BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang dimaksud
meliputi:
penggantian
mineral,
pencucian/pelarutan,
dan
pengendapan langsung mineral dari larutan yang mengisi rekahan atau pori. Alterasi hidrotermal yang terjadi di suatu daerah merupakan salah satu petunjuk dalam mempelajari kondisi kepanasbumiannya. Jenis alterasi permukaan yang terbentuk mencerminkan jenis fluidanya. Mata air klorida umumnya menghasilkan endapan sinter silika di permukaan, sedangkan mata air bikarbonat biasanya menghasilkan endapan travertin (Nicholson,1993). Mata air sulfat akan menyebabkan adanya kolam lumpur di sekitar mata air. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi alterasi hidrotermal adalah (Browne, 1978 dalam Corbett dan Leach, 1998): 1. temperatur dan perbedaan temperatur antara batuan samping dan fluida; 2. permeabilitas; 3. lamanya interaksi fluida dengan batuan; 4. komposisi batuan samping; 5. komposisi fluida; 6. tekanan.
5.2 Pengamatan Alterasi di Daerah Penelitian Alterasi di daerah penelitian dijumpai di dua lokasi utama, yaitu di Sungai Cipanas dan di zona sesar. Alterasi di Sungai Cipanas terdapat di sekitar manifestasi air hangat di daerah penelitian khususnya di tepi rekahan tempat keluarnya air hangat. Alterasi di daerah penelitian juga terdapat di sekitar zona sesar berupa perubahan mineral pada masa dasar dan fragmen breksi vulkanik. Masa dasar breksi vulkanik berubah menjadi mineral lempung berwarna putih dan abu-
52
abu kebiruan. Analisis mineral untuk mineral lempung hasil alterasi ini menggunakan metode X-Ray Diffraction (XRD).
5.2.1. Alterasi Zona Mata Air Panas Bumi 5.2.1.1 Rembesan Air Hangat di Sungai Cipanas Manifestasi air hangat di Sungai Cipanas berupa rembesan di tepi dan dasar sungai. Rembesan air hangat ini mulai muncul di bawah jembatan Cipanas, daerah Cipanas. Rembesan air hangat ini disertai endapan berwarna kuning. Keluarnya air hangat di sekitar Sungai Cipanas berkaitan dengan kehadiran rekahan pada Satuan Breksi Vulkanik. Mata air hangat mengalir ke permukaan keluar melalui rekahan-rekahan pada breksi yang kompak (foto 5.1). Keluarnya mata air hangat dari rekahan pada breksi menyebabkan breksi tersebut mengalami ubahan, baik di permukaan maupun di bagian fragmen dan masa dasarnya.
A
B
Foto 5. 1. A)Rembesan air hangat di dasar sungai melalui rekahan. B)Beberapa mata air hangat di dasar sungai (foto diambil di lokasi G.11.14)
Berbeda halnya dengan breksi lain yang biasa tersingkap di daerah penelitian, breksi di Sungai Cipanas memiliki ciri-ciri tertentu. Breksi di sekitar mata air hangat berwarna kemerahan di permukaan yang kontak dengan air hangat dan berwarna kecoklatan di permukaan yang tak bersentuhan dengan air hangat. Selain itu, breksi ini memiliki urat kalsit 53
dengan lebar 0,1-0,5 cm dan panjang 5-20 cm yang mengisi rekahan dan bidang lemah antara fragmen dan masa dasar (Foto 5.2). Singkapan breksi yang ditemui di sekitar mata air hangat memiliki kondisi yang lebih kompak dan keras dibandingkan dengan breksi yang tidak mengalami kontak dengan air hangat (Foto 5.3). Kemas masa dasar breksi vulkanik yang berada di sekitar air hangat tampak lebih tertutup dibandingkan dengan breksi yang tidak berhubungan dengan mata air hangat. Tetapi, jika dilihat di bawah mikroskop polarisasi, kemas masa dasar breksi tersebut terbuka dan memiliki urat kalsit sehingga masa dasar breksi menjadi lebih kompak (Foto 5.4). B
A
Foto 5. 2. A) Urat kalsit pada breksi vulkanik di Sungai Cipanas. B) Breksi vulkanik di zona mata air panas (foto diambil di lokasi G.11.12)
A
B
Foto 5. 3. A) Breksi vulkanik yang tidak kontak dengan air hangat. B) breksi di sekitar mata air hangat (foto diambil di lokasi G.11.10 (kiri) dan G.11.12 (kanan))
54
Berdasarkan pengamatan pada sayatan tipis, terlihat bahwa kemas breksi tersebut terbuka seperti halnya breksi yang tidak terkena air hangat. Tetapi, dalam masa dasar terdapat kalsit yang mengisi rekahan dan vesikuler. Selain terdapat dalam masa dasar, kalsit tersebut hadir juga berupa urat kalsit dengan lebar 0,05-0,15 mm yang merekatkan fragmen dengan masa dasar. Kehadiran urat kalsit ini menyebabkan breksi vulkanik memiliki kenampakan kemas tertutup pada singkapan. Selain itu, kehadiran kalsit jugalah yang membuat breksi ini menjadi lebih kompak dan jauh lebih keras dari pada breksi yang tidak berhubungan dengan air hangat.
Foto 5. 4. Sayatan masa dasar breksi vulkanik (G.11.12A) dengan urat kalsit yang mengisi rekahan (C5)
5.2.1.2 Kolam Air Hangat Kolam air hangat di tepi Sungai Cipanas yang terbentuk secara alami dan meninggalkan residu di tepi kolam berupa sinter travertin (Foto 5.5). Endapan travertin ini berwarna putih, bertekstur halus dan menunjukkan laminasi (perlapisan) yang menunjukkan adanya pengendapan residu berulang-ulang.
55
Endapan ini bersifat masif dan kompak. Jika diamati di bawah mikroskop, endapan ini tersusun kalsit (Foto 5.6).
A
B
Foto 5. 5. A) Kolam air hangat dengan sinter travertin di tepi. B)Sinter travertin yang mengendap di tepi kolam air hangat (foto diambil di lokasi G.11.15)
Foto 5. 6. Sayatan tipis sinter travertin sampel G.11.15B. Sinter travertin tersebut mengendap pada breksi vulkanik
56
5.2.2. Alterasi di Zona Sesar Di daerah sekitar sesar, hasil ubahan yang dijumpai berupa batuan terubah berwarna abu-abu dan putih (Foto 5.7 dan 5.8).
Foto 5. 7. Batuan terubah di lokasi G.7.3 berwarna putih
Foto 5.8. Batuan terubah di lokasi G.12.19 berwarna abu-abu
Berdasarkan analisis XRD (Lampiran F-1), batuan terubah G.7.3 dari Sesar Cikujang (Foto 5.9) terdiri dari berbagai mineral, yaitu kuarsa, albit, analsim, dan kaolinit. Kehadiran kaolinit mengindikasikan bahwa proses
57
ubahan pada batuan tersebut dapat terjadi pada kondisi pH asam (Lawless, 1993). Dari sayatan tipis pada fragmen breksi di lokasi G.7.3 (Lampiran A-6), diketahui bahwa batuan asal fragmen tersebut adalah tuf gelas (Foto 5.9).
Foto 5.9. Sayatan fragmen G.7.3 yang menunjukkan bahwa masa dasar tuf gelas sudah banyak terubah menjadi mineral lempung.
Pada sampel G.12.19, berdasarkan analisis XRD (Lampiran F-2), lempung ubahan adalah kaolinit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses ubahan terjadi pada kondisi pH asam (Lawless, 1993). Dilihat dari analisis petrografi (Lampiran A-7), sayatan G.12.19 (Foto 5.10) menunjukkan adanya mineral primer, yaitu plagioklas jenis andesinalbit, kuarsa, hornblenda, gelas dan mineral ubahan berupa mineral opak dan mineral lempung. Dari sayatan tipis pada fragmen breksi di lokasi G.12.19, diketahui bahwa batuan asal fragmen tersebut adalah tuf kristal.
58
Foto 5. 10. Sayatan fragmen G.12.19 menunjukkan masa dasar tuf kristal terubah menjadi mineral lempung (E5).
5.3 Pola Alterasi dan Panas Bumi di Daerah Penelitian Pemicu terjadinya proses ubahan hidrotermal di Sungai Cipanas adalah mata air hangat yang keluar melalui rekahan di sungai tersebut. Hal ini diperkuat oleh singkapan yang berbeda antara breksi yang tidak terkena air hangat dengan breksi yang kontak dengan air hangat. Pada zona mata air hangat, breksi vulkanik mengalami ubahan yang terlihat dari berubahnya kenampakan singkapan. Manifestasi dan alterasi di daerah penelitian berupa sinter travertin, urat dan kaolinit. Sinter travertin dan urat kalsit, keduanya, merupakan mineral alterasi yang tersusun atas kalsit. Perbedaan dari kedua mineral alterasi tersebut adalah tempat pembentukannya, yaitu urat kalsit terbentuk di bawah permukaan dan sinter travertin terbentuk di permukaan. Kedua mineral ini akan terbentuk pada kondisi CO2 yang melimpah berdasarkan reaksi: Ca2+ + CO2 +H2O → CaCO3 + 2H+
59
Reaksi tersebut menunjukkan bahwa kalsit (CaCO3) akan terbentuk jika Ca2+ melimpah dan bereaksi dengan CO2. Kaolinit merupakan mineral alterasi yang terbentuk pada kondisi asam (Lawless, 1993), sedangkan sinter travertin merupakan endapan permukaan yang terbentuk pada kondisi yang lebih alkali dibanding kaolinit (Nicholson, 1993). Kedua manifestasi tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian terjadi perubahan sifat fluida yang tadinya asam menjadi lebih basa. Kehadiran kaolinit yang dapat terbentuk pada kondisi pH asam dapat terjadi akibat proses kondensasi yang terjadi pada zona steam. Kondensasi yang terjadi di dekat permukaan menyebabkan H2S teroksidasi menjadi H2SO4 dan derajat keasaman meningkat. Selain itu, kehadiran kaolinit juga berhubungan dengan litologi daerah penelitian yang berupa batulempung. Model Sistem Panas Bumi Gunung Tampomas dan hubungannya dengan keberadaan kaolinit tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1.
60
Gambar 5.1 Model sistem panas bumi di daerah penelitian (tanpa skala)
61