BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1.
Orientasi tempat penelitian Penelitian yang berjudul Relasi antara Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Surakarta dengan Sikap Pro Status Quo dan Self-enhancement ini mengambil tempat penelitian di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang terletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Keraton Kasunanan Surakarta merupakan salah satu kerajaan tradisional Jawa yang masih berdiri hingga abad 21 ini. Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti yang melibatkan VOC dan pihak-pihak yang tengah bersengketa di Kerajaan Mataram pada saat itu, yakni Sunan Pakubuwana (PB) II dan Pangeran Mangkubumi. Perjanjian Giyanti berisi perjanjian bahwa Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan, yakni Surakarta dan Yogyakarta (Nurhajarini, 1999). Raja yang memimpin Keraton Kasunanan Surakarta diberi gelar Sampeyandalem ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Prabu Sri Paku Buwana Senapati ing Alaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama atau dapat pula disebut Pakubuwana (PB). Kini, raja yang memerintah di Keraton Kasunanan Surakarta adalah PB ke tiga belas.
46
47
Keraton Surakarta tidak lagi menjadi pusat pemerintahan di Surakarta, namun tetap berdiri sebagai salah satu warisan budaya di Indonesia. Kompleks bangunan Keraton Surakarta kini masih berfungsi sebagai tempat tinggal Raja dan rumah tangga keraton dan masih pula menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini. Keraton Kasunanan Surakarta juga merupakan salah satu objek wisata di kota Solo. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik Kasunanan sejak zaman kerajaan masih berkuasa, termasuk di dalamnya pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton dan gamelan. Secara umum pembagian lokasi Keraton Surakarta meliputi kompleks alun-alun lor, kompleks sasana sumewa, kompleks sitihinggil lor, kompleks kamandungan lor, kompleks sri manganti, kompleks kedhaton, kompleks kamagangan, kompleks sri manganti kidul dan kamandungan kidul, serta kompleks sitihinggil kidul dan alun-alun kidul. Kompleks keraton ini juga dikelilingi dengan baluwarti, sebuah dinding pertahanan dengan tinggi sekitar tiga sampai lima meter dan tebal sekitar satu meter tanpa anjungan. dinding ini melingkungi sebuah daerah dengan bentuk persegi panjang dengan ukuran lebar sekitar lima ratus meter dan panjang sekitar tujuh ratus meter. Kompleks keraton yang berada di dalam dinding adalah dari kamandungan lor sampai kamandungan kidul. Masyarakat umum dapat memasuki seluruh lokasi tersebut dengan tiket masuk atau izin dari pihak berwenang di keraton. Selain lokasi-lokasi tersebut, sebenarnya masih terdapat lokasi-lokasi di dalam Keraton Surakarta seperti tempat tinggal
48
raja, keturunannya, serta sentana dalem, namun lokasi-lokasi ini tidak boleh dimasuki masyarakat umum. Abdi dalem Keraton Surakarta, sebagai pegawai dari Keraton Surakarta, bekerja sehari-hari di dalam kompleks-kompleks Keraton sesuai dengan tugas dan jadwal bekerjanya masing-masing. Jadwal abdi dalem bekerja berbeda-beda tergantung shift yang ditugaskan, ada yang sejak pagi hingga siang, ada pula yang sejak siang hingga malam. Beberapa abdi dalem juga boleh memasuki lokasi-lokasi keraton yang terlarang bagi masyarakat umum, salah satunya adalah abdi dalem keputren atau abdi dalem yang mengurusi putri-putri raja. 2.
Persiapan penelitian Sebelum penelitian dilaksanakan, terdapat hal-hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu berkaitan dengan perijinan/administrasi dan penyusunan alat ukur yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. a. Persiapan administrasi Persiapan administrasi mencakup segala urusan perijinan yang diajukan oleh peneliti kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Proses permohonan ijin penelitian tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1) Tanggal 22 April 2015 peneliti meminta surat ijin penelitian dengan nomor 4923/UN27.06.6.2/PN/2015 dari pihak Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada KGPH Puger selaku
49
wakil
raja
dari
Keraton
Kasunanan
Surakarta
yang
bertanggung jawab mengenai masalah administrasi bagi masyarakat umum yang ingin menjalankan penelitian di dalam kompleks Keraton Surakarta. Surat ijin ini digunakan sebagai ijin agar dapat melakukan penelitian di tempat tersebut. 2) Tanggal 23 April 2015, peneliti menyerahkan surat ijin penelitian kepada KGPH Puger secara langsung. b. Persiapan alat ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala sikap, yaitu skala kesetiaan, skala sikap pro status quo dan skala self-enhancement. 1) Skala kesetiaan Skala kesetiaan digunakan untuk mengukur tingkat kesetiaan subjek. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Siswanto (1989), yaitu ketaatan pada peraturan yang berlaku, tanggung jawab pada perusahaan/sistem yang berlaku, kemauan bekerja sama dengan lingkungan sekitar, rasa memiliki terhadap perusahaan/sistem yang berlaku, kemauan menjalin hubungan interpersonal di lingkungan sistem, dan
kesukaan terhadap
pekerjaan. Skala kesetiaan ini terdiri dari 28 item dengan rincian delapan belas belas item favorable dan sepuluh item unfavorable.
50
Skala kesetiaan ini disusun dengan menggunakan empat piliha jawaban, yakni sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Pemberian skor pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 4, 3, 2, 1, sedangkan pemberian skor pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 1, 2, 3, 4. Semakin tinggi skor yang dimiliki subyek, maka semakin tinggi pula tingkat kesetiaan yang dimilikinya, begitu pula sebaliknya. 2) Skala sikap pro status quo Skala sikap pro status quo digunakan untuk mengukur tingkat sikap pro status quo yang dimiliki subjek. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Jost, Banaji, dan Nosek (2004), yaitu rasionalisasi status quo, favoritisme out-grup, adanya hak yang ditekan, motif-motif justifikasi ego, kelompok, serta sistem, peningkatan nilai justifikasi sistem pada kelompok subrodinat, dan adanya stereotipe-stereotipe yang melengkapi. Skala sikap pro status quo ini terdiri dari 19 item dengan rincian empat belas item favorable dan lima item unfavorable. Skala
sikap
pro
status
quo
ini
disusun
dengan
menggunakan empat pilihan jawaban, yakni sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Pemberian skor
51
pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 4, 3, 2, 1, sedangkan pemberian skor pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 1, 2, 3, 4. Semakin tinggi skor yang dimiliki subyek, maka semakin tinggi pula sikap pro status quo yang dimilikinya, begitu pula sebaliknya. 3) Skala self-enhancement Skala self-enhancement digunakan untuk mengukur tingkat self-enhancement yang dimiliki subjek. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sedikides dan Gregg (2008), yaitu yakni positivity embracement atau peningkatan positifisme, favorable construals atau pemikiran/perasaan menyenangkan, dan selfaffirming reflections atau refleksi-refleksi yang menguatkan diri. Skala self-enhancement ini terdiri dari enam belas item dengan rincian sebelas item favorable dan lima item unfavorable. Skala self-enhancement ini disusun dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yakni sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Pemberian skor pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 4, 3, 2, 1, sedangkan pemberian skor pada item favorable secara berurutan dari pilihan sangat sesuai
52
hingga ke pilihan sangat tidak sesuai adalah 1, 2, 3, 4. Semakin tinggi skor yang dimiliki subyek, maka semakin tinggi pula selfenhancement yang dilakukannya, begitu pula sebaliknya. 3.
Uji coba Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilaksanakan uji coba skala. Pelaksanaan uji coba skala bertujuan untuk mendapatkan data dari tiap item skala.yang akan diuji validitasnya. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 22 April 2015 kepada sepuluh orang abdi dalem Keraton Surakarta dengan usia dibawah lima puluh tahun dan telah mengabdi pada keraton minimal lima tahun. Sepuluh data ini kemudian diskoring dan dianalisis validitasnya.
4.
Analisis validitas item Sebelum skala dalam penelitian ini diberikan kepada subjek, terlebih dahulu dilakukan analisis validitas item untuk mengetahui apakah skala telah mengukur atribut yang dikehendaki. Analisis validitas item pada variabel kesetiaan, sikap pro status quo dan self-enhancement dalam penelitian ini menggunakan formula Aiken’s V dengan menghitung contentvalidity coefficient, yakni: (
)
keterangan: s= r – lo lo= angka penilaian validitas terendah (dalam penelitian ini= 1) c= angka penilaian validitas tertinggi (dalam penelitian ini= 4) r= angka yang diberikan subjek penilai
53
Melalui perhitungan ini, akan didapatkan koefisien validitas dari setiap item dalam skala yang berada pada rentang 0 hingga 1,00. Item dianggap valid bila koefisien validitasnya lebih besar atau sama dengan 5,00 sudah dianggap memiliki validitas yang memadai. Perhitungan validitas dengan formula Aiken’s V menggunakan bantuan Microsoft Excel 2003 untuk mempermudah perhitungan. a. Skala kesetiaan Berdasarkan hasil perhitungan Aiken’s V pada setiap item dalam skala kesetiaan, didapatkan skor sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Perhitungan Validitas Aiken’s V pada Skala Kesetiaan Skala no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Koefisien validitas 0,74 0,67 0,84 0,9 0,7 0,7 0,84 0,77 0,8 0,7 0,8 0,54 0,5 0,8 0,87
Skala no. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Koefisien Validitas 0,8 0,7 0,84 0,77 0,7 0,74 0,6 0,7 0,74 0,74 0,6 0,8 0,47 0,67
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien validitas Aiken’s V diatas, terlihat bahwa item yang angka koefisiennya dibawah 0,50 adalah item nomor 28. Sehingga item nomor 28 dihapus dan tidak digunakan dalam pengambilan data.
54
b. Skala sikap pro status quo Berdasarkan hasil perhitungan Aiken’s V pada setiap item dalam skala kesetiaan, didapatkan skor sebagai berikut: Tabel 7. Hasil Perhitungan Validitas Aiken’s V pada Skala Sikap Pro Status Quo Skala no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Koefisien validitas 0,87 0,7 0,7 0,8 0,46 0,67 0,93 0,7 0,7 0,74 0,6 0,7 0,8 0,7 1 0,7 0,7 0,74 0,57
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien validitas Aiken’s V diatas, terlihat bahwa item yang angka koefisiennya dibawah 0,50 adalah item nomor 5. Sehingga item nomor 5 dihapus dan tidak digunakan dalam pengambilan data. c. Skala self-enhancement Berdasarkan hasil perhitungan Aiken’s V pada setiap item dalam skala self-enhancement, didapatkan skor sebagai berikut:
55
Tabel 8. Hasil Perhitungan Validitas Aiken’s V pada Skala Self-enhancement Skala no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Koefisien validitas 0,9 0,77 0,83 0,64 0,77 0,83 0,83 0,73 0,47 0,4 0,83 0,87 0,87 0,67 0,83 0,77
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien validitas Aiken’s V diatas, terlihat bahwa item yang angka koefisiennya dibawah 0,50 adalah item nomor 9 dan 10. Sehingga item nomor 9 dan 10 dihapus dan tidak digunakan dalam pengambilan data. 5.
Penyusunan alat ukur untuk penelitian Alat ukur disusun dengan mempertimbangkan validitas isi. Validitas isi merupakan uji validitas yang ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pernyataan. Azwar (2012) mengemukakan bahwa validitas isi sebuah skala dapat diukur dengan dua hal, yakni professional judgement atau pendapat profesional yang dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing serta penguji dan menghitung koefisien validitas isi dengan formulasi
56
Aiken’s V. Item yang digunakan dalam penelitian ini telah melalui kedua uji validitas tersebut.
B. Pelaksanaan Penelitian 1.
Penentuan subjek penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang masih bekerja hingga kini, baik yang aktif maupun tidak aktif. Sampel diambil dengan teknik sampling purposive sampling. Responden berjumlah 100 orang abdi dalem keraton dengan usia dibawah enam puluh tahun sebagai usia produktif pekerja di Indonesia (dibawah 60 tahun) dan telah mengabdi minimal 5 tahun pada Keraton Surakarta.
2.
Pengumpulan data Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 23-25 April 2015 dengan menggunakan alat ukur berupa skala kesetiaan yang terdiri dari 19 item, skala sikap pro status quo yang terdiri dari 19 item, dan skala self-enhancement yang terdiri dair 16 item. Pemberian skala dilakukan dengan menemui abdi dalem yang terdapat di kompleks-kompleks Keraton Surakarta satu persatu. Sebelum skala diberikan, peneliti terlebih dahulu mengenalkan diri dan memberitahukan maksud dan tujuan kedatangan kepada abdi dalem yang menjadi subjek penelitian. Beberapa kesulitan ditemui peneliti saat sedang mengumpulkan data, salah satunya adalah kebanyakan abdi dalem
57
tidak mau mengisi sendiri skala yang diberikan, sehingga peneliti diminta untuk membacakan pernyataan-pernyataan yang ada di dalam skala. Nantinya abdi dalem akan memilih secara lisan apakah pernyataan tersebut sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai atau sangat tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Guna mengefektifkan waktu, peneliti meminta bantuan kepada beberapa orang mahasiswa lain untuk membantu membagikan dan membacakan skala kepada abdi dalem yang menjadi subjek penelitian. Skala yang diberikan dan dibacakan kepada abdi dalem langsung kembali kepada peneliti setelah dikerjakan, sehingga tidak ada data yang hilang karena terbawa oleh subjek penelitian. 3.
Pelaksanaan skoring Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah skoring atas skala kesetiaan, skala sikap pro status quo, dan skala selfenhancement untuk keperluan analisis data. Pemberian skor pada skala kesetiaan, skala sikap pro status quo, dan skala self-enhancement dilakukan dengan menjumlahkan skor item-item yang didapatkan dari hasil pengerjaan skala. Skor untuk masing-masing item bergerak dari nilai 1 hingga 4 dengan memperhatikan sifat item (favorable atau unfavorable). Untuk item favorable, diberikan skor 4 untuk pilihan jawaban sangat sesuai, skor 3 untuk jawaban sesuai, skor 2 untuk jawaban tidak sesuai, dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai. Sedangkan untuk item unfavorable, diberikan skor 4 untuk jawaban sangat
58
tidak sesuai, skor 3 untuk jawaban tidak sesuai, skor 2 untuk jawaban sesuai, dan skor 1 untuk jawaban sangat sesuai. Total skor yang didapatkan dari pengisian skala responden dugunakan untuk analisis data. 4.
Uji diskriminasi item dan reliabilitas skala Setelah data terkumpul dan sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji diskriminasi item dan reliabilitas skala pada seluruh skala yang digunakan dalam penelitian ini. Uji diskriminasi item digunakan untuk memperlihatkan kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individual. Pengujian daya diskriminasi item menggunakan formula corrected item-total correlation. Formula ini akan menghasilkan koefisien korelasi product moment Pearson. Kriteria pengujian adalah semakin tinggi koefisien korelasinya, maka semakin tinggi pula daya diskriminasinya. Sebaliknya, semakin rendah angka koefisien korelasinya, maka semakin kecil pula daya diskriminasinya. Bila koefisien korelasi berharga negatif pada suatu item, dapat dipastikan bahwa item tersebut tidak layak dan tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan analisis data (Azwar, 2012). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi dari sebuah alat ukur. Penelitian ini menggunakan formula Alpha Cronbach dengan bantuan program IBM Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 untuk pengolahannya. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang nilainya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00, semakin mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi koefisien reliabilitasnya dan
59
semakin tinggi reliabilitas skalanya. Sebaliknya, semakin mendekati angka 0, maka semakin rendah koefisien reliabilitasnya dan semakin rendah reliabilitas skalanya. Batasan reliabilitas dalam skala ini menggunakan pendapat dari Ghozali (2011) yaitu batasan dinyatakan reliabel adalah jika memiiki nilai Alpha Cronbach > 0,60. a. Skala kesetiaan Berdasarkan hasil analisis, didapatkan koefisien korelasi antara skor item dengan skor total. Angka koefisien ini kemudian dilihat bila terdapat angka yang negatif. Hasil uji diskriminasi item skala kesetiaan memperlihatkan bahwa dari 28 item yang dianalisis tidak ada item yang memiliki koefisien korelasi negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan item pada skala kesetiaan memiliki daya diskriminasi. Indeks daya beda pada skala kesetiaan berkisar antara 0,084 sampai dengan 0,604. Hasil perhitungan secara keseluruhan dapat dilihat selengkapnya di lampiran. Hasil uji reliabilitas skala kesetiaan menunjukan koefisien reliabilitas sebesar 0,829. Angka ini berada diatas 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa skala kesetiaan dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. b. Skala sikap pro status quo Berdasarkan hasil analisis, didapatkan koefisien korelasi antara skor item dengan skor total. Angka koefisien ini kemudian dilihat bila terdapat angka yang negatif. Hasil uji diskriminasi item skala sikap pro
60
status quo memperlihatkan bahwa dari 18 item yang dianalisis terdapat satu item yang memiliki koefisien bernilai negatif, yakni item nomor 11. Item ini dianggap tidak mampu memprediksi perbedaan individual sehingga tidak layak untuk masuk ke dalam analisis data. Indeks daya beda pada skala sikap pro status quo berkisar antara 0,004
sampai
dengan 0,483. Hasil perhitungan secara keseluruhan dapat dilihat selengkapnya di lampiran. Hasil uji reliabilitas skala sikap pro status quo menunjukan koefisien reliabilitas sebesar 0,624 Angka ini berada diatas 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa skala sikap pro status quo dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. c. Skala self-enhancement Berdasarkan hasil analisis, didapatkan koefisien korelasi antara skor item dengan skor total. Angka koefisien ini kemudian dilihat bila terdapat angka yang negatif. Hasil uji diskriminasi item skala selfenhancement memperlihatkan bahwa dari 14 item yang dianalisis tidak ada item yang memiliki koefisien korelasi negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan item pada skala self-enhancement memiliki daya diskriminasi. Indeks daya beda pada skala self enhancement berkisar antara 0,115 sampai dengan 0,627. Hasil perhitungan secara keseluruhan dapat dilihat selengkapnya di lampiran.
61
Hasil uji reliabilitas skala self-enhancement menunjukan koefisien reliabilitas sebesar 0,729. Angka ini berada diatas 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa skala self-enhancement dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
C. Hasil Analisis Data Perhitungan analisis data akan dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan analisis deskriptif, uji asumsi dasar, dan uji asumsi klasik. Uji asumsi dasar terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Sedangkan uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi. Perhitungan analisis data dalam penelitian ini menggunakan program bantuan IBM Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 untuk pengolahannya. 1.
Analisis deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang kondisi kesetiaan, sikap pro status quo, dan self-enhancement dari responden yang diteliti. Tabel 9. Hasil Uji Deskriptif Penelitian Data Hipotetik
Skala
N
K SPSQ SE
100 100 100
Skor Min 28 17 14
Skor Maks 112 68 56
Data Empirik M
SD
16,5 42,2 35
14 8,5 7
Skor Min 71 46 37
Skor Maks 102 62 53
M
SD
86,40 53,17 44,92
6,814 3,324 3,308
62
Dari tabel hasil uji deskriptif, dilakukan kategorisasi responden secara normatif untuk memberikan interpretasi skor skala. Kategorisasi yang digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan model distribusi normal. Tujuan dari kategorisasi ini adalah untuk menempatkan responden kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012). Kontinum panjang ini akan dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan, sangat tinggi. Kategorisasi responden pada penelitian ini yaitu Tabel 10. Kriteria Kategorisasi Responden Penelitian Variabel Kesetiaan
Sikap pro status quo
Self Enhancement
Kategorisasi
Norma
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
28 ≤ X < 44,8 44,8 ≤ X < 61,6 61,6 ≤ X < 78,4 78,4 ≤ X 95,2 95,2 ≤ X ≤ 112 17 ≤ X < 27,2 27,2 ≤ X < 37,4 37,4 ≤ X < 47,6 47,6 ≤ X < 57,8 57,8 ≤ X ≤ 68 14 ≤ X < 22,4 22,4 ≤ X < 30,8 30,8 ≤ X < 39,2 39,2 ≤ X < 47,6 47,6 ≤ X ≤ 56
Jumlah responden 0 0 13 80 7 0 0 3 89 8 0 0 3 73 24
% 0 0 13 80 7 0 0 3 89 8 0 0 3 73 24
63
Berdasarkan tabel diatas maka didapatkan penjelasan sebagai berikut: a. Kesetiaan Hasil analisis dan kategorisasi variabel kesetiaan dapat diketahui bahwa secara umum responden berada pada kategori tinggi yaitu 80%. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini memiliki kesetiaan yang tinggi dan memilki tendensi yang tinggi pula untuk taat pada peraturan yang berlaku, bertanggung jawab pada perusahaan/sistem yang berlaku, mau bekerja sama dengan lingkungan sekitar, rasa memiliki yang besar terhadap perusahaan/sistem yang berlaku, mau menjalin hubungan interpersonal di lingkungan sistem, dan
suka
terhadap pekerjaan. b. Sikap pro status quo Hasil analisis dan kategorisasi variabel kesetiaan dapat diketahui bahwa secara umum responden berada pada kategori tinggi yaitu 89%. Dapat dikatakan bahwa populasi dalam penelitian ini tinggi sikap pro status quo-nya dan memiliki tendensi yang tinggi pula untuk melakukan rasionalisasi status quo, favoritisme out-grup, ditekannya hak-hak, motif-motif justifikasi ego, kelompok, serta sistem, peningkatan nilai justifikasi sistem, dan stereotipe-stereotipe. c. Self enhancement Hasil analisis dan kategorisasi variabel kesetiaan dapat diketahui bahwa secara umum responden berada pada kategori tinggi yaitu 73%. Dapat dikatakan bahwa populasi pada penelitian ini memiliki self-
64
enhancement yang tinggi dan memiliki tendensi yang tinggi pula untuk
melakukan
positifisme,
positivity
favorable
embracement
construals
atau
atau
peningkatan
pemikiran/perasaan
menyenangkan, dan self-affirming reflections atau refleksi-refleksi yang menguatkan diri. 2.
Uji asumsi dasar a. Uji normalitas Uji normalitas data merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi dalam analisis parametrik karena bertujuan untuk mengetahui apakah data dalan penelitian berdistribusi normal atau tidak (Prayitno, 2008). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogorv-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Data dinyatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan program bantuan IBM Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 adalah sebagai berikut: Tabel 11. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
100 ,050 ,200c
65
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa pada kolom Asymp. Sig nilai signifikansinya adalah 0,200. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahw data variabel penelitian telah terdistribusi normal. b. Uji linieritas Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan linier atau tidak secara signifikan. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan test for linearity. Variabel dalam penelitian dikatakan linear jika signifikansinya (linearity) kurang dari 0,05. Hasil uji linieritas yang dilakukan menggunakan program bantuan IBM Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 adalah sebagai berikut: Tabel 12. Hasil Uji Coba Linieritas Antara Kesetiaan dengan Sikap Pro Status Quo ANOVA Table Skor kesetiaan * Skor sikap pro status quo
Between (Combined) Groups Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total
df Sig. 15 ,000 1 ,000 14 ,326 84 99
66
Tabel 13. Hasil Uji Coba Linieritas Antara Kesetiaan dengan Self-enhancement ANOVA Table Skor kesetiaan * Skor self enhancement
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total
df 15 1
F Sig. 6,991 ,000 72,364 ,000
14
2,322 ,009
83 99
24,334
Dari tabel 12, terlihat bahwa relasi antara kesetiaan dengan sikap pro status quo menghasilkan nilai signifikansi (linearity) sebesar 0,000. Angka ini kurang dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel kesetiaan dengan sikap pro status quo terdapat hubungan yang linear. Dari tabel 13 diatas terlihat bahwa relasi antara kesetiaan dengan sikap self-enhancement menghasilkan nilai signifikansi (linearity) sebesar 0,000. Angka ini kurang dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel kesetiaan dengan self-enhancement terdapat hubungan yang linear. 3.
Uji asumsi klasik a. Uji multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linear antarvariable independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinieritas. Dalam penelitian ini, uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi.
67
Apabila nilai VIF < 5, maka variabel tersebut tidak terjadi persoalan multikoieritas atau dengan kata lain tidak ada multikolinieritas. Tabel 14. Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 Sikap Pro Status Quo ,556 1,798 Self Enhancement ,556 1,798 a. Dependent Variable: Kesetiaan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Variance Inflation Factor (VIF) kedua variabel bebas, yaitu variabel sikap pro status quo dan self enhancement adalah sebesar 1,798. Nilai VIF ini lebih kecil daripada angka lima sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas tidak terdapat multikolinieritas. b. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual. Prasyarat yang harus dipenuhi dalam model regresi yang baik adalah tidak terdapatnya heteroskedastisitas. Metode pengujian untuk menguji heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah dengan melihat titik-titik pada pola scatterplots. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik yang menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Sebaran titik-titik pada model scatterplots yang didapatkan yaitu:
68
Gambar 1. Scatterplots Sebagai Uji Heteroskedastisitas
Dari pola diatas diketahui bahwa titik-titik yang ada pada scatterplots tidak membentuk pola yang jelas dalam persebarannya, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada data penelitian ini. 4.
Uji hipotesis a. Uji simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk mengetahui hubungan variabel tergantung secara bersama-sama atau secara simultan. Prasyarat hasil uji F menunjukkan
variabel
bebas
bersama-sama
berpengaruh
secara
signifikan terhadap variabel tergantung adalah jika nilai signifikansi lebih
69
kecil dari taraf signifikasi yang ditentukan, yaitu 0,05 atau nilai Fhitung > nilai Ftabel. Signifikansi berarti hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk populasi, atau dengan kata lain dapat digeneralisasikan. Hasil uji F yang dilakukan menggunakan program IBM SPSS versi 22 adalah sebagai berikut: Tabel 15. Hasil Uji F ANOVAa Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2212,923 2 1106,462 45,037 ,000b Residual 2383,077 97 24,568 Total 4596,000 99 a. Dependent Variable: Kesetiaan b. Predictors: (Constant), Self Enhancement, Sikap Pro Status Quo Dari tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (pvalue) pada kolom signifikansi sebesar 0,000. Dengan taraf signifikansi 0,05, dapat disimpulkan bahwa p-value < 0,05. Dari hasil perhitungan, Fhitung yang diperoleh adalah sebesar 45,037. Dengan Ftabel sebesar 3,09 dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat diterima, yakni terdapat relasi positif dan signifikan antara kesetiaan dengan sikap pro status quo dan self-enhancement. Nilai koefisien korelasi ganda (R) pada model summary digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel bebas terhadap variabel tergantung secara serentak. Koefisien korelasi ganda menunjukkan
70
seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel bebas (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel tergantung (Y). Nilai koefisien korelasi ganda bergerak dari angka 0 sampai dengan 1. Semakin nilai R mendekati angka 1, semakin kuat pula hubungan antar variabel yang terjadi. Sebaliknya, semakin nilai R mendekati 0 semakin lemah pula hubungan yang terjadi. Pedoman interpretasi koefisien korelasi ganda menurut Priyatno (2008) adalah sebagai berikut: Tabel 16. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda No 1 2 3 4 5
Interval Nilai R 0,000 – 0,199 0,200 – 0,399 0,400 – 0,599 0,600 – 0,799 0,800 – 1,000
Interpretasi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Pada model summary juga akan didapatkan hasil koefisien determinasi
(R2)
yang
digunakan
untuk
mengetahui
presentasi
sumbangan pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tergantung. Nilai koefisien determinasi bergerak dari angka 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun presentase sumbangan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tergantung. Sebaliknya apabila nilai R2 sama dengan 1, maka presentasi sumbangan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tergantung adalah sempurna.
71
Tabel 17. Hasil Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square 1 ,694a ,481 ,471
Std. Error of the Estimate 4,957
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa koefeisien korelasi ganda (R) yang didapat adalah sebesar 0,694. Berdasarkan pedoman interpretasi koefisien korelasi ganda pada tabel 14, dapat dikatakan relasi antara kesetiaan dengan sikap pro status quo dan self enhancement tinggi hubungannya atau terjadi hubungan yang kuat. Berdasarkan hasil tabel 15, dapat diketahui pula bahwa koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,481. Hal ini menunjukkan presentase sumbangan pengaruh yang diberikan sikap pro status quo dan self enhancement terhadap kesetiaan sebesar 48,1%, sisanya sebesar 51,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. b. Uji Analisis Regresi Berganda dengan Metode Stepwise Uji stepwise digunakan untuk mengetahui variabel bebas manakah yang lebih besar dalam memberikan pengaruh atau sumbangan efektif kepada variabel terikat. Sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu dilihat variabel bebas manakah yang dapat dianalisis untuk uji regresi ini dengan perhitungan variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan. Variabel yang dapat masuk ke dalam metode stepwise hanyalah variabel yang memiliki pengaruh secara signifikan (F < 0,05), sedangkan variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan kemudian dieliminasi.
72
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yakni sikap pro status quo dan self-enhancement, dapat dimasukkan dalam analisis regresi dengan metode stepwise. Hal ini berarti kedua variabel independen, secara parsial, sama-sama signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen. Bukti signifikansi tersebut dapat dilihat pula di tabel berikut ini: Tabel 18. Model Summary dari Analisis Stepwise Change Statistics B F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,418 70,285 1 98 ,000 ,864 2 ,481 11,942 1 97 ,001 ,700 a. Predictors: (Constant), Sikap Pro Status Quo b. Predictors: (Constant), Sikap Pro Status Quo, Self Enhancement c. Dependent Variable: Kesetiaan Model R Square
Pada kolom signifikansi F dalam model 1, pengaruh dari variabel sikap pro status quo secara parsial terhadap kesetiaan adalah 0,000, angka ini berada dibawah angka 0,05 sehingga dapat disimpulkan kembali bahwa sikap pro status quo mempengaruhi kesetiaan secara signifikan. Sedangkan pada kolom signifikansi F dalam model 2, terjadi perubahan nilai F ketika variabel self-enhancement ikut dimasukkan menjadi prediktor, meskipun demikian nilai F yang ditunjukkan tetaplah signifikan, yakni 0,001. Melalui penjabaran ini dapat disimpulkan bahwa self-enhancement secara parsial juga berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan. Dengan ini, analisis variabel independen manakah yang
73
memiliki pengaruh lebih besar dapat mengikutsertakan kedua variabel independen dalam penelitian ini. Metode stepwise merupakan metode untuk mendapatkan model terbaik dari analisis regresi. Variabel yang masuk dalam model 1 pada tabel adalah variabel yang memiliki pengaruh paling signifikan diantara variabel independen lainnya serta memberikan sumbangan efektif yang lebih besar kepada variabel dependen (Widhiarso, 2010). Terlihat pada tabel 16, variabel independen yang masuk sebagai model 1 adalah variabel sikap pro status quo. Hal ini memperlihatkan bahwa sikap status quo merupakan variabel yang memberikan sumbangan pengaruh yang lebih besar terhadap kesetiaan dibandingkan dengan variabel selfenhancement. Perhitungan yang ditampilkan pada tabel 17 model 1 dalam kolom R square memperlihatkan bahwa bahwa sumbangan sikap pro status quo secara parsial terhadap variabel kesetiaan adalah 0,418 atau 41,8%. Kemudian, dengan mengurangkan antara presentase simultan dengan parsial, didapatkan pengaruh self-enhancement secara parsial terhadap kesetiaan adalah sebesar 4,06% (48,1% - 41,8%). Dari penjabaran ini dapat disimpulkan bahwa sikap pro status quo memberikan sumbangan efektif yang lebih besar terhadap kesetiaan daripada variabel selfenhancement, sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat diterima.
74
5. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara sikap pro status quo dengan self-enhancement secara simultan terhadap kesetiaan (R2=0,481; F(1)= 45,037; p <0,05). Dengan demikian, hipotesis pertama dari penelitian ini diterima. Semakin tinggi tendensi sikap pro status quo dan selfenhancement, semakin tinggi pula kesetiaannya. Sebaliknya, semakin rendah tendensi sikap pro status quo dan self-enhancement, semakin rendah pula kesetiaannya. Hasil studi ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki sikap pro status quo tinggi akan tetap berada di dalam sistem keraton, mengakui legitimasi sistem, dan menganggap sistem berjalan dengan adil, dengan memberikan berbagai rasionalisasi dalam melihat kesenjangan yang terjadi di dalam sistem. Rasionalisasi dapat dilakukan abdi dalem dengan mengasosiasikan karakteristik positif kepada kelompok dominan dan meningkatkan perasaan positif pada sesama abdi dalem. Asosiasi-asosiasi dan perasaan-perasaan positif ini yang menghantarkan abdi dalem untuk menghormati raja dan sentana dalem keraton, menyukai tugas-tugas yang diberikan kepada mereka sehingga membuat para abdi dalem merasa nyaman untuk menjalankan perannya. Kenyamanan ini kemudian membuat abdi dalem dapat memberikan kesetiaannya kepada keraton selama berpuluh tahun tanpa menuntut fasilitas dan upah yang besar. Temuan ini mendukung teori justifikasi sistem yang mengatakan bahwa individu di dalam kelompok subordinat dengan sikap pro status quo yang tinggi akan menganggap sistem berjalan dengan adil dan lebih memilih untuk menjalankan apa yang biasa dijalankan daripada harus menuntut kesenjangan
75
yang dirasakan (Jost dan Hunyady, 2005). Harapan dari kedua kelompok, baik dominan maupun subordinat, adalah terciptanya stabilitas dari legitimasi keseluruhan sistem yang berlaku. Ketidakadilan dan kesenjangan yang terasa diantara kelompok dominan dan subordinat akan berkurang saat motif-motif justifikasi sistem (pro terhadap status quo) lebih besar nilainya daripada motifmotif justifikasi ego maupun kelompok. Konsekuensi-konsekuensi dari sikap pro status quo seperti resistensi pada perubahan dan berkurangnya emosi negatif akan terjadi di dalam diri abdi dalem sehingga abdi dalem akan lebih memilih untuk terus berada dalam sistem bagaimanapun kondisi yang terjadi. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung teori dari self-enhancement yang mengungkapkan bahwa individu dengan self-enhancement yang tinggi akan membuat dirinya merasa lebih baik terhadap dirinya sendiri sehingga dapat menjaga self-esteemnya (Sedikides dan Strube, 1995). Abdi dalem yang bertahan di dalem sistem keraton dapat memutuskan untuk tetap mendukung stabilitas dan keberjalanan keraton dengan menjaga persepsi diri positif. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan pandangan dan keyakinan yang dapat membantu dalam mengubah persepsi dan melihat kondisi keraton menjadi lebih positif. Persepsi positif ini diubah menjadi beberapa strategi-strategi oleh para abdi dalem untuk mendapatkan umpan balik positif dari orang lain. Semakin banyak umpan balik positif ini diberikan, semakin tinggi pula persepsi mereka mengenai diri mereka. Hal ini akan meningkatkan kenyamanan abdi dalem untuk tetap berada di dalam sistem keraton dan menjalankan tugas serta peran mereka sebagaimana mestinya.
76
Temuan selanjutnya dalam penelitian ini adalah bahwa sikap pro status quo merupakan variabel bebas yang memberikan sumbangan atau pengaruh lebih tinggi terhadap kesetiaan abdi dalem daripada self-enhancement. Hasil uji secara empirik menunjukkan besarnya pengaruh sikap pro status quo terhadap kesetiaan adalah sebesar 41,8%, sedangkan pengaruh self-enhancement terhadap kesetiaan adalah sebesar 4,06%. Oleh karena itu, hipotesis kedua pada penelitian ini juga diterima. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesetiaan abdi dalem Keraton Surakarta lebih banyak dipengaruhi oleh justifikasi masing-masing abdi dalem di dalam sistem keraton atau pro terhadap status quo keraton saat ini. Abdi dalem menginginkan sistem keraton tetap terlegitimasi dan berjalan sebagaimana mestinya, meskipun pada beberapa aspek, abdi dalem tidak mendapatkan keuntungan dari sistem. Hal ini mendukung hasil penelitian dari Wisudo (1999) yang mengungkapkan bahwa abdi dalem memberikan kesetiaan dan etos kerja yang tinggi tanpa mengharapkan keuntungan seperti upah atau gaji. Keinginan untuk terus melestarikan sistem dengan mengabdikan dirinya pada raja dan keraton tanpa mengharap keuntungan membuat abdi dalem menumbuhkan dinamika-dinamika psikologis, seperti memperbanyak asosiasi perasaan positif pada raja dan sentana dalem serta menguatkan stereotip-stereotip mengenai keadaannya saat ini. Hal ini membuat abdi dalem lebih merasa nyaman untuk bekerja di dalam sistem keraton dan tetap mengerjakan tugasnya sebagaimana mestinya, sehingga semakin tinggi sikap pro status quo abdi dalem, semakin tinggi pula kesetiaan dan pengabdian yang diberikan abdi dalem.
77
Di samping sikap pro status quo, terdapat elemen lain yang juga melatarbelakangi kesetiaan abdi dalem kepada keraton, yakni self-enhancement. Hanya saja, pada hasil empirik penelitian ini, self-enhancement memiliki sumbangan pengaruh yang kecil terhadap kesetiaan. Hasil ini menggambarkan bahwa dalam memberikan kesetiaannya, abdi dalem tidak lagi memerlukan peningkatan nilai diri atau self-enhancement. Hal ini dikarenakan abdi dalem telah memiliki rasa positif terhadap dirinya dan pengabdian yang dilakukannya. Seluruh tanggung jawab dan tugas yang diberikan raja dan Keraton Surakarta kepada abdi dalem akan dilaksanakan abdi dalem dengan sungguh-sungguh karena abdi dalem telah memiliki keyakinan mengenai keberkahan yang didapatkan jika memberikan kesungguhan dan tanggung jawabnya. Selain itu, pemberian pangkat, gelar, dan pengangkatan sebagai priyayi bawahan raja dari keraton juga membuat abdi dalem merasa positif akan dirinya sebagai abdi dalem Keraton Surakarta. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa beberapa diantara faktorfaktor yang mempengaruhi kesetiaan abdi dalem adalah keinginan melestarikan sistem keraton dan kebanggan terhadap status sebagai abdi dalem. Hal ini berarti kelompok subordinat dalam sistem keraton telah mendukung sistem ini agar terus bertahan seiring perkembangan jaman. Hanya saja, pada teori justifikasi sistem, sebuah sistem lebih sulit untuk dilestarikan apabila dukungan terhadap sistem hanya disokong secara kuat oleh satu kelompok. Kedua kelompok, baik dominan maupun subordinat, secara bersamaan merupakan pondasi yang sama besar dalam menjaga dan melestarikan sistem. Jika terjadi goncangan internal pada suatu
78
kelompok atau goncangan antar kelompok dalam sebuah sistem, maka hal ini dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan sistem. Pada sistem keraton, pelestarian sistem tidak hanya didukung oleh kelompok abdi dalem, tetapi juga kelompok raja dan sentana dalem. Relasi yang baik di dalam kelompok maupun antara kedua kelompok, akan berimplikasi pada sistem yang baik pula. Sebaliknya, relasi yang buruk akan berimplikasi buruk pula pada sistem. Hasil penelitian Allimin (2007) mengenai dinamika psikologis abdi dalem paska suksesi di Keraton Surakarta dengan adanya dua orang raja beberapa waktu lalu, menyebutkan bahwa abdi dalem sempat merasakan kebimbangan dan kekecewaan akibat konflik di antara raja dan sentana dalem keraton. Bila hal ini terjadi kembali di kemudian hari, sistem keraton dapat lebih sulit untuk dipertahankan akibat dari mengendurnya relasi-relasi di dalam sistem. Relasi yang kuat diantara pondasi-pondasi sistem keraton, yakni raja, sentana dalem, dan abdi dalem, baik secara internal kelompok maupun antarkelompok, akan membuat Keraton Surakarta dapat terus berlangsung dan menjadi sistem yang kuat pula di tengah perkembangan jaman. Abdi dalem, seperti yang telah dijabarkan dalam penelitian ini, juga dapat terus memberikan pengabdiannya dalam rangka menjaga kelestarian keraton dan budaya Jawa, serta tetap menjadikan keraton sebagai kebanggaan diri dan keberkahan dalam hidupnya.