BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan statistik yang berfungsi untuk memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi dan untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum, dan standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti. Berikut hasil uji statistik deskriptif yang telah diperoleh dan dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Temporer
30
-,01055
,01077
-,0017037
,00378174
Permanen
30
-,21316
,00015
-,0703170
,06604003
NI
30
-,84877
10,49704
,3828077
1,98400322
Valid N (listwise) 30 Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Berikut ini merupakan hasil analisis dari tabel tersebut: a. Dari tabel statistik deskriptif variabel temporer, dapat dilihat dari hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada
37
38
penelitian ini adalah 30 dengan nilai minimum -0,01055 yang dihasilkan oleh PT. Prima Alloy Steel, Tbk tahun 2012 dan nilai maksimum 0,01077 yang dihasilkan oleh PT. Prima Alloy Steel, Tbk
tahun 2011 serta
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar -0,0017037 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,00378174. b. Dari tabel statistik deskriptif variabel permanen, dapat dilihat dari hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 30 dengan nilai minimum -0,21316 yang dihasilkan oleh PT. Selamat Sempurna, Tbk tahun 2013 dan nilai maksimum 0,00015 yang dihasilkan oleh PT. Star Petrochem, Tbk tahun 2012 serta memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar -0,0703170 dengan nilai standar deviasi 0,06604003. c. Dari tabel statistik deskriptif variabel persistensi laba, dapat dilihat dari hasil output olahan SPSS menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 30 dengan nilai minimum -0,84877 yang dihasilkan oleh PT. Nusantara Inti Corpora, Tbk tahun 2011 dan nilai maksimum 10,49704 yang dihasilkan oleh PT. Prima Alloy Steel, Tbk tahun 2011 serta memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0,3828077 dengan nilai standar deviasi 1,98400322.
39
B. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi berganda, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
1. Uji Normalitas Uji
normalitas
bertujuan
untuk
menguji
apakah
suatu
metoderegresi yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Normalitas data suatu data dapat dilihat dengan uji statistik non-parametrik Kolmogrov Smirnov (KS). Dasar pengambilan keputusan uji kolmogorov smirnov adalah dengan melihat ketentuan sebagai berikut: a. Apabila nilai signifikansi K-S lebih besar dari 0,05, maka data residual terdistribusi normal. b. Apabila nilai signifikansi K-S lebih kecil dari 0,05, maka dataresidual terdistribusi secara tidak normal.
40
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b
30 Mean Std. Deviation Absolute
Most Extreme Differences
0E-7 1,57444150 ,152
Positive
,152
Negative
-,134
Kolmogorov-Smirnov Z
,832
Asymp. Sig. (2-tailed)
,494
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa A.symp.Sig. (2-tailed) Unstandardsized Residual sebesar 0,494 yang berarti nilainya lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal. Oleh karena itu, data ini telah memenuhi asumsi normalitas dan dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis regresi.
2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
41
variabel
independen.
Untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
multikolonearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance diatas 0,1 atau VIF dibawah 10, maka model regresi dinyatakan tidak ada multikolinearitas antar variabel dalam model regresi. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa Model
1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
,784
,440
Temporer
329,960
84,731
Permanen
-2,283
4,852
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1,781
,086
,629
3,894
,001
,894
1,118
-,076
-,470
,642
,894
1,118
a. Dependent Variable: NI Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas antara variabel independen yang diindikasikan dari nilai tolerance setiap variabel lebih besar dari 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih kecil dari 10.
3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi liniear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
42
dengan kesalahan pengganggu t-1. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini adalah uji Durbin-Watson (DW), dimana hipotesis yang akan diuji adalah: Kurang dari 1,10 1,10 – 1,54 1,55 – 2,46 2,47 – 2,90 Lebih dari 2,91
Ada Autokorelasi Tanpa Kesimpulan Tidak Ada Autokorelasi Tanpa Kesimpulan Ada Autokorelasi
Berikut ini hasil uji autokorelasi: Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
b
Model Summary Model
R
R Square
a
1
,608
,370
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate ,324
a.
Predictors: (Constant), Permanen, Temporer
b.
Dependent Variable: NI
1,63171252
Durbin-Watson
1,712
Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Dari tabel 4.4 di atas, dapat dilihat nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1,712. Karena nilai Durbin Watson (DW) berada di antara 1,55 sampai 2,46 maka persamaan regresi dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi. 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan
43
ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik tidak mengalami heteroskedastisitas.
Untuk
mendeteksi
apakah
adanya
gejala
heteroskedastisitas atau tidak, dapat melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Jika titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y dan tidak menumpuk serta tidak ada pola yang jelas, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011) Berikut ini adalah uji heteroskedastisitas: Gambar 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil dari uji heteroskedastisitas pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas ataupun dibawah angka nol pada
44
sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas sehingga layak untuk digunakan.
C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau menerima hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji.
1. Uji Koefisien Determinan (R2) Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh pengaruh kemampuan
variabel
independen
dalam
menjelaskan
variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).
45
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi b
Model Summary Model
1
R Square
R
a
,608
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,370
,324
1,63171252
a. Predictors: (Constant), Permanen, Temporer b. Dependent Variable: NI Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Dari tabel 4.6 diatas dapat dijelaskan bahwa angka koefisien determinasi R Square adalah 0,370 atau (37%). Artinya pengaruh beda temporer dan beda permanen terhadap persistensi laba sebesar 37%. Sedangkan sisanya 63% (100% - 37%) dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Dalam pengujian ini menggunakan ukuran secara bebas dengan signifikan sebesar 0,05. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
46
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji-F a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
42,265
2
21,132
Residual
71,887
27
2,662
114,152
29
Total
F 7,937
Sig. b
,002
a. Dependent Variable: NI b. Predictors: (Constant), Permanen, Temporer Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 7,937 dengan probabilitas 0,002. Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka dapat dikatakan bahwa beda temporer dan beda permanen secara bersama-sama berpengaruh terhadap persistensi laba.
3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individu dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Berikut ini adalah hasil dari uji t dalam penelitian ini:
47
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Regresi Parsial (Uji-t)
a
Coefficients Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std. Error
B (Constant) 1
a.
,784
,440
Temporer
329,960
84,731
Permanen
-2,283
4,852
T
Sig.
Beta 1,781
,086
,629
3,894
,001
-,076
-,470
,642
Dependent Variable: NI
Sumber: Data sekunder yang diolah data SPSS 20.0
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengaruh Beda Temporer (X1) terhadap Persistensi Laba Beda temporer (X1) memiliki nilai t sebesar 3,894 dengan nilai signifikansi 0,001 berarti nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05) maka beda temporer berpengaruh terhadap persistensi laba. b. Pengaruh Beda Permanen (X2) terhadap Persistensi Laba Beda permanen (X2) memiliki nilai t sebesar -0,470 dengan nilai signifikansi 0,642 berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,642 > 0,05) maka beda permanen tidak berpengaruh terhadap persistensi laba.
48
4. Analisis Regresi Berganda Dengan melihat tabel 4.8 di atas, dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y
= a + b1X1 + b2X2
Y
= 0,784 + 329,960X1 – 2,283X2
Keterangan : Y
= Persistensi Laba
a
= Konstanta
b1,b2
= Koefisien Regresi
X1
= Beda Temporer
X2
= Beda Permanen
Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Nilai konstanta (α) model persamaan regresi sebesar 0,784 artinya jika beda temporer (X1) dan beda permanen (X2) nilainya adalah 0 (constant), maka akan diikuti kenaikan persistensi labanya (Y) sebesar 0,784. b) Koefisien regresi variabel beda temporer (X1) sebesar 329,960. Artinya bahwa setiap terjadi kenaikan beda temporer satu satuan maka akan diikuti kenaikan persistensi laba sebesar 329,960. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara beda temporer dengan persistensi laba, semakin naik beda temporer semakin meningkat persistensi laba.
49
c) Koefisien regresi variable beda permanen (X2) sebesar 2,283. Artinya pada variabel beda permanen terdapat hubungan
positif
dengan
persistensi
laba.
Hal
ini
menunjukkan setiap kenaikan satu satuan dari beda permanen akan menyebabkan kenaikan persistensi laba sebesar -2,283.
D. Pembahasan Dalam menilai pengaruh book tax differences terhadap persistensi laba, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Pada penelitian ini book tax differences diwakili oleh yang dinilai dengan menggunakan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal yangi diwakili oleh beda temporer dan beda permanen yang ada di dalam peraturan perpajakan, sedangkan persistensi laba diwakili oleh pertumbuhan net income. Dalam data statistik yang telah ditampilkan diatas beserta penjelasannya, dapat dilihat bahwa pada uji F atau pengujian secara simultan menghasilkan nilai signifikansi 0,002 , yang artinya adalah book tax differences berpengaruh terhadap persistensi laba. Semakin tinggi nilai book-tax differences yang dimiliki oleh perusahaan, maka persistensi laba perusahaan tersebut akan semakin rendah (Hutabarat, 2013). Dalam data statistik yang telah ditampilkan diatas beserta penjelasannya, dapat dilihat bahwa pada uji t atau pengujian secara parsial bahwa beda temporer memiliki nilai siginifikansi 0,001 yang artinya
50
adalah beda temporer berpengaruh terhadap persistensi laba. Hasil tersebut memberikan makna bahwa apabila perbedaan temporer semakin kecil atau terjadi koreksi fiskal negatif yang kecil maka akan meningkatkan persistensi laba. Dalam data statistik yang telah ditampilkan diatas beserta penjelasannya, dapat dilihat bahwa pada uji t atau pengujian secara parsial bahwa beda permanen memiliki nilai siginifikansi 0,642 yang artinya adalah beda permanen tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Hasil tersebut menjelaskan bahwa beda permanen disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan tidak akan menimbulkan permasalahan akuntansi serta memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan di masa mendatang. Perbedaan ini terdiri dari penghasilan yang telah dipotong PPh final, penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, pengeluaran yang termasuk ke dalam non deductible expenses dan tidak termasuk ke dalam deductible expenses. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani dan Persada (2009) yang menunjukkan hasil bahwa perbedaan temporer berpengaruh terhadap persistensi laba dan beda permanen tidak berpengaruh terhadap persistensi laba.