BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian 4.1.1
Gambaran Umum Perusahaan Bank BTPN terlahir dari pemikiran 7 (tujuh) orang dalam suatu
perkumpulan pegawai pensiunan militer pada tahun 1958 di Bandung. Ketujuh serangkai tersebut kemudian mendirikan Perkumpulan Bank Pegawai Pensiunan Militer (selanjutnya disebut ”BAPEMIL”) dengan status usaha sebagai perkumpulan yang menerima simpanan dan memberikan pinjaman kepada para anggotanya. BAPEMIL memiliki tujuan yang mulia yakni membantu meringankan beban ekonomi para pensiunan, baik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia maupun sipil, yang ketika itu pada umumnya sangat kesulitan bahkan banyak yang terjerat rentenir. Berkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat maupun mitra usaha, pada tahun 1986 para anggota perkumpulan BAPEMIL membentuk PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan ijin usaha sebagai Bank Tabungan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang PokokPokok Perbankan untuk melanjutkan kegiatan usaha BAPEMIL. Berlakunya Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana selanjutnya dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998) yang antara lain menetapkan bahwa status bank hanya ada dua yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, maka
pada tahun 1993 status Bank BTPN diubah dari Bank Tabungan menjadi Bank Umum melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 055/KM.17/1993 tanggal 22 Maret 1993. Perubahan status Bank BTPN tersebut telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam surat Bank Indonesia No. 26/5/UPBD/PBD2/Bd tanggal 22 April 1993 yang menyatakan status Perseroan sebagai Bank Umum. Sebagai Bank Swasta Nasional yang semula memiliki status sebagai Bank Tabungan kemudian berganti menjadi Bank Umum pada tanggal 22 Maret 1993, Bank BTPN memiliki aktivitas pelayanan operasional kepada Nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Namun aktivitas utama Bank BTPN adalah tetap mengkhususkan kepada pelayanan bagi para pensiunan dan pegawai aktif, karena target market Bank BTPN adalah para pensiunan. Dalam rangka memperluas kegiatan usahanya, Bank BTPN bekerja sama dengan PT Taspen, sehingga Bank BTPN tidak saja dapat memberikan pinjaman dan pemotongan cicilan pinjaman, tetapi juga dapat melaksanakan “Tri Program Taspen”, yaitu Pembayaran Tabungan hari Tua, Pembayaran Jamsostek dan Pembayaran Uang Pensiun.
4.1.1.1
Visi dan Misi Perusahaan
MISI Menjadi penyedia jasa keuangan retail yang terpilih dan penuh kepedulian di Indonesia. VISI
•
Melaksanakan Good Corporate Governance (GCG) di setiap pengoperasian bisnis Bank BTPN.
•
Menyediakan beragam produk dan layanan yang sesuai dengan bisnis Bank BTPN kepada nasabah kami.
•
Memberikan pengalaman brand yang penuh arti bagi pemangku kepentingan (stakeholders) Bank BTPN setiap saat dimanapun kami berada secara konsisten.
•
Menjamin keamanan, kepercayaan, dan kemudahan akses bagi nasabah Bank BTPN melalui penggunaan teknologi mutakhir di setiap pengoperasian bisnis kami.
4.1.1.2
Filosofi dari Logo Perusahaan Penekanan filosofi pada logo bank btpn terletak pada stilasi manusia
pada huruf “n” yang menggambarkan seseorang yang sedang membungkukan badan yang memiliki arti btpn selalu siap melayani nasabahnya. Selain itu bulatan oval yang berada diatas huruf “n” menjelaskan ide dasar (central idea) dari bank btpn yaitu “there’s more to life” / ”hidup yang lebih berarti” atau ada sesuatu yang lebih atau lain dalam kehidupan.
4.1.1.3
Kemitraan Strategis Bank BTPN dikelola secara hati-hati dengan harga yang bersaing serta
pelayanan yang khas dan cepat. Didukung dengan adanya SURAT KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN TAHUN 1976 yang memberikan kewenangan khusus kepada Bank BTPN untuk memotong gaji pensiunan dari PT. TASPEN dan kantorkantor bayarnya sebagai sumber pengembalian debitur pensiunan Bank BTPN. Bekerjasama dengan PT TASPEN, usaha Bank BTPN kini diperluas tidak saja dalam pemberian pinjaman dan pemotongan cicilan pinjaman, tetapi juga dalam melaksanakan Tri Program Taspen yaitu : •
Pembayaran tunjangan hari tua (THT), Pembayaran JAMSOSTEK dan Pembayaran Uang Pensiun Bulanan. Selain itu juga meliputi Pembayaran Taperum, Pembayaran Uang Pensiun Non Dapem (Uang Tunggu Pertama, Uang Duka/UDW dan Kekurangan Uang Pensiun).
•
SK Menteri Keuangan tersebut menunjukkan bahwa kredit pensiun Bank BTPN sudah memiliki sumber pengembalian yang pasti dan jelas. Kepastian pengembalian kredit tersebut diperkuat dengan adanya penutupan asuransi jiwa bagi setiap debitur pensiunan yang meninggal sehingga sisa kewajiban debitur yang ada akan dilunasi oleh perusahaan asuransi jiwa. Hal ini jelas akan memberikan rasa aman bagi nasabah, baik para peminjam maupun penyimpan dana.
•
Kemitraan strategis lainnya adalah dengan Dana Pensiun Perhutani, Dana Pensiun Pegadaian, Dana Pensiun Biro Klasifikasi Indonesia, Dana Pensiun Pertamina wilayah Sumatera Selatan dan Sumatera Utara, PT Asuransi Jiwasraya, PT BNI Life Insurance dalam hal pelayanan manfaat pensiun melalui bank serta PT POS
Indonesia dalam hal pemotongan uang pensiun untuk angsuran kredit pensiun yang diberikan pensiunan oleh Bank BTPN. •
Serta Kemitraan dengan PT Jamsostek, Bank BTPN ditunjuk sebagai salah satu bank penempatan dana.
4.1.1.4
Produk dan Jasa Untuk menunjang pelayanan operasional, Bank BTPN menawarkan
beberapa Produk Dana dan Jasa, diantaranya: Produk Dana •
Rekening Giro
•
Tabungan Citra
•
Tabungan Citra Plus
•
Deposito Berjangka
•
Sertifikat Deposito
Produk Kredit •
Kredit Pensiun
•
Kredit Pegawai Aktif (Sipil, ABRI, BUMN, dan Swasta)
•
Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
•
Bank Garansi
Jasa Layanan Perbankan •
Kliring
•
Inkaso
•
Transfer
•
Payment point untuk para pension
•
Payment Point (pembayaran rekening telefon, rekening listrik, PAM, dan penerimaan pembayaran pajak)
•
Payroll service (pembayaran uang pension, pembayaran gaji kepada karyawan perusahaan BUMN dan Swasta)
•
ATM
4.1.1.5
Struktur Kepemilikan Saham
Grafik 4.1 Struktur Kepemilikan Saham
Texas Pacific Group (TPG) TPG adalah suatu lembaga investasi internasional terkemuka dari Amerika Serikat yang berdiri sejak 1992 dan beroperasi di 120 negara, serta memiliki aset yang dikelola lebih dari USD50 miliar di berbagai industri termasuk industri keuangan. Di kawasan regional Asia, TPG beroperasi di beberapa bank seperti: •
Korea First Bank di Korea,
•
Shenzen Development Bank di Cina,
•
Shriram di India,
•
Taishin Bank di Taiwan,
•
Bank Thai di Thailand,
Selain itu juga beberapa perusahan dibeberapa negara lainnya. Perusahan lainnya yang dikelola oleh TPG diantaranya Burger King, Lenovo, Bally, dll. TPG Nusantara S.a.r.l. merupakan perusahaan TPG di Indonesia yang telah mengambil alih saham mayoritas atas kepemilikan Bank BTPN sejak tanggal 14 Maret 2008 sebesar 71,61%.
4.1.2
Rasio Loan To Deposit Ratio Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara
membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan
semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No. 3/30 DPNP tgl 14 Desember 2001): Total Kredit LDR
=
x
100%
Total dana pihak ketiga
Adapun nilai rasio LDR dari sampel yang diukur dengan menggunakan rasio LDR yang dapat dilihat dari neraca pada perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Rasio LDR(X1) Sampel Perusahaan Bank BTPN Cabang Bandung periode 2003-2008
4.1.3
Rasio Non Performing Loan Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi
rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No. 3/30 DPNP tgl 14 Desember 2001): Kredit Bermasalah NPL
=
x
100%
Total Kredit Adapun nilai rasio NPL dari sampel yang diukur dengan menggunakan rasio NPL yang dapat dilihat dari neraca pada perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Rasio NPL (Y1) Sampel Perusahaan Bank BTPN Cabang Bandung Periode 2003-2008
! %
& &
%
"
#$ "
%
!
"
%
4.2
"
%
Pembahasan 4.2.1 Analisis Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Perusahaan PT. Bank Tabungan Pensiun Nasional Berdasarkan pada pengumpulan data, maka dibawah ini akan disajikan
grafik mengenai dana pihak ketiga (tabungan, deposito dan giro) serta data kredit yang disalurkan. Data-data tersebut akan digunakan untuk menghitung tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR).
Grafik 4.2 Pertumbuhan Pergerakan DPK Dengan KYD Tahun 2003-2008
Berdasar pada data yang diperoleh maka diperoleh data tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio pada Loan To Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan antara nilai pada kredit yang diberikan dengan nilai penjumlahan dana pihak ketiga yang terdapat pada giro, tabungan dan deposito. Kredit yang diberikan adalah pinjaman yang dberikan kepada pihak ke III sesuai dengan bulan analisisnya. Komponen dana yang diterima dari pihak ketiga adalah : •
Kredit Likuiditas Bank Indonesia
•
Giro, Tabungan, Deposito
•
Pinjaman bukan dari bank yang berjangka lebih 3 bulan
•
Deposito dan pinjaman bank lain yang berjangka lebih dari 3 bulan
•
Surat berharga yang ditebitkan oleh Bank dan berjangka lebih dari 3 bulan
•
Antar kantor pasiva
•
Modal inti
•
Modal pinjaman Berdasarkan pada beberapa komponen Dana Pihak Ketiga, sumber
Dana Pihak Ketiga dari perusahaan ini berasal dari Giro, Deposito, Tabungan. Kriteria yang ditetapkan berdasarkan penilaian dari rumus LDR adalah :
Sehat
90,00 % s/d 94,75 %
Cukup Sehat
94,76 % s/d 98,50 %
Kurang Sehat
98,51 % s/d 102,25 %
Tidak Sehat
Diatas 12,25 %
Dari kriteria diatas menunjukkan bahwa rasio yang baik adalah berkisar antara
90,00 % s/d 94,75 %, dimana dana yang diterima harus teroperasionalkan
atau tersalurkan dalam bentuk aktiva produktif (pinjaman yang diberikan) sebesar prosentasi yang dimaksud. Apabila rasio LDR melebihi dari kriteria tersebut, terlihat dalam penggalian dana pihak ketiganya kurang baik dan secara otomatis akan mempengaruhi rasio lainnya, juga sebaliknya apabila dibawah standar diatas juga akan menimbulkan idel money (dana mengendap) yang tidak dapat teroperasionalkan yang mengakibatkan ke rasio yang terkait dengan pendapatan kurang baik karena kontribusi pendapatan yang terbesar adalah pinjaman yang diberikan. Oleh karena itu upaya meningkatkan tersebut hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : Dalam meningkatkan pemberian pinjaman kepada pihak ketiga (kredit) harus diimbangi dengan penggalian dana pihak ketiga. Dari hasil perhitungan LDR di atas maka diperoleh nilai LDR yaitu sebagai berikut Tabel 4.3 Daftar Hasil Perhitungan Nilai LDR TAHUN
NILAI LDR
KRITERIA PENILAIAN
2003
78,10 %
Kurang Sehat
2004 2005
101,80 % 115,15 %
Kurang Sehat Kurang Sehat
2006 2007 2008
95,14 % 65,33 % 239,88 %
Cukup Sehat Kurang Sehat Kurang Sehat
Dibawah ini akan disajikan grafik pertumbuhan nilai LDR dari tahun 2003 sampai tahun 2008
Grafik 4.3 Grafik Pertumbuhan Nilai LDR
Pada tahun 2003, perusahaan memperoleh tingkat nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp. 213.216.785.824,. dan tingkat nilai dana pihak ketiga sebesar Rp. 273.012.556.265,. sehingga menghasilkan nilai LDR sebesar 78,10 %. Dilihat dari nilai tersebut tidak termasuk dalam salah satu kriteria bank yang sehat karena ternyata perusahaan tersebut belum menyalurkan kredit pensiun yang terlalu fokus kepada nasabah dan masih fokus pada pembayaran gaji pensiun. Selain daripada itu bank BTPN terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit sehingga yang disalurkan kepada nasabah terlalu kecil. Pada tahun 2004, perusahaan ini dalam perolehan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 232.633.357.795,. dan perolehan dana pihak ketiga sebesar Rp. 228.530.447.351,. dan hasil nilai LDR adalah 101,80 %. Jika dilihat dari standar kriteria kesehatan bank, nilai tersebut tidak memasuki kriteria sehat karena modal yang digunakan untuk penyaluran kredit bukan berasal dari dana pihak ketiga tetapi cenderung menggunakan modal sendiri. Adanya kepercayaan dari masyarakat pensiun menjadikan kredit pensiun ini diminati oleh para pensiun serta apabila meninggal dunia sebelum kredit lunas, Bank BTPN telah melakukan kerjasama untuk segera mengganti kredit dari nasabah yang meninggal dunia dari kerjasamanya dengan pihak asuransi. Pada tahun 2005, Bank BTPN memperoleh nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp. 299.179.668.831,. dan nilai perolehan dana pihak ketiga sebesar Rp. 259.809.478.533,.. Hasil yang diperoleh dari nilai LDR adalah sebsear 115,15 %. Jika dilihat dari standar kriteria kesehatan bank, nilai tersebut tidak
memasuki kriteria sehat karena modal yang digunakan untuk penyaluran kredit bukan berasal dari dana pihak ketiga tetapi cenderung menggunakan modal sendiri. Adanya kepercayaan dari masyarakat pensiun menjadikan kredit pensiun ini diminati oleh para pensiun serta apabila meninggal dunia sebelum kredit lunas, Bank BTPN telah melakukan kerjasama untuk segera mengganti kredit dari nasabah yang meninggal dunia dari kerjasamanya dengan pihak asuransi. Pada tahun 2006, Bank BTPN memperoleh nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp. 449.100.013.733,. dan nilai perolehan dana pihak ketiga sebesar Rp. 472.060.794.964,. jadi nilai perolehan LDR sebesar 95,14 %. Berdasarkan perolehan nilai LDR tersebut, nilai tersebut memasuki kriteria cukup sehat. Pada tahun 2007, Bank BTPN memperoleh nilai kredit sebesar
Rp.
487.515.706.384,. dan nilai dana pihak ketiga sebesar Rp. 746.276.474.168,. . nilai yang diperoleh dari perhitungan LDR adalah sebesar 65,33 %. Nilai LDR tersebut cukup kecil dan lebih rendah dari kriteria yang ditetapkan. Pada tahun tersebut terjadi masa resesi dimana seluruh bank yang ada diperkenankan untuk tidak menyalurkan kredit kepada masyarakat. Sedangkan Bank BTPN tetap melakukan penyaluran kredit tetapi tidak dalam jumlah yang sangat besar untuk menghindari terjadinya krisis bank. Kredit yang disalurkan tersebut berasal sebagian dari modal sendiri sehingga dapat meminimalisir terjadinya krisis perbankan. Pada tahun 2009, Bank BTPN memperoleh nilai kredit sebesar Rp.
515.814.911.717,.
dan
perolehan
dana
pihak
ketiga
sebesar
Rp. 215.033.582.036,. dan menjadikan nilai LDR jauh lebih tinggi yaitu sebesar 239,88 %. Nilai tersebut sangat jauh dari kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dimana sebesar 90 % dari perolehan dana pihak ketiga harus disalurkan kepada kredit masyarakat. Namun pada hal ini, tahun 2008 merupakan suatu tahun berharga bagi BTPN, dimana BTPN saham terbesar telah dibeli oleh perusahaan yang cukup terkenal dan besar di Ameirikat Serikat yaitu Texas Pacific Group (TPG), dimana sebesar 71,61 % saham dibeli oleh perusahaan tersebut. Dengan adanya dukungan dan modal yang sangat besar tersebut maka menjadikan Bank BTPN menerima penopang penyaluran kredit yang berasal dari modal sendiri. Dibawah ini akan dilakukan perhitungan statistik deskriptif pada hasil penilaian LDR dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008. Perhitungan nilai statistik akan dilakukan dengan prosedur penggunaan SPSS. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data dan meringkas data yang akan diobservasi. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Statistik Deskriftif Rasio Loan To Deposit Ratio Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 Descriptive Statistics N
Range
Minimum
Maximum
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
LDR
6
Valid N (listwise)
6
174.55
65.33
239.88
Mean Statistic
Std. Error
1.1590E2 25.81185
Std. Deviation
Variance
Statistic
Statistic
63.22587
3.998E3
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian perhitungan analisis deskripsi dengan 6 sampel yaitu dari data bulan desember tahun 2003 sampai dengan data bulan desember tahun 2008. Hasil rentang atau range yang diperoleh adalah berdasarkan nilai terbesar dikurangi nilai terkecil perhitungan LDR. Nilai minimum yang diperoleh sebesar 65,33 % diperoleh pada tahun 2007 dan nilai maksimum yang diperoleh adalah sebesar 239,88 % yang diperoleh tahun 2008. Jadi nilai range yang diperoleh sebesar 174,55 %. Mean atau rata-rata dari hasil LDR dari tahun 2003 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1,159 %. Besarnya standar deviasi atau biasa disebut simpangan baku yang diperoleh adalah sebesar 63,22 %.
4.2.2 Analisis Non Performing Loan (NPL) pada Perusahaan PT. Bank Tabungan Pensiun Nasional Berdasarkan pada pengumpulan data, maka dibawah ini akan disajikan data mengenai kredit yang disalurkan serta kolektibilitas kredit dari nilai kolektibilitas kredit lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Seluruh penilaian kolektibilitas tersebut akan dijadikan dasar untuk menilai tingkat kesehatan kredit atau yang lebih dikenal dengan Non Performing Loan (NPL). Dibawah ini akan disajikan grafik pertumbuhan kolektibilitas kredit dari tahun 2003 – 2008 :
!
! " "
Grafik 4.4 Pertumbuhan Nilai Kolektibilitas Kredit (NPL) Dibawah ini juga akan disajikan grafik laju pertumbuhan kredit tahun 2003 – 2008 :
Grafik 4.5 Laju Pertumbuhan Nilai Kredit 2003 - 2008
Berdasarkan pada data di atas maka akan dilakukan perhitungan rasio NPL terhadap kredit yang diberikan. Tabel 4.5 Tabel Hasil Perhitungan NPL Tahun 2003-2008 Tahun
Nilai NPL
Kriteria Penilaian
2003
3,16 %
SEHAT
2004
2,84 %
2005
2,83 %
2006
3,98 %
2007
1,69 %
2008
2,42 %
SEHAT SEHAT SEHAT SEHAT SEHAT
#
Grafik 4.6 Grafik Pertumbuhan NPL dari tahun 2003-2008
Pada tahun 2003, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 6.735.384.218,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp. 213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 3,16 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Pada tahun 2004, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 6.045.573.323,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp. 213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 2,84 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Pada tahun 2005, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 6.039.452.536,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp. 213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 2,83 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Pada tahun 2006, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 8.493.486.247,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp. 213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 3,98 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Pada tahun 2007, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 3.593.878.119,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp.
213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 1,69 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Pada tahun 2008, jumlah nilai kredit yang bermasalah sebesar Rp. 5.167.932.419,. dan nilai perolehan kredit yang disalurkan adalah sebesar Rp. 213.216.785.824,. . Dari hasil perolehan data tersebut maka diperoleh nilai Non Performing Loan adalah sebesar 2,42 % dengan kriteria kesehatan bank dalam kolektibilitas kredit adalah SEHAT. Dibawah ini akan dilakukan perhitungan statistik deskriptif pada hasil penilaian LDR dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008. Perhitungan nilai statistik akan dilakukan dengan prosedur penggunaan SPSS. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data dan meringkas data yang akan diobservasi.
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Statistik Deskriftif Rasio Non Performing Loan Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 Descriptive Statistics N
Range
Minimum
Maximum
Statistic Statistic
Statistic
Statistic
NPL
6
Valid N (listwise)
6
2.29
1.69
3.98
Mean Statistic 2.8200
Std. Deviation Variance
Std. Error .31084
Statistic .76139
Statistic .580
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian perhitungan analisis deskripsi dengan 6 sampel yaitu dari data bulan desember tahun 2003 sampai dengan data bulan desember tahun 2008. Hasil rentang atau range yang diperoleh adalah berdasarkan nilai terbesar dikurangi nilai terkecil perhitungan NPL. Nilai minimum yang diperoleh sebesar 1,69 % diperoleh pada tahun 2007 dan nilai maksimum yang diperoleh adalah sebesar 3,98 % yang diperoleh tahun 2008. Jadi nilai range yang diperoleh sebesar 2,29 %. Mean atau rata-rata dari hasil LDR dari tahun 2003 sampai tahun 2005 adalah sebesar 2,82 %. Besarnya standar deviasi atau biasa disebut simpangan baku yang diperoleh adalah sebesar 0,76 %.
4.2.3 Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap tingkat Non Performing Loan (NPL) Pada bagian ini akan dibahas mengenai hubungan antara nilai tingkat LDR dengan nilai tingkat NPL dari tahun 2003 sampai tahun 2008. Dibawah ini disajikan data LDR dan NPL secara bersamaan tahun 2003-2008. Tabel 4.7 NILAI LDR DAN NPL TAHUN 2003 – 2008 Tahun
LDR
NPL
2003
78,10 %
3,16 %
2004
101,80 %
2,84 %
115,15 %
2005
95,14 %
2006
65,33 %
2007
239,88 %
2008
2,83 % 3,98 % 1,69 % 2,42 %
Dibawah ini juga disajikan grafik pertumbuhan LDR dan NPl secara bersama-sama dalam satu grafik :
#
Grafik 4.7 Pertumbuhan LDR dan NPL Periode tahun 2003 – 2008 4.2.3.1.
Uji Normalitas Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian. Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam metode regresi variabel-variabelnya mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data yang digunakan adalah one sample kolmogorov-Smirnov Test dengan probabilitas sebesar 5%. Data dinyatakan memiliki distribusi normal apabila hasil pengujian menghasilkan nilai lebih besar dari probabilitas yang digunakan. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui alat analisis yang akan digunakan untuk melakukan uji beda (parametic atau non parametic). Jika datanya normal maka digunakan independensi T-test, sebaliknya apabila berdistribusi tidak normal maka menggunakan uji Man Whitney U. Pada tabel berikut ini merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan One Sample Kolmogrov Smirnov Test.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Normalitas LDR Pengaruhnya Terhadap NPL Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test LDR N
NPL 6
6
1.1590E2
2.8200
6.32259E1
.76139
Absolute
.338
.172
Positive
.338
.161
Negative
-.212
-.172
Kolmogorov-Smirnov Z
.828
.421
Asymp. Sig. (2-tailed)
.499
.994
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a.
Test distribution is Normal.
b.
Calculated form data
Berdasarkan dari hasil perolehan perhitungan uji normalitas dengan onesample kolmogorov smirnov test, pengujian ini menggunakan 6 sampel dari tahun 2003 sampai tahun 2008. Rata-rata yang diperoleh (mean) untuk LDR adalah 1,159 dan untuk NPL adalah sebesar 2,82. Dengan tingkat standar deviasi atau penyimpangan adalah sebesar 6,32 untuk penilaian LDR dan 0,76 untuk nilai NPL. Sedangkan untuk nilai dari uji normalitas adalah sebesar 82,8 % untuk LDR dan 42,1 % untuk NPL. Dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut menunjukan nilai LDR
dan nilai NPL adalah berdistribusi normal karena nilai distribusi dari yang ditetapkan adalah sebesar 5 % sedangkan yang diperoleh adalah 82,8 % dan 42,1 %.
4.2.3.2.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi Pada Nilai LDR Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 b
Model Summary
Change Statistics R Model 1
R
Square
.123
Adjusted R Std. Error of R Square Square
.015
-.231
a
a. Predictors: (Constant), LDR b. Dependent Variable: NPL
the Estimate .84477
Change .015
F Change .062
df1
df2 1
Sig. F Change Durbin-Watson 4
.816
2.720
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi Residual Statistik dan Kolinearitas Diagnostik Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 a
Residuals Statistics Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
2.6360
2.8951
2.8200
.09386
6
Std. Predicted Value
-1.961
.800
.000
1.000
6
.345
.817
.459
.180
6
2.5890
5.7784
3.3689
1.21108
6
-1.20507
1.12918
.00000
.75559
6
Std. Residual
-1.427
1.337
.000
.894
6
Stud. Residual
-1.698
1.484
-.138
1.108
6
-3.35841
1.39101
-.54894
1.70079
6
-2.786
1.916
-.255
1.561
6
Mahal. Distance
.000
3.845
.833
1.495
6
Cook's Distance
.000
7.394
1.379
2.956
6
Centered Leverage Value
.000
.769
.167
.299
6
Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual
Deleted Residual Stud. Deleted Residual
a. Dependent Variable: NPL Collinearity Diagnostics
a
Variance Proportions
Dimensi Model
on
Eigenvalue
1
1
1.895
1.000
.05
.05
2
.105
4.251
.95
.95
a. Dependent Variable: NPL
Condition Index
(Constant)
LDR
Grafik 4.8 Uji Autokorelasi Regresi Standar Periode tahun 2003 – 2008
Grafik 4.9 Uji Autokorelasi Pada Nilai NPL Periode tahun 2003 – 2008
Autokorelasi dimaksudkan untuk menguji suatu keadaan dimana terdapat hubungan
antara
variabel
bebas
sehingga
memberikan
standart
error
(peenyimpangan) yang besar. Menurut Wahid Sulaiman (2003: 139) untuk mendeteksi ada tidaknya auto korelasi maka dilakukan pengujian Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut: Durbin Watson
Kesimpulan
< 1,21
Ada auto korelasi
1,21- 1,65
Tanpa kesimpulan
1,65 – 2,35
Tidak ada auto korelasi
2,35 – 2,75
Tanpa kesimpulan
>2,75
Ada auto korelasi
Berdasarkan pada penilaian tersebut, maka dapat diketahui nilai LDR dan nilai NPL pada saat perhitungan uji autokorelasi berada pada kisaran nilai 2,720 yang berarti nilai tersebut berada pada kisaran nilai 2,35 – 2,75, yang berarti nilai tersebut auto korelasi tanpa kesimpulan.
4.2.3.3.
Analisis Regresi Regresi yang berarti peramalan merupakan teknik statistik (alat
analisis) hubngan yang digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari
satu variabel dalam hubungannya dengan variabel yang lain melalui persamaan regresi. Regresi yang digunakan bisa dalam bentuk linier, yaitu regresi yang memperlihatkan data yang ada dapat dinyatakan berada pada suatu garis lurus (linear) dan regresi nonlinear, yaitu regresi yang memperlihatkan data yang ada tidak dapat dinyatakan pada suatu garis lurus (nonlinear). Regresi linear dapat berupa regresi linear sederhana, yaitu regresi linier yang hanya melibatkan dua variabel yaitu satu satu variabel bebas X dan satu variabel terikat Y dan regresi linear berganda, yaitu regresi linier yang melibatkan lebih dari dua variabel, satu variabel terikat Y dan dua atau lebih variabel bebas (X1,X2,X3, … , Xn). Dalam permasalahan kali ini, terdapat satu variabel bebas X dan satu variabel terikat Y, maka dilakukanlah perhitungan menggunakan SPSS for windows seri 16 : Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Regresi Linier Sederhana Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
2.992
.774
LDR
-.001
.006
a. Dependent Variable: NPL
Coefficients Beta
-.123
t
Sig.
3.867
.018
-.248
.816
Arti dari hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut : Intersep atau konstanta adalah sebesar – 0,001 dimana tanpa adanya nilai dari LDR maka nilai NPL akan tetap sebesar 0,001, sedangkan tanda “ - “ (negatif) yang menggambarkan suatu hubungan negative. Ini berarti apabila terdapat peningkatan nilai LDR tetapi akan menurunkan nilai NPL. Koefisien regresi yang diperoleh adalah sebesar 2,9 artinya setiap kenaikan LDR sebesar 1 % akan menurunkan nilai NPL sebesar 2,9 %. Berikut adalah grafik perhitungan LDR hubungannya terhadap NPL :
Grafik 4.10 Regresi Linier Sederhana Periode tahun 2003 – 2008
4.2.3.4.
Analisis Korelasi Koefisien korelasi adalah indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan bentuk/arah hubungan. Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada diantara -1 dan +1. Untuk bentuk /arah hubungan, nilai koefisien korelasinya dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-), atau (-1 •
KK
+1), dengan asumsi :
Jika koefien korelasi bernilai positif maka variabel-variabel berkorelasi positif, artinya jika variabel yang satu naik/turun maka variabel yang lainnya juga naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1, semakin kuat korelasi positifnya.
•
Jika koefien korelasi bernilai negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif, artinya jika variabel yang satu naik/turun maka variabel yang lainnya juga naik/turun. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1, semakin kuat korelasi negatifnya.
•
Jika koefisien korelasi bernilai (0) nol maka variabel tidak menunjukan korelasi.
•
Jika koefisien korelasi berniali +1 atau -1 maka variabel-variabel menunjukkan korelasi positif atau negatif sempurna.
Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel tersebut berikut ini diberikan nilai-nilai dari KK sebagai patokan.
Tabel 4.12 Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan No
Interval Nilai
Kekuatan Hubungan
1.
KK = 0,00
Tidak ada
2.
0,00 < KK
0,20
Sangat rendah atau lemah sekali
3.
0,20 < KK
0,40
Rendah atau lemah tapi pasti
4.
0,40 < KK
0,70
Cukup berarti atau sedang
5.
0,70 < KK
0,90
Tinggi atau kuat
6.
0,90 < KK
1,00
Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan
7.
KK = 1,00
Sempurna
Catatan : Interval nilai KK dapat bernilai positif atau negatif Nilai KK positif berarti korelasi positif Nilai KK negatif berarti korelasi negatif
Proses untuk memperoleh koefisien korelasi ini disebut sebagai ukuran asosiasi. Jenis ukuran asosiasi harus sesuai dengan jenis data atau variabel berdasarkan skala pengukurannya. Teknik statistik yang digunakan dalam analisis hubungan yang melibatkan dua variabel adalah koefisien korelasi sederhana, koefisien penentu atau koefisien detreminasi dan analisis regresi linier sederhana.
Koefisien Korelasi Sederhana Koefisien korelasi sederhana adalah koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan dari dua variabel. Berikut ini diberikan tabel yang berisikan jenis variabel dan jenis koefisien korelasi sederhana yang tepat dan sering digunakan untuk dua variabel. Tabel 4.13 Teknik Statistik Untuk Analisis Korelasi Sederhana Variabel I Nominal
Variabel II Nominal
Koefisien Korelasi 1.Kontingensi © 2.Lambda ( ) 3.Phi ( )
Nominal
Ordinal
Nominal
Interval/Rasio
Theta ($) 1.Eta ( ) 2.Point Biserial (rpbi)
Ordinal
Ordinal
1.Gamma ( ) 2.Sperman (rs)
Ordinal
Interval/Rasio
Jaspen’s (M)
Interval/Rasio
Interval/Rasio
Pearson’s (r)
Dalam permasalahan kali ini, jenis data yang digunakan adalah, data X berupa interval/rasio dan data Y yaitu berupa interval/rasio. Jadi, perhitungan menggunakan
koefisien korelasi sederhana dengan dengan alat analisis adalah Pearson’s (r). Perhitungan statistik ini mengunakan SPSS for windows seri 16, yaitu : Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008
Correlations LDR LDR
Pearson Correlation
NPL 1
Sig. (2-tailed) N NPL
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.123 .816
6
6
-.123
1
.816 6
6
Nilai r = - 0,123 memberikan arti bahwa antara tingkat LDR dengan tingkat NPL yang dicapai terdapat hubungan negatif yang sangat kuat dan lebih sempurna, ini berarti bahwa jika tingkat LDR ditingkatkan/dikurangi, maka nilai tingkat NPL akan meningkat/menurun.
4.2.3.5.
Analisis Determinasi Koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (KD) adalah angka
atau indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih (variabel bebas, X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain (variabel terikat,Y). Nilai koefisien penentu berada antara 0 sampai 1 (0 •
KP
1).
Jika nilai koefisien penentu (KP) = 0, tidak ada pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).
•
Jika nilai koefisien penentu (KP) = 1, berarti variasi (naik/turunnya) variabel dependen (Y) adalah 100% dipengaruhi oleh variabel independen (X).
•
Jika nilai koefisien penentu (KP) berada diantara 0 dan 1 (0 < KP < 1) maka besarnya pengaruh variabel independen terhadap variasi (naik/turunnya) variabel dependen adalah sesuai dengan nilai KP itu sendiri, dan selebihnya berasal dari faktor-faktor lain.
Nilai dari koefisien korelasi sederhana Pearson’s (r) akan dilanjutkan dengan perhitungan koefisien penentu dengan rumus manual yaitu : KP = (KK)2 x 100 % KK
= Koefisien Korelasi
Perhitungannya adalah sebagai berikut, apabila diketahui nilai koefisien korelasi adalah - 0,123 : KP
=
(-0,123)2 x 100 %
KP
=
0,015 x 100 %
KP
=
1,5 %
Perhitungan ini juga bisa dilakukan dengan SPSS for windows seri 16 yaitu :
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008 b
Model Summary
Model 1
R .123
R Square a
.015
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
-.231
.84477
a. Predictors: (Constant), LDR b. Dependent Variable: NPL
Nilai yang diperoleh adalah sebesar 1,5 %, memberikan pengertian bahwa variasi (naik,turunnya) nilai Non Performing Loan yang disebabkan oleh Loan to Deposit Ratio adalah hanya sebesar 1,5 % dan selebihnya 98,5 % disebabkan oleh faktorfaktor lain.
4.2.3.6.
Uji –t Uji Statistik Koefisien Korelasi Pearson’s (r), digunakan untuk
menguji signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel interval/rasio dengan variabel interval/rasio. Untuk Koefisien Korelasi Pearson’s (r), uji statistiknya menggunakan Uji t, karena sampel yang digunakan pada penelitian berskala kecil atau sebesar (n
30).
Prosedur uji statistik untuk sampel kecil (uji t) adalah sebagai berikut : •
Menentukan formulasi hipotesis H0 :
=
Tidak terdapat pengaruh antara tingkat Loan to Deposit Ratio
terhadap tingkat Non Performing Loan Ha
=
Terdapat pengaruh antara tingkat Loan to Deposit Ratio
terhadap tingkat Non Performing Loan •
Menentukan taraf nyata ( ) dan t tabel Taraf nyata yang biasanya digunakan adalah 5% (0,05) (0,025) nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = n – 2; t
/2 = 2,5% ;n-2 = … atau t /2;=..
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Perusahaan Bank BTPN periode 2003-2008
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
2.992
.774
LDR
-.001
.006
Coefficients Beta
t
-.123
Sig.
3.867
.018
-.248
.816
a. Dependent Variable: NPL
•
Menentukan taraf nyata ( ) dan t tabel Taraf nyata yang biasanya digunakan adalah 5% (0,05) (0,025)
/2 = 2,5%
nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = n – 2 t
;n-2
= … atau t
/2;n-2
=…
Dalam hal ini akan dilakukan perhitungan penentuan taraf nyata, sebagai berikut : nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = 6 – 2 = 4 t 0,025;4 = 2,776 (terdapat pada tabel t) •
Menentukan kriteria pengujian H0 diterima (H1 ditolak) apabila -2,776
t0
2,776
H0 ditolak (H1 diterima) apabila apabila t0 > 2,776 atau t0 < -2,776 •
Membuat kesimpulan
Karena t0 = -0,248 < t
0,025;4
= 2,776 maka H0 diterima. Ini berarti bahwa antara
variabel rasio camel yaitu nilai tingkat LDR dengan nilai tingkat NPL tidak ada hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil pada perhitungan dengan menggunakan SPSS seri 16 for windows, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa H0 diterima dan menolak Ha, dimana nilai tingkat Loan to Deposit Ratio tidak memiliki pengaruh dengan nilai Non Performing Loan. Nilai perhitungan sebesar -0,123% pada perhitungan koefisien korelasi Pearson menyatakan bahwa nilai LDR naik maka nilai NPL tidak akan mengikuti kenaikan. Nilai dari perhitungan koefisien korelasi juga ditentukan dengan uji determinasi yang hasilnya sebesar 1,51 % saja nilai NPL dipengaruhi oleh LDR, dan sisanya sebesar 98,49 % disebabkan oleh faktor-faktor lain. Sedangkan nilai dari uji t adalah sebesar -0,248 % lebih kecil dari t0 sebesar 2,776. Hal ini berarti nilai H0
diterima bahwa nilai LDR tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai NPL. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa menolak adanya hubungan, dengan penunjukkan bahwa Bank BTPN merupakan bank pensiunan serta memiliki alasan-alasan tertentu mengapa menerima pernyataan bahwa nilai LDR tidak ada hubungan dengan nilai NPL. Alasan tersebut adalah sebagai berikut : •
Bank BTPN merupakan suatu bank yang bergerak dan fokus pada pensiunan.
•
Bank BTPN dalam penetapan nasabah kredit lebih selektif dan hanya berfokus pada pemberian kredit pensiunan
•
Bank BTPN dalam proses penyaluran kredit dilakukan pengawasan pembayaran kredit meskipun berasal dari nasabah pensiunan TASPEN
•
Bank BTPN bekerjasama dengan perusahaan asuransi, sehingga apabila nasabah ada yang meninggal sebelum kredit tersebut lunas dibayar, akan langsung di cover atau dilakukan pembayaran oleh pihak asuransi.
•
Bank BTPN dalam penyaluran kredit, dalam pelayanan kredit menganggap nasabah sebagai mitra bisnis sehingga nasabah merasa nyaman dan dianggap sebagai keluarga di bank BTPN.
•
Salah satu keunggulan dalam bank BTPN adalah sebesar 71 % saham BTPN dimiliki oleh suatu perusahaan yang cukup besar di Amerika Serikat, yaitu perusahaan Texas Pacific Group. Hal tersebut mengakibatkan bank BTPN dalam penyaluran kredit lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dana
pihak ketiga, karena sebagian besar dana yang disalurkan adalah modal perusahaan sendiri. Oleh karena itu, teori atau anggapan bahwa nilai Loan to Deposit Ratio mempunyai hubungan dengan nilai Non Performing Loan, tidak berlaku bagi bank BTPN karena hal-hal tersebut diatas.