BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan, dan posisi terhadap struktur. Rekahan tidak terbentuk secara acak, tetapi mengikuti suatu pola tertentu. Koestler, et al. (1995) menyatakan bahwa karakteristik dari pola sistem rekahan pada semua skala pengamatan dapat diketahui dengan mempelajari distribusi frekuensi dari properti rekahan. Salah satu analisis mengenai rekahan ini adalah analisis fraktal. Fraktal berasal dari Bahasa Latin, yaitu fractus yang berarti pecah. Pada dasarnya fraktal berarti memecah geometri yang rumit menjadi geometri yang lebih sederhana. Besar tingkat ketidakteraturan ini disebut sebagai dimensi fraktal. Menurut Koestler, et al. (1995), penskalaan dari spasi dan panjang rekahan mengikuti dimensi fraktal sehingga dapat diasumsikan memiliki distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari apakah sistem rekahan di daerah penelitian memiliki perilaku penskalaan mengikuti dimensi fraktal. Selain itu, akan dipelajari pula intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian.
6. 2 Teori Dasar Nelson
(1985)
menyatakan
bahwa
rekahan
merupakan
bidang
diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Twiss dan Moores (1992) menyatakan bahwa rekahan merupakan permukaan yang memotong batuan atau mineral sehingga batuan atau mineral tersebut kehilangan kohesinya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka rekahan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai permukaan diskontinuitas yang memotong batuan atau mineral sehingga menyebabkan kehilangan kohesinya, terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. 29
Berdasarkan morfologi rekahan, Nelson (1985) mengklasifikasikan rekahan menjadi empat jenis, yaitu: i) Rekahan Terbuka Rekahan ini adalah rekahan yang tidak terisi oleh mineral sekunder. Jenis rekahan ini memiliki permeabilitas tinggi pada arah paralel terhadap bidang rekahan. ii) Rekahan Terdeformasi Rekahan ini meliputi gouge-filled fracture dan slickensided fracture. Gouge-filled fracture adalah rekahan yang terisi oleh material hancuran yang berasal dari pergeseran dinding rekahan. Jenis rekahan ini memiliki permeabilitas rendah. Slickensided fracture adalah rekahan yang terbentuk akibat gelinciran friksional sepanjang bidang rekahan. Jenis rekahan ini memiliki permeabilitas tinggi pada arah paralel, tetapi memiliki permeabilitas rendah pada arah tegak lurus terhadap bidang rekahan. iii) Rekahan Terisi Mineral Rekahan ini adalah rekahan yang terisi oleh mineral sekunder. Jenis rekahan ini memiliki permeabilitas yang rendah. Mineralisasi sekunder sebagian berguna untuk mencegah atau mengurangi penutupan rekahan. iv) Rekahan Vuggy Rekahan ini adalah rekahan yang terbentuk dari pelarutan dinding rekahan. Jenis rekahan ini memiliki porositas dan permeabilitas tinggi.
Berdasarkan pergerakan relatif terhadap bidang rekahan, Twiss dan Moores (1992) mengklasifikasikan rekahan menjadi tiga jenis (Gambar 6.1), yaitu: i) Rekahan tipe I Rekahan tipe ini adalah rekahan ekstensional (extension fracture), yaitu rekahan yang memiliki pergerakan relatif tegak lurus terhadap bidang rekahan.
30
ii) Rekahan tipe II Rekahan tipe ini adalah rekahan gerus (shear fracture) yang memiliki pergerakan relatif sejajar terhadap bidang rekahan dan tegak lurus ujung rekahan. iii) Rekahan tipe III Rekahan tipe ini adalah rekahan gerus (shear fracture) yang memiliki pergerakan relatif sejajar terhadap bidang rekahan dan ujung rekahan.
A. Extension (Mode I)
B. Shear (Mode II)
C. Shear (Mode III)
Gambar 6.1 Jenis rekahan berdasarkan pergerakan relatif terhadap bidang rekahan (Twiss dan Moores, 1992). A. Rekahan tipe I atau rekahan ekstensional, B. Rekahan gerus tipe II, C. Rekahan gerus tipe III.
Berdasarkan asosiasi dengan struktur geologi lainnya, Twiss dan Moores (1992), mengklasifikasikan rekahan menjadi dua jenis (Gambar 6.2), yaitu: i) Rekahan yang berasosiasi dengan sesar (fault-related fracture system) Rekahan yang berkembang adalah dua kelompok shear fracture. Kelompok pertama akan sejajar dengan sesar yang ada, sedangkan kelompok kedua akan membentuk sudut sekitar 600 dan disebut conjugate shear fracture. Rekahan lain yang dapat hadir adalah extension fracture yang sejajar dengan arah tegasan utama. Jenis rekahan ini terletak pada pertengahan sudut antara dua set shear fracture. ii) Rekahan yang berasosiasi dengan lipatan (fold-related fracture system) Pada puncak lipatan akan berkembang kelompok rekahan yang sejajar dengan sumbu lipatan, sedangkan pada sayap lipatan akan berkembang kelompok rekahan yang membentuk sudut dengan sumbu lipatan.
31
(a)
(b)
Gambar 6.2 Jenis rekahan berdasarkan asosiasinya dengan struktur geologi lain (Twiss dan Moores, 1992). (a) Pola rekahan yang berasosiasi dengan sesar dan (b) Pola rekahan yang berasosiasi dengan lipatan.
6. 3 Data Rekahan 6. 3. 1 Metode Pengambilan Data Pengamatan dan pengambilan data rekahan di daerah penelitian dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode scanline (Gambar 6.3). Dalam metode ini, pengambilan data rekahan dilakukan di sepanjang garis pengamatan yang dibatasi 1 meter ke atas dan 1 meter ke bawah dari garis pengamatan. Rekahan yang diobservasi adalah rekahan yang memotong garis pengamatan. Salah satu ujung dari garis pengamatan menjadi datum dalam pengukuran jarak rekahan. Data yang diambil saat observasi adalah nomor identitas rekahan, jarak dari datum, kedudukan rekahan meliputi jurus dan kemiringan, panjang, apertur, pergeseran, tipe, bentuk, isian, dan kekasaran.
32
Gambar 6.3 Metode scanline. B-B’ adalah garis pengamatan. A adalah apertur, S adalah spasi rekahan, dan L adalah panjang rekahan (Sapiie, 1998 op. cit. Anshori, 2006).
6. 3. 2 Lokasi Pengambilan Data Observasi dilakukan di tiga lokasi (Gambar 6.4), yaitu: i) Lokasi 1 Koordinat awal
: 1100 34' 25.5" BT dan 070 53' 41.5" LS
Kedudukan garis pengukuran : 110, N 1400 E Panjang garis pengukuran
: 9,5 m
Kedudukan lapisan
: N 1000 E / 150 SW
Ketebalan lapisan
: 16 cm
Litologi
: Packstone
Foto 6.1 Tempat observasi rekahan di lokasi 1. Lokasi ini terletak di Kali Oyo bagian barat.
33
ii) Lokasi 2 Koordinat awal
: 1100 35' 03.9" BT dan 070 54' 09.1" LS
Kedudukan garis pengukuran : 130, N 940 E Panjang garis pengukuran
: 14,9 m
Kedudukan lapisan
: N 830 E / 210 SE
Ketebalan lapisan
: 20 cm
Litologi
: Packstone
Foto 6.2 Tempat observasi rekahan di lokasi 2. Lokasi ini terletak di Kali Oyo bagian tengah.
iii) Lokasi 3 Koordinat awal
: 1100 36' 34.6" BT dan 070 54' 43.9" LS
Kedudukan garis pengukuran : 70, N 1450 E Panjang garis pengukuran
: 16 m
Kedudukan lapisan
: N 700 E / 210 SE
Ketebalan lapisan
: 29 cm
Litologi
: Packstone
34
Foto 6.3 Tempat observasi rekahan di lokasi 3. Lokasi ini terletak di Kali Oyo bagian timur.
LOKASI 1
LOKASI 2
LOKASI 3
Gambar 6.4 Peta lokasi observasi rekahan. Ada 3 lokasi observasi rekahan di Kali Oyo.
6. 3. 3 Data Rekahan Data rekahan hasil pengukuran terlampir (Lampiran F).
35
6. 4 Pengolahan Data Rekahan 6. 4. 1 Pemilahan Data Dalam pengamatan rekahan perlu dilakukan pemilahan antara rekahan yang terbentuk secara alami dengan rekahan yang terbentuk secara tidak alami (induced fracture). Induced fracture dapat dihasilkan dari aktivitas manusia seperti penambangan. Rekahan tanpa orientasi dominan dapat diasumsikan sebagai induced fracture. Rekahan ini dipisahkan dan tidak diikutsertakan dalam pengolahan data. Selanjutnya, dilakukan pemilahan data berdasarkan jenis rekahan. Jenis rekahan ditentukan saat observasi lapangan dengan melihat geometri dan jenis pergerakannya. Pada observasi yang dilakukan di tiga lokasi berbeda diperoleh dua jenis rekahan, yaitu rekahan gerus (shear fracture) dan rekahan ekstensional (extension fracture). Setelah dipilah berdasarkan jenis rekahan, dilakukan pemilahan berdasarkan orientasi rekahan, meliputi jurus dan kemiringan rekahan. Rekahan-rekahan yang sejenis dan memiliki orientasi yang relatif sama dikelompokkan menjadi satu kelompok rekahan tertentu. Pemilahan data rekahan di tiga lokasi observasi dapat dilihat pada Lampiran G. Hasil pemilahan rekahan ini menunjukkan beberapa distribusi kelompok rekahan (Tabel 6.1). Lokasi Observasi
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Set EFA-01 SFA-01 SFA-02 SFA-03 SFA-04 EFB-01 SFB-01 EFC-01 EFC-02 SFC-01 SFC-02 SFC-03 SFC-04
Orientasi Umum Jurus Kemiringan (N…0E) (…0) 279 58 98 70 163 63 279 58 345 69 326 72 325 74 180 69 4 75 166 71 260 70 344 75 77 75
Tabel 6.1 Hasil pemilahan data rekahan. Di lokasi 1 terdapat lima kelompok rekahan, di lokasi 2 terdapat dua kelompok rekahan, dan di lokasi 3 terdapat enam kelompok rekahan.
36
6. 4. 2 Pengolahan Data Rekahan Pengamatan rekahan terbatas pada skala mesoskopik, sehingga saat data yang ada akan digunakan untuk memodelkan kondisi pada skala lebih besar (makroskopik) atau pada skala yang lebih kecil (mikroskopik) maka harus diketahui karakter penskalaan dari properti rekahan. Menurut Koestler, et al. (1995), penskalaan bertujuan untuk pengisian data pada skala yang berbeda dengan skala pengamatan (scale gap), dengan melakukan ekstrapolasi dari data yang ada. Untuk mengetahui pola distribusi sistem rekahan tersebut maka dilakukan analisis fraktal. Menurut Mandelbrot (1983) op. cit. Turcotte (1997), analisis fraktal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan power law, yaitu: N = k(S)-c, dengan N = jumlah kumulatif rekahan yang mempunyai spasi > S, k = konstanta, S = spasi rekahan, c = dimensi fraktal. Analisis pola distribusi rekahan dalam penelitian ini menggunakan parameter spasi rekahan, dengan melakukan pengeplotan data pada grafik dengan skala log-log. Data yang diplot adalah jumlah kumulatif rekahan pada sumbu y terhadap spasi pada sumbu x.
Spasi Rekahan Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 2002). Oleh karena itu, pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan dalam kelompok yang sama. Dua rekahan yang berdekatan pada satu kelompok yang sama belum tentu sejajar. Oleh karena itu, diambil kedudukan rata-ratanya agar menjadi sejajar sehingga dapat ditentukan spasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan Si = So x Cos x Cos x Cos, dengan So = jarak semu yang diukur di lapangan, = sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal, = sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan rekahan, = sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal. Spasi rekahan (Si) dari tiap kelompok rekahan dapat dilihat pada lampiran H. Untuk mengetahui pola distribusi spasi rekahan maka dilakukan pengeplotan antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan pada grafik
37
log-log. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi observasi (Grafik 6.1, 6.2, dan 6.3). Lokasi 1
Grafik 6.1 Grafik log-log antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan di lokasi 1 setelah diregresi power law. Dari grafik tersebut terlihat ada dua populasi rekahan.
Lokasi 2
Grafik 6.2 Grafik log-log antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan di lokasi 2 setelah diregresi power law. Dari grafik tersebut terlihat ada dua populasi rekahan.
38
Lokasi 3
Grafik 6.3 Grafik log-log antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan di lokasi 3 setelah diregresi power law. Dari grafik tersebut terlihat ada dua populasi rekahan.
Berdasarkan grafik antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan tersebut, dapat diketahui persamaan garis regresinya (Tabel 6.2).
Lokasi 1 2 3
y=k(x)-c k c 559.1 0.79 32048 1.96 382.1 0.87 33537 2.05 173.6 0.44 2092 1.09
R2 0.999 0.977 0.988 0.986 0.999 0.958
Tabel 6.2 Nilai k, c, dan R2. Nilai ini diperoleh dari persamaan regresi pada grafik antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatif rekahan di tiga lokasi observasi.
Interpretasi Berdasarkan grafik log-log tersebut. diketahui hubungan antara spasi dengan jumlah kumulatif rekahan mengikuti persamaan power law: y = k (x)-c. Menurut Mandelbrot (1983) op. cit. Turcotte (1997) distribusi power law
39
merupakan penciri utama dari dimensi fraktal. Dimensi fraktal mengindikasikan distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda. Terdapat dua populasi rekahan di lokasi 1, 2, dan 3. Berdasarkan persamaan garis regresi pada grafik log-log tersebut, maka dapat diketahui hubungan dari data-data yang ada. Dari persamaan garis regresi tersebut diperoleh nilai R2 yang berkisar antara 0 hingga 1 (Tabel 6.2). Nilai ini menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Jika nilai R2 semakin mendekati satu, maka hubungan data-data yang ada semakin terpercaya, begitu pula sebaliknya. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai lebih besar.
6. 5 Intensitas Rekahan pada Batugamping Intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian dapat diketahui melalui pengeplotan data intensitas rekahan terhadap jarak pada grafik log-log di setiap lokasi observasi. Intensitas rekahan ditentukan melalui persamaan sebagai berikut:
Hasil pengolahan nilai intensitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran I. Setelah diketahui nilai intensitas setiap lokasi observasi, maka dilakukan pengeplotan pada grafik yang menghubungkan antara intensitas rekahan dengan jarak pengukuran (Grafik 6.4, 6.5, dan 6.6).
40
Lokasi 1
Grafik 6.4 Hubungan antara intensitas rekahan terhadap interval jarak pengukuran di lokasi 1. Intensitas shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. Intensitas rekahan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jarak.
Lokasi 2
Grafik 6.5 Hubungan antara intensitas rekahan terhadap interval jarak pengukuran di lokasi 2. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture.
41
Lokasi 3
Grafik 6.6 Hubungan antara intensitas rekahan terhadap interval jarak pengukuran di lokasi 3. Intensitas shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture.
Setelah diperoleh grafik yang menghubungkan antara intensitas rekahan terhadap jarak, selanjutnya nilai intensitas rekahan dari setiap lokasi dibandingkan (Tabel 6.3).
Lokasi
1
2
3
Litologi
Packstone
Packstone
Packstone
Jenis Rekahan Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture Extension Fracture Shear Fracture
Persen Intensitas Intensitas rata-rata Rata-Rata (1/cm) (%) 0.015
1.5
0.082
8.2
0.028
2.8
0.011
1.1
0.015
1.5
0.028
2.8
Tabel 6.3 Intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian. Terlihat adanya perbedaan intensitas rekahan di setiap lokasi.
42
Interpretasi Dari hasil perhitungan intensitas rekahan dapat terlihat kecenderungan sebagai berikut: 1.
Nilai intensitas rata-rata extension fracture tertinggi terdapat di lokasi 2, sebesar 2.8%, diikuti selanjutnya di lokasi 1 sebesar 1.5%, dan lokasi 3 sebesar 1.5%. Nilai intensitas rata-rata shear fracture tertinggi terdapat di lokasi 1 sebesar 8.2%, diikuti selanjutnya di lokasi 3 sebesar 2.8%, dan lokasi 2 sebesar 1.1%.
2.
Nilai intensitas rata-rata shear fracture di lokasi 1 memberikan nilai yang lebih tinggi, yaitu 8.2%, diikuti selanjutnya di lokasi 3 dengan nilai 2.8%, dan di lokasi 2 dengan nilai 1.1%. Hal ini diperkirakan karena ada pengaruh struktur geologi. Sehingga rekahan yang ada termasuk ke dalam rekahan tektonik (Nelson, 1985). Intensitas rekahan akan tinggi pada daerah dengan akumulasi strain yang besar.
43