang dianggap sebagai inti pesan suatu film disensor, lalu apa yang akan tersampaikan dari film tersebut ?, oleh karena itu peran Lembaga
Sensor dianggap sangat penting. Tugas penyensoran tidak hanya
sekadar memotong atau menghapus apa-apa yang tidak patut ditonton oleh masyarakat, khususnya remaja dan anak-anak, tetapi sekaligus membimbing dan mengajak masyarakat untuk dapat mengembangkan sikap kritis dalam menapis atau lebih tepat lagi dalam melakukan self censorship.
66
;4.1.2 Visi dan Misi Lembaga Sensor Film
Visi : Meningkatkan daya saring informasi masyarakat Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan tata nilai budaya bangsa. Misi : a)
Melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan penayangan film dan reklame film.
b)
Bersama Lembaga dan Pihak Terkait menjadi "Garda Budaya Bangsa" memasuki era perubahan yang tetap menghargai nilai-nilai moral dan budaya.
c)
Menjembatani keanekaragaman pandangan budaya untuk menciptakan persepsi yang sama demi kesatuan dan persatuan bangsa.
4.1.3 Logo Lembaga Sensor Film
67
4.2
Hasil Penelitian
Film Balibo sendiri telah dinyatakan tidak lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF), karena dinilai mengundang kontroversi karena menurut versinya wartawan yang bertugas di Timor Timur saat itu telah ditembak mati secara brutal oleh pihak Militer Indonesia. Dengan tidak lulus sensornya film Balibo Five, maka film itu sendiri dinyatakan dilarang dan tidak bisa diputar di Indonesia.
Larangan
ini
diumumkan
2
jam sebelum Jakarta
Foreign
Correspondents’ Club (JFCC) menyelenggarakan penayangan secara terbatas film ini di sebuah teater di Jakarta. Menurut Presiden JFCC Jason Tedjasukmana, akhirnya klubnya memutuskan untuk tidak menayangkan film ini meskipun belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai larangan tersebut. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bahkan menggugat surat Lembaga Sensor Film Nomor 1800/LSF/XII/2009 yang melarang film "Balibo Five" melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Alasan gugatan ini adalah keresahan jurnalis-jurnalis anggota AJI Jakarta yang merasa hak atas informasinya terbelenggu oleh sensor total atas film ini. Pelarangan atas film ini pada 3 Desember 2009 lalu, membuat timbul kesan seakan-akan negara berusaha mengubur informasi mengenai peristiwa pembunuhan atas lima jurnalis asal Australia pada 1975 silam ini. Film balibo sendiri pada saat itu dianggap dapat menganggu proses perbaikan,perbaikan dalam arti hubungan baik antara Indonesia dan Timor Timor. Kami juga masuk ke persidangan atas tuntutan AJI mengenai larangan tersebut, namun pada akhirnya hakim persidangan menentukan kasus dimenangkan oleh LSF karena dengan pertimbangan dalam beberapa point yaitu, Keamanan , ketertiban dan Kesusilaan ,
68
Pengadilan juda menyatakan bahwa keputusan yang diambil oleh LSf terhadap film balibo memang dalam kewenangan Lembaga Sensor Film44. Sebelum gugatan ini, AJI telah menyelenggarakan pemutaran-pemutaran film Balibo di berbagai kota, sebagai bentuk perlawanan atas usaha negara menutupi peristiwa ini. Tentu saja, tidak ada pretensi bahwa informasi yang disajikan dalam film karya sutradara Australia, Robert Connolly ini seratus persen sahih. Film Balibo ini sendiri mengisahkan usaha wartawan senior Australian Associated Press (AAP) Roger East (Anthony LaPaglia) untuk mencari lima koleganya yang menghilang di Balibo, Timor Leste. Awal film berjalan lambat dimulai dari pertemuan Roger dan Jose Ramos Horta (Oscar Isaac) muda di Darwin, Australia. Horta mengajak Roger ke Timor Leste untuk meliput konflik yang terjadi. Sedangkan Roger ingin mencari lima wartawan yang hilang. Horta pun menemani Roger berjalan kaki dari Dili menuju Balibo. Di tengah jalan, mereka bertemu sejumlah gerilyawan Fretilin yang mereka tanyai soal keberadaan para wartawan Australia. Pencarian Roger dan Horta diselingi dengan adegan kilas balik saat lima wartawan Australia meliput ke Balibo. Kondisi Balibo yang berbahaya membuat Horta tidak meneruskan perjalanan. Roger pun dipandu seorang gerilyawan Fretilin. Tensi film pun naik menjelang akhir. Lima Wartawan Australia yang ngotot mengambil gambar, terjebak dalam baku tembak antara Fretilin dan pasukan
44 Hasil Wawancara Dengan Ibu Titie Said ( Anggota Lembaga Sensor Film ,Komisi A ) tanggal : 10 Januari 2011
69
tentara yang berpakaian sipil. Tidak dijelaskan mereka berasal dari TNI atau kesatuan apa. Namun, pasukan tentara itu digambarkan bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, memang digambarkan sosok seorang kapten dari pasukan berbaju sipil itu. Sang pemimpin pasukan digambarkan agak tua, bertopi dan kemeja serta memakai tas selempang. Saat seorang wartawan menyerahkan diri, sang kapten malah menembak kepalanya. Adegan selanjutnya pun berdarah-darah. Para wartawan yang tersisa dibantai di dalam rumah persembunyiannya. Adegan ditutup dengan jenazah para wartawan ini ditumpuk dan dibakar di dalam rumah. Roger yang datang empat minggu kemudian hanya menemukan bercak darah yang mengering. Di akhir film, digambarkan pasukan tentara menyerbu Dili. Apakah pasukan tentara itu TNI? Dalam film itu, seragam loreng mereka berbeda dengan seragam loreng TNI. Ditampilkan pula sekilas sejumlah personel berbaret merah berwajah Indonesia. Mereka membawa rakyat Dili ke sebuah dermaga, termasuk Roger yang sudah dipukuli. Rakyat Dili ini pun dibantai di dermaga. Roger pun ikut ditembak dan dibuang ke laut. Sepanjang film, memang tidak ditampilkan lambang-lambang TNI. Katakata seperti misalnya "tentara Indonesia", hanya muncul dalam dialog tokohtokoh film tersebut. Film ini pun ditutup dengan kumpulan foto dan klip berita kemerdekaan Timor Leste serta kembalinya Horta ke Bumi Loro Sae itu. Sebuah tulisan pun menutup film Balibo, "Hingga saat ini para pelaku belum bisa dijerat secara hukum."
70
Alur cerita dan penggambaran kejadian dalam film Balibo tersebut menjadi unsur penilaian penting ketika dalam proses penyensoran, sesuai dengan Pedoman penyensoran LSF yang tersebut dalam Pasal 18 ayat (1) hingga ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang LSF, menyebutkan bahwa dalam penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan menilai unsur- unsur keagamaan, ideology, dan politik social budaya dan ketertiban umum yang terdapat dalam film atau reklame film. Ada beberapa unsur yang menjadi pertimbangan ketika proses penyensoran film balibo, berdasarkan unsur ketertiban umum yaitu : a. yang mempertontonkan adegan-adegan kejahatan yang mengandung modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya, dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan dan kejahatan itu sendiri atau kemenangan kejahatan atas kebenaran dan keadilan; b. yang memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebihlebihan; Dengan kriteria sebagai berikut : 1. pelaksanaan hukuman mati dengan cara apapun yang digambarkan secara rinci, sehingga menimbulkan kesan penyiksaan di luar batas peri kemanusiaan; 2. penampilan tindakan kekerasan dan kekejaman dan/atau akibatnya sehingga menimbulkan kesan sadisme;
71
3. penggambaran kebobrokan mengenai pribadi seseorang yang masih hidup atau yang sudah meninggal, sesuatu golongan dan.atau lingkungan di dalam masyarakat secara berlebih-lebihan. Penilaian berdasarkan unsur ideology dan politik, yaitu : a. yang mengandung propaganda ideology dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. yang mengandung ajaran dan/atau pujaan atas keenaran komunisme marxisme/leninisme,
maoisme,
kolonialisme,
imperialisme,
dan
fasisme; c. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap paham dan aliranaliran
komunisme,
marxisme/leninisme,
maoisme,
kolonialisme,
imperialisme, dan fasisme; d. yang dapat merangsang timbulnya ketegangan social politik; atau e. yang dapat melemahkan ketahanan nasional dan/atau merugikan kepentingan nasional. Dengan kriteria sebagai berikut : 1. Setiap adegan dan penggambaran yang merugikan upaya pemantapan dan pelestarian nilai-nilai Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945; 2. Setiap adegan dan penggambaran yang membenarkan ajaran komunisme,
marxisme/leninisme,
imperialisme dan fasisme; atau;
maoisme,
kolonialisme,
72
3. Setiap gambar atau lambang yang dapat memberikan asosiasi atas pemujaan kebenaran komunisme, marxisme, leninisme, dan maoisme. Berdasarkan keterangan dari Ibu Pudji Rahayu, SH. ,beliau mengatakan bahwa proses penyensoran film Balibo Five sama seperti film – film lain yang masuk ke daftar sekertariat Lembaga Sensor Film ( LSF ) , tidak ada yang dibedabedakan, kriteria yang disensor pun sama dan sesuai dengan pedoman sensor. Namun kebijakan LSF tentang film Balibo Five menuai Pro dan Kontra dari masyarakat, tidak sedikit yang berdiri di sudut kontra dan menganggap keputusan LSF sebagai bentuk pelarangan dan pembatasan hak masyarakat untuk tahu. Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasan yang kuat, meskipun sering mencerminkan bentuk ketakutan daripada ancaman rill, apa yang ditakutkan adalah informasi tentang kekerasan dapat menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap represif masyarakat. Dalam aspek kekerasan yang menjadi salah satu pertimbangan mengenai keputusan film balibo five terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuk ; fisik , verbal, moral , psikologis atau visualisasi gambar. Penggunaan kekuatan manipulasi, fitnah , pemberitaan yang tidak benar , pengkondisian yang sifatnya merugikan , kata – kata yang memojokan , dan penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan. Walaupun Film Balibo five dianggap sebagai salah satu film documetter yang memiliki nilai sejarah tinggi, namun bagi sebagian orang film ini adalah ancaman bagi Indonesia. Dianggap pencitraan secara sepihak yang kemudian akan
73
merugikan dan memposisikan indonesia dalam posisi yang menyulitkan,karena kebenaran akan kejadian yang digambarkan dalam film tersebut belum tentu asli dan dapat menunjukan bukti otentik bahwasanya penggambaran – penggambaran peristiwa memang benar pernah terjadi. Meskipun demikian, Lembaga Sensor Film melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya dalam melakukan penyensoran film ataupun reklame film telah sesuai dengan landasan hukum yang mengaturnya yaitu Bab V Pasal 33 ayat 1-7 dan Pasal 34 ayat 1-4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang kemudian diberbaharui dengan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2009. Oleh
karenanya,
dari
beberapa
persoalan
mendasar
yang
berhasil
diidentifikasikan, kebijakan perfilman di Indonesia masa depan yang ideal setidaknya dapat digambarkan dengan menempatkan dan mempertimbangkan film sebagai karya cipta seni dan budaya, serta film sebagai media komunikasi massa.
4.3
Pembahasan Media adalah sarana untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.
Peningkatan tingkat pendidikan tidak bisa dilepaskan dari sumbangan media. Namun
tidak semua orang
memiliki pendidikan
atau pelatihan yang
memungkinkan untuk bisa menyeleksi mana yang baik untuk ditonton, mana yang merugikan cara pandang atau visi tentang hidup sosial, budaya, dan politik. Media membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi , tetapi sekaligus mempengaruhi dalam pembentukan opini. Informasi merupakan hasil
74
dari sebuah interprestasi. Informasi meruapakan hasil rumusan kebebasan berekspresi yang telah diarahkan oleh visi tertentu tentang realitas. Secara umum media adalah sebuah cawan atau wadah pembentukan informasi dan juga opini, baik secara positif atau bahkan negatif. Media cetak , Media elektronik , hingga film merupakan bentuk dari macam – macam media informasi, dalam hal ini terkadang sebuah film tidak begitu diperhatikan eksistensinya sebagai media informasi tapi lebih fokus sebagai media hiburan, tanpa disadari film juga merupakan media informasi tanpa disadari bahwa fakta banyak film – film yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Lembaga sensor film seperti diketahui banyak orang merupakan lembaga independent yang bertugasa dan memiliki wewenang menyensor film – film yang akan ditayangkan ,baik di Televisi ataupun yang akan tayang di biskop. Tugas penyensoran tidak hanya sekadar memotong atau menghapus apa-apa yang tidak patut ditonton oleh masyarakat, khususnya remaja dan anak-anak, tetapi sekaligus membimbing dan mengajak masyarakat untuk dapat mengembangkan sikap kritis dalam menapis atau lebih tepat lagi dalam melakukan self censorship. LSF berada di antara dua kepentingan yang saling bertentangan, dan LSF berusaha secara arif dan bijaksana menjadi penengah yang adil dan bijak. Namun berarti mudah untuk diwujudkan. Karena siapa yang harus melaksanakan tugas ini diprasyaratkan memiliki tiga hal penting sebagai pelengkap kepribadiannya, yaitu orang atau orang-orang yang bersangkutan.1. Seorang atau sekelompok orang yang berwawasan luas (pakar),2. Orang-orang itu harus memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang cukup memadai (intelek), 3.Orang atau orang-orang dimaksud, arif dalam menjalankan tugas, tegas dalam mengambil keputusan, tetapi bijaksana dalam menentukan keputusan – tanpa harus
75
punya kepentingan lain – kecuali untuk kebaikan masa depan bangsanya (berwawasan budaya) 45
Dengan demikian, untuk menjaga agar kehidupan dan pertumbuhan perfilman dapat tetap berjalan seiring dengan pandangan hidup dan kebudayaan bangsa, serta melindungi masyarakat akan dampak negative yang diakibatkan maka setiap film yang diedarkan, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan harus disensor terlebih dahulu. Sensor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film, untuk menentukan dapat atau tidaknya sebuah film dan reklame film dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum, baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara tertentu. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negative yang ditimbulkan akibat pengaruh dari film-film tersebut dalam usahanya membentuk pribadi masyarakat Indonesia seutuhnya, perlu dilakukan suatu penyensoran bagi filmfilm yang dianggap tidak etis dan bertentangan dengan tata nilai bangsa Indonesia dan norma-norma Pancasila. Dalam hal ini, Lembaga Sensor Film (LSF) yang berwenang melakukan penyensoran terhadap film, dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukan, dan/atau ditayangkan kepada umum. Selanjutnya LSF meneliti, dan menilai tema, gambar, adegan, suara, dan teks, serta menilai layak tidaknya tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame yang akan diedarkan, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan.
45 Hasil Wawancara Dengan Ibu Titie Said ( Anggota Lembaga Sensor Film ,Komisi A ) tanggal : 10 Januari 2011
76
Keputusan akan pelarangan Film balibo five yang menjadi perdebatan diantara insan perfilman,sebagian menganggap bahwa keputusan tersebut berdasarkan dari sisi politis bukan karena filmnya yang tidak layang tayang, tetapi pengadilan yang mewakili kasus pelaporan AJI kepada LSF dimenangkan oleh LSF dengan alasan bahwa LSF melakukan apa yang menjadi fungsi dan tugasnya dan wewenangnya sebagai lembaga sensor yang berdasarkan keputusan – keputusan pemerintah dan dibawah naungan Undang – undang no 8 tahun 1992 yang kemudian diperbaharui dengan Undang – Undang no 33 tahun 2009. Film yang dianggap sebagai film yang mengandung nilai sejarah berhak untuk diketahui oleh masyarakat indonesia pada umumnya. Melihat dari sisi pembatasan informasi untuk masyarakat lembaga sensor film dianggap tidak adil, mengekang kebebasan informasi ,ekspresi dan apresiasi, namun jauh dari hal itu pada dasarnya adanya sebuah lembaga sensor memang diperuntukan lembaga yang berwenang untuk menentukan tayangan apa yang layak dipertontonkan bagi masyarakat. Sehingga meminimalis dampak negative dan kerugian sosial (social cost) yang ditimbulkan dari dihapuskannya lembaga ini masih relatif besar dengan melihat kondisi sosial masyarakat yang ada. Dengan demikian, perlu disadari bahwa prinsip sensor yang diterapkan semata-mata bukan untuk represi, melainkan demi menjaga kepentingan publik dan moral masyarakat. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1999, Departemen Penerangan menjadi Badan Informasi dan Komunikasi Nasional, sehingga keberadaan Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film dibubarkan. Dengan
77
demikian LSF bukan lagi merupakan lembaga non structural yang berada di bawah
wewenang
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Oleh
karena
itu,
keberadaannya disahkan dengan merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 028/O/2000. Sensor film dilakukan, baik terhadap film dan reklame film yang dihasilkan oleh perusahaan pembuat film dalam negeri maupun terhadap film impor dengan pedoman dan criteria penyensoran yang sama dan selanjutnya film dan reklame film yang telah lulus sensor diberi tanda lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film yang semuanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994. Namun, hal ini ada kemungkinan-kemungkinan yang dapat saja terjadi terhadap hasil keputusan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Sensor film atas film atau reklame film yang disensor, misalnya produser film merasa kurang puas dengan hasil penyensoran atau ada pihak yang merasa dirugikan atas keputusan yang ditetapkan tersebut. Untuk itu, berdasarkan pada Pasal 31 UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, perlindungan hukum yang diberikan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) adalah dengan cara memberikan kesempatan kepada produser atau pemilik film yang merasa dirugikan untuk membela haknya dengan mengajukan gugatan terhadap Pemerintah melalui peradilan. Lembaga sensor film dalam perkembangannya semenjak masa kolonial belanda hingga saat ini tentu jauh berbeda, kita bisa lihat massa sekarang dimana kemajuan tekhnologi tidak lagi bisa dihindari ,pasti lah situasi yang dihadapi pun kian berbeda. Inti dari dasar pembentukan itu sendiri adalah untuk mengawasi dan juga upaya menghindarkan masyarakat dari pengaruh buruk film, dan memperjelas eksistensi dan fungsi film dalam turut memantapkan program nation and character building46.
46
Ibid
78
Tidak sedikit film yang pada saat ini menuai protes dari masyarakat bahkan ada beberapa film yang dianggap cukup kontroversial. Intrik kekerasan dan pornografi dianggap sebagai point – point pemicu kontroversi dan protes dari masyarakat, seperti halnya film balibo yang dianggap dapat mempengaruhi hubungan baik antara Indonesia – Australia ,dan juga hubungan antara Indonesia timor – timor pada saat itu akan terganggu, sehingga Lembaga Sensor Film memutuskan untuk tidak memberi izin tayang pada film tersebut. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk dari tugas dan wewenang Lembaga Sensor Film. Film balibo yang bercerita mengenai konfilk di timor leste dan lima ( 5 ) jurnalis asal Australia yang menjadi korban dalam insiden tersebut kemudian diangkat menjadi sebuah film, sebagian orang menganggap ini adalah film yang memiliki nilai sejarah,namun tidak sedikit orang yang terusik dengan adanya film ini, karena dianggap membuka luka lama antara indonesia – Timor leste dan Australia. Keputusan Lembaga sensor mengenai film ini sudah benar adanya mengingat bahwa lembaga sensor bekerja berdasarkan keputusan pemerintah dan dibawah naungan Undang – Undang no 8 tahun 1992 yang kemudian diperbaharui dengan Undang – Undang n0 33 tahun 2009. Tugas dan wewenang Lembaga sensor film juga diatur dalam PP no 7 tahun 1994 secara sederhana tugas dan wewenang Lembaga sensor film erat kaitannya dengan fungsi Lembaga Sensor Film , yaitu melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan/atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia.47.
47
ibid
79
Disinilah titik pentingnya sebuah Lembaga Sensor Film yang menjalankan Fungsi dan Tugasnya secara tegas. Sehingga Lembaga Sensor Film sebagai sebuah lembaga pemerintah yang mengatur tentang perfilman di Indonesia memang benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini sesuai dengan model peranan yang menjelaskan bahwa sebuah peranan itu akan terukur ketika suatu lembaga atau individu yang diberikan tanggung jawab dapat melaksanakan sepenuhnya apa yang menjadi tanggung jawabnya. Itu khan masalah aturan, aturan mana yang bagus dan juga tergantung bagaimana orang-orangnya . sejauh ini LSF sudah cukup baik melaksanakan perannya, mereka juga punya aturan yang mendasari apa apa saja tugas mereka, kalau film-film saya sih ga ada yang dipotong sama LSF :p ,ya kalau memang film dianggap kontroversial oleh masyarakat,ya tidak apa-apa tandanya masyarakat sekarang sudah lebih concern sama film indonesia, 48 Pelaksanaan atau mekanisme penyensoran film yang berjalan saat ini dapat dijabarkan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut 49: 1. Masyarakat atau pemilik film dapat memperoleh informasi mengenai prosedural pelaksanaan penyensoran melalui Sekretariat LSF. 2. Masyarakat atau pemilik film mengajukan permohonan sensor, dan menyerahkan materi. 3. Sekretariat (Subbag Umum dan Subbag PPL) melakukan penelitian kelengkapan persyaratan. 4. Apabila telah lengkap, ditandai dengan dikeluarkannya bukti pendaftaran Sensor Film Seluloid/Rekaman Video yang ditandatangani Kepala Sekretariat 48 49
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Deddy Mizwar ( 19 Januari 2011 ) Hasil Wawancara dengan Ibu. Pudji Rahayu,SH ( Kepala Sekretariat LSF ) 10 Januari 2011
80
Kasubbag Umum, sedangkan bila belum lengkap akan dikembalikan lagi ke pemohon. 5. Berdasarkan disposisi, Kepala Sekretariat melakukan pengukuran materi. 6. Pemohon/ Pelanggan membayar biaya sensor berdasarkan jumlah yang ditetapkan dalam PP No.3 Tahun 2002 dikalikan panjang materi. 7. Sekretariat melakukan pengetikan Berita Acara Penyensoran (BAP) berdasarkan data yang ada. 8. Sekretaris (atas ijin ketua) menjadwalkan materi sensor. 9. Sensor dilakukan oleh 5 anggota LSF atau Kelompok penyensor. 10. Rapim (Rapat Pimpinan) dilaksanakan oleh Ketua LSF berdasarkan keputusan kelompok penyensoran yang ditulis dan ditandatangani dalam BAP. 11. Keputusan Lulus Sensor atau Ditolak Seutuhnya 12. Apabila Keputusan adalah Lulus Sensor, maka dilakukan pembuatan Surat Lulus Sensor (SLS). Sedangkan bila keputusan adalah Tidak Lulus Sensor maka dilakukan pembuatan Surat Penolakan Sensor (SPS). 13. Penandatangan SLS atau SPS oleh Ketua LSF. 14. Pemberian SLS atau SPS kepada pemilik film atau pelanggan.
Berdasarkan mekanisme penyensoran yang dijelaskan tersebut diatas, nampak bahwa dalam proses pelaksanaan penyensoran tidak terdapat tahapan yang menyatakan sebelum terjadinya penyensoran baik berupa sensor ideologis maupun sensor fisik dilakukan dengan adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik film. Melainkan mereka melakukan penyensoran tersebut baik
81
berupa sensor ideologis maupun sensor fisik tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak pemilik film. Meskipun demikian, Lembaga Sensor Film melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya dalam melakukan penyensoran film ataupun reklame film telah sesuai dengan landasan hukum yang mengaturnya yaitu Bab V Pasal 33 ayat 1-7 dan Pasal 34 ayat 1-4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Oleh karenanya, dari beberapa persoalan mendasar yang berhasil diidentifikasikan, kebijakan perfilman di Indonesia masa depan yang ideal setidaknya dapat digambarkan dengan menempatkan dan mempertimbangkan film sebagai karya cipta seni dan budaya, serta film sebagai media komunikasi massa. Kalo ada perusahaan atau pihak yang keberatan dengan film ya tidak apa-apa ,ataupun sampai masuk kepengadilan ,tergantung inti permasalahannya ,khan namanya demokrasi jadi tergantung orang-orang yang terkait ,iya khan ... kalo saya pribadi tidak masalah dengan adanya pelarangan itu,syah syah saja . 50 Mengenai peranan Lembaga Sensor Film dalam mengawasi dan mengatur film menurut Ibu Titie Said sudah cukup maksimal tapi memang belum optimal 100% ,mengingat perubahan akan kemajuan dunia perfilman akan terus bertambah ,dan seiring berjalannya waktu Lembaga Sensor Film juga berusaha akan terus mengupdate dengan perubahan yang terjadi. Mana ada yang optimal dan sempurna ... perubahan derajat dimasyarakan harus juga di ikuti , jadi kami tetap mengUpdate sesuai dengan perubahan – perubahan yang terjadi. Yang namanya bioskop tidak semua provinsi memiliki bioskop, tetapi hampir setiap rumah diseluruh indonesia memiliki televisi, suatu perubahan besar khan? Itu hanya
50
Hasil Wawancara dengan Bapak. H. Deddy Mizwar ( 19 Januari 2011 )
82
sebagian contoh saja, jadi televisi juga memiliki peran dalam penyebaran informasi film51. Kontroversi terhadap film balibo dianggapp sebagai bentuk apresiasi dan juga kebebasan berekspresi, dimana ada beberapa pihak yang merasa dipasung rasa ingin tahunya. Namun pada dasarnya keputusan LSF terhadap pelarangan film balibo tersebut berdasarkan aturan-aturan yang sudah diterapkan jauh sebelum film balibo ditayangkan. Keputusan pengadilan pun menyatakan bahwa keputusan LSF terhadap pelarang film balibo sesuai dengan fungsi dan tugas serta wewenang LSF sebagai Lembaga Sensor berdasarkan fungsi yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film Bab II: Pasal 4, dan Pasal 5
51
Hasil wawancara dengan Ibue Titie Said ( Anggota Lembaga Sensor Film Komisi A ) tanggal 10 Januari 2011