Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2
Penentuan Struktur Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan Menggunakan Metoda Magnetik Alamta Singarimbun1), Cyrke Adfie Netty Bujung2) dan Riva Choerul Fatihin1) 1) KK Fisika Sistem Kompleks, Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung 2) Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Manado Tondano, Sulawesi Utara, 95618 e-mail:
[email protected] e-mail:
[email protected] Diterima 4 Juli 2011, disetujui untuk dipublikasikan 8 Agustus 2011 Abstrak Daerah panas bumi Patuha terletak di Jawa Barat sekitar 50 km ke arah Barat daya dari Bandung dengan koordinat 7o9'35,08'' Lintang Selatan dan 92o23'52,24'' Bujur Timur. Dari pengukuran dengan metoda magnetik menunjukkan adanya anomali magnetik pada tiga daerah. Secara geologi, daerah penelitian terdiri dari lapisan sedimen berupa tufa dan terfa lapili, piroklatik andesit, breksi andesit dan basaltik andesit dengan variasi nilai suseptibilitas, k, dari -0,03 hingga 0,25 (dalam unit cgs). Aktivitas vulkanik masih dapat dilihat dari manifestasi fumarol dan sumber air panas. Anomali magnetik di sekitar manifestasi disebabkan oleh lapisan batuan permiabel. Lapisan ini diperkirakan sebagai reservoir yang diprediksi sebagai andesit yang lebih muda dan menjadi sumber energi panas bumi. Kata kunci: metoda magnetik, panas bumi, suseptibilitas, anomali magnetik. Abstract Patuha geothermal area is located in West Java about 50 km to the southwest of Bandung with coordinates 7o9'35,08''south latitude and 92o23'52,24'' east longitude. From measurements with magnetic methods indicate the presence of magnetic anomalies in the three regions. Geologically, the area consists of sedimentary layers of lapili tuffs and terfa, pyroclatic andesite, breccia andesite and basaltic andesite with a variation of the susceptibility, k, from -0.03 up to 0.25 (in cgs units). Volcanic activity can be seen from the manifestation of fumaroles and hot springs. Magnetic anomaly at approximately the manifestations are caused by layers of permeable rock. This layer is estimated as the reservoir as the younger andesites and a source of geothermal energy. Keywords : magnetic method, geothermal, susceptibility, magnetic anomaly. membuat korelasi informasi geofisika dan informasi geologi.
1. Pendahuluan Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang sering digunakan pada survei pendahuluan dalam eksplorasi geothermal atau panas bumi. Akurasi pengukuran metode magnetik relatif tinggi dan pengoperasian di lapangan relatif sederhana, mudah dan cepat. Metode ini didasarkan kepada perbedaan tingkat magnetisasi batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan material. Kemampuan material untuk termagnetisasi tergantung dari suseptibilitas magnetik batuan. Harga suseptibilitas sangat penting dalam identifikasi benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada batuan semakin banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan struktur bawah permukaan berdasarkan data anomali medan magnetik total dan regional dan mendeteksi batas litologi antara batuan intrusi serta batuan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkirakan lokasi sumber panas bumi serta
2. Dasar Teori dan Metodologi Metode magnetik mempunyai akurasi pengukuran medan anomali yang relatif tinggi. Instrumentasi dan pengoperasian di lapangan relatif sederhana, mudah dan cepat. Dasar metode magnetik adalah gaya Coulomb (Blakely, 1995; Cooper, 2000; Corbett, 1998)
mm F 1 22 rˆ 0 r
(1)
dengan F adalah gaya Coulomb (dyne), m 1 dan m 2 adalah kutub magnetik (emu), r adalah jarak antar kedua kutub magnetik (cm) dan 0 adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa. Bila medan magnetik diletakkan dalam medan magnet luar H , kutub-kutub internalnya akan menyearahkan diri dengan H dan terbentuk suatu medan magnet baru H yang besarnya adalah :
39
40
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2
H 4 kH
(2)
dengan k adalah suseptibilitas magnetik yang merupakan suatu ukuran kemampuan benda magnetik untuk dimagnetisasi. Medan magnet totalnya disebut dengan induksi magnet B dan diberikan sebagai :
B H
(3)
dengan µ = (1 + 4πk) adalah permeabilitas magnetik dari suatu benda magnetik. Satuan B dalam emu adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi digunakan satuan gamma (γ) dengan 1γ = 10-5gauss = 1 nT. Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis yang dapat diukur arah dan intensitasnya. Parameter fisis tersebut adalah deklinasi magnetik D, intensitas magnetik horisontal H dan intensitas magnetik vertikal Z (Gambar 1). Utara X
komponen horizontal
H
D
Y Timur
I F komponen vertikal Z
Kedalaman
Gambar 1. Komponen-komponen medan magnet bumi. Dari elemen-elemen ini, semua parameter medan magnet lainnya dapat dihitung. Deklinasi D adalah sudut antara utara magnetik dengan utara geografis, inklinasi I adalah sudut antara bidang horisontal dan vektor medan magnetik total F . Besar sudut diukur dalam derajat. Intensitas medan magnetik bumi secara kasar mempunyai nilai antara 25.000 hingga 65.000 nT dan Indonesia mempunyai nilai intensitas ± 40.000 nT di sebelah utara ekuator dan ± 45.000 nT di sebelah selatan ekuator. Medan magnetik bumi terdiri dari tiga komponen, yaitu: medan utama, medan luar dan variasi medan utama. Variasi medan utama mempunyai nilai yang relatif konstan terhadap waktu dan merupakan anomali magnetik yang disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar dalam magnetisasi batuan serta sangat rumit dianalisa karena berkaitan dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya (Grant, 1965). Anomali dari survei magnetik merupakan hasil gabungan dari keduanya, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar dan sebaliknya (Hochstein, 1999). Untuk memperoleh nilai anomali medan magnetik, dilakukan koreksi dan beberapa teknik
pengolahan terhadap data medan magnetik total hasil pengukuran pada setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran. Koreksi dan teknik pengolahan data tersebut mencakup koreksi harian, IGRF dan topografi reduksi ke bidang datar, pengangkatan ke atas dan koreksi efek regional. 2.1 Koreksi harian Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari dalam satu hari. Waktu mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan dikoreksi. Variasi harian yang terekam pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi, dapat dituliskan dalam persamaan H H obs H harian
(4)
dimana H adalah nilai intensitas medan magnet, H obs adalah nilai intensitas medan magnet terukur dan H harian adalah koreksi harian. 2.2 Koreksi IGRF Data hasil pengukuran medan magnetik pada dasarnya adalah konstribusi dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama bumi, medan magnetik luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik utama tidak lain adalah nilai IGRF. Jika nilai medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi harian, maka kontribusi medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi IGRF. Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut : H H obs H harian H 0
(5)
dimana H 0 = IGRF. 2.3 Koreksi topografi Koreksi topografi dilakukan jika pengaruh topografi dalam survei magnetik sangat kuat. Salah satu metode untuk menentukan nilai koreksi ini adalah dengan membangun suatu model topografi menggunakan pemodelan beberapa prisma segiempat. Ketika melakukan pemodelan, nilai suseptibilitas magnetik (k) batuan topografi harus diketahui, sehingga model topografi yang dibuat menghasilkan nilai anomali medan magnetik (ΔH top ) yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah dilakukan koreksi harian dan IGRF) dapat dituliskan sebagai H H total H harian H 0 H top
(6)
Setelah semua koreksi dikenakan pada data medan magnetik yang terukur di lapangan, maka diperoleh data anomali medan magnetik total di topogafi. Untuk mengetahui pola anomali yang diperoleh, akan digunakan model struktur geologi
Singarimbun, dkk., Penentuan Strukur Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan ........................... 41 bawah permukaan sebagai dasar dalam pendugaan. Peta kontur terdiri dari garis-garis kontur yang menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai anomali sama, yang diukur dari suatu bidang pembanding tertentu. 2.4 Reduksi ke bidang datar Untuk mempermudah proses pengolahan dan interpretasi data magnetik, maka data anomali medan magnetik total yang masih tersebar di topografi harus direduksi atau dibawa ke bidang datar. Proses transformasi ini mutlak dilakukan, karena proses pengolahan data berikutnya mensyaratkan input anomali medan magnetik yang terdistribusi pada biang datar. Beberapa teknik untuk mentransformasi data anomali medan magnetik ke bidang datar, antara lain : teknik sumber ekivalen (equivalent source), lapisan ekivalen (equivalent layer) dan pendekatan deret Taylor (Blakely, 1995). 2.5 Pengangkatan ke atas Pengangkatan ke atas atau upward continuation merupakan proses transformasi data medan potensial dari suatu bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih tinggi. Pada pengolahan data metode magnetik, proses ini dapat berfungsi sebagai filter tapis rendah, yaitu untuk menghilangkan atau mereduksi efek magnetik lokal yang berasal dari berbagai sumber benda magnetik yang tersebar di permukaan topografi yang tidak terkait dengan survei. Proses pengangkatan tidak boleh terlalu tinggi karena hal ini dapat mereduksi anomali magnetik lokal yang bersumber dari benda magnetik atau struktur geologi yang menjadi target survei magnetik ini. Dengan pengangkatan ke atas (upward continuation), untuk medan magnetik F dapat dituliskan (Telford, 1996) : F ( x, y h) (7) h F ( x, y, 0)dxdy 2 2 2 1/ 2 2 {( x x) ( y y ) h } dimana F ( x , y ,h) merupakan medan total di atas F ( x, y,0) yang telah diketahui. Selanjutnya nilai dari F ( ri ) dapat dihitung dengan nilai rata-rata F (ri ) , yaitu : F ( x, y, h) F (ri )K (ri h)
(8)
dimana K (ri h) adalah faktor bobot. Nilai kontinuasi tersebut juga dapat dihitung dengan pendekatan ekspansi Maclaurin, yaitu : F ( x, y, h) F ( x, y, 0) F ( x, y, 0) h z (9) h 2 2 F ( x, y, 0) z 2 2! 3 h 3F ( x, y, 0) 3! z 3
Transformasi Fourier dapat digunakan untuk pengolahan data magnetik. Dalam hal ini, integralan pada suku sebelah kanan dalam persamaan (7) merupakan perkalian dari F ( x, y,0) dengan
(h / 2 ){( x x ) 2 ( y y ) 2 h 2 }3 / 2 . Selanjutnya dengan teorema konvolusi. Dapat dituliskan (Telford 1996): X (t )Y (t ) 2 x( ) y ( ) (10) 2 x( ) y ( ) Sehingga untuk persamaan (7) dapat dituliskan: Fh u , v (2 / uv) F0 (u, v) W (u, v)
dimana
(11)
Fh u, v F ( x, y , h) , Fo (u, v) F ( x, y,0)
dan W (u, v) (h / 2 )( x 2 y 2 h 2) Kontinuasi filternya adalah : W (u, v)
3/2
.
(h / 2 ) ( x 2 y 2 h 2 ) 3/ 2 e j 2 (ux vy ) dxdy (h / 2 )e 2 h (u
2
v 2 )3/2
(12) Dalam pengangkatan ke atas, F0 ( x, y, 0) diketahui, sehingga Fh ( x, y, h) yang tidak diketahui dapat ditentukan dengan cara straight forward memakai bentuk transformasi : Fh (u , v)
F0 (u , v)(h / 2 ) exp{2 h(u 2 v 2 )1/ 2 } (13) 2.6 Koreksi efek regional Dalam banyak kasus, data anomali medan magnetik yang menjadi target survei selalu bersuperposisi atau bercampur dengan anomali magnetik lain yang berasal dari sumber yang sangat dalam dan luas di bawah permukaan bumi. Anomali magnetik ini disebut sebagai anomali magnetik regional (Breiner, 1973). Untuk menginterpretasi anomali medan magnetik yang menjadi target survei, maka dilakukan koreksi efek regional, yang bertujuan untuk menghilangkan efek anomali magnetik regional dari data anomali medan magnetik hasil pengukuran. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh anomali regional adalah pengangakatan ke atas hingga pada ketinggian-ketinggian tertentu, dimana peta kontur anomali yang dihasilkan sudah cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan pola lagi ketika dilakukan pengangkatan yang lebih tinggi. 3. Tinjauan Geologi
3.1 Struktur Geologi Dalam penelitian ini, daerah yang diteliti adalah Gunung Patuha. Berdasarkan hasil analisa di
42
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2
lapangan dan interpretasi citra landsat, struktur daerah ini berupa sesar-sesar normal dengan arah umum barat laut-tenggara di samping sesar lainnya yang berarah timur-barat dan utara-selatan (Gambar 2). Berdasarkan pengamatan tersebut, paling sedikit ditemukan 9 buah sesar normal, yakni sesar Geneyek, Cibuni, Ciwidey, Cimanggu, Suren, Cileueur, Cikidang, Rancasuni dan sesar Punceling (Sutawidjaja, 2000). 3.2 Morfologi Secara umum Gunung Patuha mempunyai kenampakan geomorfologi dalam beberapa satuan (Bujung dkk., 2010), yaitu satuan morfologi pegunungan berelif kasar, satuan berelief sedang dan satuan berelief halus (Gambar 3). Penampakan morfologi tersebut dapat duraikan sebagai berikut (Sutawidjaja, 2000): a) Morfologi perbukitan gunung api tua (tersebar di bagian utara, barat laut, barat daya, timur, timur laut dan tenggara daerah penelitian). b) Morfologi kerucut dan kawah komplek Gunung Patuha terkonsentrasi terutama di bagian tengah dan barat daerah penelitian. c) Morfologi kerucut dan kawah erupsi samping tersebar di sektor barat daya, timur-tenggara, tenggara dan timur laut gunung Patuha. d) Morfologi perbukitan berelief sedang-landai menempati daerah barat-barat laut, daerah Rancasuni dan Sinumbra. e) Pendataran terdapat di bagian barat laut meliputi daerah Cimanggu, Perkebunan Patuha, Rancabali dan Rancawalini.
3.3 Stratigrafi Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan dan analisa foto udara diperoleh suatu gambaran tentang stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda sebagai berikut (Sutawidjaja, 2000) : a. Produk Gunung Sumbul b. Produk Gunung Kunti c. Produk Gunung Masigit d. Produk Gunung Patuha-2 e. Produk Gunung Patuha f. Produk Kawah Putih g. Endapan Sekunder 3.4 Penampakan permukaan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan diperoleh gambaran yang ditunjukkan dalam Gambar 4 tentang kenampakan permukaan/manifestasi panas bumi daerah penelitian sebagai berikut (Koesmono dkk., 1996; Sutawidjaja, 2000,) : a. Area cold gas discharges b. Mata air panas (30o– 82o C) c. Fumarol (93o – 100o C) d. Mudpool (60o – 93o C) e. Steaming ground (60o – 83o C) f. Alterasi hydrothermal, hydrothermal epidote, secara khas berasoisasi dengan quartz, calcite, illite, dan chlorite.
Gambar 2. Peta geologi Gunung Patuha (Koesmono dkk., 1996).
Singarimbun, dkk., Penentuan Strukur Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan ........................... 43
Gambar 3 Peta Geologi Daerah Patuha dengan sebaran manifestasinya (Suswati dkk., 2000).
Gambar 4. Peta kenampakan permukaan Gunung Patuha (Koesmono dkk., 1996).
44
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2
4. Data dan Pembahasan
Data medan magnetik yang didapatkan dalam penelitian ini sebanyak 90 titik pengamatan berupa nilai medan magnet bumi dan parameter lain berupa waktu pengambilan, dan lokasi (lintang dan bujur) dari setiap titik pengamatan. Jadi terdapat 90 data berupa data waktu, data lokasi, dan data nilai medan magnet bumi di setiap titik. Data yang didapat dikoreksi terlebih dahulu ke dalam satuan yang telah ditentunkan yaitu data waktu dalam satuan detik (second), data lokasi dalam satuan derajat (°), dan data medan magnet bumi yang terukur dalam satuan nano Tesla (nT). Setelah koreksi satuan selesai, data medan hasil observasi tersebut direduksi dengan nilai medan magnet IGRF yang telah ditentukan di daerah tersebut. Selanjutnya data tersebut dikoreksi kembali dengan koreksi diurnal yang didapat dari hasil pengukuran alat di base, dan yang terakhir dilakukan koreksi residual untuk menghilangkan efek regional lebih lanjut dalam koreksi IGRF. Dari hasil kedua koreksi awal didapat anomali medan magnet total dari hasil pengukuran. Dari koreksi terakhir didapat anomali medan magnet sisa daerah penelitian. Hasil anomali total dan residual dipetakan dengan bantuan perangkat lunak Surfer untuk melihat peta penyebaran anomali di daerah penelitian. Hasil peta digunakan dalam pemodelan untuk mengestimasi struktur bawah permukaan daerah penelitian. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Mag2dc untuk mengetahui struktur penampang anomali bawah permukaan. Metoda pemodelan menggunakan teknik forward modeling, dimana model atau konfigurasi struktur bawah permukaan ditentukan terlebih dahulu beserta nilai kontras suseptibilitasnya. Selanjutnya dihitung anomali medan magnetiknya. Anomali medan magnet hasil perhitungan (calculated) dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan (observed). Pemodelan dilakukan dengan cara mengubah-ubah (trial and error) nilai kedalaman, bentuk struktur serta rapat suseptibilitasnya agar diperoleh nilai (calculated) dan (observed) mendekati kesamaan dalam profilnya. Hasil yang logis adalah dengan memasukkan geological constraint sehingga interpretasinya mendekati keadaan geologi setempat. Perangkat lunak ini membutuhkan informasi geologi daerah penelitian. Informasi geologi yang dibutuhkan berupa informasi suseptibilitas. Suseptibilitas ini dijadikan sebagai acuan parameter dalam perangkat lunak Mag2dc. Dalam pemodelan, bentuk dari body model diubah-ubah sampai kurva model anomali cocok dengan kurva yang telah ada. Model kurva yang sudah cocok tersebut merupakan model akhir yang kemudian dianalisis lebih lanjut. Hasil penelitian berupa peta nilai anomali sebelum dilakukan koreksi diurnal dan koreksi IGRF
dapat dilihat dalam Gambar 5. Nilai anomali magnetik barkisar antara 44200 nT sampai 48000 nT. Setelah dikoreksi, peta nilai magnetik tersebut ditunjukkan pada peta anomali dalam Gambar 5.
Gambar 5. Peta nilai magnet sebelum dikoreksi. Warna/angka dalam legenda menunjukkan nilai intensitas magnetik dalam unit nT.
Gambar 6. Peta anomali total setelah dikoreksi diurnal, dan IGRF. Warna/angka dalam legenda menunjukkan nilai intensitas magnetik dalam unit nT.
Nilai anomali total setelah mengalami koreksi adalah berkisar antara -550 nT sampai 650 nT. Selanjutnya nilai anomali magnet total tersebut dikoreksi kembali dengan koreksi residual untuk menghilangkan pengaruh batuan permukaan sehingga didapat nilai anomali residual pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Singarimbun, dkk., Penentuan Strukur Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan ........................... 45 mencari bentuk bawah permukaan dari setiap bentangan (Gambar 9). Hasil slicing dari daerah dugaan A (line 1) membentang dari 92,094833 0BT, 7,627607 0LS sampai dengan 92,073974 0BT, 7,625450 0LS. Dari grafik dapat dilihat panjang line (sumbu x) atau panjang penampang lintasan anomali adalah 22 km. Nilai anomali magnetik bervariasi berkisar antara 450,198 nT sampai dengan 625,217 nT. Hasil slicing dari daerah dugaan B (line 2) membentang dari 92,081346 0BT, 7,624192 0LS sampai dengan 92,061745 0BT, 7,631922 0LS. Panjang line (sumbu x) atau panjang penampang lintasan anomali adalah 21 km. Nilai anomali magnetik bervariasi berkisar antara -628,889 nT sampai dengan 540,686 nT.
Gambar 7. Peta anomali residual setelah dikoreksi efek regional. Warna/angka dalam legenda menunjukkan nilai intensitas magnetik dalam unit nT.
Gambar 9. Bentangan (line) daerah dugaan alterasi fluida panas bumi. Warna/angka dalam legenda menunjukkan nilai intrensitas magnetik dalam unit nT.
Gambar 8. Daerah dugaan alterasi fluida panas bumi. Warna/angka dalam legenda menunjukkan nilai intensitas magnetik dalam unit nT.
Arah polarisasi magnet ditentukan dengan berbagai cara yaitu dengan memperhatikan kontur anomali nilai magnet yang bersifat closure (menutup), mencari pasangan-pasangan closure positif dan negatif dan menentukan arah pasangan yang dominan atau garis hubung antara pusat closure positif dan negatif yang merupakan arah induksi magnetik yang berpasangan/dipole. Pada peta anomali nilai magnet (Gambar 7) dapat dilihat bahwa penyebaran anomali ada di 3 daerah yang diduga sebagai daerah alterasi fluida panas bumi. Daerah-daerah tersebut diiris (slice) yang memberikan bentangan (line) untuk
Hasil slicing dari daerah dugaan C (line 3) membentang dari 92,069298 0BT, 7,622754 0LS sampai dengan 92,066960 0BT, 7,645044 0LS. Panjang line (sumbu x) atau panjang penampang lintasan anomali adalah 23 km. Nilai anomali magnetik bervariasi antara -625,682 nT sampai dengan 649,105 nT. Estimasi struktur bawah permukaan dari daerah dugaan A ditunjukan dalam Gambar 10. Lapisan teratas dengan nilai k = 0,001 (cgs unit) diinterpretasikan sebagai batuan sedimen berupa tufa/tefra. Lapisan ini berada pada kedalaman 0 hingga 185 meter dan merupakan zona overburden yang berfungsi sebagai penutup atau zona cap rock pada sistem panas bumi.
46
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2 sebagai batuan sedimen berupa tufa/tefra. Lapisan ini berada pada kedalaman 0 hingga 185 meter dan merupakan zona overburden yang berfungsi sebagai penutup lapisan zona cap rock pada sistem panas bumi. Lapisan dengan nilai suseptibilitas k = 0,017 (cgs unit), k = 0,17 (cgs unit), k = 0,18 (cgs unit), dan k = 0,25 (cgs unit) ditafsirkan sebagai lapisan piroklastik bersifat andesit/breksi, andesit dan andesit basaltik yang berada pada kedalaman sekitar 185 hingga 1000 meter yang merupakan produk letusan gunung berapi. Lapisan ini merupakan zona cap rock (penudung) yang berfungsi sebagai penahan hilangnya uap air panas bumi.
Gambar 10. Interpretasi model geologi penampang bawah permukaan anomali line 1 berdasarkan nilai suseptibilitasnya. Nilai suseptibilitas pada parameter model suseptibilitas mencerminkan jenis batuan. Tufa/tefra pada lapisan atas mencerminkan overburden ataupun merupakan lapisan penutup pada reservoir fluida panas bumi. Lapisan dengan nilai suseptibilitas k = 0,017 (cgs unit) dan k = 0,25 (cgs unit) ditafsirkan sebagai lapisan piroklastik bersifat andesit/breksi andesit dan andesit basaltik yang berada pada kedalaman sekitar 185 hingga 1000 meter yang merupakan produk letusan gunung berapi. Lapisan ini merupakan zona cap rock (penudung) yang berfungsi sebagai penahan hilangnya uap air panas bumi. Pada nilai anomali magnet tinggi (684 nT) terdapat daerah dengan nilai suseptibilitas k = 0,003, k = -0,001 dan k = -0,01 (cgs unit) yang berada pada sekitar kedalaman 315 hingga 1000 meter. Daerah ini diinterpretasikan sebagai batuan teralterasi sangat kuat atau batuan yang sudah banyak mengalami ubahan dan penurunan nilai kemagnetan akibat terpanaskan. Lapisan ini dicirikan dengan tingginya rasio mineral sekunder terhadap total mineralnya pada setiap kedalaman. Dasar lapisan ini merupakan zona reservoir, dan diperkirakan di bawah lapisan ini terdapat batuan sumber (host rock) panas bumi dan tempat uap panas bumi. Kontras nilai suseptibilitas negatif (-) dan positif (+) pada daerah dugaan A diinterpretasikan sebagai struktur horst graben, yaitu rekahan yang dijadikan sebagai jalan keluar (out flow) uap panas bumi. Pada daerah dugaan A ditemukan penampakan permukaan (manifestasi) panas bumi berupa kawah fumarol. Estimasi struktur bawah permukaan dari daerah dugaan B ditunjukan oleh Gambar 11. Lapisan teratas dengan nilai k = 0,001 (cgs unit) diinterpretasikan
Gambar 11. Interpretasi model geologi penampang bawah permukaan anomali line 2 berdasarkan nilai suseptibilitasnya. Nilai suseptibilitas pada parameter model suseptibilitas mencerminkan jenis batuan. Tufa/tefra pada lapisan atas mencerminkan overburden ataupun merupakan lapisan penutup pada reservoir fluida panas bumi. Pada nilai anomali magnet tinggi (540,7 nT) dan nilai anomali magnet sedang (135 nT) terdapat daerah dengan nilai suseptibilitas k = -0,003 (cgs unit), k = -0,001 (cgs unit) dan k = -0,01 (cgs unit) yang berada pada sekitar kedalaman 315 hingga 1000 meter. Daerah ini diinterpretasikan sebagai batuan teralterasi sangat kuat atau batuan yang sudah banyak mengalami ubahan dan penurunan nilai kemagnetan akibat terpanaskan, lapisan ini dicirikan dengan tingginya rasio mineral sekunder terhadap total mineralnya setiap kedalaman. Dasar lapisan ini merupakan zona reservoir, dan diperkirakan di bawah lapisan ini terdapat batuan sumber (host rock) panas bumi dan tempat uap panas bumi terjadi. Kontras nilai suseptibilitas negatif (-) dan positif (+) pada daerah dugaan B diinterpretasikan sebagai struktur horst graben, yaitu rekahan yang dijadikan sebagai jalan keluar (out flow) uap panas
Singarimbun, dkk., Penentuan Strukur Bawah Permukaan Area Panas Bumi Patuha dengan ........................... 47 bumi. Pada daerah dugaan B ditemukan penampakan permukaan (manifestasi) panas bumi berupa kawah fumarol. Estimasi struktur bawah permukaan dari daerah dugaan C ditunjukan oleh Gambar 12. Lapisan teratas dengan nilai k = 0,001 (cgs unit) diinterpretasikan sebagai batuan sedimen berupa tufa/tefra. Lapisan ini berada pada sekitar kedalaman 0 hingga 185 meter dan merupakan zona overburden yang berfungsi sebagai penutup lapisan zona cap rock pada sistem panas bumi.
sumber (host rock) panas bumi dan tempat uap panas bumi terjadi. Kontras nilai suseptibilitas negatif (-) dan positif (+) pada daerah dugaan C diinterpretasikan sebagai struktur horst graben, yaitu rekahan yang dijadikan sebagai jalan keluar (out flow) uap panas bumi. Pada daerah dugaan C ditemukan penampakan permukaan (manifestasi) panas bumi berupa mata air panas. Daerah ini dapat diduga merupakan daerah yang prospek dengan sumber energi termal (panas bumi). 4. Kesimpulan
Gambar 12. Interpretasi model geologi penampang bawah permukaan anomali line 3. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya. Nilai suseptibilitas pada parameter model suseptibilitas mencerminkan jenis batuan. Tufa/tefra pada laposan atas mencerminkan overburden ataupun merupakan lapisan penutup pada reservoir fluida panas bumi. Lapisan dengan nilai suseptibilitas k = 0,017 (cgs unit), dan k = 0,25 (cgs unit) ditafsirkan sebagai lapisan piroklastik bersifat andesit, dan andesit basaltik yang berada pada kedalaman sekitar 185 hingga 1000 meter yang merupakan produk letusan gunung berapi. Lapisan ini merupakan zona cap rock (penudung) yang berfungsi sebagai penahan hilangnya uap air panas bumi. Pada nilai anomali magnet tinggi (727 nT) dan nilai anomali magnet sedang (120 nT) terdapat daerah dengan nilai suseptibilitas k = -0,004 (cgs unit), k = 0,002 (cgs unit) dan k = -0,03 (cgs unit) yang berada pada sekitar kedalaman 315 hingga 1000 meter. Daerah ini diinterpretasikan sebagai batuan teralterasi sangat kuat atau batuan yang sudah banyak mengalami ubahan dan penurunan nilai kemagnetan akibat terpanaskan, lapisan ini dicirikan dengan tingginya rasio mineral sekunder terhadap total mineralnya pada setiap kedalaman. Dasar lapisan ini merupakan zona reservoir, dan diperkirakan di bawah lapisan ini terdapat batuan
Setelah dilakukan pengolahan data (processing) dan analisis baik kualitaif maupun kuantitatif (interpretasi) terhadap daerah penelitian, maka diperoleh 3 (tiga) daerah dugaan sumber panas bumi di daerah penelitian (area panas bumi Gunung Patuha), yaitu daerah dugaan A, B, dan C. Daerah dugaan A (line 1) membentang dari 92,0948330 BT, 7,6276070 LS sampai dengan 92,0739740 BT, 7,6254500 LS, dengan panjang penampang lintasan anomali adalah 22 km, sedangkan nilai anomali magnetik cukup bervariasi yaitu berkisar antara -450,2 nT hingga 625,2 nT. Daerah dugaan B (line 2) membentang dari 92,0813460 BT, 7,6241920 LS sampai dengan 92,0617450 BT, 7,6319220 LS, dengan panjang penampang lintasan anomali adalah 21 km, sedangkan nilai anomali magnetik cukup bervariasi yaitu berkisar antara -628,9 nT hingga 540,686 nT. Derah dugaan C (line 3) membentang dari 92.069298 0 BT, 7.622754 0LS sampai dengan 92.066960 0BT, 7.645044 0LS, dengan panjang penampang lintasan anomali adalah 23 km, sedangkan nilai anomali magnetik cukup bervariasi yaitu berkisar antara 625,682 nT hingga 649,1 nT. Nilai negatif dari intensitas medan magnet bumi mencerminkan efek dimeneralisasi batuan sebagai akibat adanya zona temperatur tinggi. Daerah ini ditafsirkan sebagai daerah prospek panas bumi yang perlu diteliti lebih seksama untuk memastikan potensi energiinya. Berdasarkan data pengamatan langsung di lapangan, daerah ini menghasilkan fluida panas yang telah dibor yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Oleh sebab itu kajian metode lain perlu dilakukan sebagai kelanjutan dari studi ini. Pada daerah penelitian ini terdapat 5 (lima) satuan litologi batuan yaitu : satuan tuff, tefra, andesit, breksi andesit, dan andesit-balastik dengan variasi nilai suseptibilitas berkisar k = -0,03 (cgs unit) sampai dengan k = 0,25 (cgs unit). Struktur bawah permukaan daerah penelitian diperkirakan terdiri atas 3 (tiga) zona lapisan. Lapisan pertama zona overburden, zona ini berada pada kedalaman 0 hingga 185 meter, terdiri dari tefra berukuran lapili. Lapisan ini merupakan lapisan penutup pada reservoir panas bumi. Lapisan kedua zona penudung (Cap rock / Clay cap), hadir pada kedalaman 185 hingga 1000 meter dengan litologi berupa andesit, andesit-basaltik, dan breksi andesit. Lapisan ketiga zona reservoir, zona ini merupakan
48
Jurnal Matematika & Sains, Agustus 2013, Vol. 18 Nomor 2
tempat tersimpannya uap panas dan dijadikan sebagai target pemboran sumur panas bumi. Daerah penelitian memiliki reservoir yang didominasi oleh uap, pembentukan uap diperkirakan pada kedalaman lebih dari 1000 meter. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan terima kasih kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB atas dukungan yang diberikan dalam terselenggaranya penelitian ini. Daftar Pustaka
Blakely, R. J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Application, United Kingdom, London: Cambridge University Press. Breiner, S., 1973. Application Manual for Portable Magnetometers, Geometrics, California. Bujung, C.A.N., A. Singarimbun, D. Muslim, F. Hirnawan, dan A. Sudradjat, 2010, Karakteristik Spektral Permukaan Daerah Panas Bumi. Prosiding Seminar Nasional Fisika ITB Bandung 11-12 Mei. ISBN. 978979-98010-6-7. pp.10-17 Cooper, G. R. J., 2000, Mag2DC Program, School of University of the Geosciences, Witwaterstrand, Johanesburg 2050, South Africa. Corbett and Leach, 1998, Southwest Pasific Rim GoldCopper Systems: Structure, Alteration, and
Mineralization, USA: Society of Economics Geologist, Inc. Grant, F. S. and G. F. West, 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysics, McGrawHill, Inc. Hochstein, M. P., 1999, Magnetic Investigation of High-T Geothermal Prospect, Geothermal Institute, University of Auckland. Koesmono, M., Kusnama, dan N. Suwarna, 1996. Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa (1208-5 & 1208-2). Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Indonesia. Suswati, A. R., H. Mulyana, Nia, dan I. S. Sutawidjaya, 2000, Laporan Pemetaan Geologi Komplek Gunungapi Patuha, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Subdit pemetaan Gunungapi. Direktorat Vulkanologi. Sutawidjaja, I. S., dkk., 2000, Pemetaan Geologi Komplek Gunungapi Patuha, Kabupaten Bandung, Jawa Barat; Bandung: Direktorat Vulkanologi (tidak dipublikasikan). Telford, W.M., L. P. Geldart, R. E. Sheriff, A. Keys, 1996, Applied Geophysics. United Kingdom: Cambridge University Press.