BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN •
Hasil Penelitian
•
Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Penilaian penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan tes
tertulis dengan bentuk tes pilihan ganda sebanyak 20 soal. Penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari rata-rata nilai pretest dan posttest. Sedangkan peningkatan penguasaan konsep dari kedua kelas dapat dilihat dari nilai indeks gain. Berdasarkan nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contextual teaching and Learning (CTL) terhadap penguasaan konsep siswa. Rekapitulasi data rata-rata nilai pretest, posttest, dan indeks gain penguasaan konsep kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Data Pretest, Posttest, dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Kelas Kontrol Eksperimen
Rata- rata Pretest (%) 57,97 58,55
Rata-rata Posttest (%) 67,70 77,63
Indeks Gain 0,25 0,43
Kategori Indeks Gain Rendah Sedang
Hasil perhitungan menunjukan rata-rata pretest kelas eksperimen adalah 58,55 sedangkan rata-rata pretest kelas kontrol adalah 57,97. Hal ini menunjukan bahwa nilai pretest kelas eksperimen lebih besar daripada nilai pretest kelas kontrol. Kedua nilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol termasuk ke dalam kriteria cukup
1
(Arikunto, 2006: 57). Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL pada kelas eksperimen dan pendekatan konvensional pada kelas kontrol, kemudian dilakukan posttest. Hasil rata-rata posttest kelas eksperimen adalah 77,63%, nilai ini termasuk ke dalam kategori tingkat pemahaman baik (Arikunto, 2006: 57). Sedangkan rata-rata posttest kelas kontrol adalah 67,70%, nilai ini termasuk ke dalam kategori pemahaman baik (Arikunto, 2006: 57). Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, hal ini menunjukan bahwa penguasaan konsep kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Perbandingan persentase nilai pretest dan posttest penguasaan konsep kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini. Rata –rata Nilai (%)
Gambar 4.1 Persentase nilai rata-rata pretest dan posttest penguasaan konsep kelas kontrol dan kelas eksperimen
Secara keseluruhan, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan penguasaan konsep. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks gain kedua kelas tersebut. Nilai rata-rata indeks gain kelas eksperimen adalah 0,43 termasuk ke dalam kategori sedang. Sedangkan nilai rata-rata indeks gain kelas kontrol adalah 0,25 yang termasuk ke dalam kategori rendah. Nilai indeks gain kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan CTL dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.
2
Perbandingan indeks gain pengusaan konsep kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Nilai Indeks Gain
Gambar 4.2 Perbandingan indeks gain penguasaan konsep kelas kontrol dan kelas eksperimen
Selain dilakukan perhitungan untuk melihat peningkatan penguasaan konsep siswa melalui indeks gain, dilakukan pula analisis statistik untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan dulu uji prasyarat. Uji prasyarat terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan program komputer software SPSS versi 16.0 for windows. Rekapitulasi data penguasaan konsep kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Penguasaan Konsep Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen Komponen N x SD Nilai Tertinggi Nilai Terendah Uji Normalitas
Pretest Kontrol Eksperimen 37 38 57,97 58,55 13,74 14,03 80 80 30 30
3
Posttest Kontrol Eksperimen 37 38 67,70 77,63 11,57 11,91 85 90 45 45
Signifikansi Kesimpulan Uji Homogenitas Signifikansi Kesimpulan Uji Hipotesis Z hitung Z tabel Kesimpulan
0,127 Normal
0,104 Normal
0,072 Normal
0,079 Normal
0,916 Homogen
0,976 Homogen
0,18 ±1,96 H0 diterima
3,76 ±1,96 H1 diterima
•
Uji Prasyarat Penguasaan Konsep
•
Uji Normalitas Pretest Penguasaan Konsep Uji statistik yang digunakan untuk uji normalitas pretest adalah uji Shapiro-
Wilk dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program komputer software SPSS versi 16.0 for windows. Berdasarkan data pada Tabel 4.2 nilai signifikansi kelompok kontrol adalah 0,127 dan nilai signifikansi untuk kelompok eksperimen adalah 0,104. Nilai signifikansi untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen lebih dari 0,05, maka Ho tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa data pretest siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal •
Uji Homogenitas Pretest Penguasaan Konsep Uji homogenitas pretest menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows.
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 diperoleh homogenitas based of mean sebesar 0,916. Nilai tersebut melebihi taraf nyata 0,05 sehingga menunjukan bahwa varian data tersebut homogen. •
Uji Normalitas Posttest Penguasaan Konsep Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk
diperoleh nilai signifikansi kelompok kontrol adalah 0,072 dan untuk kelompok 4
eksperimen adalah 0,079. Nilai signifikansi untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen lebih dari 0,05, maka Ho tidak dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa data posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal. •
Uji Homogenitas Posttest Penguasaan Konsep Uji homogenitas posttest menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows.
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 diperoleh homogenitas based of mean sebesar 0,976. Nilai tersebut melebihi taraf nyata 0,05 sehingga menunjukan bahwa varians data tersebut homogen. •
Uji Hipotesis Penguasaan Konsep Analisis terhadap hasil posttest penguasaan konsep siswa menunjukan data
terdistribusi normal dan homogen, dan siswa yang mengikuti posttest lebih dari 30 siswa, sehingga untuk uji hipotesis posttest penguasaan konsep menggunakan uji z. Taraf signifikansi (α) yang digunakan yaitu 0,05.
Pasangan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya adalah sebagai berikut: H0:
tidak terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap penguasaan konsep siswa.
H1: terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap penguasaan konsep siswa.
z = 3,76 Setelah didapat nilai z hitung, kemudian menentukan daerah penerimaan dengan taraf nyata yang dipakai α = 0,05. Hasil perhitungan uji z adalah 3,76 dan nilai z
tabel(0,05)
adalah 1,96. Nilai zhitung > ztabel(0,05), hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak
5
dan H1 diterima yaitu
terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL
terhadap penguasaan konsep siswa. •
Data Pretest dan Posttest Kemampuan Komunikasi Penilaian kemampuan komunikasi tulisan dilakukan dengan menggunakan tes
tertulis dalam bentuk uraian sebanyak 5 soal. Kemampuan komunikasi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari rata-rata nilai pretest dan posttest. Sedangkan peningkatan kemampuan komunikasi dari kedua kelas dapat dilihat dari nilai indeks gain. Rekapitulasi data rata-rata nilai pretest, posttest, dan indeks gain kemampuan komunikasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Eksperimen
Rata-rata Pretest (%) 56,08 56,71
Rata-rata Posttest (%) 63,21 79,89
Indeks Gain 0,18 0,41
Kategori Indeks Gain Rendah Sedang
Hasil perhitungan menunjukan rata-rata pretest kelas eksperimen adalah 56,71% sedangkan rata-rata pretest kelas kontrol adalah 56,08%. Hal ini menunjukan bahwa nilai pretest kelas eksperimen lebih besar daripada nilai pretest kelas kontrol. Kedua nilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol termasuk ke dalam kriteria kurang (Purwanto, 2008: 103). Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL pada kelas eksperimen dan pendekatan konvensional pada kelas kontrol, kemudian dilakukan posttest. Hasil rata-rata posttest kelas eksperimen adalah 79,89%, nilai ini termasuk ke dalam kategori baik (Purwanto, 2008: 103). Sedangkan
6
rata-rata posttest kelas kontrol adalah 63,21%, nilai ini termasuk ke dalam kategori cukup (Purwanto, 2008: 103). Nilai rata-rata posttest kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, hal ini menunjukan bahwa kemampuan komunikasi kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Perbandingan persentase nilai pretest dan posttest kemampuan komunikasi kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.3 Nilai Rata-rata (%)
Gambar 4.3 Persentase nilai rata-rata pretest dan posttest kemampuan komunikasi kelas kontrol dan kelas eksperimen
Secara keseluruhan, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan penguasaan konsep. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks gain kedua kelas tersebut. Nilai rata-rata indeks gain kelas kontrol adalah 0,18 yang termasuk ke dalam kategori rendah. Sedangkan nilai rata-rata indeks gain kelas eksperimen adalah 0,41 yang termasuk ke dalam kategori sedang. Nilai rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol, hal ini menunjukan bahwa pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
CTL
dapat
meningkatkan
kemampuan komunikasi siswa. Perbandingan indeks gain kelas kemampuan komunikasi kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Nilai Indeks Gain
Gambar 4.4 Perbandingan indeks gain kemampuan komunikasi kelas kontrol 7
dan kelas eksperimen
Selain dilakukan perhitungan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi siswa melalui indeks gain, dilakukan pula analisis statistik untuk menguji hipotesis penelitian. Rekapitulasi data kemampuan komunikasi tulisan siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilhat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol dan Eksperimen Komponen N x SD Nilai Tertinggi Nilai Terendah Uji Normalitas Signifikansi Kesimpulan Uji Hipotesis Asymp. Sig. (2-tailed) Kesimpulan
Pretest Kontrol Eksperimen 37 38 56,08 56,71 14,28 12,80 80 80 20 30
Posttest Kontrol Eksperimen 37 38 63,24 72,10 14,93 13,41 90 95 25 45
0,046 Tidak Normal
0,036 Tidak Normal
0,148 Normal
0,806 H0 ditolak
•
Uji Prasyarat Kemampuan Komunikasi
•
Uji Normalitas Pretest Kemampuan Komunikasi
0,040 Tidak Normal
0,006 H1 diterima
Uji normalitas kemampuan awal komunikasi siswa diperoleh dari data pretest. Uji statistik yang akan digunakan adalah uji Shapiro-Wilk dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 0,05. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program komputer software SPSS versi 16.0 for windows. Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk 8
diperoleh nilai signifikansi untuk kelompok eksperimen adalah 0,148. Hal ini menunjukkan data pretest kemampuan komunikasi kelas eksperimen berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk kelompok kontrol adalah 0,046. Hal ini menunjukkan data pretest kemampuan komunikasi kelompok kontrol tidak berdistribusi normal, karena nilai signifikansi kurang dari 0,05, karena ada salah satu data yang tidak berdistribusi normal, maka tidak perlu dilakukan uji homogenitas. •
Uji Normalitas Posttest Kemampuan Komunikasi Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa uji normalitas dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk diperoleh nilai signifikansi kelompok eksperimen adalah 0,040. dan nilai signifikansi untuk kelompok eksperimen adalah 0,036. Nilai signifikansi untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kurang dari 0,05, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa skor posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas, data posttest kemampuan komunikasi kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak berdistribusi normal, sehingga tidak perlu dilakukan uji homogenitas. •
Uji Hipotesis Kemampuan Komunikasi Berdasarkan hasil uji normalitas kemampuan komunikasi pada kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, untuk membandingkan rata-rata siswa yang memperoleh pembelajaran CTL dengan pendekatan konvensional dilakukan uji statistik nonparametrik Mann Whitney U. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya adalah sebagai berikut: H0:
tidak terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap kemampuan komunikasi siswa.
9
H1: terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap kemampuan komunikasi siswa. Uji statistik yang digunakan adalah non-parametrik Mann-Whitney U dengan mengambil taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujiannya yaitu jika nilai Signifikansi (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima atau jika nilai Signifikansi (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak (Uyanto, 2009: 138). Untuk memudahkan pengujian, penulis menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows. Berdasarkan data pada Tabel 4.4 terlihat bahwa dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney U diperoleh nilai signifikansi adalah 0,006 artinya H0 ditolak. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL terhadap kemampuan komunikasi siswa.
•
Data Indikator Kemampuan Komunikasi Tulisan Masing-masing indikator kemampuan komunikasi tulisan terdapat pada setiap
soal uraian. Data hasil pretest setiap indikator kemampuan komunikasi tulisan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Data Hasil Pretest Indikator Kemampuan Komunikasi Tulisan No. Soal 1. 2. 3. 4. 5.
Kemampuan Komunikasi Tulisan Menginterpretasi Gambar Membuat Bagan Membaca Tabel Membaca Grafik Membuat Grafik
Kontrol (%) 70,27 48,64 66,21 62,16 35,81
Pretest Eksperimen (%) Cukup 73,02 Kurang Sekali 51,97 Cukup 63,81 Cukup 58,55 Kurang Sekali 38,15 Kategori
Kategori Cukup Kurang Sekali Cukup Kurang Kurang Sekali
Rata-rata nilai pretest untuk setiap indikator kemampuan komunikasi tulisan 10
siswa kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.5. Indikator Kemampuan Komunikasi Tulisan Prsentase Nilai (%)
Gambar 4.5 Persentase nilai rata-rata pretest kemampuan komunikasi tulisan siswa Keterangan Gambar : 1 = Menginterpretasi gambar 2 = Membuat bagan 3 = Membaca tabel 4 = Membaca grafik 5 = Membuat grafik Data hasil posttest setiap indikator kemampuan komunikasi tulisan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Data Hasil Posttest Indikator Kemampuan Komunikasi Tulisan No. Soal 1. 2. 3. 4. 5.
Kemampuan Komunikasi Tulisan Menginterpretasi Gambar Membuat Bagan Membaca Tabel Membaca Grafik Membuat Grafik
Kontrol (%) 75,67 58,78 68,24 63,51 54,60
Posttest Kategori Eksperimen (%) Cukup 84,86 Kurang 67,76 Cukup 77,63 Cukup 76,31 Kurang 66,44
Kategori Baik Cukup Baik Baik Cukup
Rata-rata nilai posttest untuk setiap indikator kemampuan komunikasi tulisan siswa kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.6 Indikator Kemampuan Komunikasi Tulisan Persentase Nilai (%)
Gambar 4.6 Persentase nilai rata-rata posttest kemampuan komunikasi tulisan siswa Keterangan Gambar : 1 = Menginterpretasi gambar 2 = Membuat bagan 3 = Membaca tabel 4 = Membaca grafik 11
5 = Membuat grafik Berdasarkan data pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 diketahui bahwa kemampuan awal untuk indikator menginterpretasi gambar kedua kelas termasuk kategori cukup. Setelah pembelajaran, kelas kontrol mengalami peningkatan rata-rata nilai posttest namun kategorinya tetap cukup, sedangkan pada kelas eksperimen kemampuan komunikasi menginterpretasi gambar mengalami peningkatan menjadi kategori baik. Untuk kemampuan komunikasi membuat bagan kedua kelas termasuk ke dalam kategori kurang sekali, setelah pembelajaran kelas kontrol mengalami peningkatan menjadi kategori kurang sedangkan kelas eksperimen menjadi kategori cukup. Untuk kemampuan komunikasi membaca tabel kedua kelas termasuk ke dalam kategori cukup. Setelah pembelajaran kelas kontrol kategorinya tetap cukup, sedangkan untuk kelas eksperimen terjadi peningkatan menjadi kategori baik. Untuk kemampuan komunikasi membaca grafik kedua kelas termasuk ke dalam kategori kurang sekali, setelah pembelajaran kelas kontrol mengalami peningkatan menjadi kategori cukup dan kelas eksperimen menjadi kategori baik. Untuk kemampuan komunikasi membuat grafik kedua kelas termasuk kategori kurang sekali, setelah pembelajaran kelas kontrol mengalami peningkatan menjadi kategori kurang sedangkan kelas eksperimen menjadi kategori cukup. •
Data Hasil Observasi Kemampuan komunikasi lisan siswa dijaring melalui observasi menggunakan
lembar observasi yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung yakni pada saat kegiatan diskusi. Rata-rata penguasaan kemampuan komunikasi lisan pada setiap indikator yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Persentase Rata-rata Kemampuan Komunikasi Lisan Siswa No
Indikator Kemampuan Komunikasi Lisan 12
%
Kategori
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Siswa mengemukan pendapat dalam diskusi. Siswa mendengarkan pendapat anggota kelompok yang lain. Siswa membantu mengembangkan pendapat teman sekelompoknya. Siswa memperhatikan dan mengkondisikan audiens ketika akan berbicara. Siswa mengemukakan pertanyaan kepada guru Siswa menjawab pertanyaan dari guru atau dari siswa lain. Siswa dapat menyakinkan orang lain tentang apa yang disampaikannya. Siswa menyanggah pendapat kelompok lain. Siswa menerima pendapat dan masukan dari teman. Siswa mengemukakan kesimpulan dari hasil diskusi.
78,94 97,36
Sering Sangat Sering
36,84
Jarang
60,52
Sering
42,10 21,05
Jarang Sangat Jarang
39,47
Jarang
47,36 42,10 21,05
Jarang Jarang Sangat jarang
Berdasarkan data pada Tabel 4.7 indikator kemampuan komunikasi lisan yang paling sering muncul adalah siswa mendengarkan pendapat anggota kelompok yang lain pada saat diskusi kelompok, indikator tersebut
dimunculkan sangat sering
(97,36). Indikator kemampuan komunikasi lisan yang paling jarang muncul adalah kemampuan bertanya (21,05) dan kemampuan mengemukakan kesimpulan (21,05) yang termasuk kategori sangat jarang siswa memunculkan indikator tersebut. Persentase kemunculan setiap indikator kemampuan komunikasi lisan siswa dapat dilihat pada Gambar 4.7. Persentase Kemunculan (%) Indikator Kemampuan Komunikasi Lisan
Gambar 4.7 Persentase kemunculan indikator kemampuan komunikasi lisan Keterangan Gambar : 1: Mengemukan pendapat 2: Mendengarkan pendapat 3: Membantu mengembangkan pendapat teman 4: Memperhatikan dan mengkondisikan audiens ketika akan berbicara. 13
5: Mengemukakan pertanyaan 6: Menjawab pertanyaan dari guru atau dari siswa lain 7: Menyakinkan orang lain 8: Menyanggah pendapat kelompok lain 9: Menerima pendapat dan masukan dari teman 10: Mengemukakan kesimpulan dari hasil diskusi
•
Data Hasil Angket Siswa Pendapat atau respon siswa tentang pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan CTL dijaring melalui angket yang dibagikan di kelas eksperimen setelah pembelajaran berlangsung. Analisis data hasil angket siswa dilakukan dengan cara mempersentasekan jawaban siswa (jawaban Ya dan jawaban Tidak) pada setiap pernyataan yang terdapat pada angket. Rata-rata jawaban siswa untuk setiap pertanyaan angket dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Persentase Rata-rata Jawaban Siswa No. 1
2 3
4
5 6
7
8 9
Soal Apakah kamu tahu atau pernah mengalami penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran? Apakah pendekatan CTL yang dilakukan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan? Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL membuat kamu lebih tertarik untuk mempelajari konsep pencemaran lingkungan? Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL memudahkan kamu dalam memahami konsep pencemaran lingkungan? Apakah pendekatan CTL cocok diterapkan pada materi pencemaran lingkungan? Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat membantu kamu untuk menerapkan konsep yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari? Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat membuat kamu lebih aktif berkomunikasi dengan guru di kelas? Apakah kamu terlibat aktif ketika sedang berdiskusi? Apakah kamu dapat mengemukakan pendapat dengan lancar dan jelas pada saat berdiskusi 14
Jawaban Ya (%) Tidak (%) 2,63% 97,36%
94,73%
5,26%
78,94%
21,05%
94,73%
5,26%
92,10%
7,89%
86,84%
13,15%
73,68%
26,31%
78,94%
21,05%
36,84%
68,42%
10 11 12 13 14 15
Apakah kamu dapat menyanggah pendapat orang lain pada saat berdiskusi? Apakah kamu dapat menerima pendapat orang lain pada saat berdiskusi? Apakah kamu kesulitan memahami materi dari gambar,bagan,tabel, atau grafik? Apakah kamu kesulitan menyajikan data ke dalam bentuk bagan? Apakah kamu kesulitan menyajikan data ke dalam bentuk grafik? Apakah pendekatan CTL yang dilakukan dalam pembelajaran, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi kamu?
•
Pembahasan
•
Penguasaan Konsep
44,73%
55,26%
100%
0%
86,84%
13,15%
94,73%
5,26%
78,94%
21,05%
73,68%
26,31%
Pretest dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai konsep pencemaran lingkungan. Dari hasil analisis terhadap data nilai pretest, menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan awal yang sama atau tidak berbeda secara signifikan. Hasil pretest di kedua kelompok memiliki rata-rata yang kecil dan termasuk ke dalam kategori penguasaan cukup. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep awal siswa di kedua kelompok sebelum mengikuti pembelajaran rendah. Ini merupakan sesuatu yang wajar karena siswa diberikan tes tentang konsep pencemaran lingkungan yang materinya belum pernah disampaikan kepada mereka. Berbeda dengan penguasaan konsep awal siswa, penguasaan konsep siswa setelah mengikuti pembelajaran menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil posttest di kelas eksperimen yang lebih tinggi dan termasuk ke dalam kategori baik. Nilai rata-rata indeks gain kelompok eksperimen adalah 0,43 yang termasuk ke 15
dalam kategori sedang, sedangkan nilai rata-rata indeks gain kelompok kontrol adalah 0,25 yang termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan CTL lebih baik daripada yang belajar dengan menggunakan pendekatan konvensional. Peningkatan penguasaan konsep di kelompok eksperimen disebabkan siswa membangun pengetahuannya sendiri (constructivism) dan mengendapkan pengetahuan yang diperolehnya dengan cara menghubungkannya dengan permasalahan sehari-hari (reflection). Seperti yang dikemukakan oleh Piaget dan Freire (Lie, 2004: 5) bahwa berhasil tidaknya siswa menggali pengetahuan tergantung pada bagaiman guru menciptakan kondisi dan situasi
yang memungkinkan siswa membentuk makna-
makna dari bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan yang sewaktu- waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Menurut Slameto (2003: 54) hasil belajar, dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu: (a) faktor keluarga (b) faktor sekolah termasuk didalamnya pendekatan dan metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pembelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, dan (c) faktor masyarakat. Siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL penguasaan konsepnya lebih baik karena melakukan kegiatan praktikum yang membuat siswa lebih mengingat materi pembelajaran. Sedangkan pada kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa ada kegiatan praktikum, siswa di kelas kontrol tidak membangun
16
pengetahuannya sendiri, sehingga lebih mudah lupa materi yang diajarkan. Selain karena adanya kegiatan praktikum, faktor lain yang menyebabkan peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional adalah setelah pembelajaran siswa di kelas eksperimen diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti dan guru menjelaskan kembali. Siswa di kelas eksperimen juga melakukan reflection, dimana siswa mengendapkan pengetahuan yang sudah dipelajari. Siswa di kelas kontrol tidak melakukan kegiatan bertanya sehingga siswa tidak bisa bertanya mengenai konsep yang belum dimengerti. Siswa di kelas kontrol juga tidak melakukan kegiatan reflection, sehingga siswa kurang bisa memaknai pembelajaran yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil angket, siswa yang menjawab “ya” untuk pertanyaan pendekatan CTL memudahkan kamu dalam memahami konsep pencemaran lingkungan adalah sebanyak 94,73%, sedangkan yang menjawab “tidak” sebanyak 5,26%. Hal ini menunjukan bahwa siswa lebih mudah memahami konsep pencemaran lingkungan melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. •
Kemampuan Komunikasi Tulisan Dari hasil analisis terhadap data nilai pretest kemampuan komunikasi
menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol memiliki
pemahaman konsep awal tidak berbeda secara signifikan. Hasil pretest di kedua kelompok memiliki rata-rata yang kecil, hal ini menunjukan bahwa kemampuan awal siswa di kedua kelompok sebelum mengikuti
pembelajaran rendah. Hal ini
disebabkan siswa jarang sekali mendapatkan soal berupa bagan, tabel, dan grafik dalam tes biologi.
17
Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL di kelas eksperimen dan pendekatan konvensional di kelas kontrol, dilakukan posttest. Rata-rata posttest kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Hasil rata-rata posttest kelas eksperimen adalah 79,89%, nilai ini termasuk ke dalam kategori baik (Purwanto, 2008: 103). Sedangkan rata-rata posttest kelas kontrol adalah 63,21%, nilai ini termasuk ke dalam kategori cukup (Purwanto, 2008: 103). Berdasarkan nilai rata-rata indeks gain kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Nilai ratarata indeks gain kelas eksperimen adalah 0,41 yang termasuk ke dalam kategori sedang. Sedangkan nilai rata-rata indeks gain kelas kontrol adalah 0,18 yang termasuk ke dalam kategori rendah . Hal ini menunjukan terdapat pengaruh pembelajaran CTL terhadap kemampuan komunikasi siswa. Keterampilan komunikasi dapat dilatihkan guru dengan cara membuat gambar, tabel, diagram, grafik, atau histogram (Semiawan, 1988: 33). Penyebab terdapat perbedaan yang signifikan dari kemampuan komunikasi tulisan siswa kelompok kontrol dan eksperimen adalah terdapat perbedaan pengalaman belajar yang dialami siswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Di kelas eksperimen guru menampilkan gambar,
bagan,
menganalisisnya
tabel,
dan
sehingga
grafik, siswa
kemudian
membimbing
membangun
siswa
pengetahuannya
untuk sendiri
(constructivisme). Selain itu siswa di kelas eksperimen juga memperoleh pengetahuan bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta tapi dari hasil kegiatan menemukan (inquiry) melalui kegiatan praktikum. Terdapat empat indikator kemampuan komunikasi tulisan dalam penelitian ini yaitu kemampuan komunikasi tulisan melalui gambar, bagan, tabel, dan grafik. Setiap indikator terdapat di dalam soal uraian pretest dan posttest.
18
•
Kemampuan Komunikasi melalui Gambar Indikator kemampuan komunikasi melalui gambar terdapat pada soal uraian
nomor satu. Kemampuan komunikasi melalui gambar pada kedua kelompok sebelum pembelajaran tidak jauh berbeda antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Ratarata hasil pretest kemampuan komunikasi melalui gambar pada kelas eksperimen yaitu 73,02%, yang termasuk ke dalam kategori cukup, dan pada kelas kontrol yaitu 70,27% yang termasuk ke dalam kategori cukup. Kedua kelompok siswa memiliki kemampuan komunikasi melalui gambar yang termasuk kategori cukup, karena siswa sudah sering mendapatkan soal tes berupa gambar, sehingga siswa terbiasa menginterpretasi gambar. Setelah pembelajaran, rata-rata hasil posttest kemampuan komunikasi melalui gambar pada kelas eksperimen mengalami peningkatan menjadi 84,86% yaitu kategori baik. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata nilai posttest untuk kemampuan komunikasi melalui gambar juga mengalami peningkatan menjadi 75,67%, namun kategorinya tetap cukup. Berdasarkan kategori kemampuan komunikasi, kategori kelompok eksperimen lebih baik daripada kategori kelompok kontrol. Di kelas eksperimen guru banyak menampilkan gambar dan membimbing siswa untuk menganalisis gambar tersebut, sehingga siswa terbiasa untuk menginterpretasi gambar dan mengubahnya menjadi bentuk uraian. Siswa di kelas eksperimen sering mendapat latihan menginterpretasi gambar sehingga rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan rata-rata nilai posttest kelas kontrol.
19
•
Kemampuan Komunikasi melalui Bagan Manfaat dari penggunaan bagan sebagai sebuah media yaitu merangkum suatu
keterangan secara sederhana, memperlihatkan hubungan antara data yang satu dengan yang lainnya secara jelas dan mudah, serta mendorong siswa berpikir secara kritis dan analisis (Latuheru, 1988: 48). Indikator kemampuan komunikasi membuat bagan terdapat pada soal uraian nomor dua. Berdasarkan hasil analisis pretest, rata-rata pretest kemampuan komunikasi melalui bagan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol termasuk ke dalam kategori kurang sekali. Rata-rata nilai pretest pada kelas eksperimen yaitu 51,97%, sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 48,64%. Rendahnya rata-rata nilai pretest kedua kelompok siswa disebabkan siswa tidak terbiasa membuat bagan dan jarang sekali mendapat soal berupa bagan. Setelah pembelajaran dilakukan, dan dilakukan analisis hasil posttest, rata-rata nilai posttest kelas eksperimen adalah 67,76% yang termasuk kategori cukup sedang untuk kelas kontrol adalah 58,78% yang termasuk kategori kurang. Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol karena kelas eksperimen melakukan kegiatan praktikum. Pada saat kegiatan praktikum siswa diharuskan melihat cara kerja yang berupa bagan dan harus memahaminya. Selain itu siswa di kelompok eksperimen juga ditugaskan untuk membuat laporan hasil praktikum, dan untuk cara kerja harus dibuat dalam bentuk bagan. Siswa di kelas eksperimen dibiasakan untuk membuat bagan pada saat kegiatan praktikum dan setelah kegiatan praktikum, sehingga nilai posttest kelas eksperimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol.
20
•
Kemampuan Komunikasi melalui Tabel Indikator kemampuan komunikasi membaca tabel terdapat pada soal uraian
nomor tiga. Rata-rata pretest kemampuan komunikasi membaca tabel pada kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen. Berdasarkan analisis hasil pretest, kemampuan komunikasi membaca tabel pada kelas eksperiemen termasuk kategori cukup (63,21), dan pada kelas kontrol juga termasuk kategori cukup (66,21). Berdasarkan analisis terhadap hasil posttest, rata-rata posttest kelas eksperimen adalah 77,63% yang termasuk ke dalam kategori baik, sedangkan rata-rata posttest kelas kontrol adalah 68,24% yang termasuk ke dalam kategori cukup. Rata- rata posttest kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol karena pada kelas eksperimen, guru sering menampilkan tabel pada saat pembelajaran dan membimbing siswa untuk menganalisis tabel yang ditampilkan. Selain itu kelas eksperimen juga melakukan kegiatan praktikum dimana siswa disuruh untuk membuat laporan hasil penelitian berupa tabel, sehingga siswa menjadi terbiasa membaca dan membuat tabel. •
Kemampuan Komunikasi melalui Grafik Pembuatan grafik dimulai dengan pembuatan sumbu x dan y, menuliskan
variabel, pembuatan skala, dan pencantuman satuan serta meletakkan setiap pasang angka pada titik koordinat yang sama (Subiyanto, 1988: 121). Indikator kemampuan komunikasi grafik terdapat pada soal uraian nomor empat dan nomor lima, pada soal nomor empat terdapat soal membaca grafik dan pada soal nomor lima terdapat soal membuat grafik. Rata-rata hasil pretest membaca grafik pada kelas eksperimen termasuk kategori kurang (58,55), sedangkan pada kelas kontrol termasuk kategori cukup
21
(62,16). Rata-rata hasil pretest membuat grafik pada kelas eksperimen termasuk kategori kurang sekali (38,15) begitu pula pada kelas kontrol termasuk kategori kurang sekali (35,81). Kemampuan komunikasi membuat grafik termasuk ke dalam kategori kurang sekali pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disebabkan siswa tidak terbiasa mendapatkan soal dalam bentuk grafik dan jarang membuat grafik kecuali pada saat pembelajaran matematika. Setelah pembelajaran, dilakukan posttest untuk melihat pengaruh pendekatan CTL terhadap kemampuan komunikasi. Berdasarkan analisis terhadap hasil posttest, rata-rata posttest kemampuan komunikasi membaca grafik pada kelas eksperimen adalah 76,31% yang termasuk kategori baik, sedangkan pada kelas kontrol adalah 63,51% yang termasuk kategori cukup. Untuk indikator kemampuan komunikasi membuat grafik, rata-rata posttest kelas eksperimen adalah 66,44% yang termasuk kategori cukup sedangkan untuk kelas kontrol adalah 54,60% yang termasuk kategori kurang. Berdasarkan hasil analisis terhadap kemampuan komunikasi melalui grafik, ternyata siswa yang mampu membaca grafik belum tentu memiliki kemampuan untuk membuat grafik. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah bahwa keterampilan membaca grafik lebih sering dilatihkan guru kepada siswa dibandingkan dengan keterampilan membuat grafik. Selain itu jika dilihat dari jenjang kognitif, kemampuan membaca grafik termasuk ke dalam jenjang kognitif C2 yaitu pemahaman sedangkan untuk kemampuan membuat grafik termasuk ke dalam jenjang kognitif C3 yaitu penerapan (Rustaman et al., 2003: 36). Kelompok
eksperimen
mengalami
22
peningkatan
indikator kemampuan
komunikasi membaca grafik dan membuat grafik, karena di kelas eksperimen guru sering menampilkan grafik dan menyuruh siswa untuk menganalisis grafik yang ditampilkan. Selain itu siswa juga disuruh untuk membuat laporan hasil penelitian berupa tabel dan grafik, sehingga siswa terbiasa membaca dan membuat grafik. •
Kemampuan Komunikasi Lisan Rustaman (2003: 125) mengungkapkan bahwa dengan kegiatan diskusi,
keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan pendapat, bertukar pikiran dengan teman serta menghargai dan menerima pendapat orang lain diransang untuk dapat dimiliki oleh siswa. Kegiatan diskusi dalam pembelajaran membuat siswa mendapat pengalaman dan latihan dalam mengungkapkan diri secara lisan dan berkomunikasi dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Berdasarkan data pada Tabel 4.7, indikator kemampuan komunikasi lisan yang paling sering dimunculkan yaitu indikator nomor dua yaitu mendengarkan pendapat anggota kelompok yang lain yaitu sebanyak 97,36%. Sedangkan indikator kemampuan komunikasi yang paling jarang muncul adalah nomor enam yaitu menjawab pertanyaan dari guru atau kelompok lain (21,05) dan indikator nomor sepuluh yaitu mengemukakan kesimpulan dari hasil diskusi (21,05). Menurut Dahar (1996: 190) peningkatan kemampuan siswa terjadi melalui transmisi sosial, karena dalam pembelajaran mengedepankan interaksi sesama anggota secara positif dalam rangka mengkontruksi pengetahuan. Pada kelompok eksperimen, dengan menggunakan pendekatan CTL terdapat learning community dimana siswa melakukan diskusi, sehingga siswa bisa mengembangkan kemampuan komunikasi lisan. Pada saat kegiatan diskusi berlangsung terjadi interaksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Interaksi yang positif dan
23
komunikasi
dua
arah
yang
efektif
membuat
siswa
bisa
mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Faktor lain yang menyebabkan kemunculan kemampuan komunikasi lisan siswa kelompok eksperimen adalah adanya reward berupa nilai tamabah bagi siswa yang aktif pada saat bediskusi. Setiap ada siswa yang mengemukakan
pendapat,
menyanggah
pendapat,
bertanya,
atau
menjawab
pertanyaan, guru mencatatnya dan memberikan nilai tambah (authentic assesment). Siswa yang memunculkan indikator komunikasi di setiap kelompok juga berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada Lampiran C5. Siswa anggota kelompok A merupakan kelompok yang paling sering memunculkan indikator kemampuan komunikasi. Sedangkan siswa anggota kelompok F merupakan yang paling jarang memunculkan indikator kemampuan komunikasi lisan. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai kemunculan aspek kemampuan komunikasi lisan siswa selama pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. •
Mengemukan pendapat dalam diskusi Hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dan bertukar pikiran dengan
orang lain (Komalasari, 2010: 12). Faktor yang menyebabkan hampir seluruh siswa memunculkan indikator kemampuan komunikasi mengemukakan pendapat dalam diskusi adalah siswa sebelumnya diberikan waktu untuk bertukar pikiran dengan teman sekelompoknya. Bertukar pikiran dalam kelompok menyebabkan siswa lebih berani menyampaikan pendapatnya dalam diskusi kelas, karena siswa sudah memiliki pemahaman yang memadai dan sudah mendapatkan dukungan dari teman sekelompoknya. Berdasarkan
data
pada
Tabel
4.6,
kemampuan
komunikasi
lisan
mengemukakan pendapat dalam diskusi persentasenya adalah 78,94% yang termasuk
24
kategori sering. Indikator mengemukakan pendapat dalam diskusi sering muncul karena siswa sudah memiliki pengetahuan awal mengenai materi yang akan didiskusikan dari hasil membaca bertukar pikiran dengan teman sekelompoknya, sehingga siswa tidak ragu untuk mengemukakan pendapatnya dalam diskusi. Sebanyak 21,06% siswa diam dan tidak mengemukakan pendapat dalam diskusi. Kehadiran observer yang mengamati kegiatan diskusi yang dilakukan siswa pun
menjadi
faktor
lain
yang
menyebabkan
siswa-siswa
tertentu
tidak
mengungkapkan pendapatnya. •
Mendengarkan pendapat anggota kelompok yang lain Dimyati (Saskia: 2007: 78) mengemukakan bahwa mendengarkan adalah hal
penting dalam komunikasi, perilaku mendengar yang baik akan berpengaruh terhadap perilaku berbicara siswa, karena siswa akan menanggapi dengan baik, jika dia adalah seorang pendengar yang baik. Di dalam komunikasi selain harus ada yang menyampaikan ide atau pendapat
juga harus ada yang mendengarkan pendapat,
sehingga terjadi interaksi. Berdasarkan data pada Tabel 4.6, kemampuan komunikasi lisan mendengarkan pendapat dalam diskusi persentasenya adalah 97,36% yang termasuk kategori sering muncul. Indikator mendengarkan pendapat dalam diskusi sering muncul karena siswa diharuskan untuk menjawab pertanyaan dari guru atau siswa lainnya sehingga siswa harus mendengarkan supaya bisa menjawab pertanyaan atau menanggapi dengan baik dan benar. •
Membantu mengembangkan pendapat teman sekelompoknya Saskia (2004: 61) menyatakan bahwa dukungan anggota kelompok yang lain
sangat penting bagi siswa ketika sedang berpendapat. Adanya dukungan dan bantuan
25
dalam kelompok siswa akan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dengan tanpa ragu siswa akan mengungkapkan ide atau pendapat-pendapatnya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapkan pada kelompoknya. Berdasarkan data pada Tabel 4.6, kemampuan komunikasi lisan membantu mengembangkan pendapat teman sekelompoknya dalam diskusi persentasenya adalah 36,84% yang termasuk kategori jarang muncul. Indikator membantu mengembangkan pendapat teman sekelompoknya jarang muncul karena setiap
kelompok sudah
bertukar pikiran sebelum diskusi kelas, sehingga hampir semua anggota kelompok sudah memiliki pemahaman sendiri-sendiri. •
Memperhatikan dan mengkondisikan audiens ketika akan berbicara Perhatian dari audiens akan menyebabkan siswa merasa pendapatnya dihargai,
oleh karena itu kondisi audiens yang kondusif akan membantu siswa mengungkapkan pendapatnya tanpa ragu (Saskia, 2004: 61). Sebelum mengemukakan pendapat dalam diskusi, siswa seharusnya mengkondisikan audiens, sehingga siswa tidak perlu mengulang kembali mengungkapkan pendapatnya. Berdasarkan
data
pada
Tabel
4.6,
kemampuan
komunikasi
lisan
memperhatikan dan mengkondisikan audiens ketika akan berbicara persentasenya adalah 60,52% yang termasuk kategori sering muncul. Hampir seluruh siswa memunculkan indikator memperhatikan dan mengkondisikan audiens ketika akan berbicara, karena siswa ingin pendapatnya dihargai dan supaya siswa tidak perlu mengulang kembali pendapat yang ingin disampaikannya. •
Mengemukakan pertanyaan Menurut Silberman (Alfaruqi, 2009) proses belajar yang sesungguhnya akan
terjadi bila siswa mengajukan pertanyaan. Kemampuan bertanya mengindikasikan
26
sejauh mana siswa mengerti mengenai materi yang sudah diajarkan. Terkadang ada beberapa konsep yang sulit untuk dikuasai siswa, sehingga siswa bertanya kepada guru atau siswa lainnya megenai konsep yang belum dimengerti. Berdasarkan
data
pada
Tabel
4.6,
kemampuan
komunikasi
lisan
mengemukakan pertanyaan persentasenya adalah 42,10% yang termasuk kategori jarang muncul. Indikator mengemukakan pertanyaan jarang muncul, karena siswa takut dianggap bodoh dan lambat menanggapi pelajaran jika mengajukan pertanyaan. Siswa juga takut ditertawakan oleh siswa yang lainnya jika bertanya kepada guru. Hal ini menyulitkan guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang sudah diajarkan. •
Menjawab pertanyaan dari guru atau kelompok lain Pujiati (2004: 82) menyatakan bahwa rasa takut, rendah diri atau rasa malu
yang ada pada siswa terhadap temannya sendiri ataupun terhadap guru adalah faktor yang menghambat suasana yang bebas dalam kelas dan menyebabkan siswa merasa terhambat dalam mengungkapkan pendapatnya. Akibatnya siswa akan cenderung untuk diam dan mengandalkan siswa lain yang dianggapnya lebih pintar untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru atau siswa yang lain Berdasarkan data pada Tabel 4.6, untuk kemampuan komunikasi lisan menjawab pertanyaan persentasenya adalah 21,05% yang termasuk kategori sngat jarang muncul. Siswa merasa takut jawabannya salah sehingga takut mengungkapkan jawabannya. Selain itu siswa juga takut ditertawakan oleh siswa yang lainnya jika jawaban yang dikemukakan oleh siswa tersebut salah. •
Mempertahankan pendapat dengan alasan yang benar Untuk bisa mempertahankan pendapat ketika sedang berdiskusi, siswa harus
27
memiliki pemahaman yang cukup tentang materi yang didiskusikan. Selain itu siswa juga harus memiliki keberanian untuk berdebat dengan siswa lainnya (Saskia: 2004: 63).
Berdasarkan
data
pada
Tabel
4.6,
kemampuan
komunikasi
lisan
mempertahankan pendapat dengan alasan yang benar persentasenya adalah 42,10% yang termasuk kategori jarang muncul. Indikator kemampuan komunikasi lisan mempertahankan pendapat dengan alasan yang benar jarang muncul karena siswa kurang memiliki pemahaman yang mendalam mengenai materi yang didiskusikan. Selain itu siswa enggan berdebat terlalu lama dengan temannya, sehingga siswa menerima saja pendapat temannya. •
Menyanggah pendapat kelompok lain Siswa yang kurang memahami materi akan menyebabkan menurunnya
kepercayaan dirinya, sehingga siswa merasa ragu atau tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapat atau menyanggah pendapat orang lain. Berdasarkan data pada Tabel 4.6, indikator kemampuan komunikasi lisan menyanggah jawaban kelompok lain persentasenya adalah 47,36% yang termasuk ke dalam kategori jarang muncul. Indikator ini jarang muncul, karena siswa kurang percaya diri untuk menyanggah pendapat siswa yang lainnya. •
Menerima pendapat dan masukan dari teman Berdasarkan data pada Tabel 4.6, indikator menerima pendapat dan masukan
dari teman persentasenya adalah 42,10% yang termasuk ke dalam kategori jarang muncul. Indikator ini jarang muncul karena siswa sudah memiliki pemahaman sendiri mengenai
materi
yang
didiskusikan,
sehingga
siswa merasa perlu
untuk
mempertahankan pendapatnya terlebih dahulu sebelum menerima pendapat dari orang lain.
28
•
Mengemukakan kesimpulan dari hasil diskusi Dimyati (2002) mengemukakan bahwa kegiatan menyimpulkan dapat diartikan
sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, atau prinsip yang diketahui. Berdasarkan data pada Tabel 4.6, kemampuan komunikasi lisan mengemukakan kesimpulan hasi diskusi persentasenya adalah 21,05% yang termasuk kategori sangat jarang muncul. Indikator komunikasi ini jarang muncul, karena mengemukakan kesimpulan hanya dilakukan di akhir kegiatan diskusi dan hanya dilakukan oleh beberapa orang siswa. •
Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Dari hasil analisis angket siswa, diketahui bahwa sebanyak 94,73% siswa
menjawab ya untuk pertanyaan angket nomor dua yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dilakukan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Hanya sebagian kecil siswa, yaitu sebanyak 5,26% yang menjawab tidak untuk pertanyaan nomor dua yaitu pendekatan CTL yang dilakukan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Oleh karena itu secara umum dapat dikatakan bahwa tanggapan siswa terhadap pendekatan CTL yang dilakukan adalah positif. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengkaitkan pelajaran dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi (Johnson, 2010: 35). Sebanyak 94,73% siswa menjawab “ya” untuk pertanyaan angket nomor empat yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL
memudahkan kamu dalam memahami materi
29
pencemaran lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pendekatan CTL siswa lebih mudah memahami materi pencemaran lingkungan, karena siswa bisa mengkaitkan konsep yang sudah mereka pelajari dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL adalah positif. Menurut informasi, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru biologi yang mengajar di kelas yang dijadikan sampel penelitian, dikatakan bahwa pada dasarnya siswa telah memiliki kemampuan berkomunikasi yang terakumulasi
dari
pembelajaran-pembelajaran
yang
telah
mereka
dapatkan
sebelumnya. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Semiawan (1988: 33) bahwa keterampilan komunikasi dapat dilatihkan guru dengan cara membuat gambar, model, tabel, diagram, grafik, atau histogram. Kemampuan komunikasi akan terus berkembang seiring dengan semakin seringnya siswa melakukan pembelajaran yang menuntut mereka aktif untuk berkomunikasi. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi sama halnya dengan mengembangkan keterampilan motorik, keduanya memerlukan latihan. Peningkatan kemampuan komunikasi tulisan siswa setelah pembelajaran dilakukan merupakan hal yang cukup memuaskan, mengingat jarangnya siswa mendapatkan latihan soal berupa bagan, tabel, atau grafik. Selain itu tahapan-tahapan dalam pembelajaran CTL agak sulit untuk terlaksana secara tuntas, karena terbatasnya waktu mengajar dan kurangnya sarana untuk siswa belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diperoleh informasi bahwa guru mengganggap CTL dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa karena adanya komponen CTL yaitu inquiry dan learning community dimana siswa membangun
30
pemahamannya sendiri, sehingga pengetahuan lebih lama mengendap dalam pikiran siswa dan pengetahuan tersebut lebih bermakna bagi siswa. Guru pengajar juga mengganggap CTL dapat mengembangkan kemampuan komunikasi siswa karena dengan CTL yang menggunakan format diskusi, siswa dituntut untuk saling bertukar pikiran dan pendapat sehingga kemampuan komunikasi terutama komunikasi lisan siswa dapat terlatih dengan baik. •
Hubungan antara Penguasaan Konsep dan Kemampuan Komunikasi dalam Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan komunikasi siswa. Hubungan antara penguasaan konsep dengan kemampuan komunikasi dapat dilihat dengan melakukan analisis korelasi. Uji korelasi antara penguasaan konsep dengan kemampuan komunikasi menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows. Skala interval dan skala ratio yang digunakan adalah skala korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson. Dari hasil perhitungan korelasi product moment, diperoleh r = 0,833 dengan Pvalue = 0,000. Karena P-value = 0,000 lebih kecil daripada α = 0,05 maka H0 ditolak. Kesimpulannya ada hubungan linear yang signifikan antara penguasaan konsep dengan kemampuan komunikasi siswa. Korelasi antara kemampuan komunikasi dengan hasil belajar adalah 0,833 yang termasuk ke dalam kategori korelasi kuat. Untuk
melihat
pengaruh
penguasaan
konsep
terhadap
kemampuan
komunikasi siswa dilakukan uji regresi. Uji regresi kemampuan komunikasi dengan hasil belajar menggunakan software SPSS versi 16.0 for windows. Analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. 31
Dari hasil perhitungan regresi, diperoleh nilai R2 (R square) dari tabel Model Summary menunjukkan bahwa 69,4% dari variance kemampuan komunikasi dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel penguasaan konsep. Hal ini berarti kemampuan komunikasi siswa dipengaruhi sebanyak 69,4% oleh penguasaan konsep yang dimilikinya. Hasil analisis korelasi dan regresi dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran C7.
32