32
BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Eksperimen Data penelitian didapatkan dari dua batuan sampel yaitu batu apung dan batu
karbonat. Ukuran dimensi data pada batu karbonat untuk rekonstruksi tiga dimensi adalah (75 x 75 x 75) pixels dengan jarak setiap irisannya bernilai 0.1 mm. Sedangkan dimensi data pada batu apung adalah (50 x 50 x 50) pixels dengan jarak setiap irisan adalah 0.1 mm. Alasan pemilihan jarak 0.1 mm untuk setiap irisan adalah agar tidak ada bagian yang hilang ketika proses perekontruksian dilakukan. Jarak 0.1 mm ini, didapatkan setelah melakukan kalibrasi data. Sebelumnya dilakukan pengukuran terlebih dahulu terhadap dimensi batuan dan besarnya ukuran digital. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya pada subbab 3.3 mengenai kalibrasi data dua dimensi. Berikut ini dipaparkan data gambar hasil eksperimen sampel batuan.
4.1.1
Data gambar sampel batuan Gambar berikut [Gambar 4.1] merupakan beberapa gambar irisan melintang
batuan sampel pertama yaitu batu karbonat dua dimensi dengan ukuran (432 x 340) pixels.
33
gambar1.jpg
gambar2.jpg
gambar3.jpg
gambar4.jpg
gambar5.jpg
gambar6.jpg
gambar7.jpg
gambar8.jpg
Gambar 4.1. Data gambar batuan sampel karbonat dua dimensi.
Gambar berikutnya [Gambar 4.2] merupakan beberapa data gambar dua dimensi batuan sampel yang kedua yaitu batu apung dengan ukuran (188 x 166) pixels.
gambar1.jpg
gambar2.jpg
gambar3.jpg
gambar4.jpg
gambar5.jpg
gambar6.jpg
gambar7.jpg
gambar8.jpg
Gambar 4.2. Data gambar batuan sampel apung dua dimensi.
34
Data lainnya akan terlampir di lampiran A untuk batuan sampel batu karbonat dan di lampiran B untuk batuan sampel batu apung.
4.1.2
Data gambar sampel batuan setelah dilakukan pengolahan Data gambar batuan sampel pada gambar 4.1 dan 4.2 di atas kemudian diolah
ke tahapan berikutnya. Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan pemotongan (croping). Croping ini dilakukan dengan menggunakan bantuan menu crop software ACDsee 6.0. Setelah dilakukan croping dengan ukuran yang sama yaitu (75 x 75) pixels untuk batu karbonat dan (50 x 50) pixels untuk batu apung, kemudian dilakukan pengkontrasan warna pada bagian yang telah dipotong. Pengkontrasan warna ini dilakukan dengan bantuan menu yang ada di Photoshop 7.0. Tujuan dilakukan pengkontrasan warna ini adalah agar kontras warna antara pori dan matriks terlihat dengan jelas, dengan pori untuk warna putih dan matriks dengan warna hitam. Berikut ini beberapa gambar sampel batuan setelah dilakukan pengolahan. Data gambar pertama [Gambar 4.3] adalah data gambar batu karbonat setelah dilakukan pengolahan.
gambar1.jpg
gambar1.jpg
gambar2.jpg
gambar2.jpg
35
gambar3.jpg
gambar3.jpg
gambar4.jpg
gambar4.jpg
Gambar 4.3. Data gambar batu karbonat setealh dilakukan pengolahan.
Data gambar berikutnya [Gambar 4.4] adalah data gambar batu apung setelah dilakukan pengolahan. Data gambar yang ditampilkan ini hanya beberapa gambar saja.
gambar1.jpg
gambar1.jpg
gambar2.jpg
gambar2.jpg
gambar3.jpg
gambar3.jpg
gambar4.jpg
gambar4.jpg
Gambar 4.4. Data gambar batu apung setelah dilakukan pengolahan.
Gambar data batuan sampel di atas lebih lengkap akan dipaparkan pada lampiran A untuk batu karbonat dan lampiran B untuk batu apung.
36
4.2
Visualisasi Tiga Dimensi Batuan Sampel Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan pada subbab
4.1 di atas, maka pengolahan selanjutnya adalah melakukan visualisasi batuan sampel. Visualisasi batuan sampel dilakukan dengan menggunakan program Matlab. Untuk rekonstruksi tiga dimensi dari sampel irisan dua dimensi, algoritma kerja programnya dapat dilihat pada gambar 3.5. Berikut ini adalah hasil visualisasi tiga dimensi batuan sampel. Gambar berikut ini [Gambar 4.5] adalah visualisasi batu apung dengan nilai alpha (transparansi) yang berebeda-beda.
Visualisasi 3D batu karbonat bagian depan
Visualisasi 3D batu karbonat bagian belakang
dengan nilai alpha 1
dengan nilai alpha 1
Visualisasi 3D batu karbonat bagian depan
Visualisasi 3D batu karbonat bagian belakang
37
dengan nilai alpha 0.5
dengan nilai alpha 0.5
Gambar 4.5. Visualisasi tiga dimensi batu karbonat dengan nilai alpha berbeda-beda.
Gambar di bawah ini [Gambar 4.6] adalah visualisasi batu apung dengan nilai alpha (transparansi) yang berebeda-beda.
pori
matriks
Visualisasi 3D batu apung bagian depan dengan
Visualisasi 3D batu apung bagian belakang
nilai alpha 1
dengan nilai alpha 1
Visualisasi 3D batu apung bagian depan dengan
Visualisasi 3D batu apung bagian belakang
nilai alpha 0.5
dengan nilai alpha 0.5
Gambar 4.6. Visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha berbeda-beda.
Pada gambar 4.5 dan 4.6 di atas terdapat dua bagian warna yang kontras yaitu warna abu dan biru. Warna abu merupakan representasi dari gambaran matriks (ruang
38
padat) batuan sampel dan warna biru merupakan representasi dinding pori (ruang kosong) dari batuan sampel. Visualisasi batuan sampel dengan nilai alpha yang berbeda-beda di atas berguna untuk memberikan nilai transparansi gambar. Nilai transparansi ini akan terlihat perbedaannya ketika melihat jalur aliran fluida yang terjadi di dalam pori batuan sampel. Terlihat dari gambar di atas, nilai alpha 0.5 dapat menampilkan isi (bagian dalam) batuan sampel apabila dibandingkan dengan visualisasi yang memiliki nilai apha 1. Terlihat juga dari kedua gambar di atas bahwa visualisasi dengan menggunakan Matlab memiliki keuntungan yaitu ketika dilakukan rotasi terhadap gambar dengan sudut berapapun, gambar yang divisualisasikan dapat memperlihatkan bagian samping atau belakang sesuai dengan nilai alpha yang diberikan. Namun ketika melakukan rotasi, prosesnya akan berjalan sedikit lambat. Hal ini dikarenakan dimensi yang digunakan pada batuan sampel cukup besar yaitu (75 x 75 x 75) pixels untuk batu karbonat dan untuk batu apung sebesar (50 x 50 x 50) pixels, sehingga untuk dapat melakukan rotasi dalam waktu yang relatif cepat maka beban dimensi yang diberikan harus lebih sedikit lagi.
4.3
Visualisasi Porositas dan Jalur Tortuositas Batuan Sampel Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada penelitian ini ada dua
besaran fisis batuan yang akan dicari dan dianalisa, kedua besaran fisis tersebut adalah porositas dan tortuositas. Besaran ini memiliki peranan yang sangat penting
39
dalam menentukan banyaknya hidrokarbon yang terkandung dalam suatu batuan dan jalur terpendek yang dapat dilalui oleh hidrokarbon tersebut.
4.3.1
Visualisasi batu karbonat Besarnya nilai porositas dan tortuositas pada setiap batuan akan berbeda. Hal
ini bergantung dari karakteristik pori yang dimiliki oleh batuan tersebut. Untuk mengetahui bentuk jalur tortuositas yang terdapat pada pori batuan maka perlu dilakukan visualisasi gambar tiga dimensi. Visualisasi ini akan memberikan gambaran mengenai jalur yang dapat ditempuh oleh fluida pada batuan sampel. Berikut ini [Gambar 4.7] adalah visualisasi jalur tortuositas batu karbonat dengan nilai alpha 0.1.
Gambar 4.7. visualisasi 3D batu karbonat dengan nilai alpha 0.1 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.
40
Gambar berikutnya [Gambar 4.8] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya dengan nilai alpha 0.8.
tampak bagian depan
tampak bagian belakang
Gambar 4.8. visualisasi 3D batu karbonat dengan nilai alpha 0.8 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.
Dari kedua gambar di atas (4.7 dan 4.8) terlihat jalur tortuositas yang lebih jelas pada alpha 0.1. Dengan jumlah 4 entry point yang dapat tembus. Pada kasus ini, keempat entry point tersebut berujung pada satu titik tembus. Bentuk jalur tortuositasnya hampir berbentuk garis lurus. Gambar berikut ini [Gambar 4.8] adalah skema jalur tortuositas batu karbonat dalam bentuk dua dimensi yaitu pada sumbu x dan y.
41
Gambar 4.9. Skema jalur tortuositas batu karbonat dalam bentuk dua dimensi
Perjalanan tortuositas batuan sampel karbonat dimulai dari koordinat y =1. Terlihat dari gambar 4.9 di atas , arah jalur tortuositas yang dipilih sesuai dengan prioritas yang telah diterangkan sebelumnya pada subbab 3.8.3. Prioritas pada gambar di atas terlihat jalur yang dipilih adalah prioritas pertama yaitu blok bagian depan dan kemudian melakukan pengecekan ke blok bagian tengah, dan terus dilakukan pengecekan hingga menemukan jalur terpendek yang dapat di tembus. Nilai tortuositas yang dimaksud pada program ini adalah nilai tortuositas ratarata dari seluruh entry point yang tembus. Nilai tortuositas batuan sampel batu karbonat ini pun hampir mendekati nilai 1 yaitu 1.12. Nilai ini merepresentasikan bahwa batu karbonat jenis ini memiliki jalur yang pendek untuk dapat melewati suatu fluida karena nilai tortuositasnya mendekati nilai 1.
42
Sedangkan nilai porositas batuannya adalah 17.6%. Nilai ini menggambarkan bahwa jumlah kandungan fluida yang dapat ditampung oleh batu karbonat jenis ini relatif sedikit. Seperti yang kita ketahui bahwa semakin besar nilai porositas suatu batuan maka semakin banyak fluida yang dapat ditampung oleh batuan tersebut. Namun, nilai porositas yang besar saja tidak cukup untuk menggambarkan batuan tersebut memiliki kemampuan mengalirkan fluida keluar karena hal ini terkait dengan terhubungnya pori yang ada pada batuan tersebut. Keterhubungan pori tersebut dapat kita lihat dari nilai tortuositas yang dimiliki oleh batuan. Dalam hal ini, batuan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu karbonat memiliki jalur pendek mengalirkan fluida meskipun nilai porositas batuannya relatif kecil.
4.3.2
Visualisasi batu apung Visualisasi batu apung dilakukan untuk dapat menggambarkan jalur
tortuositas. Warna merah dari visualisasi gambar tiga dimensi menunjukkan jalur tortuositas pada batuan. Jalur ini menandakan panjang pendeknya aliran fluida yang dapat dilalui. Berikut ini [Gambar 4.10] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha 0.1.
43
Gambar 4.10. visualisasi 3D batu apung dengan nilai alpha 0.1 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.
Gambar berikutnya [Gambar 4.11] adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu apung dengan nilai alpha 0.8.
tampak bagian depan
tampak bagian belakang
Gambar 4.11. visualisasi 3D batu apung dengan nilai alpha 0.8 beserta jalur tortuositas dan nilai porositasnya.
44
Dari kedua gambar di atas (4.7 dan 4.8) terdapat 9 entry point yang dapat di tembus pada jenis batu ini dengan bentuk jalur yang sedikit berbelok. Jumlah titik tembus yang dimiliki jalur ini adalah 2. Gambar berikut ini [Gambar 4.12] adalah skema jalur tortuositas batu apung dalam bentuk dua dimensi yaitu pada sumbu x dan y.
Gambar 4.12. Skema jalur tortuositas batu apung dalam bentuk dua dimensi
Terlihat dari gambar di atas [Gambar 4.12] bahwa jalur tortuositas yang terdapat pada batu apung sedikit lebih berbelok dan panjang dibandingkan dengan jalur tortuositas yang ada pada batu karbonat. Hal ini terlihat dari nilai tortuositasnya yang juga lebih besar yaitu 1.35. Berbeda halnya dengan batu karbonat, nilai porositas batu apung ini lebih besar dibandingkan dengan batu karbonat. Porositas pada batu jenis ini adalah 29.7%. Hal ini menandakan bahwa volume untuk menampung fluida pada batu jenis ini lebih
45
besar dibandingkan dengan batu karbonat. Namun jalur yang ditempuh fluida tersebut untuk dapat keluar dari pori batuan sedikit lebih panjang dan rumit dibandingkan dengan batu karbonat.
4.4
Hubungan Porositas dan Tortuositas Berdasarkan hasil yang telah didapat dari penelitian, diketahui bahwa nilai
porositas dan tortusoitas terihat pada tabel [Tabel 4.1] berikut ini : Sampel
Porositas efektif (%)
Tortuositas
Batu karbonat
17.6
1.12
Batu Apung
29.7
1.35
Tabel 4.1. Porositas dan tortuositas batuan sampel.
Porositas yang diestimasi pada penelitian ini adalah porositas efektif. Porositas efektif merupakan jumlah pori yang terhubung dalam batuan sampel. Nilai porositas ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai porositas total karena porositas total merupakan jumlah seluruh pori yang ada pada batuan sampel yang terhubung atau buntu. Pada beberapa kasus, didapatkan bahwa nilai porositas yang besar memiliki jalur melewatkan fluida lebih pendek dibandingkan dengan porositas yang lebih kecil. Namun, hal ini tidak berlaku untuk seluruh sampel batuan. Banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah keterhubungan pori yang satu dengan yang lainnya. Seperti yang terlihat pada tabel di atas, porositas pada batu apung yaitu 29.7% lebih besar dibandingkan dengan porositas batu karbonat yaitu 17.6%. Namun,
46
jalur untuk mengalirkan fluida keluar lebih pendek pada batu karbonat (1.12) dibandingkan batu apung (1.35). Hal ini dapat disebabkan karena sebaran pori yang dimiliki oleh batu apung tidak berada pada satu kawasan (area) sehingga fluida harus berbelok untuk mencapai pori berikutnya [lihat lampiran B]. Dari program yang digunakan terdapat 9 entry point yang ada pada batu apung dengan dua titik yang dapat ditembus fluida. Dua titik tembus dari 9 entry point menandakan bahwa dari 9 peluang yang ada untuk mengalirkan fluida keluar hanya dua titik yang dapat tembus keluar sehingga untuk mencapai kedua titik tembus ini ke sembilan entry point tersebut harus melewati jalur berbelok. Hal ini menyebabkan nilai tortuositas batu ini menjadi besar. Berbeda halnya dengan batu karbonat, sebaran pori lebih merata pada satu kawasan yang menyebabkan fluida tidak perlu berbelok terlalu jauh untuk mencapai pori berikutnya [lihat lampiran A]. Terlihat pada gambar 4.9, jalur yang dilewati fluida hampir berbentuk lurus karena sebaran pori yang lebih cendrung merata meskipun dari 4 entry point yang ada hanya terdapat satu titik tembus. Faktor ini menyebabkan nilai tortuositas batu apung lebih besar dibandingkan batu karbonat meskipun porositas yang dimiliki oleh batu apung lebih besar daripada batu karbonat.
4.5
Kesalahan Visualisasi Tiga Dimensi Pada penelitian ini, visualisasi merupakan bagian yang cukup penting untuk
mendeskripsikan jalur pori yang dapat dilewati pada batuan. Namun, pada tampilannya terdapat sedikit penyimpangan visualisasi yang terjadi dengan
47
menggunakan program matlab. Berikut ini adalah beberapa gambar kesalahan visualisasi pada matlab. Gambar di bawah ini merupakan gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat bagian belakang.
Pada bagian ini ketika dilakukan visualisasi terlihat bahwa entry point batuan keluar dari matriks Gambar 4.13. Visualisasi 3D bagian belakang batu karbonat.
Dari gambar 4.13 di atas terlihat secara kasat mata bahwa jalur tortuositas batuan sampel batu karbonat keluar melalui matriks (ruang padat). Padahal seharusnya hal ini tidak terjadi. Untuk itu, perlu diamati lebih lanjut koordinat entry point pada gambar tersebut. Berikut ini adalah gambar visualisasi tiga dimensi batu karbonat beserta koordinat entry pointnya.
48
Gambar 4.14. Koordinat entry point batu karbonat.
Dari gambar 4.14 di atas terlihat bahwa koordinat entry point adalah (23,75,58). Angka 58 menunjukkan posisi z pada gambar, angka 75 menunjukkan posisi kolom pada gambar dan angka 23 menunjukkan posisi baris pada gambar. Setelah dilihat kembali ke bagian workspace yang ada di matlab, ternyata nilai yang kelihatannya berbentuk matriks seperti gambar di atas merupakan pori dengan nilai 0. Hal ini juga terjadi pada batu apung ketika dilakukan visualisasi. Berikut adalah gambar yang memperlihatkan visualisasi batu apung yang entry pointnya keluar dari matriks [Gambar 4.15].
49
Bagian pada visualisasi dimana entry point terlihat keluar dari matriks. Gambar 4.15. Visualisasi 3D batu apung.
Untuk memastikan bahwa kedua entry point di atas tidak keluar dari matriks maka perlu diketahui koordinat masing-masing entry point. Berikut adalah gambar koordinat masing-masing entry point [gambar 4.16].
Gambar 4.16. Koordinat entry point batu apung.
50
Dari gambar 4.16 di atas terdapat dua koordinat entry point yaitu (12,1,30) dan (31,50,31). Kedua koordinat ini diperiksa pada bagian workspace di matlab dan ternyata nilainya adalah 0 (pori). Kesalahan visualisasi ini terjadi karena posisi pori pada entry point pada gambar 4.13 dan 4.15 berada disekeliling matriks. Jadi kemungkinan visualisasi yang keluar adalah visualisasi yang dominan yaitu matriks. Sehingga visualisasi pori tidak kelihatan pada gambar.