BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh BADAN PT PATRA JASA
Dari data yang telah diperoleh, penulis menilai bahwa PT Patra Jasa dapat dikatakan telah melakukan suatu bentuk perencanaan atas laporan keuangannya, hal ini terlihat dari laporan laba ruginya yang dijabarkan secara lebih terperinci dalam profit and loss comparative report dimana banyak dilakukan koreksi-koreksi positif dan negatif yang keduanya berpengaruh terhadap perolehan Penghasilan Kena Pajaknya. Namun perencanaan pajak yang dilakukan masih ada yang belum sesuai dengan peraturan perpajakan untuk pajak penghasilan, oleh karena itu penulis akan mencoba melakukan evaluasi atas pelaksanaan dan perencanaan terhadap kewajiban pajaknya yaitu PPh pasal 23 dan PPh Badan.
IV.1 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan pasal 23 (PPh pasal 23) Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
64
Sepanjang tahun 2005 PT Patra Jasa melakukan transaksi-transaksi yang berhubungan dengan PPh pasal 23, transaksi tersebut adalah transaksi yang dilakukan dimana PT Patra Jasa bertindak sebagai pemotong atas transaksi jasa yang diberikan dari pihak penjual. Transaksi jasa yang dilakukan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 antara lain penggunaan jasa akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan, pemakaian jasa pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva yang dimiliki, pemakaian jasa konstruksi, jasa instalasi, katering, termit, cleaning service, sewa, penyediaan tenaga kerja, dan jasa pengacara. Dari analisa yang dilakukan penulis terhadap data PPh pasal 23-nya, penulis berpendapat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan perencanaan yang lebih maksimal atas pajak ini. Selama ini PT Patra Jasa telah berusaha untuk sedapat mungkin mematuhi seluruh kewajibannya sebagai wajib pajak dan pemotong dengan cara membayarkannya ke KPP dimana PT Patra Jasa terdaftar dengan tepat waktu yaitu pada tanggal 10 setiap bulannya, dengan melakukan pembayaran yang tepat waktu maka likuiditas perusahaan tidak terganggu. Lain halnya jika PT Patra Jasa tidak melakukan pemotongan dan pembayaran atas transaksi jasa yang telah diterima secara taat, perusahaan akan berisiko untuk terkena sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan. Hal seperti ini akan mengganggu likuiditas perusahaan karena non deductible expense perusahaan bertambah.
65
Dari hasil evaluasi yang dilakukan penulis mendapatkan bahwa di dalam laporan keuangan laba-rugi perusahaan terdapat pengeluaran biaya atas transaksi jasa yang dibebankan sebagai biaya dalam pelaporan Laba/Rugi dalam beban operasi hotel/motel 1. Jasa Profesional Hotel/Motel menggunakan jasa profesional untuk pelaksanaan kegiatan audit dari akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan. Selain itu dikeluarkan sejumlah dana untuk Biaya Legal (Legal Fee) untuk masalah perijinan, dan outsourcing fee yang bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu yang bertujuan untuk perluasan bisnis perusahaan. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa profesional ini adalah sebesar Rp 370.617.458 Peraturan telah menetapkan bahwa jasa profesional dikenakan tarif sebesar 50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa ini dibayarkan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara terperinci biaya untuk jasa profesional dapat diuraikan sebagai berikut : Audit Fee
Rp
8.667.458,00
Legal Fee
Rp
1.950.000,00
Outsourcing Fee
Rp 360.000.000,00
total
Rp 370.617.458,00
2. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi.
66
Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang sebagian besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di bidang hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi besar untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan (repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan dan sistem dan unsur-unsur penunjang gedung. Total pengeluaran PT Patra Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah sebesar Rp 963.296.632 atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan untuk PPh pasal 23 dengan dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan pemotongan PT Patra Jasa juga menyetorkannya ke KPP tepat waktu. 3. Hotel/Motel Patra Jasa juga melakukan kegiatan sewa yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja para karyawan dan keperluan usaha. Biaya atas kegiatan sewa terdiri dari penyewaan tempat, sewa mesin fotocopy, dan sewa fasilitas sistem teknologi informasi. Biaya dari item sewa adalah sebesar Rp 541.598.556 Kantor pusat juga mengeluarkan biaya atas transaksi jasa. Jenis biaya yang dikeluakan juga hampir sama dengan yang dikeluarkan oleh Hotel/Motel, yaitu : 1. Kantor pusat menggunakan jasa profesonal untuk penyediaan laporan keuangan, jasa konsultasi hukum/pengacara dan legal untuk masalah perijinan, jasa aktuaria untuk penghitungan dana pensiun.
67
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa profesioanal ini adalah sebesar Rp 456.846.793,89 Atas jasa profesional ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa profesional sebesar 50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa ini dibayarkan pada bulan diterimanya transaksi itu. Secara terperinci biaya untuk jasa ini dapat diuraikan sebagai berikut : Legal Fee
Rp
Consultant Fee
Rp 343.905.208,26
Audit Fee
Rp 103.579.485,63 total
9.362.100,00
Rp 456.846.793,89
2. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan perusahaan yang berpusat di Jakarta dan unit-unit usaha yang berada di daerah diperlukan sistem on-line yang memadai dan program komputer yang mendukung kerja para staf . Oleh karena itu PT Patra Jasa melakukan instalasi program software tertentu pada komputer setiap karyawannya, PT Patra Jasa mendapatkan jasa ini dari PT IBM Indonesia dan untuk penggunaan software tersebut PT Patra Jasa membayar sewa sebesar Rp 739.714.686,47 Sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23 PT Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa yang diterimanya ini dengan tarif sebesar 40% 3. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat
68
digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi. Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang sebagian besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di bidang hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi besar untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan (repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan, komputer dan mesin-mesin penunjang kerja. Total pengeluaran PT Patra Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah sebesar Rp 83.074.399,73 atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan untuk PPh pasal 23 dengan dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan pemotongan PT Patra Jasa juga melaporkannya ke KPP tepat waktu. Dari hal-hal tersebut telah terlihat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan perencanaan yang lebih maksimal terhadap pemenuhan kewajiban PPh pasal 23-nya, karena selama ini PT Patra Jasa hanya memenuhi kewajibannya sebagai pemotong yang menyetorkan pajaknya tepat waktu. Perencanaan atas PPh pasal 23 PT Patra Jasa dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan beban-beban tersebut dengan metode gross up. Berikut ini adalah perhitungan gross up untuk perencanaan PPh pasal 23 (dari Hotel/Motel dan kantor pusat) yang dibebankan dalam PPh Badan
69
Perencanaan Sebelum 1
Jasa profesional Audit Fee Legal Fee
Rp Rp
8,667,458.00 1,950,000.00
2
Outsourcing Fee
Rp
360,000,000.00
2
Repair & Maintenance Furniture Curtain
Rp Rp
69,083,006.00 11,589,250.00
Elevator/escavator Building Plumbing Carpentry Pest cont Water treatment Wall paper Vehicle
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
24,695,000.00 394,491,433.00 146,668,320.00 46,34,200.00 75,650,977.00 146,199,606.00 105,000.00 48,499,840.00
Space rental Photocopy machine System facility/IT
Rp Rp Rp
75,923,042.00 3,186,010.00 462,489,504.00
3
Sesudah
Sewa
gross up 1
Jasa Profesional Audit fee = 7.5% x Rp 8,667,458.00/0.925 Legal fee = 7.5% x Rp 1,950,000.00/0.925
Rp Rp
9,370,225.00 2,108,108.00
2
Outsourcingt fee = 6% x Rp 360,000,000.00/0.94
Rp
382,978,723.00
3
Repair & maintenance Furniture = 6% x Rp 69,083,006.00/0,94 Curtain = 1.5% x Rp 11,589,250.00/0.985 Elevator/escavator = 6% x Rp 24,695,000.00/0.94 Building = 6% x Rp 394,491,433.00/0.94 Plumbing = 6% x Rp 146,668,320.00/0.94 Carpentry = 6% x Rp 46,314,200/0.94 Pest cont = 1.5% x Rp 75,650,977.00/0.985 Water treatment = 6% x Rp 146,199,606.00/0.94 Wall paper = 6% x Rp 105,000.00/0.94 Vehicle = 6% x Rp 48,499,840.00/0.94
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
73,492,560.00 11,765,736.00 26,271,277.00 419,671,737.00 156,030,128.00 49,270,426.00 76,803,022.00 155,531,496.00 111,702.00 51,595,574.00
70
3
Sewa Space Rental = 6% x Rp 75,923,042.00/0.94 Photocopy machine = 6% x Rp 3,186,010.00/0.94 System facility/IT = 6% x Rp 462,489,504.00/0.94
TOTAL
Rp Rp Rp
80,769,194.00 3,389,372.00 492,010,111.00
Rp 1,875,512,646.00
Rp 1,991,169,391.00
PPh pasal 23 yang harus dibayar Jasa profesional Audit fee = 7.5% Legal fee = 7.5%
Rp Rp
650,059.00 146,250.00
Rp Rp
702,767.00 158,108.00
2
Outsourcing fee = 6%
Rp
21,600,000.00
Rp
22,978,723.00
3
Repair & maintenance Furniture = 6% Curtain = 10% Elevator/escavator = 6% Building = 6% Plumbing = 6% Carpentry = 6% Pest cont = 1.5% Water treatment = 6% Wall paper = 6% Vehicle = 6%
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4,144,980.00 173,839.00 1,481,700.00 23,669,486.00 8,800,099.00 2,778,852.00 1,134,765.00 8,771,976.00 6,300.00 2,909,990.00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4,409,554.00 176,486.00 1,576,277.00 25,180,304.00 9,361,808.00 2,956,226.00 1,152,045.00 9,331,890.00 6,702.00 3,095,734.00
Sewa Space Rental = 6% Photocopy machine = 6% System facility/IT = 6%
Rp Rp Rp
4,555,383.00 191,161.00 27,749,370.00
Rp Rp Rp
4,846,152.00 203,362.00 29,520,607.00
Rp
108,764,210.00
115,656,745.00
Rp 1,875,512,646.00
1,991,169,391.00
1
4
PPh pasal 23 yang disetor Pengurangan PPh badan akibat biaya Selisih kurang PPh Badan (Rp 1,991,169,391 - Rp 1,875,512,646) x 30% Selisih lebih pembayaran PPh 23 Penghematan beban pajak
Tabel 4.1 71
Rp Rp Rp
34,697,024.00 (6,892,535.00) 27,804,489.00
Penulis juga
melakukan penghitungan atas kegiatan jasa kantor pusat yang
dibebankan perusahaan dalam Laporan Laba/Rugi
Perencanaan Sebelum 1
Sesudah
Jasa profesional Legal fee
Rp
9,362,100.00
Consultant Fee
Rp
349,905,208.26
Audit Fee
Rp
103,579,485.63
2
Sewa (sotware programme)
Rp
739,714,686.47
3
Perbaikan dan perawatan
Rp
83,074,399.73
gross up 1
2
Jasa Profesional Legal fee = 7.5% x Rp 9,362,100.00/0.925
Rp
10,121,189.00
Consultant fee = 7.5% x Rp 349,905,208.26/0.925
Rp
378,275,901.00
Audit fee = 7.5% x Rp 103,579,485.63/0.925
Rp
111,977,822.00
Rp
786,930,517.00
Rp
88,377,021.00
Sewa (software programme) 6% x Rp 739,714,686.47/0.94
3
Perbaikan dan perawatan 6% x Rp 83,074,399.73/0.94 TOTAL
Rp
1,285,635,880.09
Rp
1,375,682,450.00
Legal fee = 7.5%
Rp
702,158
Rp
759,089
Consultant fee = 7.5%
Rp
26,242,891
Rp
28,370,693
Audit fee = 7.5%
Rp
7,768,461
Rp
8,398,337
Rp
44,382,881
Rp
47,215,831
Rp
4,984,464
Rp
5,302,621
Rp
84,080,855
Rp
90,046,571
Rp
1,375,682,450
Rp
27,013,971
PPh pasal 23 yang harus dibayar 1
Jasa profesional
2
Sewa (software programme)
3
Perbaikan dan perawatan
= 6% =
6%
PPh pasal 23 yang disetor Pengurangan PPh badan akibat biaya
Rp
1,285,635,880.09
Selisih kurang PPh Badan (Rp 1,375,682,450 - Rp 1,285,635,880.09) x 30%
72
Selisih lebih pembayaran PPh 23
Rp
(5,965,716)
Penghematan beban pajak
Rp
21,048,255
Tabel 4.2 Dari perhitungan yang dilakukan dengan penggunaan metode gross up telah terlihat perbedaan terhadap PPh pasal 23-nya, selain itu terlihat adanya penghematan atas beban pajak terhadap PPh badan sebesar Rp 27.804.489 Selain itu penulis juga melakukan pemeriksaan ulang atas daftar bukti pemotongan PPh pasal 23 dengan mengambil sample salah satu bukti pada bulan Mei 2005. Dalam hal ini penulis menguji ketepatan penetapan dasar tarif dan jumlah yang disetorkan atas terjadinya transaksi menurut Keputusan Dirjen Pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18 april 2001 yang berlaku mulai tanggal 1 Mei 2001, transaksi-transaksi tersebut adalah : a) Jasa di bidang profesional hukum Patra Jasa menggunakan Purbadi Hardjoprajitno, SH sebagai pengacara. Biaya atas jasa ini dilaporkan sebesar Rp 25.000.000 dengan tarif 15% x 50% b) Untuk jasa konstruksi pengeluaran dilaporkan sebesar Rp 176.441.183 dengan tarif 15% x 13.33% c) Atas aktiva yang dimiliki PT Patra Jasa melakukan pemeliharaan/perawatan dengan pengeluaran sebesar Rp 67.970.334 dengan tarif 15% x 40% d) Pengeluaran untuk jasa cleaning service sebesar Rp 100.587.708 dengan tarif 15% x 10% e) Transaksi atas jasa catering adalah sebesar Rp 536.625.000 dengan tarif 15% x 10%
73
f)
Biaya penyediaan tenaga kerja dikeluarkan sebesar Rp 482.294 tarif sebesar 15% x 40%
g) Jasa untuk teknologi informasi dikeluarkan sebesar Rp 143.575.000 tarifnya sebesar 15% x 40% h) Biaya penyewaan kendaraan dan tanaman adalah Rp 8.486.000 dikenakan tarif sebesar 15% x 40% i)Jasa laundry/pencucian dikeluarkan PT Patra Jasa sebesar Rp 9.564.000 yang dikenakan tarif sebesar 15% x 10% j)Jasa sipil/rancang bangun dikeluarkan sebesar Rp 44.892.953 dikenakan tarif sebesar 15% x 13. 33% Sebelumnya tercantum pada perhitungan bahwa besarnya PPh pasal 23 bulan Mei 2005 yang harus disetorkan PT Patra Jasa adalah sebesar Rp 28.953.678 namun setelah penulis lakukan pemeriksaan dan penghitungan ulang atas data transaksinya, terdapat kesalahan jumlah pada besarnya pajak pasal 23 atas beberapa transaksinya, yang seharusnya sejumlah Rp 29.007.652,22 yaitu : •
CV Cahaya Mandiri, nilai transaksi sebesar Rp 535.120, menurut Keputusan Dirjen pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18 April 2001 bahwa transaksi atas jasa konstruksi dikenakan tarif sebesar 15% x 13.33% dari jumlah brutonya. Dari transaksi ini terdapat selisih sebesar Rp 53.513 dengan uraian sebagai berikut: Perhitungan menurut perusahaan ( 15% x 13.33% ) x Rp 29.439.000
=
Rp 535.120
=
Rp 588.633
Perhitungan yang benar ( 15% x 13.33% ) x Rp 29.439.000 Selisih ( kurang bayar )
Rp 53.513 74
•
Transaksi-transaksi lainnya terdapat kesalahan pembulatan, namun tidak terlalu material Tidak terdapat kesalahan terhadap ketepatan objek pemotongan,
dasar
pengenaan tarif pemotongan serta perhitungan yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan hasil analisa tersebut penulis menyimpulkan bahwa kesalahan yang terjadi bukan merupakan kesalahan penghitungan namun kesalahan penulisan yang mengakibatkan kurang bayar secara total sebesar Rp 53.975,22 sehingga jumlah PPh pasal 23 bulan Mei yang harusnya dibayarkan adalah sebesar Rp 29.007.652,22 Atas kurang bayar ini perusahaan dapat dikenakan sanksi administrasi yaitu bunga sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan. Berikut ini adalah uraian atas penghitungan PPh pasal 23 menurut perusahaan yang didalamnya terkandung kesalahan dan penghitungan yang telah dilakukan pembetulan.
75
Transaksi Jasa sepanjang bulan Mei 2005 JENIS-JENIS JASA
Nilai Transaksi
1
Profesional Hukum
Rp
25,000,000.00
2
Konstruksi
Rp
176,441,183.00
3
Pemeliharaan/perawatan
Rp
67,970,354.00
4
Cleaning Service
Rp
100,587,708.00
5
Catering
Rp
536,625,000.00
6
Penyedia Tenaker
Rp
482,294.00
7
Teknologi Informasi
Rp
143,575,000.00
8
Sewa kendaraan
Rp
7,550,000.00
9
Laundry
Rp
9,564,000.00
10
Sipil/rancang bangun
Rp
44,892,953.00
11
Sewa tanaman
Rp
936,000.00
TOTAL
Rp
1,113,624,492.00
PPh pasal 23 yg harus disetor perhitungan menurut persh. 1
Profesional Hukum
2
perhitungan yang benar
7.5%
Rp
1,875,000.00
Rp
1,875,000.00
Konstruksi
2%
Rp
3,474,857.00
Rp
3,528,823.66
3
Pemeliharaan/perawatan
6%
Rp
4,078,220.00
Rp
4,078,221.24
4
Cleaning Service
1.5%
Rp
1,508,810.00
Rp
1,508,815.62
5
Catering
1.5%
Rp
8,049,375.00
Rp
8,049,375.00
6
Penyedia Tenaker
6%
Rp
28,936.00
Rp
28,937.64
7
Teknologi Informasi
6%
Rp
8,614,500.00
Rp
8,614,500.00
8
Sewa kendaraan
3%
Rp
226,500.00
Rp
226,500.00
9
Laundry
1.5%
Rp
143,460.00
Rp
143,460.00
10
Sipil/rancang bangun
2%
Rp
897,859.00
Rp
897,859.06
11
Sewa tanaman
6%
Rp
56,160.00
Rp
56,160.00
Rp
28,953,677.00
Rp
29,007,652.22
Perhitungan menurut perusahaan
Rp
28,953,677.00
Perhitungan yang benar
Rp
29,007,652.22
Rp
(53,975.22)
Selisih ( kurang bayar)
76
IV.2 EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN
Penyajian laporan keuangan komersial yang disusun atas dasar PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tidak dapat dijadikan dasar penghitungan PPh Badan yang pada akhir periode, yang telah ditetapkan oleh negara harus dilaporkan ke KPP dan disetorkan besarnya pajak yang terutang ke bank. Laporan Laba Rugi Fiskal merupakan laporan yang menjadi dasar dilakukannya penghitungan PPh Badan, untuk menghasilkan Laporan Keuangan (Laba-Rugi) Fiskal sebelumnya perlu dilakukan rekonsiliasi. Dalam Laporan rekonsiliasi dilakukan koreksi baik koreksi negatif maupun positif, demikian juga dengan laporan-laporan keuangan PT Patra Jasa. Koreksi positif banyak dilakukan atas laporan keuangan PT Patra Jasa khususnya pada laporan laba-ruginya yang berpotensi menurunkan laba kena pajaknya, berikut ini penjelasan yang penulis dapat berikan atas koreksi-koreksi fiskal dan negatif yang dilakukan oleh PT Patra Jasa sepanjang periode tahun 2005 : 1.
Koreksi Fiskal Negatif a. Pendapatan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 berasal dari hotel/motel, unit perumahan, dan perkantoran dengan total keseluruhan pendapatan sebesar Rp 126.837.380.515 Berdasarkan pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Dirjen Pajak no. Kep-227/PJ/2002 yang ditetapkan 23 April 2002 dan berlaku mulai 1 Mei 2002 bahwa pendapatan yang berasal dari hasil persewaan tanah dan bangunan pajak penghasilannya diatur tersendiri yaitu dengan tarif final sebesar 10%. 77
Hal ini dikarenakan perbedaan sumber asal dan kriteria pendapatan. Pendapatan dari sewa atas tanah dan bangunan diperlakukan berbeda dengan tarif umum. Atas pendapatan ini PT Patra Jasa telah melaporkannya ke KPP dan menyetorkannya ke bank yang telah ditunjuk tanggal 10 setiap bulannya. Karena telah dibayarkan dan dilaporkan, maka dilakukan koreksi negatif terhadap pendapatan yang berasal dari unit perumahan dan perkantoran dengan jumlah total koreksi dari kedua pendapatan tersebut sebesar Rp 54.870.095.797 yang sangat mempengaruhi perolehan laba bersihnya. Sehingga pendapatan yang menjadi penghasilan bruto PT Patra Jasa tahun 2005 hanya berasal dari pendapatan hotel yaitu sebesar Rp 71.967.284.718 b. PT Patra Jasa mendapatkan penerimaan bunga atas giro dan simpanan yang berada di bank dalam bentuk deposito. Pendapatan bunga yang diterima tahun 2005 adalah sebesar Rp 1.556.375.615 Menurut pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Menteri Keuangan no. 51/KMK.04/2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa pendapatan atas bunga yang berasal dari tabungan dan deposito pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah yang dikenakan tarif 20%. Karena penerimaan bunga merupakan pendapatan yang bersifat final dan diatur tersendiri menurut peraturan perpajakan maka perusahaan melakukan pembayaran atas pendapatan ini dan melaporkannya ke KPP. Karena pendapatan tersebut pajaknya sudah dibayarkan maka perusahaan melakukan koreksi negatif atas item ini sehingga tidak dapat menambah penghasilan brutonya. Pajak penghasilan atas pendapatan bunga dari bank yang harus dibayar oleh PT Patra Jasa adalah sebesar : 78
PPh final = 20% x Rp 1.556.375.615 = Rp 311.275.123 c. Selain koreksi fiskal yang telah dijelaskan sebelumnya, PT Patra Jasa juga melakukan koreksi fiskal tambahan. Koreksi fiskal tambahan ini tercantum pada SPT PPh 1771-I Lampiran-I dengan jumlah koreksi sebesar Rp 4.993.562.625 yang dapat dirinci sebagai berikut : Total Deffered Charged Hotel
Rp 3.007.267.072
Total Deffered Charged Head Office
Rp 3.500.707.707
Proporsional biaya non deductable ( 43.26% x Rp 3.500.707.707 )
(Rp 1.514.406.154,05)
Biaya deductable Head office
Rp 1.986.301.552,95
Total Deffered Charged
Rp 4.993.562.625
Pada dasarnya deffered charged adalah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk hotel dan kantor pusat (head office) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja para karyawan dan urusan legalisasi, misalnya pemasangan sistem teknologi informasi dan permasalahan sertifikasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000, ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya yang berkaitan dengan pendapatan yang bersifat final dihitung dengan menggunakan angka proporsional.
79
Hal ini dikarenakan asal sumber pendapatan yang bersifat final yang menyebabkan biaya yang dapat dikurangi hanya sebagian dari besarnya biaya yang dikeluarkan. Karena menggunakan angka proporsi maka besarnya biaya yang layak dikurangkan dan diakui sebagai biaya pengurang/deductible expense hanya sebesar 56.74% dari total deeffered ofiice Rp 3.500.707.707 , sehingga besarnya biaya atas deffered charged Head Office adalah sebesar Rp 1.986.301.552,95 d. Perusahaan menggunakan penghitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan angka proporsional sebesar 43.26% untuk biaya non deductiblenya. Namun pada biaya training, seminar and recruitment-ext dan outsourcing-outsource untuk biaya non deductable-nya dihitung dengan menggunakan proporsional sebesar 44.65% Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 ditetapkan pada 21 Desember 2000 bahwa biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bersifat final tidak dapat dibebankan seluruhnya namun dihitung dengan menggunakan angka proporsional. Hal ini dikarenakan kesalahan atas penghitungan biaya tersebut terhadap penggunaan angka proporsional. Karena pada dasarnya angka proporsional 44.65% adalah proporsional pengurang atas biaya non deductible periode tahun 2004. Kesalahan ini memang tidak terlalu fatal, namun pada akhirnya membuat terjadinya perbedaan pada total penghitungan. Dan atas kedua biaya ini
80
dilakukan penghitungan kembali sehingga terjadi koreksi fiskal negatif dengan total sebesar Rp 3.002.870,99 Pada dasarnya hal ini adalah kesalahan penghitungan, namun dapat terhindar apabila sebelum dilaporkan, penyusun laporan ini dapat melakukan penghitungan ulang dan pemeriksaan terhadap penghitungan biayanya yang menggunakan angka proporsional. Karena kesalahan ini pada laporan laba-rugi dilakukan penambahan biaya (koreksi negatif) atas biaya training, seminar and recruitment-ext sebesar Rp 283.720,61 dan biaya outsourcing-outsource Rp 2.719.150,37
2.
Koreksi Fiskal positif a.
Beban kepegawaian untuk karyawan hotel terdapat beban medical expense dan meal expense sebesar Rp 2.530.483.911. Menurut pasal 9 huruf 1e UU no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, biaya yang dikeluarkan perusahaan atas kedua beban tersebut merupakan suatu bentuk kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya dan tidak termasuk ke dalam biaya fiskal. Beban ini timbul karena perusahaan memberikan fasilitas kesehatan dan pemberian makan yang semuanya ditanggung oleh perusahaan. Karena kedua pembayaran atas beban tersebut ditanggung oleh perusahaan, maka menurut fiskal beban tersebut bukanlah termasuk dalam biaya fiskal sehingga harus dikoreksi fiskal positif.
81
Pada dasarnya biaya untuk pemberian makan pegawai merupakan bentuk natura yang diberikan oleh perusahaan yang termasuk dalam golongan biaya komersil sehingga harus dikoreksi. Namun pengecualian diberikan untuk biaya pemberian makan, sehingga biaya ini boleh dijadikan biaya fiskal. Sedangkan untuk biaya kesehatan pada dasarnya memang murni suatu bentuk natura, yang tidak boleh dijadikan biaya fiskal. Oleh karena itu agar dapat dijadikan biaya, penulis merekomendasikan agar perusahaan dapat memberikan suatu bentuk tunjangan kesehatan keapada pegawai hotel tersebut, yang dapat dijadikan biaya fiskal bagi perusahaan sebagai pihak pemberi kerja.. c. Penghitungan atas beban usaha kantor pusat secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan angka proporsional yang berasal dari : d. PROPORSI PENDAPATAN USAHA REVENUE
HOTEL/MOTEL REVENUE
71,967,284,718.00
Deductable
HOUSING REVENUE
19,953,525,238.00
Non Deductable
OFFICE REVENUE
34,916,570,559.00
Non Deductable
TOTAL REVENUE
126,837,380,515.00
Pendapatan Deductable / Total Pendapatan
56.74
Pendapatan Non Deductable / Total Pendapatan
43.26
100.00
82
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan yang pengenaan pajaknya bersifat final dihitung dengan menggunakan angka proporsional tertentu. Hal ini dikarenakan sektor Head Office yang memperoleh pendapatan dari sewa, membuat biaya-biaya operasi perusahaan yang dikeluarkan tidak dapat diakui seluruhnya sebagai biaya fiskal/deductible expense. Karena menggunakan angka proporsional maka besarnya biaya operasi perusahaan yang diakui menurut fiskal hanya sebesar 56.74% dan sisanya sebesar 43,26% menjadi non deductible expense yang hanya dilaporkan dalam Laporan Laba/Rugi. c. Tahun 2005 PT Patra Jasa mencatat adanya biaya dari bank (bank charges) atas dimilikinya sejumlah simpanan sebesar Rp 16.252.758 Berdasarkan pasal 6 Undang-undang PPh tahun 2000 biaya ini bukanlah biaya fiskal yang dilayakan untuk mengurangi penghasilan bruto. Hal ini dikarenakan bank charges merupakan biaya yang dikeluarkan atas kegiatan 3M untuk pendapatan yang bersifat final, selain itu juga sebagai konsekuensi dimilikinya suatu rekening bank.
83
Biaya ini secara otomatis sudah dipotong dan dilaporkan oleh pihak bank yang bersangkutan sehingga perusahaan tidak dapat membebankan item ini sebagai biaya fiskal sehingga harus dikoreksi fiskal positif sebesara Rp 16.252.758. d. Penyisihan biaya pesangon (severance expense) merupakan beban yang dibentuk sebagai cadangan biaya untuk mengantisipasi pembayaran pesangon bagi karyawan yang telah memasuki masa pensiun. Penghitungan untuk biaya ini digunakan jasa aktuaria. Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh pembentukan dana cadangan bukan biaya pengurang penghasilan bruto. Peraturan perpajakan tidak mengenal pembentukan dana cadangan pensiun dan pembentukan dana ini bukanlah biaya fiskal. Atas dasar tersebut perusahaan melakukan koreksi fiskal positif terhadap biaya penyisihan pesangon ini sebesar Rp 5.638.540.432. e
Dalam periode tahun 2005, PT Patra Jasa membentuk dana penyisihan piutang ragu-ragu. Besarnya penyisihan atas piutang ragu-ragu yang dibentuk adalah Rp 1.104.653.145 Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf c tentang Pajak Penghasilan, bahwa dana cadangan piutang tak tertagih hanya diijinkan dibentuk untuk jenis usaha bank, sewaguna usaha, asuransi, dan pertambangan. Hal ini dikarenakan biaya penyisihan atas piutang tak tertagih yang dibentuk oleh perusahaan pada dasarnya bukanlah biaya fiskal selain itu jenis usaha yang berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah bagi perusahaan pembentuk dana cadangan.
84
Atas dasar peraturan perpajakan tersebut maka biaya penyisihan piutang tak tertagih yang dibentuk PT Patra Jasa harus dilakukan koreksi positif Rp 1.104.653.145 f. Dalam others expense terdapat rincian bahwa perusahaan memiliki item tax penalties sebesar Rp 4.500.342 Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000 segala sanksi mengenai perpajakan tergolong dalam biaya non fiskal. Tax penalties merupakan suatu bentuk hukuman perpajakan yang biasanya berupa denda atas sejumlah uang terhadap kewajiban perpajakannya. Denda mengenai perpajakan pada umumnya timbul disebabkan karena kurangnya pemahaman yang sempurna wajib pajak, dalam hal ini yang dilakukan oleh staf pajak perusahaan terhadap kewajiban-kewajiban perpajakan. Oleh karena itu perusahaan harus secepatnya melakukan pembayaran atas dendanya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk menghindari bertambahnya akumulasi denda yang berpotensi menganggu likuiditas perusahaan. Oleh kaena itu perusahaan melakukan koreksi sebesar Rp 4.500.342 Tax penalties pada dasarnya dapat dihindari apabila perusahaan dalam hal ini staff pajaknya juga memiliki pemahaman atas peraturan perpajakan dan dipenuhinya
seluruh
ketentuan-ketentuan
sebagai
wajib
pajak
dalam
pelaksanaan kewajibannya. g. Dalam beban operasi dari sektor hotel terdapat pengeluaran sejumlah uang yaitu donasi/sumbangan sebesar Rp 6.696.000
85
Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh sumbangan bukanlah termasuk ke dalam golongan biaya fiskal. Hal ini dikarenakan kelalaian dan kurangnya pemahaman staf pajak boleh jadi merupakan penyebab dimasukannya item sumbangan sebagai biaya fiskal. Karena tidak dilakukan koreksi maka perusahaan menempatkan sumbangan sebagai biaya fiskal, oleh karena itu perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas sumbangan ini. Kesalahan dalam penghitungan seperti ini dapat dihindari jika staff keuangan dan pajak melakukan penghitungan ulang, karena kesalahan kecil seperti ini juga berpengaruh dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak-nya sehingga perusahaan dapat terhindar dari hukuman pajak. h. Perusahaan mengeluarkan sejumlah dana office expense pada head office untuk pembayaran berlangganan koran dan majalah sebesar Rp 10.154.530,84 Berdasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000, biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan koran dan majalah tidak termasuk biaya fiskal. Masuknya biaya berlangganan koran dan majalah sebagai biaya fiskal hanya dikarenakan kebutuhan pihak kantor pada informasi yang diberikan tentang bisnis, namun pada dasarnya hal ini tidak ada kaitannya dengan kegiatan operasi perusahaan secara langsung. Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif. Karena perlakuan atas biaya ini yang dijadikan biaya fiskal membuat pendapatan yang diperoleh semakin kecil, disamping itu tidak ada kriteria yang terkandung dalam biaya ini untuk dijadikan biaya fiskal, dilakukan koreksi positif atas biaya ini sebesar Rp 10.154.530.81 86
Untuk melakukan koreksi yang tepat, penyusun laporan rekonsiliasi setidaknya memahami kriteria-kriteria tertentu atas biaya fiskal khususnya yang berkaitan dengan kegiatan 3M secara langsung. i. PT Patra Jasa mengeluarkan biaya kepegawaian head office untuk biaya medical sebesar Rp 676.391.915 dan sepenuhnya dibebankan sebagai biaya fiskal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal 21 Desember tahun 2000 bahwa segala biaya yang digunakan untuk kegiatan 3M bagi penghasilan yang bersifat final digunakan angka proporsi. PT Patra Jasa menempatkan biaya ini sebagai biaya fiskal karena perusahaan memiliki hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit PERTAMINA untuk memberikan tunjangan kesehatan kepada pegawainya, sehingga perusahaan menanggung besarnya biaya perawatan rumah sakit pegawainya. Biaya ini tidak boleh dibebankan seluruhnya sebagai biaya fiskal dan perusahaan harus mengikuti prosedur yang telah dilakukan sebelumnya dimana seluruh biaya deductible yang dikeluarkan oleh head office dihitung dengan menggunakan proporsi sebesar 56.74% Oleh karena itu biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 292.607.142,43 karena angka tersebut merupakan besarnya biaya medikal yang tidak dapat dikurangi. Sehingga biaya yang diakui sebagai biaya fiskal menjadi hanya sebesar Rp 383.784.772,57 Pada dasarnya seluruh biaya fiskal head office dihitung dengan menggunakan angka proporsi, dan dalam hal ini perusahaan dituntut untuk konsisten dalam melaporkan dan mengurangi biaya-biaya fiskalnya secara keseluruhan dengan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. 87
IV.3 REKONSILIASI SEBELUM DAN SESUDAH PERENCANAAN Rekonsiliasi fiskal penting dilakukan perusahaan untuk mengetahui besarnya Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar penghitungan besarnya pajak terutang perusahaan. Rugi fiskal perusahaan pada tahun 2005 tercatat sebesar (Rp 29.418.628.877,11)
dengan
koreksi
fiskal
yang
dilakukan
sebesar
(Rp
17.703.484.621,36) Namun setelah dilakukan pemeriksaan dan penghitungan atas perencanaan pajak PT Patra Jasa maka terjadi perubahan atas besarnya rugi fiskal yang mengalami kenaikan sebesar Rp 2.429.732.423,71 sehingga total rugi fiskal setelah perencanaan adalah sebesar Rp (31.848.361.300,82) dengan uraian atas penjelasan perencanaan sebagai berikut: a.
Biaya kesehatan dan biaya makan yang ditanggung oleh perusahaan dapat dijadikan sebagai biaya fiskal dengan mengganti pengeluaran biaya tersebut sebagai tunjangan kesehatan dan tunjangan makan. Karena menurut peraturan yang berlaku segala bentuk tunjangan merupakan biaya fiskal bagi pemberi kerja
dan
objek
penghasilan
yang
diperhitungakan
dalam
pajak
penghasilannya. Tunjangan kesehatan yang diberikan perusahaan adalah sebesar Rp 1.035.918.595 dan Rp 1.494.565.316 bagi tunjangan makan. b.
Kesalahan perusahaan yang menempatkan sumbangan sebagai biaya mengharuskan perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut sebesar Rp 6.696.000
88
c.
Biaya pasal 23 untuk biaya profesional yang dibebankan dalam pelaporan biaya fiskal dihitung dengan gross up (tabel 4.1). Dengan metode penghitungan tersebut biaya-nya mengalami kenaikan sebesar Rp 23.839.598
d.
Biaya atas sewa juga merupakan biaya pasal 23, dengan penghitungan gross up (tabel 4.1) biaya sewa meningkat dengan total Rp 34.570.121
e.
Biaya atas perawatan dan perbaikan atas aset yang dimiliki perusahaan juga mengalami penghitungan gros up (tabel 4.1) sehingga mengakibatkan biayanya meningkat dengan total Rp 57.247.026
f. Biaya medical (head office) seharusnya dihitung dengan angka proporsional sebesar 56.74% , namun untuk biaya ini perusahaan belum mengenakan penghitungan berdasarkan proporsional, oleh karena itu perusahaan harus melakukan koreksi positif sebesar Rp 292.607.142.43 g.
Biaya
training,
seminar
and
recruitment-ext
mengalami
kesalahan
penghitungan dengan angka proporsional yang mengakibatkan non deductible expense-nya berbeda dari yang seharusnya. Oleh karena itu dilakukan koreksi negatif sebesar Rp 238.720,61 h.
Biaya berlangganan koran dan majalah bukanlah biaya yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan. Atas dasar itu dilakukan koreksi positif sebesar Rp 10.154.530,84
i. Biaya profesional atas head office dilakukan perencanaan pajak dengan penghitungan gross up (tabel 4.2), sehingga biayanya meningkat sebesar Rp 37.528.119 j. Biaya sewa software komputer juga mengalami penghitungan gross up (tabel 4.2) sehingga mengalami kenaikan sebesar Rp 47.215.831 89
k.
Biaya outsourcing-outsource mengalami kesalahan penghitungan karena angka poroporsional yang salah sehingga dilakukan koreksi negatif sebesar Rp 2.719.150,37
l. Biaya perbaikan yang merupakan biaya pasal 23 dilakukan penghitungan dengan gross up (tabel 4.2) yang mengakibatkan biayanya meningkat sebesar Rp 5.302.621
90