40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak geografis Desa Sindanggalih 1. Letak dan Batas Administratif Desa Sindanggalih masuk dalam wilayah Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Secara administratif Desa Sindanggalih terdiri dari 15 rukun warga (RW) dan 68 rukun tetangga (RT). -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mekarbakti
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sindangpakuon
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cikahuripan dan Cihanjuang
-
Sebelah Timur berbatasan denga wilayah kehutanan Gunung Cipelah Desa Sindanggalih memiliki akses yang kuat terhadap pusat pelayanan
pemerintahan dan sumber-sumber produktif lainnya. Jarak Desa Sindanggalih ke Ibukota Kecamatan Cimanggung sekitar 3 kilometer dengan lama tempuh 15 menit dan jarak ke Ibukota Kabupaten Sumedang adalah sekitar 25 kilometer dengan lama tempuh 30 menit, sedangkan jarak ke Ibukota provinsi 35 km dengan lama tempuh 60 menit. Sarana perhubungan darat cukup baik dan dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. 4.1.2 Topografi, Keadaan Tanah, dan Iklim Wilayah Desa Sindanggalih menurut data desa merupakan daerah yang memiliki topografi tinggi, terletak pada ketinggian 750-900 m diatas permukaan laut dan bentang wilayah termasuk berbukit dan bergelombang. Curah hujan
41
berkisar antara 217,5 mm/tahun, keadaan suhu rata-rata 25° C dengan jenis tanah latosol, andosol, dan alluvial.
Tabel 3. Topografi dan Keadaan Iklim Desa Sindanggalih, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. No 1. 2. 3. 4.
Topografi dan Keadaan Iklim Suhu Rata-rata (0C) Rata-rata curah hujan (mm/tahun) Jenis Tanah Ketinggian
Kondisi di Desa Cikoneng 25 217,5 Latosol,andosol, dan alluvial 750-900 mdpl
Sumber: Profil Desa Cihampelas, 2010.
4.1.3 Luas dan Tata Guna Lahan Desa Penggunaan lahan di Desa Sindanggalih beraneka ragam. Mayoritas lahan difungsikan sebagai lahan pertanian dan pemukiman. Luas lahan pertanian yang besar tersebut menyebabkan sebagian masyarakat Desa Sindanggalih menjadikan pertanian sebagai salah satu pilihan lapangan pekerjaan utama yang terdapat di desa mereka. Adapun luas lahan pertanian di wilayah Desa Sindanggalih pada tahun 2010 adalah 508,5 Ha dengan lahan sawah 71 ha dan lahan darat 437,50 ha. Berikut perincian potensi lahan usahatani di desa Sindanggalih Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang meliputi: a. Lahan sawah -
Irigasi teknis
= 25 Ha
-
Irigasi setengah teknis
= 5 Ha
-
Irigasi sederhana
= 17 Ha
-
Irigasi desa / non PU
= 20 Ha
-
Sawah tadah hujan
=
4 Ha
Jumlah
=
71 Ha
42
b. Lahan darat -
Pekarangan
=
31 Ha
-
Tegal / kebun
= 200 Ha
-
Hutan rakyat
=
-
Hutan negara
= 142 Ha
-
Lain – lain
= 10 Ha
-
Kolam
=
Jumlah
= 437,5 Ha
53 Ha
1,5Ha
Penggunaan lahan untuk persawahan ini sebenarnya semakin menurun jika dibandingkan dengan sebelum tahun 1980-an. Saat itu, hampir 70 persen luas Desa Sindanggalih digunakan untuk lahan persawahan. Penurunan penggunaan lahan ini terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk Desa Sindanggalih sehingga semakin banyaknya masyarakat yang membangun tempat tinggal di atas lahan persawahan tersebut.
4.1.4 Keadaan sosial ekonomi 1. Keadaan Penduduk Penduduk Desa Sindanggalih hingga tahun 2010 tercatat sebanyak 9.757 jiwa yang terdiri dari 4.937 orang pria (51 persen) dan 4.826 orang wanita (49 persen), dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.675 KK. Sex Ratio (SR) untuk Desa Cihampelas adalah 102, yang mengandung arti bahwa perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dan penduduk perempuan adalah dalam 100 orang penduduk
perempuan terdapat
102 orang
penduduk
laki-laki.
Kondisi
43
kependudukan seperti ini berbeda dengan kondisi kependudukan yang terjadi pada wilayah lain pada umumnya, dimana jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Kondisi yang terjadi di Desa Sindanggalih adalah jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan, karena penduduk perempuan banyak yang bermigrasi ke luar desa, salah satunya adalah menikah dengan orang luar desa kemudian menetap disana. Selain itu juga disebabkan banyaknya penduduk perempuan yang pindah ke luar desa atau luar negeri karena mencari pekerjaan, seperti menjadi TKW ke Arab Saudi. Tawaran penghasilan yang lebih besar dibandingkan penghasilan yang di dapat di Desa Sindanggalih, serta kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, mendorong para tenaga kerja perempuan tersebut untuk mencari pekerjaan di luar desa.
2. Pendidikan Masyarakat Desa Sindanggalih belum memperhatikan pendidikan formal. sebagian besar (25,18 persen) penduduk hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar (Tabel 4). Masih minimnya penduduk yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi khususnya ke Perguruan Tinggi dikarenakan oleh keterbatasan biaya dan Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pendidikan.
44
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Sindanggalih Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010. Tingkat Pendidikan Tidak/Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP/Tsanawiyah Tamat SLTA/Aliyah Perguruan tinggi Jumlah
Jumlah Orang 2198 2331 2457 1577 1026 168
(%) 22,52 23,89 25,18 16,16 10,51 1,74
9757
100
Sumber: Profil Desa Cihampelas, 2010.
4. Struktur Sosial dan Sistem Kekerabatan Masyarakat merupakan suatu wadah yang dapat menampung segala kegiatan individu, dan juga merupakan kolektif manusia dalam arti yang seluasluasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Mayoritas masyarakat Desa Sindanggalih berlatar belakang Suku Sunda, meskipun ada juga pendatang dalam jumlah kecil yang berasal dari Jawa Tengah dan Banten. Masyarakat Desa Sindanggalih sangat menghargai kedatangan para pendatang tersebut karena mereka masih menjunjung rasa persaudaraan yang tinggi. Masyarakat di Desa Sindanggalih hampir seluruhnya memiliki hubungan kerabat. Hal ini disebabkan karena di desa tersebut terjadi perkawinan antar kampung sehingga hampir seluruh masyarakat memiliki hubungan persaudaraan. Keadaan ini berdampak pada struktur pemerintahan yang hampir seluruhnya di pegang oleh orang-orang yang masih dalam satu kerabat. Beberapa orang tua yang memiliki kekayaan lebih adapula yang mewariskan hartanya berupa rumah atau sawah pada anak-anak mereka yang baru menikah sehingga banyak dijumpai rumah-rumah permanen yang merupakan
45
turunan keluarga. Keadaan pertanian yang subur membuat mereka selalu dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan memiliki sawah yang selalu bertambah setiap tahunnya. Namun, perekonomian yang semakin sulit ditambah kondisi pertanian yang menurun menyebabkan kebutuhan mereka sulit untuk dipenuhi. Meskipun demikian, di sepanjang jalan Desa Sindanggalih banyak ditemukan rumah-rumah permanen yang tidak mencirikan kehidupan yang sulit sebagai sisa-sisa kejayaan orang tua mereka di masa lampau. Dalam kegiatan uasahatani sawah, hanya ayah ibu saja yang terlibat karena anak-anak mereka tidak mengikuti jejak orang tuanya sebagai petani. Kebanyakan dari mereka justru lebih memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian, seperti menjadi buruh pabrik, buruh bangunan, pedagang, tukang ojek, supir, dan pengrajin.
5. Agama dan Sistem kepercayaan Agama yang dianut masyarakat Desa Sindanggalih sebagian besar adalah Agama Islam. Fasilitas keagamaan seperti mesjid dan mushola sudah tersebar hampir di setiap penjuru desa. Kegiatan-kegiatan keagamaan sering dilakukan di daerah tersebut seperti pengajian rutin, ceramah keagamaan, syukuran-syukuran hajat, dan kegiatan lainnya. Kegiatan keagamaan ini juga diperkenalkan pada anak-anak mereka sejak usia belia, seperti kegiatan pengajian rutin setelah magrib.
46
4.2 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani Poktan Giri Mukti II yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah. Karakteristik petani yang dibahas dalam penelitian ini meliputi usia petani, status petani dan pendidikan formal petani. Dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai karakteristik petani, kita akan dapat menemukan gambaran tentang bagaimana respon petani yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah yang ada di Poktan Giri Mukti II. 4.2.1 Usia petani Faktor usia merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam proses interaksi sosial antara penyuluh dan petani. Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Usia No Kelompok Usia Petani Jumlah (Tahun) (Orang) (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
30-35 36-41 42-47 48-53 54-59 >60 Jumlah
2 5 4 8 3 3 25
8 20 16 32 12 12 100
Berdasarkan data pada tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah responden berdasarkan usia terbanyak adalah 8 orang atau 32 %, dan jumlah responden tersebut terletak pada kelompok usia 48-53 tahun. Terbanyak kedua adalah responden pada kelompok usia 36-41 tahun yaitu berjumlah 5 orang atau 20 % . Sedangkan responden yang merupakan kelompok terkecil terdapat pada usia 3035 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 8 % dari jumlah seluruh responden. Maka sebagian besar petani yang mengikuti SL PTT Padi Sawah di Poktan Giri
47
Mukti II masih termasuk dalam usia produktif karena berdasarkan Badan Pusat Statistik usia produktif terdiri dari 15-64 tahun, diatas 64 tahun termasuk usia tidak produktif dan dibawah 15 tahun termasuk usia belum produktif. 4.2.2 Status Petani Status petani dapat dilihat dari hubungan antara petani dengan lahan yang diusahakannya. Status petani yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah yang ada di Poktan Giri Mukti II Desa Sindanggalih, Kecamatan Cimanggung. Keseluruhan petani berstatus sebagai petani pemilik penggarap, mayoritas status petani sebagai petani penggarap menunjukkan tingkat antusiasme petani pemilik penggarap lebih tinggi dibandingkan petani penggarap dan buruh tani dalam mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah. 4.2.3 Pendidikan petani Totok Mardikanto dan Sri Sumarni (1982:118) berpendapat bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap adopsi suatu inovasi. Pada kenyataannya, tingkat pendidikan petani hanya bisa menjadi acuan untuk melihat cara berpikir yang mereka lakukan. Pendidikan petani dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu formal dan informal. Pendidikan formal meliputi pendidikan dari SD, SLTP, SMA sampai Perguruan Tinggi/sederajat. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dapat meningkatkan keterampilan petani dalaam bertani, meliputi Sekolah Lapang Pengelolaan tanaman terpadu (SL PTT). Pendidikan formal dari petani yang mengikuti penyuluhan SL PTT Padi Sawah hanya sampai tamat SD. Hal ini disebabkan karena rendahnya kepedulian petani terhadap pendidikan formal atau dapat juga disebabkan oleh keadaan
48
ekonomi petani yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, sektor pertanian khususnya pada subsistem usahatani tidak diminati oleh masyakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari keseluruhan petani yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah tidak adanya petani yang memiliki pendidikan diatas SD. 4.3
Penyuluhan PTT Padi Sawah Melalui SL
4.3.1 Pengenalan Program PTT Padi sawah Proses pengenalan program PTT Padi Sawah di Poktan Giri mukti II dilakukan melalui kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan tanaman terpadu SL PTT Padi Sawah melalui pendampingan yang dilakukan oleh para penyuluh pertanian dibawah pengawasan Badan Ketahanan Pangan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sumedang yang dibiayai langsung oleh Departemen Pertanian. Kegiatan ini baru dilakukan pada tahun 2008 yang tahapan pelaksanaannya dimulai dari seleksi benih sampai kepada proses panen. Sebelum kegiatan SL PTT Padi Sawah dimulai dibicarakan terlebih dahulu mekanisme untuk pelaksanaanya. Mekanisme pelaksanaan SL PTT Padi sawah di Poktan Giri Mukti II ialah persiapan, yang mana dalam persiapan SL-PTT Padi Sawah di Poktan Giri Mukti II dilakukan di areal sawah petani anggota Giri Mukti II situ sendiri dengan luas areal laboratorium lapang untuk proses pembelajaran seluas 1 ha yang telah disepakati bersama. Kegiatan persiapan ini dibahas dalam pertemuan di tingkat desa yang akan dipilih dalam penyelenggaraan SL-PTT. Pertemuan di tingkat desa mengikut sertakan perangkat desa, tokoh mayarakat, penyuluh pertanian dari Unit Pelaksana teknis Badan
penyuluhan Pertanian
49
Perikanan dan Kehutanan Wilayah Jatinangor, Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah Jatinangor, ketua Gapoktan dan ketua Kelompok Tani. Pertemuan
di
tingkat
kelompok
tani
merupakan
upaya
dalam
menginventarisasi kelompok tani seperti nama dan luas garapan masing-masing petani di kawasan SL-PTT dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Dalam pertemuan dibicarakan juga waktu pelaksanaan SL-PTT, kegiatan mingguan, lokasi laboratorium lapang, tempat belajar, materi pelajaran dan kegiatan untuk praktek Pengelolaan tanaman Terpadu Padi Sawah yang disepakati berada pada lahan sawah anggota Poktan Giri Mukti II sendiri. 4.3.2 Pelatihan SL PTT Padi sawah Setelah dilakukan pengenalan dan persiapan SL PTT Padi Sawah antara anggota Poktan Giri Mukti II dan penyuluh dari Badan Ketahanan pangan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sumedang, maka baru dilaksanakan pelatihan SL PTT Padi Sawah. Pelatihan SL PTT Padi Sawah dilaksanakan mulai dari seleksi benih. Dimana seleksi benih disini menggunakan air garam sebagai bahan penentu indikatornya. Proses seleksi benih di poktan Giri Mukti II yaitu benih dimasukkan kedalam ember, setelah itu larutan garam dimasukkan secara berlahan-lahan hingga ada benih yang merapung. Lalu Benih yang merapung itu tidak digunakan karena dianggap tidak memenuhi kriteria dan yang digunakan adalah benih yang tenggelam, lalu benih dibilas menggunakan air dan kemudian di biarkan selama satu malam. Setelah seleksi benih selesai pertemuan berikutnya dilaksanakan pada saat pengolahan tanah dan pembuatan
50
pesemaian. Persemaian yang dilakukan di Poktan Giri Mukti II adaalah persemaian basah. Lalu pertemuan berikutnya dilakukan saat pemupukan dan pengairan. Setelah itu pertemuan berikutnya lagi dilakukan pada saat tanaman padi dalam fase anakan maksimum, primordia, bunting, berbunga, pengisian bulir, panen, dan pascapanen. Untuk menambah wawasan dan mengurangi tingkat kerugian bagi petani, diadakan pertemuan nonregular. Pertemuan nonregular ini yaitu pertemuan jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya serangan hama dan penyakit tanaman yang terjadi secara tiba-tiba. Proses belajar mengajar pada SLPTT dilakukan pada pagi hari selama 6 jam hal ini bertujuan agar petani peserta mempunyai waktu juga untuk mencari nafkah dan kegiatan lainnya. Sebagai pedoman, pada Tabel 6 dihalaman 61 disajikan jadwal belajar mengajar dan alokasi waktu SL PTT Padi Sawah. Pada agroekosistem di laboratorium lapang setiap subkelompok peserta SLPTT diwajibkan melakukan pengamatan terhadap kondisi lahan sawah dan pertumbuhan tanaman masing-masing. Aspek yang diamati antara lain adalah kondisi cuaca, keadaan air, populasi hama beserta musuh alaminya, tingkat kerusakan tanaman, tingkat kehijauan warna daun padi dengan bagan warna daun (BWD), jumlah anakan, dan tinggi tanaman. Jumlah rumpun contoh yang diamati oleh masing-masing subkelompok dalam kegiatan ini disarankan paling sedikit 3 rumpun untuk memudahkan perhitungan tingkat kerusakan tanaman oleh hama pemakan daun. Hasil pengamatan dicatat dalam buku catatan yang telah disiapkan. misalnya apakah dalam satu baris rumpun padi ditemukan atau tidak
51
kupu-kupu putih, apabila ada kupu-kupu putih sebanyak tiga ekor dalam satu lajur tanaman maka harus dilakukan pengendalian hama dan penyakit karena kupukupu putih berasal dari ulat. Setelah itu juga dilakukan Pengamatan pada petak laboratorium lapang, pengamatan pada petak laboratorium lapang yaitu dengan mengamati kondisi lahan sawah dan pertumbuhan tanaman masing-masing, setiap subkelompok peserta SL-PTT diharuskan pula melakukan pengamatan terhadap agroekosistem dan pertumbuhan tanaman pada petak laboratorium lapang, dan hasil pengamatan dicatat. Setelah itu
peserta SL diharuskan menggambar keadaan agroekosistem
yang ada pada rumpun padi subkelompoknya. Setiap subkelompok peserta SLPTT dituntut untuk mampu menggambar keadaan agroekosistem yang digunakan pada dua lembar kertas gambar (karton manila). Lembaran pertama untuk menggambarkan agroekosistem lahan sawah sekolah lapang dan lembar kedua untuk agroekosistem laboratorium lapang. Gambar agroekosistem dibuat pada saat pengamatan dan berisikan potret kondisi tanaman dan aspek yang mempengaruhi. Untuk format gambar keadaan agroekosistem yang digambar oleh petani di buat format sebagai berikut : 1. Mereka menulis terlebih dahulu di kiri atas kertas gambar nama subkelompok, tanggal pengamatan, dan fase tanaman. 2. Lalu mereka menggambarkan tanaman padi dengan jumlah anakan rata-rata hasil pengamatan dari tiga rumpun yang dipilih secara acak, lebih baik menggunakan pensil berwarna, sesuai dengan warna
52
tanaman, misalnya hijau, agak kekuningan, ada garis hijau di tulang daun. Beri catatan di sebelah kiri gambar tentang tinggi tanaman, umur setelah tanam, tanggal semai, tanggal tanam, dan kegiatan yang telah dilakukan pada minggu yang lalu. 3. Kalau ditemukan pada saat pengamatan, gambarkan serangga hama dan musuh alaminya di sebelah kanan gambar. Tuliskan nama dan rata-rata populasi hama dan musuh alami tersebut serta rata-rata kerusakan tanaman (%) dari 1 lajur. 4. Jika ditemukan pada saat pengamatan, gambarkan pula penyakit tanaman padi dan gejalanya, lalu catat tingkat kerusakan (%) tanaman yang disebabkan oleh penyakit tersebut. 5. Kalau ditemukan pada saat pengamatan, gambarkan gejala tanaman yang mengalami kekurangan hara. 6. Lalu mereka menggambarkan pula jenis dan nama gulma yang ditemukan, dan catat kondisi populasinya. 7. Setelah itu mereka mencatat lingkungan fisik lahan, air, matahari, dan faktor iklim lainnya seperti keadaan cuaca, hujan, gerimis ataupun berawan. Gambar agroekositem yang dibuat oleh petani di Poktan Giri Mukti II harus sesuai dengan hasil pengamatan kondisi pada lahan sawah sekolah lapang dan petak laboratorium lapang. Setelah itu hasil tersebut didiskusikan di subkelompok masing-masing. Dari hasil ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada setiap peserta SL-PTT Poktan Giri Mukti II di masing-masing
53
subkelompok, sehingga mereka mengetahui apa yang harus dilakukan pada lahan sawah mereka. Kegiatan diawali dengan diskusi, penyuluh memberikan penjelasan dan menghimpun umpan balik dari peserta tentang kegiatan usahatani, misalnya sumber pupuk tunggal atau pupuk majemuk, dan untung rugi setiap kegiatan yang dilakukan. Setelah itu baru masuk pada tahap diskusi pleno. Dalam diskusi pleno setiap kelompok diberi kesempatan melaporkan hasil analisis agroekosistem secara singkat, lugas, dan tegas. Kesimpulan dari diskusi ini digunakan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh subkelompok, terutama yang terkait dengan tanaman di laboratorium lapangan. Keputusan ditetapkan oleh ketua/wakil ketua subkelompok, terutama untuk mencegah tanaman dari kerusakan. Diskusi pleno memberikan kesempatan kepada petani peserta SL-PTT untuk berani berbicara dan mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Hal ini penting artinya untuk melatih petani berbicara di depan umum. Bila di kemudian hari ada kunjungan aparat dari dinas pertanian dan institusi lainnya, mereka sudah mampu berbicara tentang kondisi usahataninya. Dalam hal ini, penyuluh hanya berperan sebagai fasilitator. Setelah itu baru masuk pada topik khusus. Topik khusus yang dibicarakan dalam pertemuan adalah masalah nonteknis, misalnya kelangkaan pupuk dan cara mengatasinya, dukungan gapoktan setempat, dsb. Bila tidak ada permasalahan khusus, penyuluh mengambil inisiatif agar diskusi dapat berlangsung hangat. Hal yang dibicarakan dapat berupa perkiraan munculnya hama pada musim tertentu. Setelah itu diadakanlah dinamika kelompok. Kegiatan dinamika kelompok diperlukan untuk menambah wawasan peserta SL-PTT tentang beberapa hal,
54
seperti kerja sama, komunikasi, dan organisasi. Pada awal pembentukan kelompok atau subkelompok, tugas utama pemandu adalah menciptakan suasana yang mendukung para peserta untuk saling mengenal, termasuk pemandu sendiri. Baru kemudian masuk pada studi khusus. Agar peserta SL-PTT Padi Sawah dapat memahami konsep, prinsip, dan implementasi teknologi PTT Padi sawah secara benar, maka perlu materi penunjang berupa studi khusus yang bersifat praktis, sederhana, mudah dilaksanakan, waktu relatif singkat, dan dapat cepat menjawab permasalahan petani. Studi khusus dapat dilakukan di petak sekolah lapang, bergantung pada kesepakatan subkelompok. Dalam hal ini, yang melakukan studi adalah petani sendiri. Kemudian baru masuk pada evaluasi pencapaian. Evaluasi pencapaian dilihat dari tingkat kehadiran, aktivitas, dan pemahaman peserta terhadap materi yang dipelajari dalam SL-PTT Padi Sawah, serta tingkat implementasinya di lahan sekolah lapang atau disebut laboratorium lapangan. Evaluasi dilakukan melalui pengamatan pada saat kegiatan SL PTT berlangsung dan kegiatan balog box. Balog box yaitu semacam tes atau pertanyaan dari penyuluh kepada petani yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi Sawah guna mengetahui sejauh mana pengetahuan petani tentang pengelolaan tanaman terpadu padi sawah yang telah diberikan.
55
Tabel 6. Jadwal pertemuan dalam satu hari. Waktu Alokasi Kegiatan waktu (menit 07.00-07.15 15 Kesepakatan hasil yang ingin dicapai pada hari itu 07.15-08.00 45 Pengamatan agroekosistem di sawah SL dan di LL (komponen yang diamati tergantung kepada fase pertumbuhan tanaman) 08.00-09.00 60 Menggambar keadaan agroekosistem 09.00-10.00 60 Diskusi subkelompok (proses analisis) 10.00-10.30 30 Diskusi pleno (pemaparan kesimpulan, dan keputusan tiap subkelompok) 10.30-10.45 15 Rehat 10.45-11.15 30 Dinamika kelompok (mengakrabkan peserta) 11.15-11.45 30 Topik khusus 11.45-12.00 15 Evaluasi pencapaian hasil hari itu *Waktu dapat disesuaikan dengan kesepakatan petani SL-PTT Sebelum memberikan penyuluhan kepada masyarakat, setiap penyuluh mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Badan Ketahanan Pangan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan di Kabupaten Sumedang setiap dua minggu sekali. Kegiatan ini dilakukan guna melatih dan membina penyuluh agar bisa menyampaikan informasi kepada sasaran dengan tepat. Penyuluhan yang berhasil tersebut akan tercapai apabila penyuluh dapat menguasai materi penyuluhan dan pandai melakukan komunikasi dengan para petani sebagai anggota penyuluhan. Oleh karena itu, penyuluh pertanian dituntut untuk bersifat polivalen, yaitu menguasai seluruh materi yang berhubungan dengan pertanian secara luas, baik dari bidang pertanian itu sendiri, Khususnya PTT Padi Sawah. Pengenalan informasi yang ditujukan melalui kelompok tani pada program PTT Padi Sawah ini terdiri dari duabelas Komponen yaitu enam komponen utama dan enam komponen pilihan. Enam komponen utama PTT yang digunakan di Poktan Giri Mukti II yaitu penanaman varietas padi ungul baru yaitu yang sesuai dengan
56
lingkungan setempat, penggunakan benih bermutu dan berlabel dengan cara rendam benih dalam larutan garam/ZA dan ambil benih ambil yang tenggelam, pengaturan Populasi tanaman, antara lain melalui pengaturan jarak tanam dan jajar legowo, pupuk tanaman dengan bahan organik dengan cara pengembalian kembali jerami ke lahan sawah dengan cara di benam atau diolah menjadi kompos, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian organisme peganggu tanaman dengan pendekatan pengendalian hama/penyakit terpadu yaitu dengan penggunaan secara bijaksana, sedamgkan enam komponen pilihannya yaitu pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit muda < 21 hari, tanam Bibit 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien,penyiangan dengan landak atau gasrok, panen tepat waktu dan gabah segera di rontok 1. Penggunaan benih varietas unggul Benih varietas unggul merupakan benih yang ditujukan untuk meningkatkan hasil produksi padi. Benih varietas unggul yang digunakan di Poktan Giri Mukti II adalah Ciherang dan varietas lokal yang digunakan adalah Midun dan Sunami. Petani di Poktan giri Mukti II masih menanam benih lokal dikarenakan benih lokal yang mereka tanam cocok dengan keadaan disana. Padahal benih unggul yang diberikan pemerintah lebih baik daripada benih lokal yang mereka gunakan, seperti usia benih varietas unggul lebih pendek dari benih lokal yang mereka gunakan, untuk Ciherang dan IR64, yaitu 3-4 bulan bisa dipanen dan tentu saja memungkinkan padi bisa ditanam sebanyak 3 kali dalam waktu 1 tahun. Sedangkan benih lokal seperti Sunami dan Midun usianya bisa lebih panjang yaitu
57
mencapai 5-6 bulan baru bisa panen. Selain itu benih kualitas unggul usia dipersemaian tergolong singkat yaitu 15-18 hari, sedangkan untuk benih lokal usia persemaian bisa mencapai 30-40 hari untuk dapat ditanam di sawah. Dan untuk produksi di Poktan Giri Mukti II penggunaan benih unggul seperti Ciherang dan IR64 produksi yang dicapai bisa mencapai 5-7 ton per hektar sedangkan untuk benih lokal seperti Sunami dan Midun produksi yang dicapai hanya 4,5-5 ton per hektar. 2. Benih bermutu dan berlabel Cara menguji mutu benih di Poktan Giri Mukti II ialah dengan merendam benih kedalam larutan garam. Yaitu dengan menyiapkan ember yang berisikan air biasa, baru kemudian dimasukkan telur bebek, setelah itu baru kemudian dimasukkan larutan garam secara berlahan-lahan guna menguji apakah kadar garam tersebut sudah cukup apa belum. Telur bebek digunakanlah yaitu sebagai alat ukur atau patokan yang digunakan oleh penyuluh untuk mengetahui apakah kadar garam dalam air tersebut sudah sesuai atau belum, apabila telur bebek telah mengapung atau sampai ke permukaan maka kadar garam yang tersebut sudah cukup atau memenuhi kriteria dan baru kemudian dapat dimasukkan benih. Setelah benih dimasukkan ke dalam ember, setelah itu lalu diaduk maka benih yang kurang baik akan mengapung dan benih yang baik akan tenggelam, setelah itu benih lalu dibilas dengan air lalu direndam selama 24 jam dan diperam selama 24 jam. Benih bermutu dan berlabel di Poktan Giri Mukti II yang dianjurkan oleh penyuluh yaitu Ciherang dan IR64.
58
3. Pemberian bahan organik Untuk bahan organik yang diberikan di Poktan Giri Mukti II adalah dari kompos jerami. Jerami sebanyak 10 kg dipotong-potong sehingga jerami berukuran panjang sekitar 5-10 cm, lalu dicampur dengan dedak sebanyak 0,5 kg dan sekam sebanyak 10 kg, setelah itu siapkan juga EM4 sebanyak dua sendok makan (10 ml). Kemudian siapkan molases atau gula sebanyak dua sendok makan (10 ml) dan air secukupnya. Setelah itu Buat larutan dari EM4, molasses / gula dan air dengan perbandingan 1 ml : 1 ml :1 liter air. Bahan jerami, sekam dan dedak dicampur merata di atas lantai yang kering. Bahan disiram dengan mengggunakan larutan EM4 secara perlahan dan bertahap hingga membentuk adonan yang jika dikepal dengan tangan tidak ada air yang keluar begitu juga bila kepalan dilepaskan maka adonan kembali mengembang (kandungan air sekitar 30%). Adonan selanjutnya dibuat menjadi sebuah Gundukan setinggi 15-20 cm, ditutup dengan karung goni/terpal selama 7-14 hari dengan suhu bahan dipertahankan antara 40-50ºC. Jika melebihi 50ºC, maka penutup dibuka dan bahan adonan dibolak-balik dan selanjutnya ditutup kembali. 4. Pengaturan jarak tanam dan jajar legowo Jajar legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman diselingi oleh 1 baris kosong, jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Di Poktan Giri Mukti II menggunakan jajar legowo 4:1, yaitu dengan jarak tanam 25x25 cm pada baris dan 12,5 cm pada kolam. Setiap empat baris tanaman diberi jarak 50 cm.
59
Gambar 3. Jajar Legowo 4;1 dan konvensional Keunggulan legowo ini adalah untuk meningkatkan produksi padi dan mengurangi kemungkinan serangan hama serta dapat menekan serangan penyakit, Karena pada tanam sistem legowo ini tanaman berjarak dan ada lowong hingga memudahkan untuk memantau atau mengamatinya, selain itu hama dan penyakit tidak suka karena jaraknya yang renggang serta penyinaran matahari yang langsung. Berbeda dengan sistem tanam konvensional, tanaman yang ditanam rapat-rapat 22x22 cm dan tidak adanya lorong seperti jajar legowo.Tidak ada lorong inilah mengakibat intensitas penyinaran matahari kurang sehingga hama penyakit dapat dengan mudah menyerang, selain itu petani tidak dapat mengamati keadaan di tengah sawah, mereka hanya dapat melihat yang dipinggir saja. Keadaan seperti di atas itulah yang membuat petani di Poktan Giri Mukti II beralih menggunakan sistem tanam legowo. Di Poktan Giri Mukti II pola tanam legowo sudah mereka lakukan semenjak PTT Padi Sawah mulai dicanangkan di daerah tersebut yaitu sejak tahun 2008 dan untuk benih lokal sekalipun mereka juga menggunakan pola tanam legowo ini.
60
5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan unsur hara tanah di Poktan Giri Mukti II dilihat dari kandungan N didalam tanah, untuk mengukurnya digunakan Bagan warna daun (BWD). Alat ini digunakan di Poktan Giri Mukti II karena mudah digunakan dan tidak mahal. Cara menggunakan BWD ialah Pilih acak 10 rumpun sehat pada hamparan seragam, lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh dan taruh bagian tengah daun di atas BWD, kemudian bandingkan warna daun dengan warna panel, jika warna diantara 2 skala, ambil nilai rata-rata, dan pada saat mengukur warna daun dengan menggunakan BWD usahakan jangan menghadap sinar matahari. 6. Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) dengan pendekatan pengendalian hama/penyakit terpadu (PHT) Pengendalian hama penyakit tanaman dengan pendekatan pengendaalian hama terpadu di Poktan Gri Mukti II dilakukan dengan mengamati jumlah hama dan jumlah musuh alami yang ada. Jika jumlah musuh alami lebih banyak dibanding jumlah hama maka tidak dilakukan penanggulangan, akan tetapi bila jumlah hama lebih banyak dibandingkan dengan musuh alami baru dilakukan penyemprotan, tetapi lebih dianjurkan menggunakan pestisida organik. 7. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah di Poktan Giri Mukti II terdiri dari beberapa tahap yaitu pembersihan, pencangkulan pembajakan dan penggaruan. Teknologi
61
merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bidang, termasuk bidang pertanian. Seperti halnya bidang industri yang berkembang pesat karena berkembangnya teknologi modern, bidang pertanian juga diharapkan dapat berkembang lebih pesat karena didukung oleh penggunaan teknologi modern. Penerapan teknologi modern pada bidang pertanian pertama kali dilakukan pada tahap pengolahan tanah, yaitu penggunaan mesin pembajak tanah yang dinamakan traktor. Penggunaan traktor diharapkan dapat membantu petani dan mempercepat proses pengolahan tanah. Jika menggunakan alat tradisional seperti cangkul membutuhkan waktu yang lama dan orang yang banyak, dengan menggunakan traktor hanya membutuhkan satu orang untuk mengendalikan serta dalam waktu yang jauh lebih cepat sehingga dianggap dapat membantu proses peningkatan hasil produksi padi. 8. Penggunaan bibit muda (< 21 hari) Penggunaan bibit muda < 21 hari yaitu agar bibit tidak stres akibat pencabutan bibit di persemaian, pengangkutaan dan penanaman kembali di sawah. 9. Penanaman bibit 1-3 batang per rumpun Penanaman bibit 1-3 batang per rumpun dimaksudkan agar hasil tumbuhnya lebih baik karena mengurangi persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama. di Poktan Giri Mukti II penanaman 1-3 batang bibit per rumpun sudah diketahui oleh petani melalui pendidikan SL PTT Padi Sawah.
62
10. Pengairan secara efektif dan efisien Pengairan secara efektif dan efisien adalah pengairan secara berselang sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh penyuluh pada saat pendidikan SL PTT Padi Sawah. Teknik pengairan berselang yaitu areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian pada dalam periode tertentu. di Poktan Giri Mukti II pengairan secara berselang dilakukan setelah menanam bibit. Setelah itu sawah diairi dalam kondisi
macakmacak. Baru kemudian Secara
berangsur tanah diairi 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari. Lalu sawah dibiarkan mengering sendiri, tanpa diairi (5-6 hari). Setelah permukaan tanah retak selama 1 hari, sawah kembali diairi setinggi 5 cm. Lalu sawah dibiarkan mengering sendiri, tanpa diairi (5 - 6 hari) lalu diairi setinggi 5 cm. Hal tersebut diulangi sampai tanaman masuk stadia pembungaan. Sejak fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus diairi setinggi 5 cm, setelah itu baru kemudian lahan dikeringkan. 11. Penyiangan dengan landak atau gasrok Penyiangan dengan landak atau gasrok di Poktan Giri mukti II biasanya dilakukan menjelang 21 hari setelah tanam, dan penyiangan selanjutnya dilihat berdasarkan pada kepadatan gulma. Para petani disini lebih suka memakai gasrok karena lebih hemat tenaga disbanding memakai cangkul. 12. Panen tepat waktu dan gabah segera di rontok Panen tepat waktu di poktan giri mukti II dilakukan paada saat sebagian besar gabah berwarna kuning atau menurut penyuluh sebagian besar gabah (90-95%)
63
berwarna kuning. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kehilangan hasil karena kerontokan gabah di sawah. 4.4
Mekanisme Kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Poktan Giri Mukti II Masyarakat desa Sindanggalih khususnya Poktan Giri Mukti II seperti juga
masyarakat tradisional pada umumnya merupakan masyarakat agraris yang memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil usahatani. Sistem usahatani persawahan sudah dilakukan dulu. Kondisi lahan pertanian di tempat tinggal mereka yaitu desa sindanggalih yang cocok untuk tanaman padi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk bermata pencaharian utama sebagai petani padi sawah. Sistem usahatani padi sawah yang mereka jalankan disesuaikan dengan kondisi lahan dan lingkungan. Sama seperti pedesaan lain pada umumnya, teknik dan teknologi yang diterapkan oleh petani masih bersifat tradisional. Selain itu didukung pula oleh pemilihan sarana dan prasarana usahatani, seperti jenis benih, pupuk, serta cara bercocok tanam yang disesuaikan dengan keadaan disana. Tujuan menjalankan usahatani adalah untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya, bukan untuk mencari keuntungan. Sekalipun hasil tani padi yang mereka peroleh lebih dari cukup, tetapi mereka tidak menjualnya semua, melainkan sebagian digunakan untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu juga tujuan mereka menjalankan usahatani menurut beberapa petani ialah untuk memenuhi amanat leluhur dan menjalankan mandat kultural, yaitu mengolah alam dan lingkungan, mengatur alam dan lingkungan, serta memelihara alam dan lingkungan. Kondisi ini terjadi sebelum PTT Padi Sawah mulai masuk ke dalam
64
kehidupan pertanian masyarakat dan memperkenalkan teknik dan teknologi baru yang mengubah perilaku berusahatani masyarakat. Sejak sistem PTT Padi Sawah diperkenalkan, perilaku berusahatani masyarakat berubah dan tidak lagi mengacu pada adat dan kebiasaan. Pemilihan sarana dan prasarana usahatani, seperti jenis benih, pupuk, serta teknik dan teknologi dilakukan dengan perhitungan untuk memenuhi mencari keuntungan. Program PTT Padi Sawah bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi padi agar dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Penyuluhan melalui kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah ditujukan langsung kepada petani padi sebagai pelaku utama melalui kelompok-kelompok tani yang sengaja dibentuk untuk memudahkan proses pemberian dan penyaluran informasi. Proses pengenalan program PTT Padi Sawah kepada masyarakat berlangsung dari tahun 2008 secara terus menerus setiap tahunnya hingga menciptakan ketertarikan pada petani secara sukarela. Setelah melalui proses yang panjang selama bertahun-tahun, perubahan mulai terlihat dari perilaku usahatani mereka. Keberhasilan penyuluh dalam memberikan bukti nyata keuntungan yang didapat melalui lahan percobaan telah mengubah pola pemikiran petani untuk mengikuti sistem usahatani baru yang diterapkan. Proses pengenalan program PTT Padi Sawah di Poktan Giri Mukti II berlangsung secara terus menerus dan memakan waktu yang cukup lama sebelum akhirnya benar-benar diterapkan oleh para petani. Perubahan sistem usahatani terjadi dimana para petani mulai meninggalkan teknik usahatani dan teknologi pertanian tradisional dan mulai beralih menerapkan teknik usahatani dan teknologi
65
pertanian yang baru yang diperkenalkan oleh pemerintah melalui kegiatan SL PTT Padi Sawah. Setelah hampir 4 tahun, pengenalan melalui program tersebut baru memperlihat hasil. Keberhasilan terlihat dari petani mulai beralih dan menerapkan informasi yang diberikan melalui penyuluhan setelah mereka melihat sendiri hasil yang diperoleh dari demplot
atau lahan percobaan. Namun,
sekalipun dikatakan telah berubah, bukan berarti mereka merubah sepenuhnya kebiasaan bertani yang telah mereka lakukan sejak mereka mulai bertani, melainkan tetap menerapkan sistem usahatani tradisional disamping sistem usahatani modern. Tabel 7. Perubahan Prilaku Sistem Usahatani Padi Sawah di Poktan Giri Mukti II Sebelum dan Setelah PTT Padi Sawah Setelah Program PTT Sebelum Program PTT Perubahan Padi sawah Padi Sawah -Tujuan bertani -Penggunaan Benih
-Pola Tanam -Sisa jerami
- Untuk memenuhi kebutuhan pangan - Benih yang digunakan hanya benih lokal (Midun, Sunami) - Konvensional - Diberikan ke ternak, di bakar
-Sudah mulai ke arah komersil -Sudah menggunakan benih unggul (Ciherang,Ir 64). -Jajar Legowo 4;1 - Seleksi Benih menggunakan air garam
4.4.1 Jenis Benih Benih padi yang digunakan dalam usahatani padi sawah di Poktan Giri Mukti II terdiri dari 4 macam, yaitu benih jenis Ciherang, IR 64, Midun, dan jenis Sunami. Benih Midun merupakan benih varietas lokal yang telah ditanam sejak jaman nenek moyang mereka. Benih ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan benih lainnya, diantaranya usia padi jenis Midun adalah 6 bulan sejak
66
masa persemaian hingga panen, dengan usia benih di persemaian 40 hari. Ciri khas lain yang membedakan jenis padi lokal ini dengan jenis padi unggul adalah batangnya yang tinggi dengan ukuran maksimal 1,5 m. Semakin tinggi batang semakin merunduk. Batang tubuhnya kekar walaupun anaknya sedikit, tetapi kualitasnya tidak dapat dipungkiri lagi. Benih yang akan ditanam didapatkan secara gratis dari hasil panen padi yang sebelumnya telah disisihkan untuk dijadikan benih kembali, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya dalam penyediaan benih. Baru pada musim tanam kedua, benih Midun mulai digantikan oleh benih padi jenis Sunami yang juga masih merupakan benih lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin menurunnya kualitas padi jenis Sunami yang digunakan secara terus menerus . Benih Sunami yang diusahakan petani di Poktan Giri Mukti II dengan usia 4-5 bulan per masa tanam yang dihitung sejak proses persemaian dimulai. Usia benih Sunami di persemaian adalah 40 hari. Tinggi padi Sunami sama seperti padi Midun, yaitu dengan tinggi maksimal 1,5 m. Penyediaan benih Sunami didapatkan secara gratis dari hasil panen padi yang telah disisihkan untuk dijadikan benih kembali. Baru pada tahun 2008, benih varietas unggul berjenis Ciherang mulai ditanam oleh Petani di Poktan Giri Mukti II. Hal ini dikarenakan adanya pembagian benih gratis dari pemerintah melalui penyuluh sebagai pengenalan program PTT Padi sawah. Benih unggul yang diperkenalkan adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW). Alasan petani menggunakan benih unggul pada
67
usahataninya adalah agar produksi padi lebih meningkat sehingga keuntungan yang dperoleh semakin besar. Benih varietas unggul ini diusahakan oleh petani karena hasilnya jauh lebih banyak dibanding benih lokal. Usia benih unggul Ciherang dipersemaian lebih singkat, yaitu hanya < 21 hari saja. Tinggi batangnya juga lebih pendek, yaitu rata-rata hanya mencapai 80 cm dengan tinggi maksimal 1 meter. Proses pemeliharaan benih unggul dianggap lebih cocok dan masih bisa diusahakan dalam kondisi pertanian Di Poktan Giri Mukti II. Selain itu, usia padi varietas unggul yang lebih cepat menarik perhatian petani untuk bisa menghasilkan padi lebih cepat. Namun Jika benih unggul ditanam lebih dari 2 kali berturut turut, kualitas hasil buruk. Beras yang dihasilkan tidak padat dan rasanya kurang enak. Benih padi yang digunakan petani di Poktan Giri Mukti II mengalami perubahan dalam waktu yang cukup lama. Benih Midun merupakan benih yang telah lama digunakan petani masih digunakan secara kuat di sini walaupun sudah diperkenalkan benih unggul baru seperti Ciherang. Tabel 8. Perubahan Penggunaan Benih pada Sistem usahatani Padi Sawah di Poktan Giri Mukti II Sebelum dan Setelah PTT Padi Sawah Setelah Program PTT Padi Sebelum Program PTT Perubahan sawah Padi Sawah Penggunaan Benih
Penggunaan lokal: - Midun - Sunami
benih Penggunaan benih lokal disertai benih unggul: Midun,Sunami,Ciherang, IR 64
68
4.4.2 Persemaian Kegiatan persemaian dimulai dalam waktu yang telah diperkirakan. Waktu memulai persemaian ditentukan masyarakat Poktan Giri Mukti II yaitu pada saat musim hujan akan tiba yaitu dengan melihat perhitungan kalender. Sebelum menebar benih, lahan persemaian harus diolah terlebih dahulu supaya lahan telah siap ketika tiba waktu menebar. Petani di Poktan Giri Mukti II mengolah lahan menebar benih dengan tujuan supaya rumput pengganggu tidak tumbuh dan tanah menjadi subur untuk menjaga kekuatan bibit padi. Proses pengolahan tersebut dilakukan dengan cara mencangkul kasar tanah yang akan dijadikan lahan persemaian. Tanah yang telah diolah kemudian didiamkan sebelum di tebar. Sehari sebelum waktu tebar, petani mengolah lahan untuk yang kedua kalinya. Proses pengolahan tanah ini dilakukan dengan mencangkul sebanyak 3 kali. Pertama, tanah dicangkul kasar, dengan hanya membalikkan saja. Tahap kedua, tanah dihaluskan, hingga tanah diratakan pada tahap terakhir. Teknik ini dilakukan agar tanah gembur untuk pertumbuhan tanaman padi. Kemudian, petani menyiapkan benih yang telah diseleksi terlebih dahulu melalui air garam untuk ditebar. Keesokan harinya, benih ditebar diatas tanah yang telah diolah, kemudian ditutup kembali dengan tanah supaya tidak terbawa angin. Dalam penggunaan benih, pemberian pupuk dan obat pembasmi hama, pupuk yang ditebarkan diatas tanah adalah pupuk organik yang terdiri dari campuran kotoran seperti kotoran domba kotoran manusia yang telah mengering, sampah organik yang membusuk dan jerami sisa panen terdahulu. Untuk mengusir hewan pengganggu seperti
69
burung yang sering memakan gabah padi, petani sengaja membuat orang-orangan sawah serta bentangan tali yang telah dipasang kaleng-kaleng bekas sehingga mengeluarkan bunyi-bunyian yang nyaring ketika ditarik-tarik. Racikan obat pembasmi organik dari tanaman dengan bau yang tidak disukai hewan pengganggu juga digunakan untuk mengusir hewan tersebut. Pengolahan tanah untuk persemaian dan penebaran benih dilakukan oleh tenaga kerja pria, sedangkan kegiatan babut (mencabut benih) dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja dalam persemaian juga tergantung dari luasnya lahan persemaian. Untuk membuat lahan semai seluas 0,015 ha hanya dibutuhkan 3 orang saja. Biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria dalam keluarga. Alat yang digunakan untuk mengolah lahan ada yang menggunakan traktor dan alat tradisional berupa cangkul. Lahan persemaian yang tidak terlalu luas menjadi alasan bagi sebagian petani untuk tidak mempekerjakan buruh tani dan tidak menggunakan mesin traktor, untuk menghemat biaya pengupahan dan biaya penyewaan alat. Tabel 9. Perbedaan Tahap Persemaian Pada Usahatani Padi di Poktan Giri Mukti II Sebelum dan Setelah Program PTT Padi Sawah No. 1. 2. 3.
4.
Item Seleksi Benih
Sebelum
Tidak memakai seleksi benih Sisa jerami Diberikan ke ternak, di bakar Pemberian pupuk Tradisional dan Obat pembasmi
Setelah
Seleksi Benih menggunakan air garam Di tanam kembali lalu diolah menjadi kompos Semi modern (memakai pupuk buatan dan pupuk pabrik) Perlakuan terhadap Dipotong atasnya dan Tidak dipotong atasnya, bibit dilempar untuk ditanam dimasukkan ke dalam nampan baru di tanam
70
4.4.3 Pengolahan Lahan Setelah benih ditebar, petani pria mulai menyiapkan lahan sawah untuk menanam bibit padi. Seperti dalam usahatani padi sawah pada umumnya, pengolahan dimulai dengan proses pembajakan tanah. Pada proses ini, tanah dibalik agar unsur hara yang terdapat di dalam tanah tersebar merata. Ini dimaksudkan agar bibit yang akan ditanam dapat tumbuh dengan mudah, karena tanah menjadi gembur dan memudahkan akar muda yang tumbuh menembus mencari makan. Tanah dicangkul kasar, Sehari sebelum waktu tebar, petani mengolah lahan. Proses pengolahan tanah ini dilakukan dengan mencangkul sebanyak 3 kali. Pertama, tanah dicangkul kasar, dengan hanya membalikkan saja. Tahap kedua, tanah dihaluskan, hingga tanah diratakan pada tahap terakhir. Teknik ini dilakukan agar tanah gembur untuk pertumbuhan tanaman padi. Kemudian, petani menyiapkan benih yang akan ditebar. saat ini sebagian besar masyarakat sudah menggunakan mesin traktor. Kemudian, pupuk organik berupa kotoran sapi dan ayam ditebarkan diatas tanah untuk menggeburkan tanah. Setelah itu, tanah dibiarkan sambil menunggu usia benih siap untuk dipindahkan pada waktu tanam. Setelah bibit cukup umur dan siap dipindahkan, waktu tanam tiba dan lahan sawah yang telah dibiarkan kembali diolah. pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 tahap. Pertama, tanah dicacag (dicangkul kasar), kemudian masuk ke proses ngangler (menghaluskan tanah dengan menggunakan kaki). Tahap terakhir dilakukan dengan menggunakan
71
media pohon pisang yang dipaseuk (diikat dibagian ujung dan dilubangi supaya bisa berputar menyerupai bajak). Paseuk tersebut ditarik untuk meratakan tanah. Selain dengan hanya menggunakan cangkul, beberapa petani padi yang memiliki hewan ternak berupa kerbau memanfaatkannya untuk membantu membajak tanah. Membajak adalah proses membalik tanah agar unsur hara yang terdapat di dalam tanah tersebar merata. Kerbau bertugas untuk menarik bajak (kayu dengan bagian bawah bergerigi untuk membalikkan tanah) dengan petani sebagai pemegang kendali. Penggunaan bajak lebih efisien dibandingkan jika hanya menggunakan cangkul, walaupun cangkul masih dibutuhkan untuk mengolah tanah yang tidak terkena bajak seperti bagian pinggir dan pematang. Setelah dibajak, tanah dibiarkan kemudian diolah kembali dengan menggunakan garu, yaitu alat yang menyerupai garpu besar untuk meratakan tanah. Setelah program PTT Padi sawah mulai masuk ke kehidupan petani, alat yang digunakan untuk membajak tanah yang hanya digunakan oleh sebagian petani adalah traktor karena perhitungan waktu yang lebih efisien. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum waktu tanam. Pembajakkan tanah dengan menggunakan traktor hanya dilakukan satu kali putaran saja, tidak berkali-kali seperti menggunakan cangkul. Penggunaan traktor ini dapat membantu petani dalam proses pengolahan tanah tanpa memakan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Namun, penggunaan traktor ini tidak efektif karena tidak seluruh kotakan sawah dapat dibajak sehingga penggunaan cangkul masih dibutuhkan. Bagianbagian yang tidak terbajak traktor seperti pinggiran kotakan sawah dibajak dengan menggunakan cangkul. Begitu pula dengan pematang sawah dan saluran air. Jika
72
ada jukut kolot (rumput tua) yang ada sebelum bibit ditanam, dilakukan proses ngarambas (membersihkan rumput tua) terlebih dahulu. Kegiatan ini dilakukan agar makanan dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi tidak diserap oleh rumput sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Tenaga kerja yang bertugas untuk mengolah tanah sawah adalah tenaga kerja pria. Jumlah tenaga kerja pria yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sawah tergantung dari luas sawah yang diolah. Begitu pula tenaga kerja wanita yang dibutuhkan untuk membersihkan rumput disesuaikan dengan luas lahan sawah. Sebelum ada traktor untuk mengolah lahan sawah membutuhkan tenaga kerja yang banyak karena penggunaan alat tradisional agar dapat selesai lebih cepat. Namun, penggunaan tenaga kerja yang banyak dalam satu tempat memberikan kesempatan bagi mereka untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain sehingga secara tidak langsung semakin mempererat rasa persaudaraan dan kekeluargaan diantara petani. Saat ini, setelah ada traktor hanya membutuhkan beberapa orang saja untuk mengendalikan traktor dan mencangkul bagian yang tidak terjangkau oleh traktor. Pengurangan tenaga kerja dan penggunaan alat pertanian modern yang tidak membutuhkan tenaga kerja manusia yang banyak telah mengubur salah satu fungsi sawah sebagai media komunikasi dan mengurangi kesempatan petani untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi.
73
Tabel 10. Perbedaan antara Alat Pengolahan Lahan Tradisional dengan Mesin Traktor Yang Digunakan Pada Sistem Usahatani Padi Alat Pengolahan No Item Mesin Traktor Lahan Tradisional 1 Penggunaan tenaga kerja Banyak Sedikit 2 Biaya Pengupahan Tinggi Rendah 3 Waktu Pengolahan Lama Cepat 4 Komunikasi dan Interaksi Tinggi Semakin Berkurang Teknologi pengolahan tanah yang digunakan petani di Poktan Giri Mukti II mengalami perubahan dari tradisional menjadi semi modern. Hal ini terlihat dari pengolahan tanah sebelum adanya PTT Padi Sawah yang menggunakan teknologi tradisional, seperti cangkul, bajak hewan, garu, dan paseuk. Setelah SL PTT Padi Sawah, penggunaan alat pengolahan tanah mulai beralih menggunakan alat modern, yaitu traktor. Namun, kemampuan kerja traktor yang terbatas karena tidak bisa menjangkau semua bagian menyebabkan penggunaan cangkul masih dibutuhkan sehingga masih tetap bergantung pada teknologi tradisional. 4.4.4 Penanaman Masa tanam dimulai jika usia bibit di persemaian sudah matang (< 21 hari) tergantung jenis benih jika benih lokal bibit di persemaian bisa mencapai 30 hari. Cara menanam padi dengan sistem legowo 4;1 di Poktan Giri Mukti II adalah 25x25 cm dan setiap empat rumpun padi diberikan jarak 50 cm. Saat masih menggunakan benih Midun, petani meletakkan 5-7 anakan bibit dalam satu lubang, tetapi bila menggunakan Ciherang petani menanam 3-4 bibit per lubang. Setelah itu, bibit yang telah ditanam didiamkan hingga masa pemeliharaan pertama tiba, yaitu sekitar 2-3 minggu setelah tanam, atau hingga padi terlihat hijau dan rumput mulai terlihat banyak.
74
4.4.5 Sistem Pengairan Pengairan yang digunakan untuk persawahan di Poktan Giri Mukti II merupakan sistem irigasi teknis yang berasal dari aliran Sungai Cimanda Arey. Kondisi pengairan baik dengan air mengalir lancar sepanjang tahun. Tanaman padi tumbuh subur karena pengairan yang tersedia dan berjalan baik. 4.4.6 Jenis Pupuk dan Obat pembasmi Hama Selain tergantung pada jenis benih yang ditanam, hasil produksi usahatani padi yang didapat oleh petani juga tergantung pada pupuk yang diberikan. Pupuk harus mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk yang digunakan untuk menyuburkan tanah merupakan pupuk organik yang terdiri dari campuran kotoran hewan ternak dan sisa jerami hasil panen terdahulu. Kebutuhan akan pupuk organik ini mendorong petani untuk memiliki hewan ternak agar bisa memanfaatkan kotorannya sebagai pupuk, sehingga penyediaannya didapatkan secara gratis. Pemberian pupuk organik dilakukan pada lahan persemaian serta lahan persawahan. Pupuk organik ini terdiri dari campuran kotoran domba, kotoran sapi yang telah mengering, dan sisa jerami. Pupuk ini dikumpulkan dan diangkut dengan menggunakan tolombong (keranjang rotan). Dosis yang diberikan tidak dengan perhitungan secara matang seperti pada pemberian pupuk anorganik, melainkan hanya dengan perkiraan. Untuk lahan seluas 0,14 ha diberikan pupuk organik sebanyak 100 karung. Satu gundukan pupuk diberikan di setiap jarak 2 meter secara merata.
75
Untuk serangan hama dilihat pada kondisi musuh alaminya apakah masih dalam ambang batas ataupun sudaah melampaui ambang batas. Di Poktan Giri Mukti II sebelum petani memberi obat pembasmi anorganik, sebelumnya petani meracik obat pembasmi organik dari tanaman dengan bau yang tidak disukai hewan pengganggu. Tanaman-tanaman tersebut didapatkan secara gratis karena terdapat di sekitar tempat tinggal mereka. Untuk mengusir burung yang sering memakan gabah padi, petani membuat orang-orangan sawah serta bentangan tali yang telah dipasang kaleng-kaleng bekas sehingga mengeluarkan bunyi-bunyian yang nyaring ketika ditarik. Hama yang sering terlihat di persawahan warga hanyalah tikus sawah, jumlahnya pun tidak terlalu banyak. Namun, kebiasan petani Poktan Giri Mukti II untuk melindungi tanamannya adalah dengan menebar cacahan buah berenuk yang baunya tidak disukai oleh tikus. Di Poktan Giri Mukti II hanya sebagian kecil yang memiliki hewan ternak. Hewan ternak digunakan untuk dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk. Bagi petani yang tidak mempunyai hewan ternak ataupun yang mempunyai hewan ternak tetapi kebutuhan akan pupuk tidak bisa tercukupi, mereka bisa mengandalkan tambahan pupuk yaitu pupuk urea dan TSP. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan benih, serta pada lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan tanaman padi. Pemberian pupuk anorganik pada lahan persemaian hanya dilakukan sebanyak 1 kali, sedangkan pada proses pemeliharaan di lahan sawah dilakukan sebanyak 2-3 kali pemupukan berdasarkan pada bagan warna daun (BWD) .
76
Peningkatan hasil produksi dalam waktu relatif cepat yang dipengaruhi oleh jenis benih dan pupuk yang digunakan, juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti gangguan hewan dan hama. Predator alami dan hama dianggap sebagai penghambat. Obat pembasmi hama anorganik turut diproduksi dan diperkenalkan pada petani. Meskipun penggunaan pestisida organik dilakukan oleh sebagian petani tetapi obat-obat pembasmi hama anorganik tetap saja diberikan. Tabel 11.Penggunaan Obat Pembasmi Anorganik Pada Persemaian dan Pemeliharaan Sistem Usahatani Padi Poktan Giri Mukti II Jenis Obat Benih 14 hari 30 hari No Khasiat Pembasmi Hama (ons) (kg) (kg) 1. Furadan Hama tanah, 1 10 5 larva ulat 2. Basa Hama wereng 3. Elsan Ulat 4. Curacron Burung Hama yang mengganggu tanaman padi di Poktan Giri Mukti II tidak selalu sama dan ada. penggunaan obat pembasmi disesuaikan dengan jenis hama yang mengganggu tanaman padi. Obat ini juga hanya digunakan apabila hama muncul, tidak digunakan sebagai pencegah. Dosis yang diberikan adalah dua tutup botol obat pembasmi yang dicampurkan dengan tujuh belas liter air dalam tangki sprayer. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan konsep PTT Padi Sawah. Cara penggunaan obat adalah dengan disemprotkan langsung pada hama dan tanaman. Namun, cara ini tidak terlalu ampuh karena biasanya hama kabur dan kembali lagi. Oleh karena itu, petani lebih memilih menggunakan Furadan untuk hama yang pertumbuhannya di dalam tanah. Cara lain dilakukan dengan membasmi secara manual, seperti untuk hama keong dan kungkang (walang sangit).
77
Penyediaan pupuk dan obat pembasmi hama anorganik didapatkan dengan membeli sehingga harus mengeluarkan biaya. Meskipun demikian, mereka tetap memilih untuk menggunakan pupuk anorganik dengan alasan agar padi lebih cepat tumbuh dan tidak habis dimakan hama. Adapun pemberian pupuk yang diberikan pemerintah pada anggota kelompok tani hanya bagi yang mengikuti kegiatan SL PTT Padi sawah Saja. 4.4.7 Pemeliharaan Hasil bersawah sangat tergantung bukan saja pada pilihan bibit, tetapi juga pada pemeliharaan tanaman. Tanaman padi misalnya tidak akan hidup secara wajar, apabila sesudah di tanam lalu dibiarkan tumbuh bersaing dengan rerumputan. Petani di Poktan Giri Mukti II harus melakukan pemeliharaan. Langkah pertama dalam proses pemeliharaan dimulai dengan membersihkan rumput yang tumbuh agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Proses pembersihan rumput bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan gasrok ataupun langsung dengan tangan. Penggunaan gasrok serta pembersihan rumput dengan menggunakan tangan harus dilakukan. Proses pembersihan rumput ini terdiri dari 3 tahap, yaitu ngabaladah, mindo dan mintelu. Tahap pertama, yaitu ngabaladah biasanya dilakukan setelah padi terlihat hijau dan rumput mulai terlihat banyak, yaitu ketika usia padi menginjak 2-3 minggu. Pada tahap pertama ini, dilakukan pula proses ngaberak (pemupukan) yang menggunakan pupuk organik. Untuk mengusir hewan pengganggu dilakukan sama persis seperti pada persemaian. Tanaman yang telah diberi pupuk kemudian dibiarkan hingga rumput kembali terlihat banyak, yaitu
78
sekitar 2-3 minggu, baru dilakukan proses ngarambet yang kedua, yaitu mindo. Proses ngarambet yang ketiga, yaitu mintelu, dilakukan rumput kembali datang mengganggu. Biasanya, proses ini dilakukan pada saat fase primordia (bunting bawah) pada padi yang mana anggota Poktan Giri Mukti II menyebutnya dengan istilah nyiram/reneuh (hamil), yaitu pada saat usia padi mendekati waktu 3 bulan. Ciri padi mulai nyiram/reneuh adalah ketika padi bulir-bulir padi sudah mulai keluar. Disini, dilakukan proses pemupukan yang kedua. Setelah dibiarkan selama 2 minggu, rumput mulai terlihat banyak. Rumputrumput ini harus segera dibersihkan agar tidak merebut makanan yang dibutuhkan oleh tanaman padi. Selain memelihara tanaman padi dari rumput yang mengganggu serta memberikan unsur-unsur hara yang dubutuhkan tanaman padi melalui pemupukan, proses pemeliharaan juga harus dilakukan dengan memperhatikan pengairan bagi tanaman padi. Pengairan yang cukup dan teratur sangat diperlukan bagi persawahan. Kotakan sawah yang bagus adalah kotakan yang bisa mengatur jalannya air, dimana selain bisa masuk, air juga bisa keluar. Pengairan diatur setelah padi mulai memasuki masa tanam. Setelah tandur, air yang mengairi persawahan diatur dengan kedalaman tetap sekitar 2 jari. Kemudian dibuang (dikeringkan) saat akan melakukan proses pemupukan, lalu diairi lagi dengan kedalaman yang sama. Setelah melakukan proses pemupukan yang kedua dan proses pemeliharaan selesai, air kembali dibuang untuk menghindari berkembangnya hama karena hama lebih menyukai tempat yang kadar airnya banyak.
79
Pembersihan rumput yang kedua dilakukan saat usia padi kira-kira 2 bulan sejak masa tanam untuk benih Midun dan 1,5 bulan sejak masa tanam untuk benih unggul Ciherang. Jenis pupuk sama dengan pemupukan yang pertama,yaitu dengan melihat pada bagan warna daun (BWD). Setelah itu petani memperhatikan keadaan air. Air harus tetap dijaga agar menghindari hidupnya hama. 4.4.8 Pemanenan Panen dilakukan jika butir gabah 95 persen menguning dan tangkainya menunduk. Padi yang telah masak warnanya sudah menguning, Demikian pula daun benderanya, tangkai terlihat merunduk, serta gabah sudah berisi dan keras, artinya padi telah siap panen. Istilah panen padi dalam pertanian sunda, termasuk di Poktan Giri Mukti II dinamakan dibuat. Pemanenan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita secara bersamasama. Alat yang digunakan petani untuk dibuat adalah dengan sabit bergerigi. Penggunaan alat ini lebih efektif dan efisien karena selain dapat memotong padi sekaligus dalam jumlah banyak juga bisa lebih cepat selesai. Seperti tahap usahatani padi sebelumnya setelah itu proses perontokkan padi dikenal dengan istilah ngagebug padi (memukul padi). Kegiatan dilakukan di sawah dengan menggunakan tirai banting atau dengan membanting padi pada tumpukan jerami bekas panen. Tirai banting adalah alat perontok padi berbentuk persegi panjang yang terbuat dari susunan kayu yang diberi celah. Cara penggunaannya adalah dengan membanting padi di atas tirai banting tersebut sehingga gabah yang rontok masuk ke celah-celah kayu dan ditampung oleh alas yang sudah disediakan dibawahnya.
80
Gabah yang telah rontok tersebut kemudian ditapi untuk membersihkan kotoran berupa kulit gabah yang halus. Setelah itu, gabah padi yang sudah dirontokkan diangkut ke rumah, istilahnya dikunjal. Kegiatan panen biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita, dari mulai memotong padi hingga gabah diangkut ke gudang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jika tidak memungkinkan untuk dikerjakan sendiri, para buruh tani wanita tersebut bisa meminta bantuan tenaga kerja laki-laki. 4.4.9 Penanganan Pasca Panen Kegiatan penanganan hasil panen
merupakan proses terakhir yang
dilakukan dalam proses usahatani padi sawah. Proses penanganan pasca panen yang dilakukan ialah penjemuran. Penjemuran dilakukan setelah gabah dirontokkan dan diayak. Penjemuran juga tidak dilakukan di sawah, melainkan di halaman rumah atau langsung di halaman tempat penggilingan padi setelah gabah diangkut dari sawah. Penjemuran gabah dilakukan secara manual langsung dibawah sinar matahari. Meskipun pada SL PTT Padi Sawah telah diperkenalkan dryer (mesin penjemuran), namun keterbatasan biaya menyebabkan petani disini masih mempertahankan penjemuran secara manual. Proses penjemuran berlangsung hingga gabah benar-benar kering, tidak bisa ditentukan lamanya karena panas matahari yang tidak menentu. Ciri-ciri gabah sudah kering adalah jika bulir-bulir gabah mengeluarkan bunyi gemericik ketika diratakan, serta gabah renyah ketika digigit. Sebelum dijemur, gabah yang diperuntukkan untuk dijadikan benih
81
kembali dipisahkan terlebih dahulu. Gabah tersebut harus benar-benar kering saat penjemuran untuk menjaga kekuatan benih. Pada anggota Poktan Giri Mukti II penyimpanan gabah dilakukan di rumah masing-masing dalam karung. Gabah yang telah dijemur kemudian disimpan. Setelah petani disini mengenal mesin huller, keberadaan lisung (alat penumbuk padi tradisional) sudah jarang digunakan. Namun, karena harganya yang mahal, tidak semua petani memiliki mesin huller. Mesin ini hanya dimiliki oleh petani yang sengaja membuka usaha penggilingan padi. Pada tempat penggilingan padi ini, mesin huller bekerja dalam 3 tahap, yaitu sejak padi masih menjadi gabah hingga keluar menjadi beras. Gabah dijadikan beras dengan menggunakan jasa heleran (penggilingan padi). Penyusutan yang terjadi dari gabah hingga menjadi beras adalah 30-40 persen. Pembayaran untuk jasa penggilingan tidak dilakukan dengan menggunakan uang, melainkan dengan beras yang telah digiling. Dari 0,5 kuintal gabah yang digiling, pemilik heleran mendapatkan 3-4 liter beras. Tabel 12. Perbedaan Tahapan Penanganan Pasca Panen Padi Sebelum dan Setelah PTT Padi Sawah No. Item Sebelum 1. Tempat penjemuran Bunen (tempat padi penjemuran padi di sawah) 2. Alat penumbuk Lisung (Penumbuk padi) gabah 3. Tempat penyimpanan Leuit (Lumbung) beras 4. Urutan perlakuan Dijemur-diangkutsetelah panen dirontokkan-ditapi 5. Cara penjemuran Beserta tangkai padi
Pada Sistem Usahatani Setelah Halaman rumah
Mesin huller Gudang / Rumah (dalam karung) Dirontokkan-ditapidiangkut-dijemur Hanya gabahnya saja
Pada tahap penanganan pasca panen, hampir semua teknik dan teknologi tradisional ditinggalkan. Kemudahan yang ditawarkan menyebabkan petani
82
beralih menggunakan teknik dan teknologi baru. Namun, karena keterbatasan biaya dan tingginya harga mesin pada penanganan pasca panen, tidak semua teknologi baru tersebut dapat dimiliki petani. Untuk menyiasatinya, mereka sengaja menyewa dengan membayar sesuai kesepakatan. Untuk pemilihan jenis benih hendaknya di Poktan Giri Mukti II memakai benih yang dianjurkan penyuluh, karena telah terbukti jenis benih seperti ciherang lebih baik dari pada benih lokal yang telah diterapkan di Poktan Giri Mukti II selain itu pada benih unggul bisa mencapai panen umur 4 bulan sedangkan untuk benih lokal sampai proses panen bisa mencapai umur 6 bulan. Tidak hanya itu persemaian dan pengolahan tanah di Poktan Giri Mukti II masih sangat kurang,karena masih ada sebagian orang yang proses pemindahan bibit dari persemaaian ke lahan sawah masih dilempar saja. Padahal sebaiknya diletakkan di namapan dan setelah terkumpul baru di letakkan di lahan sawah. 4.5
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap kegiatan Penyuluhan SL PTT Padi Sawah Respon petani peserta SL PTT Padi Sawah dapat dilihat dari sudah berapa
musim panen setelah mengikuti pendidikan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Petani anggota Poktan Giri Mukti II menjalankan atau melakukan kegiatan usahataninya, apakah yang mereka dapatkan pada saat itu diterapkan pada usahataninya setelah kegiatan SL PTT Padi Sawah berakhir atau tidak.
83
Tabel 13.
Respon Anggota Poktan Benih Varietas Unggul
No 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat tidak setuju Tidak setuju Sedang Setuju Sangat setuju Total
Giri Mukti II Terhadap Penggunaan Jumlah (Orang) 5 1 1 18 25
Persentase (%) 0 20 4 4 72 100
Penggunaan sudah berapa musim tanam petani menggunakan benih varietas unggul yang sesuai dengan yang didapat pada saat SL PTT Padi Sawah menjadi ukuran sejauh mana respon anggota Poktan Giri Mukti II terhadap komponen ini. Berdasarkan hasil penelitian, anggota kelompok yang menjadi responden menjawab sangat setuju (72%) terhadap penggunaan benih varietas unggul dengan alasan anggota kelompok ingin benih yang mereka gunakan berdaya hasil tinggi dan cocok terhadap lokasi setempat Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon petani terhadap penggunaan benih varietas unggul adalah sangat setuju (4,28). Benih padi yang digunakan dalam usahatani padi sawah di Poktan Giri Mukti II terdiri dari 4 macam, yaitu benih jenis Ciherang, Midun, Sunami, dan Ir 64. Benih Midun dan Sunami merupakan benih varietas lokal yang telah ditanam sejak dahulu. Benih lokal yang akan ditanam didapatkan dari hasil panen padi sebelumnya yang telah disisihkan untuk dijadikan benih kembali, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya dalam penyediaan benih.
84
Tabel 14.
No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Cara Menyeleksi Benih Bermutu dan Berlabel Dengan Metode Perendaman Air Garam Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 0 Sedang 1 4 Setuju 17 68 Sangat setuju 7 28 Total 25 100
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap cara menyeleksi
benih
bermutu
dan
berlabel
dengan
metode
perendaman
menggunakan air garam adalah setuju (68%). Alasannya karena dengan adanya cara seleksi benih ini petani jadi lebih bisa memilih mana benih yang baik. Cara menyeleksi benih bermutu dan berlabel menggunakan larutan garam di Poktan Giri Mukti II ialah dengan cara benih dimasukkan ke dalam larutan garam yang sudah diukur kadarnya, cara pengukuran kadar garam telah sesuai ataupun belum yaitu dengan cara meletakkan telur bebek ke dalam larutan garam, apabila telur bebeknya telah mengambang maka kadar larutan garam tersebut sudah sesuai dengan kadar yang ditentukan dan baru di masukkan benih. Benih yang Tenggelam dipakai sedangkan benih yang terapung tidak digunakan. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon petani terhadap cara menyeleksi benih bermutu dan berlabel dengan metode perendaman menggunakan air garam adalah sangat setuju (4,16).
85
Tabel 15.
No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Pemberian Bahan Organik Dengan Cara Pengembalian Kembali Jerami Ke Lahan Sawah Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 0 Sedang Setuju 18 72 Sangat setuju 7 28 Total 25 100
Dari hasil penelitian di lapangan tentang cara pemberian bahan organik melalui pengembalian kembali jerami ke lahan sawah sebanyak 72% menjawab setuju dengan alasan anggota kelompok ingin lahan yang akan mereka tanami padi subur. Walaupun masih ada diantara mereka yang sebagian jeraminya diberikan untuk pakan ternak seperti sapi dan kambing. Tapi hal ini sudah lebih baik kaarena sebelum program PTT Padi Sawah diberikan kepada petani di Poktan Giri Mukti II masih ada petani yang membakar sisa jerami hasil panenny. Hal tersebut tentu saja tidak sesuai dengan anjuran PTT Padi Sawah karena pengembalian jerami ke lahan sawah sangat penting sekali dilakukan untuk memperbaiki kesuburan fisik,kimia dan biologi tanah. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon petani terhadap pemberian bahan organik dengan cara pengembalian kembali jerami ke lahan sawah adalah baik (4,28).
86
Tabel 16. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Pengaturan Populasi Tanaman Dengan Tata Tanam Jajar Legowo Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 0 Sedang 2 8 Setuju 17 68 Sangat setuju 6 28 Total 25 100
Pembinaan kepada Poktan Giri Mukti II melalui SL PTT Padi Sawah dilakukan 2 minggu sekali sampai dengan musim panen tiba. Berdasarkan hasil penelitian, anggota kelompok Tani Giri Mukti II yang menjadi responden menjawab setuju (68%) pengaturan populasi tanaman dengan tata tanam jajar legowo Dan sebanyak 28% memilih sangat setuju.
Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon petani terhadap pengaturan populasi tanaman dengan tata tanam jajar legowo adalah sangat setuju (4,16). Di Poktan Giri Mukti II sendiri tata tanam legowo yang dibuat oleh petani adalah Legowo 4:1. Dengan jarak tanam 25 x 25 cm dan untuk jarak setiap empat rumpun diberi jarak 50 cm. kedalaman bibit 3-4 cm. karena menurut penyuluh penanaman yang terlalu dangkal menyebabkan bibit mudah roboh dan penanaman yang terlalu dalam dapat berakibat pertumbuhan akar terlambat.
87
Tabel 17. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Pemupukan Berdasarkan Kebutuhan Tanaman dan Status Hara Tanah Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 0 Sedang 6 24 Setuju 15 60 Sangat setuju 4 16 Total 25 100
Selain tergantung pada jenis benih yang ditanam, hasil produksi usahatani padi yang didapat juga tergantung pada pupuk yang diberikan. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur hara yang sesuai dengan tanaman. Pupuk yang digunakan untuk menyuburkan tanah merupakan pupuk organik yang terdiri dari campuran kotoran hewan ternak dan sampah-sampah organik. Kebutuhan akan pupuk organik ini mendorong petani untuk memiliki hewan ternak agar bisa memanfaatkan kotorannya sebagai pupuk, sehingga penyediaannya didapatkan secara gratis. Jumlah petani yang menjawab tentang pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah sesuai anjuran penyuluh sebanyak 60% menjawab setuju. Untuk Poktan Giri Mukti II pemupukan dilihat pada tingkat kehijauan daun dengan menggunakan bagan warna daun (BWD), hal ini dikarenakan harga BWD yang murah serta cara menggunakan BWD sangat sederhana sehingga petani mudah dalam mempraktekannya di lapangan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada lahan persemaian serta lahan persawahan. Pupuk organik ini terdiri dari campuran kotoran domba, sapi yang telah mengering dan sampah tanaman organik.
88
Berdasarkan rentang skor hasil penelitian di lapangan tentang sejauh mana respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah jawabannya adalah setuju (3,92) Tabel 18. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 7 28 Sedang 4 16 Setuju 13 52 Sangat setuju 1 4 Total 25 100
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang bagaimana respon petani terhadap pengendalian OPT dengan pendekatan PHT sebanyak 52% menjawab setuju, sedangkan sebanyak 28% menjawab tidak setuju. Mereka yang menjawab tidak setuju karena menganggap metode pengendalian hama dilihat dari musush alami serta penanggulangan terbaik menggunakan pestisida organik terlalu susah dan tidak efisien, petani ini cenderung menggunakan pestisida kimia dengan dosis tidak sesuai dengan anjuran.
Berdasarkan rentang skor hasil penelitian di lapangan tentang sejauh mana respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan pendekatan pengendalian hama terpadu jawabannya adalah setuju (3,32). Metode pengendalian hama dilihat dari musuh alami atau predator alami yang mengganggu tanaman seperti; tikus, burung, laba-laba, ular, dan kodok yang membentuk rantai makanan. Petani di Poktan Giri Mukti II menggunakan
89
pestisida organik, petani meracik obat pembasmi dari tanaman dengan bau yang tidak disukai hewan pengganggu. Tanaman-tanaman tersebut didapatkan secara gratis karena terdapat di sekitar tempat tinggal mereka. Sedangkan untuk hama seperti burung yang sering memakan gabah padi petani membuat orang-orangan sawah serta bentangan tali yang telah dipasang kaleng-kaleng bekas sehingga mengeluarkan bunyi-bunyian yang nyaring ketika ditarik. Hama yang sering terlihat di persawahan hanyalah tikus sawah, Untuk mengendalikan tikus dilakukan dengan menebar cacahan buah berenuk yang baunya tidak disukai oleh tikus. Akan tetapi masih ada petani yang menyemprot tanaman mereka dengan pestisida yang tidak sesuai dengan takarannya ataupun tanaman mereka yang seharusnya tidak perlu menggunakan pestisida karena musuh alaminya masih sesuai dengan jumlah hama yang ada. Tabel 19. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Pengolahan Tanah Sesuai Musim Dan Pola Tanam Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 7 28 Sedang 4 16 Setuju 13 52 Sangat setuju 1 4 Total 25 100
Setelah benih ditebar, petani pria mulai menyiapkan lahan sawah untuk menanam bibit padi. Seperti dalam usahatani padi sawah pada umumnya, pengolahan dimulai dengan proses pembajakan tanah. Pada proses ini, tanah dibalik agar unsur hara yang terdapat di dalam tanah tersebar merata. Ini dimaksudkan agar bibit yang akan ditanam dapat tumbuh dengan mudah, karena
90
tanah menjadi gembur dan memudahkan akar muda yang tumbuh menembus mencari makan. Ada juga petani yang menggunakan mesin traktor. Kemudian, pupuk organik berupa kotoran Sapi dan ayam ditebarkan diatas tanah untuk menggeburkan tanah. Setelah itu, tanah dibiarkan sambil menunggu usia benih siap untuk dipindahkan pada waktu tanam. Setelah bibit cukup umur dan siap dipindahkan, waktu tanam tiba dan lahan sawah yang telah dibiarkan kembali diolah. Sebelum petani mendapat SL PTT Padi Sawah, pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 tahap. Pertama, tanah dicacag (dicangkul kasar), kemudian masuk ke proses ngangler (menghaluskan tanah dengan menggunakan kaki). Tahap terakhir dilakukan dengan menggunakan media pohon pisang yang dipaseuk (diikat dibagian ujung dan dilubangi supaya bisa berputar menyerupai bajak). Paseuk tersebut ditarik untuk meratakan tanah. Selain dengan hanya menggunakan cangkul, beberapa petani padi yang memiliki hewan ternak berupa kerbau memanfaatkannya untuk membantu membajak tanah. Membajak adalah proses membalik tanah agar unsur hara yang terdapat di dalam tanah tersebar merata. Kerbau bertugas untuk menarik bajak (kayu dengan bagian bawah bergerigi untuk membalikkan tanah) dengan petani sebagai pemegang kendali. Penggunaan bajak lebih efisien dibandingkan jika hanya menggunakan cangkul, walaupun cangkul masih dibutuhkan untuk mengolah tanah yang tidak terkena bajak seperti bagian pinggir dan pematang. Setelah dibajak, tanah dibiarkan kemudian diolah kembali dengan menggunakan garu, yaitu alat yang menyerupai garpu besar untuk meratakan tanah.
91
Setelah SL PTT Padi Sawah peralatan modern mulai digunakan dalam pengolahan sawah, alat yang digunakan untuk membajak tanah ini adalah traktor karena perhitungan waktu yang lebih efisien. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum waktu tanam. Pembajakkan tanah dengan menggunakan traktor hanya dilakukan satu kali putaran saja, tidak berkali-kali seperti menggunakan cangkul. Penggunaan traktor ini dapat membantu petani dalam proses pengolahan tanah tanpa memakan waktu yang lama dan tenaga yang banyak. Namun, penggunaan traktor ini tidak efektif karena tidak seluruh kotakan sawah dapat dibajak sehingga penggunaan cangkul masih dibutuhkan. Bagian-bagian yang tidak terbajak traktor seperti pinggiran kotakan sawah dibajak dengan menggunakan cangkul. Begitu pula dengan pematang sawah dan saluran air. Jika ada jukut kolot (rumput tua) yang ada sebelum ditandur, dilakukan proses ngarambas (membersihkan rumput tua) terlebih dahulu. Kegiatan ini dilakukan agar makanan dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi tidak diserap oleh rumput sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert tentang sejauh mana respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhapad pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam jawabannya adalah setuju (3,32). Tenaga kerja yang bertugas untuk mengolah tanah sawah adalah tenaga kerja pria. Jumlah tenaga kerja pria yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sawah tergantung dari luas sawah yang diolah. Begitu pula tenaga kerja wanita yang dibutuhkan untuk membersihkan rumput disesuaikan dengan luas lahan sawah.
92
Untuk mengolah lahan sawah membutuhkan tenaga kerja yang banyak karena penggunaan alat tradisional agar dapat selesai lebih cepat. Namun, penggunaan tenaga kerja yang banyak dalam satu tempat memberikan kesempatan bagi mereka untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain sehingga secara tidak langsung semakin mempererat rasa persaudaraan dan kekeluargaan diantara petani.
Tabel 20. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Penggunaan Bibit Muda (< 21) Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 14 56 Sedang 4 16 Setuju 2 8 Sangat setuju 5 20 Total 25 100
Jumlah petani yang menjawab tentang penggunaan bibit muda (< 21 hari) sesuai anjuran penyuluh sebanyak 56% menjawab tidak setuju, sedangkan sebanyak 20% menjawab sangat setuju. Mereka yang menjawab tidak setuju karena menganggap metode penggunaan bibit muda umur (<21 hari) mudah mati,mereka masih ada yang menanaam bibit umur 30 hari karena menganggap akarnya sudah kokoh, padahal jika cara perlakuannya benar penggunaan bibit umur 15-25 hari malah lebih baik, di Poktan Giri Mukti II itu sendiri cara mencabut bibit dengan cara mencabutnya lalu di lempar ke sawah untuk ditanam, padahal menurut penyuluh sebaiknya cara mengambil bibit di tempat persemaian ialah dengan cara di sodok dengan alat, baru kemudian dimasukkan ke nampan untuk kemudian di tanam, tapi menurut petani hal itu terkalu sulit, banyak
93
menyita waktu serta tidak menarik untuk diterapkan, selain itu ada juga petani yang mengupahkan kepada orang lain untuk tandur sehingga pekerja yang melaksanakan tandur tidak mau menggunakan metode tersebut. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap penggunaan bibit muda < 21 hari jawabannya adalah sedang (2,92).
Tabel 21. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Anjuran Penanaman Bibit 1-3 Batang Per Rumpun. Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 2 8 Sedang 1 4 Setuju 2 8 Sangat setuju 20 80 Total 25 100
Anggota Poktan Giri Mukti II masih ada yang menanam bibit lebih dari 3 batang per rumpun. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan apa yang disampaikan penyuluh pada pendidikan SL PTT Padi Sawah. Alasan mereka melakukan penanaman bibit lebih dari 3 batang per rumpun karena mereka khawatir apabila hanya menanam 3 bibit per rumpun maka ditakutkan 3 bibit itu akan gagal. Padahal menurut penyuluh jika penanaman lebih dari 3 batang bibit per rumpun maka jumlah persaingan antar tanaman akan besar dan mengakibatkaan pertumbuhan tidak maksimal. Petani anggota Poktan Giri Mukti II sebanyak 80% yang mengikuti pendidikan SL PTT Padi Sawah sangat setuju dalam menerapkan anjuran penyuluh tentang penanaman 1-3 batang bibit per rumpun dan hanya 8% yang tidak setuju.
94
Berdasarkan rentang skor hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan skala Likert tentang sejauh mana respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap penggunaan 1-3 batang per rumpun jawabannya adalah setuju (4,6).
Tabel 22. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Anjuran Pengairan Secara Efektif Dan Efisien. Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 3 12 Sedang 3 12 Setuju 5 20 Sangat setuju 14 56 Total 25 100
Pengairan secara efektif dan efisien di Poktan Giri Mukti II ialah dengan cara berselang. Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Pengairan di Poktan Giri Mukti II ini berasal dari Cimanda arey. Di Poktan Giri Mukti II pengairan
secara berselang dilakukan setelah
menanam bibit di sawah baru kemudian sawah diairi dalam kondisi macakmacak kemudian Secara berangsur angsur tanah diairi 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari. Lalu sawah dibiarkan mengering sendiri, tanpa diairi (5-6 hari). Setelah permukaan tanah retak, sawah kembali diairi setinggi 5 cm. Lalu sawah dibiarkan mengering sendiri, tanpa diairi (5 - 6 hari) lalu diairi setinggi 5 cm. Hal tersebut diulangi sampai tanaman masuk stadia pembungaan. Sejak fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus diairi setinggi 5 cm, setelah itu baru
95
kemudian lahan dikeringkan. Respon petani Poktan Giri Mukti II terhadap anjuran pengairan secara efektif dan efisien sebanyak 56% menjawab sangat setuju. setuju. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap anjuran penyuluh tentang pengairan secara efektif dan efisien jawabannya adalah sangat setuju (4,2). Tabel 23. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Anjuran Penyiangan Dengan Landak Atau Gasrok Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 7 28 Sedang 3 12 Setuju 4 16 Sangat setuju 11 44 Total 25 100
Jumlah petani yang menjawab tentang anjuran penyuluh melakukan penyiangan dengan menggunakan landak atau gasrok sebanyak 44% menjawab sangat setuju. Namun tidak semua petani menggunakan landak atau gasrok di Poktan Giri Mukti II masih ada petani yang menggunakan cangkul. Hal ini dikarenakan jumlah sawah yang mereka punya tidak terlalu luas. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap anjuran penyuluh tentang pengairan secara efektif dan efisien jawabannya adalah setuju (3,76).
96
Tabel 24. No 1. 2. 3. 4. 5.
Respon Anggota Poktan Giri Mukti II Terhadap Anjuran Panen Tepat Waktu Dan Gabah Segera Dirontok Jumlah Persentase (Orang) (%) Sangat tidak setuju 0 Tidak setuju 0 Sedang 0 Setuju 3 16 Sangat setuju 22 84 Total 25 100
Pada Poktan Giri Mukti II sebanyak 25 orang petani yang mengikuti SL PTT Padi Sawah sebanyak 84% menjawab sangat setuju terhadap anjuran panen tepat waaktu dan gabah segera dirontok. Mereka memanen hasil panen mereka jika sebagian besar gabah telah berwarna kuning atau sesuai dengan yang diberikan pada saat SL PTT Padi Sawah yaitu dipanen jika sebagian besar gabah (90-95%) telah berwarna kuning. Jika gabah dipanen terlalu awal, maka akan banyak gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur. Sedangkan jika mereka terlambat panen, maka akan banyak kehilangan hasil karena gabah rontok di lapang dan banyak gabah yang patah pada proses penggilingan. Berdasarkan rentang skor yang diperoleh dari hasil di lapangan dengan menggunakan Skala Likert maka respon anggotan Poktan Giri Mukti II terhadap anjuran penyuluh tentang pengairan secara efektif dan efisien jawabannya adalah sangat setuju (4,88). Tetapi untuk perontokan Petani di Poktan Giri Mukti II masi ada yang tidak memakai terpal sehingga kehilangan hasil pada saat itu cukup banyak. Berdasarkan jumlah rentang skor dari keseluruhan komponen Pengelolaaan Tanaman Terpadu padi sawah di Poktan Giri Mukti II maka diperoleh respon petani terhadap kegiatan penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah
97
di Poktan Giri Mukti II adalah setuju. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani memberikan respon yang baik terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Petani beranggapan komponen PTT Padi Sawah yang diberikan oleh penyuluh sudah baik dan cukup membantu petani.
84
84
29
58