BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Desa Limehe Timur Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo yang proporsi rumah tangga miskinnya (RTM) terbanyak. 56% dari 924 KK di desa ini adalah RTM. Masyarakat desa tradisional di Desa Limehe Timur Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo bagian utara ini hidupnya sangat tergantung dari sistem pertanian lahan kering. Mata pencaharian penduduknya mayoritas petani dengan pendidikan sangat rendah dan daya beli serta persediaan pangan di tingkat rumah tangga yang sangat terbatas. Masalah gizi mengancam hidup balita dan ibu hamil di desa ini. Secara geografis desa ini terletak pada ketinggian 800 - 1100 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 28 C. Desa Limehe Timur yang memiliki 5 dusun. Sebagian besar wilayah desa ini (670 ha atau 78.8%) dimanfaatkan untuk lahan pertanian, 167 ha (hampir 20%) untuk perkebunan rakyat, 11.95 ha (1.4%) untuk fasilitas umum, dan 16.36 ha (1.9%) untuk pemukiman warga. 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, maka didapatkan data-data sekaitan dengan penelitian ini. Mereka yang menjadi informan adalah ketua unit pengelola kerja Anton Tumaloto, Bendahara SPKP Hartati Ayuba, Anggota SPKP
31
Hartin Khalid, Ketua PNPM Alex Hida, dan para anggota perempuan SPKP di Desa Limehe Timur.
4.2.1. Pengembangan Masyarakat Pada bagian ini, peneliti bertanya kepada ketua UPK dan ketua PNPM tentang apakah setiap kelompok perempuan mendapatkan pemberdayaan berupa kegiatan pembelajaran masyarakat? Berikut ini dipaparkan jawaban mereka. “Program SPKP ini memang ditujukan untuk tujuan memberdayakan perempuan di desa-desa termasuk desa Lemehe Timur ini. Maksudnya adalah dengan adanya program simpan pinjam yang dikhususkan untuk para perempuan sehingga dari segi financial mereka dapat membantu perekonomian keluarga. Mengingat, di desa-desa banyak perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Waktu luang mereka banyak dan kami melihat ada potensi bagi mereka untuk memanfaatkan waktu luang dengan menjadi pengusaha kecil atau pengusaha rumahan. Harapan kami semoga itu menjadi kegiatan positif yang bisa memberdayakan para perempuan menjadi lebih baik lagi di lingkungan keluarganya. Bentuk pemberdayaan yang diberikan bukan pelatihan tapi pinjaman sesuai dengan program yang dibentuk yaitu simpan pinjam. Jadi setiap warga perempuan yang memiliki usaha bisa menyimpan dan meminjam uang di SPKP. ” (AH/KPNPM/23-12-2012) “Bentuk pemberdayaan yang kami berikan pada setiap kelompok SPKP adalah pemberian pinjaman dana untuk modal usaha bagi perempuan bukan bentuk kegiatan pembelajaran. Tujuannya agar para perempuan bisa membantu suami mereka untuk mendapatkan penghasilan demi kesejahteraan keluarga mereka atau untuk para perempuan yang sudah dewasa tapi belum mendapatkan pekerjaan.” (AT/KUPK/ 28-12-2012). Kedua jawaban di atas memberikan penjelasan bahwa bentuk pemberdayaan perempuan yang diberikan adalah bentuk simpan pinjam. kelompok perempuan
dibentuk untuk tujuan yang mulia bagi peningkatan kesejahteraan keluarga melalui peran perempuan. Dengan adanya peran perempuan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga akan semakin mensejahterakan secara ekonomi kehidupan setiap keluarga. Untuk semakin meyakinkan dengan jawaban dari para ketua di atas, maka para anggota SPKP pun diberikan pertanyaan yang sama. Berikut ini hasil wawancaranya. “Kami tidak mengerti dengan kata pemberdayaan, yang pasti kami diajak untuk bergabung dengan SPKP di desa. Kami diperbolehkan meminjam uang. Uang yang boleh dipinjamkan pertama kali adalah Rp1.000.000. Jumlah tersebut dapat bertambah ketika pembayaran dan performance selama membayar cicilan lancer sehingga bisa naik sebesar 100% untuk meminjam ulang.” (TN/ASPKP/28-12-2012) Dari lima orang yang diwawancarai, semuanya menjawab hal yang sama. Mereka tidak paham dengan kata pemberdayaan. Yang mereka pahami adalah bahwa SPKP adalah kegiatan simpan pinjam. Mereka diajak menjadi anggota SPKP sehingga bisa meminjam uang. Ketika ditanyakan apakah ada pelatihan atau pembelajaran dalam usaha memberdayakan perempuan di desa tersebut, maka mereka menjawab sepertidi bawah ini. “Kami tidak pernah belajar di kelas atau ikut pelatihan, tapi kami hanya diperbolehkan menyimpan uang seperti di bank atau meminjam uang tanpa ada jaminan atau agunan. Tapi kami cukup senang dengan apa yang diberikan oleh SPKP. Kalo untuk belajar lagi kami malas, karena di rumah saja masih banyak pekerjaan, apalagi jika disuruh berpikir.” (YN/ASPKP/28-08-2012)
Berdasarkan jawaban di atas, maka diperoleh data bahwa bentuk pemberdayaan pada perempuan qyang diberikan oleh SPKP di Desa Limehe Timur adalah pemberian pinjaman dana untuk digunakan pada usaha kecil para ibu rumah tangga. 4.2.2. Bantuan Langsung Masyarakat Pada bagian ini peneliti mempertanyakan apakah setiap kelompok SPKP mendapatkan bantuan langsung pendanaan. Informan yang pertama kali diberikan pertanyaan ini adalah masyarakat yang menjadi anggota SPKP. Berikut ini hasil waancaranya. “saya adalah anggota SPKP sudah lama. Pertama saya diwajibkan membayar uang simpanan sebesar seratus ribu rupiah. Katanya, dengan menjadi anggota SPKP dan membayar uang simpanan sebesar sertaus rbu rupiah, maka saya bisa meminjam uang di sana. Bukan cuman saya yang jadi anggota SPKP, banyak tetangga juga yang diajak. Tapi mereka semua tidak boleh laki-laki. Ini khusus untuk perempuan. Pertama kali saya pinjam yaitu satu juta rupiah. Memang kata orang yang ada di SPKP, setiap anggota tidak bole pinjam lebih dari satu juta. Kalau sudah membayar hutang yang satu juta selama satu bulan, baru saya diberikan pinjaman lagi bisa lebih dari satu juta. Katanya sih kalau pembayarannya lancar, baru diberikan lagi pinjaman. Kalau pembayarannya tidak lancara, mereka mau mempertimbangkan lagi.” (ST/ASPKP/28-12-2012)
Senada dengan jawaban di atas, anggota kelompok lainnya pun menjawab dengan nada yang sama. Berikut hasil wawancaranya. “Saya pikir PNPM mau memberi uang tanpa harus membayar. Bukan pinjaman. Tapi ternyata harus dikembalikan uangnya. Setiap bulan saya harus bayar seratus dua puluh ribu rupiah selama dua belas bulan. Saya dari dulu punya usaha warung sembako. Walaupun kecil, warung saya alhamdulilah memberikan keuntungan bagi keluarga. Suami saya bawa bentor. Sebenarnya, pinjaman itu bagus juga, tapi kalau bantuan lebih baik daripada pinjaman.” (YY/ASPKP/28-12-2012)
“Alhamdulilah, setelah saya menjadi anggota SPKP, saya mendapatkan pinjaman pertama sebesar satu juta rupiah. Saya langsung belikan bahanbahan kue dan peralatan. Setiap hari saya jualan kue tradisional. Rumah saya dekat dengan sekolah, sehingga setiap hari kebanyakan anak sekolah yang beli. Walaupun tidak terlalu banyak keuntungan, tapi ketika dikumpulkan dalam satu bulan saya mampu mengembalikan pinjaman ke SPKP dan saya juga dapat keuntungan. Sekarang saya sudah mau setoran cicilan ke sebelas. Insya Allah, katanya saya bisa pinjam dua juta kalau sudah dapat menyelesaikan hutang saya yang pertama. Katanya, saya pembayaran cicilannya bagus dan setiap bulan saya suka ikut rapat SPKP. Rencananya, saya mau membeli etalase yang kecil supaya kue yang dijual tidak kena debu dan kelihatan lebih rapi.” (YN/ASPKP/29-12-2012) “Saya ibu rumah tangga biasa, waktu diajak ke SPKP, saya mau-mau saja. Saya pertama diberikan pinjaman sebesar satu juta rupiah. Itupun saya harus menyimpan uang di SPKP sebesar seratus ribu rupiah. Saya belikan baju-baju untuk dijual lagi. Tapi mereka yang membeli baju kebanyakan maunya kredit bukan cash. Sehingga ada beberapa yang tidak bisa membayar cicilan. Saya terkena imbasnya, saya tidak bisa bayar cicilan ke SPKP. Seratus duapuluh ribu yang harus saya bayar ternyata berat sekali. Hingga saat ini saya belum selesai membayar cicilan ke SPKP.” (MM/ASPKP/29-12-2012) Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih ada yang menginginkan bantuan dana tanpa harus mengembalikan. Tapi karena ini adalah lembaga simpan pinjam, maka mustahil rasanya jika diberikan bantuan tanpa pengembalian. Sehingga dapat diketahui bahwa tidak setiap warga masyarakat paham mengenai program ini. Kemampuan mengelola dan merencanakan keuangan setiap anggota SPKP beragam. Mereka yang mampu mengelola dapat merasakan keuntungan dan sebaliknya bagi mereka yang tidak mampu mengelola akan kesulitan untuk
mengembalikan pinjaman. Aplagi jika dari awal sudah mengharapkan bahwa bantuan dana ini bukan pinjaman. Untuk menggali informasi lainnya, maka diberikan pertanyaan yang sama kepada ketua SPKP. Berikut ini hasil wawancaranya. “Para ibu rumah tangga warga Desa Limehe, kami undang untuk diberikan sosialisasi mengenai program simpan pinjam kelompok perempuan. Mereka diberikan wawasan mengenai keuntungan menjadi anggota kelompok SPKP. Syarat dan ketentuan juga dijelaskan. Saat itu respon mereka sangat baik dan ada yang langsung mendaftarkan diri. Pinjaman yang diberikan pertama kali pada mereka adalah satu juta dengan pengembalian yang harus mereka bayar sebesar satu juta dua ratus dengan dicicil selam sepuluh bulan. Kami berharap dengan program ini dapat meningkatkan ekonomi mereka dalam keluarga disamping membantu suami dalam mencari penghasilan tambahan.” (AH/KSPKP/28-12-2012) Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh para anggota kelompok SPKP. Bahwa pinjaman yang diberikan pertama kali adalah sebesar satu juta rupiah dan dikembalikan dengan dicicil selama sepuluh bulan sebesar seratus dua puluh ribu rupiah. Jika proses pengembalian lancer, maka akan direkomendasikan untuk meminjam lagi uang sebesar dua juta rupiah. Walaupun respon masyarakat beragam, namun program ini ada yang berhasil dimanfaatkan warga, ada juga yang belum berhasil. Dari hasil wawancara di atas, terlihat masih ada masyarakat yang mengharapkan bukan dana pinjaman yang diterima oleh mereka tapi dana hibah tanpa pengembalian. Padahal program ini adalah simpan pinjam.
Ketika diberikan pertanyaan lain yaitu apakah ada pengembangan program untuk meningkatkan keuntungan dari program simpan pinjam tersebut? Berikut ini adalah jawaban-jawaban dari mereka. “Kami memberikan pinjaman yanglebih besar dua kali lipat dari pinjaman pertama pada anggota yang melakukan pembayaran yang bagus di pinjaman pertama. Namun, jika pembayarannya kurang lancara dengan alasan yang tidak masuk akal kami belum bisa memberikan tambahan pinjaman. Kami tidak mau mengambil resiko yang tinggi, karena pada dasarnya uang yang mereka pinjam adalah uang para anggota yang dikelola.” (AH/KSPKP/28-12-2012)
Dari para anggota memberikan jawaban sebagai berikut. “Pinjaman satu juta sebenarnya tidak cukup untuk warung yang sudah berjalan. Tapi lumayanlah untuk menambah modal. Harapannya sih kami bisa dapat pinjaman di atas lima juta rupiah. Sehingga kami juga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Semoga di lain waktu, SPKP bisa mempertimbangkan usaha saya yang sudah berjalan dengan baik. Sehingga SPKP bisa mempercayai bahwa saya bisa mengembalikan pinjaman setiap bulan walaupun besar.” (NN/ASPKP/29-12-2012) “Saya takut mau pinjam uang besar-besar, takut tidak bisa mengembalikannya. Usaha saya baru dimulai, jadi masih harus banyak belajar. Uang satu juta itu banyak sekali, jadi tanggung jawabnya juga besar. Apalagi kalau dipinjamkan uang yang lebih besar lagi.” (YN/ASPKP/29-12-2012) Jawaban di atas memberikan informasi bahwa tidak semua anggota mengharapkan pinjaman yang besar tapi berdasarkan kebutuhan mereka yang berbeda-beda setiap orangnya. Peningkatan pinjaman memungkinkan adanya keuntungan yang lebih besar. Namun, semuanya disesuaikan dengan kebutuhan.
Sebaiknya memang untuk memperlancar pengelolaan usaha dilakukan pendampingan sehingga anggota tidak khawatir uangnya tidak bisa memberikan keuntungan dan tidak bisa mengembalikan pinjaman yang sudah mereka gunakan. Oleh karena itu diberikan pertanyaan terakhir mengenai apakah mereka menadapatkan pendampingan dalam pengelolaan dan pengembangan program. Berikut ini adalah jawaban hasil waancaranya. “Kami mendapatkan pendampingan dalam mengelola usaha kecil, tapi bagi kami yang masih awal memulai usaha bingung itu sudah pasti. Setelah beberapa bulan baru sedikit mengerti dan akhirnya kalau kami sudah bisa mandiri, mereka akan melepas walaupun masih suka ada komunikasi.” (MM/ASPKP/28-12-2012) “Usaha saya sudah berjalan lama, jadi pendampingan tidak perlu. Mungkin bagi mereka yang baru memulai usaha boleh-boleh saja.” (YN/ASPKP/28-12- 2012) Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pendampingan merasa sangat diperlukan bagi mereka yang baru memulai usaha. Dan memang sebaiknya harus dilakukan pendampingan untuk menjaga stabilitas usaha kecil. 4.3. Pembahasan Penelitian Pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pembangunan manusia, memang dalam pembangunan dibutuhkan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Manusia membutuhkan makanan yang cukup untuk mengembangkan dirinya, membutuhkan perumahan dan pakaian yang bersih untuk menjaga kesehatannya, dan juga membutuhkan penerangan, transportasi, alat komunikasi yang cukup agar dapat memudahkan hidup mereka. Pembangunan mesti harus meningkatkan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup manusia,
tetapi pemenuhan barang-barang yang menjadi kebutuhan tersebut tetap bermuara pada pengembangan manusianya yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pengembangan masyarakat yang akan melupakan aspek manusianya jelas tidak menguntungkan. Hal ini karena akan menumbuhkan sikap pasif dari masyarakat baik dalam proses, pelaksanaan maupun menerima hasil-hasil pembangunan. Sikap merasa tidak memiliki membuat mereka acuh tak acuh dan enggan terhadap hasil-hasil pembangunan, yang pada gilirannya dapat menurunkan harkat dan martabat manusia/masyarakatnya. Kekurangan modal baik dari SPKP maupun anggota selalu ada masalah. Selanjutnya ada masalah oleh karena tingkat SDM atau pengetahuan anggota yang minim. Ini merupakan alasan seharusnya SPKP melaksanakan program DIKLAT bagi para anggotanya. Pada kasus adanya kredit yang macet dari anggota, menjadi agenda pembahasan setiap bulan melalui rapat anggota. Laporan ini memberikan pengetahuan terhadap kejelekan kelompok SPKP menggambarkan masalah yang menonjol pada saat penelitian. Yang paling utama termasuk kehadiran, pembayaran setelah pertemuan dan masalah penambahan. Bisa dilihat bahwa kurang 10% kelompok
SPKP
bisa digambarkan
sebagai
“tidak
ada masalah”.
SPKP
memperjuangkan untuk mencapai kelompok yang selalu berkembang. Kalau anggotanya di bawah 30 orang, masih di kategorikan kurang. Kalau kehadiran di
bawah 50%, di kategori kurang juga. SPKP ingin menciptakan anggota yang rajin dan berkembang. Akan tetapi di pihak lain, bisa dikatakan bahwa manfaat SPKP luar biasa. Dari pihak pelayanan anggota sudah berhasil, kebutuhan dan keperluan nasabah sudah ketemu dan selalu berkembang. Semua anggota yang diwawancarai senang di koperasi simpan pinjam ini. Selanjutnya, anggota ini menerima banyak ketrampilan. Mereka belajar tentang pengurusan uang dan selalu meningkatkan tingkat pendidikan. Koperasi SPKP berusaha untuk mewujudkan kemandirian. Padahal, sudah ada anggota yang sama sekali tidak pinjam lagi, berarti sudah mandiri. Pada masa depan SPKP ingin anggotanya menjadi lebih sejahtera dan ingin menyediakan pelayanan yang lebih baik. Kalau lembaga simpan pinjam ini terusmenerus maju seperti sekarang, peneliti percaya tujuan tersebut bisa dicapai. Masalah kemiskinan tidak bisa diatasi dengan uang saja. Kalau orang miskin dikasih uang saja, akan cepat habis dan tidak ada artinya lagi dan itu tidak mendidik. Orang miskin atau orang dengan masalah keuangan tidak bisa keluar keadaanya dengan uang saja, harus ada pendampingan dan pembinaan dari atas. Ada persepsi bahwa orang miskin mempunyai masalah berkaitan dengan uang, tetapi ini kesalahpahaman, kalau mereka dibina dan didampingi mereka bisa berhasil dan berkembang. Orang miskin perlu pendidikan, motivasi dan semangat kemampuan. Mereka perlu diberdayakan sehingga mereka bisa menghidupi dirinya sendiri.
Selanjutnya, semua ini harus berasal dari dalam dan kemauan atau keinginan masingmasing. Kalau ada, akhirnya terwujud kemandirian. Peneliti percaya bahwa pembinaan dan pendampingan tersebut bisa disediakan oleh simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam bukan hanya memberi uang kepada orang, tetapi pada waktu yang sama mendidik dan memberdayakan anggotanya. Bisa dilihat di lembaga simpan pinjam SPKP ada suasana keluarga, bergotong-royong dan tolong-menolong. Selanjutnya, STR atau sistem tanggung renteng ikut proses pembinaan ini. Anggota di lembaga simpan pinjam tersebut diajar tentang bertanggung jawab, pengurusan uang dan bergotong-royong. Mereka diberikan semangat harapan dan kepercayaan, sehingga mereka bisa berkembang dan maju. lembaga simpan pinjam memperjuangkan hal tersebut dan sangat berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat masing-masing. Uang pasti penting, tetapi yang ingin disampaikan melalui laporan ini adalah kepentingan pembinaan yang jauh lebih tinggi. Tanpa pimbinaan tidak bisa berkembang, dan lembaga simpan pinjam di Limehe Timur sekarang memperjuangkan untuk mencapai pembinaan dan perkembangan menuju kemandirian.