BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Pontianak Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang luasnya mencakup 107,82 Km² dan terdiri dari 6 wilayah kecamatan dan 29 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa, yaitu pada 00 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 00 05’ 37” Lintang Selatan dan 1090 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 1090 23’ 01” Bujur Timur. Ketinggian Kota Pontianak berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut dan kemiringan tanah sekitar 0 – 2 %. Terdapat 2 (dua) sungai utama yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang membelah Kota serta dikelilingi oleh sekitar 33 sungai kecil. Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah Kecamata Pontianak Utara (34,52%), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Barat (15,25%), Kecamatan Pontianak Kota (14,39%), Kecamatan Pontianak Tenggara (13,75%), Kecamatan Pontianak Selatan (13,49%) dan Kecamatan Pontianak Timur (8,14%). Sedangkan apabila dilihat dari jumlah penduduknya, maka jumlah penduduk Kota Pontianak adalah 550.304 jiwa dengan kepadatan penduduk 5.104 jiwa/Km2 ( Sensus penduduk, 2010). Keunikan Kota Pontianak dilengkapi oleh posisi yang strategis. Di lingkup Nasional, letak Kota Pontianak berdekatan dengan beberapa daerah lain yang menjadi pusat pertumbuhan regional, seperti Batam, Pekanbaru dan Natuna di Pulau Sumatera; Jakarta di Pulau Jawa serta Balikpapan dan Pangkalan Bun di Pulau Kalimantan. Sementara itu di lingkup internasional, letak Kota Pontianak 70
71
tidak jauh dari beberapa kota yang sudah maju di negara-negara ASEAN, seperti Kuching dan Sabah (Malaysia), Bandar Seri Begawan (Brunei Darrusalam), Singapura dan beberapa kota di ASEAN lainnya. Transportasi udara, laut/sungai maupun transportasi darat dapat menghubungkan secara langsung Kota Pontianak dengan daerah-daerah tadi. Untuk mendeskripsikan karakteristik Kota Pontianak dalam kaitannya dengan implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri
Perkotaan, dibawah ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Kota Pontianak Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan suatu wilayah adalah dengan melihat tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah. Pendapatan perkapita yang lebih dikenal dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya. Berdasarkan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak tahun 2009 adalah sebesar 4,93% . Angka ini didapat dari adanya peningkatan PDRB Kota Pontianak menurut harga konstan 2000, dimana pada tahun 2008 sebesar Rp.5.968.286,55 juta meningkat menjadi Rp.6.262.491,34 juta pada tahun 2009. Hal ini dapat dikatakan bahwa meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat Kota Pontianak, maka tingkat
72
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kota Pontianak secara global semakin baik. Struktur perekonomian di Kota Pontianak sampai saat ini masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan peranannya sebesar 24,51% (BPS Kota Pontianak, 2010). Hal ini berarti bahwa naik turunnya pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran akan mempengaruhi naik turunnya pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan di Kota Pontianak. Sektor lain yang peranannya cukup penting dalam pertumbuhan PDRB Kota Pontianak adalah sektor jasa dengan peranannya sebesar 19,58% dan dari sektor pengangkutan dan komunikasi dengan peranannya sebesar 18,63%. Nilai PDRB per kapita di suatu wilayah didapat dari pembagian antara nilai Produk Domestik Regional bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di wilayah tersebut. Jika dibandingkan dengan nilai yang sama dengan wilayah lain dalam kurun waktu yang sama maka nilai PDRB per kapita ini dengan cepat akan memperlihatkan secara relatif tingkat kemakmuran wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain, artinya jika nilai PDRB per kapitanya lebih besar dari nilai PDRB per kapita di wilayah lain maka penduduk wilayah tersebut dapat dikatakan lebih makmur, demikian juga sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah berkaitan dengan ketenagakerjaan, yaitu untuk melihat bagaimana kondisi masyarakat yang ada dalam suatu wilayah dan bagaimana kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah sehingga dapat memperoleh kesempatan kerja. Jumlah angkatan kerja di Kota Pontianak berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Agustus 2009) adalah 234.299 jiwa (61,55%) dari jumlah penduduk usia kerja, yaitu yang berumur 15 tahun ke
73
atas. Angkatan kerja yang bekerja 90,62% (212.321 jiwa) dan yang mencari pekerjaan 10,35% (21.978 jiwa). Sedangkan bukan angkatan kerja berjumlah 146.387 jiwa (38,45%) yang terdiri dari sekolah 25,57% (37.425 jiwa), mengurus rumah tangga sebesar 64,56% (94.510 Jiwa) dan lainnya sebesar 9,87% (14.453 jiwa). Jumlah angkatan keja di Kota Pontianak yang paling banyak bekerja pada sektor perdagangan dan jasa, sedangkan yang bekerja pada sektor pertanian hanya sebesar 3,45%. Persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas (usia produktif) yang bekerja menurut lapangan pekerjaan di Kota Pontianak adalah sebagai berikut : Grafik 4.1 Persentase Penduduk Kota Pontianak Yang berumur 15 Tahun Keatas menurut lapangan pekerjaan 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 . P e rta n i a n
2 . I n d u s tri P e n go la h a n
3. P e rd a g a n g an
4 . Ja sa
5 . A n g k u ta n
6 . L a in n y a
Sumber : Kota Pontianak dalam Angka 2010
4.1.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator pengukuran yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah yang disusun dengan 3 indikator, yaitu : lama hidup, pendidikan dan standar hidup. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia menjadi salah satu
74
ukuran kemajuan pembangunan manusia secara umum, yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dengan melihat perkembangan angka IPM dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, tampak bahwa kemajuan pembangunan manusia di Kota Pontianak tidak terlalu signifikan. Angka IPM Kota Pontianak hanya mengalami sedikit peningkatan dari 71,59 pada tahun 2007 menjadi 71,41 pada tahun 2009. Kecilnya kenaikan IPM ini disebabkan dampak dari investasi di bidang kesehatan dan pendidikan khususnya terhadap peningkatan indikator penyusun IPM baru akan terlihat nyata dalam jangka panjang. Pembangunan di Kota Pontianak telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin baik secara absolut maupun persentasenya. Penduduk miskin adalah penduduk yang mempunyai rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Sedangkan garis kemiskinan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita per hari ditambah kebutuhan minimum non makanan yang mencakup perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Kota Pontianak turun dari 37 000 jiwa di tahun 2007 menjadi 36 000 jiwa di tahun 2009. Sedangkan secara persentase penduduk miskin turun dari 6,77% dari jumlam penduduk Kota Pontianak menjadi 6,38%. Salah satu upaya Pemerintah Kota Pontianak untuk meningkatkan IPM adalah pembangunan di bidang pendidikan, karena pendidikan memiliki porsi paling besar dalam mempengaruhi IPM. IPM Kota Pontianak saat ini berada pada peringkat 150 dari 500 kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini berarti
75
bahwa Kota Pontianak masih tergolong pada daerah kategori miskin, sehingga yang diperlukan adalah meningkatkan daya tampung siswa dan partisipasi masyarakat
dalam
pendidikan,
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi,
menurunkan inflasi dan mengurangi jumlah pengangguran.
4.1.3. Angka Kemiskinan Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Kota Pontianak naik sebesar 10,95 % pada tahun 2010 (Rp. 242.772,00 perkapita perbulan) dibandingkan tahun 2009 (Rp. 218.802,00 perkapita perbulan). Angka kemiskinan ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat (Rp. 189.407,00). Tingginya laju inflasi dapat menaikkan ukuran garis kemiskinan, sebab harga barang dan jasa menjadi salah satu penentu tolok ukur garis kemiskinan. Meskipun inflasi tidak selalu berdampak buruk bagi perekonomian, namun salah satu akibat yang ditimbulkan inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat adalah menurunnya daya beli masyarakat. Kenaikan laju inflasi serta ukuran garis kemiskinan tidak serta merta menaikkan atau menurunkan angka kemiskinan. Angka kemiskinan juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pendapatan dan efektifitas beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah
pusat
maupun
pemerintah
daerah,
seperti
program
penanggulangan kemiskinan (Raskin, Jamkesmas, BOS, Perbaikan rumah
76
layak huni PNPM Mandiri dan sebagainya), apakah program-program tersebut efektif dan dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Warga yang termasuk dalam kriteria rumah tangga miskin yaitu memliki luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang, jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu atau kayu murahan dan jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah dan tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau jika ada bersama-sama dengan rumah tangga lain, sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari sumur, mata air tidak terlindungi, sungai dan air hujan serta bahan bakar untuk masak sehari-hari adalah kayu bakar, arang, minyak tanah. Untuk kebutuhan pangan hanya mengkonsumsi daging, susu dan ayam sebanyak satu kali dalam seminggu dan hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari. Kriteria lainnya, hanya sanggup membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, tidak sanggup membayar beaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik dan pendidikan kepala rumah tangga hanya SD, tidak tamat SD atau bahkan tidak sekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga sebagai petani dengan luas lahan setengah hektar, buruh tani, nelayan buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah 600 ribu rupiah peebulan, tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai 500 ribu rupiah seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
77
4.1.4. Keadaan Perumahan Dan Permukiman Sudah menjadi karakteristik yang umum jika penduduk memilih lokasi bermukim pada wilayah-wilayah yang memliliki aksesibilitas tinggi ke tempat kerja dan pusat pelayanan (fasilitas umum dan fasilitas sosial), kemudahan memperoleh air bersih, kelengkapan infrastruktur dan factor keamanan. Selain itu, dengan latar belakang historisnya, masyarakat Kota Pontianak seperti memiliki ‘jiwa’ yang sudah menyatu dengan sungai. Kegiatan dan kehidupan kesehariannya sulit dipisahkan dengan sungai. Sehingga perkembangan permukiman di Kota Pontianak cenderung lebih mengarah pada wilayahwilayah di pinggiran dan sekitar sungai, jaringan jalan, parit dan dekat pusatpusat kegiatan. Apabila dilihat perbandingannya untuk
setiap kecamatan, maka
perkembangan permukiman lebih terkonsentrasi di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan serta beberapa kelurahan (Kelurahan Tanjung Hilir, Kelurahan Dalam Bugis dan Kelurahan Tambelan Sampit) di Kecamatan Pontianak Timur, khususnya di sekitar Mesjid Jami dan Kraton Kadariah yang merupakan cikal bakal Kota Pontianak. Permukiman yang dibangun secara pribadi oleh penduduk berpendapatan rendah cenderung berkembang di sekitar dan pinggiran sungai dan parit. Umumnya permukiman tersebut kurang baik penataannya dan prasarana permukimannya juga kurang memadai. Kawasan permukiman di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Timur imumnya memiliki kepadatan bangunan yang lebih tinggi dibandingkan Kecamatan
78
Pontianak Utara. Sebaliknya, permukiman yang dibangun secara pribadi oleh penduduk berpendapatan menengah ke atas dan perusahaan pengembang dapat tertata dengan baik serta dilengkapi dengan prasarana permukiman yang memadai. Kawasan permukiman seperti ini berlokasi di sebagian besar Kecamatan Pontianak Selatan, sebagian Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota, Pontianak Timur dan sebagian kecil Pontianak Utara. Beberapa kompleks perumahan yang dibangun oleh developer tampak mulai dikembangkan ke arah Kecamatan Pontianak Timur. Orientasi bangunan yang tidak menghadap ke sungai (bagian depan rumah tidak menghadap ke sungai tapi malah membelakangi, dengan bangunan untuk MCK yang berbatasan langsung dan merupakan pemandangan langsung dari arah sungai) dinilai merupakan salah satu faktor awal (dari sudut penataan bangunan) yang menyebabkan terjadinya kekumuhan. Faktor lain yang berpengaruh
adalah
kebiasaan
penduduk
yang
karena
keterbatasan
pengetahuan (tentang kesehatan, pentingnya fungsi kelestarian ekosistem sungai) dan kemampuan ekonominya sehingga masih membuang sampah dan limbahnya ke badan sungai atau parit. Secara umum perumahan dan permukiman kumuh di Kota Pontianak berada di tepi Sungai Kapuas dan Landak, baik yang ada di sisi utara dan selatan sungai kecuali kelurahan yang tidak mempunyai batas wilayah sungai. Adanya permukiman yang merupakan ciri khas/tradisional Kota Pontianak adalah di atas sungai/air yang terbanyak di pinggir sungai terutama delta Sungai Kapuas. Permukiman kumuh di Kota Pontianak lebih banyak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
79
1) Kurangnya sarana air bersih dan kurangnya sanitasi sendiri atau bersama 2) Kualitas permukinan dengan atap daun, dinding papan dan lantai papan 3) Kualitas lingkungan kotor karena sarana pembuangan sampah kurang dan tergenang Untuk menghitung angka kemiskinan dapat dilakukan dengan 2 faktor, yaitu ukuran garis kemiskinan dan pendapatan. Sementara angka kemiskinan dipengaruhi oleh kemampuan atau daya beli orang miskin dalam mempertahankan kebutuhan dasarnya. Pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang berbeda, yaitu bisa berasal dari pendapatan pribadi maupun kombinasi antara pendapatan masyarakat dan efektifitas bantuan pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan. Orang yang berpendapatan rendah tetapi kebutuhan dasarnya dipenuhi oleh program Raskin, jamkesmas, ataupun program yang semacamnya dapat terhindar dari kemiskinan. Dilihat dari perkembangan persentase penduduk miskin Kota Pontianak tahun 2005 – 2010 dengan jumlah penduduk terbesar di Kalimantan Barat, sesuai dengan ciri khas sebagai daerah urban dan merupakan kota perdagangan dan jasa maka menjadi tempat tujuan pencari kerja. Meskipun terjadi peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,14% dari tahun 2009 namun dengan turunnya tingkat pengangguran dari 9,38% tahun 2009 menjadi 7,79% tahun 2010 menjadi salah satu faktor yang dapat mengimbangi tingginya inflasi kelompok bahan makanan dari sisi pendapatan, dengan meningkatnya jumlah orang bekerja, maka penduduk yang mempunyai pendapatan bertambah. Tingginya inflasi dapat dijadikan bahn evaluasi dalam
80
menanggulangi kemiskinan, mengingat proporsi pengeluaran penduduk miskin untuk makanan sangat besar. Pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam upaya pengendalian inflasi terutama dari sisi suplai dengan menjaga kesinambungan suplai bahan pokok terhadap permintaan.
4.2. Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota Pontianak Tahapan implementasi sebuah kebijakan publik merupakan tahapan yang krusial, karena tahapan ini menentukan keberhasilan sebuah kebijakan publik. Untuk itu proses implementasi perlu dipersiapkan dengan baik, sejak dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan evaluasi kebijakan publik. Dalam setiap tahapan implementasi kebijakan publik melibatkan seluruh stakeholder yang ada, baik pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat secara individu maupun kelompok. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) merupakan salah satu program penganggulangan kemiskinan yang sebelumnya bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program ini dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa institusi masyarakat yang representatif, mengakar dan menguat bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.
81
PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat yang dilakukan secara terus menerus untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Secara konseptual, PNPM Mandiri Perkotaan memandang bahwa akar penyebab kemiskinan telah menyadarkan berbagai pihak, bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai universal kemanusiaan (moral), prinsipprinsip kemasyarakatan dan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan (dalam Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, tahun 2010). Sebagai program pemberdayaan masyarakat yang berbasis nilai, maka prinsip dasar
program
ini
adalah
“Pemberdayaan
Manusia
Seutuhnya”
untuk
menumbuhkan kepedulian, kerelawanan dan perilaku yang berpihak pada masyarakat miskin dengan dilandasi keikhlasan memberikan prioritas kepada warga yang lebih menderita, lebih miskin dan lebih parah kondisinya. Untuk itu nilai dan prinsip yang melandasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : 1) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya pelaksanaan PNPM-MP senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya. 2) Berorientasi pada masyarakat miskin, artinya semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
82
3) Partisipasi, artinya masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan. 4) Otonomi, artinya masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan dalam PNPM –MP secara swakelola. 5) Desentralisasi, artinya kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. 6) Kesetaraan dan keadilan gender, artinya laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan 7) Demokratis,
artinya
setiap
pengambilan
keputusan
pembangunan
dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. 8) Transparansi dan akuntabel, artinya masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggungjawabkan, baik secara moral, teknis, legal maupun administratif. 9) Prioritas, artinya pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan
kebutuhan
untuk
pengentasan
kemiskinan
dengan
mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas.
83
10) Kolaborasi,
artinya
semua
pihak
yang
berkepentingan
dalam
penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerja sama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan 11) Keberlanjutan,
artinya
setiap
pengambilan
keputusan
harus
mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan 12) Sederhana, artinya semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM – MP harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami dan mudah dikelola oleh masyarakat. PNPM Mandiri Perkotaan meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan pengutan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Substansi ini sebagai upaya proses transformasi PNPM Mandiri Perkotaan dari tataran proyek menjadi tataran program oleh masyarakat bersama pemerintah daerah setempat. Sedangkan pendekatan yang dilakukan agar terwujud tujuan yang hendak dicapai PNPM Mandiri Perkotaan adalah : 1) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang pro-poor dan berkeadilan melalui : (1) Pembangunan lembaga masyarakat (BKM) yang representatif, akuntabel dan mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan.
84
(2) Perencanaan partisipatif dalam menyusun PJM-Pronangkis, IPM dan MDGs. 2) Menyediakan
BLM
secara
transparan
untuk
menandai
kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat dan membuka kesempatan kerja melalui : (1) Pembangunan sarana/prasarana lingkungan (2) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (3) Pengembangan ekonomi lokal 3) Memperkuat keberlanjutan program dengan : (1) Menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan pengelolaan hasil-hasilnya (2) Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran dan pengembangan pasca program. (3) Meningkatkan efektifitas perencanaan dan penganggaran yang lebih pro-poor dan berkeadilan. Berdasarkan prinsip-prinsip dan pendekatan tersebut diatas maka upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dilaksanakan dengan : 1) Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pelaksanaan PNPM - MP 2) Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam pelaksanaan PNPM-MP secara partisipatif 3) Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial dan geografis. Inti kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan adalah proses menumbuhkembangkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dari,
85
oleh dan untuk masyarakat melalui proses pembelajaran dan pelembagaan nilainilai universal kemanusiaan, kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, sesuai Undang-Undang No 32 tahun 2004, Pemerintah Pusat memberi ruang bagi terselenggaranya Pemerintah di Daerah secara lebih demokratis dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, peran Pemerintah Daerah adalah sebagai fasilitator, regulator, dinamisator dan koordinator. Sebagai fasilitator, Pemerintah Daerah berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dengan menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam mengoptimalkan kegiatan. Sebagai Regulator, Pemerintah Daerah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan dengan menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektifitas dan tertib administrasi. Sebagai dinamisator, berperan menggerakkan partisipasi
masyarakat
dengan
mendorong
dan
memelihara
dinamika
pembangunan daerah. Sebagai koordinator, Pemerintah daerah berperan untuk mengintegrasikan program-program berbasis penanggulangan kemiskinan melalui mekanisme perencanaan partisipatif, seperti musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) di tingkat kelurahan, kecamatan dan kota. Dalam kerangka tersebut, untuk mengefektifkan dan melancarkan jalannya program maka bentuk-bentuk bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk pendampingan dan bantuan dana yang disebut Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Untuk bantuan pendampingan diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan
86
program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masingmasing. Proses implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan melibatkan beberapa aktivitas, yakni : 1) Pengorganisasian yang meliputi penataan sumber daya, unit pelaksana dan metodenya sesuai dengan tujuan kebijakan. Tahap ini terdiri dari beberapa komponen pelaksanaan kebijakan, seperti lembaga pelaksana kebijakan, anggaran yang diperlukan, sarana dan prasarana, penetapan tata kerja dan penetapan manajemen kebijakan. 2) Interpretasi atau penafsiran yang berupa penerjemahan dan penjelasan tujuan kebijakan ke dalam kegiatan yang lebih operasional sehingga lebih mudah dipahami oleh lembaga pelaksana maupun pemangku kepentingan dan kelompok sasaran. 3) Aplikasi, yaitu penerapan rencana implemnetasi kebijakan ke kelompok sasaran kebijakan (target group), yang berupa penyediaan layanan, pembayaran, atau pelaksanaan instrumen atau tujuan yang telah disepakati bersama.
4.2.1.Pengorganisasian Dalam Implementasi PNPM Mandiri Perkotaan Di Kota Pontianak Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Pontianak yang dilaksanakan melalui PNPM Mandiri Perkotaan, dikoordinir oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Pontianak. TKPK merupakan forum instansi di tingkat kota yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dalam
87
penyusunan, pembahasan kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan. Kelembagaan TKPK Kota Pontianak berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota, sedangkan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan. Struktur organisasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak adalah sebagai berikut : Gambar 4.2 Struktur Organisasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota PENANGGUNG JAWAB WALIKOTA
KETUA
: WAKIL WALIKOTA
WAKIL KETUA: SEKRETARIS DAERAH
SEKRETARIS: KEPALA BAPPEDA WAKIL SEKRETARIS: KEPALA BPMD
SEKRETARIAT
KELOMPOK PROGRAM BANTUAN SOSIAL TERPADU BERBASIS KELUARGA
KELOMPOK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
POKJA PENDATAAN DAN SISTEM INFORMASI
KELOMPOK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERBASIS PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI DAN KECIL
Sumber : Kantor Walikota Pontianak, 2011
POKJA PENGEMBANGAN KEMITRAAN
POKJA PENGADUAN MASYARAKAT
88
Penetapan tugas, susunan keanggotaan, kelompok kerja, sekretariat dan pendanaan TKPK Kota diatur dengan Surat Keputusan Walikota dengan memperhatikan Perpres 15/2010. Sebagai Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Pontianak, maka organisasi tersebut menyelenggarakan fungsi : 1) Pengkoordinasian, pemantauan, supervise dan tindak lanjut terhadap pencapaian tujuan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah. 2) Pengkoordinasian, penanggulangan
pemantauan, kemiskinan
oleh
pelaksanaan SKPD
kelompok
yang
meliputi
program realisasi
pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi 3) Penyusunan hasil pemantauan pelaksanaan program dan atau kegiatan program penanggulangan kemiskinan secara periodik 4) Pengkoordinasian evaluasi pelaksanaan program dan atau kegiatan penanggulangan kemiskinan. 5) Pengkoordinasian
penanganan
pengaduan
masyarakat
bidang
penanggulangan kemiskinan 6) Penyiapan laporan pelaksanaan dan pencapaian program penanggulangan kemiskinan kepada walikota dan wakil walikota Pontianak. Apabila dilihat dari level kebijakan, seperti yang dikemukakan oleh Bromley (1989 : 32) bahwa ada 3 level kebijakan yakni “Policy level, Organisational level and Operational level”, maka PNPM Mandiri Perkotaan termasuk dalam kategori Operational level, dimana implementasi program ini berada pada level eksekutif, khususnya pada satuan pelaksana (operating
89
units) dalam masyarakat. Untuk itu implementasi PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan melalui organisasi-organisasi kemasyarakatan, yang disebut Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM). BKM/LKM dibentuk sebagai wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan
yang
dijalankan
oleh
masyarakat
secara
mandiri
dan
berkelanjutan. Kegiatan-kegiatannya meliputii proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program sampai pemanfaatan dan pemeliharaan.
Jumlah BKM/LKM di kota
Pontianak adalah 29 lembaga yang meliputi 351 KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Tiap
BKM/LKM
bersama-sama
masyarakat
melakukan
proses
perencanaan partiisipatif dengan menyusun Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM dan Renta Pronangkis), sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, LKM/BKM menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat. Untuk itu diperlukan sinergisitas dan komitmen diantara lembaga pelaksana dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Peran Pemerintah Kota Pontianak dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai fasilitator, regulator, dinamisator dan koordinaor dengan penjabaran sebagai berikut :
90
1) Sebagai fasilatator, adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan (menjembatani) kepentingan berbagai pihak dalam mengoptimalkan pembangunan daerah 2) Sebagai regulator, adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektifitas dan tertib administrasi pembangunan) 3) Sebagai dinamisator, adalah menggerakkan partisipasi multi pihak ketika stagnasi terjadi dalam proses pembangunan (mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah) 4) Sebagai koordinator, adalah mengintegrasikan program-program berbasis penanggulangan kemiskinan (melalui mekanisme perencanaan partisipatif, seperti musyawarah rencana pembangunan) Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsi Pemerintah kota tersebut diatas, maka Pemerintah Kota Pontianak mengangkat Koordinator PNPM Mandiri Perkotaan yang dibantu Asisten Korkot di bidang keuangan, teknik/infrastruktur, manajemen data dan penataan ruang untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan di bawah koordinasi Team Leader KMW (Konsultan Manajemen Wilayah). Level birokrasi terendah sebagai implementor PNPM Mandiri Perkotaan adalah kelurahan. Di tingkat kelurahan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah: (1) Lurah dan perangkatnya, (2) Relawan masyarakat, (3) LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat), (4) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat. Lurah sebagai koordinator ketiga unsur pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat kelurahan, mempunyai
91
tugas untuk memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Relawan
masyarakat
merupakan
pelopor-pelopor
penggerak
dari
masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayah kelurahan yang bersangkurtan. PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi sasaran program agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan program agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat diwilayahnya. Relawan masyarakat dibentuk sebagai upaya untuk menjalankan seluruh proses PNPM Mandiri Perkotaan
yang direncanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat atau peningkatan kapasitas. Diharapkan relawan masyarakat menjadi pelopor dalam siklus program, refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya, pembentukan BKM/LKM, pengorganisasian KSM dan perencanaan partisipatif. Relawan masyarakat yang ada di Kota Pontianak direkrut untuk masing – masing kelurahan yang jumlahnya menyesuaiakan kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Jenis kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan meliputi kegiatan di bidang sosial, bidang ekonomi dan lingkungan. Untuk masing-masing kegiatan didampingi oleh relawan masyarakat sebagai mitra kerja LKM/BKM di setiap kelurahan yang ada di Kota Pontianak. Setiap
92
relawan masyarakat berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap keseluruhan proses sehingga bisa terbangun control social yang bagus. Sebagai mitra kerja BKM, maka para relawan masyarakat akan membentuk Forum Relawan dan berhak mendapat informasi perkembangan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dipimpin oleh Badan Keswadayaan Masyarakat. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang ada pada setiap kelurahan bertanggung jawab untuk menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan perkotaan. Sampai dengan tahun 2011, jumlah BKM/LKM yang ada di Kota Pontianak adalah 29 lembaga yang tersebar di 6 kecamatan yang ada di Kota Pontianak. Nama-nama BKM yang ada di Kota Pontianak adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Daftar Nama-Nama BKM Kota Pontianak No Kecamatan 1 Pontianak Barat
2
Pontianak Kota
3
Pontianak Selatan
Kelurahan a. Sungai Jawi Dalam b. Sungai Beliung c. Sungai Jawi Luar d.Paal Lima a. Sungai Jawi b. Darat Sekip c. Mariana d. Tengah e. Sungai Bangkong
Nama BKM Jawi Berkah Mitra Beliung Jeruju Paal Lima Mandiri Jawi Sejahtera Sekip Baru Mariana Pijar Tengah Bangkong Bersatu
a. Benua Melayu Darat b. Kota Baru c. Akcaya d.Benua Melayu Laut
Borneo Kobar Makmur Akcaya Karya mandiri Hangtuah
93
4
Pontianak Timur
5
Pontianak Tenggara
e. Parit Tokaya a. Parit Mayor b. Tanjung Hilir c. Banjar Serasan d.Dalam Bugis e. Tanjung Hulu f. Tambelan Sampit g. Saigon
Srikandi Mandiri Mentari Timur Serasan Sejahtera Corak Insang Sejahtera Sanyorani Sutra Mandiri
a.Bangka Belitung Darat b. Bansir Laut c. Bansir Darat
Paris Raya Gayung Bersambut Bintang Tenggara Bangka Belitung Laut Abadi
d. Bangka Belitung Laut 6
Pontianak Utara
a. Siantan Hilir b. Siantan Tengah c. Batulayang d. Siantan Hulu
Khajuma Khatulistiwa Phikat Wahana Pangeran
Sumber : Bappeda Kota Pontianak, 2011 BKM/LKM mempunyai peran utama untuk mengorganisasikan warganya secara partisipatif untuk merumuskan rencana jangka menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. BKM harus mampu menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan jaringan BKM di tingkat kecamatan dan kota sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan, masing-masing BKM membentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). KSM merupakan nama generik untuk
kelompok warga
masyarakat pemanfaat dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dalam
94
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. KSM diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator yang terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond) dan yang berjuang untuk mencapai tujuan bersama. Sampai saat ini, jumlah KSM yang ada di Kota Pontianak adalah 351 KSM yang berada di tingkat RT (Rukun Tetangga) di seluruh wilayah Kota Pontianak. Sedangkan relawan masyarakat yang berada dibawah KSM berjumlah 1091 orang yang sudah terlatih dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. KSM bukan hanya sekedar pemanfaat pasif dana Bantuan Langsung Masyarakat, melainkan juga sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM/BKM melalui berbagai dana yang mampu digalang. Oleh sebab itu, tugas pokok KSM adalah sebagai berikut : 1) Menyusun usulan kegiatan pembangunan terkait dengan penanggulangan kemiskinan 2) Mengelola
dana
yang
diperolehnya
untuk
mendanai
kegiatan
pembangunan yang diusulkan 3) Mencatat dan membuat laporan kegiatan dan keuangan kegiatan pembangunan yang diusulkan 4) Menerapkan nilai-nilai luhur dalam pelaksanaan pembangunan , seperti transparansi, demokrasi, membangun dengan mutu dan lain-lain 5) Secara aktif menjadi bagian dari kendali sosial (control social) pelaksanaan penanggulangan kemiskinan diwilayahnya.
95
Selain organisasi-organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam proses implementasi program ini diperlukan komponen sumber dana . Sumber dana yang digunakan dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah). Pada dasarnya PNPM Mandiri Perkotaan dalam penyediaan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) menganut sikap open menu, dimana masyarakat bebas mengajukan usulan kegiatan apapun selama terkait langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kegiatan yang layak didanai melalui BLM adalah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam PJM/Rencana Tahunan Pronangkis. Kegiatan-kagiatan tersebut digolongkan menjadi 2, yaitu: 1) Kegiatan pembangunan yang sudah ditemukan pada saat Pemetaan Swadaya (PS), biasanya skala besar (kelurahan) yang dialokasikan pada Rencana Tahunan sebagai rencana investasi dan dapat dilaksanakan oleh Panitia yang dibentuk LKM/BKM dan dikoordinasikan oleh UPL (Unit Pengelola Lingkungan) dan bertanggung jawab kepada LKM. 2) Kegiatan kecil-kecil yang diusulkan oleh KSM tetapi secara indikatif sudah direncanakan di Rencana Tahunan, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. KSM yang membutuhkan dapat mengusulkan, sifatnya investasi kecil dan dilaksanakan oleh KSM yang bersangkutan. Apabila masyarakat memutuskan bahwa sebagian dana BLM digunakan untuk pinjaman bergulir, maka pengelolaannya harus dilakukan dengan berorientasi pada masyarakat miskin. Penyediaan dana BLM dimaksudkan
96
agar masyarakat dapat belajar senyata nyatanya untuk melakasanakan dan mengelola apa yang sudah direncanakan. Upaya pembelajaran ini lebih dititikberatkan pada upaya memberi kesempatan kepada masyarakat untuk belajar menangani berbagi persoalan yang ada secara utuh mulai dari pengembangan gagasan, identifikasi persoalan, perencanaan pemecahan persoalan sampai dengan pelaksanaan dengan tetap berorientasi ke tujuan jangka panjang. Selain itu juga untuk menumbuhkan kesadaran kritis bahwa kebutuhan untuk penanggulangan kemiskinan tidak hanya kebutuhan modal dana semata, melainkan juga kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan modal sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. PNPM Mandiri Perkotaan menganut azas Open Menu, karena masyarakat perlu menyadari bahwa tidak mungkin kebutuhan orang miskin hanya satu aspek saja dan mengabaikan aspek lainnya. Masyarakat dapat melengkapi sebagian besar kebutuhan dan kegiatan lainnya melalui swadaya masyarakat atau akses chanelling program ke berbagai pihak terkait. Dana BLM tidak dapat diakses oleh individu, melainkan melalui kelompok seperti panitia atau KSM yang lebih bersifat permanen. Ketentuan pemanfaatan oleh kelompok ini berlaku pada seluruh jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, baik kegiatan prasarana lingkungan, dana pengembangan sosial maupun pengembangan usaha ekonomi masyarakat dan peningkatan kapasitas institusi masyarakat. Masyarakat dalam mengelola dana BLM diharapkan mampu mengimplementasikan secara nyata nilai-nilai universal kemanusiaan seperti kejujuran, tanpa pamrih, kerelawanan serta prinsip-prinsip universal kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan.
97
Dana BLM pada dasarnya adalah wakaf tunai yang dapat digunakan untuk membeayai kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah direncanakan oleh masyarakat dibawah koordinasi LKM. LKM sebagai penerima dana BLM harus dapat menunjukkan bahwa kepercayaan yang diberikan kepadanya telah digunakan secara benar dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Untuk itu LKM harus dapat mengelola dana tersebut secara benar, transparan dan akuntabel. Salah satu alat yang digunakan untuk menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan adalah pembukuan tentang semua transaksi keuangan yang disusun dalam suatu Laporan Keuangan Bulanan. Selain transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kegiatan serta keuangan, prinsip akuntabilitas wajib dilaksanakan. Akuntabilitas diterapkan dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan untuk melakukan audit, bertanya dan mempertanggungjawabkannya. Sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak (Bappeda Kota Pontianak, 2011), terdiri dari : 1) APBN – World Bank, jumlah alokasi dana tahun 2008 sebesar Rp 3 150 000.000 2) Sharing Dana Untuk Urusan Bersama (DUB) dan APBD Kota Pontianak Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 2 000 000 000 3) APBN – Islamis Development Bank (IDB), Tahun Anggaran 2009 berjumlah Rp 3 280 000 000 4) Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) Tahun Anggaran 2010 berjumlah Rp 3 340 858 000
98
Pencairan dana BLM disalurkan langsung kepada LKM/BKM di masingmasing kelurahan se Kota Pontianak melalui 3 tahapan. Tahap Pertama, diberikan 20% setelah terbentuk Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM). Kemudian pihak LKM menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) dengan pihak pemerintah yang diwakili oleh PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan). Penandatanganan perjanjian harus dilampiri dengan dokumen PJM Pronangkis yang telah disetujui oleh masyarakat dan telah diverifikasi oleh pihak KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) dan Koordinator Kota (Korkot) kepada PJOK. Tahap kedua, bantuan diberikan sebanyak 50% dengan syarat dana pada tahap pertama yang telah disalurkan ke KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) telah dimanfaatkan dan dipertanggungjawabkan secara teknis dan administrasi minimal 50%, demikian pula kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sudah diperiksa dan ditandatangani oleh tim fasilitator dan diverifikasi oleh Korkot, termasuk administrasi keuangan (pembukuan)nya telah diverifikasi oleh KMW. Selanjutnya bahwa usulan KSM untuk penggunaan dana BLM tahap II telah dinyatakan layak oleh KMW (Korkot). Tahap ketiga, disalurkan lagi dana sebanyak 30% dengan syarat sebagaimana syarat pada tahap kedua. PNPM Mandiri Perkotaan dalam membuka
dan mengelola rekening
kolektif masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance), seperti transparansi, akuntabel, responsiveness, efektif dan efisien. Prinsip transparansi lebih mengarah pada kejelasan mekanisme, yang dibangun atas dasar kebebasan informasi yang dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Akuntabel diterapkan untuk
99
mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tersebut ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal. Sedangkan efektif dan efisien berkaitan dengan hasil yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada. Penerapan prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat dalam spesimen tanda tangan rekening yang harus melibatkan minimal 3 orang, yang terdiri dari ketua LKM/BKM dan ditambah 2 orang anggotanya yang ditetapkan oleh musyawarah mufakat. Pencatatan setiap transaksi keuangan minimal dilakukan dalam buku catatan uang masuk dan cacatan uang keluar yang disertai dengan bukti transfer seperti kuitansi, bon atau nota pembelian. Bantuan Langsung Masyarakat yang digulirkan dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan dampak sosial dan kerusakan lingkungan serta berorientasi kepada kepentingan individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta peraturan yang berlaku. Ada beberapa kegiatan yang tidak boleh dibeayai dengan dana BLM, seperti kegiatan yang berkaitan langsung dengan politik praktis (kampanye, demonstrasi dll), kegiatan militer atau semi militer (pembelian senjata atau sejenisnya), deposito atau yang berkaitan dengan usaha memupuk bunga bank, kegiatan yang memanfaatkan BLM sebagai jaminan atau agunan baik yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan perbankan maupun pihak ketiga lainnya, pembebasan lahan, pembangunan rumah ibadah, pembangunan gedung pemerintah atau kantor LKM, kegiatankegiatan yang berdampak kecil terhadap lingkungan, penduduk asli dan
100
kelestarian budaya lokal, kegiatan yang bertentangan hukum, nilai, agama, tata susila dan kemanusiaan serta tidak sejalan dengan visi, misi dan tujuan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dengan mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah. Di Kota Pontianak, kegiatan tersebut dilakukan dengan melalui pelibatan intensif pemerintah kota pada siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah dan PJM Pronangkis kota yang berbasis aspirasi dan program masyarakat serta mendorong dan melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Untuk mendukung upaya-upaya tersebut diatas diperlukan ukuran-ukuran yang jelas untuk mengetahui seberapa besar upaya yang dilakukan implementor dalam mendukung upaya pemberdayaan masyarakat. Indikatorindikator untuk mengukur kemampuan implementor (aparat pelaksana) dalam memberdayakan masyarakat terkait dengan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut : 1) Minimum 40% tingkat kehadiran kaum miskin dan rentan dalam pertemuan-pertemuan perencanaan dan pengambilan keputusan 2) Minimum 40% tingkat kehadiran perempuan dalam pertemuan-pertemuan perencanaan dan pengambilan keputusan 3) Minimum 30% penduduk dewasa mengikuti pemilihan LKM di tingkat RT (Rukun Tetangga)
101
4) Minimum 90% LKM terbentuk di kelurahan 5) Minimum 90% kelurahan telah menyelesaikan PJM Pronangkis dan telah diratifikasi dalam musyawarah warga 6) Minimum 80% pemerintah kota menyediakan dana pendukung, 20% untuk pemerintah kota dengan kapasitas fiscal rendah dan 50% untuk pemerintah kota dengan kapasitas fiscal sedang, tinggi dan sangat tinggi 7) Minimum 70% prasarana yang dinilai memiliki kualitas baik 8) Minimum 70% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki pinjaman beresiko 3 bulan<10% 9) Minimum 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki ratio pendapatan dan beaya >125% 10) Minimum 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki tingkat pengembalian modal >10% 11) Minimum 30% anggota KSM adalah perempuan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan
yang
merupakan
gerakan
bersama
membangun
kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat yang dalam PNPM Mandiri Perkotaan menjadi inti dan harapan dari program ini.
102
4.2.2. Interpretasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota Pontianak Interpretasi atau penafsiran merupakan tahapan penjabaran sebuah program yang bersifat abstrak ke dalam kegiatan yang lebih bersifat teknis operasional. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, kegiatankegiatan yang merupakan operasionalisasi dari program ini dikenal dengan istilah TRIDAYA. Tridaya merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun daya sosial, daya ekonomi dan daya pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang efektif, produktif dan peduli terhadap lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk menguraikan tahap interpretasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak telah dilaksanakan melalui pendekatan Tridaya akan diuraikan ke dalam beberapa kegiatan sebagai berikut : 1) Pembangunan Masyarakat (Social Development) Kegiatan Pengembangan masyarakat dimaksudkan bahwa setiap langkah kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat, sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial. Dengan demikian dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarkat juga diartikan sebagai upaya meningkatkan potensi segenap unsure masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan dan marjinal yang selama ini tidak mempunyai peluang /akses dalam program maupun kegiatan.
103
Jenis kegiatan yang telah dilaksanakan dalam program pengembangan masyarakat adalah pemberdayaan relawan masyarakat yang telah ada di masing –masing kelurahan dan pelatihan KSM untuk pengembangan kapasitas/penguatan organisasi, penyiapan dan penciptaan peluang usaha melalui pelatihan dan praktek ketrampilan usaha bagi warga miskin yang belum produktif. Program pengembangan masyarakat lebih memberi ruang kepada kaum perempuan, melalui kursus-kursus dan pelatihanpelatihan yang tujuannya untuk memberdayakan kaum perempuan. Kehadiran relawan masyarakat ini sangat dibutuhkan sebagai konsekuensi logis dari penerapan pembangunan yang berbasis masyarakat dan penerapan konsep ‘membangun dari dalam’ (development from within), yang membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Di sisi lain proses membangun dari dalam tidak akan terlaksana apabila peloporpelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut merupakan individu atau sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi serta golongan dan kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan sangat ditentukan oleh relawan-relawan yang mempunyai moral yang baik dan mampu menjadi contoh perubahan itu sendiri. Untuk itu pemilihan relawan
tidak
boleh
semata-mata
didasarkan
pada
pengalaman,
pendidikan, status sosial tetapi lebih pada moral yang dimilikinya. Didasarkan pada keyakinan inilah, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong
104
masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan agar bermanfaat bagi masyakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya. Dengan demikian peran utama para relawan masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai pelopor perubahan dan penggerak masyarakat dalam menjalani seluruh proses implementasi program
yang sudah direncanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat dan peningkatan kapasitas, sehingga secara rinci relawan diharapkan menjadi pelopor dalam siklus program. Siklus tersebut adalah refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya, pembentukan BKM/LKM, pengorganisasian KSM dan perencanaan partisipatif . Selain itu relawan masyarakat juga berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap keseluruhan proses implementasi program sehingga terbangun control social yang baik. KSM yang diorganisasikan oleh tim relawan masyarakat dan dibantu tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. KSM sebagai pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan dalam PNPM Mandiri Perkotaan mempunyai tugas pokok untuk menyusun usulan kegiatan, mengelola dana , mencatat dan membuat laporan pelaksanaan program. Untuk memberdayakan KSM dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dilakukan pelatihan-pelatihan kepada anggotanya sesuai dengan keinginan dan
105
kebutuhannya masing-masing.
Pelatihan
tersebut
dilakukan
untuk
menunjang usaha yang akan dilakukannya, seperti kursus membuat kue, kursus menjahit, kursus komputer dan sebagainya. Dengan dana sebesar Rp 2 500 000 per kelompok, atau Rp 500 000 per anggota KSM, masingmasing anggota KSM membuat usaha sesuai dengan kemampuannya. Berbagai usaha yang dilakukan oleh anggota KSM antara lain jual bensin, jual kue, jual gorengan, jual bakso, jual jamu dan lain-lain. Akibat terbatasnya anggaran, maka masih ditemui keluhan-keluhan dari masyarakat tentang alokasi penggunaan dana yang diperolehnya. Disamping itu ada kecenderungan bagi para relawan yang aktif di LKM maupun di KSM yang telah dibentuk memberi kesempatan yang lebih besar kepada anggota-anggotanya untuk mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh mereka sendiri. Anggota masyarakat lainnya yang tidak terlibat dalam kelompok relawan akhirnya harus menunggu kesempatan berikutnya yang memerlukan waktu cukup lama dan belum tentu ada lagi. Dalam wawancara dengan salah satu anggota masyarakat, ada kecenderungan menyangsikan kemauan baik dari para pengurus LKM dan menganggap bahwa bantuan-bantuan maupun pelatihan-pelatihan yang diprogramkan lebih cenderung diberikan kesempatan kepada para relawan saja, sementara yang tidak masuk sebagai relawan kurang mengetahui adanya bantuan dan program pelatihan. Bahkan ada sebagian masyarakat yang mengatakan tidak diberitahu kalau ada bantuan dan pelatihan, oleh karena itu masyarakat lebih memilih jika ada bantuan langsung saja diarahkan kepada masyarakat yang menjadi sasaran
106
program, tidak lagi melalui kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga lokal yang dibentuk. Sulitnya menumbuhkan kepercayaan di masyarakat, ketika dilepas untuk mandiri dalam merancang kegiatan serta melaksanakan sendiri kegiatannya terkadang masih mengikuti kepentingan pribadi atau kelompok didalamnya. Peran aparat pelaksana menjadi pertaruhan dalam konteks ini, sebab aparat pelaksana sangat diharapkan dalam mengawasi proses pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan pengurus LKM maupun KSM yang telah berkali-kali mendapatkan kesempatan dan bantuan untuk mengikuti pelatihan ketrampilan dari program lain, sehingga masyarakat yang tidak terlibat dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan akan mengalami kesulitan dalam mengakses informasi maupun kesempatan yang ditawarkan. Masalah ini dapat dikatakan sebagai masalah yang klasik dalam setiap program pemberdayaan, seperti sering terjadinya salah sasaran dalam pemberian bantuan. Apabila hal ini kurang mendapatkan perhatian, maka akan dapat mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada anggota LKM dan tujuan pemberdayaan mengalami ketidakberhasilan. Disamping itu, partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Masyarakat harus teribat dalam proses tersebut, sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru.
107
2) Pengembangan Ekonomi (Economic Development) Pengembangan ekonomi yang dimaksudkan adalah upaya-upaya ke arah peningkatan kapasitas dan ketrampilan masyarakat miskin dan atau pengangguran melalui upaya pengembangan peluang usaha dan akses ke sumber daya untuk peningkatan pendapatan dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. Program pengembangan ekonomi yang diuraikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diwujudkan dengan kegiatan pinjaman bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan.
Pelaksanaan kegiatan
pinjaman bergulir bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat dan membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Pengelolaan dana bergulir dilakukan pada tingkat UPK (Unit Pengelola Keuangan atau LKM penerima bantuan. Pengelolaan dana bergulir ini dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman yang berorientasi pada masyarakat miskin, yaitu tidak semata-mata berorientasi pada pemupukan dana, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat miskin. Indikator tercapainya sasaran pinjaman bergilir adalah peminjam berasal dari rumah tangga yang telah diidentifikasi dalam PJM Pronangkis dan telah masuk dalam daftar pemetaan swadaya. Minimal 30% peminjam adalah perempuan dari rumah tangga miskin yang telah tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat dengan jumlah anggota 5 orang. Akses
108
pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik, terjamin keberlanjutannya, baik melalui dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) maupun melalui dana hasil chanelling dengan kebijakan pinjaman yang lain. Dana pinjaman bergulir di Kota Pontianak berasal dari sharing pendanaan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, yang besaran jumlah dana bantuannya tergantung pada kondisi fiscal pemerintah kota. Kota Pontianak termasuk wilayah dengan kapasitras fiscal menengah, sehingga bantuan BLM sebagai dana pendamping dalam PNPM Mandiri Perkotaan sebesar 50%. Dana bergulir ini hanya diberikan kepada masing-masing anggota masyarakat miskin yang mempunyai usaha mikro. Jumlah dana bergulir yang dapat diterima setiap anggota KSM sebesar Rp 500 000. Dana ini kemudian digulirkan secara terus menerus dan diangsur pembayarannya setiap bulan. Implementasi program pinjaman dana bergulir merupakan salah satu bentuk interpretasi program pengembangan ekonomi dari PNPM Mandiri Perkotaan yang menggunakan pendanaan bergulir sebagai jalan keluar untuk memberdayakan masyarakat miskin. Hal ini sesuai yang diamanahkan oleh Peraturan Presiden No 15 tahun 2010, bahwa strategi penanggulangan kemiskinan antara lain adalah : 1) Mengurangi beban pengeluaran masyarakat 2) Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin 3) Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
109
4) Membentuk
sinergi
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan. Untuk itu dalam melaksanakan program pemberdayaan ini yang diperlukan adalah partisipasi dan komitmen masyarakat miskin sebagai sasaran program. Partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektifitas, efisiensi dan
sikap
kemandirian
merupakan
strategi
pemberdayaan
yang
dilaksanakan melalui kegiatan kerja sama dengan para relawan, seperti organisasi-organisasi kemasyarakatan. Dengan demikian yang diperlukan adalah kemampuan masyarakat untuk memenuhi beberapa tahapan yang disarankan dalam pencapaian tujuan program ini, yaitu : 1) Identifikasi kebutuhan 2) Identifikasi pilihan atau strategi 3) Keputusan atau pilihan tindakan 4) Mobilisasi sumber-sumber 5) Tindakan itu sendiri Langkah-langkah diatas merupakan beberapa hal yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat secara mandiri, seperti halnya dalam
implementasi
PNPM
Mandiri
Perkotaan.
Pemberdayaan
memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap langkah diatas secara menyeluruh dengan intervensi minimal pihak luar. Biasanya bagi mereka yang paling membutuhkan dan belum dapat menyiapkan diri terhadap kebutuhan mereka lebih memiliki sedikit ilmu pengetahuan, ketrampilan, uang atau kekuatan fisik. Kondisi ini mendorong intervensi dari luar menjadi berlebihan. Seperti yang diungkapkan oleh Kotze (dalam
110
Hikmat, 2010 : 6), bahwa masyarakat miskin memiliki kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada. Upaya pemberdayaan yang dilakukan melalui kegiatan pinjaman dana bergulir kepada KSM dapat dianggap sebagai jalan keluar untuk membantu kelompok miskin apabila KSM tersebut mampu mengelola pendanaannya
dan
membina
anggotanya
untuk
disiplin
dalam
pengembalian dana pinjaman tersebut. Sampai tahun 2011 tingkat pengembalian pinjaman dana bergulir di Kota Pontianak adalah 22 kelurahan > 90% dan 4 kelurahan < 90% dari total jumlah KSM 4889 yang ada ( laki laki berjumlah 1676 dan perempuan berjumlah 3213 KSM). Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembalian pinjaman dana bergulir yang ada pada PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dapat dikatakan cukup berhasil. Namun demikian kegiatan ini belum mampu menyentuh masyarakat yang paling rentan terhadap kemiskinan. Hal ini disebabkan yang berhak mendapatkan bantuan ini hanya masyarakat yang mempunyai usaha yang sifatnya mikro. Bagi masyarakat miskin yang pekerjaannya berkaitan dengan bidang jasa tidak bisa mengakses bantuan ini, karena mereka tidak mampu menunjukkan tempat usaha yang dapat dijadikan rujukan dalam menilai kesahian pemberian bantuan dana kepada kelompok miskin ini, seperti tukang becak, buruh, pemulung, dan sebagainya. Pada hal kelompok masyarakat ini sangat memerlukan dana segar untuk membantu keluarganya. Apalagi pada kondisi-kondisi tertentu yang membuat kelompok masyarakat ini mengalami poverty rackets (roda penggerak
111
kemiskinan) yang menyebabkan mereka masuk ke lembah yang curam dalam kemiskinan. PNPM Mandiri Perkotaan mencari jalan keluar dan memiliki konsep bagaimana mekanisme pemberian pinjaman dana bergulir kepada masyarakat yang tidak memiliki usaha mikro, yang penting mereka memiliki pekerjaan yang memungkinkan mereka dapat mengangsur pinjamannya. Hal ini disebabkan kesulitan terbesar masyarakat miskin adalah memiliki dana segar yang dapat dipakai tanpa harus ada agunan. Kepercayaan masyarakat yang menjadi dasar modalitas dalam pemberian pinjaman dana bergulir, sehingga hal ini harus menjadi bagian dari pembelajaran semua pihak menuju kemandirian dan keberdayaan. 3) Perlindungan Lingkungan (Enviromental Protection) Dalam menentukan dan melaksanakan kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan perlindungan
masyarakat atau
miskin
pemeliharaan
harus
berorientasi
lingkungan.
pada
Lingkungan
upaya yang
dimaksudkan disini adalah lingkungan alami maupun lingkungan buatan, termasuk lingkungan perumahan permukiman yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif, yang termasuk didalamnya penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kegiatan yang berorientasi kepada perlindungan lingkungan yang tertuang dalam Program Jangka Menengah (PJM) Pronangkis dibentuk
112
oleh LKM lebih terfokus pada kegiatan pembangunan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman baik untuk kepentingan masyarakat umum maupun kepentingan warga miskin seperti perumahan kumuh. Dalam PJM Pronangkis Kota Pontianak, kegiatan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana antara lain adalah kegiatan perbaikan jalan lingkungan (jalan perkerasan, jalan rabat beton, tembok penahan tanah/barau), peningkatan kualitas drainase (pembuatan saluran air hujan terbuka), pembuatan jembatan (Jembatan beton dan gorong-gorong), pembangunan/ perbaikan rumah tidak layak huni, pembuatan penampung air hujan, pembuatan penerangan jalan umum, pembangunan sarana kesehatan (bangunan Posyandu). Program infrastruktur tersebut diatas sangat membantu perbaikan lingkungan fisik dan sosial masyarakat kelurahan setempat. Perbaikan jalan-jalan lingkungan dengan menggunakan semen atau yang disebut semenisasi lingkungan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat apalagi kalau musim hujan. Dana yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ini adalah dana sharing antara pemerintah kota Pontianak dengan masyarakat setempat. Dalam kegiatan ini, peran RT (Rukun Tetangga) sangat diperlukan, yakni dalam mendorong warganya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini. Bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini antara lain adalah adanya iuran masing-masing warga yang sifatnya wajib dan sukarela. Iuran wajib adalah iuran yang jumlahnya sama antara warga yang satu dengan warga yang lainnya, sedangkan iuran sukarela sangat tergantung pada kemampuan warga.
113
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak tahun anggaran 2011 melakukan kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni kepada 20 warga di Pontianak Selatan. Dana yang dikucurkan pemerintah pusat melalui APBN ini mencapai 20 milliar rupiah. Setiap rumah yang direhab mendapatkan dana sebesar Rp 11 juta. Dari total yang didapat oleh warga tersebut diantaranya Rp 750 000 untuk upah tukang dan sisanya digunakan untuk membeli bahan bangunan. Bantuan tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga warga dapat menyelesaikannya tepat waktu. Karena dengan kerja sama yang baik antara warga dengan pemerintah akan mendukung PNPM Mandiri Perkotaan berikutnya. Dengan kerja sama yang baik ini pemerintah dapat kembali memberikan kepercayaan kepada masyarakat, karena masih ada sebagian warga yang rumahnya tidak layak huni dan perlu mendapatkan bantuan. Warga yang mendapatkan bantuan rehab rumah tidak layak huni mengatakan sangat senang dengan adanya kegiatan ini, karena kegiatan rehab rumah ini dapat membantu warga yang kondisi rumahnya memang sudah tidak layak huni. Yang diperlukan adalah adanya pengawasan dari pihak pemerintah terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut dari segi ketepatan waktu penyelesaian rehab rumah tidak layak huni tersebut. Peran lurah dalam mengawasi program- program yang telah dicanangkan oleh Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) antara lain adalah apakah sudah sesuai dengan perencanaan awal ketika diadakan rembug warga maupun diadakan pemetaan swadaya. Pada tahapan pemetaan swadaya sebenarnya sudah ditentukan mana perumahan warga miskin yang layak mendapat bantuan rehabilitasi rumah
114
tidak layak huni. Kendatipun sudah ditentukan rumah warga yang akan direhabilitasi, namun dalam implementasinya ternyata masih mengalami perbedaan pandangan tentang kriteria rumah yang mendapat bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Untuk itu diperlukan diskresi lurah sebagai penanggung jawab kegiatan ini, agar tidak menimbulkan kekecewaan pada warga yng tidak mendapatkan kesempatan rehabilitasi rumahnya. Peran lurah diisini tidak hanya sebagai kepala kelurahan, tetapi dapat juga sebagai tokoh masyarakat dengan posisi penengah, yang dapat mengambil keputusan tentang rumah penduduk mana yang layak untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni di Kota Pontianak agar tidak menambah kekecewaan masyarakat atas keputusan LKM ataupun KSM sebagai implementor program ini. Dalam implementasi program ini juga melibatkan peran masyarakat, tidak hanya sebagai pemanfaat dana dari pemerintah, tetapi masyarakat juga turut memberi kontribusi pada program-program yang dijalankan. Kontribusinya adalah dengan melibatkan diri secara sukarela baik berupa ide, masukan, dukungan moril, waktu serta dalam bentuk penyediaan tenaga fisik maupun material untuk membantu pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan. Kontribusi semacam ini secara material nilainya cukup tinggi, sebab keterlibatan mereka dalam program tidak dibayar. Sedangkan yang dibayar adalah mereka yang benar-benar tenaga profesional yang bukan penduduk/warga setempat. Sikap berswadaya yang merupakan nilai-nilai yang telah lama dimiliki oleh masyarakat, kemudian ditumbuhkan kembali pada PNPM Mandiri Perkotaan dapat dipupuk terus menerus sebelum mengalami degradasi lingkungan eksternal
115
yang secara perlahan menuntut masyarakat untuk semakin individualistik dan berpotensi mengabaikan lingkungan sekitarnya. Tetapi karena kesibukan sebagian besar masyarakat kota Pontianak dalam kesehariannya, tidak jarang mereka kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan lingkungan ini. Bentuk pembangunan lingkungan yang ada pada PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak yang lain adalah penyediaan sarana dan prasarana yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah setempat. Pembangunan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan lingkungan adalah pembangunan tempat pembuangan sampah sementara. Karena masalah persampahan menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, maka pembangunan sarana ini sangat diperlukan. Tanggung jawab masyarakat adalah pengelolaan sampah rumah tangga sampai kepada TPS (Tempat Pembuangan Sementara), sehingga yang diperlukan disini adalah sinergi antara pemerintah dengan masyarakat dalam pengelolaan sampah tersebut. Masyarakat harus disiplin dalam hal jadwal pembuangan sampah rumah tangga dan pemerintah harus menyediakan sarananya dan TPSnya.
4.2.3. Aplikasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak Aplikasi adalah penerapan atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat dinamis karena berhubungan dengan kegiatan atau kebijakan lainnya. PNPM Mandiri Perkotaan merupakan sebuah program membangun
kemandirian
masyarakat
dan
pemerintah untuk
pemerintah
daerah
dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri. Program ini diharapkan bisa menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa institusi/kelembagaan
116
masyarakat yang representatif, mengakar, dan menguat bagi perkembangan modal sosial (socisl capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Dalam pelaksanaan program ini diawali dengan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Pontianak yang ditetapkan dengan keputusan walikota. Tim ini akan berkoordinasi dengan instansi lain dalam penyiapan, perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu TKPK bertugas merumuskan kebijakan makro dan mikro dengan mengikutsertakan berbagai stakeholder yang meliputi instansi pemerintah, organisasi non pemerintah, dunia usaha, organisasi profesi dari segenap unsur masyarakat di wilayah Kota Pontianak. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Mengkoordinasikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan 2) Mengkoordinasikan
pengendalian
pelaksanaan
penanggulangan
kemiskinan di Kota Pontianak. Dalam
melaksanakan
tugas-tugas
tersebut,
Tim
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota Pontianak. Sebagai ketua tim adalah wakil walikota, yang didampingi wakil ketuanya Sekretaris Daerah Kota Pontianak dan sekretaris Kepala Bappeda Kota Pontianak, yang membawahi beberapa kelompok kerja (Pokja) : Pokja Pendataan dan Sistem informasi, Pokja Pengembangan Kemitraan, Pokja Pengaduan Masyarakat.
117
Sementara itu juga ada beberapa kelompok program penanggulangan kemiskinan yang masing-masing ketua timnya bertanggung jawab langsung kepada Ketua TKPK Kota Pontianak, yaitu : 1) Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga 2) Kelompok Program Penanggulangan kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat 3) Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan kecil. Untuk mengaplikasikan program-program tersebut di atas, maka ada beberapa langkah dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan di Kota Pontianak. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : Gambar 4.3 Langkah-Langkah Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Persiapan
Pengkajian Masalah
Perumusan Kebutuhan Perumusan Strategi
Penyusunan Pronangkis
Integrasi Renbang Kota
Penyusunan Anggaran
Pengesahan APBD Kota
Pengkajian Potensi
Penetapan SPKD
Penyusunan Mekanisme Pelaksanaan
Penyusunan Rencana Monev
Sumber : Bappeda Kota Pontianak, 2011 Langkah-langkah tersebut diatas menunjukkan bahwa implementasi sebuah kebijakan publik tidak hanya menyangkut operasionalisasi kebijakan publik ke dalam mekanisme birokratis, tetapi juga terkait dengan tujuan
118
kebijakan tersebut agar dapat diterima, dipahami dan didukung oleh kelompok sasaran. Implementasi kebijakan juga perlu memperhatikan berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat. PNPM Mandiri Perkotaan yang merupakan salah satu kebijakan penanggulangan kemiskinan, implementasinya tidak hanya bersifat linear dan mekanistik yang patuh kepada rangkaian mekanisme birokratis. Keberhasilan implementasi program ini lebih banyak ditentukan melalui proses negosiasi, ataupun lobi untuk menghasilkan kompromi. Kapasitas lembaga pelaksana juga tetap diperlukan untuk mengelola berbagai kepentingan yang terlibat. Proses negosiasi dalam implementasi PNPM Mandiri perkotaan dilakukan melalui proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi dan menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara sasaran program dengan implementor. Hal ini nampak dari hasil wawancara bahwa dalam menetapkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam mengaplikasikan kebijakan ini berdasarkan skala prioritas, baik dalam menentukan KSM mana yang harus mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat ataupun dalam menentukan jenis kegiatan mana yang harus didahulukan. Semua ini disebabkan oleh keterbatasan dana dan banyaknya KSM yang menginginkan bantuan tersebut. Tuntutan untuk melakukan negosiasi biasanya muncul ketika seseorang atau suatu kelompok tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya , sehingga dibutuhkan tambahan atau bantuan dari pihak lain. Negosiasi mempunyai sejumlah karakteristik utama, antara lain :
119
1) Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, kelompok maupun organisasi 2) Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik bargain maupun barter 3) Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal dimasa depan atau sesuatu yang belum terjadi 4) Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak Negosiasi merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan perbedaan kepentingan. Dengan mengembangkan kemampuan negosiasi, setiap pihak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Berdasarkan wawancara kepada beberapa KSM yang ada di Kota Pontianak, proses negosiasi dilakukan untuk menetapkan jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, berdasarkan nilainilai dan keyakinan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan. Negosiasi dilakukan pada waktu penyusunan perencanaan pembangunan daerah atau apa yang disebut sebagai Musrenbang. Musrenbang adalah forum perencanaan publik (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, pemerintah kota/kabupaten bekerja sama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan. Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat dan swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu musrenbang juga merupakan
120
forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, musrenbang mempunyai peran penting dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam program tersebut. Dengan adanya musrenbang, akan mendorong otonomi dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih cepat terwujud melalui pemberian kewenangan kepada kelurahan untuk menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Hal ini tidak akan terjadi bila pembangunan masih ditentukan dan dirancang secara sentralistik. Musrenbang sebagai salah satu tugas dan kewenangan desa/kelurahan selaku unit otonom seperti yang diamanahkan oleh Undang Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Musrenbang kelurahan bagi organisasi kelurahan adalah bagian dari mekanisme perencanaan pembangunan di daerah untuk merumuskan kegiatankegiatan pembangunan terutama yang menjadi kewenangannya. Hasil musrenbang kelurahan akan digunakan untuk menyusun Rencana Kerja Kelurahan dan merumuskan prioritas permasalahan dan indikasi kegiatan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk diajukan ke musrenbang kecamatan. Selain itu musrenbang kelurahan dapat menjadi sarana bagi pemerintah
kelurahan
dan
masyarakat
untuk
merumuskan
kegiatan
pembangunan swadaya masyarakat kelurahan maupun kegiatan yang diusulkan untuk diajukan dibeayai melalui pos bantuan APBD.
121
Sebagai bagian dari tatanan pemerintahan yang demokratis, musrenbang kelurahan lebih memungkinkan untuk melibatkan warga seluas-luasnya. Musrenbang
adalah
perencanaan-penganggaran
partisipastif,
dimana
penyusunan rencana kerja kelurahan membutuhkan sumber anggaran dan sumber daya lainnya. Perencanaan-penganggaran yang berpihak kepada kelompok miskin menetapkan kelompok miskin sebagai sasaran kegiatan dan penerima manfaat program. Dengan bergulirnya otonomi daerah, kelurahan berkewajiban mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Hal ini hanya dapat terjadi apabila tiga pilar tata pemerintahan, menjalankan peran dan fungsinya masing-masing. Ketiga pilar itu adalah : pemerintah kelurahan, warga masyarakat dan kalangan swasta. Apabila salah satu pilar dari tata pemerintahan itu timpang, maka akan sulit tercapai tata pemerintahan yang baik. Masyarakat perlu bersikap mengoreksi jalannya pemerintahan kelurahan, sebaliknya pemerintahan kelurahan menerima masukan dari masyarakat sebagai bagian dari keterbukaan. Sedangkan kalangan swasta berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi lokal dengan membuka peluang kerja, menjalankan kewajiban seperti memperhatikan kelestarian lingkungan atau menjalankan tanggung jawab sosial lainnya. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa proses implementasi PNPM Mandiri Perkotaan yang terdiri dari tiga tahapan (pengorganisasian, interpretasi dan aplikasi) merupakan proses yang dinamis. Keberhasilan implementasi program ini memerlukan pendekatan top-down dan bottom-up sekaligus. Dengan pendekatan top-down, implementasi PNPM Mandiri
122
Perkotaan berfokus pada ketersediaan unit pelaksana (birokrasi), standart poelaksana, kewenangan, koordinasi dan lain-lain. Sedangkan dengan pendekatan bottom-up lebih menekankan pada strategi-strategi yang digunakan oleh pelaksana saat menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
4.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak Kurang Berhasil Dalam Mencapai Tujuan Dalam implementasi kebijakan publik, paling tidak ada 3 unsur yang multak harus ada, yaitu : unsur pelaksana (implementor), adanya program yang akan dilaksanakan dan kelompok sasaran (target group). Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan berinteraksi antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Unsur pelaksana adalah pihak-pihak yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan publik, yang disebut sebagai implementing organization, yaitu birokrasi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan publik. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, terdapat 3 pilar untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam mewujudkan clean and good governance, yaitu pemerintah kelurahan (government), warga masyarakat (citizen) dan kalangan usaha/swasta (private sector). Berdasarkan otoritas dan kapasitas yang dimiliki, implementor melakukan berbagai tindakan mulai dari penentuan tujuan dan sasaran, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional, pengawasan dan penilaian.
123
Unsur kedua dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah adanya program yang dilaksanakan lebih bersifat operasional, yaitu program-program yang isinya dapat dipahami dengan mudah dan dapat dilaksanakan oleh pelaksana. Program tersebut terdiri dari 3 ruang lingkup, yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Ada beberapa kegiatan dalam masing-masing ruang lingkup program. Di bidang ekonomi, jenis kegiatannya antara lain usaha ekonomi produktif, pengembangan modal ekonomi keluarga yang bermanfaat langsung bagi peningkatan pendapatan keluarga miskin, usaha kelompok dan usaha baru bagi warga miskin yang tidak memiliki ijasah. Di bidang sosial, jenis kegiatannya antara lain pelatihan KSM untuk pengembangan kapasitas/penguatan organisasi, penyiapan dan penciptaan peluang usaha melalui pelatihan dan praktek ketrampilan usaha bagi warga miskin yang belum produktif dan program sosial yang sifatnya bantuan yang diupayakan berkelanjutan seperti program peningkatan gizi, program penuntasan wajib belajar 9 tahun dan lain lain. Sedangkan di bidang lingkungan, jenis kegiatannya antara lain pembangunan infrastruktur yang langsung berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, pembangunan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman bagi kepentingan masyarakat miskin maupun kepentingan masyarakat umum (rumah kumuh, sanitasi air bersih, jalan setapak drainase, pengelolaan sampah, taman hijau dan lain-lain), dan pengelolaan kegiatan bergulir peningkatan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman. Unsur ketiga dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah target group (kelompok sasaran) yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau yang akan dipengaruhi
124
perilakunya menyesuaikan
oleh diri
kebijakan. terhadap
Mereka pola-pola
diharapkan interaksi
dapat yang
menerima
dan
ditentukan
oleh
kebijakan/program. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak terdiri dari 4 kelompok, yaitu : 1) Kelompok sasaran individu atau rumah tangga (klaster I) 2) Kelompok sasaran komunitas (klaster II) 3) Kelompok sasaran usaha mikro dan kecil (klaster III) 4) Kelompok sasaran untuk program-program Pro rakyat (klaster IV) Ketiga komponen tersebut di atas saling berkaitan antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Dengan demikian keberhasilan implementasi program ini juga akan dipengaruhi oleh ketiga komponen tersebut. Selain itu Smith menambahkan satu komponen lagi dalam implementasi kebijakan publik, yaitu faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya dan politik). Menurut Smith (dalam Tachjan, 2006 : 37) dalam proses implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan. Keempat variabel tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik. Pola-pola interaksi dari keempat variabel dalam implementasi kebijakan memunculkan ketidaksesuaian, ketegangan dan tekanan-tekanan. Keempat variabel dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut adalah : 1) Program yang diidealkan, yakni pola-pola interaksi ideal yang telah didefinisikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan.
125
2) Kelompok sasaran, yaitu orang-orang yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. 3) Organisasi pelaksana, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintahyang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 4) Faktor
lingkungan,
yaitu
unsur-unsur
dalam
lingkungan
yang
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik. Di bawah ini akan diuraikan keempat faktor yang menyebabkan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak kurang berhasil dalam mencapai tujuannya.
4.3.1. Program yang Diidealkan Jenis kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan dalam bentuk bantuan untuk masyarakat Kota Pontianak diwujudkan dalam bentuk bantuan pendampingan dan bantuan dana. 1) Bantuan pendampingan, diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan memberdayakan
masyarakat
agar
mampu
merencanakan
dan
melaksanakan program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing-masing. 2) Bantuan dana, diberikan dalam bentuk dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk memberi kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
berlatih
dengan
mencoba
126
melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah direncanakan. Proses pendampingan dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan belum dapat menghasilkan masyarakat yang peduli dengan kemiskinan dan pelestarian lingkungan serta belum mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai bagian dari upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Pontianak. Disamping itu, LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang sudah terbentuk belum dapat sepenuhnya dipercaya, aspiratif representative dan akuntabel. PJM Pronangkis belum tersusun sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dan relawan masyarakat sebagai penggerak proses pembangunan partisipatif di wilayahnya. Bantuan Pendampingan dalam program ini belum dapat menghasilkan kegiatan dan forum pemantauan partisipatif untuk memastikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan berdasarkan PJM Pronangkis dan forum LKM di tingkat kecamatan dan kota untuk mendukung harmonisasi berbagai program. Untuk bantuan dana yang diberikan dalam bentuk BLM, besarnya alokasi dana ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di setiap kelurahan. Jika ukuran penduduk
kelurahan kurang lebih 3000 jiwa, bantuan dana yang
diberikan sebesar 200 juta rupiah, sedangkan untuk ukuran penduduk antara 3000 sampai dengan 10 000 jiwa bantuan dana yang diberikan adalah 300 juta rupiah. Sedangkan untuk jumlah penduduk diatas 10 000 jiwa diberikan dana bantuan sebanyak 500 juta rupiah. Dana BLM ini adalah dana publik yang
127
disalurkan sebagai wakaf tunai kepada seluruh warga kelurahan dengan peruntukannya diprioritaskan kepada warga miskin. Dalam pencairan dana BLM disalurkan langsung kepada LKM yang dilakukan melalui 3 tahap, sebagai berikut : 1) Disalurkan 20% setelah terbentuk LKM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dengan menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB). Penandatanganan perjanjian harus dilampiri dengan dokumen PJM Pronangkis yang telah disetujui oleh masyarkat dan telah diverivikasi oleh pihak KMW dan korkot kepada PJOK serta dokumen lain yang berkaitan dengan pencairan dana. 2) Disalurkan sebanyak 50% dengan syarat dana pada tahap pertama yang telah
disalurkan
kepada
KSM
telah
dimanfaatkan
dipertanggungjawabkan secara teknis dan administratif
dan
minimal 50%
serta kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sudah diperiksa dan ditandatangani oleh tim fasilitator dan diverivikasi oleh korkot, termasuk administrasi keuangan telah diverivikasi oleh KMW dengan hasil yang baik. 3) Tahap terakhir disalurkan dana 30% dengan syarat sebagaimana syarat pada tahap kedua. Dengan adanya bantuan pendampingan dan bantuan dana dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan , maka pemanfaatan dana BLM telah digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, dan dilarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan
128
dampak sosial dan kerusakan lingkungan, berorientasi kepada kepentingan individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta peraturan yang berlaku Karena PNPM Mandiri Perkotaan ini bersifat pemberdayaan dan bekelanjutan, maka setiap kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan diperlukan adanya partisipasi masyarakat. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya (Hikmat, 2010 : 4). Proses ini pada akhirnya akan menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai sasaran dan sekaligus pelaku program. Strategi dalam pelaksanaan program meletakkan partisipasi masyarakat sebagai isu sentral dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan ke dalam efektifitas, efisiensi dan sikap kemandirian. Pemberdayaan dilaksanakan melalui kegiatan kerja sama dengan para relawan yang bersumber bukan dari pemerintah, tetapi dari masyarakat, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM). Partisipasi masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan merupakan kunci partisipasi efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dengan cara ini masyarakat kecil (kelompok grassroot) dapat memperoleh keadilan, hak asasi manusia dan demokrasi. Partisipasi masyarakat Kota Pontianak dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan diawali dengan keterlibatannya masyarakat dalam musrenbang kelurahan. Musrenbang kelurahan merupakan bagian dari mekanisme perencanaan pembangunan untuk merumuskan kegiatan-kegiatan pembangunan terutama yang menjadi kewenangan pemerintah kelurahan. Hasil musrenbang kecamatan digunakan untuk menyusun rencana kerja
129
kelurahan dan merumuskan prioritas permasalahan untuk diajukan ke musrenbang kecamatan. Selain itu musrenbang kelurahan dapat menjadi sarana bagi pemerintah kelurahan dengan masyarakat untuk merumuskan kegiatan swadaya masyarakat kelurahan maupun kegiatan yang dibeayai APBD. Sebagai bagian dari tatanan pemerintahan kelurahan yang demokratis, musrenbang kelurahan lebih memungkinkan untuk melibatkan masyarakat seluas-luasnya dari pada musrenbang di tingkat kecamatan dan kota. Dalam musrenbang, perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang tidak terpisahkan. Penyusunann rencana kerja kelurahan membutuhkan sumber anggaran, sebab jika tidak tersedia anggaran atau sumber daya lainnya maka rencana kerja tersebut hanya akan menjadi dokumen kertas saja. Dokumen perencanaan dan dokumen anggaran merupakan dua sisi mata uang yang diperlukan sebagai acuan pemerintah kelurahan untuk menjalankan kegiatan pembangunan bagi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan konsep perencanaan – penganggaran partisipatif (participatory planning and budgeting) yang berpihak kepada kelompok miskin (pro poor) dan perempuan (pro gender). Konsep ini sebagai kritik bahwa kelompok miskin dan perempuan sering diwakili oleh kelompok elit dan laki-laki. Budaya masyarakat menyebabkan perempuan seringkali tidak berperan di sektor public dan urusan pembangunan dianggap sebagai ‘urusan laki-laki’. Peminggiran ini harus diubah dan mereka seharusnya hadir, ikut bermusyawarah dan juga ikut menerima manfaat langsung dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ini.
130
Perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kelompok miskin dan perempuan seperti halnya pada PNPM Mandiri Perkotaan dapat diartikan sebagai: 1) Proses yang melibatkan kalangan marginal/perempuan yang biasanya tidak ikut hadir dan tidak ikut bersuara dalam forum publik 2) Hasil rencana kerja yang disusun menetapkan kelompok miskin dan perempuan sebagai sasaran kegiatan atau penerima manfaat 3) Alokasi anggaran untuk kegiatan dengan kelompok miskin dan perempuan sebagai sasaran atau penerima manfaat langsung. Musrenbang kelurahan yang merupakan forum dialogis antara masyarakat pemerintah dan pemangku kepentingan harus dapat merumuskan kebijakan, peraturan atau program pembangunan. Pemerintah kelurahan dan warganya berembug dalam menyusun program tahunan. Untuk itu tujuan musrenbang kelurahan adalah sebagai berikut: 1) Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan yang termasuk urusan pembangunan yang menjadi wewenang kelurahan sebagai bahan penyusunan rencana kerja SKPD Kelurahan 2) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan oleh warga kelurahan yang dibeayai melalui dana swadaya masyarakat dan dikoordinasikan oleh lembaga kemasyarakatan di kelurahan setempat 3) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan kelurahan sendiri yang dibeayai melalui dana bantuan dari pemerintah kota
131
4) Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan melalui musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibeayai melalui APBD Kota 5) Menyepakati Tim Delegasi kelurahan yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di kelurahannya di forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah tahun berikutnya. Dalam musrenbang kelurahan, warga berpartisipasi aktif dalam proses musyawarah sampai pengambilan keputusan. Bukan hanya pandai dan banyak bicara melainkan juga mampu mendengarkan aspirasi dan pandangan warga yang lain serta mampu menjaga agar musrenbang benar-benar menjadi forum musyawarah bersama. Semua warga kelurahan berhak berpartisipasi dalam musrenbang kelurahan, tetapi terdapat kriteria dan persyaratan untuk menjadi peserta musrenbang, antara lain : 1) Peserta menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah, yaitu kesetaraan, menghargai perbedaan pendapat, anti dominasi, anti diskriminasi, mengutamakan kepentingan umum dan keberpihakan terhadap kalangan marjinal 2) Peserta
bersedia
mempersiapkan
diri
dengan
cara
ikut
serta
mengumpulkan dan mempelajari berbagai infrmasi, dokumen dan materi yang relevan untuk pelaksanaan musrenbang kelurahan. 3) Peserta berminat membangun kapasitasnya mengenai kebijakan, aturan, arah program pemerintah, berbagai isu pembangunan dan sebagainya, sehingga bisa berperan serta sebagai peserta musrenbang yang aktif.
132
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah sebuah kebijakan pemerintah pusat yang merupakan upaya untuk membangun
kemandirian
masyarakat
dan
pemerintah
daerah
dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri. Melalui program pemberdayaan dapat terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses penanggulangan kemiskinan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, sebuah program paling tidak harus menggambarkan : (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh program, (2) jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) status pembuat keputusan, (5) Siapa pelaksana program dan (6) sumber daya yang digunakan. Keenam komponen tersebut akan turut menentukan keberhasilan implementasinya.
Program
juga
merupakan
rencana
yang
bersifat
komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Sehingga dalam implementasi sebuah Program akan menggambarkan sasaran kebijakan, prosedur, metode, standart dan budget. Sebuah program paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Sasaran yang dikehendaki 2) Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu 3) Besarnya beaya yang diperlukan beserta sumbernya 4) Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan
133
5) Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan ketrampilan yang diperlukan Dengan PNPM Mandiri Perkotaan diyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Kedua substansi tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi PNPM Mandiri Perkotaan dari tataran proyek menjadi tataran program oleh masyarakat bersama pemerintah kota. Proses pemberdayaan dilakukan masyarakat secara terus menerus untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinnsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan serta sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Strategi
pemberdayaan
masyarakat
digunakan
dalam
pendekatan
pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Dengan demikian diperlukan adanya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal yang dapat ditempuh melalui kesanggupan melakukan control internal atas sumber daya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal. Pendekatan ini sangat relevan sebagai paradigma kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial di masyarakat. Untuk itu ada tiga dasar untuk melakukan perubahan-perubahan structural dan normative dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yaitu :
134
1) Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan –keadaan yang mendorong dan mendukung usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri di tingkat individual, keluarga dan komunitas. 2) Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah system swaorganisasi. 3) Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi secara territorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan pengendalian lokal. Model pembangunan yang menekankan pada pemberdayaan memandang inisiatif dan kreatif masyarakat sebagai sumberdaya yang paling utama. Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam strategi pemberdayaan masyarakat, baik yang tradisional, aksi langsung (direct action), maupun transformatif. Dalam strategi tradisional menyarankan agar masyarkat mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Strategi direct action membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat. Sedangkan strategi transformatif menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri. Beberapa prinsip yang tidak boleh dilanggar dalam musrenbang agar dapat menjadi forum musyawarah pengambilan keputusan bersama dalam rangka menyusun program seperti yang diatur dalam PP 72/2005 tentang Desa dan PP 73 tentang Kelurahan , adalah sebagai berikut :
135
1) Prinsip kesetaraan, artinya peserta musyawarah adalah warga dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara dan dihargai meskipun terjadi perbedaan pendapat. Sebaliknya jika memiliki kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan warga lain, menghargai pendapat dan menjunjung tinggi (menghormati) hasil keputusan forum meskipun kita sendiri tidak sependapat. 2) Prinsip musyawarah dialogis, artinya peserta musrenbang kelurahan memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan sebagainya. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak diatas kepentingan individu dan golongan. 3) Prinsip anti dominasi, artinya tidak boleh ada individu atau kelompok yang mendominasi sehingga keputusan-keputusan yang dibuat tidak lagi melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang. 4) Prinsip keberpihakan, artinya dalam proses musyawarah dilakukan upaya untuk mendorong individu dan kelompok yang paling ‘diam’ untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin, perempuan dan generasi muda. 5) Prinsip anti diskriminasi, artinya semua warga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjadi peserta musrenbang. Kelompok marjinal dan perempuan juga mempunyai hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya dan tidak boleh dibedakan.
136
6) Prinsip pembangunan secara holistic, artinya musrenbang kelurahan dimaksudkan
untuk menyusun rencana pembangunan, bukan rencana
kegiatan kelompok atau sektor tertentu saja. Musrenbang kelurahan dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara utuh dan menyeluruh sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan prioritas kegiatan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua prinsip yang disarankan bisa terlaksana, karena masyarakat biasanya lebih banyak diam dan menerima saja apa yang disampaikan oleh pelaksana program. Partisipasi masyarakat Kota Pontianak dalam musrenbang tingkat kelurahan cenderung kurang, lebih banyak pasif dan menerima apa yang diprogramkan oleh pemerintah. Semestinya program pemberdayaan memerlukan partisipasi aktif dalam langkah-langkah sebagai berikut (Payne, 1986 : 15) : 1) 2) 3) 4) 5)
Identifikasi kebutuhan Identifikasi pilihan atau strategis Keputusan atau pilihan tindakan Mobilisasi sumber-sumber Tindakan itu sendiri
Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam semua tahapan musrenbang kelurahan, output atau keluarannya adalah : 1) Daftar prioritas kegiatan urusan pembangunan untuk menyusun rencana kerja SKPD Kelurahan 2) Daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan secara swadaya
137
3) Dafttar permasalahan prioritas yang akan diajukan ke musrenbang kecamatan 4) Daftar nama Tim Delegasi Kelurahan yang akan mengikuti musrenbang kecamatan 5) Berita acara musrenbang kelurahan. Hasil Musrenbang kelurahan diajukan kepada musrenbang kecamatan yang merupakan forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di tingkat kecamatan untuk mendapatkan masukan kegiatan prioritas dari kelurahan. Selanjutnya menyepakati rencana kegiatan lintas kelurahan yang bersangkutan sebagai dasar penyusunan rencana kerja kecamatan. Pemangku kepentingan (stakeholders)
kecamatan adalah pihak yang berkepentingan
dengan kegiatan prioritas dari kelurahan untuk mengatasi permasalahan di wilayah
kecamatan
serta pihak-pihak
yang
berkaitan
dengan
hasil
musyawarah. Musrenbang kecamatan yang diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan beserta SKPD nya bertujuan untuk : 1) Membahas dan menyepakati hasil-hasil musrenbang dari tingkat kelurahan yang akan menjadi kegiatan prioritas di wilayah kecamatan yang bersangkutan 2) Membahas dan menetapkan kegiatan prioritas di tingkat kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan di tingkat kelurahan 3) Melakukan klasifikasi atas kegiatan prioritas kecamatan sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota.
138
Untuk itu keluaran yang dihasilkan dari musrenbang kecamatan adalah sebagai berikut: 1) Dokumen rencana kerja kecamatan yang akan dibeayai melalui anggaran kecamatan yang bersumber dari APBD kota 2) Daftar kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan melalui SKPD atau gabungan SKPD 3) Daftar nama delegasi kecamatan untuk mengikuti forum SKPD dan musrenbang kota 4) Berita acara musrenbang tahunan kecamatan. Selanjutnya hasil musrenbang kecamatan diajukan ke musrenbang kota melalui Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota. Forum SKPD adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan SKPD atau gabungan SKPD sebagai upaya mengisi Rencana Kerja SKPD yang tata penyelenggaraannya difasilitasi oleh SKPD terkait. Sedangkan Musrenbang Kota adalah musyawarah stakeholder kota untuk mematangkan rancangan RKPD Kota berdasarkan Renja-SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD. Pelaksanaan Musrenbang Kota memperhatikan hasil pembahasan Forum SKPD dan Forum gabungan SKPD, Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) Daerah, kinerja pembangunan tahun berjalan dan masukan dari para peserta. Untuk itu tujuan diselenggarakannya Musrenbang Kota adalah :
139
1) Mendapatkan masukan untuk peneyempurnaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan berdasarkan fungsi SKPD, rancangan alokasi dana. 2) Mendapatkan rincian rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang berhubungan dengan program pembangunan 3) Mendapatkan rincian rancangan awal kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan dengan program pembangunan. Pelaksanaan musrenbang kota melalui tahap persiapan dengan menetapkan kepala Bappeda sebagai ketua tim penyelenggara musrenbang kota dan tahap pelaksanaan dalam rangka menentukan jenis kegiatan prioritas. Dengan demikian keluaran dari pelaksanaan musrenbang kota adalah kesepakatan tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk pemutakhiran rancangan RKPD dan rancangan Renja SKPD yang meliputi : 1) Penetapan arah kebijakan, prioritas pembangunan dan plafon/pagu dana balik berdasarkan fungsi SKPD 2) Daftar kegiatan prioritas yang sudah dipilah berdasarkan sumber pembeayaan dari APBD Kota, APBD Provinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya 3) Daftar usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintah kota , provinsi dan pusat 4) Rancangan pendanaan untuk alokasi dana. Setelah hasil musrenbang kota disepakati oleh peserta (delegasi dari musrenbang kecamatan dan delegasi dari Forum SKPD), maka pemerintah kota menyampaikan hasilnya kepada :
140
1) DPRD Kota Pontianak 2) Masing-masing SKPD Kota Pontianak 3) Tim Penyusun Program Tahunan Daerah dan RAPBD 4) Kecamatan se Kota Pontianak 5) Delegasi dari musrenbang kecamatan dan forum SKPD Kegiatan-kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak,
implementasinya
belum
sepenuhnya
diserahkan
kepada
pemerintahan kelurahan beserta masyarakatnya serta kelompok-kelompok masyarakat yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa program ini belum sesuai dengan yang diidealkan. Jenis kegiatan dalam program ini belum sepenuhnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat yang berbasis pemberdayaan. Program ini menempatkan masyarakat sebagai pelaksana program saja, sehingga keterlibatan masyarakat menjadi terbatas. Dalam prakteknya ada tiga model pemberdayaan
masyarakat untuk
melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan, yaitu locality development (Model Pengembangan lokal), social planning (Model Perencanaan Sosial) dan social action (Model Aksi Sosial). Model pembangunan lokal mensyaratkan bahwa perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi aktif yang luas di semua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam tahap penentuan tujuan maupun pelaksanaan. Masalahnya adalah kurang aktifnya partisipasi warga masyarakat, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program. Yang diperlukan adalah usaha untuk penciptaan dan pengembangan partisipasi yang lebih luas dari seluruh warga masyarakat. Usaha-usaha tersebut dimaksudkan untuk menciptakan semangat
141
agar masyarakat terlibat aktif dalam setiap kegiatan. Strateginya adalah mencari cara untuk dapat memotivasi warga masyarakat agar terlibat aktif untuk melakukan perubahan, sebab bila warga masyarakat dengan penuh kesadaran dan motivasi sudah terlibat aktif berarti tanda-tanda perubahan sudah tercapai. Beberapa teknik yang dikembangkan dalam model pendekatan ini antara lain cara-cara atau prosedur-prosedur demokratif, seperti musyawarah, diskusi, komunikasi, pertemuan-pertemuan antar golongan, mengembangkan cara-cara kerja sama diantara lembaga-lembaga masyarakat, prinsip-prinsip
swadaya,
mengembangkan
kepemimpinan
masyarakat
setempat dan lain-lain. Model perencanaan sosial menekankan proses pemecahan masalah sosial yang substantif, seperti permukiman, kesehatan, perumahan dan sebagainya. Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah mengumpulkan atau mengungkapkan fakta dan data mengenai suatu masalah. Kemudian mengambil tindakan yang rasional dan feasible (mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan). Sedangkan model Aksi Sosial menekankan tentang pentingnya penanganan kelompok penduduk yang tidak beruntung secara terorganisasi, terarah dan sistematis. Masyarakat dipandang sebagai susunan yang terdiri atas kelompok – kelompok masyarakat yang mempunyai kekuatan-kekuatan tertentu. Melalui tindakantindakan yang terorganisir dan terarah, masyarakat tersebut mampu memperoleh kekuatan dan tujuan yang diinginkan. Berdasarkan ketiga model pemberdayaan masyarakat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pemberdayaan yang ada dalam PNPM Mandiri
142
Perkotaan harus dilakukan secara terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsipprinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
PNPM
Mandiri
Perkotaan
dalam
memfasilitasi
upaya
penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4.4 Penanganan Kemiskinan Melalui PNPM Mandiri Perkotaan PERUBAHAN SIKAP Dilakukan melalui penyadaran kritis di selluruh siklus PNPM)
PEMBENTUKAN LEMBAGA KEPEMIMPINAN
Penanggulangan Kemisikinan secara Mandiri & Berkepanjangan (Sustainable Development) PENYUSUNAN PROGRAM (PJM & RENTA PRONANGKIS)
TRIDAYA DAYA PEMBANGUNAN SOSIAL DAYA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN DAYA PEMBANGUNAN EKONOMI
Membangun Kemitraan Sinergis & Channeling Program Gerakan Moral
Gerakan Pro Poor & Good Governance
Perubahan perilaku dan sikap serta cara pandang masyarakat merupakan pondasi yang kokoh untuk terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat yang madiri melalui pemberdayaan para pelakunya. Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Lembaga masyarakat seperti yang dimaksud di atas hanya akan dapat dicapai apabila orang-orang yang diberi amanah sebagai pemimpin
143
masyarakat merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, tanpa pamrih dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan hal yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan dan komitmen tersebut sangat terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat. Penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud dalam PNPM Mandiri Perkotaan lebih dititikberatkan pada upaya penguatan pelakunya untuk menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai kemanusiaan (gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (gerakan tata pemerintahan yang baik) serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (gerakan tridaya) sebagai
nilai-nilai
utama
yang
melandasi
aktivitas
penanggulangan
kemiskinan oleh masyarakat setempat.
4.3.2. Kelompok Sasaran Kelompok sasaran (target group) adalah sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan/program. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perkotaan terdiri dari tiga komponen, yakni masyarakat, pemerintah kota dan para pemangku kepentingan terkait. Unsur masyarakat terdiri dari masyarakat warga kelurahan peserta PNPM Mandiri Perkotaan, Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Unsur pemerintah kota meliputi perangkat pemerintahan kota sampai
144
dengan kelurahan yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, anggota TKPP dan TKPK Daerah. Sedangkan para pemangku kepentingan terkait terdiri dari perorangan atau asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, Bank, notaris, auditor publik, media masa yang peduli dengan kemiskinan. Sedangkan penerima manfaat langsung dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang disediakan melalui PNPM Mandiri Perkotaan adalah keluarga miskin yang diidentifikasi masyarakat sendiri dan disepakati serta ditetapkan bersama oleh masyarakat kelurahan, melalui proses musyawarah warga, refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya berorientasi IPM-MDGs. Untuk itu yang diperlukan adalah penerimaan program oleh masyarakat melalui proses komunikasi. Penyebarluasan isi kebijakan kepada masyarakat atau kelompok sasaran program akan efektif apabila didukung oleh proses komunikasi
yang
baik.
Media
komunikasi
yang
digunakan
untuk
menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran adalah musyawarah warga. Dalam penelitian ini diketahui bahwa proses musyawarah warga yang dilakukan oleh masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dimulai dengan refleksi kemiskinan, sebagai bentuk pendalaman mengenai suatu topik dengan melibatkan mental, rasa dan karsa untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai kemiskinan dan kaitannya dengan pola perilaku dan pola pikir sehari-hari masyarakat setempat. Sebelumnya lebih dahulu dilakukan pemetaan sosial untuk mengetahui
145
masalah apa yang ada di wilayahnya, apa potensinya, siapa tokoh masyarakatnya. Selanjutnya fasilitator kelurahan menyusun strategi untuk melakukan sosialisasi awal tentang PNPM Mandiri Perkotaan kepada setiap RT/RW dengan melibatkan seluruh anggotanya. Kemudian dilaksanakan sosialisasi di tingkat kelurahan dengan melibatkan lurah dan perangkatnya. Apabila masyarakat dapat memahami apa yang menjadi tujuan dari program ini, langkah berikutnya adalah melaksanakan Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM). Dalam pelaksanaan RKM, semua tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan menyepakati untuk menerima atau tidak PNPM mandiri Perkotaan. Dalam proses kesepakatan ini dibuatkan berita acara dan perjanjian untuk mengikuti semua aturan teknis dari program tersebut. Nilai yang hendak ditanamkan kepada masyarakat adalah nilai demokrasi, dimana keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam kegiatan ini. Sehingga program yang dicanangkan dapat diketahui oleh semua warga dan pada akhirnya warga dapat melibatkan dirinya dalam program ini. Dalam RKM dilakukan pemilihan dan penetapan relawan masyarakat, yang merupakan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki komitmen kuat untuk kemajuan masyarakat di wilayahnya. PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang ikhlas, jujur, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat
146
dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan program agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya. Jumlah relawan masyarakat yang ada di Kota Pontianak sampai saat ini adalah 1091 orang yang tersebar di 29 kelurahan dan mereka sudah terlatih dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. Relawan masyarakat tersebut direkrut secara sukarela dan tidak dipaksa, karena sebelumnya telah diedarkan formulir yang memuat kesediaan untuk menjadi relawan. Dengan terpenuhinya sejumlah relawan untuk masing-masing kelurahan, maka langkah berikutnya adalah mengadakan pelatihan relawan untuk dapat melaksanakan seluruh siklus pemberdayaan masyarakat miskin. Dengan demikian program-program yang dibuat dianggap sebagai miliknya dan bukan milik fasilitator. Para relawan yang sudah dilatih tentang teknis manajemen pengelolaan program, selanjutnya bertugas memfasilitasi masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Mereka bekerja tanpa digaji, sehingga yang harus ditumbuhkan adalah penanaman sikap yang berkaitan dengan kejujuran dan keadilan. Dengan melibatkan mereka sebagai relawan masyarakat diharapkan mereka merasa bahwa program ini adalah milik mereka. Selanjutnya refleksi kemiskinan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap penyebab kemiskinan di wilayahnya. Kesadaran masyarakat akan hal ini menjadi penting karena selama ini program yang menempatkan masyarakat sebagai obyek seringkali masyarakat diajak untuk melakukan berbagai upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan menyadari masalah yang sebenarnya. Kondisi tersebut menyebabkan dalam
147
pemecahan masalah masyarakat hanya sekedar melaksanakan kehendak pihak luar atau karena tergiur iming-iming bantuan uang. Tujuan dilaksanakannya refleksi kemiskinan antara lain untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pembelajaran prinsip dan nilai serta aspirasi warga miskin terhadap program atau kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Disamping itu juga dapat mendorong interaksi masyarakat miskin dan masyarakat lainnya dalam kesetaraan serta saling percaya satu sama yang lainnya. Selanjutnya dengan refleksi kemiskinan, masyarakat miskin di masing-masing kelurahan dapat membuka akses untuk berpartisipasi aktif dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan sejak dari awal. Masyarakat diharapkan mempunyai kepedulian terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan memahami bahwa kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan masyarakat miskin itu saja, melainkan tanggung jawab bersama. Refleksi kemiskinan dilakukan melalui dua tahap, yakni : Pertama, dilakukan diskusi terarah pada kelompok-kelompok masyarakat pada tingkat RT untuk membahas penyebab kemiskinan yang terjadi di wilayahnya. Selanjutnya menentukan kriteria miskin menurut mereka dan mendiskusikan tentang siapa yang harus bertanggung jawab terhadap permasalahan kemiskinan ini. Pada forum ini semua anggota masyarakat miskin boleh berbicara dengan leluasa menyatakan pikirannya yang selama ini dirasakan. Dengan demikian dapat ditangkap apa yang sebenarnya mereka inginkan dan diketahui tuntutan dan keinginan masyarakat miskin terhadap kepentingannya. Setelah mereka menyepakati apa yang sebenarnya dibutuhkan, selanjutnya
148
melakukan Focus Group Discussion untuk kelompok masyarakat lainnya, seperti tokoh masyarakat guna
membahas tentang penyebab kemiskinan,
kriteria kemiskinan dan cirri-ciri orang miskin. Setelah ada kesamaan pandangan, maka hasilnya kemudian dirangkum menjadi hasil kajian dari masyarakat. Kedua, hasil rangkuman tersebut dilokakaryakan pada tingkat kelurahan untuk disepakati secara bersama dalam FGD yang dilaksanakan pada tiap-tiap RW. Pada saat lokakarya tingkat kelurahan, tokoh masyarakat dan masyarakat miskin diundang untuk duduk bersama dengan para pemangku kepentingan membicarakan masalah kemiskinan di wilayahnya. Tidak bisa lagi mebicarakan kemiskinan tanpa melibatkan mereka dan mereka tidak hanya menerima begitu saja apa yang diputuskan oleh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat miskin dalam musyawarah ini menunjukkan adanya proses pemberdayaan dalam memecahkan masalah. Pada kesempatan ini juga dibahas rencana kegiatan berikutnya, yang tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pembelajaran dalam proses penanggulangan kemiskinan. Mendorong interaksi masyarakat miskin dan kelompok masyarakat lainnya dalam kesetaraan dan saling percaya satu sama yang lainnya serta membuka akses bagi mereka untuk berpartisipasi akatif dalam pelaksanaan program ini. Selanjutnya mewujudkan rasa memiliki dan kepedulian masyarakat lainnya terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Proses pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subyek dalam memecahkan permasalahannya akan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan
149
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival of the fittes). Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Sesungguhnya diantara kedua proses pemberdayaan saling terkait agar dapat terwujud proses pembderdayaan masyarakat tersebut. Seringkali proses pemberdayaan pertama harus melalui proses pemberdayaan kedua terlebih dahulu. Tujuan
lain
dalam
musyawarah
refleksi
kemiskinan
adalah
mengidentifikasi aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat miskin tentang bagaimana sebaiknya PNPM Mandiri Perkotaan diimplementasikan di setiap Kelurahan. Masyarakat memahami bahwa kemiskinan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat miskin saja tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Dalam hal ini perlu adanya advokasi untuk meningkatkan aspek positif dalam diri manusia agar dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Advokasi dilakukan melalui proses peubahan mental dan perilaku serta kerja keras dan internalisasi kesadaran bahwa masyarakat berdaya dan mandiri adalah kunci utama penanggulangan kemiskinan. Advokasi dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin melalui PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan olen relawan masyarakat yang sudah ditetapkan
150
melalui Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM). Para relawan masyarakat harus menyadari adanya ketidakberdayaan masyarakat dalam melihat penyebab masalah kemiskinan. Relawan masyarakat diharapkan dapat menjadi pelopor perubahan dan penggerak masyarakat dalam menjalani seluruh proses PNPM Mandiri Perkotaan melalui siklus program, seperti refleksi
kemiskinan,
pemetaan
swadaya,
pembentukan
BKM,
pengorganisasian KSM, perencanaan partisipatif dan sebagainya. Peran utama relawan masyarakat adalah menjadi mitra kerja LKM dalam pengawasan partisipatif terhadap keseluruhan proses sehingga terbangun control social yang baik. Proses pemberdayaan masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan terjadi pada siklus pemetaan swadaya sebagai bentuk pendekatan partisipastif
yang dilakukan masyarakat untuk menilai serta merumuskan
sendiri berbagai persoalan yang dihadapi dan potensi yang dimiliki. Hasil dari identifikasi
masalah
dan
potensi
yang
dimiliki,
masyarakat
dapat
menyampaikan kebutuhan nyata untuk menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan dengan berbasis pada kekayaan informasi yang bersifat lokal. Pemetaan swadaya dimaksudkan sebagai penggalian informasi, analisa dan rumusan masalah oleh masyarakat sebagai ‘orang dalam’ dan fasilitator sebagai ‘orang luar’. Fasilitasi juga bisa dilakukan oleh relawan yang merupakan unsure masyarakat. Siklus pemetaan swadaya dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan merupakan proses untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat (khususnya masyarakat miskin) untuk mengenali persoalannya serta potensi
151
yang dimilikinya. Dengan demikian pemetaan swadaya dapat ditempatkan sebagai alat pendorong perubahan sosial atau transformasi sosial agar masyarakat mampu menganalisis keadaannya sendiri, kemudian memikirkan apa
yang
akan
dilakukan
untuk
memperbaiki
keadaannya
serta
mengembangkan potensi dan ketrampilan mereka. Pada tahap ini, relawan masyarakat dilatih bagaimana tehnik mendata atau survey terhadap keluarga yang layak menjadi target group dengan didampingi fasilitator. Melalui proses pemetaan swadaya oleh relawan masyarakat menunjukkan bahwa pemecahan masalah yang ada di masyarakat tidak semata-mata didasarkan pada kehendak dan bantuan orang lain, tetapi lebih banyak mengutamakan kemampuan sumberdaya dan swadaya masyarakat serta menumbuhkan rasa tanggungjawab individu dan masyarakat untuk menyadari tanggungjawab dirinya dalam konteks permasalahan riil yang terjadi di wilayahnya. Selanjutnya meningkatkan kepedulian dan kerelawanan terhadap kondisi riil yang ada di wilayahnya tersebut. Keluaran dari hasil pemetaan swadaya ini adalah data-data dan rumusan-rumusan permasalahan warga miskin menyangkut lingkungan, sosial dan ekonomi, daftar keluarga miskin, peta wilayah, peta sebaran warga miskin dan peta-peta tematik (seperti kesehatan, pendidikan, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Kelompok sasaran harus dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap pola-pola interaksi yang ditentukan oleh kebijakan. Sampai seberapa jauh
152
mereka dapat mematuhi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan yang diimplementasikan tergantung pada kesesuaian isi kebijakan (program) dengan harapan target group. PNPM Mandiri Perkotaan berisikan kegiatankegiatan penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan penguatan peran pemerintah kota dalam mengapresiasi dan mendukung
kemandirian
masyarakatnya.
PNPM
Mandiri
Perkotaan
memfasilitasi masyarakat serta pemerintah kota untuk menangani akar penyebab kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu masyarakat dan pemerintah setempat sebagai sasaran program harus saling bersinergi dalam mengimplementasikan program ini. Bentuk sinergisitas antara masyarakat dengan pemerintah setempat muncul dalam konsep lembaga kepemimpinan yang diharapkan mampu memimpin masyarakat dalam gerakan penanggulangan kemiskinan secara terorganisir. Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi yang dihadapinya, baik persoalan yang dihadapi, potensi dan peluang yang dimiliki. Sebenarnya proses pengorganisasian masyarakat sudah dimulai pada saat refleksi kemiskinan, dimana warga berkumpul, mengenali dan merumuskan cirri kemiskinan. Mengapa terjadi kemiskinan di wilayah mereka, adanya kesadaranbahwa kemiskinan bukan hanya persoalan kaum miskin, sehingga terbangun pemahaman bahwa kemiskinan adalah urusan bersama dan musuh bersama. Situasi yang demikian ini dapat membangun semangat untuk bekerja.
153
Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan ini tidak diartikan sebagai membentuk wadah organisasi, melainkan lebih merupakan kesepakatan bersamauntuk menanggulangi kemiskinan sebagai sebuah gerakan moral. Untuk memimpin gerakan penanggulangan kemiskinan inilah diperlukan pimpinan yang dapat diterima oleh semua pihak yang tidak parsial, tidak mewakili golongan atau kelompok tertentudan juga tidak mewakili wilayah tertentu yang bersifat imparsial. Pimpinan ini juga harus dijaga untuk tidak jatuh dalam nafsu berkuasa yang bersifat otoriter, tetapi tetap menjamin proses demokrasi dalam proses pengambilan keputusan. Kebutuhan akan adanya lembaga pimpinan seperti
Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (LKM) sebagai lembaga pengambil keputusan dalam penanggulangan kemiskinan di tingkat kelurahan tersebut dapat memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut 1) Bukan lembaga yang dibentuk secara otomatis karena perundangundangan atau peraturan pemerintah sebagai alat kelengkapan lembaga pemerintah, tetapi lembaga yang prakarsa pembentukan maupun pengelolaannya ditentukan oleh masyarakat 2) Kekuasaan atau kewenangan dan legitimasinya bersumber dari warga masyarakat setempat 3) Berkedudukan sebagai lembaga kepemimpinan kolektif dan berperan sebagai representasi warga yang terhimpun dalam suatu himpunan masyarakat warga setempat yang bersifat organisasi anggota atau bertumpu pada anggota
154
4) Melakukan proses pengambilan keputusan secara kolektif, demokratis dan partisipatif 5) Diterima, berfungsi dan berakar di seluruh lapisan masyarakat setempat 6) Mekanisme pemilihan anggota LKM melalui proses pemilihan secara langsung oleh warga masyarakat 7) Kriteria keanggotaan LKM pada daarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai kemanusiaan, antara lain : dapat dipercaya masyarakat, jujur, adil dan ikhlas. Faktor pendidikan, status, pengalaman, ketrampilan, jabatan dan criteria-kriteria lain yang tidak langsung terkait dengan nilainilai kepribadian manusia merupakan nilai tambahan saja. 8) Dibentuk secara partisipatif, demokratis dan inklusif 9) Bekerja secara kolektif, transparan, partisipatif, demkratis dan akuntabel 10) Mampu mempertahankan sifat independen dan otonom terhadap institusi pemerintah, politik, agama dan keluarga. Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) bertanggungjawab terhadap keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadyaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat pada umumnya. Sedangkan untuk menjalankan seluruh rangkaian kegiatan yang telah mendapat persetujuan pemerintah daerah setempat, maka selanjutnya dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). KSM adalah kelompok warga masyarakat pemanfaat dana BLM dalam PNPM Mandiri Perkotaan. KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan masyarakat dan dibantu tim fasilitator yang terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan
155
kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian tidak aka nada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak dalam lingkarang kemiskinan. Kemandirian Kelompok Swadaya Masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka
membangun
memberdayakan
masyarakat
dirinya
sendiri
yang dengan
benar-benar kekuatan
mandiri, local
mampu
yang
ada.
Memanfaatkan kelompok lokal dapat membantu anggota masyarakat dalam mengatasi kekurangan-kekurangan, baik sumberdaya ekonomi, kekuasaan maupun informasi guna mengadopsi teknologi. Masyarakat dapat membuat jaringan kerjasama untuk memobilisasi sumberdaya yang ada guna mencapai tujuan program, yaitu penanggulangan kemiskinan. Untuk
melaksanakan
kegiatan
penanggulangan
kemiskinan
yang
disepakati oleh seluruh warga kelurahan, maka Lembaga Keswadayaan masyarakat membentuk unit-unit pengelola kegiatan. Unit pengelola Kegiatan (UPK) dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan mengikuti konsep Tri Daya, yang terdiri dari Unit Pengelola Lingkungan (UPL), Unit Pengelola Sosial dan Unit Pengelola Keuangan. Unit Pengelola Lingkungan bertanggungjawab dalam hal penanganan rencana perbaikan kampong, penataan dan pemeliharaan prasarana lingkungan perumahan dan permukiman. Sedangkan Unit Pengelola Sosial didorong untuk mengelola relawan-relawan masyarakat, mengelola pusat informasi dan pengaduan masyarakat, penanganan kegiatan sosial dan lain sebagainya sesuai dengan kesepakatan warga masyarakat setempat. Unit pengelola Keuangan bertanggungjawab terhadap pengelolaan pinjaman bergulir, akses chanelling
156
ekonomi dan akses kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan dana atau akses modal masyarakat. Unit-unit inilah yang melaksanakan secara administrative kegiatankegiatan yang dilakukan oleh KSM-KSM yang merupakan panitia pelaksana atau penyelenggara seluruh kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan yang telah disetujui proposal kegiatannya dari hasil penyusunan Perencanaan Jangka Menengah Program Penenggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis). PJM Pronangkis adalah suatu hasil drai proses perencanaan partisipatif dengan perspektif waktu tiga tahun dari suatu program penanggulangan kemiskinan di suatu kelurahan. PJM Pronangkis disusun secara partisipatif oleh Tim Inti Perencana yang dibentuk oleh LKM, yang terdiri dari KSM, relawan, warga masyarakat peduli yang secara interaktif dilakukan konsultasi kepada pemerintah setempat dan masyarakat luas. PJM Pronangkis terdiri dari investasi pembangunan prasarana yang telah diidentifikasi dari awal survey yang pelaksanaannya dapat dilakukan langsung oleh LKM dengan membentuk panitia. Perencanaan partisipatif dalam PNPM mandiri Perkotaan ini diartikan sebagai perencanaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom up). Dengan kata lain, perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah perpaduan antara perencanaan dari atas yang pada dasarnya merupakan keputusan kaum elit dan perencanaan dari bawah yang lebih mewakili aspirasi masyarakat umum di semua tataran. Di tataran masyarakat, maka LKM akan mempresentasikan titik temu antara perencanaan masyarakat dengan pemerintah yang terjadi di tingkat kecamatan, dimana PJM Pronangkis
157
merupakan aspirasi masyarakat bertemu dengan perencanaan makro dari SKPD. Berdasarkan pandangan Schwart (dalam Suharto, 2005 : 69), agar proyek pengentasan kemiskinan ini tepat mengenai sasaran, maka aparat pengelola proyek perlu melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut : 1)
2)
3)
4)
Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka. Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasikan kepentingan mereka dan kepentingan orangorang yang berpengaruh (significant others) terhadap mereka. Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas masalah sosial dan masalah yang dihadapi mereka Membagi visi kepada masyarakat, harapan dan aspirasi merupakan investasi bagi interaksi antara masyarakat dari pada bagi kesejahteraan individu dan sosial.
Selanjutnya karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran, seperti besaran kelompok sasaran, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, umur, keadaan sosial ekonomi akan mempengaruhi efektifitas implementasi program. Karakteristik tersebut sebagian dipengaruhi oleh lingkungan dimana kelompok sasaran berada, baik lingkungan geografis maupun lingkungan sosial budaya. Pengaruh lingkungan terhadap implementasi PNPM mandiri Perkotaan akan dibahas dalam sub bab tersendiri.
4.3.3. Organisasi Pelaksana Organisasi pelaksana PNPM mandiri Perkotaan terdiri dari lima tingkat, yaitu tingkat nasional, tingkat propinsi, tingkat kota, tingkat kecamatan dan
158
tingkat kelurahan. Dalam penelitian ini yang akan dianalisa adalah organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan yang dikoordinir oleh Walikota Kota Pontianak. Proses implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Organisasi penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan secara struktur organisasi berada dibawah Tim Pengendali PNPM Mandiri Nasional, yakni Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga penyelenggara dan menugasi Direktorat Jendral Cipta Karya untuk menyelenggarakan PNPM Mandiri Perkotaan. Sedangkan untuk pelaksanaan di lapangan, dibentuk Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit = PMU) yang dipimpin oleh seorang kepala unit yang akan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Cipta Karya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan. Di tiap kota, implementasi PNPM mandiri Perkotaan dipimpin oleh seorang Korkot (Koordinator Kota) yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli sesuai kebutuhan. Sedangkan di tingkat kelurahan, tiap 7 sampai dengan 10 kelurahan didampingi oleh Tim Fasilitator yang telah dikontrak oleh Satker Provinsi dan bertanggung jawab langsung kepada Korkot. Disamping itu di tiap kelurahan, warga masyarakat didorong untuk memilih para relawan (sekurang-kurangnya 30 orang setiap kelurahan) yang berperan sebagai agen pembangunan dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan warga di kelurahannya masing-masing, terutama warga miskin dan kelompok masyarakat rentan lainnya. Secara rinci hubungan kerja antar unsur pelaksana
159
PNPM Mandiri Perkotaan dari tingkat pusat sampai dengan tingkat masyarakat adalah sebagai berikut : Gambar 4. 5 Struktur Organisasi Pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan
Sumber : Kantor Walikota Pontianak, 2011 Organisasi pelaksana di tingkat Kota dikoordinasikan langsung oleh walikota melalui Bappeda kota dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksana PNPM (TKPP) yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait d daerah dibawah koordinasi TKPKD Kota. TKPKD Kota dalam PNPM Mandiri Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM Mandiri perkotaan ini mempunyai tugas :
160
1) Melakukan sosialisasi program PNPM Mandiri Perkotaan kepada camat. PJOK dan perangkat kecamatan di wilayah kerjanya 2) Memfasilitasi
berlangsungnya
koordinasi
dan
konsolidasi
dalam
pelaksanaan PNPM mandiri perkotaan di wilayah kerjanya 3) Melakukan pemantauan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya 4) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Sebagai pelaksana administratif di tingkat Kota berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum, atas usulan walikota setempat ditunjuk Satker Pembangunan Infrastrukur Permukiman Kota yang mempunyai tugas : 1) Menyalurkan dan mengadministrasikan dana BLM PNPM mandiri Perkotaan 2) Melakukan pemantauan pemanfaatan dana yang disalurkan 3) Bersama Korkot dan TKPP menindaklanjuti berbagai pengaduan terkaitdengan PNPM mandiri Perkotaan di wilayah kerjanyasampai ke proses hokum ke tangan penegak hokum dengan tetap mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan. Di tingkat Kota, Pemerintah Propinsi mengangkat Koordinator Kota (Korkot) PNPM Mandiri Perkotaan yang dibantu beberapa Asisten Korkot di bidang manajemen keuangan, teknik/infrastruktur, manajemen data dan penataan ruang untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan di bawah koordinasi Team Leader KMW. Di tingkat kecamatan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : Camat dan perangkatnya serta Penanggung Jawab Operasional
161
Kegiatan (PJOK) dengan peran dan tugas masing-masing unsur sebagai berikut : 1) Camat, berperan memberikan dukungan dan jaminan atas kelancaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya, dengan rincian tugasnya : (1) Melakukan sosialisasi program PNPM mandiri Perkotaan kepada lurah dan perangkat lurah di wilayah kerjanya (2) Memfasilitasi berlangsungnya koordinasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya (3) Melakukan pemantauan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya dan menerima serta memverifikasi laporan para lurah (4) Mendorong dan mendukung tumbuhnya forum LKM tingkat kecamatan (5) Memfasilitasi berlangsungnya integrasi antara rencana program masyarakat dan program daerah lainnya dalam musrenbang kecamatan (6) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan forum LKM di tingkat kecamatandan kota, KSM dan kelompok peduli lainnyauntuk meningkatkan keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya (7) Berkoordinasi dengan PJOK dan Tim Fasilitator dalam penyelesaian persoalan, konflik dan penanganan pengaduan mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya. 2) Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh walikotauntuk pengendalian kegiatandi
162
tingkat kelurahan administrasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan yang tugas pokoknya adalah : (1) Memantau pelaksanaan PNPM mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya (2) Melaksanakan administrasi program berupa penandatanganan SPPB, memproses SPPB ke bank pembayar (3) Membuat laporan bulanan pelaksanaan tugas setiap bulan (4) Membuat laporan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatan dan menyerahkannya kepada walikota paling lambat satu bulan setelah masa tugasnya berakhir (5) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dengan KMW dan Tim Fasilitator untuk bersama-sama menangani penyelesaian permasalahandan pengaduan mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya (6) Melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dana yang telah disalurkan kepada masyarakat sesuai dengan usulan yang disetujui fasilitator Sedangkan di tingkat kelurahan , unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : Lurah dan perangkatnya, Relawan masyarakat, Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) , Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). 1) Lurah, berperan memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan PNPM Mandiri perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga tujuan yang diharapkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan dapat tercapai dengan baik. Untuk itu lurah dapat mengerahkan perangkat kelurahan sesuai dengan
163
fungsinya masing-masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab lurah dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut : (1) Membantu sosialisasi tingkat kelurahan dan Rembug Kesiapan Masyarakat yang menyatakan kesiapan seluruh masyarakat untuk mendukung dan melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan (2) Memfasilitasi tereselenggaranya pertemuan pengurus RT/RW dan masyarakat dengan KMW/Tim Fasilitator dan relawan masyarakat dalam upaya penyebarluasan informasi dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan (3) Memfasilitasi pelaksanaan pemetaan swadaya (community Self Survey) dalam rangka pemetaan kemiskinan dan potensi sumber daya masyarakat yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat (4) Memfasilitasi proses pembentukan LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) (5) Memfasilitasi
dan
mendukung
penyusunan
Program
Jangka
Menengah Penanggulangan Kemiskinan dan rencana tahunannya oleh masyarakat yang diorganisasikan oleh lembaga kepemimpinan masyarakat setempat (6) Memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan termasuk peninjauan lapangan oleh berbagai pihak yang berkepentingan (7) Memfasilitasi PJM Pronangkis sebagai program kelurahan untuk dibahas dalam musrenbang kelurahan
164
(8) Memberi laporan bulanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya kepada Camat (9) Berkoordinasi dengan Tim Fasilitator, relawan masyarakat dan LKM, memfasilitasi penyelesaian persoalan dan konflik serta penanganan pengaduan yang muncul dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya. Apabila dilihat dari struktur organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan, nampak adanya pengaturan yang jelas hubungan antara bagianbagian dari komponen dan posisi masing-masing. Spesifikasi pembagian kerja dan fungsi-fungsinya saling terkait dengan adanya garis koordinasi, garis pelaporan maupun garis pengendalian, sehingga menunjukkan tingkat-tingkat spesialisai, hirarki, wewenang dan hubungan dari masing-masing komponen. Melalui struktur organisasi yang baik dapat mewujudkan pembagian kerja dan tanggung jawab sehingga tercipta harmonisasi dan akhirnya tujuan program dapat tercapai. PNPM Mandiri Perkotaan dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam penanggulangan kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan berbagai pihak, antara lain pemerintah, kelompok ahli, dunia usaha dan masyarakat luas. Berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi program ini tergambar pada struktur organisasi pelaksanan PNPM mandiri Perkotaan di atas, dari level paling bawah yakni masyarakat sampai dengan level yang paling atas (pemerintah pusat).
165
Keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan sesuai perannya diharapkan dapat : 1) Menumbuhkan iklim yang mendukung untuk upaya pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat miskin 2) Mendorong ‘pelembagaan’ mekanisme yang menjamin terwujudnya komunikasi, koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat 3) Melakukan audit untuk semua pelaku PNPM Mandiri Perkotaan. Perangkat pemerintah khususnya pemerintah daerah harus mampu untuk mengalihkan perannya sebagai pelaksana menjadi fasilitator atau pendamping warga dan selalu berorientasi pada pengembangan masyarakat dengan mengedepankan prakarsa masyarakat (Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan, 2010). Apabila dilihat dalam pedoman tersebut, maka pelaksana program yang paling dekat dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam implementasi PNPM mandiri Perkotaan adalah masyarakat kelurahan yang terorganisir dalam relawan masrarakat, LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) dan KSM (Kelompok Swadaya masyarakat). Relawan masyarakat adalah pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas dan peduli serta memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya.
PNPM Mandiri Perkotaan
mendorong masyarakat untuk membantu melaksanakan seluruh tahapan kegiatan dalam program ini agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya. Dengan demikian peran utama relawan masyarakat adalah :
166
1) Pelopor perubahan 2) Penggerak masyarakat dalam menjalani seluruh proses PNPM Mandiri Perkotaan yang memang direncanakan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat atau peningkatan kapasitas, sehingga secara rinci relawan diharapkan menjadi pelopor dalam siklus program : refleksi kemiskinan, pemetaan
swadaya,
pembentukan
BKM,
pengorganisasian
KSM,
perencanaan partisipatif dan sebagainya 3) Pengawalan nilai-nilai luhur, seperti transparansi, demokrasi, kejujuran dan sebagainya. Sehingga setelah LKM terbentuk, para relawan harus berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap keseluruhan proses. 4) Mitra kerja LKM, oleh sebab itu para relawan membentuk Forum relawan dan berhak mendapat informasi perkembangan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dipimpin oleh LKM. Organisasi masyarakat kelurahan lain yang menjadi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan adalah LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang berperan sebagai ‘Dewan Amanah’ atau ‘Pimpinan Kolektif’ organisasi masyarakat kelurahan setempat. LKM ini bertanggung jawab menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Oleh sebab itu peran utama LKM adalah sebagai berikut :
167
1) Mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan rencana jangka menengah (3 tahun) pennggulangan kemiskinan dan diajukan ke PJOK untuk mencairkan dana BLM 2) Sebagai dewan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan
PNPM
Mandiri
Perkotaan
pada
khususnya
dan
penanggulangan kemiskinan pada umumnya di tingkat komunitas 3) Mempromosikan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam setiap keputusan yang diambil dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan 4) Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka 5) Mengembangkan jaringan LKM di tingkat kecamatan dan kota sebagai mitra kerja pemerintah daerah dan wahana untuk menyuarakan aspirasi masyarakat diwilayahnya 6) Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang sehari-hari dikelola oleh UPK. Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi pelaksana dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan d Kota Pontianak menunjukkan bahwa masing-masing implementor telah melaksanakan fungsinya, tetapi masih terkendala pada sumber daya manusianya. Unsur pelaksana program ini adalah pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan dan pihak swasta sebagai konsultan dan penggerak dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan.
Adanya
unsur
swasta
dalam
implementasi
program
ini
menunjukkan bahwa konsep good governace sudah diterapkan. Secara konseptual good governance menggabungkan unsur pemerintah, swasta dan
168
masyarakat dalam penyelanggaraan pemerintahan (Tlokroamidjojo, 2000 : 54), termasuk juga dalam menerapkan kebijakan publik. Sudah waktunya pemerintah
lebih
berperan
sebagai
facilitating
dan
enabling
(yang
memungkinkan masyarakat sendiri berperan aktif sebagai pelaku ekonomi sosial)
serta
berperan
sebagai
empowering
rather
than
serving
(memberdayakan dari pada melayani) menurut Osborne (1998 : 96) Pernyataan tegas Drucker (1997 : 68) bahwa semua hal yang dapat dikerjakan lebih baik atau dengan hasil yang sama oleh organisasi non-pemerintah seharusnya tidak dikerjakan sama sekali oleh pemerintah. Dalam rangka implementasi PNPM mandiri Perkotaan di Kota Pontianak juga sudah menerapkan konsep good governance, dimana pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada pihak swasta (konsultan pelaksana) untuk mengelola program ini dengan memberikan supervisi kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Konsultan pelaksana meliputi Konsultan Manajemen Pusat (KMP) yang berkedudukan di pusat, Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) di tingkat provinsi dan Koordinator Kota di tingkat Kota serta penempatan tenaga-tenaga pendamping atau fasilitator kelurahan (faskel). Konsultan Manajemen Pusat bertugas melaksanakan tugas PMU (Program Manajemen Unit) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya dalam pengendalian mutu yang menyangkut substansi. Secara umum tugas KMP meliputi perencanaan, koordinasi, monitoring dan supervisi (pengendalian), pelaporan dan melakukan tindakan penanggulangan terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Sedangkan KMW bertugas melakukan perencanaan, persiapan,
169
pelaksanaan, koordinasi, monitoring, supervisi dan pelaporan seluruh kegiatan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Satuan Wilayah kerja. Ruang lingkup kegiatan KMW adalah sebagai berikut : 1) Perencanaan, terhadap strategi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di lingkup satuan wilayah kerjanya yang kemudian disosialisasikan kepada instansi
pemerintah
daerah
setempat
dan
masyarakat
setelah
dikonsultasikan dan mendapat persetujuan KMP 2) Orientasi dan persiapan untuk tingkat pusat dan daerah dengan mendukung dan sebagian terlibat pada proses lokakarya orientasi, sosialisasi dan kampanye nasional PNPM Mandiri Perkotaan serta kegiatan lainnya. 3) Pelaksanaan : (1) Sebagai pelaksana lapangan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerja masing-masing (2) Menjamin realisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan secara tepat melalui manajemen dan fasilitasi yang benar dan tepat oleh team fasilitator (3) Memfasilitasi, mengkoordinasi dan mendukung pembentukan Forum BKM tingkat Kota dan menghubungkan dengan stakeholders lainnya, termasuk dinas pemerintah kota dalam rangka membangun kemitraan serta networking yang saling menguntungkan diantara mereka. (4) Mengkondisikan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat serta kekuatan-kekuatan sosial yang ada termasuk didalamnya perangkat pemerintah kota agar memahami esensi dan substansi PNPM Mandiri
170
Perkotaan, sehingga dapat memberikan dukungan maupun control yang memadai (5) Membangun dan mengembangkan kapasitas pemerintah local dan stakeholders lainnya untuk bekerja lebih efektif dengan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan (6) Mendorong dan mengembangkan terbentuknya kelompok independen yang berfungsi sebagai control sosial bagi PNPM mandiri Perkotaan (7) Menumbuhkembangkan dan melembagakan kembali nilai-nilai dan prinsip PNPM Mandiri perkotaan sebagai bagian proses pembangunan lokal, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan (8) Menjamin berfungsinya SIM PNPM Mandiri Perkotaan melalui pengelolaan dan penyediaan input data yang akurat (9) Berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan kota dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah yang ada dan mendukung kelancaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. 4) Koordinasi, kepada seluruh pihak terkait di wilayah kerja masing-masing, yaitu instansi pemerintah daerah, LSM lokal, lembaga komunitas dan masyarakat lokasi sasaran 5) Monitoring, terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di satuan wilayah kerjanya dengan membuat laporan yang didasarkan pada data 6) Supervisi, terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator. Lembaga konsultan yang ada pada PNPM Mandiri perkotaan diberi kepercayaan untuk memberikan bantuan teknik atau pendampingan dan
171
pengembangan kapasitas kepada pemerintah daerah. Bentuk bantuan yang diberikan kepada pemerintah mencakup : a) Fasilitas pertemuan-pertemuan musyawarah di tingkat daerah, b) Pendalaman pemahaman maupun penyebarluasan informasi, c) penyediaan media-media sosialisasi , d) kunjungan lapangan dalam rangka pendalaman pemahaman dan penggalian aspirasi masyarakat, e) pengorganisasian, monitoring, fasilitas, supervise dan evaluasi bersama. Menurut Jones (1995: 33) untuk mengukur kinerja atau keefektifan organisasi dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu: External resource approach, Technical approach dan Internal systems approach. External resource approach adalah pengukuran yang didasarkan pada kemampuan sumber daya yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi untuk mencapai kinerja atau efektifitas. Technical approach adalah pengukuran yang didasarkan pada kemampuan tehnologi yang diterapkan oleh organisasi untuk mencapai kinerja atau efektifitas. Sedangkan Internal system approach, yaitu pengukuran
yang
didasarkan
pada
kemampuan
organisasi
dalam
mengembangkan dan membuat sesuatu yang baru (inovasi) untuk merespon secara cepat terhadap perubahan lingkungan. Dalam implementasi kebijakan publik, organisiaisi pelaksana yang berperan dominan sebagai implementor, kinerjanya secara internal akan ditentukan oleh kapasitas organisasi yang dimilikinya. Menurut Goggins (1990: 120): “Organizational or administrative capacity refers to an institutional ability to take purposeful action”. Kinerja organisasi secara internal ditentukan oleh kapasitas organisasi atau administrative yang
172
dimilikinya. Selanjutnya kapasitas organisasi merupakan fungsi dari struktur, personil dan karakteristik financial yang dimiliki oleh badan pemerintah sebagai implementing organizational. Adapun bentuk-bentuk dan jenis pelatihan yang diberikan kepada pemerintah daerah seperti yang diuraiakan dalam Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan adalah pelatihan (coaching) perencanaan partisipatif. Pelatihan ini dilakukan untuk pemerintah kota yang difasilitasi oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), dalam bentuk : 1) Peningkatan kapasitas kepada pemerintah kota dan pelaku lainnya tentang perencanaan partisipatif yang berbasis community based development 2) Peningkatan kapasitas pengelolaan dan pengendalian system informasi manajemen PNPM Mandiri Perkotaan 3) Peningkatan kapasitas system informasi manajemen berbasis website di tingkat pemerintah kota, yang bertujuan agar dapat mengelola, mengendalikan serta memantau seluruh perkembangan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya secara transparan dan akuntabel 4) Peningkatan kapasitas pengelolaan pengaduan masyarakat Titik berat pelaksanaan bantuan pendampingan di tingkat pemerintah kota adalah membangun kesadaran kritis bagi perangkat pemerintah daerah dan kelompok peduli untuk mencapai sinergi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli serta reformasi kebijakan, program dan penganggaran yang berorientasi pada masyarakat miskin. Disamping itu pemerintah kota harus membangun media pengaduan masyarakat untuk menampung berbagai keluhan dari masyarakat. Tujuannya agar terbangun kontrol sosial warga
173
dalam memonitor seluruh pelaksanaan kegiatan sehingga segala bentuk penyimpangan dapat dikurangi serta diantisipasi lebih dini oleh pemerintah kota dan masyarakat itu sendiri. Media pengaduan ini sampai sekarang juga belum berjalan secara efektif, karena masyarakat belum melihat media ini dapat membantu aspirasi mereka. Pelatihan perencanaan partisipatif lebih difokuskan pada lurah maupun pejabat diatasnya sebagai target pelatihan, dengan harapan bahwa bekal pengetahuan yang dimiliki oleh lurah dapat mentransfer pengetahuannya tentang PNPM mandiri Perkotaan kepada aparat dan masyarakatnya. Kenyataannya seluruh paket pelatihan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri perkotaan tidak mengikutsertakan seluruh perangkat kelurahan, sehingga menjadi kesulitan ketika pelatihan itu hanya diberikan kepada lurah dan ternyata terjadi mutasi jabatan. Pada hal program ini adalah program yang berkelanjutan dan berkesinambungan, sehingga dalam setiap kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan juga harus berkelanjutan. Kurangnya ketrampilan pengelolaan terutama yang menyangkut pengetahuan akan pelaksanaan strategi pemberdayaan merupakan problem tersendiri yang dihadapi oleh pelaksana program, sebab minimnya sumberdaya yang dapat digunakan untuk pelatihan profesional. Pihak swasta selain konsultan-konsultan pelaksana di atas (KMP dan KMW), yang terlibat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah Tim Fasilitator yang merupakan pelaksana proyek dan pendamping masyarakat untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan serta melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan
174
masyarakat untuk
membantu masyarakat merumuskan dan melaksanakan
kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu tugas utama fasilitator adalah sebagai pelaksana proyek dan sebagai pendamping masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri perkotaan. Sebagai pendampingan masyarakat, maka rincian tugasnya adalah : 1) Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi 2) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan 3) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat Tugas-tugas
tim
fasilitator
tersebut
diarahkan
untuk
mendorong
masyarakat agar mau terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan. Bersama para relawan masyarakat, fasilitator memfasilitasi KSM untuk mengidentifikasi peluang usaha sekaligus memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat miskin. Tugas ini akan terasa berat apabila masyarakat miskin tersebut tidak mendukungnya. Untuk itu yang diperlukan adalah pemberian advokasi dan membangun jalinan kemitraan antar semua pelaku atau implementor agar bermanfaat bagi masyarakat dan pihak lainnya. Advokasi (Suharto, 2008:124) adalah proses yang melibatkan seperangkat tindakan politis yang dilakukan oleh warga Negara yang terorganisir untuk mentransformasikan hubungan-hubungan kekuasaan. Tujuan advokasi adalah untuk mencapai perubahan kebijakan tertentu yang bermanfaat bagi penduduk yang terlibat dalam proses tersebut. Advokasi yang efektif dilakukan sesuai dengan rencana strategis dan dalam kerangka waktu yang sesuai. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan diperlukan adanya advokasi, karena
175
pendekatan dalam program ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah untuk penenggulangan kemiskinan. Advokasi kebijakan dapat menjadi sarana untuk mengembangkan partisipasi masyarakat, mengubah karakter pengambil kebijakan dan pada akhirnya mengadakan perubahan di tingkat local. Menurut Dede Mariana (2006: 214), advokasi kebijakan diarahkan untuk mencapai outcome berupa: (1) penguatan kapasitas pengorganisasian masyarakat sebagai basis partisipasi dan (2) perubahan watak birokrasi dan parlemen sebagai bagian dari institusi pengambil keputusaa (decision maker). Keberhasilan advokasi banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pendidikan analis kebijakan, dukungan stakeholders dan kejelasan sasaran atau audiens advokasi. Advokasi yang efektif mempunyai karakteristik sebagai berikut: jelas sasarannya, berorientasi pada hasil, terencana, kreatif, relevan dengan kebutuhan masyarakat, persuasif, strategis, berpengaruh dan terukur. Namun demikian ada dua faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan advokasi, yaitu : 1) Pengetahuan mengenai siapa yang terlibat dalam atau terpengaruh oleh proses kebijakan publik 2) Pengetahuan mengenai perangkat kelembagaan apa saja yang diperlukan bagi implementasi kebijakan. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, advokasi dilakukan dengan memfasilitasi dan membimbing masyarakat secara intensif agar masyarakat mengikuti ketentuan Pedoman PNPM mandiri Perkotaan dalam seluruh tahapan kegiatan yang ada dalam implementasi program ini. Advokasi
176
disini lebih banyak dilakukan oleh tim fasilitator bekerja sama dengan relawan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendampingan masyarakat khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, ada dua kegiatan yang perlu dilakukan dalam merancang advokasi kebijakan, yaitu analisiis stakeholders atau pemangku kepentingan dan analisis perangkat kelembagaan. Analisis stakeholders atau pemangku kepentingan adalah sebuah teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kepentingan orang-orang kunci, kelompok-kelompok orang atau lembaga-lembaga yang secara signifikan mempengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan. Analisis ini sangat berpengaruh pada rancangan advokasi kebijakan karena menyediakan informasi mengenai tujuan, sikap dan peranan berbagai kelompok kepentingan yang berbeda dan rekomendasi mengenai cara-cara melibatkan mereka dalam proses advokasi. Analisis stakeholders merupakan salah satu langkah penting dalam membangun hubungan dan jaringan yang diperlukan bagi keberhasilan implementasi kebijakan yang partisipatis seperti halnya dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menerangkan kelompok-kelompok mana saja yang bisa diajak bekerja sama dalam merancang proses dan tujuan advokasi. Dalam kaitannya ini, analisis stakeholders dapat digunakan untuk : 1) Mengidentifikasi karakteristik dan pengaruh orang-orang kelompok dan lembaga yang akan terkait dengan proses advokasi kebijakan
177
2) Mengidentifikasi konflik kepentingan, relasi dan kapasitas diantara stakeholders yang memungkinkan terciptanya partisipasi dan koalisi diantara mereka 3) Mengembangkan strategi yang tepat untuk meningkatkan dukungan dan mengurangi hambatan sehingga alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan dapat diterima oleh sasaran kebijakan. Stakeholders dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan ini ada dua jenis, yakni: stakeholders primer, yaitu masyarakat yang mempunyai kepentingan langsung dengan kebijakan/program dan stakeholders sekunder, yaitu lembaga perantara dan pelaksana dalam proses perumusan kebijakan dan implementasinya.
Stakeholders
sekunder
meliputi
lembaga-lembaga
pemerintah dan badan-badan publik yang merupakan bagian dari proses tersebut. Sedangkan
analisis
perangkat
kelembagaan
adalah
teknik
untuk
meramalkan mengenai kemungkinan diterima atau tidaknya usulan kebijakan yang didasari informasi mengenai dukungan atau penolakan politis pada waktu tertentu. Teknik ini pada hakekatnya merupakan teknik untuk menganalisis perangkat kelembagaan, seperti struktur birokrasi pemerintah, peraturan yang mendukung implementasi kebijakan. Dalam melakukan kegiatan ini harus dipastikan bahwa PNPM Mandiri perkotaan dapat diterima dan
kemudian
diimplementasikan,
sehingga
mendukungnya telah disiapkan dengan baik.
sumberdaya
yang
akan
178
4.3.4. Faktor Lingkungan Faktor keempat yang mempengaruhi implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan kebijakan publik. Ada dua lingkungan yang menyebabkan implementasi program ini kurang berhasil dalam mencapai tujuan, yakni lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal berkaitan dengan interaksi antara lembaga pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait, sedangkan lingkungan eksternal berkaitan dengan aspek-aspek budaya,sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan internal atau yang disebut sebagai variabel endogen , yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat dalam kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan publik. Implementasi PNPM mandiri Perkotaan merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat, swasta dan pemerintah. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga dituntut mempunyai peran nyata untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya dengan segala kewenangannya. Artinya upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan menjadi tugas yang telah didesentralisasikan dari pusat ke daerah. Dengan demikian kewenangan pemerintah daerah untuk
179
mengelola program ini sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi program
tersebut.
Program
ini
menekankan
upaya
penanggulangan
kemiskinan dengan basis atau modal kemandirian masyarakat itu sendiri. Kemandirian yang dibangun program ini akan berkelanjutan jika pemerintah daerah ikut memberikan dukungannya kepada masyarakat melalui Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan kelembagaan lokal. Guna mendesentralisasikan peran penanggulangan kemiskinan, PNPM Mandiri Perkotaan melakukan penambahan kapasitas pemerintah daerah untuk mengikuti TOT (Training of Trainer) sebagai
pemandu. Keberadaan
pemandu ini untuk memberikan pelatihan kepada fasilitator kelurahan. Pengelolaan program ini diintegrasikan oleh Pemerintah Daerah melalui kebijakan-kebijakan
yang
bersifat
lokal.
Kebijakan
lokal
tersebut
direalisasikan dalam bentuk dukungan kepala daerah, DPRD hingga melembagakan sebuah program pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat. Pernyataan diatas menunjukkan bahwa implementasi PNPM Mandiri Perkotaan antara lain dipengaruhi oleh kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola program ini, karena program ini ditujukan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Salah satu strategi dasar dalam program ini adalah menciptakan sustainability development dalam penanggulangan kemiskinan, maka pelaksana program ini harus mampu mengintegrasikan perannya dengan program pemberdayaan. Strategi ini dapat terwujud dengan cara memberi akses kepada masyarakat miskin untuk bisa berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Proses
180
pengambilan keputusan berkaitan dengan seberapa jauh lower level manager diikutsertakan dalam setiap tahapan atau langkah pengambilan keputusan. Sebagaimana telah dikembangkan bahwa proses pengambilan keputusan yang efektif harus ditempuh melalui langkah-langkah seperti yang dikemukakan Robbins (1990 : 114), yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Collecting information to pass on to the decision maker about what can be done Processing and interpreting that information to present advice to the decision maker about what should be done Making the choise as to what is intended to be done Authoricing else where what is intended to be done Executing or doing. Untuk itulah kemampuan BKM di tingkat masyarakat harus diperkuat
dan kapasitas stakeholders (pemangku kepentingan) juga harus ditingkatkan. Pelaksana program yang merupakan pelaku lokal harus mampu menjalin kemitraan yang sinergis dengan stakeholders, pemerintah daerah dan kelompok peduli lainnya. Thoha (2002 : 37) mengemukakan bahwa nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma prilaku, dan pola sikap, termasuk ke dalam aspek-aspek kebudayaan yang bersifat intangible. Dengan kata lain sikap merupakan faktor budaya yang dimiliki oleh birokrasi dan dapat diposisikan sebagai energi sosial yang dapat menggerakkan implementor. PNPM Mandiri Perkotaan menggunakan forum komunitas belajar Perkotaan untuk menggalang kepedulian bersama dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah kota Pontianak . Dengan menggandeng individuindividu dari berbagai unsur pelaksana program, KBP (Komunitas Belajar Perkotaan) menjadi komunitas pembelajaran bagi para pelaku, relawan kota, aktivis LSM agar saling bersinergi untuk menanggulangi kemiskinan.
181
Sinergisitas yang sudah terbangun diantara para pelaksana program dalam membangun kemandirian masyarakat telah sesuai dengan tujuan PNPM Mandiri Perkotaan. Para relawan yang berasal dari unsur masyarakat di masing-masing kelurahan telah dikoordinir, dilatih dan diarahkan untuk mandiri dalam suatu wadah yang bernama Badan Keswadayaan Masyarakat. Bermula dari BKM itulah, masyarakat dibangkitkan semangat dan kepeduliannya untuk ikut serta mencari solusi terbaik dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan diserahkannya pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan ini berarti masyarakat dan pemerintah daerah serta kalangan swasta, maka dalam implementasinya ketiga komponen tersebut harus saling berkoordinasi membentuk jejaring dengan satu tujuan, yakni penenggulangan kemiskinan. Artinya ada proses tawar menawar (bargaining) atau negosiasi diantara implementor program ini. Negosiasi pada prinsipnya memiliki makna yang sama, yaitu membuka ruang pertukaran sumber daya untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu diperlukan kemampuan impersonal yang lebih tinggi, seperti kemampuan mengolah proses pertukaran kepentingan. Tuntutan untuk melakukan negosiasi biasanya muncul ketika seseorang atau suatu kelompok tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya, sehingga perlu bantuan dari pihak lain. Sedangkan lingkungan eksternal yang disebut sebagai variabel eksogen merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di luar hal-hal yang berkenaan dengan posisi dan kemampuan implementor dalam mengelola program. Faktor-faktor tersebut
182
lebih banyak berasal dari lingkungan fisik dan kondisi masyarakat sebagai penerima dan pemanfaat program, seperti kondisi geografis, kondidi sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat Kota Pontianak. Kondisi geografis Kota Pontianak yang merupakan dataran rendah dan terbelah oleh dua sungai besar, yakni Sungai Kapuas dan Sungai Landak menjadikan Kota Pontianak lebih banyak dikelilingi oleh sungai-sungai kecil. Ada sekitar 33 sungai kecil yang mengelilingi Kota Pontianak dan ini membuat penataan kotanya harus lebih banyak mengikuti alur sungai tersebut. Secara umum permasalahan permukiman yang dihadapi
oleh Pemerintah
Kota Pontianak adalah semakin menjamurnya kawasan-kawasan kumuh dibeberapa kawasan tertentu, yang dicirikan dengan : 1) Luas dan ukuran bangunan yang sempit dengan kondisi rata-rata yang tidak memenuhi standar kesehatan maupun standar kehidupan sosial yang layak 2) Kondisi bangunan rumah yang saling berimpitan, sehingga rentan dan rawan terhadap bahaya kebakaran 3) Kurangnya suplai kebutuhan air bersih 4) Jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara baik serta dengan kapasitas yang terbatas 5) Drainase yang sangat buruk 6) Jalan lingkungan yang buruk dan tidak memadai Persepsi dan paradigma yang terbangun di masyarakat saat ini tentang lingkungan permukiman kumuh adalah bahwa lingkungan permukiman kumuh merupakan bagian wilayah di perkotaan yang sangat tidak produktif,
183
kotor, tidak memiliki potensi, tidak efisien dan mengganggu estetika serta keindahan kota. Sehingga solusi yang paling baik adalah memindahkan atau menghilangkan kawasan humuh tersebut dari lingkungan wilayah perkotaan. Tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan tidak dapat dihindari sebagai konsekuensi dari perkembangan kota yang pesat, seperti halnya Kota Pontianak. Untuk itu yang diperlukan adalah sebuah kebijakan pemerintah kota yang mendukung perbaikan permukiman kumuh tersebut serta pendanaannya. Salah satu kebijakan yang mendukung perbaikan permukiman di Kota Pontianak adalah PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya komponen kegiatan lingkungan. Jenis kegiatan lingkungan yang meliputi infrastruktur, sarana dan prasarana permukiman pada dasarnya bersifat fleksibel sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik yang sifatnya individual (individu masyarakat miskin) maupun kolektif (untuk kepentingan umum). Semua jenis kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut harus memenuhi persyaratan dan diusulkan oleh KSM atau panitia. Panitia adalah sebutan bagi KSM yang mengelola kegiatan lingkungan (pembangunan sarana dan prasarana) dalam program PNPM
Mandiri
Perkotaan.
KSM/
Panitia
merupakan
kelompok
kemasyarakatan yang ada di kelurahan yang tumbuh dan berkembang serta diakui keberadaannya dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. KSM/Panitia ini juga merupakan kelompok swadaya yang dibentuk karena adanya kesamaan kepentingan dan kebutuhan dalam kelompok tersebut. Jadi bukan organisasi yang dibentuk karena mengejar keuntungan (financial) dari melaksanakan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan.
184
Lingkungan eksternal lain yang turut mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak adalah kondisi ekonomi masyarakat. Dalam proses pembangunan di Kota Pontianak yang telah dilaksanakan selama ini telah banyak membawa perubahan, baik perubahan kearah yang lebih baik maupun sebaliknya. Dampak pembangunan kota yang positif antara lain adanya peningkatan ekonomi masyarakat, sedangkan yang negatif antara lain munculnya masalah-masalah sosial di masyarakat akibat banyaknya pendatang yang ingin mengubah nasibnya. Dengan demikian juga terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di Kota Pontianak yang mengakibatkan semakin meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kondisi ini juga membuat semakin meningkatkan masalah sosial lainnya, karena kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan secara ekonomi, seperti pengangguran, permukiman kumuh dan sebagainya. Pengangguran dapat menimbulkan kemiskinan dan sebaliknya kemiskinan dapat pula menyebabkan pengangguran. Orang yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan secara otomatis tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang miskin yang dihimpit oleh berbagai persoalan, termasuk rendahnya pendapatan, rendahnya pendidikan, ketrampilan dan akses sumber pelayanan sosial, akan semakin sulit memperoleh pekerjaan yang layak sehingga sulit memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan anggota keluarganya. Akibatnya permasalahan sosial meningkat pesat seiring dengan
meningkatnya
kemiskinan
dan
pengangguran.
Selain
itu,
pengangguran dan kemiskinan pada akhirnya dapat menimbulkan desintegrasi
185
sosial, seperti terjadinya kerusuhan sosial, konflik sosial dan perilaku tindak kejahatan lainnya. Kondisi masyarakat yang demikian akan mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak, karena untuk dapat mengimplementasikan program ini dibutuhkan pelaku-pelaku kebijakan yang mampu mengaktualisasikan dirinya ke dalam program tersebut. Untuk dapat menjadi relawan masyarakat yang akan memperjuangkan kaumnya maka relawan masyarakat tersebut seharusnya sudah dapat menunjukkan bahwa dirinya mampu menjadi wakil masyarakat dalam menyalurkan keinginan masyarakat miskin di wilayahnya. Mereka harus mampu mengorganisasikan diri dan masyarakatnya ke dalam lembaga keswadayaan masyarakat agar dapat memperjuangkan kegiatan-kegiatan penenggulangan kemiskinan di wilayahnya. Melalui pengembangan kapasitas masyarakat seperti pemberdayaan dan partisipasi serta kapasitas lembaga keswadayaan masyarakat tersebut, kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dapat dimplementasikan dengan baik, sebab dalam program ini dapat : 1) Memberikan kesempatan kepada masyarakat ikut berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana di wilayahnya 2) Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat baik dalam hal pengelolaan program yang bersifat teknis maupun dalam hal berorganisasi 3) Menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap sarana dan prasarana yang akan dibangun
186
4) Memberikan peluang dan kesempatan berfungsinya gerakan keswadayaan modal masyarakat unuk turut serta dalam proses implementasi program 5) Mendayagunakan dan melibatkan organisasi atau lembaga kemasyarakatan yang ada terkait dengan pembangunan daerah. Penguatan kapasitas masyarakat dilakukan melalui pembentukan lembagalembaga yang memberi peluang seluas-luasnya kepada warga untuk menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi didalamnya. Partisipasi masyarakat merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Sebaiknya masyarakat harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga semakin banyak ketrampilan
yang
berpartisipasinya. pemberdayaan
dimiliki Penguatan
seperti
PNPM
seseorang kapasitas Mandiri
semakin masyarakat Perkotaan,
baik
kemampuan
melalui pada
program prinsipnya
dimaksudkan untuk penguatan peluang masyarakat untuk mendapatkan pendapatan yang memadai. Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam program ini adalah ketrampilan sumberdaya yang tergolong rendah dan lemah dalam mengakses perolehan modal. Melalui PNPM Mandiri Perkotaan, kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam Usaha kecil berkesempatan untuk mendapatkan pinjaman dana untuk pengembangan usahanya. Kegiatan tersebut dalam bentuk pinjaman bergulir yang implementasinya dikelola oleh kelompok-kelompok swadaya masyarakat.
187
Berbagai bantuan yang disalurkan kepada kelompok-kelompok swadaya masyarakat diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan. Bentuk kegiatannya antara lain melalui pelatihan ketrampilan usaha, manajemen keuangan, pembentukan kelembagaan ekonomi sampai dengan memberikan bantuan modal. Semua program bantuan yang ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat seharusnya diawali dengan kegiatan pengembangan kapasitas sumberdaya manusianya. PNPM Mandiri Perkotaan selalu diawali dengan pelatihan dan pembinaan kepada kelompok-kelompok swadaya masyarakat. Kelompok swadaya masyarakat yang menjadi sasaran program yang mempunyai peminatan atau preferensi sejenis dapat memanfaatkan program dengan membentuk KSM, seperti : 1) Kelompok Pengusaha Mikro 2) Kelompok Simpan Pinjam 3) Kelompok Usaha Bersama. Sedangkan bentuk pelatihan yang dilakukan adalah BKM dilatih merealisasi PJM Pronangkis dan Rencana Tahunannya dengan melakukan kegiatan pembangunan Tridaya (Sosial, Ekonomi dan lingkungan) dengan dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) dari APBN, APBD maupun sumber lain. BKM juga dilatih melakukan kerja sama pembangunan dengan pemerintah
daerah
melalui
pembeayaan
bersama
melalui
kegiatan
Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET). Selanjutnya BKM dilatih merealisasikan PJM Pronangkis dengan melakukan kemitraan dengan pemerintah daerah, lembaga usaha, perorangan dan lembaga masyarakat lainnya.
188
Apabila kelompok swadaya masyarakat sudah mampu mandiri dalam menanggulangi kemiskinan, menunjukkan bahwa tujuan dari kegiatan kemitraan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan juga telah tercapai. Adapun tujuan dari kegiatan kemitraan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Melakukan percepatan (akselerasi) upaya penanggulangan kemiskinan 2) Meningkatkan daya tanggap dan peran serta stakeholder pembangunan dalam penanggulangan kemiskinan 3) Mendukung upaya pemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan 4) Mendukung realisasi Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan dari BKM 5) Mendekatkan akses penanggulangan kemiskinan pada kelompok sasaran (warga miskin) 6) Memfasilitasi BKM dan calon mitra sehingga terjadi calon mitra. Dalam PNPM Mandiri Perkotaan terdapat sejumlah kegiatan sosial yang harus diimplementasikan untuk memperkuat ikatan sosial (social cohesion) dengan menggalang kepedulian /solidaritas, kebersamaan dan menumbuhkan kepercayaan dengan menggerakkan kapasitas sosial di masyarakat. Untuk mencapai ujuan itu diperlukan dukungan dari masyarakat agar mau peduli terhadap masalah yang ada disekitarnya, yaitu dengan menumbuhkan kebiasaan mengelol program sosial secara berkelanjutan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai evaluasi kegiatan. Semua itu dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Kondisi sosial budaya masyarakat Kota Pontianak yang terdiri dari berbagai suku/etnik
189
berarti juga menunjukkan adanya berbagai budaya/tradisinya. Etnik terbesar penduduk yang ada di Kota Pontianak adalah Melayu, Dayak dan China, mempunyai karakter yang sangat berlainan. Dengan adanya perbedaan karakter masing-masing etnik, juga akan mempengaruhi etos kerja maupun budaya kerja penduduk tersebut. Etos kerja penduduk yang berasal dari etnis Melayu berbeda dengan etos kerja atau budaya kerja penduduk etnis Dayak atau China. Selain ketiga etnis tersebut, masih ada banyak penduduk Kota Pontianak yang berasal dari berbagai etnis, seperti Jawa, Madura, Bugis, Batak dan lainlain. Ketiga etnis besar (Melayu, Dayak dan China) diklaim oleh pemerintah setempat sebagai penduduk asli (putra daerah) Kota Pontianak, sedangkan etnis yang lainnya disebut sebagai etnis pendatang. Dalam kehidupan bermasyarakat, penduduk dengan berbagai etnis tersebut menunjukkan bahwa adanya kebersamaan diantara mereka. Hal ini dilambangkan dengan adanya visi Pemerintah Kota Pontianak pada waktu itu dan masih melekat sampai sekarang, yaitu : ‘Tertib Administrasi Pemerintahan, Maju Dalam Usaha dan Bersatu Dalam Etnis’. Apabila visi ini dipegang oleh seluiruh masyarakat Kota Pontianak, maka akan menjadikan Kota Pontianak yang damai dan rukun. Kondisi
yang
demikian
tersebut
di
atas
berpengaruh
terhadap
pemerintahan, kemajuan dunia usaha dan kerukunan penduduk Kota Pontianak. Termasuk didalamnya adalah keterlibatannya berbagai etnis yang ada dalam mengelola PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak. Pengelola kegiatan-kegiatannya berasal dari berbagai etnis, karena salah satu prinsipnya
190
adalah program dilaksanakan oleh KSM, dimana setiap warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota KSM, baik tuamuda, kaya-miskin, laki-laki maupun perempuan, tetapi dengan syarat penerima manfaat adalah warga miskin. Berbagai faktor yang telah diuraikan di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM mandiri Perkotaan di Kota Pontianak. Keempat faktor tersebut salaing terintegrasi dan merupakan satu kesatuan serta saling berkaitan sehingga membentuk policy cycle dalam implmentasi kebijakan publik. Program yang diidealkan dalam PNPM Mandiri Perkotaan berbasis pemberdayaan mendorong kepada sasaran program
untuk
berpartisipasi
sebagai
pelaksana
program
dengan
mengorganisir dirinya ke dalam kelompok keswadayaan masyarakat dengan tujuan penanggulangan kemiskinan masyarakat di wilayahnya. Semua ini tercapai apabila lingkungan kebijakannya mendukung, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya. Interaksi antara keempat faktor dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan terjadi secara timbal balik antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya, sehingga seringkali dapat menimbulkan tensions yang bisa menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan persepsi diantara pelaku program. Adanya perbedaan persepsi yang terjadi diantara pelaksana program dan sasaran program dapat menimbulkan konflik atau perbedaan kepentingan. Dengan mengembangkan kemampuan negosiasinya, setiap pihak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya tanpa harus melakukan cara-cara yang ekstrim. Proses negosiasi dilakukan dengan menciptakan penyelesaian
191
melalui consensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak. Proses ini mengakomodasi kedua kepentingan antara pelaksana program dengan sasaran program dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Sehingga memerlukan komitmen yang besar dari kedua belah pihak untuk dapat menumbuhkan hubungan dan mencari titik temu kedua kepentingan tersebut. Dalam
PNPM
Mandiri
Perkotaan,
hubungan
sinergisitas
antara
masyarakat, pemerintah kota dan kelompok peduli dilakukan dalam kegiatan PAKET (Penanggulangan
Kemiskinan
Terpadu).
PAKET merupakan
komponen program untuk mendorong dan memperkuat kemitraan sinergisitas sehingga upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara mandiri dan berkelanjutan serta melembaganya proses pembangunan yang bersifat partisipatif di tingkat kota. Dengan adanya kegiatan PAKET telah terjadi proses pembelajaran kemitraan dan gerakan bersama oleh seluruh pelaku di tingkat
kota
sehingga
terjalin
sinergi
upaya-upaya
penanggulangan
kemiskinan di wilayahnya. Kemitraan merupakan upaya kolaboratif yang terus menerus guna mencapai tujuan bersama, dengan melibatkan kerja sama diantara dua atau lebih pihak (komponen) yang saling terkait. Dalam kemitraan terdapat unsurunsur sebagai berikut : 1) Terdapat dua atau lebih pihak (komponen) yang terlibat, yakni pemerintah, swasta dan masyarakat 2) Keduanya bekerjasama sebagai mitra, dalam hal ini tidak ada yang sifatnya membawai pihak lain
192
3) Adanya tujuan bersama berdasarkan komitmen yang hendak dicapai 4) Setiap pihak mempunyai tanggung jawab sendiri 5) Setiap pihak memberikan input berupa financial, teknologi, pengetahuan atau sumber lainnya dalam sebuah proses pembelajaran. Masyarakat sebagai pihak sasaran program yang sekaligus menjadi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan mempunyai banyak potensi sebagai kekuatan yang apabila digali dan disalurkan dapat berubah menjadi energi yang besar untuk mengatasi masalah yang ada.
Cara menggali dan
mendayagunakan sumber daya yang ada di masyarakat dilakukan dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Faktor yang paling penting adalah bagaimana mendudukkan masyarakat pada posisi pelaku (subyek) pelaksanaan program yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Gerakan pemberdayaan masyarakat ini lebih mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok adalah memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.