BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING
IV.1
Pendahuluan Batuan Karbonat
Klastik Terrigenous
Karbonat
Sedimen yang global dan tak terbatas Sedimen hanya terdapat di daerah air dengan iklim.
yang dangkal dan hangat.
Suplai sedimen berasal dari kontinen dan Sedimen kebanyakan berasal dari laut. laut. Ukuran dari butiran merefleksikan energi Ukuran butir merefleksikan ukuran dari sewaktu proses pengendapan terjadi.
skeletal dan hasil dari presipitasi.
Keterdapatan lempung mengindikasikan Lumpur mengindikasikan perkembangan adanya
suspensi
sewaktu
pengendapan.
proses prolific
dari
organisme
yang
memproduksi kristal-kristal kecil.
Arus dan gelombang membentuk tubuh Banyak dari tubuh pasir terbentuk dari pasir di daerah perairan rendah.
proses phsycochemical dan produksi biologis dari karbonat.
Perubahan
lingkungan
lokal
terkait Perubahan lingkungan dapat dipengaruhi
dengan perubahan lingkungan secara oleh terdapatnya batuan karbonat tumbuh global pada rezim hidroliknya.
(build-up) tanpa harus terpengaruh dari perubahan rezim hidrolik.
Sedimen
tetap
kompak
dalam
bentuk
pada
tidak Sedimen umumnya telah mengalami
lingkungan sementasi di daerah lantai samudera.
pengendapannya. Proses ketersingkapan secara periodik Proses ketersingkapan secara periodik tidak merubah sedimennya.
mempengaruhi
terjadinya
diagenesis
intensif. Hukum
Walter
diaplikasikan pengendapan
pada
hampir
dapat Hukum Walter dapat diaplikasikan pada
seluruh
proses beberapa proses pengendapan tetapi tidak semuanya.
Gambar 4.1 Perbedaan karakteristik antara batuan karbonat dan klastik terrigenous. (James dan Walker, 1992) 32
Batuan karbonat memiliki karakteristik yang berbeda dengan batuan klastik terrigenous. Batuan klastik terrigenous terbentuk dari hasil disintegrasi batuan asalnya dan tertransportasikan menuju ke tempat pengendapan batuan tersebut dan nantinya bentuk dari tekstur serta struktur yang terdapat pada batuan tersebut menunjukkan hubungan dengan rezim arusnya. Batuan karbonat dapat terbentuk dari hasil presipitasi dan juga akumulasi dari fragmen-fragmen skeletal disekitarnya. Pada batuan karbonat penamaan dikarakteristikan dengan komposisi sedimen yang terkandung dan sekaligus sebagai penciri lingkungan pengendapannya, variasi dari ukuran fragmen tidak terpengaruh oleh rezim arus. Berikut adalah tabel yang menggambarkan perbedaan karakteristik dari batuan karbonat dan klastik terrigenous (Gambar 4.1). IV.2
Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat
Mekanisme dari pengendapan batuan karbonat memerlukan lingkungan pengendapan yang khusus seperti lingkungan air laut yang hangat, dangkal, memiliki air yang jernih, dan bebas dari pengaruh sedimen klastik terrigenous (Gambar 4.2). Untuk terbentuknya produksi karbonat yang maksimum lingkungan pengendapannya memiliki beberapa komponen pengontrolnya seperti: 1. Organisme Biologis Kebanyakan sedimen karbonat berasal dari produksi baik secara biologis maupun biokimia, maka keterdapatan partikel-partikel tersebut sangat mempengaruhi proses pembentukan batuan karbonatnya tersendiri. 2. Iklim Iklim sangat mempengaruhi proses tumbuh dan perkembangan dari batuan karbonat itu sendiri dimana batuan ini hanya dapat bertahan hidup pada laut yang hangat sehingga iklim yang ekstrim akan mempengaruhi. 3. Oseanografi Terdapat beberapa atribut yang mempengaruhi proses berkembangnya batuan karbonat diantaranya tingkat penetrasi cahaya, sirkulasi air dan temperatur air.
33
4. Suplai Oksigen Suplai oksigen sangat penting bagi perkembangan organisme biologis yang nantinya akan berperan sebagai sedimen yang diperlukan dalam pembentukan batuan karbonat itu sendiri (fragmen skeletal). 5. Salinitas Peningkatan salinitas akan mengurangi jumlah keanekaragaman organisme biologis yang hidup pada daerah tersebut. 6. Aktivitas Tektonik Kondisi paleotektonik juga mempengaruhi, ini terkait nantinya dengan suplai sedimen klastik terrigenous yang kita ketahui akan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan batuan karbonat. Secara garis besar sistem pengendapan karbonat dapat diperoleh dari persamaan berikut ini : CO2 + H2O H2CO3 H+ + CO32CaCO3
H2CO3
.........(i)
H+ + HCO3-
.........(ii)
HCO3-
.........(iii)
Ca2+ + CO32-
.........(iv)
CO2 + H2O + CaCO3
Ca2+ + 2HCO3-
.........(v)
Berdasarkan reaksi diatas, peningkatan konsentrasi CO2 pada larutan menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kanan dan menyebabkan pelarutan kalsium karbonat. Peningkatan konsentrasi ini dapat diakibatkan oleh bertambahnya kedalaman dan pengaruh air meteorik atau penambahan CO2 akibat penguraian dari material organik. Sebaliknya apabila terjadi penurunan konsentrasi CO2 pada larutan menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kiri yang akan menghasilkan pengendapan kalsium karbonat. Penurunan ini diantaranya diakibatkan oleh evaporasi, kenaikan suhu air laut karena pengaruh sinar matahari yang terjadi pada lingkungan laut dangkal, pengikatan CO2 oleh organisme khususnya alga untuk 34
fotosintesis, influks dari air sangat jenuh menuju ke area dengan CaCO3 yang tinggi atau hadirnya katalisator, marine upwelling dari area tekanan tinggi ke area tekanan rendah, percampuran air dengan kandungan CO3 yang tinggi dan Ca2+ yang rendah dengan air laut, proses organik di dalam larutan, bakteri pembusuk yang menghasilkan amonia, meningkatnya pH dan peningkatan konsentrasi karbonat.
Gambar 4.2 Kontrol lingkungan terhadap pembentukan karbonat ( James, 1979)
35
IV.3
Fasies Batuan Karbonat
Gambar 0.1. Klasifikasi batuan karbonat menurut tekstur (modifikasi Dunham, 1962 dan Embry & Klovan, 1971).
Fasies dapat didefinisikan sebagai karakter tubuh batuan berdasarkan kombinasi litologi, struktur fisik atau biologi yang mempengaruhi aspek pembeda tubuh batuan antara satu dengan yang lainnya. Penentuan fasies pada penelitian ini berdasarkan pada pengamatan komponen penyusun (biota, mikrit, semen), tekstur, melalui pengamatan megaskopis dan mikroskopis dengan menggunakan klasifikasi Koesoemadinata (1985) yang merupakan hasil modifikasi dari klasifikasi Dunham Gambar 4.3 Klasifikasi Batugamping (Dunham (1962) dan Embry dan Klovan (1971))
Berikut merupakan definisi dari penamaan batuan karbonat berdasarkan tekstur : 1. Bindstone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran yang terdiri dari kerangka ataupun pecahan yang telah mengalami pengikatan oleh kerak-kerak lapisan gamping (encrusting) yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan lainnya. 2. Bafflestone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari kerangka organik seperti koral yang sedang dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan diselimuti oleh lumpur karbonat yang mengisi rongga-rongga pada koral. Koral tersebut berperan sebagai (baffle) yang menjebak lumpur karbonat. 3. Framestone; Fasies ini memiliki karakteristik hampir seluruhnya terdiri dari kerangka organik seperti koral, alga dan lainnya. Sedangkan komposisi matriksnya kurang dari 10%, antara kerangka tersebut biasanya terisi oleh (sparry calcite). 4. Rudstone; Fasies ini merupakan batugamping klastik yang memiliki ukuran butir paling kasar dimana merupakan rombakan dari batugamping kerangka yang mengalami transportasi dan terakumulasi di tempat tertentu. Fasies ini tidak dimasukkan pada fasies batugamping terumbu tetapi berasosiasi dengan dengan terumbu.
36
5. Floatstone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari fragmen kerangka organik tidak lebih dari sepuluh persen (< 10%) yang tertanam dalam matriks karbonat. 6. Grainstone; Fasies ini merupakan batugamping klastik yang penyusun utamanya merupakan butiran yang ukurannya lebih besar 2 mm, keterdapatan matriks di fasies ini tidak ada. 7. Packstone; Fasies ini memiliki karakteristik mulai melimpahnya lumpur karbonat (> 15%) tetapi fasies ini masih tetap didominasi oleh butiran. 8. Wackestone; Fasies ini memiliki karakterisitik terdiri dari ukuran butir yang sangat halus (lumpur atau kalsilutit) tetapi masih memiliki asosiasi dengan fragmen klastik yang lebih besar tetapi tidak dominan. 9. Mudstone; Fasies ini memiliki karakteristik dari ukuran butiran yang halus, keterdapatan
fragmen
tidak
lebih
dari
sepuluh
persen
(<10%).
37
Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan analisis sayatan petrografi pada batugamping di daerah penelitian maka disimpulkan bahwa batugamping ini dapat dibagi menjadi 5 fasies, yaitu : IV.3.1 Fasies Koral Framestone Fasies ini terdapat pada Satuan Batugamping Terumbu yang terdapat pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapan batuan berwarna abu-abu cukup lapuk hingga segar dan umumnya masif. Komponen berupa skeletal framework (frame builders) (Foto 4. 1).
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies framestone. Fasies framestone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan koral yang dominan dan terdapat pecahan alga beserta pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi.
Foto 4.1 Singkapan batugamping Koral Framestone( diambil oleh Hardika N, 2011)
38
IV.3.2
Fasies Koral - Alga Talus Rudstone
Fasies terdapat pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar dari daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapannya dicirikan oleh batugamping yang tidak memiliki jurus dan kemiringan. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi buruk dengan kemas terbuka dan fragmen berupa pecahan batugamping, koral dan alga merah. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies rudstone (Foto 4.2). Fasies rudstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik terdapat pecahan fosil pada ukuran yang cukup besar yaitu kelimpahan alga merah yang dominan dan juga banyak terdapat foraminifera besar dan pecahan koral beserta pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi dan pecahan dari fragmen batugamping terumbu.
Foto 4.2 Singkapan Batugamping Talus Rudstone. Foto diambil menghadap arah utara di daerah Gunung Antu. (Inset : Foto rudstone dari dekat) 39
IV.3.3
Fasies Foraminifera Grainstone
Fasies ini berada pada Satuan Batugamping pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi sedang dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Singkapan batuan ini telah mengalami proses karstifikasi yang cukup intensif. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies grainstone (Foto 4.3). Fasies grainstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan fosil foraminifera besar.
. Foto 4.3 Singkapan Batugamping Foraminifera Grainstone. Di daerah Gunung Antu.
40
IV.3.4
Fasies Foraminifera Floatstone
Fasies ini berada pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapan dicirikan oleh batugamping yang tidak memiliki jurus dan kemiringan. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan
memiliki sortasi
sedang-buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies foraminifera floatstone (Foto 4.4). Fasies floatstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik
foraminifera besar dan pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi.
Foto 4.4 Singkapan Batugamping Foraminifera Floatstone.
41
IV.3.5
Fasies Foraminifera Packstone
Fasies ini berada pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi sedang dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Singkapan batuan ini telah mengalami proses karstifikasi yang cukup intensif. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies packstone (Foto 4.5). Fasies packstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan fosil foraminifera besar.
Foto 4.5 Singkapan Batugamping Foraminifera Packstone. Terletak pada daerah Gunung Antu
42
IV.4
Analisa Zonasi Lingkungan Pengendapan Batugamping dari Sayatan
Tipis Lokasi penelitian distribusi fasies batugamping ini diambil pada daerah Gunung Antu yang terdapat pada bagian timur laut peta (Gambar 4.4)Analisis yang dilakukan adalah dengan mengamati sayatan tipis pada conto (Gambar 4.5) dan mempergunakan kelimpahan foraminifera besar dan fragmen non foram untuk menentukan lingkungan pengendapanya. Lingkungan pengendapan mengikuti model yang dibuat oleh James James (1979) dalam Longman(1980) dalam Scoffin(1987), begitu juga untuk klasifikasi untuk lingkungan penyebaran foraminifera besarnya( Gambar 4.6). Berikut adalah lokasi pengambilan conto untuk menganalisis distribusi fasies batugamping.
U
1 km
Gambar 4.4 Peta Lintasan pengambilan singkapan untuk studi distribusi fasies batugamping. 43
ZONASI LINGKUNGAN KODE
PENGENDAPAN
SAMPEL
FASIES BATUGAMPING
FAUNA
( James, 1979)
AIK 1 / 3
Packstone - Floatstone
Miliolid, Nummulites
Fore Reef
AIK 1 / 4
Packstone - Floatstone
Cycloclypeus sp
Fore Reef
Miogypsina sp, AIK 5 / 6
Packstone - Floatstone
Alga Merah
Fore Reef
AIK 11 / 3
Packstone - Floatstone
Brachipoda, Milliolid
Fore Reef
AIK 4 / 8
Framestone
Koral
Reef Front
AIK 4 / 10
Framestone
Koral
Reef Front
AIK 4 / 11
Framestone
Koral
Reef Front
AIK 11 / 7
Framestone
Koral, Alga Merah
Reef Front
AIK 4 / 7
Rudstone - Grainstone
Lepidocylina sp, Alga merah Lepidocyclina sp,
Fore Reef
AIK 4 / 9
Rudstone - Grainstone
Bolivina sp
Fore Reef
Alga merah, AIK 1 / 9
Rudstone - Grainstone
Nummulites sp
Fore Reef 44
Alga Meah AIK 4 / 5
Rudstone - Grainstone
Nummulites sp
Fore Reef
Fragmen Moluska dan AIK 5 / 1
Rudstone - Grainstone
Foraminifera kecil
Fore Reef
AIK 5 / 2
Rudstone - Grainstone
Lepidocyclina sp
Fore Reef
AIK 4 / 3
Rudstone - Grainstone
Miogypsina sp
Fore Reef
AIK 4 / 4
Rudstone - Grainstone
Alga merah, Cycloclypeus
Fore Reef
Gambar 4.5 Zonasi Lingkungan Pengendapan Batugamping
45
Gambar 4.6 Zonasi keberadaan foraminifera besar terhadap asosiasi fasies batugamping (Dalam James 1979, dalam Scoffin 1987).
46
Dari analisis diatas maka dapat ditentukan lingkungan pengendapan batugamping adalah: Reef Front, Fore Reef Talus, Fore Reef. Hasil analisis ini membantu dalam penentuan asosiasi fasies batugamping dan juga lingkungan pengendapannya. IV.5
Asosiasi Fasies Batugamping Berdasarkan deskripsi fasies batugmaping yang didapatkan dan dikombinasikan dengan hasil analisis sayatan tipis maka dari enam fasies batugamping dikelompokkan menjadi 3 asosiasi fasies. Penamaan asosiasi fasies tersebut diawali oleh lingkungan pengendapaanya diikuti nama fasies. Model Lingkungan pengendapan
mengikuti
model
yang
dibuat
oleh
James
(1992)
dalam
Longman(1980) dalam Scoffin(1987). Asosiasi fasies tersebut adalah:
Reef Front Framestone
Fore Reef Talus Rudstone – Grainstone
Fore Reef Packstone – Floatstone
IV.5.1 Reef Front Framestone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian utara daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Koral Framestone (Foto 4.6). Di daerah penelitian, keberadaan fasies – fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan koral yang menunjukan tekstur pertumbuhan, kelimpahan alga merah serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/4/8, AIK/4/9, AIK/4/10, AIK/4/11 dan AIK/11/7 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Reef Front.
47
Foto 4.6 Foto singkapan Framestone. Diambil pada daerah Gunung Antu.
IV.5.2 Fore Reef Coraline - Talus Rudstone – Grainstone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian utara daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Koral Grainstone, Koral – Talus Rudstone (Foto 4.7). Di daerah penelitian, keberadaan fasies – fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan fragmen hasil rombakan berupa koral, kelimpahan alga merah dan foraminifera besar yang terdapat dalam ukuran yang cukup besar dan juga butiran yang cukup mendominasi serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/4/3, AIK/4/4, AIK/4/5, AIK/4/6, AIK/4/7, AIK/5/1, AIK/5/ dan AIK/1/9 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Fore Reef.
Foto 4.7 Foto singkapan talus Rudstone. Diambil pada daerah Gunung Antu. 48
IV.5.3 Fore Reef Packstone – Floatstone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian selatan – baratlaut daerah penelitian, ditandai dengan warna hijau pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Foraminifera Floatstone dan Foraminifera Packstone (Foto 4.8). Di daerah penelitian, keberadaan fasies – fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan pecahan fosil hasil rombakan berupa koral, alga merah dan juga foraminifera besar serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/1/3, AIK/1/4, AIK/5/6 dan AIK/11/3 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Fore Reef.
Foto 4.8 Foto singkapan foraminifera packstone. Diambil pada dinding sungai pada daerah Gunung Antu.
49
Berdasarkan analisa diatas dari batugamping pada daerah penelitian, maka dapat dibuat peta distribusi fasies batugamping dan juga sketsa penampangnya dari A-B.
U
1 km
Fore Reef
Fore Reef
Reef Front Reef Front
Reef
Gambar 4.7 Peta distribusi fasies batugamping dan sketsa penampang lingkungan Front pengendapan batugamping. 50