BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Kondisi Desa Hilir Tengah
1. Letak Geografis Desa Hilir Tengah adalah merupakan satu desa yang termasuk dalam bagian wilayah Kecamatan Ngabang. Desa Hilir Tengah merupakan gabungan dari dua Desa yaitu Desa Hilir Tengah dan Desa Pulau Bendu, kemudian kedua Desa tersebut digabung menjadi satu dan diberi nama Desa Hilir Tengah. Desa Hilir Tengah Kecamatan Ngabang merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat yang mempunyai perbatasan wilayah dengan desa adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
Desa Ambarang dan Desa Raja
Sebelah Timur
Desa Tebedak
Sebelah Selatan
Desa Hilir Kantor
Sebelah Barat
Desa Amboyo Utara
Desa Hilir Tengah merupakan Desa yang terletak di dalam ibukota Kecamatan, jarak antara ibu kota Kecamatan dengan Desa Hilir Tengah ± 1 KM. Desa Hilir Tengah mempunyai luas wilayah Desa : 98,9 km², terdiri atas 3 Dusun, 27 RT dan 8 RW. Setelah mengalami penggabungan Desa, Desa Hilir Tengah kemudian terbagi menjadi 3 (tiga) Dusun yaitu: a) Dusun Hilir Tengah 1 b) Dusun Hilir Tengah II c) Dusun Pulau Bendu
23
Desa Hilir Tengah yang berada di Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat, dan berdasarkan hasil pemetaan terletak pada koordinasi 109º55’37 ” BT sampai 109º58’51” BT dan antara 00º21’35 ” LU sampai 00º23’49” LU. Pada umumnya keadaan alam Desa Hilir Tengah sama dengan keadaan alam yang terjadi di Kecamatan Ngabang, yaitu keadaan beriklim tropis. Curah hujan yang sedang, tetapi pada saat bulan-bulan tertentu curah hujan yang terjadi cukup tinggi dan ditambah lagi terdapat sungai Landak yang membelah daratan Desa Hilir Tengah yang sewaktu musim hujan sehingga mengakibatkan ada sebagian dusun yang mengalami banjir. Meskipun keadaannya tidak terlalu parah, tetapi keadaan ini sangat menggangu aktivitas masyarakat. 2. Kependudukan Desa Hilir Tengah adalah salah satu desa yang terletak tepat di ibukota Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak. Dari letak geografis inilah yang membuat jumlah penduduk Desa Hilir Tengah cukup padat dibandingkan dari desa lainnya dan juga sarana prasarana yang cukup memadai di desa tersebut. Berikut adalah uraian kependudukan Desa Hilir Tengah berdasarkan sumber daya manusia meliputi: struktur jumlah penduduk, sarana prasarana keagamaan, dan struktur penduduk berdasarkan pendidikan.
24
a. Data jumlah penduduk Desa Hilir Tengah pada tahun 2012 adalah 5742 jiwa yang terdiri dari 1627 Kepala Keluarga. Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Hilir Tengah Dusun Hilir
Dusun Hilir Tengah
Dusun Pulau
Jumlah Penduduk
Tengah 1
II
Bendu
Desa Hilir Tengah
Laki – laki
137 Laki – laki
876
Laki – laki
1731 Laki – laki = 3565 Perempuan = 2177
Perempuan
185 Perempuan
985
Perempuan
1855 Jumlah total penduduk = 5742 jiwa.
Jumlah KK
165 Jumlah KK
519
Jumlah KK
943
Jumlah total KK = 1627 KK
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah) Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa penduduk Desa Hilir Tengah yang terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Hilir Tengah 1, Dusun Hilir Tengah 2 dan Dusun Pulau Bendu yang terdiri laki-laki dengan jumlah 3565dan penduduk perempuan dengan jumlah 2177. Jadi penduduk di Desa Hilir Tengah lebih didominasi oleh banyaknya jumlah penduduk laki-laki dibandingkan dengan perempuan di desa tersebut
yang terdiri dari 1627
Kepala Keluarga dengan jumlah total penduduk 5742 jiwa.
25
b. Sarana dan prasarana keagamaan di Desa Hilir Tengah dibawah ini: Tabel 2 Sarana Prasarana Keagamaan NO
Nama Bangunan
Jumlah
1
Masjid
3
2
Mushola
6
3
Gereja Protestan
3
4
Klenteng
1
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah) Dari data di atas bahwa jumlah penduduk Desa Hilir Tengah mayoritas memeluk agama Islam. Hal ini dikarenakan penduduk Desa Hilir Tengah mayoritas suku Melayu, dan ditambah lagi letak Desa Hilir Tengah yang tidak jauh dengan wilayah keraton Landak. Desa Hilir Tengah juga terdapat beberapa Gereja tempat peribadatan orang Kristiani dan juga di Desa Hilir Tengah terdapat satu buah Klenteng tempat persembayangan etnis Tionghoa. c. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Hilir Tengah. Tabel 3 Presentase kependudukan berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
Sekolah Dasar
15%
2
SMP
30%
3
SMA
55%
4
Perguruan Tinggi
10%
No
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah) Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang ada di desa Hilir Tengah dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Untuk tamatan Sekolah Dasar yang cukup kecil dengan presentase hanya 15%, 26
tingkat SMP 30%, tingkat SMA 55% dan tingkat perguruan tinggi 10%. Jadi untuk tingkat pendidikan di Desa Hilir Tengah untuk tingkat pendidikan Sekolah Menegah Atas cukup tinggi dengan presentase 55%, sedangkan untuk lulusan Sarjana masih sangat minim dengan 10%. 3. Sistem Kepercayaan atau Religi Sikap religius orang Dayak bukan pengabdian kepada Tuhan Yang Esa, melainkan pengabdian kepada suatu pantak yang terdiri dari banyak sekali roh nenek moyang yang ajaib. Penggunan istilah animisme bagi orang Dayak sungguh merupakan suatu diskriminasi yang tidak diperbolehkan ada dalam negara yang berasaskan Pancasila. Namun dalam banyak statistik dan karangan kita banyak menemukan istilah yang diskriminatif itu. Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dengan penggunaan istilah agama Khariangan, supaya mereka dihormati sebagai keyakinan mereka sebagai agama (Mikhail Coomans, 1987 : 85-87). Masyarakat Dayak mempunyai pengertian tersendiri tentang ketuhanan yaitu Jubata, namun bukan dalam arti agama Yahudi, Kristen dan Islam. Orang Dayak sungguh beragama, namun kepercayaannya terbatas pada lingkungan sukunya sendiri, berhubung dengan ikatan esensial terhadap nenek moyangnya. Menurut Koentjaraningrat agama adalah semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh negara kita. Sedangkan religi merupakan bagian dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1974;144). Bagi orang Dayak, makna hidup tidak terletak dalam kesejahteraan, realistis, atau objektivitas seperti yang dipahami oleh manusia modern, tetapi dalam keseimbangan kosmos. Kehidupan itu baik apabila kosmos tetap berada
27
dalam keseimbangan dan keserasian. Setiap bagian dari kosmos itu, termasuk manusia dan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban memelihara keseimbangan semesta (Paulus Florus,1994:15). Pada jaman dahulu masyarakat Dayak percaya kepada makhluk halus, seperti orang gaib, orang limonan atau hantu-hantu penunggu kampung. Mereka tinggal di tempat yang dianggap keramat seperti, panyugu, lembah-lembah yang dalam batu besar serta pohon-pohon besar. Sistem kepercayaan atau agama bagi kelompok etnik Dayak hampir tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya itu dengan etnisitas dalam masyarakat Dayak. Kompleksnya sistem kepercayaan orang Dayak ditandai juga oleh kemampuan mereka menyerap beberapa unsur keagamaan atau kepercayaan dari luar, seperti pengaruh Cina dalam penggunaan barang-barang seperti keramik, mangkok dan tempayan yang dianggap memiliki kekuatan magis dan dapat mendatangkan keberuntungan, maupun penggunaan berbagai macam dekorasi naga yang melambangkan secara mitologis Tuhan tertinggi yang satu sebagai penguasa dunia (Paulus Florus, 1994:22-23). Dalam pengertian ketuhanan, penilaian yang salah terhadap keyakinan orang Dayak bukan saja berdasarkan pada prasangka, tetapi sering juga pada observasi atau survai yang kurang teliti dan kurang dalam. Hal itu terjadi juga dalam penilaian ketuhanan. Sumber pengetahuan adalah mitos-mitos dan doa-doa dari upacara ibadat. Orang Bahu dan orang Kayan sendiri mengatakan bahwa Tamai Tingai adalah Dewa yang tertinggi, tetapi karena tidak ada ibadah khusus kepada Tamai Tingai, timbul tanggapan bahwa karena pengaruh dari gagasan
28
ketuhanan dalam agama Islam mereka menekankan peran dan kekuasaan satu Dewa tertentu (Mikhail Coomans, 1987 : 87). 4. Asal Usul Suku Dayak Mengenai asal mula suku Dayak terdapat beberapa pendapat simpangsiur, yang sulit dibuktikan. Namun yang pasti adalah bahwa semua suku bangsa Dayak termasuk pada kelompok-kelompok yang berimigrasi secara besarbesaran dari daratan Asia. Suku bangsa Dayak merupakan keturunan dari para imigran yang berasal dari wilayah yang kini disebut Yunnan di Cina Selatan. Dari tempat itulah kelompok-kelompok kecil mengembara dan sebagian masuk ke pulau Kalimantan. Perpindahan ini agaknya tidak begitu sulit, karena pada zaman glasial (zaman es) permukaan sangat turun atau susut, sehingga dengan perahu-perahu kecil sekalipun mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulaupulau ini. Kelompok-kelompok yang pertama masuk wilayah Kalimantan ialah kelompok Negrid dan Weddid, yang sekarang sudah tidak ada lagi. Kemudian disusul kelompok yang lebih besar yang disebut proto-Melayu. Perpindahan mereka ini mungkin berlangsung selama seribu tahun dan terjadi antara tahun 3000 SM-1500 SM. Kelompok-kelompok yang pindah dari daratan Asia ke Kalimantan memilih waktu dan jalan yang berbeda-beda (Mikhail Coomans, 1987 : 3). Kata Dayak berasal dari kata Daya yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat. Ada berbagai pendapat tentang asal-usul orang Dayak, tetapi
29
saat ini belum ada yang betul-betul memuaskan. Namun, pendapat yang diterima umum menyatakan bahawa orang Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan (Stepanus Djuweng, 2010: 4). Orang Dayak berdasarkan tradisi lisan yang dituturkan secara turuntemurun oleh mereka memiliki teori sendiri tentang asal-usul mereka, yang bervariasi dari sub suku satu dengan sub suku lainnya. Menurut sub suku Dayak simpang di kabupaten Ketapang, manusia pertama diciptakan oleh Nek Duwata (Jubata dalam bahasa kanayatn yang berarti Tuhan) bersamaan dengan terciptanya dunia dulu mereka sudah mendiami pulau Borneo sejak dunia diciptakan. Mengenai asal-usul kata Dayak, juga sama kaburnya. Orang Dayak pada mulanya tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai Dayak, seperti halnya orang Indian di Amerika yang memiliki nama masing-masing (Stepanus Djuweng, 2010: 5) 5. Pelayanan Medis dan Cara Pengobatan Tradisional Suku Dayak a) Pelayanan Medis Pada dasawarsa yang terakhir ini pelayanaan medis di pedalaman juga maju, walaupun masih jauh dari cukup. Pelayanan medis dan pengobatan modern juga mempengaruhi kehidupan tradisional. Dalam masa lampau orang Dayak sesuai dengan kepercayaannya mengalami bahwa hidupnya tergantung dari sesuatu yang lain. Ia yakin bahwa dirinya dapat hidup dalam hubungannya dengan dunia ilahi. Oleh karena itu ia berdoa membawa persembahaan, menyelenggarakan upacara lain, dan memperhatikan serta
30
mantaati tabu-tabu, agar dengan jalan demikian itu ia akan memperoleh keselamatannya, termasuk hidup yang sehat (Mikhail Coomans, 1987 : 145). b) Cara Pengobatan Tradisional Orang Dayak mengenal obat tradisional yang kadang-kadang sangat efektif. Obat itu dibuat dari daun dan akar pohon tertentu. Tetapi kalau obat itu tidak membawa efek yang diharapkan, maka tinggal saja mengadakan upacara Belian (upacara pengobatan tradisional). Dalam pengobatan tradisional mengenal tiga cara, yaitu: 1. Cara rasional : obat yang dibuat dari daun dan akar yang efeknya diketahui dari pengalaman berabad-abad lamanya. 2. Cara irasional : usaha penyembuhan lewat upacara Belian untuk menetralisir intensitas tertentu dari dunia ilahi. 3. Cara campuran : cara rasional dicampur dengan cara irasional. Karena adanya pengobatan rasional dalam tradisi adat, maka orang Dayak mudah saja menerima pengobatan irasional modern dari ilmu kedokteran. Tetapi terkaitnya pemikiran kritis pada pemikiran mitologis, menyebabkan bahwa sampai sekarang ini, keadaan sakit dialami sebagai gangguan atau hukuman dari dunia ilahi. Sampai sekarang ini masih terdapat jurang pemisah antara pengetahuan modern dan pengobatan tradisional (Mikhail Coomans, 1987 :147).
31
B. Sejarah Pengobatan Adat Babore Dayak Kanayatn Bagi suku Dayak yang berada di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta pengobatannya, sangat erat kaitannya dengan alam religius mereka tentang ajaran Kaharingan. Masyarakat Dayak cenderung melihat penyebab dari suatu penyakit dengan cara metafisik. Suku Dayak mempercayai dengan menggunakan adat seperti adat Babore bisa menyembuhkan mereka dari sakitnya. Masyarakat Dayak biasanya menggunakan ritual tertentu yang dipimpin oleh seorang Balian (pemimpin upacara adat atau dukun) dalam pengobatan suatu penyakit. Bagi orang Dayak keberadaan adat Babore sebagai sarana pengobatan tradisional. Adat Babore ini mereka kenal sudah turun-temurun atau warisan yang ada sejak zaman nenek moyang mereka. Seorang pelaksana adat Babore adalah seorang yang bertugas sebagai mediator dan komunikator antara manusia dengan makhluk lain yang keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata (Wawancara dengan Bapak Sugio : 26 Agustus 2013). Upacara adat Babore menduduki tempat yang penting dalam kebudayaan Dayak khususnya dalam pengobatan tradisional. Masyarakat Dayak percaya bahwa orang yang memimpin upacara adat Babore memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh setiap orang, karena adat Babore mampu mengobati penyakit terutama penyakit-penyakit yang mereka percaya disebabkan oleh mahluk halus. Dalam pengobatan adat Babore terbagi menjadi 2 macam, yaitu Babore Masak dan Babore Manta. Hal yang membedakan dalam pengobatan tersebut tampak dari penggunaan manok (ayam). Kalau Babore Masak yaitu ayam yang digunakan sudah direbus setengah matang terlebih dahulu sebelum dimulai prosesi adat.
32
Sedangkan Babore Manta ayam yang digunakan masih dalam keadaan hidup untuk prosesi adat. Dalam penggunaan adat Babore, baik itu Babore Masak dan Babore Manta biasanya digabung menjadi satu prosesi dalam pengobatan. Hal ini tergantung juga dengan Dukun yang memimpin adat, karena setiap Dukun memiliki ciri khas masing-masing dalam melakukan pengobatan (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013). C. Upacara Adat Suku Dayak Kanayatn Upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan dan religi. Perwujudannya direalisasikan melalui berbagai ritus atau upacara ritual, agar mereka memperoleh pertolongan roh gaib, roh para leluhur, dan Jubata (Tuhan). Upacara dalam konsep kepercayaan seperti itu dimaksudkan sebagai
pembuktian keyakinan terhadap
Jubata
sekaligus
pemantapannya. Berikut upacara yang berkaitan dengan keselamatan: 1) Upacara Adat Nyangahatn Upacara Nyangahatn adalah upacara sembayang atau berdoa menurut agama asli orang Dayak Kanayatn. Tujuannya untuk mengucapkan syukur, memohon bimbingan dan perlindungan atau pemberitahuan kepada Jubata terhadap suatu kegiatan dalam bekerja. Upacara ini dipimpin oleh seorang Imam Panyangahatn atau seorang tokoh adat. Nyangahatn biasanya dilakukan sebelum melakukan sesuatu atau pada awal melakukan suatu upacara agar selamat dan terhindar dari gangguan makhluk halus. Nyangahatn juga digunakan untuk memanggil makhluk halus yang akan dimintai bantuannya dalam ritual pengobatan tradisional, seperti
33
pengobatan dalam upacara adat Babore (Wawancara dengan Bapak Ambay: 20 Agustus 2013). Nyangahatn juga merupakan inti kegiatan ritual dalam masyarakat Dayak Kanayatn. Pada intinya isi doa tergantung pada wujudnya, di lain waktu tata kelakuan dan tata krama masyarakat menjadi acuan dalam susunan nyangahatn (doa). Misalnya pernyataan tobat (mohon pengampunan Jubata), muang sangar dosa (membuang dosa), berbeda dengan doa nyaru Jubata ngaranto (memanggil Jubata) atau doa-doa lainnya. Jubata merupakan sebutan Tuhan untuk orang Dayak Kanayatn (Mikhail Coomans, 1987 : 147). 2) Upacara Adat Totokng Upacara Totokng, yaitu upacara penghormatan kepada kepala kayau (kepala hasil mengayau) agar jangan sampai terkena kutuk kepala tersebut. Upacara ini dapat pula dikatakan untuk membuang sangar (dosa) atas kesalahan yang dilakukan saat mengayau (memotong kepala) zaman dahulu. Adat Totokng ini biasanya dilakukan oleh keluarga yang masih mempunyai turunan untuk menjaga kepala hasil kayau, dan keluarga pun harus melaksanakan adat Totokng tersebut supaya terhindar dari kesialan dan malapetaka. Upacara adat Totokng untuk penerimaan dan pemeliharaan kepala manusia hasil ngayau, dan upacara ini sekarang sebagai peringatan seperti Gawai (pesta adat) yang biasanya berlangsung selama 7 hari 7 malam. Upacara ini biasanya dipimpin oleh seorang yang sangat mengetahui mengenai adat Totokng (Wawancara kepada Bapak Petrus : 28 Agustus 2013).
34
D. Pengobatan Tradisional Suku Dayak Kanayatn Tradisi adat pengobatan dimasyarakat Dayak Kanayatn ini sudah lama dilakukan dan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak, didalam upacara adat pengobatan tradisional suku Dayak memiliki beberapa macam atau cara pengobatan, yaitu: 1. Adat Babore Adat Babore adalah sebagai sarana dalam pengobatan tradisional, dan sebagai upacara penyembuhan dari keluarga atau kampokng (kampung) yang mengalami sakit. Pengobatan adat Babore ini menggunakan beberapa ekor ayam untuk keperluan dukun dalam mengobati pasien. Berikut adalah alat dan bahan yang biasanya digunakan dalam adat Babore: manok (ayam) sesuai dengan keperluan dukun, darah ayam, tumpi (cucur),pigo (perlengkapan Dukun), poe (terbuat dari beras ketan) yang keduanya merupakan makanan khas suku Dayak, pabayo (tempat penyembahan), mata palantaratn (seperti koin/uang, telur, jarum), lilin merah, batu Dukun, tujuh macam bunga, mayang pinang (pucuk pinang muda), ai katongkor (air dalam tempayan), ai tujuh sunge (air yang berasal dari tujuh sungai yang berbeda), nasi tujuh macam tumpang (nasi yang diberi warna), lato barateh (padi yang di goreng tanpa menggunakan minyak), lilin merah, ai untuk ba jampi (air jampian), karimabo dan rinyuakng (bahan penjampian), baliungk (terbuat dari besi), ceper (tempat sesajian) pambaraan (bara api), parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang) dan tumpang (terbuat dari daun kelapa). Di dalam adat Babore juga dikenal dengan mengambil sumangat (semangat).
35
Kalau sumangatnya lalakng (hilang) maka diperlukan alat dan bahan dalam pengobatan seperti: ceper (tempat menaruh perlengkapan adat), tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), manok (ayam), baliungk (besi), mangkok (mangkuk), lilin merah, semua itu diletakan di dalam ceper (tempat perlengkapan adat (Wawancara dengan Bapak Ambay: 20 Agustus 2013). 2. Adat Balenggang Balenggang atau Lenggang adalah suatu upacara atau usaha penyembuhan seseorang atau keluarga dari penyakit. Adat Balenggang merupakan ritual perdukunan tradisi Dayak Kanayatn yang bersifat magis dan mendapat pengaruh budaya Melayu dan Cina. Tujuan upacara ini biasanya menyesuaikan niat orang atau keluarga yang melaksanakan upacara tersebut. Dalam pelaksanaan adat Balenggang biasanya dilakukan selama dua hari satu malam dan biasanya penyakit yang sudah parah menggunakan adat ini. Berikut bahan dan alat peraga yang digunakan dalam adat Balenggang: poe (dari beras ketan) cucur (tumpi), nanas, rangakang (tempat sesajian), Kaikng putih, itapm (kain puti dan hitam), mayang pinang (pucuk pinang muda), akar kulit pisang. Manok (ayam) (sesuai dengan keperluan ), pambaraan (bara), tujuh macam nasi, lilin merah, talo (telur), lato barateh (padi yang digoreng tanpa menggunakan minyak), parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang), caramin (cermin kaca), sisir, poe tujuh roas batakng taman (beras ketan yang dimasak di dalam bambu dengan jumlah 7 buah), iso (pisau), 12 nasi, semua bahan tersebut diletakan di depan rumah (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013).
36
3. Adat Badendo Badendo adalah suatu upacara penyembuhan penyakit yang tidak terlalu parah yang dilakukan berdasarkan kesepakatan keluarga. Berikut adalah bahan dan alat yang digunakan dalam pengobatan adat Badendo: Gong, manok (ayam) jumlahnya tergantung dukun yang memimpin adat, darah ayam, tankin (senjata dukun yang biasa digunakan dalam pengobatan), Penyampang (orang yang membantu dukun), tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), lilin merah, cermin, lato barateh (padi yang digoreng tanpa menggunakan minyak), ceper (tempat menaruh perlengkapan adat), talo (telur), koin atau uang, beras pulut, dan mayang pinang (kelopak pinang muda) (Wawancara kepada Bapak Suro 28 Agustus 2013). 4. Adat Babuis Babuis adalah suatu upacara adat menyembuhkan orang dari penyaki, dimana dalam pengobatan adat Babuis dilakukan ditempat dimana seseorang tersebut mendapatkan penyakitnya. Tujuannya adalah supaya ditempat tersebut tidak lagi memakan korban yang lain dan untuk mohon pengampunan kepada setan yang dianggap menggangu korban dengan membawa persembahan dengan harapan agar penyakit yang diderita dapat diberi kesembuhan oleh setan tersebut atau oleh penunggu tempat tersebut. Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam adat Babuis: Satu ekor ayam jantan merah kurang lebih 1 kg, tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), bontokng (makanan yang dibungkus dari daun), botol, paku, telur 1 buah, timpurukng (tempurung), kapur sirih, karake (daun sirih), labu, altar, (tempat sesajian). Dalam pengobatan adat Babuis biasanya menggunakan
37
tempayan dan jika tidak ada tempayan biasanya menggunakan labu. Pada dasarnya barang-barang tersebut diatas diadakan sebagai pembayar atau penukar kesalahan. Babuis setelah diadakan di luar rumah dan tidak jarang pula diadakan ditempat dimana dia mendapat awal penyakitnya yang disesuaikan dengan tanungan. Selesai Babuis, segala sesuatu perlengkapan dan sajian tidak dibawa pulang kecuali sirih masak yang ada di atas buis. Sebelum naik ke rumah pasien, dukun harus menyampaikan ucapan ringakng (mantra). Setelah itu, sirih yang sudah masak dikunyah oleh dukun tersebut dan diludahkan kebelakang tangkok, kemudian dioleskan oleh dukun dibagian yang sakit (Wawancara kepada Bapak Hero : 28 Agustus 2013) 5. Adat Batitik Batitik adalah suatu upacara pengobatan tradisional oleh suku Dayak Kanayatn untuk mencari suatu titik penyakit. Dalam pengobatan adat Batitik biasanya seorang dukun menggunakan media batu dalam penyembuhan penyakit. Biasaya batu ditempelkan pada bagian yang sakit, dan dukun akan melihat penyakitnya dengan melihat ke cahaya lilin. Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam adat Batitik: 1 ekor manok (ayam), poe (terbuat dari beras ketan), tumpi (cucur), talo (telur), batu dukun dan bahan penjampian. Dalam pengobatan adat Batitik tidak menggunakan tankin, dan tidak memakai rangkang (tempat persembahan) (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013).
38
6. Adat Baliatn Baliatn adalah suatu upacara adat yang diyakini masyarakat Dayak secara turun-temurun yang dipakai atau digunakan untuk menyembuhkan orang sakit. Untuk perobatan biasanya satu malam atau dua malam sedangkan untuk bayar niat perobatannya selama tiga hari tiga malam. Alat yang dipergunakan: Gong, mayang pinang (pinang muda), uwa (dari tali tarap atau tali tingkalakng), ranjak (tampat alat-alat baliatn), tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), babotn (babi), manok (ayam) sesuai permintaan dukun, talo (telur), bahan penjampian, palantaratn talu tingkat (tempat sesajian 3 tingkat) melihat waktunya atau pada keperluan). Dalam proses pelaksanaan adatnya setelah tiga hari tiga malam ada yang dinamakan basaru sumangat (ambil semangat). Basaru sumangat ini menggunakan manok seko (satu ekor ayam) dan parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang) (Wawancara kepada Bapak Sugio : 26 Agustus 2013). 7. Adat Batajok Sebelum makan atau minum tajok kalau patah tulang terlebih dulu diobati yang bagian luar. Pamabat patah tulang membuat bentuk dari pamali untuk membalut bagian yang patah seperti paha atau tangan. Jenis ramuan yang disediakan daukng tarok mamah dan daukng tarok budin, buah sare (serai), daukng tarok korongan merah, buah lahia merah (liak merah), daun tarok abuatn semua bahan tersebut harus ditumbuk halus sampai lumat atau hancur. Kemudian dicampur seko rega (anak ayam ) ditetek (dicincang) halus-halus di tuup di atas api dicampur semua ramuan diatas di bungkus dengan daun abuatn tiga lapis,
39
apabila sudah di dicampur arak dan babatan di bagian patah tulang. Babatan harus diganti satu kali sehari,tiga hari kemudian dilihat hasilnya memuaskan atau tidak. Selama masih diobati ada pantangannya tidak boleh makan: rebung, cabe dan keladi. Tajok yang diminum tergantung keahlian Tukang Tajok masingmasing dan tergantung jenis penyakit yang mau di Tajok (Wawancara kepada Bapak Suro : 26 Agustus 2013). 8. Adat Nyampunt Sukat Suatu upacara adat Nyampunt ukuran kemudian menurut paneleannan urakng pane (menurut orang pintar) penyakit yang biasanya disembukan adalah seperti: Pancah dongo (sering demam), tubuh kurus, bai aya aya (badan tidak mau besar), makatn sabul (tidak nafsu makan), hal ini diderita anak tanpa sebab yang jelas. Sebagai tenaga pelaksana, urakng pane atau dukun dengan alat dan bahan yang digunakan dalam perobatan: lato barateh (padi yang digoreng tanpa menggunakan minyak), manok seko (ayam satu ekor), bunga salaseh, sare (serai), dan parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang) (Wawancara dengan Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013) 9.Adat Balilik Balilik adalah suatu upacara pengobatan tradisional yang bertujuan untuk menyembuhkan suatu penyakit yang telah dibuat orang. Dalam pengobtan adat Balilik menggunakan tujuh ekor ayam yang telah direbus, fungsinya untuk mengembalikan penyakit dari orang yang membuat sakit tersebut. Pengobatan adat Balilik dilakukan dengan sederhana, dikarnakan dalam adat Balilik tidak menggunakan alat seperti gong dan rangkang (tempat persembahan). Cara dalam
40
penyembuhan adat Balilik hanya menggunakan batu-batu dari dukun dan juga cara pengelihatan penyakitnya melalui batu dukun tersebut. Berikut alat dan bahan yang digunakan dalam adat Balilik seperti: 1 ekor manok (ayam), poe (terbuat dari beras ketan), tumpi (cucur), talo (telur), batu dukun dan bahan penjampian (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013). E. Prosesi Tradisi Upacara Adat Babore 1. Tahap pertama dalam upacara pengobatan Babore di teras rumah. Bahan-bahan seperti daun porang, daun mentawak, telur, beras, tumpang (terbuat dari daun kelapa), tempayan ditutup mangkuk, besi sebagai pangkaras dan tempurung kelapa yang berisi bara api yang fungsinya untuk membakar kemenyan. Semua bahan-bahan tersebut diletakan di atas tiga kayu yang disebut pabayo (tempat persembahan). Bilal (teman Dukun) membacakan mantra-mantra untuk memanggil roh-roh yang nantinya untuk mengetahui penyakit dan mengobati penyakit. Orang yang akan diobati duduk di sebelah Bilal dan Dukun yang memimpin adat. Sedangkan untuk warga dan tamu yang datang bisa berada di dalam rumah dan diteras rumah untuk duduk bersama melihat prosesi pengobatan adat Babore yang dilakukan oleh Dukun dan Bilal (orang yang membantu Dukun). Dalam prosesi ini di lakukan di teras rumah dan sang Dukun berteriak untuk memanggil Epe (kawan Dukun dari alam lain). Pada sesi ini menggunakan ayam yang masih hidup dan diakhiri dengan mengipaskan sayap ayam dengan tujuan membuang penyakit untuk penyembuhan. Selanjutnya dalam melakukan pengobatan, Dukun dan Bilal (teman Dukun) menaburkan beras kuning yang fungsinya untuk meminta keselamatan kepada sang Jubata (sebutan
41
Tuhan untuk orang Dayak). Setelah melakukan pembacaan mantra dan menaburkan beras kuning, ayam yang sudah disiapkan dipotong sebagai syarat pengobatan. Dari ayam tersebut, secara khusus dengan pembacaan mantra darah ayam lalu diambil dan kemudian Dukun mengolesi dahi orang yang akan diobati dengan darah ayam tersebut, dan juga orang-orang atau masyarakat setempat yang ikut hadir dalam pengobatan. Hal ini bertujuan untuk keselamatan semua orang yang ikut dalam acara pengobatan dan ayam yang sudah dipotong dibersihkan lalu direbus dengan setengah matang. 2. Tahap kedua dengan melihat rasi (pertanda) untuk pengobatan Dalam tahap kedua ini Dukun dan Bilal melakukan pengobatan dan selanjutnya Dukun memeriksa tumpang yang digantung di atas pintu rumah, yang bertujuan untuk melihat rasi (pertanda) baik atau buruknya dalam pengobatan yang dilakukan serta hal yang akan terjadi kepada yang akan diobati. Ayam yang sudah direbus setengah matang, lalu ditaruh di atas piring dan kemudian di dada ayam tersebut diletakan satu ruas lemang dan tumpi. Peralatan dan bahan yang digunakn sebelumnya untuk pengobatan dimasukan di dalam rumah, selanjutnya Dukun dan Bilal memulai proses pengobatan. Tahap ini Bilal mulai membacakan mantra–mantra sambil membunyikan besi dengan cara memukulkan besi. Setelah Bilal selesai membacakan mantra-mantra, giliran sang Dukun yang melanjutkan membaca mantra-mantra dan Dukun tersebut memberikan makanan dan minuman kepada Epe (teman Dukun dari alam lain) yang akan dipanggil. Sambil membacakan mantra Bilal membakar kemenyan untuk memanggil Epe (teman Dukun).
42
3. Tahap ketiga dengan pemanggilan Epe dalam pengobatan Babore. Dalam pembacaan mantra-mantra dengan menggunakan bahasa Dayak kuno dan pembakaran kemenyan yang dilakukan untuk pemanggilan Epe oleh Dukun dan Bilal (teman Dukun). Setelah Epe (teman Dukun dari alam lain) dipanggil, sang Dukun menggangkat Tankin (senjata Dukun) untuk proses pengobatan,dan Dukun menumpangkan tangannya kepada yang akan diobati dan Dukun tersebut menari dengan mengitari sambil mengibaskan daun-daun yang telah di ikat menjadi satu dengan membacakan mantra-mantra untuk pengobatan. Setelah itu Dukun mengambil mayang pinang (pucuk pinang muda) yang telah dibungkus dengan kain putih, serta memukulkan mayang pinang tersebut ke segujur tubuh mulai dari kepala sampai kaki orang yang diobati. Proses selanjutnya mayang pinang dibuka oleh Dukun di atas kepala orang yang diobati dan mengambil penyakit yang telah masuk ke dalam tubuh. 4. Proses pengambilan penyakit Dalam tahap terakhir ini Dukun dan orang yang diobati berdiri di depan pintu sambil membelakangi dan Dukun menolak semua penyakit sambil membaca mantra-mantra dengan menggunakan bahasa Dayak kuno. Selanjutnya untuk orang yang diobati masuk ke dalam rumah dengan syarat tidak boleh menoleh ke belakang, sambil membawa satu ruas poe (lemang) dan Dukun melemparkan semua penyakitnya ke tanah, setelah orang yang diobati berada di dalam rumah. Alat dan bahan-bahan dalam perobatan dimasukan ke dalam rumah, kecuali alat dan bahan yang ada diatas pabayo. Setelah itu Bilal (teman Dukun) pun bapamang dan Dukun mulai masuk ke alam bawah sadarnya sambil memegang
43
tankin (senjata Dukun), Bilal menjelaskan maksud mereka memanggil Epe (teman Dukun dari alam lain) yang telah masuk ke dalam raga Dukun. Dari pemanggilan Epe tersebur sang Dukun yang telah masuk kealam bawah sadarnya mulai bertingkah yang aneh-aneh, dan setelah dijelaskan oleh Bilal maksud dan tujuannya, Dukun pun mulai mengambil batu peruam yang ada di dalam piring, dan Dukun mulai meminta bantuan dengan roh-roh yang lain untuk melakukan pengobatan. Dalam prosesi pengobatan, Dukun mulai mengigit bagian tubuh orang yang diobati dan Dukun mulai meminum darah ayam yang tersedia di dalam mangkuk tersebut. Selanjutnya bagian yang terakhir Dukun mulai mengambil baskom yang berisi air dan daun-daunan yang telah di ikat menjadi satu, serta mengibaskan keseluruh tubuh orang yang akan diobati untuk kedua kalinya. 5. Prosesi akhir dalam pengobatan Babore. Setelah pengobatan selesai Dukun melepaskan Epe (teman Dukun dari alam lain), setelah itu Dukun istirahat dan memberi tahu kepada keluarga yang diobati tentang pantangan yang tidak boleh dilakukan. Setelah tiga hari berlangsungnya pengobatan, pabayo dan alatnya serta tumpang dibuang ke sungai, kecuali tempayan, mangkuk dan besi yang tidak dibuang ke sungai (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013). F. Persyaratan dan MaknaTradisi Adat Babore. Sebelum melaksanakan tradisi adat Babore pemimpin adat dan Bilal memberitahukan kepada keluarga untuk mempersiapkan persyaratan yang harus dilengkapi dalam prosesi acara adat Babore yaitu sebagai berikut ini : Beras ketan,
44
beras biasa, 1 buah telur ayam, mata uang logam, pangkaras jarum, 1 daun tengkawang, kapur dan daun sirih, 1 batang rokok, pigo, kerum Dukun, topokng pangpinang, beras banyu, piring putih, tumpi, 3 macam air (air putih, kopi pahit, dan arak) masing-masing 1 cawan, air biasa yang terdiri dari 7 sungai, daun kalimabo, daun mentawak, daun porang, beras kuning, tankin, ayam tempayan, mangkuk, darah ayam, daun keladi hutan, daun renjuang merah, pinang, tempurung kelapa dan mayang pinang. Dari semua persyaratan tersebut merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi dalam upacara pengobatan adat Babore. Tradisi adat Babore memiliki makna sebagai pengobatan dimasyarakat Dayak untuk penyembuhan penyakit. Adapun makna dari semua persyaratan yang telah dilengkapi tersebut seperti yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat dalam tabel berikut ini (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013). Berikut makna bahan dan alat dalam adat Babore: Persyaratan
Makna
Tankin
Merupakan senjata Dukun untuk melawan Setan
Darah Ayam Tempurung berisi arang
Untuk Keselamatan Untuk membakar kemenyan, supaya Dukun bisa masuk ke alam lain
Rokok, kopi, dan arak
Minuman untuk saudara Epe (teman Dukun dari alam lain
45
lato barateh
Untuk memanggil setan dan mengusir setan
Nyiru
Merupakan tempat
suatu
yang
wadah
berfungsi
atau untuk
menyimpan semua sesaji yang telah dilengkapi yang biasanya terbuat dari rotan atau bambu. Baras atau Beras
Melambangkan
suatu
hubungan
yang terikat antara masyarakat Bontok
Merupakan makanan tradisional yang dibungkus dari daun yang telah dimasak. Bontok melambangkan perdamaian antar suku bangsa
Pigo
Merupakan perhiasan yang biasa digunakan dalam upacara adat.
Tumpi
Merupakan makanan tradisional suku dayak yang biasa disebut cucur.
Telur
Telur yang berbentuk bulat melambangkan suatu kebulatan tekat yang telah disepakati.
46
Uang
Uang untuk melambangkan suatu penghormatan dan penghargaan terhadap sesorang karena uang merupakan suatu ungkapan pembayaran adat yang berarti bahwa semuanya telah terbayar.
Batu Dukun
Untuk melihat penyakit
Nasi campur darah ayam
Untuk makanan setan
Mayang Pinang
Untuk mengambil penyakit
Daun Penyuak, Daun Sembalit,
Sebagai pembersihan diri terhadap
Daun Peringan, Daun Kenyake.
segala macam kesialan, sakit
Daun karimabo danDaun
penyakit dan malapetaka dan juga
rinyuakng
sebagai penjampian
Tempayan
Pelengkap adat yang di isi air penjampian
Ayam
Lambang kehidupan
Air dari tujuh sungai
Air dari tujuh sungai memilik kekuatan yang berbeda-beda
47
Pabayo
Melambangkan suatu permohonan ijin akan diadakannya pesta adat yang besar. Permohonan tersebut ditujukan kepada para penguasa dunia roh yang berdiam di air, tanah, bukit, kayu yang besar, batu dan api.
Tumpang
Terbuat dari daun kelapa muda, yang fungsinya Untuk memberi makan roh yang terdiri dari sesajian
Beras Kuning
Merupakan lambang untuk meminta ijin kepada penguasa tertinggi yaitu Jubata yang merupakan sumber kehidupan.
Topokng pangpinang
Pembuka bahasa oleh dukun
Ceper
Tempat perlengkapan adat
Lilin merah
sebagai penerangan dan untuk melihat penyakit
48
G. Pantangan Adat Babore Setelah Pengobatan 1. Pantangan utama dalam adat Babore a) Waktu makan harus tutup pintu : Ini dianggap supaya sewaktu kita makan tidak ada orang masuk yang membawa penyakit. b) Setelah makan harus buka pintu : Ini dimaksudkan pintu dibuka untuk membuka rejeki karena pintu adalah badan kita. c) Jangan kelai : supaya tidak merusak atau mencederai bagian tubuh yang telah diobati. d) Jangan makan sisa kita sendiri : Karena makanan yang sudah kita tinggal atau makanan sisa kita, dianggap sudah dimakan oleh makhluk yang tidak kita lihat dan tidak baik untuk tubuh yang telah diobati. e) Tidak boleh menebang pohon atau kayu : Ini dimaksudkan bisa memotong semangat (jiwa) orang yangdiobati. f) Jangan masuk rumah kosong : Supaya semangatnya (jiwanya) tidak tinggal atau hilang. g) Jangan lewat simpang kuburan : Supaya semangatnya (jiwanya) tidak hilang, karena teguran makhluk yang tidak kita lihat. 2. Pantangan Makanan a) Barang sial, seperti : anjing, rusa, kera, dan kijang. Ini merupakan hewan yang dianggap bisa menjangkitkan atau mendatangkan penyakit itu kembali. b) Pantangan makan ikan, yaitu ikan yang bersifat berduri atau yang mempunyai duri, Seperti : ikan lele, ikan betok, baung dan lainnya.
49
Jika pantangan dilanggar maka penyakit yang sudah disembuhkan akan terulang lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Jadi setelah melakukan pengobatan harus mentaati pantangan atau larangan yang sudah diberi tahu oleh dukun atau pemimpin adat (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013) Salah satu kasus melanggar pantangan adat yang pernah terjadi disalah satu desa di Kabupaten Landak, dimana dalam kasus ini, orang tersebut setelah melakukan pengobatan adat Balenggang. Setelah selesai dalam pengobatan sudah ada larangan atau pantangan yaitu tidak boleh dilakukan seperti yang sudah diberitahukan oleh dukun atau pemimpinan adat. Akhirnya setelah orang itu melanggar pantangan, beberapa hari kemudian dia mengalami sakit yang lebih parah lagi dari sebelumnya dan orang tersebut pun akhirnya meninggal dunia (Wawancara kepada Bapak Sugio : 26 Agustus 2013). H. Nilai-Nilai Budaya Dalam Upacara Adat Babore Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara tradisi adat Babore diantaranya sebagai berkut : a) Sikap gotong royong dapat dilihat dari kebersamaan masyarakat yaitu pemuda sampai orang tua yang secara bersama-sama membantu dalam menyiapkan perlengkapan adat Babore.Kepedulian masyarakat setempat muncul dari inisiatif sendiri tanpa adanya panggilan dari penyelanggara adat. Gotong royong ini dilakukan sampai upacara adat selesai. b) Toleransi beragama terlihat dari jalannya upacara adat Babore yang selalu diikuti oleh masyarakat tanpa melihat perbedaan agama yang ada. Jadi baik
50
yang beragama Kristen atau yang lainnya berkumpul menjadi satu untuk mempersiapkan segala perlengkapan adat dan mengikuti upacara tersebut. c) Nilai kebersamaan nampak pada persiapan dan pelaksanaan upacara adat Babore, masyarakat bersama-sama dan bersatu untuk dapat mewujudkan supaya upacara tersebut dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. d) Nilai kesetiaan nampak pada kecintaan masyarakat Desa Hilir Tengah untuk tetap melestarikan budaya daerah setempat yang sudah ada sejak dahulu dan dapat dilihat di masa sekarang. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tradisi upacara adat Babore mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi, dimana membawa dampak kerukunan bagi masyarakat Desa Hilir Tengah.
51