PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
M2O-07
STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI “BETA”, AMBON DENGAN METODE XRAY DIFFRACTION (XRD) I.W.A. Sari1*, C.P.K.Vandani1, E. Mulyaningsih1, I. W. Warmada1, P. Utami1, Y. Yunis2 1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, *Email:
[email protected] 2 Divisi Energi Baru dan Terbarukan PT. PLN (Persero), Jakarta Diterima 20 Oktober 2014
Abstrak Lapangan panas bumi Beta merupakan sistem panas bumi vulkanogenik pada perbukitan struktural di tatanan tektonik busur Banda dalam. Sumur Beta-01 (76 mdpl, kedalaman 932,65 m) merupakan sumur pemboran pertama di lapangan panas bumi ini. Litologi sumur Beta-01 berupa breksi tuf (0360 m) dengan sisipan tuf dan breksi andesit (360-932,65 m) dengan sisipan lava andesit. Analisis difraksi sinar X (X ray diffraction/XRD) sampel bulk dan preparat mineral lempung dilakukan pada 20 sampel serbuk bor. Hasil analisis XRD sampel bulk menunjukkan kehadiran kuarsa, kalsit, pirit dan sulfur sementara hasil analisis preparat mineral lempung menunjukkan kehadiran mineral smektit, khlorit, kaolinit, haloisit, ilit/smektit dan khlorit/smektit. Kehadiran mineral haloisit (20260 m) menunjukkan temperatur masa lampau <120 °C dan kehadiran kaolinit serta ilit/smektit (20-900 m) menunjukkan temperatur masa lampau 190-220 °C. Temperatur masa lampau hasil analisis difraksi sinar X lebih rendah dibandingkan dengan hasil analisis petrografi yang menunjukkan temperatur >240°C. Hal ini dikarenakan mineral lempung terbentuk setelah pembentukan mineral penciri suhu tinggi (epidot, prehnit, aktinolit) yang berarti telah terjadi proses pendinginan. Hasil analisis petrografi menunjukkan kehadiran mineral adularia yang mengindikasikan permeabilitas masa lampau yang baik. Permeabilitas tersebut kemudian terisi oleh mineral khlorit, kalsit dan kuarsa. Zona permeabel masa kini ditunjukkan oleh hilang sirkulasi pada kedalaman 320-932,65 m. Keterdapatan haloisit, kaolinit dan sulfur yang berasosiasi dengan pirit, anhidrit dan kuarsa pada kedalaman <260 m mengindikasikan adanya fluida asam. Fluida asam kemudian turun dan mengalami netralisasi yang diindikasikan oleh keterdapatan anhidrit berdasarkan hasil analisis petrografi. Kehadiran mineral smektit, korensit, khlorit, kaolinit, ilit/smektit, khlorit/smektit, epidot, zeolit, kuarsa, kalsit, pirit, adularia, prehnit, aktinolit dan anhidrit pada kedalaman 20-932,65 m menunjukkan adanya fluida netral.
Kata kunci: Panas bumi, Ambon, Alterasi hidrotermal, Difraksi sinar X
Pendahuluan Lapangan panas bumi Beta yang terletak di Pulau Ambon, Provinsi Maluku, Indonesia memiliki potensi sebesar 100 MW (Kementerian ESDM, 2012). Sumur Beta-01 yang terletak pada 76 mdpl dengan kedalaman 932,65 m merupakan sumur pemboran pertama di lapangan panas bumi ini. Studi pendahuluan dan pemboran serta studi alterasi hidrotermal pada lapangan panas bumi Beta telah dilakukan oleh PT. PLN (Persero). Analisis mineral-mineral hidrotermal perlu dilakukan pada sampel bawah permukaan secara detail sehingga dapat diketahui temperatur, permeabilitas dan komposisi fluida masa lampau ketika mineral tersebut terbentuk. Hasil analisis tersebut kemudian dapat 370
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
digunakan untuk prognosis pemboran sumur selanjutnya. Identifikasi mineral hidrotermal pada penelitian ini dilakukan melalui metode difraksi sinar X (X-ray diffraction/XRD). Metode difraksi sinar X memiliki kelebihan mampu mengidentifikasi berbagai jenis mineral lempung. Mineral lempung sebagai produk alterasi hidrotermal memiliki struktur yang sensitif terhadap perubahan temperatur dan kondisi kimiawi fluida, sehingga dengan identifikasi mineral lempung, dapat diperoleh informasi penting yang berkaitan dengan temperatur, permeabilitas dan komposisi fluida hidrotermal masa lampau.
Geologi Daerah Penelitian Lapangan panas bumi Beta termasuk dalam sistem panas bumi volkanogenik yang terletak pada tatanan tektonik busur Banda dalam (Hamilton, 1977). Busur Banda dalam tersusun atas pulau-pulau kecil yang berkembang dari gunungapi Tersier maupun Kuarter. Gunungapi di Pulau Ambon merupakan gunungapi Tersier yang kemudian terkena sesarsesar aktif sehingga morfologi di Pulau Ambon didominasi oleh perbukitan struktural berlereng terjal. Morfologi tersebut yang mendominasi lapangan panas bumi Beta. Berdasarkan peta geologi regional lembar Ambon, litologi lapangan panas bumi Beta didominasi oleh batuan gunungapi Ambon yang tersusun atas lava andesit, dasit, breksi dan tuf. Di atas batuan gunungapi Ambon menumpang secara tidak selaras batugamping koral dan endapan alluvium (Tjokrosapoetro dkk, 1993). Vandani dkk (2014) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemetaan lapangan yang dilakukan oleh PT. PLN (2009), litologi lapangan panas bumi Beta terbagi menjadi 12 satuan batuan. Satuan batuan tersebut antara lain satuan lava basal Tanjung, satuan batuan piroklastik Huwe, satuan lava andesit Salahutu 1, satuan lava andesit Salahutu 2, satuan batuan piroklastik Simalopu, satuan batuan piroklastik Salahutu, satuan batuan piroklastik Kadera, satuan lava andesit Bukitbakar, satuan batuan piroklastik Bukitbakar, satuan batuan piroklastik Eriwakang, satuan batugamping dan endapan alluvium. Struktur-struktur geologi yang dijumpai pada lapangan panas bumi Beta antara lain sesar geser dekstral dan sesar turun (Vandani dkk, 2014). Manifestasi panas bumi lapangan panas bumi Beta didominasi oleh mata air panas namun terdapat pula fumarol dan batuan teralterasi di permukaan. Manifestasi-manifestasi ini dijumpai di sekitar sesar Tulehu, sesar Huwe dan sesar Banda. Mata air panas pada lapangan panas bumi Beta memiliki suhu ratarata 61,37°C dengan pH yang berkisar 5,9-8,3. Marini dan Susangkyono (1999) melakukan penelitian geokimia mata air panas di daerah ini dan membagi fluida mata air panas menjadi tiga jenis yakni fluida kalsium-bikarbonat, sodium-klorida dan sodium-kloridabikarbonat. Ketiga jenis fluida tersebut mengindikasikan adanya percampuran antara fluida yang berasal dari reservoar yang dalam dan berentalpi tinggi dengan air tanah dangkal.
Metode Penelitian Sampel Sampel litologi bawah permukaan sumur Beta-01 berupa serbuk bor dan inti bor. Serbuk bor berjumlah 45 sampel yakni sampel yang diambil setiap interval 20 m dari kedalaman 20 m hingga 900 m. Inti bor berjumlah 2 sampel yakni kedalaman 778-779 m dan 927,62932,65 m. Deskripsi serbuk bor dan inti bor dilakukan untuk menentukan litologi bawah permukaan dan sebagai tahapan untuk pemilihan sampel difraksi sinar X. Sampel yang dipilih untuk analisis difraksi sinar X merupakan sampel yang mewakili intensitas alterasi batuan. 371
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Analisis difraksi sinar X Analisis difraksi sinar X dilakukan pada 20 sampel melalui dua metode yakni bulk dan lempung. Analisis difraksi sinar X sampel bulk dilakukan setelah sampel dipreparasi terlebih dahulu. Sampel bulk dianalisis dengan sudut 2-65°, step 0,01° dan kecepatan 2°/menit. Analisis untuk preparat mineral lempung dilakukan pada sampel dengan perlakuan air dried, glikolasi dan pemanasan. Sampel yang telah ditumbuk dan dicampur aquades dibilas dengan air mendidih apabila memiliki pH asam. Sampel tersebut kemudian dicampur dengan 8 ml larutan sodium hexametaphosphate sebagai agen dispersi. Larutan NaOH 1% ditambahkan pada campuran tersebut untuk mencapai pH netral sehingga terhindar dari flokulasi. Sampel kemudian didispersi dalam shaker selama lima menit. Pemisahan mineral lempung dengan mineral berat dilakukan melalui proses sentrifugasi selama 42 detik dengan kecepatan 2000 rpm. Proses sentrifugasi ini akan menyebabkan mineral berat mengendap di dasar tabung reaksi sedangkan mineral lempung akan bercampur menjadi larutan yang keruh di permukaan. Larutan tersebut kemudian diambil dengan menggunakan pipet dan diteteskan pada kaca preparat. Preparat tersebut dikeringkan dalam suhu ruangan selama 24 jam kemudian dianalisis difraksi sinar X (air dried). Preparat mineral lempung kemudian diberi perlakuan glikolisasi menggunakan ethylene glycol dan dianalisis difraksi sinar X. Preparat mineral lempung kemudian dimasukkan dalam tungku pembakaran (furnace) pada temperatur 550 °C selama satu jam. Setelah proses pemanasan selesai, sampel tetap dibiarkan dalam tungku pembakaran hingga suhu mendekati suhu kamar untuk menghindari thermal shock, selanjutnya sampel dianalisis difraksi sinar X. Preparat mineral lempung dianalisis dengan sudut 2-32°, step 0,01° dan kecepatan 2°/menit (1°/menit untuk sampel perlakuan glikolasi). Hasil analisis difraksi sinar X berupa grafik yang menunjukkan hubungan antara sudut 2θ (sudut difraksi), d spacing (ketebalan unit sel) dan intensitas (jumlah sinar X yang terdifraksi). Prinsip difraksi sinar X dapat dilihat pada Gambar 1. Identifikasi mineral dilakukan dengan memperhatikan hubungan antara sudut 2θ, intensitas dan d spacing dengan menggunakan acuan Moore and Reynold (1997), Harvey and Browne (1991) dan tabel pola-pola XRD oleh Chen (1977).
Litologi Bawah Permukaan Litologi bawah permukaan ditentukan berdasarkan deskripsi megaskopis dan petrografi serbuk bor dan inti bor. Litologi bawah permukaan sumur Beta-01 tersusun atas breksi tuf dengan sisipan tuf dan breksi andesit dengan sisipan lava andesit. Breksi tuf dijumpai pada kedalaman 0-360 m dengan sisipan tuf pada kedalaman 40 m dan 340 m. Breksi andesit dijumpai pada kedalaman 360-932,65 m dengan sisipan lava andesit pada kedalaman 640 m, 780-880 m dan 923-932.65 m. Litologi bawah permukaan sumur Beta-01 telah mengalami alterasi dengan intensitas 0,5-1 (Vandani dkk, 2014).
Alterasi Hidrotermal Bawah Permukaan Mineralogi Hasil analisis difraksi sinar X sampel bulk menunjukkan kehadiran kuarsa, kalsit, pirit dan sulfur sedangkan analisis sampel lempung menunjukkan kehadiran smektit, khlorit, kaolinit, haloisit, korensit, khlorit/smektit dan ilit/smektit. Karakteristik difraksi sinar X pada mineral lempung dapat dilihat pada Tabel 1 dan pola difraksi sinar X dapat dilihat 372
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
pada Gambar 2. Gambar 3 menunjukkan distribusi mineral lempung pada setiap kedalaman sampel difraksi sinar X. Penentuan temperatur masa lampau mineral hidrotermal dalam penelitian ini mengacu pada Kingston Morrison (1997). Smektit. Smektit dijumpai pada kedalaman 40 m dan 100 m. Smektik terbentuk pada temperatur <150 °C dan kadang terbentuk pada temperatur <200 °C Khlorit. Terdapat dua jenis khlorit pada penelitian ini yakni khlorit dengan peak yang tidak destroyed ketika pemanasan dan khlorit dengan peak yang akan destroyed ketika pemanasan. Khlorit jenis pertama dijumpai pada kedalaman 380 m, 440 m, 860 m dan 900 m. Khlorit jenis kedua merupakan khlorit dioktahedral. Khlorit dioktahedral dijumpai pada kedalaman 380 m, 440 m, 520 m, 620 m, 720 m, 860 m dan 900 m. Khlorit terbentuk pada rentang temperatur yang luas yakni <300 °C. Rentang temperatur pembentukan khlorit yang luas menyebabkan khlorit tidak cocok digunakan sebagai mineral geotermometer (Harvey and Browne, 1991). Kaolinit. Kaolinit merupakan anggota dari grup kaolin. Keterdapatan kaolinit beserta kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam lainnya mengindikasikan adanya fluida asam di masa lampau pada daerah penelitian ini. Kaolinit terbentuk pada temperatur <220 °C. Haloisit. Haloisit merupakan anggota dari grup kaolin. Keterdapatan haloisit beserta kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam lainnya mengindikasikan adanya fluida asam di masa lampau pada daerah penelitian ini. Haloisit terbentuk pada temperatur <120 °C. Korensit. Korensit merupakan mix layered khlorit(0,5)/smektit. Korensit terbentuk pada temperatur 175-255 °C. Khlorit/Smektit. Khlorit/smektit merupakan mix layered clay dimana proporsi kandungan khlorit dan smektit ditentukan melalui Δ2θ yang mengacu pada Moore and Reynold (1997). Distribusi kehadiran khlorit/smektit dapat dilihat di Tabel 2. Khlorit/smektit terbentuk pada temperatur <230 °C. Ilit/Smektit. Ilit/smektit merupakan mix layered clay dimana proporsi kandungan ilit dan smektit ditentukan melalui Δ2θ yang mengacu pada Moore and Reynold (1997). Distribusi kehadiran ilit/smektit dapat dilihat di Tabel 2. Ilit/smektit digunakan sebagai mineral geotermometer karena memiliki rentang temperatur yang pendek yakni 190-230 °C. Kuarsa. Kuarsa merupakan mineral non lempung yang diidentifikasi pada sampel bulk. Kuarsa diidentifikasi melalui peak utama dengan nilai d 4,25 Å dan 3,34 Å yang memiliki intensitas tinggi. Kalsit. Kalsit merupakan mineral non lempung yang diidentifikasi pada sampel bulk. Kalsit diidentifikasi melalui peak utama dengan nilai d 3,86 Å dan 3,03 Å. Pirit. Pirit merupakan mineral non lempung yang diidentifikasi pada sampel bulk. Pirit diidentifikasi melalui peak utama dengan nilai d 2,70 Å dan peak lainnya dengan d 2,42 Å; 2,21 Å; 1,80 Å; 1,63 Å; 1,56 Å dan 1,50 Å. Sulfur. Sulfur juga diidentifikasi melalui peak pada sampel bulk dengan nilai d 11,54 Å; 3,94 Å; 3,45 Å; 3,22 Å dan 2,00 Å. Kehadiran sulfur pada lapangan panas bumi ini mengindikasikan adanya fluida asam. Temperatur Mineral lempung dapat digunakan sebagai indikator temperatur pada waktu mineral tersebut terbentuk di masa lampau. Kehadiran haloisit pada kedalaman 20 m hingga 260 m menandakan temperatur masa lampau <120 °C. Kehadiran ilit/smektit pada kedalaman 20 m hingga 900 m dan kaolinit hingga kedalaman 720 m menandakan bahwa temperatur masa lampau berkisar 190-220 °C. 373
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Permeabilitas Permeabilitas masa lampau bisa ditentukan berdasarkan kumpulan mineral alterasi hidrotermal. Kehadiran kuarsa, kalsit, pirit dan ilit/smektit pada semua kedalaman menunjukkan bahwa permeabilitas masa lampau di lapangan panas bumi Beta baik. Kumpulan mineral tersebut digunakan sebagai indikator permeabilitas yang baik pada lapangan panas bumi di Filipina (Reyes, 1990). Zona permeabel saat ini ditandai dengan adanya hilang sirkulasi pada kedalaman 320-932,65 m. Tipe fluida hidrotermal Kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam yang dijumpai pada kedalaman 20-260 m menandakan adanya fluida asam masa lampau pada lapangan panas bumi ini. Kumpulan mineral tersebut antara lain haloisit, kaolinit dan sulfur yang berasosiasi dengan kuarsa dan pirit. Kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida netral juga dijumpai pada kedalaman 20-260 m yakni korensit, smektit, ilit/smektit, khlorit/smektit, kalsit, kuarsa dan pirit. Kumpulan mineral khlorit, korensit, kaolinit, ilit/smektit, khlorit/smektit, kalsit, kuarsa dan pirit pada kedalaman 260-900 m mengindikasikan adanya fluida netral.
Diskusi Studi alterasi hidrotermal melalui metode difraksi sinar X diintegrasikan dengan data petrografi (Vandani dkk, 2014) dan inklusi fluida (Mulyaningsih dkk, 2014). Gambar 4 menunjukkan hubungan temperatur vs kedalaman mineral-mineral hidrotermal berdasarkan analisis difraksi sinar X, petrografi dan inklusi fluida. Keterdapatan epidot, prehnit dan aktinolit berdasarkan analisis petrografi menunjukkan perkiraan temperatur masa lampau >240°C. Analisis paragenesa menunjukkan bahwa epidot tergantikan sebagian oleh mineral lempung. Hal ini mengindikasikan bahwa mineral lempung terbentuk setelah pembentukan mineral penciri suhu tinggi yang berarti terjadi proses pendinginan. Sementara itu, hasil analisis inklusi fluida menunjukkan temperatur homogenisasi (Th) pada kuarsa sebesar 174-238 °C dan kalsit sebesar 97-205 °C pada kedalaman 778-779 m serta Th kuarsa sebesar 135-291 °C pada kedalaman 927,62-932,65 m. Alterasi di sumur Beta dipengaruhi oleh dua fluida hidrotermal yakni fluida asam dan fluida netral. Kumpulan mineral kaolinit, haloisit, sulfur, pirit, anhidrit dan kuarsa yang dijumpai pada kedalaman 20-260 m mengindikasikan adanya fluida asam di masa lampau (Gambar 5). Fluida asam ini kemungkinan merupakan hasil kondensasi gas yang bersifat asam pada kedalaman dangkal. Keterdapatan anhidrit menunjukkan proses netralisasi dan pemanasan kondensat yang terjadi ketika fluida asam perkolasi ke zona yang lebih dalam. Pada zona 20-932,65 m dijumpai kumpulan mineral smektit, korensit, khlorit, kaolinit, ilit/smektit, khlorit/smektit, epidot, zeolit, kuarsa, kalsit, pirit, adularia, prehnit, aktinolit dan anhidrit yang mengindikasikan adanya fluida netral di masa lampau. Kehadiran kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam dan netral secara bersamaan pada kedalaman 20-260 m menunjukkan adanya dua proses alterasi hidrotermal yang berbeda. Paragenesa mineral yang terbentuk oleh fluida asam dan fluida netral belum dapat ditentukan dengan pasti karena mineral-mineral tersebut muncul sebagai mineral pengganti. Keterdapatan mineral lempung pada lapangan panas bumi Beta yang dibandingkan dengan lapangan panas bumi lainnya dapat di lihat di Tebel 3. Keempat lapangan panas bumi tersebut memiliki kesamaan litologi berupa batuan vulkanik dan 374
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
terletak pada daerah dengan topografi tinggi. Mineral yang mengindikasikan fluida asam juga dijumpai di lapangan panas bumi Kamojang dan lapangan panas bumi di Filipina. Kaolinit yang dijumpai pada lapangan panas bumi Kamojang mengindikasikan adanya fluida asam. Kaolinit ini berasosiasi dengan smektit, alunit, kuarsa, kristobalit dan pirit (Utami and Browne, 1999). Pada lapangan panas bumi di Filipina haloisit dan kaolinit mengindikasikan fluida asam. Haloisit dan kaolinit juga berasosiasi dengan alunit, dickit, pirofilit dan sulfur (Reyes, 1990). Kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam pada lapangan panas bumi Kamojang dan lapangan panas bumi di Filipina dihasilkan oleh fluida asam sulfat pada kedalaman dangkal. Keterdapatan mineral lempung selain haloisit dan kaolinit mirip dengan mineral lempung pada lapangan panas bumi Ulumbu (Kasbani et al, 1996). Pada lapangan panas bumi Ulumbu, mineral lempung tersebut digunakan sebagai indikator temperatur yang baik. Keterdapatan adularia yang berasosiasi dengan kuarsa, kalsit, pirit, anhidrit dan ilit/smektit mengindikasikan permeabilitas masa lampau yang baik pada lapangan panas bumi ini (Vandani dkk, 2014). Penurunan permeabilitas ditunjukkan oleh mineral hidrotermal seperti khlorit, kalsit dan kuarsa yang mengisi rongga dan rekahan batuan. Permabilitas tersebut kemudian mengalami rejuvinasi oleh aktivitas tektonik sehingga dijumpai hilang sirkulasi pada kedalaman 320-932,65 m.
Kesimpulan Metode difraksi sinar X sangat penting dilakukan dalam studi alterasi hidrotermal. Mineral-mineral hidrotermal yang diidentifikasi melalui metode difraksi sinar X dapat digunakan sebagai indikator temperatur, permeabilitas dan komposisi fluida masa lampau pada lapangan panas bumi ini. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan dalam prognosis pemboran selanjutnya maupun sebagai informasi untuk pengembangan lapangan panas bumi Beta. Kehadiran mineral lempung yakni haloisit pada kedalaman 0-260 m menunjukkan temperatur masa lampau <120 °C dan kehadiran ilit/smektit serta kaolinit pada kedalaman 20-900 m menunjukkan temperatur masa lampau 190-220 °C. Kisaran temperatur tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kisaran temperatur berdasarkan hasil analisis petrografi yang menunjukkan temperatur >240 °C. Hal ini dikarenakan mineral lempung terbentuk setelah pembentukan mineral penciri suhu tinggi yang berarti terjadi proses pendinginan. Proses alterasi hidrotermal di sumur Beta dipengaruhi oleh fluida asam dan fluida netral. Keterdapatan fluida asam di masa lampau ditunjukkan oleh kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida asam. Fluida ini kemudian turun dan mengalami netralisasi. Kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida netral dijumpai pada kedalaman 20-932,65 m sedangkan kumpulan mineral yang terbentuk oleh fluida fluida asam dijumpai pada kedalaman 20-260 m. Permeabilitas pada lapangan panas bumi Beta mengalami perubahan dari permeabilitas baik kemudian terjadi penurunan permeabilitas karena pengisian rongga dan rekahan. Permeabilitas yang baik saat ini ditunjukkan oleh adanya hilang sirkulasi pada sumur Beta-01.
Ucapan Terima Kasih Penulis memberikan ucapan terima kasih kepada Jurusan Teknik Geologi UGM yang telah memberikan bantuan dana penelitian serta kepada PT. PLN (Persero) yang telah menyediakan data dan memberikan izin publikasi karya tulis ini. Penulis juga tidak lupa 375
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Pusat Geologi UGM yang telah menyediakan fasilitas analisis difraksi sinar X.
Daftar Pustaka Browne, P.R.L., 1983, Lectures on Geothermal Geology and Petrology, UNU Geothermal Training Programme, Iceland. Chen, P., 1977, Table of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in Clays and Associated Rocks, Department of Natural Science. Grindley, G.W., and P.R.L. Browne, 1976, Structural and hydrological Factor Controlling the Permeabilities of Some Hot-Water Geothermal Fields, Proceeding 2nd Symposium on Development and Use of Geothermal Resources, Vol. 1, San Francisco, pp.377-386. Hamilton, W., 1977, Tectonics of The Indonesian Region, US Department of Interior, US. Harvey, C.C., and Browne, P.R.L., 1991, The application of mixed layer clays and mineral geothermometer in the Te Mihi sector of the Wairakei geothermal field, New Zealand, 13th New Zealand Geothermal Workshop, Auckland, pp. 303 - 313 Kasbani, Browne, P.R.L., Johnstone, R.D., Kahsai, K., Utami, P. and Wangge, A., 1996, Subsurface Hydrothermal Alteration in The Ulumbu Geothermal Field, Flores, Indonesia, Standford Geothermal Workshop, New Zealand Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012, Profil Potensi Panas Bumi Indonesia, Direktorat Jendral Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Jakarta. Kingston Morrison, 1997, Important Hydrothermal Minerals and Their Significance, Geothermal and Mineral Service Division, New Zealand. Marini, L., and Susangkyono, A.E., 1999, Fluid geochemistry of Ambon Island (Indonesia), Geothermics 28 (1999) 189-204, Elsevier Science Ltd. Moore, D.M., and Reynold, R.C., 1997, X-Ray Diffraction and the Identification and Analysis of Clay Mineral, Oxford University Press, Oxford. Mulyaningsih, E., Sari, I.W.A., Vandani, C.P.K., Utami, P., Warmada, I.W., dan Yunis, Y., 2014, Dinamika Temperatur dan Fluida Panas Bumi Lapangan “Beta”, Ambon Berdasarkan Inklusi Fluida, Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-7 Teknik Geologi UGM, Jurusan Teknik Geologi UGM, Yogyakarta. Nicholson, K., 1993, Geothermal Fluids, Chemistry & Exploration Techniques, Springer Verlag, Inc, Berlin. PT. PLN (Persero), 2009, Studi Geosains Tambahan WKP “Beta”-Ambon, Tidak dipublikasikan. Reyes, A.G., 1990, Petrology of Philipine Geothermal Systems and The Application of Alteration Mineralogy to Their Assessment, Journal of Volcanology and Geothermal Research, Vol. 43, Elsevier Science Publisher, Amsterdam. Steiner, A., 1967, Clay Minerals in Hydrothermally Altered Rocks at Wairakei, New Zealand, Clays and Clay Minerals Vol. 16, Pergamon Press, Great Britain, pp. 193-213. Tjokrosapoetro, S., Rusmana, E., dan Achdan, A., 1993, Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Utami, P. and Browne, P.R.L., 1999, Subsurface Hydrothermal Alteration in The Kamojang Geothermal Field, West Java, Indonesia, Proceeding, 24th Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, California. Vandani, C.P.K., Sari, I.W.A., Mulyaningsih, E., Utami, P., dan Yunis, Y., 2014, Studi Alterasi Hidrotermal Bawah Permukaan di Lapangan Panas Bumi “Beta”, Ambon dengan Metode Petrografi, Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-7 Teknik Geologi UGM, Jurusan Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.
376
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Tabel 1. Karakteristik difraksi sinar X pada mineral lempung sampel serbuk bor Mineral
Smektit Khlorit Khlorit dioktahedral Kaolinit Haloisit Korensit Khlorit/Smektit Ilit/Smektit
Sudut 2θ°
Air dried d (Å)
6,66 6,01 5,9-6,02 11,44-12,36 12,12-12,38 11,44-12,3 2,78-2,84 5,9-6,05 7,17-9,46
13,26 14,67 14,66-14,76 7,15-7.72
4,94 5,5 5,9-6,03 11,5-12,35
7,10-7,29 7,3-7,75 31,08-31,75 14,57-14,86 9,30-12,3
4,7-35,1 1,9-100 64,6-100 16,5-74,5 3,3-100
12,18-12,37 11,49-12,24 2,67-2,76 5,8-6,01 6,8-10,04
Tabel 2. Distribusi mix layered clay sumur Beta-01 Mix Layered Clay Kedalaman (meter) Ilit (0.65)/Smektit (0.35) 860 Ilit (0.7)/Smektit (0.3) 140 Ilit (0.8)/Smektit (0.2) 100 Ilit (0.85)/Smektit (0.15) 40, 200, 260 Ilit (0.9)/Smektit (0.1) 320, 340, 360, 520, 900 Ilit (>0.9)/Smektit (<0.1) 20, 60, 220, 560, 720 Khlorit (0.8)/Smektit (0.2) 220 Khlorit (0.85)/Smektit 720 (0.15)
Khlorit (0.9)/Smektit (0.1) Khlorit(>0.9)/Smektit (<0.1)
Sudut 2θ°
Intensitas (%) 100 24,4 45,6-83,9 14,2-100
200, 360, 560, 620 520
Glikolasi d (Å)
Sudut 2θ°
Pemanasan d (Å)
17,87 16,05 14,62-14,71 7,15-7,68
Intensitas (%) 100 49,4 40,2-80,7 26,7-100
6,76 6,08 5,9-6,02 -
collapse collapse 14,86-14,67 destroyed
Intensitas (%) 100 6,7 27,3-100 -
7,20-7,17 7,22-7,71 32,94-32,94 14,96-14,76 10,26-11,01
4,3-38,9 2,8-100 72,3-100 4,8-61,9 4,2-100
2.53-3,01 5,84-6,16 7,08-9,46
destroyed destroyed 34,84-29,33 14,32-15,11 10,32-12,47
10,2-100 3,4-100 19,6-100
Bulk d (Å) pada 61°
1,51
Tabel 3. Distribusi mineral lempung pada beberapa lapangan panas bumi Mineral Beta Ulumbua Kamojangb Filipinac phylosilicates Khlorit X X X X Khlorit/Smektit X X X Ilit/Smektit X X X X Kaolinit X X X Haloisit X X Smektit X X X X Ilit X X Pirofilit X Dickit X a
Kasbani et al (1996), b Utami and Browne (1999), c Reyes (1990)
377
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 1. Prinsip difraksi sinar X (Moore and Reynols, 1997 dengan modifikasi)
Gambar 2. Pola difraksi sinar X pada mineral smektit, haloisit, kaolinit, ilit/smektit, khlorit, dan khlorit/smektit
378
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 3. Distribusi mineral hidrotermal pada sumur Beta-01
379
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 4. Kurva hubungan temperatur vs kedalaman
Gambar 5. Fluida hidrotermal, kumpulan mineral hidrotermal dan urat pada sumur Beta01 380