BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Makna Simbol pada Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo. Simbol dapat dianalisis melalui suku kata, kalimat, alinea, bab dan seterusnya, bahkan juga melalui tanda baca dan huruf, sebagaimana ditemukan dalam analisis gaya bahasa (Kutha Ratna, 2004:116). Berpijak dari teori Pierce yang membagi tanda atas tiga aspek, mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo lebih condong pada aspek yang katiga yaitu simbol. Simbol-simbol yang terdapat pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo ialah suatu penggambaran tentang situasi sosial daerah Gorontalo masa lampau. Mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo ialah suatu khasanah sastra daerah genre puisi lisan yang secara substansi ialah gambaran kehidupan yang mencakup kepercayaan yang dianut masyarakat Gorontalo di masa lampau. Menurut Hutomo (Hutomo, 1991:3-4) salah satu ciri khusus sastra daerah ialah terdiri dalam berbagai versi, demikian juga dengan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo, mantra dan ritualnya juga hadir dengan berbagai versi. Setiap penutur yang mengetahui mantra lapali lo wawalo dan ritual mohunemo menyampaikan versinya masing-masing. Simbol ialah salah satu kajian dari ilmu semiotik, dalam kajian tersebut simbol bukan hanya simbol secara verbal, namun ada juga simbol nonverbal. Mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo terdapat simbol verbal dan nonverbal, simbol verbal atau simbol dalam penuturanya yakni terdapat pada struktur mantra lapali lo wawalo, sedangkan simbol nonverbal yakni pada penyajiannya dalam hal ini pada prosesi ritual mohunemo. Berkaitan dengan penjelasan di atas berikut ini mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo yang dituturkan oleh penutur yang berbeda dan makna simbol yang terdapat pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo.
4.1.1 Makna Simbol Verbal pada Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo Versi 1 Simbol-simbol yang terlihat dalam mantra lapali lo wawalo versi 1 lebih mengarah pada simbol-simbol benda. Kata-kata yang bermakna simbol terlihat pada kutipan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo versi 1 berikut ini. Ndangondingo lati lo bulilango (1) Dinondango lati lo dingingo (2) Dindingodingolo lati lo polombolo (3)
si setan penghuni cahaya cermin si setan penghuni tembok rumah si setan penghuni depan atap rumah
1) Bulilango (pembiasan cahaya) Secara leksikal bulilango berarti pantulan cahaya atau biasan cahaya. Namun dari makna leksikal bulilango yang berarti hasil pembiasan cahaya dalam artian pembiasan dari cahaya cermin, mengandung makna konotasi yang berbeda. Kata benda bulilango dalam baris “Ndangondingo lati lo bulilango” bermakna setan yang menghuni cahaya biasan cermin. Masyarakat Gorontalo mempercayai bahwa di setiap hasil biasan cermin yang ada di dalam rumah terdapat adanya penghuni. Dengan demikian masyarakat Gorontalo menganggap hasil biasan cermin tersebut adalah suatu hal yang sangat magis. Namun mereka juga mempercayai hanya dengan menyebut nama setan atau wawalo, mereka akan terhindari dari gangguan wawalo lo bulilango atau setan penghuni cahaya biasan cermin. Selain mereka akan terhindar dari gangguan, masyarakat Gorontalo mempercayai bahwa wawalo lo bulilango juga bisa menjaga penghuni rumah dari serangan santet yang ditujukan untuk mencelakakan penghuni rumah dengan cara memantulkan kembali kekuatan tersebut kepada orang yang berniat jahat kepada penghuni rumah, hal tersebut sesuai dengan sifat cermin yang dapat membiaskan atau memantulkan cahaya. 2) Dingingo (tembok)
Secara leksikal dingingo berarti dinding atau tembok. Tembok disini bukanlah tembok gedung akan tetapi tembok rumah. Namun dingingo dalam mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo mempunyai makna konotasi. Dingingo, dalam baris “dinondango lati lo dingingo” bermakna setan penghuni tembok. Masyarakat Gorontalo meyakini adanya setan penghuni rumah atau wawalo yang mendiami setiap rumah yang mereka huni. Mereka mempercayai di setiap sudut rumah ada penghuninya masing-masing, temasuk di tembok. Masyarakat Gorontalo mempercayai bahwa adanya larangan untuk memukul tembok hingga tembok tesebut mengeluarkan bunyi, oleh karena tembok rumah masyarakat Gorontalo terdahulu berbahan dasar kayu, sehingga bisa mengeluarkan bunyi ketika dipukul. Akan tetapi masyarakat Gorontalo meyakini dengan menyebut nama setan penghuni tembok atau wawalo lo dingingo masyarakat akan terhindar dari dampak negatifnya. Sebaliknya ketika disebutkan nama wawalo lo dingingo tersebut, mereka berbalik akan melindungi penghuni rumah dari gangguan kekuatan jahat dari luar dengan cari menjadi perisai yang menjaga penghuni rumah. Hal tersebut sesuai dengan fungsi tembok yaitu melindungi penghuni rumah dari sengatan panas matahari dan dinginnya udara malam. 3) Polombolo (ujung depan atap rumah) Secara leksikal polombolo dapat diartikan ujung depan atap rumah. Biasanya tepat di dekat tiang raja. Rumah masyarakat Gorontalo terdahulu, bentuk ujung depanya meruncing dan berlubang seperti jendela kecil. Simbol polombolo yang terdapat pada baris “dindingondingolo lati lo polombolo”, mempunyai makna lati lo polombolo atau setan penghuni ujung depan atap rumah. Masyarakat Gorontalo mempercayai bahwa di setiap ujung atap rumah mereka ada penghuni yang mendiami tempat tersebut. Mereka mempercayai wawalo lo polombolo ialah setan yang paling tinggi derajatnya, sehingganya dia tinggal di atap rumah Namun terdapat makna konotasi pada kata polombolo yaitu setan
yang senantiasa melihat dan melindungi penghuni rumah dari tempat yang tinggi, dengan syarat penghuni rumah harus menyebut-nyebut namanya.
4.1.2 Makna Simbol Verbal Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo Versi 2 Simbol-simbol yang tampak pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo versi 2 lebih mengarah pada simbol benda abstrak yang mempunyai makna konotasi suatu gambaran sosial masyarakat Gorontalo tempo dulu yang sangat percaya akan adanya roh-roh halus yang ada di sekelilingnya. Kata-kata yang bermakna simbol terlihat pada kutipan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo versi 2 berikut ini. Raja mumani (1) Raja surusani (2) Lati lo pani Talomani-mani
nama si raja setan nama si raja setan si setan penghuni kayu si pemukul kayu
1) Raja mumani (raja mumani) Secara leksikal kata raja bisa dimaknai secara denotasi ialah orang yang derajatnya tinggi atau penguasa yang memimpin suatu kerajaan. Mumani ialah nama dari raja. Setelah digabungkan kedua kata tersebut menjadi raja mumani yang berarti seorang petinggi yang mempinpin suatu kerajaan dan namanya ialah mumani atau raja mumani. Namun raja mumani bukan saja dimaknai sebagai raja yang sebenarnya. Lebih tertuju kepada makna konatasi raja mumani menggambarkan keyakinan masyarakat Gorontalo yang mempercayai di atas kekuatan yang mereka miliki masih ada kekuatan yang melebihinya yang disimbolkan sebagai raja. Namun keyakinan tersebut bukan tertuju pada kekuatan Tuhan atau kekuatan Allah, akan tetapi kakuatan roh halus atau setan. Hal tersebut disebabkan sebelum sultan Amai masuk dan menyebarkan agama islam di daratan Gorontalo, masyarakat Gorontalo sebelum itu tidak mengenal Tuhan. Akan tetapi mereka meyakini bahwa di atas kekuatan manusia masih ada kekuatan yang jauh melebihi kekuatan manusia normal. 2) Raja surusani (raja surusani)
Secara leksikal kata raja sama dengan raja pada interpretasi simbol yang pertama di atas yaitu seseorang yang mempunyai kekuasaan atau yang memimpin suatu kerajaan. Namun yang berbeda ialah raja surusani ialah raja di tingkatan kedua. Hal tersebut dibuktikan dalam bait mantra lapali lo wawalo, nama raja surusani disebutkan setelah menyebut nama raja mumani, sehinga dapat disimpulkan masyarakat Gorontalo meyakini setelah raja mumani ada juga raja surusani yang patut mereka percayai walau sebenarnya yang lebih tinggi kekusaanya ialah raja mumani. Berbeda lagi dengan makna secara konotasi raja mumani ialah suatu simbol kedamaian yang tercermin pada kehidupan masyarakat Gorontalo yang saling menghargai satu sama lain.
4.1.3 Makna Simbol Verbal Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo Versi 3 Simbol-simbol yang ada dalam mantra lapali lo wawalo versi 3 terdiri dari simbol benda yang menggambarkan suatu sistem kerajaan. Sistem kerajaan dalam sistem kekuasaan atau suatu kepercayaan bahwa setiap unsur kehidupan mempunyai penguasanya masingmasing. Misalnya alam, ada penguasa yang dikenal dengan penguasa alam semesta. Katakata yang bermakna simbol terlihat pada kutipan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo versi 3 berikut ini. Kandili kandala Raja tua (1) Raja alam tangga alam (2) Duhu wanuhu lo nuhu (3) Yupu hunemu’u pitu aupeo
si setan raja setan yang tua raja setan penguasa alam semesta darahku mengalir untuk si setan dan aku meminta penyembuhan dari sakit Bumbu hulaingo (4) si setan pemberi sakit Raja panua raja setan Raja motolohialo (5) sepasang raja setan Ayu kumbu syarati liyo (6) kayu hutan persyaratannya Bisa donggo watiya mongi’i mayi ma i’iyo’u bila kau racun diriku hanya ku tertawakan Pakule letu’e lesu’e pesu’e nama-nama si setan Bagiri balagiri pambo-pambolo sudah ku tutup cela untuk si setan 1) Raja tua (raja tua)
Secara leksikal raja tua ialah seorang yang mempunyai kekuasaan dan memimpin suatu kerajaan, akan tetapi kata tua berarti orang yang umurnya di atas dari 60 tahun, kesimpulanya raja tua ialah seorang raja yang umurnya lebih dari 60 tahun. Secara logika ketika seseorang sudah berumur 60 tahun, tingkat kematangan secara psiklogis tidak dapat diragukan lagi. Namun secara denotasi tidak demikian. Simbol raja tua dapat mengandung makna lebih halus yang merupakan suatu ungkapan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua. Masyarakat Gorontalo begitu menghormati orang yang lebih tua, tidak memandang dari golongan mana dia berasal akan tetapi masyarakat Gorontalo selalu menjunjung tinggi rasa hormat terutama untuk orang yang lebih tua. 2) Raja alam (raja alam) Simbol selanjutnya ialah raja alam. Secara leksikal kata raja bermakna penguasa yang memimpin suatu kerajaan, sedangkan kata alam bermakna segala sesuatu yang ada hubungannya dengan bumi dan segala isinya mencakup hutan, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan lain-lain. Ketika digabungkan berarti seorang pemimpin yang kekuasaannya meliputi seluruh alam semesta. Simbol raja alam tersebut ketika dimaknai secara denotasi berbeda dengan makna leksikal. Raja alam bermakna lebih luas yaitu masyarakat Gorontalo senantiasa menjaga kelestarian alam, karena bagi mereka alam yang mereka tinggal ialah titipan anak cucu mereka nanti yang harus dijaga kelestariannya.
3) Duhu (darah) Simbol benda selanjutnya ialah simbol duhu. Secara leksikal duhu berarti darah. Namun ketika dianalisis lebih terperinci darah hanya ada pada mahluk hidup. Darah ialah sumber kehidupan, mahluk hidup akan mati ketika tak mempunyai darah, dengan demikian darah menyimbolkan kehidupan. Secara denotasi simbol duhu berarti masyarakat Gorontalo
senantiasa bersyukur kepada sang maha tinggi karena telah diberikan kehidupan yang sejahtera. Bentuk rasa syukurnya dicerminkan ketika masyarakat Gorontalo senantiasa menjaga keseimbangan alam, karena bagi mereka ketika mereka menjaga alam beserta isinya di yakini masyarakat Gorontalo telah menjaga unsur-unsur kehidupan. 4) Bumbu (setan) Simbol selanjutnya ialah simbol bumbu, simbol tersebut menggambarkan penguasa atau pemimpin yang mempunyai kemapuan yang luar biasa di luar kemampuan manusia, karena secara hirarki kata bumbu berarti roh halus yang mempunyai kekuatan luar biasa. 5) Raja motolohialo (sepasang raja) Simbol yang berikutnya ialah raja motolohialo. Secara leksikal kata raja berarti seorang penguasa atau pemimpin, sedangkan motolohialo berarti suami istri, dengan demikian bermakna pemimpin yang bersanding dengan seorang wanita sebagai istrinya. Ketika simbol raja motolohialo dimaknai secara denotasi hasilnya lebih luas, yaitu suatu gambaran bagaimana masyarakat Gorontalo sangat menaati adat pernikahan. Pernikahan yang diselenggarakan masyarakat Gorontalo begitu panjang prosesinya dan memang dibudayakan hingga saat ini, sehingga itu pernikahan bagi masyarakat Gorontalo begitu sakral. Pernikahan bukan hanya bersatunya dua makhluk lawan jenis dalam satu ikatan yang halal, namun bersatunya keluarga yang dulunya tidak berhubungan darah menjadi satu keluarga. Dengan demikian masyarakat Gorontalo sangat menjaga ikatan pernikahan. 6) Ayu (kayu) Simbol yang terakhir ialah simbol ayu. Secara leksikal berarti kayu. Secara denotasi kata ayu menyimbolkan suatu gambaran kehidupan masyarakat Gorontalo yang sangat bergantung pada hasil hutan, sehingganya pola hidunya sangat menjaga kelestarian hutan sebagai penyeimbang ekosistem.
4.1.4 Makna Simbol Nonverbal pada Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo Simbol nonverbal berikut ini ialah sesaji pada prosesi ritual mohunemo yang telah disinggung pad bagian sebelumnya.
simbol nonverbal yang ada dalam prosesi ritual
mohunemo ini misalnya atetela yilahe (ketela rebus), kasubi yilahe (singkong rebus), bese yilahe (talas rebus). Ketiga kata ini merupakan lambang benda. Kata atetela yilahe, kasubi yilahe, dan bese yilahe digunakan sebagai lambang cara hidup masyarakat Gorontalo yang bergantung pada sistem pertanian, namun demikian makna secara konteks ketiga kata di atas bermakna manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah walau demikian setelah Adam yang Tuhan ciptakan dari segumpal tanah hanya mengalami proses kelahiran, namun jika dilihat dari ilmu biologi pada hakekatnya tetap berasal dari tanah walau dengan proses yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan melihat proses pertumbuhan ketela, singkong, dan talas yang berbuah di dalam tanah hingga nantinya di konsumsi oleh manusia dan melewati berproses pencernaan yang bermuara tetap dikembalikan ke tanah. Simbol nonverbal lainya ialah lambi butota yilahe (pisang merah rebus), lambi batayo moidu yilahe (pisang sepatu hijau rebus), lambi batayo pusi’o yilahe (pisang sepatu putih yang di rebus). Ketiga kata di atas melambangkan ketulusan hati masyarakat Gorontalo terhadap keyakinan yang berpegang bahwa di atas kekuatan manusia ada kekuatan yang jauh melebihinya artinya kekuatan melebihi kekuatan manusia normal. Simbol lainnya dalam prosesi ritual mohunemo ialah polohungo (kemuning) dan kembang mayang. Kedua kata tersebut melambangkan ketulusan hati masyarakat Gorontalo terhadap sesama. kemudian terlihat simbol hungo lawa (cengkeh), dan malita lo jawa (merica) yang bermakna perilaku dari masyarakat Gorontalo kebaikan dengan iklas tanpa mengharapkan imbalan.
yang selalu memberikan
Simbol selanjutnya ialah dumbaya yilalango (ikan betok bakar), ponula saribu yilalango (ikan gurame bakar), dan tola yilalango (ikan gabus bakar), otili yilalango (ikan segili bakar), dan duwiwi yilalango (bebek danau bakar). Kempat kata di atas melambangkan tanda syukur kepada sang pencipta karena telah memberikan limpahan rezeki yang tak ternilai. Kemudian terdapat simbol Bongo (kelapa). Lambang bongo bermakna tanda syukur kepada sang pencipta, karena telah memberikan alam yang luar biasa sehingga bisa menghidupi manusia. Simbol yang terakhir ialah Duhu batade moitomo (darah kambing yang berbulu hitam polos tanpa kolaborasi). Kata di atas melambangkan suatu cara hidup masyarakat Gorontalo yang tak lepas dari unsur mistik, atau unsur hitam. Suatu kepercayaan terhadap hal yang gaib disimbolkan pada kambing yang berwarna hitam polos yang digunakan pada prosesi ritual mohunemo. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yang mengangkat dua masalahan yang pertama tentang makna simbol yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut ini akan dideskripsikan nilai-nilai mistik pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo mengacu dari makna simbol verbal dan nonverbal yang telah dipaparkan sebelumnya.
4.2 Nilai-Nilai Mistik pada Mantra Lapali Lo Wawalo dalam Ritual Mohunemo Berdasarkan hasil pembahasan tentang makna simbol verbal dan nonverbal pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo yang telah dibahas pad bagian sebelumnya, dapat diketahui nilai-nilai mistik masyarakat Gorontalo dahulu. Berikut ini uraian tentang nilai-nilai mistik yang terkandung dalam mantra lapali lo wawalo pada ritual mohunemo. 1) Nilai kepercayaan terhadap roh-roh halus Nilai kepercayaan terhadap roh-roh halus masyarakat Gorontalo terlihat pada bait berikut.
Ndangondingo lati lo bulilango Dinondango lati lo dingingo Dindingodingolo lati lo polombolo
si setan penghuni cahaya cermin si setan penghuni tembok rumah si setan penghuni depan atap rumah
Ketiga baris penggalan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo di atas, terdapat nilai kepercayaan terhadap roh-roh halus karena tercermin suatu pola hidup dari kelompok yang wariskan secara turun-temurun. Setiap orang yang mendiami daerah Gorontalo mempercayai adanya roh-roh halus yang menghuni setiap rumah yang mereka tinggal, Sebagai suatu pola hidup yang diturunkan secara turun temurun masyarakat Gorontalo sangat mempercayai selain manusia yang tuhan ciptakan ada juga roh-roh halus hidup bersama mereka dengan demikian mereka selalu menjaga hubungan baik dengan rohroh tersebut. Prosesi ritual mohunemo ialah suatu prosesi yang memanggil roh-roh halus sebagai suatu tindakan penyelamatan ketika ada diantara mereka mengalami suatu penyakit. Roh-roh halus yang dimaksudkan dalam prosesi ritual mohunemo bukan roh-roh yang jahat akan tetapi roh-roh yang sifatnya baik, karena pada hakikatnya prosesi ritual mohunemo bukan bertujuan jahat pada orang lain namun bertujuan baik dalam hal ini mendatangkan kesembuhan melalui perantara roh-roh halus. Dengan demikian, jelaslah bahwa nilai kepercayaan terhadap roh-roh halus sudah merupakan suatu pola hidup masyarakat Gorontalo dahulu yang direfleksikan melalui mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo. 2) Nilai sosial Nilai sosial dalam mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo terdapat pada bait berikut. Buyumbi bulinuhu mohile ambungu Mohile ambungu tolingoli Po’olulia ma’a Diliapo’olo olowamu Bo wombumu Bo walaumu
si setan saya meminta maaf minta maaf kepada kalian berikan kebebasan jangan di apa-apakan hanya cucumu hanya anakmu
Berdasarkan beberapa bait penggalan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo di atas substansinya ialah memberikan kesembuhan kepada orang lain misalnya di baris pertama buyumbi bulihunuhu mohile ambungu, berarti memohon maaf atas kehilafan yang telah di lakukan sehingga dengan kehilafan tersebut mereka telah diberikan suatu penyakit. Akan tetapi ketika mantra tersebut dibacakan mereka berharap dengan permohonan maaf maka mereka akan diberikan kesembuhan dan terbebas dari gangguan setan yang mereka percaya mempunyai kekuatan melebihi kekuatan mereka (masyarakat Gorontalo). Kutipan di atas juga ada suatu nilai menolong sesama dalam bentuk membantu penyembuhan. Penggalan mantra di atas menggambarkan suatu nilai mistik sosial yaitu suatu nilai kemasyarakatan. Manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Pada mantra lapali lo wawalo dalam pelaksanaannya bertujuan untuk memberikan kesembuhan bagi orang lain. Disini terlihat jelas hakikat manusia sebagai mahluk sosial. Prosesi ritual mohunemo dapat menumbuhkan dan lebih mempererat ikatan baik antara masyarakat. Hal tersebut dapat terbukti ketika di daerah Popayato ada yang sakit dan dipercaya sakitnya merupakan dampak negatif dari wawalo, secara otomatis pihak keluarga akan berusaha untuk menyembuhkan dengan cara mendatangkan pawang atau dukun yang mengerti dan mengetahui prosesi rutual mohunemo, sedangkan pawang atau dukun yang mengerti dan mengetahui prosesi ritual mohunemo ialah orang Suwawa, dengan demikian dengan adanya prosesi ritual mohunemo maka bertemulah orang popayato dan orang suwawa yang dulunya tidak kenal satu sama lain, sebaliknya akan saling akrab bahkan karna kedekatnya bisa melebihi suatu ikatan saudara. Inilah salah satu contoh bahwa dengan adanya prosesi ritual mohunemo bisa menumbuhkan nilai sosial di antara masyarakat yang dalam hal ini masyarakat Gorontalo. 3) Nilai kebaikan
Salah satu persepektif mistik yang harus dikembangkan saat ini ialah kebaikan. Kebaikan dalam hal ini ialah tolong menolong antar sesama. ajaran tentang tolong menolong pada masyarakat Gorontalo bukanlah suatu hal yang baru lagi, akan tetapi sudah diturunkan dari para leluhurnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo. Kandili kandala Raja tua Raja alam tangga alam Duhu wanuhu lo nuhu Yupu hunemu’u pitu aupeo
si setan raja setan yang tua raja setan penguasa alam semesta darahku mengalir untuk si setan dan aku meminta penyembuhan dari Sakit
Kutipan mantra di atas jelas terlihat bagaimana sikap tolong menolong terhadap orang lain yang direfleksikan pada mantra lapali lo wawalo dalam ritual mohunemo yang bertujuan membawa kesembuhan bagi orang lain. Kebaikan dalam hal ini merupakan salah satu budaya masyarakat Gorontalo yang telah diwariskan sejak dahulu, tetapi dalam aplikasinya sudah sulit lagi ditemukan pada masyarakat Gorontalo saat ini. Ritual mohunemo sering dipandang menyalahi akidah agama karena meminta pertolongan pada roh-roh halus yang jelas dalam ajaran agama tidak dibenarkan, akan tetapi hal tersebut tidak bertujuan jahat kepada orang lain misalnya santet atau sejenisnya. Akan tetapi bertujuan baik untuk mendatangkan kesembuhan bagi orang lain.