22
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Persiapan Dan Pelaksanaan Penulisan 4.1.1. Persiapan Persiapan merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mendukung proses penulisan yang lancar sesuai dengan tujuan penulisan. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah: penyediaan alat perekam, kertas catatan, pena dan alat pendukung lain. Alat perekam yang digunakan adalah handphone yang memiliki kemampuan merekam panjang dan kualitasnya baik sehingga hasil rekaman jelas untuk menyusun transkrip wawancara secara baik, selain itu penulis juga mempersiapkan garis besar pertanyaan wawancara agar wawancara dapat terarah pada informasi yang diperlukan bagi penulisan. Persiapan lain yang dilakukan oleh penulis adalah persiapan mental, persiapan ini dilakukan karena penulis merupakan instrument kunci dalam penulisan ini. Dalam penulisan kualitatif.
4.1.2. Pelaksanaan Penulisan Pelaksanaan penulisan diawali dengan menentukan calon-calon subjek penulisan. Kegiatan ini penulis lakukan dengan melakukan observasi dan melakukan wawancara informal dengan beberapa responden penulis. Hal ini dilakukan untuk menentukan subjek-subjek yang mengalami
23
kekecewaan terhadap pernikahan akibat perceraian orang tua subjek dalam waktu yang panjang. Setelah menemukan subjek, penulis menanyakan kesediaan calon subjek untuk melakukan wawancara dengan kondisi, bahwa semua hasil wawancara akan digunakan untuk kepentingan penulisan dan identitas subjek dirahasiakan. Hal ini penting untuk diberitahukan pada subjek untuk menghindari terjadinya kekecewaan yang berlebihan akibat perceraian orang tua sehubungan dengan informasi yang diungkapkan dalam wawancara. Penulis juga memberitahukan tujuan dari penulisan yang sedang dilakukan agar subjek dapat memberikan informasi yang ssuai dengan kebutuhan penulis. Salah satu faktor yang ditekankan dalam wawancara adalah keterbukaan dan kepercayaan subjek pada penulis sehingga perlu dipahami secara baik bahwa tujuan dari penulisan ini semata-mata adalah untuk kepentingan penulisan. Tempat dan waktu wawancara diatur sesuai dengan kesediaan subjek dan diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi tekanan dalam wawancara. Hal ini bertujuan agar hal-hal yang berkaitan dengan sikap subjek dapat bersifat natural tanpa ada dibuat-buat. Penulis melakukan pengamatan sebelum wawancara untuk melihat kondisi calon subjek. Observasi ini dilakukan secara tidak langsung, terutama melihat aktivitas subjek dalam aktifitas sehari-hari.
Hal ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran awal subjek dan tingkat stress yang dialami oleh subjek.
24
Proses wawancara pada subjek I, II, III dan IV.
Sebelum
melakukan wawancara penulis meminta ijin terlebih dahulu pada subjek untuk menggunakan alat perekam berupa handphone selama proses wawancara berlangsung untuk merekam informasi. Karena hasil wawancara merupakan dokumen rahasia penulisan, maka penulis tidak mengekspos hasil rekaman maupun transkrip yang dibuat pada publik. Nama, tempat dan nama-nama yang disebutkan dalam wawancara dirahasiakan untuk kepentingan penulisan. Proses wawancara dilakukan pada hari yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan penulis dengan subjek. Agar proses wawancara berjalan sesuai dengan harapan, maka penulis mempersiapkan pedoman wawancara yang digunakan untuk mengarahkan pertanyaan pada subjek, hal ini dapat membantu penulis tetap fokus pada pokok permasalahan yang akan digali. Subjek penulisan ini telah dikenal sebelumnya oleh penulis sehingga memudahkan subjek untuk berbicara secara terbuka pada penulis tanpa merasa sungkan.
25
4.2. Teknik Pengumpulan Data 4.2.1. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses meringkas data yang dilakukan dengan membuat abstraksi rangkuman inti, proses-proses dan pertanyaan dengan tetap menjaga taat asas (Moleong, 2007).
Penulis membuat
transkrip data rekaman dari handphone tanpa mengubah kata serta merubah makna dari petanyaan tersebut. Hal ini menyebabkan banyak digunakannya kata-kata dalam bahasa sehari-hari karena wawancara dilakukan dalam kerangka yang informal. Hal ini tidak diubah oleh penulis dalam transkrip untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran makna dari informasi yang diungkapkan.
Penulis kemudian mempelajari secara teliti dan cermat
seluruh data yang sudah terkumpul untuk membuat deskripsi wawancara. 4.2.2. Kategorisasi Di dalam proses pengkategorisasian data yang berupa hasil wawancara, penulis melakukan coding (Moleong, 2007), yaitu usaha untuk memaknai
data
melalui
simbol-simbol
atau
kode
dalam
rangka
mempermudah proses kategorisasi, berupa angka-angka romawi (I, II, III, dst. . . ) yang menunjukkan baris. Sedangkan kode berbentuk huruf (A, B C, dst. . . ) merupakan kode untuk menunjukkan subjek. Kode romawi yang menunjukkan subjek akan diikuti kode dalam angka latin yang akan menunjukkan baris disamping deskripsi wawancara.
26
4.3.
Deskripsi Penelitian a. Subjek 1 Subjek berinisial KM dan berusia 17 tahun. KM asli lahir di Salatiga, Ibu KM pendatang dari kota Solo, dan Bapak KM berasal dari kota Salatiga. subjek merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Bapak subjek bekerja menjadi pegawai Bank swasta di Salatiga, dan ibu subjek mempunyai usaha rumah makan di Nanggulan Salatiga. Saat ini subjek sedang menduduki bangku SMA kelas XI. KM yang bersekolah di SMA Kristen 1 Salatiga. Umur subjek 17 tahun. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2012 di Cafe Olle Salatiga. Observasi dilakukan setelah penulis memastikan bahwa orang tua subjek bercerai. Observasi telah dilakukan beberapa kali terutama saat penulis sedang berkunjung ke rumah subjek. Orang tua subjek telah bercerai 2 tahun pada saat subjek sedang menghadapi ujian nasional. Subjek memiliki kekecewaan pada orang tua, namun subjek menjadi mempunyai motivasi untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup (A 9). Subjek tidak memiliki trauma berlebih dengan lawan jenis (A 7). Persepsi mengenai pernikahan menurut KM itu hidup bersama seseorang yang dicintai sampai akhir hayat. Hal ini membuat subjek sering merasa tertekan dan merasa stres. Subjek tidak bisa konsentrasi dalam belajarnya. Subjek lebih memilih untuk main dari pada di rumah dan belajar karena tekanan batin. Pada saat diwawancara, subjek mengeluhkan betapa kecewanya dengan orang
27
tua subjek. Selain itu, subjek juga menjadi anak yang suka bersenangsenang untuk melupakan keadaan keluarga subjek. Subjek merasa orang tuanya bermain-main dalam pernikahan. Subjek tidak memiliki trauma yang berlebihan, hanya subjek lebih selektif untuk memilih pasangan hidup. Pengambilan data atau wawancara dilakukan di luar rumah subjek. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat perekam, panduan wawan cara, catatan dan pensil untuk mencatat bila diperlukan. Wawancara dilakukan sambil makan siang sehingga suasana wawancara menjadi tidak terlalu formal. Selain itu, penulis telah mengenal subjek sebagai teman kuliah sehingga proses wawancara menjadi lebih mudah. Dari awal wawancara sampai akhir, subjek terlihat santai dan cukup tenang meskipun banyak mengeluhkan kelangsungan penyusunan skripsinya. Bahkan proses wawancara juga diselingi senda gurau karena subjek memang dikenal suka bergurau. Subjek terlihat agak sedih saat bercerita tentang kehidupan keluarganya. b. Subjek 2 Subjek berinisial BL, bertempat tinggal di Grogol Salatiga, umur subjek 17 tahun. Ayah subjek memiliki show room mobil di semarang, dan ibunya memiliki toko mebel di Salatiga. Subjek II adalah BL, yang bersekolah di SMA 1 Salatiga yang orang tuanya telah bercerai lebih dari 2 tahun (B 4).
Subjek berumur 17 tahun.
Subjek mengalami
berbagai ketakutan yang menyebabkannya stres sehingga sempat
28
membuat dendam dengan orang tuanya selama beberapa waktu dan rasa kecewa dengan pernikahan (B 8).
Namun subjek memiliki keinginan
yang kuat untuk memiliki keluarga yang utuh, tidak seperti keluarga yang saat ini subjek alami (B 10). Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2012 di Cafe Pasco Kemiri Salatiga. Subjek sudah mengenal penulis. Subjek dengan sukarela memberikan informasi secara jujur dan terbuka pada penulis. Selama wawancara subjek menunjukkan wajah yang tertekan dan BL hampir menangis karena kecewa mengingat keluarganya. Dalam wawancara subjek beberapa kali dan justru menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan sekolah.
c. Subjek 3 Subjek III berinisial OD yang bersekolah di SMP Al-azhar Salatiga.
Subjek berumur 15 tahun.
Alamat rumah subjek daerah
Togeten Salatiga, dekat dengan rumah penulis. Ayah subjek bekerja sebagai PNS di Salatiga, dan ibu subjek mempunyai toko kelontong di rumah subjek. Orang tua subjek sudah bercerai sudah 4 tahun. Observasi saat subjek berada di tempat nongkrong yang sering subjek kunjungi. Wawancara dilakukan dua kali karena subjek penjelasan subjek tidak seperti yang diharapkan penulis, Subjek tidak mau terbuka, menampakan emosi
disaat
disinggung
masalah
perceraian,
maka
penulis
29
melaksanakan wawancara yang ke 2 pada tanggal 31 Agustus 2012 di Vie Cafe daerah Salatiga dan 30 Oktober 2012 di Dipo 78 Salatiga. Pada sesi pertama saat subjek ditanya mengenai persepsi pernikahan, subjek tidak ingin mengatakan, subjek merasa sangat emosi saat ditanya, dengan alasan perceraian dari orang tua subjek (C 11) namun setelah wawancara kedua, persepsi subjek tentang pernikahan itu hidup bahagia bersama (C 29).
Subjek merasa perceraian membuat anak menjadi
kesepian, itu adalah bentuk melihat dari yang subjek alami (C 31). Pada sesi pertama saat subjek ditanya mengenai persepsi pernikahan, subjek tidak ingin mengatakan, subjek merasa sangat emosi saat ditanya, dengan alasan perceraian dari orang tua subjek namun setelah wawancara kedua, persepsi subjek mengenai pernikahan itu hidup bahagia bersama. Subjek merasa perceraian membuat anak menjadi kesepian, itu adalah bentuk melihat dari yang subjek alami d. Subjek 4 Subjek IV adalah DK berumur 16 tahun. Subjek bertempat tinggal di Tegalrejo Salatiga. Subjek saat ini berumur 16 tahun. Ayah subjek bekerja sebagai PNS Salatiga dan ibu subjek mempunyai usaha Laundri di kemiri. Orang tua DK sudah bercerai selama 4 tahun. DK memiliki kakak laki laki. Wawancara dilakukan di Cozmo tanggal 3 November 2012. Orang tua subjek sudah bercerai selama 4 tahun (D 5). DK trauma dengan perpisahan, namun DK memiliki kakak laki laki yang selalu mendukung
30
DK (D 10). DK ingin memiliki pandangan hidup untuk hidup subjek kelak, dengan cara membina keluarga
dengan serius dan tidak ada
percerai diantaranya, karena subjek merasa menjadi korban sebuah perceraian orang tua (D 14) DK trauma dengan perpisahan orang tuanya. DK sangat selektif dalam memilih pasangan. DK tidak begitu dekat dengan orang tuanya. DK lebih dekat dengan kakaknya karena DK merasa yang melindungi subjek hanya kakaknya. DK merasa orang tuanya meninggalkannya. Subjek merasa hanya kakaknya saja yang setia menemenani dan memberikan semangat untuk DK. Saat subjek diwawancarai subjek banyak melamun, seperti membayangkan. Subjek menunjukan kecewa pada keadaan dan berusaha untuk tidak ambil pusing. Subjek banyak bercerita keinginan subjek.
4.4. Sintesis Hasil Penelitian 1. Persepsi semua subjek mengenai pernikahan memiliki hubungan dilihat dari tujuan-tujuan perkawinan yang terdapat pada teori dari Walgito tahun 2000, yaitu memiliki tujuan tertentu membuat keluarga yang bahagia, pernikahan itu untuk sekali selama hidup. Hal ini ditunjukkan dalam data sebagai berikut: a. Bersama – sama menjalani hidup dengan orang yang dicintai selama hidup (A 5) b. Hidup bersama dengan kesetiaan, tidak ada perceraian. (B 10)
31
c. Tidak ada perselingkuhan (C 27) d. Sekali seumur hidup, tidak dibuat untuk main – main ( D 4) 2. Semua subjek mempunyai harapan untuk pernikahan memiliki hubungan dengan teori dari Walgito tahun 2000, keluarga yang bahagia, sama seperti pernyataan no 1, mengenai persepsi tentang pernikahan. Subjek memiliki harapan yang sama seperti tujuan dalam pernikahan. Hal ini ditunjukkan dalam data berikut : a. Tidak ada perceraian, saling berbagi suka dan duka (A 6) b. Tidak ada perceraian, melihat anak – anak tumbuh dewasa. (B 10) c. Tidak ada perselingkuhan dan perceraian (C 26) d. Harmonis dan bahagia selalu (D 5) 3. Pandangan hidup menurut semua subjek memiliki hubungan dalam teori Monks (2002, dalam Sumardjono 2011) perkembangan sosial makin berkurang, begitu juga dalam ketergantungan dengan orang lain. Semua subjek memiliki keinginan untu mandiri, seperti tidak membutuhkan orang lain untuk mengejar apa yang diharapkan. Memiliki cara sendiri dan usaha yang mandiri. Hal ini dapat di tunjukan dalam data sebagai berikut : a. Ingin menggapai cita–cita dan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti orang tua (A 8). b. Mengalir seperti air dan belajar agar bisa mandiri (B 14) c. Meraih cita cita,dan mendapatkan beasiswa (c 17)
32
d. Berusaha untuk masa depan (D 7) 4. Subjek merasa ada rasa trauma dengan lawan jenis akibat melihat perceraian orang tua subjek. Trauma ini mempunyai hubungan dalam teori Hetherington (dalam Dagun, 2002) anak cenderung tidak berani untuk berkomitmen pada suatu hubungan antar pribadi secara heteroseksual yang makin mendalam. Hal ini di tunjukan dalam data sebagai berikut : a. Trauma pasti ada, dan hal itu yang membuat subjek lebih hati hati untuk memilih pasangan hidup. (A9) b. Trauma iya, lebih menghindari kesalahan yang diperbuat orang tua hingga adanya perceraian. (B 12) c. Trauma, takut mengalami hal yang sama seperti ini lagi. (C 15) d. Trauma, karena subjek sempat takut dengan lawan jenis hingga tidak ingin berhubungan lebih serius (D 10) 5. Pandangan subjek dan teori Dagun (2002) tentang perceraian sangat berkaitan. Anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap diri sendiri adalah penyebab perceraian orang tua. Akibat perceraian dari orang tua, subjek menjadi marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, pembangkang, tidak sabaran, ketidak stabilan emosi, kecemasan dan impulsif. Hal ini ditunjukan dalam data sebagai berikut :
33
a. Sangat kecewa , menimbulkan anak menjadi korban (A 11) b. Sangat kecewa, seperti tidak serius dan main main (B 11). c. Sangat kecewa, seperti kehilanga orang tua (C 13) d. Sangat kecewa, tidak memikirkan anak anaknya (D 12) 6. Semua subjek memiliki harapan untuk orang tua masing-masing. Harapan yang dimiliki oleh subjek berhubungan dengan teori persepsi dari Rahmat (2005) pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, karena subjek memiliki harapan kepada kedua orang tuanya dan doa. Hal ini ditunjukan dalam data sebagai berikut : a. Semoga orang tua dapat lebih baik lagi (A 14) b. Ingin semua jadi lebih baik, walau sebenarnya ingin kembali lagi (B 12) c. Ingin mengulang kembali lagi seperti dulu (C 15) d. Ingin tetap diperhatikan orang tua (D 11)
4.5. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penelitian dari Walgito, (2000) perkataan perkawinan adalah nikah, sedangkan Pirwadarminta (1976) kawin adalah perjodohan laki laki dan perempuan menjadi suami isteri. Di samping itu menurut Hornby (1957)
marriage is the onion of two persons as
husband and wife. Pernikahan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri. Monks (2002) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
34
peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, seperti pertumbuhan organ-organ tubuh, perkembangan fisik seperti munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder, serta perkembangan
sosial
yang
ditandai
dengan
makin
berkurangnya
ketergantungan dengan orang lain. Menurut Dagun (2002) penyebab perceraian adalah persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra (putri) dan persoalan prinsip hidup yang berbeda, berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar seperti tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang terkondisi dan lain lain. Rahmat (2005) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan. Semua subjek berusaha untuk menggapai apa yang diinginkan, tingkat egoisme dalam diri muncul dilihat dari sikap semua subjek dalam bersosialisasi. Subjek (I) lebih senang menyendiri dan tidak peduli dengan individu yang berada di sekitar. Subjek lebih sering sendiri dan melakukan aktifitas dalam sehari hari. Subjek tidak terlalu trauma dengan perceraian orang tua. Dengan melihat kondisi orang tua yang gagal dalam membina keluarga yang harmonis, subjek memiliki semangat untuk tidak mengulang kejadian seperti orang tuanya dalam kehidupan subjek yang akan datang. Subjek cenderung
35
lebih selektif dalam memilih pasangan. Subjek sulit untuk berhubungan dengan serius. Subjek (II) tidak trauma berlebih atau merasa takut karena subjek berfikiran untuk memperbaiki kegagalan yang telah di lakukan oleh orang tua subjek. Subjek mempunyai harapan-harapan yang diinginkan dan direncanakan oleh subjek. Subjek berusaha untuk menerima keadaan keluarga dan menjadikan motivasi didalam hidup untuk kehidupan mendatang. Orang tua subjek telah bercerai 2 tahun pada saat subjek sedang menghadapi ujian nasional. Subjek memiliki kekecewaan pada orang tua, namun subjek menjadi mempunyai motivasi untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup (A 9). Subjek tidak memiliki trauma berlebih dengan lawan jenis (A 7). Persepsi mengenai pernikahan menurut KM itu hidup bersama seseorang yang dicintai sampai akhir hayat. Hal ini membuat subjek sering merasa tertekan dan merasa stres. Subjek tidak bisa konsentrasi dalam belajarnya. Subjek lebih memilih untuk main dari pada di rumah dan belajar karena tekanan batin. Subjek II mengalami berbagai ketakutan yang menyebabkannya stres sehingga sempat membuat dendam dengan orang tuanya selama beberapa waktu dan rasa kecewa dengan pernikahan (B 8). Namun subjek memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki keluarga yang utuh, tidak seperti keluarga yang saat ini subjek alami (B 10).
36
Subjek menunjukan kecewa pada keadaan dan berusaha untuk tidak ambil pusing. Subjek banyak bercerita keinginan subjek Subjek III merasa perceraian membuat anak menjadi kesepian. Subjek IV ingin memiliki pandangan hidup untuk hidup subjek kelak, dengan cara membina keluarga dengan serius dan tidak ada percerai