1. Geografis dan Administrasi Pemerintahan
Secara geografis, Pulau Panjang terletak LU 10 22’ 00” dan BT 1200 53‘ 10”, yaitu di sebelah Utara Desa Santigi Laut Sulawesi. 171,9
Dengan Luas Ha
administratif,
.Secara Pulau
Dolangan Pulau yang
Gambar 1. Pulau Panjang
tidak berpenduduku masuk dalam Desa Santigi, wilayah Kecamatan Tolitoli Utara, Kabupaten Tolitoli.
Pulau Panjang / Dolangan
salah satu pulau di
Propinsi Sulawesi Tengah merupakan pulau terluar yang menjadi titik pangkal (base point) pengukuran wilayah perairan Kabupaten Tolitoli (Pulau-pulau perbatasan RI Propinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan titik dasar perbatasan dengan negara Malaysia). Pulau ini memiliki status sebagal suaka margasatwa (berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 441/Kpts/Um/5/81).
1
2. Aksesibiltas dan Transportasi Aksesibilitas menuju lokasi pulau dapat dijangkau melalui transportasi darat dan laut. Melalui darat, dapat dicapai dengan kendaraan umum baik roda dua maupun roda empat dari Tolitoli-Santigi (± 60 km/2 jam) dilanjutkan ke kampung Tora Gusung ,(± 8 km/1 5 menit) dan selanjutnya dengan Speed Boat dari kampung Tora Gusung ke Pulau Panjang(± 10 menit) atau dengan sampan (± 20 menit). Untuk kendaraan dari Tolitoli-Santigi menggunakan kendaraan umum yang sering lewat kampung Santigi atau dapat juga dengan carter kendaraan dan dilanjutkan dengan carter motor boat atau perahu nelayan sekitar P. Dolangon. Terkadang jika air surut P. Panjang dapat dicapai dengan berjalan kaki dari kampung Tora Gusung (Dusun terdekat). Sedangkan Tolitoli-P. Panjang melalui jalan laut, membutuhkan waktu sekitar 1,5-2 jam. Topografi di kawasan suaka margasatwa ini umumnya datar/rata. lklim di kawasan ini dan sekitamya adalah tipe A dengan curah hujan rata-rata 2302 mm/tahun Pulau Panjangmerupakan pulau tak berpenduduk sehingga relatif masih terjaga keasliannya, pencemaran yang terjadi adalah dalam bentuk padat (solid) yang dibawa oleh wisatawan yang biasa datang berekreasi ke pulau tersebut. 3. Kondisi Biofisik 3.1. Kondisi Geologi Karakteristik geologi Pulau Panjang adalah pulau koral massif yang terangkat secara orogenetis sehingga memunculkan pulau berbatuan karang dengan topografi yang terjal. Koral massif yang terangkat dalam jangka ribuan tahun kemudian mengalami proses geomorfologi berupa abrasi dan korasi yang menghasilkan bentukan-bentukan pulau berdinding terjal dan cliff. Di beberapa tempat, kombinasi antara pengangkatan dan proses abrasi yang berlangsung secara terus menerus menghasilkan gerong-gerong laut (sea caves) pada tebing-tebing tepian pulau. Keras dan masifnya materi pembentuk pulau ini menyebabkan tanah yang terbentuk dari proses pedogenesa berupa tanah-tanah tipis yang tersebar secara
merata di
2
permukaan pulau. Tipisnya lapisan tanah yang terbentuk hanya mampu menyangga kehidupan vegetasi-vegetasi perintis seperti sentigi, beringin, dan tumbuhan jenis perdu dan semak belukar. Daya dukung yang rendah terhadap kehidupan tersebut menyebabkan Pulau Panjang dari hasil pengangkatan koral massif ini tidak dihuni oleh penduduk dan dibiarkan tumbuh menjadi hutan alami dan selanjutnya menjadi habitat hewan-hewan migrasi. Pulau Panjang merupakan dari pulau hasil pengangkatan koral massif .
Gambar 2. Pulau Panjang dari materi koral massif, terangkat dan terabrasi membentuk lereng terjal dan gerong laut
Tofografi pulau Panjang adalah berbukit atau mempunyai bentukan bukit punggung kura-kura di tengahnya. Bentuk bukit ini adalah pencerminan dari proses naiknya magma yang muncul dari dasar laut oleh tekanan tumbukan lempeng bumi. Pulau Panjang terbentuk dari proses pengendapan bermateri batuan-batuan terutama dari hasil rombakan koral. Namun demikian secara geologis pulau panjang tidak murni terbentuk dari endapan. Pulau panjang bertopografi datar pada awalnya terbentuk dari pengangkatan koral yang tumbuh dia atas batu granit dasar laut. Batu granit merupakan hasil pembekuan magma yang muncul kepermukaan. Kondisi gelombang dan arus perairan kawasan pantai Pulau Panjang relatif sedang hingga besar, yang diakibatkan posisinya yang terbuka di utara Laut Sulawesi. Kondisi tersebut mempengaruhi bentuk karakteristik pantal di pulau tersebut yang secara geologi terbentuk dari gamping terumbu/ koral(Ql).
3
2. Gelombang dan Arus Perairan Pulau Panjang merupakan salah satu perairan arus lintas Indonesia (ARILINDO) . Arus lintas Indonesia Adalah arus yang bergerak melintasi perairan Indonesia sebagai akibat perbedaan tinggi muka laut antara samudra Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia dan arahnya cenderung tetap sepanjang tahun . ARLINDO yang melintas laut Sulawesi dan Selat Makassar merupakan massa air yang berasal dari Samudra Pasifik dan kecepatn arusnya sangat dipengaruhi oleh system arus ekuatorial sebagai akibat dari hembusan angin pasat timur laut di samudra Pasifik. Massa air di Samudra Pasifik membentuk arus ekuator utara melewati perairan Mindanao dan masuk kelaut Sulawesi. Arus di Laut Sulewesi yang bergerak ke Barat terhalang oleh Pulau Kalimantan sehingga sebagian massa air akan membelok ke selatan masuk ke perairan Selat Makssar dan sebagian lainnya membalik kea rah timur menyulusuri pesisir pantai wilayah Sulawesi Utara. Di Pulau Panjang , jika diamati berdasarkan pola arus global, maka arah arus yang terjadi akan dominant ke Timur sebagai akibat dari pengaruh arus balik ekuator utara. Sedangkan perairan Tolitoli yang termasuk selat Makssar (perairan Labuan Lobo dan Malala), arah arus dominant ke Selatan sebagaimana pergerakan ARLINDO, dan memiliki keunikan yakni pola arus yang terjadi sepanjang tahun tidak mengikuti pola perubahan angina moonsun. Pada saat moonsun Barat maupun moonsun Timur arus rata-rata di Selat Makssar tetap dominance Selatan. Perubahan moonsun tersebut hanya mempengaruhi kecepatan arus. Perubahan moonsun tersebut hanya mempengaruhi kecepatan arus, yaitu pada moonsun Barat, kecepatan arus diperairan di perairan Tolitoli menjadi maksimal dan puncak pada kecepatan arus terjadi pada bulan Desember sampai bulan pebruari. Sedangkan pada musim Timur arah arus kecepatan tetap dan keceapatannya realatif rendah. Pengamatan
kecepatan
dan
arah
arus
dilakukan
pada
setiap
titik
pengamatan pengambilan data ombak sepanjang bentangan pantai dengan menggunakan layang-layang apung yang dipasang pada permukaan laut. Pada pengukuran ini, pengambilan datanya bersamaan waktu pengambilan data gelombang. Dan hasil pengukuran arus menunjukan bahwa kecepatan arus permukasn berkisar antara 0.026 - 0.625 m/s. Pada kecepatan minimun
4
0.026 M/s diperoleh yang pada posis! 118.897310 dan 3.555080, yang dilakukan pengukuran pada hari Kamis, 15 Desember 2005. Sedangkan pada kecepatan maksimun 0.625 m/s tedetak pada lokasi posisi 118.841440 dan 3.090170. Untuk arah sudut datangnya arus IOP - 3480. 4. Karakteristik Pantai Berdasarkan jenis pantai, unit-unit geomorfologi serta litologi penyusunnya, karakteristik pantai di sekitar Pulau Panjang
terdiri
dari I(satu) jenis
pantai, yaitu: - Pantai Berkoral Pantai ini dicirikan oleh hadirnya batuan gamping terumbu sebagai batas pesisir dibatasi oleh batuan terumbu yang curam (wave cut dift). Pada beberapa tempat, seperti di bagian timur hingga tenggara pulau dijumpai paras pantai yang terbentuk dari gamping terumbu yang memiliki kemiringan yang relatif landai berupa teras koral. Bentukan pantai yang landai tersebut diinterpretasikan sebagai hasil dari pengikisan air laut (wave cut flat form).
Gambar 3 Pantai Koral Pulau Panjang
5
Dibagian tenggara pulau, bentuk wave cut flat form ini memanjang ke arah daratan utama. Saat air berada pada keadaan surut, teras koral ini rata-rata memiliki lebar paras sekitar 1,5 - 15 m, dan yang paling luas (tenggara pulau) sampai memiliki lebar ± 300 m bahkan pada saat surut terendah bisa mencapai daratan utama, orang dapat menuju pulau dari daratan utama(kampung Tora Gusung) dengan berjalan kaki.
Gambar 4. Wave Cut Flat Form di Pulau Panjang menjorok ke arah mainland
6
Gamping terumbu yang membentuk pulau berwama segar putih kekuningan, wama lapuk kuning kecoklatan, kekerasan sedang hingga sangat keras, banyak mengandung foram besar sebagain membentuk batuannya. Mengacu pada Peta Geologi Lembar Tolitoli (Nana Ratman, 1976), batuan ini termasuk dalam satuan batugamping koral (Ql) dan diinterpretasikan pulau ini terbentuk pada saat terjadi susut laut, dimana terumbu terbentuk pada lingkungan laut yang dangkal. Pantai di pulau ini ditumbuhi vegetasi berupa pohon berukuran sedang dan semak belukar. Menurut klasifikasi Shepard (1973), tipe pantai ini termasuk kedalam kategori pantai sekunder hasil dari bentukan aktivitas hewan laut yang disebut sebagai reef terrace.
Gambar 5. Gamping Terumbu Pulau Panjang yang berwarna segar putih kekuning-kuningan
7
Gambar 6. Peta Karakteristik Pantai Pulau Panjang
5. Ekosistem Hutan Hutan yang ada di Pulau Panjang merupakan hutan sekunder, dan merupakan kawasan hutan dataran rendah. Tipisnya lapisan tanah yang terbentuk hanya mampu menyangga kehidupan vegetasi-vegetasi perintis seperti sentigi, beringin, waru , ketapang , kayu besi , pandan laut dan tumbuhan jenis perdu dan semak belukar tanaman yang ada di hutan Pulau Panjang beberapa jenis tanaman yang belum
terdapat
teridentifikasi sampai saat ini , yang
perlu diinventarisir oleh para ahli botani .
Gambar 7. Hutan Pulau Panjang yang lebat belum dipelajari
8
Satwa yang terdapat di hutan Pulau Panjang
yaitu elang sulawesi , raja
udang ayam hutan , cabai panggul kelabu, cabai panggul kuning
Gambar 8. Kadal dan Serangga Salah Satu Penghuni Pulau Panjang
6. Ekosistem Pesisir 6.1. Ekosistem Terumbu Karang Pulau Dolangan/Pulau Panjang
adalah pulau karang yang dikelingi oleh
terumbu karang. termasuk Tipe terumbu karang tepi (fringing reef) beberapa
diantaranya
menyatu
dengan
terumbu
daratan
utama.
Pertumbuhan karang sangat bagus pada sisi utara dan timur laut sampai timur pulau dan terbatas pada sisi barat dan selatan. Rataan terumbu cukup luas dengan panjang dari garis pantai mencapai 3000 – 4000 meter. Dasar terumbu pada umumnya patahan karang, pasir dan bongkahan-bongkahan (boulder) karang mati. Lereng terumbu relatif landai dan pada titik titik tertentu sangat curam terutama pada sisi yang berhubungan dengan laut lepas. Penilaian kondisi terumbu karang menjadi bagian penting dalam kajian populasi karang. Penilaian didasarkan pada sebaran persentase tutupan kategori bentik (benthic life form) yang menutupi permukaan terumbu. Salah satu kategori bentik yang sangat penting untuk menetukan kondisi terumbu karang dalam suatu perairan adalah tutupan karang hidup (live corals cover).
9
Kehidupan karang didasarkan atas empat kategori seperti yang disarankan oleh University Of The Philippines, Marine Science Institute (1979) dalam Brown (1986), seperti pada Tabel 1
Gambar 9. Kondisi Karang Pulau Panjang Pada Posisi LU 120 53 00.02 . BT01 22 41.71
Gambar 10. Warna Biru Rataan Terumbu
Tabel 1.
Penilaian kondisi atau kualitas kehidupan karang berdasarkan persentase penutupan karang hidup
1
Kondisi atau Kualitas Karang Bagus sekali
2
Bagus
50 – 74,9
3
Sedang
25 – 49,9
4
Jelek
No.
Persentase Penutupan Karang Hidup (%) 75 – 100
0 – 24,9
Penilaian kondisi terumbu karang menggunakan metode LIT di lokasi suvey pulau dilakukan oleh Pusat Riset Wilayah laut dan Sumberdaya nonhayati Jakarta dengan total 3 stasiun yang diamati , yaitu masing-masing lokasi 1 titik. Kondisi terumbu karang di masing-masing lokasi ini adalah hasil persentase rata-rata tutupan bentik dan dianggap cukup mewakili untuk daerah perairan pantai dan perairan lepas (pulau-pulau kecil). Hasil penilaian kondisi bentuk terumbu karang di Pulau panjang disajikan dalam bentuk tabel 2.
10
Tabel 2. Persentase bentuk pertumbuhan Karang Pulau Panjang No
I 2 3
LOKASI P.Panjang
Selatan Utara dan Tmr Laut Barat
KATEGORI (dalam %) Karang Hidup
Karang Mati
26 37.67 25.33
37.67 39.33 34.33
Algae
0 0 0
Fauna Lain
8.33 9,33 4.33
Abiotik
28 13,67 36
Sumber : Kondisi Pesisir kab. Tolitoli, 2006 40 35 30
Karang Hidup
25
Karang Mati
20
Algae Fauna Lain
15
Abiotik
10 5 0
Pulau Panjang
Gambar 9. Persentase tutupan karang secara grafis .
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa lokasi survey status kondisi terumbu karang di Pulau Panjang adalah sedang. Hasil dari transek garis ini ternyata serupa dengan hasil dengan menggunakan metode RRA dimana persentase tutupannya rata-rata hanya 15 %. Seperti telah dijelaskan. pada bagian metodologi metode transek garis ini merupakan pendetilan dari metode RRA dan yang hasilnya temyata tidak berbeda terlalu jauh untuk dengan metode transek garis untuk mengestimasi tutupan karang. Karang hidup ditemukan mulai pada kedalaman 0,5 meter saat surut terendah dan mencapai kedalaman 25 - 30 meter. Sebaran karang hidup mulai ditemukan pada rataan terumbu (repf flate), tubir karang dan lereng terumbu, dengan pertumbuhan cukupr-bagus pada tubir.dan rataan terumbu di belakang tubir. Pada rataan sampa) belakang tubir lebih didominasi oleh 11
karang massive dari genus Porites dan Lobophyllia, sedang pada tubir karang sampai kedalaman 5 - 7 meter banyak karang bercabang Acropora dan Porites nigrescen dan Porites Cylindrica. Pada kedalaman 10 meter umumnya patahan karang mati , bongkahan karang mati dan hamparan pasir. Dari hasil pengamatan dan juga pendapat penduduk lokal maupun pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tolitoli kerusakan karang umumnya disebabkan karena pengambilan ikan dengan cara bom. Bekas ch lokasi terlihat bahwa kerusakan karang terlihat beradius lingkaran atau mendekati lingkaran, sehingga terdapat perbedaan kondisi terumbu karang yang menyolok antara radius bom dan di luamya. Selain itu kerusakan karang karena sebab antropogenik (sebab manusia) ini juga terlihat dari karang mati yang patah berserakan dengan poia tidak teratur. Karang mati yang disebabkan oleh sebab alam, misalnya gelombang besar, atau gempa akan terlihat mempunyai pola kerusakan dan arah rebah yang teratur.
Gambar 11. Fosil Karang yang berserakan di Pulau Panjang
6.2. Ekosistem Manggrove Salah satu komponen ekosistem pesisir dan laut adalah hutan mangrove. Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologi yang penting, seperti peredam gelombang dan angin, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air, sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan serta merupakan
tempat pemijahan bermacam-
macam biota perairan, sebagai penyubur perairan karena menghasilkan detritus dari seresah daun yang diuraikan oleh bakteri menjadi zat hara (Bengen 2001a). Selain itu produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung ataupun tidak langsung sebagai kayu bakar, bahan
12
bangunan, keperluan rumah tangga/perkakas, bahan kertas, bahan tekstil, alat perikanan, pupuk pertanian dan obat-obatan (Noor, Khazali dan Suryadiputra 1999), Irawan (2005) melaporkan bahwa keberadaan hutan mangrove dapat memperkecil resiko akibat dampak tsunami di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam. Daerah-daerah yang memiliki front zonasi mangrove kerusakannya tidak terlalu parah jika dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki front hutan mangrove. Adanya perubahan lingkungan ekosistem wilayah pesisir laut secara tidak langsung akan mempengaruhi sistem komunitas yang berada di dalamnya (Irawan 2003), termasuk terhadap keanekaragaman jenis dan struktur komunitas yang berada dalam ekosistem tersebut. Kabupaten Tolitoli merupakan kabupaten, yang wilayahnya berada pada suatu teluk dengan beberapa pulau yang tersebar di luar kawasan teluk, keberadaan pulau -pulau ini bila dilihat dari segi oseanografi sangat menguntungkan sekali untuk meredam masa air laut dari Samudra Pasifik yang selalu melintasi laut Sulawesi menuju Selat Makasar pada musim barat ataupun musim timur. Dari pergerakan massa air laut yang selalu sama pada tiap musim dan selalu melewati teluk Tolitoli tersebut maka memungkinkan sekali akan ditemukan keanekaragaman jenis mangrove pada Kabupaten Tolitoli ataupun pulau -pulau yang melirtgkupinya. Menurut Noor, Khazah dan Suryadiputra (1999) dilaporkan sekitar 133 jenis mangrove (termasuk mangrove sejati dan mangrove ikutan) berada di Pulau Sulawesi, sedangkan Tomlinson (1986) melaporkan sebanyak -42 jenis mangrove sejati berada di Sulawesi. Dari beberapa alasan tersebut diatas maka daerah Kabupaten Tolitoli menarik sekali untuk diteliti, terutama untuk melengkapi data keariekaragaman vegetasi mangrove. Oleh karena itu pada penelitian ini ingin diketahui mengenai keanekaraganian jenis dan Struktur komunitas vegetasi mangrove di kawasan im. Kondisi Vegetasi Kondisi Vegetasi yang ingin diketahui dalam penelitian ini meliputi data penyebaran, zonasi (Jan Mal penting setiap jenis tumbuhan. Data penyebaran diperoleh berdasarkan posisi latitude dan longitude yang didapat berdasarkan alat GPS dan bantuan peta lokasi. Data zonasi diperoleh dengan
13
menarik garis tegak lurus garis pantai, dimulai dari garis surut terendah (awal zonasi mangrove) sampai menuju daratan (akhir zonasi mangrove), kemudian
dicatat
keberadaan
jenis
dan
panjang
zonasinya.
Untuk
mengetahui nilai penting setiap jenis dilakukan dengan metode belt transect yaitu membuat petak kuadrat berukuran 10 X 10 m yang diletakkan secara acak disepanjang transek, sebanyak 4 buah di setiap stasiun. Kemudian dihitung nilai kerapatan, dominansi dan frekuensi dari setiap jenis tumbuhan mangrove. Pulau
Panjang mempunyai materi penyusun dominasi koral pasif dengan
sedikit substrat pasir. Substrat pasir hanya melimpah pada daerah terbuka terhadap agensia air dan angin sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Namun demikian, ditemukan cukup banyak jenis mangrove di lokasi ini, yaitu: Tabel 3. Jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pulau Panjang No.
Spesies
Famili
Keterangan
I. 2.
Acrostichum aureum Acrostichum specidsum
PTERIDACEAE PTERIDACEAE
MS MS
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bruguiera gymnorhiza Hibiscus tiliaceus Pandanus tectorius Pemphis acidula Scaevola taccada Sonneratia alba Terminalia catappa
RHIZOPHORACEAE MALVACEAE PANDANACEAE
MS MI Ml MS MS MS MS
10. 11. 12.
Thespesia populnea COMBRETACCAE Xylocarpus moluccensis MALVACEAE Xylocarpus mekongensis MELIACEAE
RHIZOPHORACEAE POACEAE SONNERATIACEAE
MI Ml MS
Sumber : Survey lapang 2010 Keterangan : MS : Mangrove Sejati MI : Mangrove Ikutan
14
Soneratia alba yang tumbuh pada celah batuan koral masif
Rhizopora Stylosa Griff yang tumbuh di tengah Pulau Panjang
Waru Laut Hibiscus tiliaceus (Mi)
Hutan mangrove yang paling lebat di pulau ini berspasi antar pohon mencapai 5-10 meter
Pandanus Tectorius
Bruguiera gymnorhiza
Gambar 12. Biota Manggrove Pulau Panjang Secara fisiognomi jenis-jenis dominan di Pulau Dolangan / Panjang adalah Pemphis acidula
15
Zonasi di Pulau Panjang diawali olen Soneratia alba yang tumbuh secara sporadis dan Phempis acidula yang cukup banyak dan bergerombol di barisan paling depan pulau. Zonasi belakangya diikuti oleh Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus
mekongensis,
Pandanus
tectorius
Acrostichum,
Terminalia
catappa dan lainnya. Zonasi di Pulau Panjang dimana Soneratia alba yang tumbuh secara sporadic diikuti oleh Scyphiphora hydrophyllacea, Aegiceras, Rhizophora apiculata, Brugulera gymnorrhiza dan yang lainnya yang juga tumbuh secara sporadic. Keberadaan jenis mangrove di pulau panjang tersebut rata - rata belum mengalami gangguan akibat aktivitas penduduk, walaupun jarak lokasi pulau dengan penduduk tidak terialu jauh 6.3. Ekosistem Lamun
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang memiliki rhizoma —daun dan akar sejati— yang hidup terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun (seagrass bed) yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 - 12 meter dengan sirkulasi air yang baik (Bengen, 2002). Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan mangrove dan terumbu karang. Ekosistem padang lamun bukan merupakan kawasan yang terisolasi tetapi selalu berinteraksi dengan ekosistem lain di sekitarnya. Interaksi terpenting ekosistem padang lamun adalah dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Kondisi lamun di perairan sebelah barat pulau Panjang termasuk masih bagus dengan tutupan rata- rata 70%, dan jenis yang ditemukan adalah Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang mendominasi di perairan sebelah barat pulau adalah jenis Enhalus acoroides.
16
Gambar 10 . Enhalus acoroides. Kondisi lamun di perairan sebelah timur pulau Panjang termasuk masih sangat bagus dengan tutupan rata- rata 85%, dan jenis yang ditemukan adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang mendominasi di perairan sebelah barat pulau adalah jenis oleh Enhalus acoroides.
Gambar 11 . Enhalus acoroides. Biota lain yang ditemukan di ekosistem lamun antara lain : Bintang laut, bintang ular laut kecil, bulu babi dan ikan- ikan kecil. Substrat dasar perairan terdiri dari pasir dan pecahan batu, dan pasir dengan karang hidup kecil- kecil.
17
DAFTAR PUSTAKA Bengen DG. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir & Laut IPB.Bogor. 56 hlm Biro Pusat Statistik, 2009. Tolitoli.
Kabupaten Tolitoli Dalam Angka.
BPS Kabupaten
Bappeda Kabupaten Tolitoli, 2004 . Laporan Akhir Profil Lingkungan Pesisir dan Laut Kabupaten Tolitoli. Bekerja sama dengan Lembaga Yayasan Katopasa Indonesia (YPI) . Palu Bappeda Kabupaten Tolitoli, 2007 . Laporan Akhir Indikator Ekonomi Kabupaten Tolitoli. Bekerja sama dengan Lembaga Pemberdayaa, Pendampingan dan Studi (LP2S). Tolitoli. Dahuri, R, Rais, J, Ginting Sp, Sitepu MJ. 2001 . Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Tepadu. PT. Pradya Paramita. Jakarta Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Tolitoli, 2007. Zona Agro Ekosistem (ZAE) Kabupaten Tolitoli (Laporan Akhir). Bekerja sama dengan Lembaga Pemberdayaa, Pendampingan dan Studi (LP2S). Tolitoli. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tolitoli. 2008 Obyak Wisata Kabupaten Tolitoli. Dinas Perikanan dan Kelautan Prop. Sulawsesi Tengah , 2005. Penyusunan Management Plan Pulau-pulau Perbatasan Prop. Sulawsesi Tengah (Laporan Akhir). Bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Sosial Sumberdaya Alam dan Lingkungan (LEPSSDAL) Palu . Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tolitoli, 2006. Kondisi Pesisir Kabupaten Tolitoli (Laporan Akhir). Bekerja sama dengan Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan . Jakarta. Nana Ratman, 1976. Peta Geologi Lember Tolitoli, Sulawesi Tengah. Direktorat Geologi. Departemen Pertambangan Republik Indonesia . Nontji 2006, Laut Nusantara, Djambatan Tim Ekspedisi KR.BJ VIII; 2009. Laporan Perjalanan Ekpsedisi Biodevesitas Selat Makassar.
18