BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker, 1992). Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies jika kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia, atau biologisnya. Penentuan fasies pada penelitian ini didasarkan pada pengamatan komponen penyusun (biota, mikrit, semen), tekstur, struktur, dan porositas melalui pengamatan megaskopis dan mikroskopis dengan menggunakan Klasifikasi Dunham (1962) (Gambar 5.1) dan Klasifikasi Embry dan Klovan (1971 op. cit. Wilson, 1975) (Gambar 5.2). Adapun analisis lingkungan pengendapan dari fasies batugamping merujuk pada Standard Facies Belt dari Wilson (1975) (Gambar 5.3) dan James (1979) (Gambar 5.4).
Gambar 5.1 Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Teksturnya (Dunham, 1962)
41
Gambar 5.2 Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Tekstur Secara Megaskopis dan Terdapatnya Lumpur Karbonat (Embry & Klovan, 1971).
Gambar 5.3 Fasies Standar Batugamping (Wilson, 1975)
42
Gambar 5.4 Model Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat (James, 1979)
5.1 Metode Penelitian Satuan batugamping pada daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Formasi Klapanunggal atau ekuivalen dengan Formasi Parigi. Formasi ini terdiri dari batugamping, kadang-kadang berkembang sebagai terumbu. Pendekatan yang dilakukan dalam penentuan fasies pada daerah penelitian adalah dengan mengelompokan fasies berdasarkan perbedaan ciri-ciri yang ditemui di lapangan. Pendekatan ini berupa pengelompokan fasies menjadi asosiasi fasies. Studi fasies batugamping menggunakan metode pengamatan singkapan, pengambilan sampel, pembuatan profil, analisa petrografi, dan rekonstruksi model pengendapan. Deskripsi litologi fasies batugamping lebih dominan dilakukan secara megaskopis terutama pada singkapan yang representatif dan juga beberapa secara mikroskopis. 5.2 Teori Dasar Batuan Karbonat Batuan karbonat merupakan batuan sedimen yang mengandung mineral-mineral karbonat yang dominan. Batuan karbonat terbagi menjadi dua jenis yaitu batugamping dan dolomit. Batuan karbonat bersifat monomineral yang terdiri dari kalsium karbonat dengan tambahan sedikit magnesium dalam pola geometris kristal. Batuan karbonat diidentifikasi dan dibedakan dari kemas dan teksturnya bukan komposisi mineralnya. Batuan karbonat umumnya terbentuk pada lingkungan tertentu (Gambar 5.5) antara lain hangat, jernih, kaya nutrisi, kedalaman dangkal, bebas dari klastik halus, dan cahaya matahari yang cukup. Batuan karbonat laut dalam yang ada terbatas pada batugamping 43
pelagis. Produksi karbonat terutama dikontrol oleh temperatur, salinitas, dan intensitas cahaya serta kadar oksigen, masuknya klastik, predasi, dan suplai nutrisi. Pabrik karbonat terletak pada break, slope, dan elevasi lainnya dengan ciri turbulensi yang tinggi, rendahnya arus turbidit, dan kedalaman dangkal. Sedimentasi karbonat dikontrol oleh persamaan reaksi kimia tunggal, yaitu: H+ + HCO3- + Ca2+
CaCO3 + H2O + CO2
Gambar 5.5 Model pertumbuhan Terumbu Modern (James & Bourque, 1992)
4.3 Fasies Batugamping Daerah Penelitian Batugamping pada daerah penelitian terdiri dari 4 asosiasi fasies, yaitu Mudstone – Wackestone - Floatstone, Large Foraminifera Packstone, Coral Floatstone – Rudstone, Massive Coral Framestone – Platy Coral Bindstone. 4.3.1 Asosiasi Fasies Mudstone – Wackestone – Floatstone Asosiasi fasies ini tersingkap di utara Desa Nambo pada lintasan L-1.1, L-1.2, L-1.4, L-1.5, L-1.6, L-1.8, L-1.9 dan L-10.3 (Lampiran F5, Peta Lintasan Fasies). Asosiasi fasies ini terdiri dari Fasies Mudstone, dan Platycoral Wackestone - Floatstone. Fasies Mudstone (Foto 5.1) berwarna putih – kuning kecoklatan, berlapis sedang – buruk, komponen penyusun berupa lumpur karbonat yang sangat dominan, kekompakan sedang – baik, dan terdapat porositas vugular. Fasies Platycoral Wackestone – Floatstone berwarna putih – abu-abu terang, berlapis sedang – buruk, komponen penyusun berupa lumpur 44
karbonat lebih dari 15%, terdapat foraminifera besar dalam jumlah kecil dan pecahan platycoral (Foto 5.2). Asosiasi Fasies ini menunjukkan lingkungan berenergi lemah – sedang, mewakili lingkungan antara organic built up sampai foreslope berdasarkan Klasifikasi Wilson (1975) atau reef crest berdasarkan Klasifikasi James (1979). Hal ini disimpulkan berdasarkan Fasies Mudstone, Platy Coral Wackestone - Floatstone dan tidak ditemukannya foraminifera planktonik berdasarkan analisis mikropaleontologi pada sampel batuan di lokasi L-1.1, serta sayatan petrografi pada lokasi L-1.6 dan L-1.8. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa fasies ini diendapkan pada lingkungan batimetri yang relatif dangkal.
Foto 5.1 Singkapan Batugamping Fasies Mudstone di Lokasi L-1.1
Foto 5.2 Singkapan Batugamping Fasies Platy Coral Floatstone di Lokasi L-1.2 45
4.3.2 Asosiasi Fasies Large Foraminifera Packstone Asosiasi fasies ini tersingkap di bagian tengah, timur, dan barat dari daerah penelitian, yakni pada lintasan L-2.7, L:-2.9, L-2.11, L-2.13, L-2.15, L-2.16, L-4.4, L4.5, L-4.6, L-4.7, L-4.8, L-4.9, L-4.10, L-4.12, L-5.9, L-5.10, L-5.11, L-6.16, dan L-7.12 (Lampiran F5, Peta Lintasan Fasies). Asosiasi fasies ini terdiri dari Fasies Large Foraminifera Packstone. Fasies Large Foraminifera Packstone berwarna putih – abu-abu. Di beberapa tempat terdapat orientasi akibat keseragaman posisi foraminifera besar, komponen penyusun berupa foraminifera besar, foraminifera kecil, dan cangkang moluska (Foto 5.3 dan 5.4). Dari hasil analisis petrografi (Lampiran B) pada sampel L-2.16 terdapat fosil foraminifera besar berupa Cycloclipeous sp. dan Lepidocyclina sp. Terdapat pula fosil foraminifera planktonik berupa Orbulina sp. dan Globigerinoides sp. Berdasarkan ciri litologi yang ada, fasies ini menunjukkan pengendapan dengan energi sedang – kuat pada kedalaman neritik tengah – neritik luar. Fasies ini diinterpretasikan berada pada lingkungan pengendapan fore slope pada bagian yang menengah – dalam, menurut Klasifikasi Wilson (1975).
Foto 5.3 Singkapan Batugamping Fasies Large Foraminifera Packstone di Lokasi L-2.11
46
Foto 5.4 Singkapan Batugamping Fasies Foraminifera Grainstone di Lokasi L-7.12, terlihat adanya fosil foraminifera planktonik yang cukup melimpah.
4.3.3 Asosiasi Fasies Coral Floatstone – Rudstone Asosiasi fasies ini tersingkap di bagian barat dan tengah daerah penelitian, yakni pada lintasan L-7.1, L-3.1, L-3.2, L-3.4, L-6.8, L-6.13, L-6.14, dan L-6.15 (Lampiran F5, Peta Lintasan Fasies). Asosiasi fasies ini terdiri dari Fasies Coral Floatstone, dan Coral Rudstone. Fasies Coral Floatstone berwarna putih – abu-abu, terdiri dari pecahan head coral, platy coral, branching coral, cangkang moluska, dan foraminifera yang diselingi dengan kandungan lumpur karbonat, sebagian telah mengalami diagenesa dan bersifat kapuran, memiliki kemas tertutup, dan kekompakan sedang – baik (Foto 5.5). Fasies Coral Rudstone berwarna putih – abu-abu, komponen penyusun terdiri dari pecahan head coral, platycoral, cangkang moluska, dan foraminifera yang saling kontak satu dengan yang lain dengan kandungan lumpur karbonat yg lebih sedikit daripada floatstone, memiliki kemas tertutup, dan kekompakan sedang – baik (Foto 5.6). Melalui pembuatan profil pada lokasi L-3.1 dan L-3.2 dan analisa petrografi terdapat indikasi masuknya suplai klastik halus pada bagian atas profil ini. Berdasarkan sayatan petrografi L-3.1 bagian atas profil ini merupakan batupasir glaukonitan dengan indikasi glaukonit dan suplai klastik semakin ke atas semakin banyak. 47
Foto 5.5 Singkapan Batugamping Fasies Branching Coral Floatsone di Lokasi L-3.1
Foto 5.6 Singkapan Batugamping Fasies Coral Rudstone di Lokasi L-7.4
48
Melalui analisis mikropaleontologi (Lampiran C) pada sampel L-3.2 terdapat fosil foraminifera bentonik yang cukup melimpah. Terdapat pula fosil foraminifera planktonik berupa Orbulina sp. tetapi masih lebih sedikit dibandingkan foraminifera bentonik. Hal ini juga didukung oleh analisa petrografi pada sampel lokasi L-3.2, L-3.1, dan L-6.15 yang memperlihatkan fosil foraminifera bentonik yang lebih melimpah daripada planktonik. Berdasarkan ciri litologi yang ada, fasies ini menunjukkan pengendapan dengan energi sedang – kuat pada kedalaman neritik tepi - tengah. Fasies ini diinterpretasikan berada pada lingkungan pengendapan fore slope pada bagian yang lebih dangkal daripada Fasies Large Foraminifera Packstone, menurut Klasifikasi Wilson (1975). 4.3.4 Asosiasi Fasies Massive Coral Framestone – Platy Coral Bindstone Asosiasi fasies ini tersingkap di bagian tengah dan barat daerah penelitian, yakni pada lintasan L-9.4, L-9.5, L-9.7, L-7.4, L-7.8, L-6.10, dan L-6.8 (Lampiran F5, Peta Lintasan Fasies). Asosiasi fasies ini terdiri dari Fasies Massive Coral Framestone dan Platy Coral Bindstone. Fasies Massive Coral Framestone berwarna putih – abu-abu, tersusun oleh head coral yang dominan, hadir dalam bentuk utuh dengan rongga sebagian besar telah terisi oleh lumpur karbonat, dan semen kalsit spar (Foto 5.7). Fasies Platy Coral Bindstone berwarna putih, tersusun oleh platycoral yang dominan dalam posisi mengikat (encrusting) berbentuk memanjang hampir sejajar perlapisan, diantaranya terdapat cangkang foraminifera, dan dilingkupi lumpur karbonat (Foto 5.8). Berdasarkan ciri litologi yang teramati serta analisa petrografi pada sampel batuan di lokasi L-9.5, fasies ini diendapkan pada lingkungan organic built up, menurut Klasifikasi Wilson dan Lee (1975). Daerah dengan asosiasi fasies ini diinterpretasikan sebagai zona terumbu.
49
Foto 5.7 Singkapan Batugamping Fasies Massive Coral Framestone di Lokasi L-9.7
Foto 5.8 Singkapan Batugamping Fasies Platy Coral Bindstone di Lokasi L-6.10
50
4.4 Rekonstruksi Model Lingkungan Pengendapan Daerah penelitian merupakan daerah yang telah terlipat dan tersesarkan. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai model pengendapan batugamping di daerah penelitian dilakukan pembuatan penampang geologi. Kemudian dilakukan beberapa restorasi penampang (flattening) secara skematik pada garis AB dan EF (Gambar 4.6).
Gambar 5.6 Garis Penampang AB dan EF yang dilakukan pembuatan dan restorasi penampang skematik untuk rekonstruksi model pengendapan batugamping.
a.
Penampang Geologi dan Restorasi Penampang Skematik
Melalui penampang geologi yang diperoleh pada garis AB dan EF, maupun yang terlihat pada peta geologi, dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian telah mengalami perlipatan dan terkena sesar (Gambar 5.6)
51
Gambar 5.7 Penampang Geologi AB dan EF, yang memperlihatkan bahwa daerah penelitian terkena perlipatan dan sesar.
Setelah pembuatan penampang geologi, dilakukan restorasi penampang untuk melihat penyebaran batugamping di daerah penelitian (Gambar 5.7). Restorasi penampang ini tidak dilakukan secara rinci seperti yang biasa dilakukan pada rekonstruksi palinspatik ataupun rekonstruksi penampang seimbang (balancing cross section), melainkan hanya skematik untuk melihat penyebaran batugamping. Selain itu, restorasi penampang ini juga dibuat berdasarkan data-data yang didapat
untuk memodelkan lingkungan pengendapan
batugamping.
52
Gambar 5.8 Restorasi Penampang Skematik dari Penampang Geologi AB dan EF.
b.
Interpretasi Model Pengendapan Batugamping
Model lingkungan pengendapan fasies batugamping daerah penelitian dapat digambarkan berdasarkan jenis fasies, pola distribusi penyebaran fasies serta asosiasinya. Berdasakan model pengendapan yang diperoleh dari data – data yang ada dan restorasi penampang AB terlihat bahwa semakin ke arah utara dan selatan adalah lingkungan dengan batimetri mendalam (slope), sedangkan pada restorasi penampang EF terlihat bahwa lingkungan hanya mendalam semakin ke arah selatan. Model lingkungan pengendapan yang paling cocok untuk daerah ini adalah model pengendapan isolated platform (platform karbonat terisolasi). Daerah penelitian meliputi lingkungan pengendapan
fore reef sampai organic built up,
berdasarkan Klasifikasi Wilson dan Lee (1975). Lingkungan fore reef umumnya terletak semakin ke selatan, dan organic built up terletak di bagian tengah dan utara (Gambar 5.7 dan 5.8). 53
S
U
A
B
Gambar 5.9 Rekonstruksi Model Pengendapan dan Fasies Batugamping pada Garis Penampang AB
S
U
E
F
Gambar 5.10 Rekonstruksi Model Pengendapan dan Fasies Batugamping pada Garis Penampang EF
54