BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian didapatkan penderita TB yang berobat di puskesmas Tamalate selama periode januari hingga juli 2012 sebanyak 32 orang. Selama periode tersebut ditemukan pasien yang tidak patuh dalam pengobatan sebanyak 25 orang. Dari 25 orang pasien yang berhasil didatangi adalah sebanyak 23 orang, namun yang berhasil diwawancarai hanya 18 orang pasien. Sisanya sebanyak 7 orang (28%) tidak berhasil diwawancarai karena sebanyak 3 orang memiliki alamat tempat tinggal yang tidak jelas dan 4 orang tidak bersedia untuk diwawancarai (tabel 1). Tabel 4.1 : Data Dasar Penelitian Variabel
Jumlah (%)
Jumlah pasien TB paru pertahun
392 (15,4%)
Pasien TB paru baru (Januari-Juli 2012)
32 (8,16%)
Pasien yang tidak patuh berobat/mangkir
25 (78,125%)
Pasien yang tidak patuh berobat
19 (76%)
Pasien drop-out (mangkir)
6 (24%)
Pasien yang berhasil didatangi
23 (92%)
Pasien yang berhasil diwawancarai
18 (72%)
Pasien yang tidak berhasil didatangi/diwawancarai
7 (28%)
Pada penelitian ini didapatkan bahwa penderita TB yang tidak patuh berobat di puskesmas Tamalate didominasi dari beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut diantaranya pengaruh jarak, biaya pengobatan, status pekerjaan, dan efek samping OAT . Dilihat dari jarak antara puskesmas Tamalate dengan tempat tinggal pasien hanya ada 2 orang pasien (11,1%) yang memiliki tempat tinggal ± 50 km dari puskesmas Tamalate (tabel 2). Tabel 4.2. : Data Jarak Tempat Tinggal Pasien Jarak (Km)
Jumlah pasien
10 km
8 orang (44,4%)
20 km
5 orang (27,8%)
40 km
3 orang (16,7%)
50 km
2 orang (11,1%)
Untuk pengaruh biaya, berdasarkan hasil wawancara sebagian besar pasien tidak menjadikan biaya sebagai alasan mengapa mereka tidak patuh karena sebagian besar pasien memiliki jaminan kesehatan. Hanya ada 1 orang pasien (5,6%) yang mengeluhkan biaya karena tidak memiliki jaminan kesehatan dan pengobatan dalam jangka waktu yang lama, maka dibutuhkan biaya untuk mendapatkan pengobatan. Status pekerjaan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan pasien untuk menjalani pengobatan karena sebagian besar pasien yakni 6 orang (33,3%) yang memiliki pekerjaan wirausaha dan 5 orang (27,8%) yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta lebih memilih untuk bekerja dari pada menggunakan waktu mereka untuk mendapatkan pengobatan (tabel 3).
Tabel 4.3.: Data Pekerjaan Pasien Variabel
Jumlah pasien (%)
Wirausaha
6 orang (33,3%)
Pelajar
2 orang (11,1%)
Pegawai swasta
5 orang (27,8%)
Tidak memiliki pekerjaan
1 orang (5,6%)
Lain-lain
4 orang (22,2%)
Efek samping OAT adalah alasan yang paling banyak di kemukakan oleh pasien diantaranya 4 pasien (22,2%) mengeluhkan gangguann pencernaan, 10 orang pasien (55,6%) mengeluhkan timbunya gatal-gatal pada kulit dan 3 orang pasien (27,8%) mengeluhkan mual,pusing dan sakit kepala setelah minum OAT. 4.2 Pembahasan Pada penelitian ini penderita TB paru yang tidak patuh berobat dan mengalami drop-out (mangkir) sebanyak 25 (18.6%) orang pasien, dimana sebanyak 19 orang pasien (76%) tidak patuh berobat dan sisanya 6 orang pasien (24%) mengalami drop-out. Angka ini cukup tinggi, angka yang baik adalah bila di bawah 5% (Bagiada,2010). Tingginya angka ini bila kita bandingkan dengan penelitian lain tidak jauh berbeda yaitu masih di atas 5% Lertmaharit (2005), pada penelitiannya menemukan 11% tingkat kepatuhan penderita TB untuk minum obat TB yang tergolong buruk. Pada penelitian ini, dari 32 penderita ditemukan pasien yang tidak patuh dalam pengobatan sebanyak 25 orang. Dari 25 orang pasien yang berhasil didatangi adalah sebanyak 18 orang, dan
sebanyak 7 orang (28%) tidak berhasil diwawancarai karena sebanyak 3 orang memiliki alamat tempat tinggal yang tidak jelas dan 4 orang tidak bersedia untuk diwawancarai. Studi kasus ketidakpatuhan pasien TB dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni faktor jarak, biaya, pekerjaan dan efek samping OAT. Ditinjau dari faktor jarak antara puskesmas Tamalate dengan tempat tinggal pasien didapatkan hasil survey bahwa jumlah pasien tidak patuh/mangkir yang tinggal pada jarak ± 10 km lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tinggal pada jarak ±50 km. hal ini menunjukkan bahwa jauh atau dekatnya jarak tempat tinggal pasien tidak terlalu mempengaruhi tingkat ketidakpatuhan pasien datang berobat ke puskesmas tamalate. Menurut Fahruda (1999), bahwa tidak ada hubungan antara jangkauan pelayanan kesehatan dengan kepatuhan berobat disebabkan lokasi Puskesmas yang ada di Banjarmasin merata di seluruh kelurahan dan untuk menjangkau lokasi tersebut relatif mudah. Namun menurut Intang (2004) bahwa jauhnya jarak rumah penderita dari Puskesmas dapat menentukan ketidakpatuhan pengobatan penderita karena sulitnya alat transportasi di pedesaan ke Puskesmas sehingga penderita harus berjalan kaki lebih dari 1 km untuk menempuh Puskesmas bahkan ada yang harus dengan angkutan motor laut sehingga mengeluarkan biaya transportasi yang besar. Penelitian lain juga mengatakan bahwa dari 71 responden yang tidak teratur berobat sebagian besar mengatakan jarak yang jauh untuk ke Puskesmas yaitu sebanyak 62,0% (Philipus,2002). Menurut beberapa teori menjelaskan bahwa letak tempat pelayanan yang tidak strategis dapat menyebabkan penderita tidak patuh dalam menjalankan pengobatan (Toman,1979). Faktor kedua diihat dari pengaruh biaya Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar pasien tidak menjadikan biaya sebagai alasan mengapa mereka tidak patuh karena sebagian besar pasien memiliki jaminan kesehatan. Dari hasil yang didapatkan 1 orang pasien (5,6%) yang mengeluhkan biaya karena tidak memiliki jaminan kesehatan dan pengobatan dalam jangka
waktu yang lama, maka dibutuhkan biaya untuk mendapatkan pengobatan. Menurut Penelitian lain yang dilakukan oleh Pandit dan Choudhary (2006) di distrik Anand, biaya pemeriksaan dan pengobatan bukan lagi merupakan kendala utama yang dikeluhkan pasien untuk berobat. Fakor ketiga dilihat bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan pasien untuk menjalani pengobatan karena sebagian besar pasien yakni 6 orang (33,3%) yang memiliki pekerjaan wirausaha dan 5 orang (27,8%) yang memiiki pekerjaan sebagai pegawai swasta lebih memilih untuk bekerja dari pada menggunakan waktu mereka untuk mendapatkan pengobatan. Sedangkan faktor terakhir yaitu efek samping OAT adalah alasan yang paling banyak di kemukakan oleh pasien diantaranya 4 pasien (22,2%) mengeluhkan gangguann pencernaan, 10 orang pasien (55,6%) mengeluhkan timbunya gatal-gatal pada kulit dan 3 orang pasien (27,8%) mengeluhkan mual,pusing dan sakit kepala setelah minum OAT. Hal ini disebabkan efek sampimg yang ditimbulkan oleh OAT
dapat menimbulkan penyakit baru serta tidak ada
konsultasi pasien yang mengaami gangguan dalam penggunaan obat OAT. Untuk membina dan menilai kepatuhan berobat, pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan. konseling dan penyuluhan pasien juga mutlak diperlukan. Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-cara menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Cara-cara ini mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly observed therapy - DOT) oleh pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan agar tercapai kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.