EVALUASI PENURUNAN PRODUKSI SUMUR DI LAPANGAN PANAS BUMI X
TUGAS AKHIR
Oleh: MU’THI ABDILLAH NIM 12204015
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
EVALUASI PENURUNAN PRODUKSI SUMUR DI LAPANGAN PANAS BUMI X
TUGAS AKHIR
Oleh: MU’THI ABDILLAH NIM 12204015
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Tanggal……………………………..
(Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji) 131 422 681
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan hasil yang baik dan maksimal. Tugas Akhir ini wajib ditulis oleh Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK. Tiada gading yang tak retak. Begitu juga dengan Tugas Akhir yang ada di tangan anda ini. Merupakan hal yang wajar apabila ditemukan kesalahan atau kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi sempurnanya Tugas Akhir ini dan sebagai bahan intropeksi dan evaluasi ke arah yang lebih baik. Kesuksesan penulisan Tugas Akhir ini, sungguh penulis sadari tidak bisa lepas dari bantuan banyak pihak yang telah membuat semua proses, baik itu dalam penyusunan Tugas Akhir sampai administrasi di Program Studi Teknik Peminyakan Institut Teknologi Bandung, berjalan dengan baik dan lancar dan pihak-pihak yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Orang tua, Drs Husensyah dan Aas Nuraisyah, serta segenap keluarga penulis, Muhammad Hasyim Asyari, Santy Fauziyah, Teh Susan, yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis. 2. Dosen Pembimbing Tugas Akhir Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji. 3. Ketua Program Studi Teknik Perminyakan sekaligus dosen penguji seminar Tugas Akhir penulis, Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana Msc. 4. Mas Ali Ashat di Lab. Geothermal yang tiada bosan menjawab semua pertanyaan, memberikan pengarahan, canda gurau, dan petuah-petuah hidup kepada penulis. 5. Bang Roy Money yang selalu stand by di Lab. Geothermal dan membuat suasana menjadi lebih hangat. 6. Pak Haryanta, Pak Oman, Pak Acep, Bu Tuti, Teh Yuti, Pak Entis, Pak Yana dan segenap pegawai Tata Usaha Program Studi Teknik Perminyakan lainnya atas semua keramahan, professionalisme, dukungan, dan kelancaran administasi..
7. Semua komunitas di Lab. Geothermal terutama Mba Pudji yang selalu meramaikan suasana. 8. Teguh TM’03 yang bersama penulis mengerjakan tugas akhir di Lab. Geothermal. 9. Teman-teman di kantor Orindo: Mas Toifur, Mba Ita, Erwin Hardjadinata, Ari Taufiq, David Jasuti, Antonius, Kusmyanto, dan lain-lain yang telah menyediakan tempat dan hiburan di sela-sela penulis mengerjakan tugas akhir. 10. Teman-teman sepermainan: Wahish Abdallah Iman, Lutfhan Riandy, Ircham Hendani, Aryo Hari, Ecil, Eric Firanda, Ilfi, Willy Piesesshiwi, dan lain-lain yang telah banyak menyusahkan penulis..hehe.. 11. Segenap Mahasiswa Teknik Perminyakan 2004 dari NIM 1 sampai 68 atas kebersamaan di TM. 12. Segenap Mahasiswa Teknik Perminyakan angkatan 2002, 2003, 2005, dan 2006 yang telah memberi warna, nuansa, semangat, cinta, solidaritas, persahabatan, konflik, dan pendewasaan kepada penulis. 13. Segenap pihak yang membantu kelancaran penulisan Tugas Akhir penulis.
Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya, dan seluruh umat manusia di dunia pada umumnya, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Cimahi, 30 Juni 2008 Penulis,
Mu’thi Abdilllah
You’re special and superior! Orang lain tidak lebih baik daripada anda! Semua sama saja! Selalu berpikir positif! Berpikir sukses! Jangan berpikir gagal! Tidak ada kata terlambat! Tidak ada sesuatu karena keberuntungan semata! Orang tuai apa yang ditanamnya! Tiada yang tak mungkin! Segala sesuatu bisa diselesaikan! Tindakan mengalahkan ketakutan! Gagal bukan berarti tidak bisa sampai! Bisa! Tapi cari rute lain! Jangan pernah menunda! Jangan hanya memikirkan masalah! Ragu, maka tidak akan terlaksana! Jangan ditunda-tunda menunggu saat yang tepat! Tidak ada saat yang tepat di dunia ini! Peluang tidak datang dua kali! Lupakan hal sepele! Fokus! Kerja keras dan cerdas! MASUKAN PERSENELING DAN MAJULAH!!!!
EVALUASI PENURUNAN PRODUKSI SUMUR DI LAPANGAN PANAS BUMI X Well Production Decline Evaluation of X Geothermal Field Oleh: Mu’thi Abdillah* Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji**
Sari Penurunan produksi telah terjadi seiring diproduksikannya Lapangan Panas Bumi X secara komersil sejak tahun 1983. Evaluasi laju penurunan produksi dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang usia produksi lapangan. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode empirik Arps yang telah dikenal. Laju penurunan produksi setiap sumur produksi dihitung dan dianalisa pengaruh dilakukannya program re-injeksi terhadap sumur-sumur produksi di sekitar sumur injeksi. Evaluasi menunjukan sumur-sumur produksi memiliki laju penurunan produksi yang beragam (0.2 – 48.11% /tahun) dengan laju penurunan produksi lapangan rata-rata adalah 7.09% /tahun. Sumur 36, 37, dan 38 memberikan efek positif sehingga operasinya dapat diteruskan atau dipertimbangkan untuk diaktifkan kembali. Sumur 39 dan 40 lebih memberikan efek negatif. Pengoperasian sumur 41 dan 42 perlu dipertimbangkan kembali setelah data yang lebih memadai tersedia. Area dengan permeabilitas rendah di sekitar sumur 5 dan selatan sumur 4 dapat dipertimbangkan sebagai area injeksi untuk daerah tenggara Lapangan X dalam memasok uap ke unit 60 MW yang baru. Kata kunci: geothermal, penurunan produksi, program re-injeksi
Abstract Production decline happened as X geothermal field being produced commercially since 1983. Well production decline rate evaluation is performed in purpose of extending the field production time. The used method is wellknown Arps empiric method. Each well production decline rate is calculated and analyzed by how far re-injection programs affect production wells performance around injection well. The evaluation shows different production decline rate for each well in range 0.2 – 48.11 % /year and 7.09% /year average field production decline. Well 36, 37, and 38 give positive effect and so their operation can be still performed or considered. Well 39 and 40 give negative effect. Well 41 and 42 operations have to be reevaluated if there’s appropriate data already. Low permeability area around well 5 and south well 4 can be considered as an injection area for south-east X Field site in supplying the new 60 MW unit. Keywords: geothermal, production decline, re-injection program *) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB **) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung
I.
PENDAHULUAN
Lapangan X merupakan lapangan panas bumi yang telah diproduksikan secara komersil dari tahun 1983 dan menjadi salah satu pembangkit listrik penting di Pulau Jawa. Dalam 25 tahun pengoperasiannya, penurunan produksi telah terjadi dan bahkan beberapa faktor selain penurunan tekanan reservoir telah mempercepat laju penurunan produksi sumursumur uapnya. Sejarah panjang produksi lapangan lain seperti Lapangan Panas Bumi Larderello di Italy yang
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
telah berproduksi secara komersil dari tahun 1913 (95 tahun) 9) dan The Geyser di Amerika serikat dari tahun 1960 (48 tahun) 7), menjadi motivasi bagi penulis untuk melakukan studi ini. Sampai saat ini belum ada studi yang secara khusus mengupas hal tersebut. Studi yang dilakukan terutama berkaitan dengan evaluasi laju penurunan produksi yang terjadi pada sumur-sumur produksi di lapangan tersebut dan pengaruh yang terjadi akibat sumur injeksi di sekitarnya. Metode perhitungan laju penurunan produksi yang dilakukan adalah
1
berdasarkan metode empirik Arps yang telah banyak dikenal. Dari evaluasi ini dapat diketahui laju penurunan produksi yang terjadi pada tiap sumur produksi dan pengaruh sumur injeksi terhadap sumur-sumur produksi di sekitarnya. Sehingga evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar pelaksanaan program injeksi ke depan.
jumlah sumur injeksi yang aktif tiap waktu. Gambar 5 memperlihatkan laju injeksi tiap waktu. Sampai tahun 2006, sumur injeksi yang masih aktif adalah sumur 36, 37, 41, dan 42.
II. TINJAUAN SINGKAT LAPANGAN X Lapangan X merupakan lapangan pans bumi yang mulai diproduksikan secara komersil dengan kapasitas sebesar 30 MW dari awal tahun 1983. Pada tahun 1987 kapasitas ditambah menjadi 140 MW. Lebih lanjut, unit terbaru berkapasitas 60 MW telah ditambahkan pada tahun 2008. Luas terbukti lapangan tersebut mencapai 14 km2 dengan potensi luas yang mungkin sebesar 21 km2 16). Hingga tahun 2006 telah dilakukan pemboran sebanyak 77 sumur dengan 35 sumur dipakai untuk produksi dan 7 sumur untuk re-injeksi. Gambar 1 memperlihatkan denah sumur di lapangan tersebut.
Gambar 2 Jumlah Sumur Produksi Aktif versus Waktu
Gambar 3 Laju Alir Uap Total versus Waktu Gambar 1 Denah Sumur Lapangan X
Namun pada kenyataannya tidak semua sumur aktif secara bersamaan. Gambar 2 memperlihatkan jumlah sumur uap yang aktif tiap waktu. Gambar 3 memperlihatkan laju alir uap total yang dihasilkan tiap waktu. Dari gambar 2 dan 3 tersebut terlihat kenaikan yang drastis, yaitu pada tahun 1987, yang terjadi akibat penambahan unit baru (110 MW). Begitu pula dengan sumur injeksi yang aktif, tidak semua aktif dalam waktu yang sama. Hal ini disebabkan oleh strategi pemakaian sumur injeksi dan juga terkait dengan ketersediaan air injeksi di lapangan. Gambar 4 memperlihatkan
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Data sumur memperlihatkan bahwa lapangan tersebut adalah lapangan uap dengan temperatur 235 – 245 oC, tekanan 34 – 35 bara, saturasi air 25 – 35 %, dan permeabilitythickness 500 – 140,000 mD-m. Cadangan terbukti ditaksir mencapai 210 – 280 MW untuk 30 tahun 19). Power plant disuplai uap melalui empat jalur transmisi uap: PL-1, PL-2, PL-3 dan PL-4. Masing-masing kelompok pipa dikonstruksi secara terpisah satu sama lain. Sehingga penurunan laju alir uap di salah satu jalur tidak dapat dikompensasi oleh jalur yang lainnya. Tekanan dan temperatur masuk turbin adalah 6.5 bar dan 161.9 oC.
2
Gambar 4 Jumlah Sumur Injeksi Aktif versus Waktu
Gambar 6 Laju Uap versus TKS Sumur 1 saat Tes Produksi
Gambar 5 Laju Alir Sumur Injeksi versus Waktu
Dalam pengoperasiannya, pihak pengelola lapangan telah mencatat berbagai data operasional harian yang meliputi laju produksi uap tiap sumur, tekanan kepala sumur, dan laju injeksi tiap sumur. Selain itu dilakukan tes produksi untuk tiap sumur pada tahun 1983 dan 2000. Tes produksi yang dilakukan adalah back pressure test. Gambar 6 menunjukan salah satu contoh laju uap versus waktu yang didapat dari tes produksi pada sumur 1.
Gambar 7 Penurunan Produksi pada Sumur 2
Laju produksi uap pada Gambar 3 sekilas tidak menunjukan adanya penurunan produksi sumur. Namun jika dilihat per sumur, penurunan tersebut dapat terlihat dengan jelas. Gambar 7 dan 8 memperlihatkan penurunan produksi sumur yang terjadi pada sumur 2 dan 26. Gambar 8 Penurunan Produksi pada Sumur 26
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
3
III. PENURUNAN PRODUKSI SUMUR GEOTHERMAL
3.1
PADA
sebagai tambahan. Temperatur fluida injeksi berkisar antara 30-50oC 21).
Sekilas Penurunan Produksi dan Beberapa Faktor Penyebabnya
Produksi fluida dari suatu reservoir panas bumi akan menurun dengan sendirinya secara alamiah. Namun terkadang terdapat hal-hal lain juga yang dapat mempercepat terjadinya peristiwa tersebut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan produksi itu antara lain: 1. Penurunan Tekanan Reservoir. Penurunan tekanan merupakan hal yang alami terjadi pada suatu reservoir panas bumi. Hal tersebut terjadi seiring dengan dilakukannya produksi atau pengeluaran fluida dari reservoir. Lebih lanjut, penurunan tekanan terjadi relatif lebih cepat dibandingkan dengan penurunan suhu pada suatu reservoir. 2. Terjadinya Kerusakan di Area Reservoir Sekitar Sumur. Kerusakan (Damage) di area reservoir sekitar sumur merupakan hal yang sulit dihindari pada sumur. Hal tersebut dapat terjadi dari awal dibuatnya sumur, yaitu saat dilakukan pemboran dan komplesi sumur, maupun terbentuk seiring dengan dilakukanya produksi pada sumur. Kerusakan yang terjadi juga dapat berupa terbentuknya skin atau penurunan permeabilitas di sekitar sumur yang mungkin terjadi akibat terbentuknya scale (kerak) dari mineral yang terkandung dalam fluida reservoir. 3. Injeksi fluida yang tidak terencana. Sumur reinjeksi pada awalnya digunakan sebagai sarana pembuangan fluida sisa produksi agar tidak mengganggu lingkungan. Namun kemudian diketahui bahwa reinjeksi memiliki efek positif dalam menjaga tekanan reservoir dan mempertahankan laju produksi dengan cara menambah fluida ke reservoir (selain natural recharge) dan juga untuk memperlambat laju perubahan reservoir ke arah keadaan superheat 19). Efek positif injeksi lainnya misalnya dapat mengurangi jumlah sumur makeup yang diperlukan, meningkatkan cadangan dan umur dari reservoir 6). Gambar 9 memperlihatkan skema aliran fluida pada lapangan X. Fluida reinjeksi merupakan air kondensat dari PLTP. Untuk meningkatkan laju injeksi juga digunakan air sungai setempat
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Gambar 9 Skema Aliran Fluida dan Instalasi Pembangkit Listrik Uap kering 15) Namun dalam aplikasinya, jika dilakukan dengan kurang terencana malah akan menyebabkan penurunan produksi prematur pada sumur atau lapangan. Hal tersebut terutama disebabkan oleh lebih rendahnya suhu fluida yang akan diinjeksikan dibandingkan dengan suhu fluida pada reservoir. Injeksi yang kurang terencana ini terjadi misalnya pada injeksi dengan jarak yang terlalu berdekatan atau jika reservoir di antara sumur injeksi dan sumur produksi memiliki permeabilitas yang besar. Hal-hal tersebut sangat dihindari karena dikhawatirkan aliran fluida dari sumur injeksi ke sumur produksi menjadi lebih cepat yang memungkinkan terjadinya penembusan (breaktrough) terlalu cepat dan menyebabkan penurunan suhu dan tekanan di sumur produksi. Idealnya aliran fluida injeksi berjalan cukup lambat dan menyebar sehingga laju alir di reservoir menjadi relatif kecil. 4. Problem Mekanis. Problem mekanis (Mechanical problem) adalah masalah-masalah yang terjadi pada sumur yang diakibatkan oleh masalah mekanis. Beberapa contoh yang mungkin terjadi misalnya rusaknya (collapse) casing atau liner pada sumur atau terjadinya scale pada dinding casing. 3.2
Metode Analisa
Analisa decline yang baik dihasilkan dari penyiapan data produksi yang baik. Analisa decline menjadi sulit dilakukan apabila terdapat kesalahan pada data produksi (sifat erratic). Arps (1945) yang dikenal sebagai ”bapak decline curve” membuat persamaan
4
untuk tiga jenis penurunan produksi yang disebut eksponensial, hiperbolik, dan harmonik. Arps telah melakukan analisa decline rate dengan menggunakan metode empirik atau berdasar pada data produksi 12). Arps menyatakan bahwa semua penurunan produksi pada periode depletion dapat dinyatakan oleh persamaan empirik berikut:
q = qi (1 + nDt )
(− 1n ) ............................... (1)
dimana qi adalah laju produksi awal (dengan mengabaikan periode transient), q adalah laju produksi pada waktu t, D adalah konstanta rate decline, dan n adalah eksponen rate decline. Harga n membedakan jenis decline sebagai berikut: 1. decline eksponensial: n = 0 2. decline hiperbolik: 0 < n < 1 3. decline harmonik: n = 1
Decline rate tersebut didefinisikan sebagai nominal decline rate atau instantaneous decline rate atau exponential decline. Dalam perhitungan decline pada paper ini digunakan pengertian yang terakhir sehingga dapat melingkupi semua sumur yang dioperasikan pada tekanan kepala sumur rendah (biasanya pada wilayah dengan permeabilitas rendah). Karena diketahui bahwa sumur-sumur yang berproduksi rendah sebagai akibat dioperasikan pada tekanan kepala sumur rendah akan menghasilkan tren decline yang eksponensial. Hal ini salah satunya disebabkan oleh terjadinya scalling pada sumur 16). Data produksi sumur biasanya dicatat pada harga tekanan kepala sumur yang berbedabeda. Untuk mendapatkan tren decline yang benar maka dilakukan normalisasi laju alir terhadap suatu harga tekanan standar. Dalam studi ini digunakan tekanan kepala sumur 15 bar sebagai tekanan standar.
Sehingga untuk decline eksponensial:
q = qi e − Dt ................................................. (2) Dan untuk decline harmonik:
q=
qi ............................................. (3) (1 + Dt )
Harga n yang besar menunjukan kompressibilitas total dan saturasi gas yang meningkat dan n > 1 berarti transien atau transition flow. Decline rate menunjukan seberapa besar perubahan laju produksi setelah suatu periode waktu tertentu dibandingkan dengan laju produksi sebelum periode waktu tersebut. Decline rate pada definisi di atas disebut juga dengan effective decline rate dan dapat didefinisikan sebagai:
D=
q1 − q 2 ............................................. (4) q1
Arps menurunkan persamaan decline yang didasarkan pada keidentikan plot log q terhadap t yang berupa garis lurus menjadi persamaan berikut:
ln ⎡q1 ⎤ ⎢ q 2 ⎥⎦ D= ⎣ ......................................... (5) t
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Normalisasi dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut 13):
Wn =
(p (p
) )
2 − p std W ............................... (7) 2 − p 2f
2
dimana Wn adalah laju alir produksi yang telah dinormalisasi, Pstd adalah tekanan alir sumur pada keadaan tekanan yang distandarkan, W adalah laju alir aktual, p adalah tekanan statik atau tekanan pada saat belum ada aliran, dan pf adalah tekanan alir sumur aktual. Dalam studi ini, tekanan yang dipakai adalah tekanan kepala sumur. Tekanan statik, p, dapat dihitung sebagai:
⎛W ⎞ p =⎜ ⎟ ⎝C⎠ 2
1
n
+ p 2f ................................. (8)
dimana C adalah suatu parameter empirik, tergantung pada satuan dari qsc dan P (Energy Resources Conservation Board, 1975), sedangkan n berkaitan dengan faktor turbulensi (0.5 – 1). Harga n mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi atas aliran. Jika harga n =1 artinya alirannya adalah laminer sedangkan apabila berada diantara 0.5 dan 1 artinya ada faktor inersia turbulensi yang berperan. Jika ada harga n diluar rentang 0.5 dan 1 berarti kemungkinan terjadi error yang mungkin penyebabnya sumur tidak cukup bersih
5
(insufficient cleanup) atau loading di dalam sumur.
karena
liquid
Nilai C didapat dari deliverability test. Deliverability sendiri yang merupakan hubungan antara penurunan laju produksi dengan tekanan reservoir sebagai akibat berlangsungnya proses depletion dari suatu reservoir didapatkan dari dari data back pressure yang tersedia. Pelaksanaan tes dimulai dengan menstabilkan tekanan reservoir dengan jalan menutup sumur. Selanjutnya sumur diproduksi dengan laju sebesar qsc sehingga aliran mencapai stabil. Laju produksi laju dirubah-ubah dan setiap kali sumur itu dibiarkan berproduksi sampai tekanan mencapai stabil, sebelum diganti dengan laju produksi lainnya. Setiap perubahan laju produksi tidak didahului dengan penutupan sumur. Gambar 10 memperlihatkan skematis dari proses back pressure test tersebut.
Dalam paper ini, perhitungan laju penurunan produksi sepanjang umur sumur dilakukan dengan menggunakan program dalam format Microsoft ExcelTM yang dikembangkan oleh Laboratorium Geothermal ITB. Metode yang digunakan adalah metode baru yang dikembangkan oleh Spivey (1986) dalam menentukan parameter-parameter dari hyperbolik decline curve. Metoda tersebut lebih unggul dibandingkan metode yang telah ada yaitu tidak memerlukan asumsi nilai awal dan memiliki akurasi lebih tinggi untuk usaha yang sama 17). Langkah yang perlu dilakukan adalah memasukan data produksi yang telah dinormalisasi tiap waktu. Program akan mengeluarkan output berupa parameter n, laju awal, dan laju penurunan produksi. Dalam prakteknya, terjadi pengabaian data yang tidak mengikuti trend umum. 3.3
Analisa Data
Seperti telah dijelaskan di atas, terdapat data laju alir harian untuk tiap sumur produksi uap. Semua sumur dianalisa dengan metode yang dijelaskan di atas. Berikut ini akan dipaparkan analisa data yang dilakukan pada sumur 1. Analisa Data Tes Produksi
Gambar 10 Laju Produksi dan Tekanan pada Back Pressure 1) Analisa deliverability didasarkan pada kondisi aliran yang stabil (pseudo steady state). Untuk keperluan ini dicatat tekanan alir di kepala sumur pada akhir periode dari setiap harga laju produksi.
Dari data back pressure test sumur 1 pada tahun 2000, tercatat lima harga tekanan alir kepala sumur yang telah mencapai nilai konstan pada lima harga laju alir yang berbeda. Tabel 1 memperlihatkan data-data tersebut beserta pengolahan data yang diperlukan. Gambar 11 memperlihatkan hasil plot log ∆P2 terhadap log qsc, sehingga didapatkan 1/slope = n = 0.529. Tabel 1 Data Tes Produksi Sumur 1 dan Pengolahannya
Persamaan yang digunakan adalah:
(
)
n
q sc = C P 2 − Pf2 ................................. (9) dimana qsc adalah laju produksi pada keadaan standar. Setelah mendapat nilai C dari hasil perhitungan tes produksi maka normalisasi dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
(
)
n
2 Wn = C p 2 − p std ............................. (10)
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
0 1 2 3 4 5
Pf (ksca) 29 14.8 7.8 10 17.5 20
qsc (t/h) 0 66.58 75.77 74.53 62.38 56.32
Pi2-Pwf2
Log qsc
Log (Pi2-Pf2)
621.96 780.16 741 534.75 441
1.82 1.88 1.87 1.80 1.75
2.79 2.89 2.87 2.73 2.64
Nilai C didapat dengan memasukan nilai n yang didapat ke dalam Persamaan 9 untuk suatu nilai Pf dan qsc tertentu. Untuk itu digunakan data ke lima karena garis tepat melewati titik tersebut. Sehingga:
6
C=
q sc
(ΔP )
2 n
=
56.32
(441)0.529
= 2.248
Gambar 12 memperlihatkan hasil output dari program yang digunakan.
Gambar 12 Grafik Output Program Microsoft ExcelTM yang Digunakan
Gambar 11 Plot log ∆P2 terhadap log qsc Data Tes Produksi Sumur 1 Nilai n dan C ini digunakan untuk proses normalisasi untuk data produksi dari tahun 2000. Dengan kata lain untuk data produksi sebelum tahun 2000 menggunakan hasil tes produksi sebelumnya, yaitu tahun 1983. Contoh pada tanggal 18 Agustus 2005 Sumur 1 berproduksi sebesar 53.01 t/h pada tekanan kepala sumur 13.56 Ksc. Dengan menggunakan persamaan 8, maka tekanan statik kepala sumur adalah: 1
⎛W ⎞ n p = ⎜ ⎟ + p 2f ⎝C⎠ 2
1
⎛ 53.01 ⎞ 0.529 =⎜ + 13.562 ⎟ 2.248 ⎝ ⎠ = 577.09 = 24.023 Ksc = 23.56 bar Selanjutnya dilakukan normalisasi pada tekanan kepala sumur 15 bar dengan menggunakan persamaan 10, sehingga didapat:
Wn = C ( p − p 2
2 std
)
n
= 2.248 ( 23.562 − 152 )
0.529
= 48.32 t / h Semua proses tersebut di atas dilakukan untuk semua data produksi harian tiap sumur. Hasil normalisasi lalu dimasukan ke dalam program yang disebutkan dalam metode analisa.
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Garis rate model pada gambar 9 merupakan garis persamaan decline yang dihasilkan program. Terlihat bahwa garis tersebut mewakili semua titik-titik data produksi aktual sepanjang produksi sumur. Selain itu program juga menampilkan hasil lain yaitu n = 0 yang berarti penurunan produksi yang terjadi adalah ekponensial, laju awal sumur 89.92 t/h pada tekanan kepala sumur standar, dan decline total sebesar 2% /tahun untuk sepanjang waktu sumur 1 tersebut diproduksikan. Pada setiap sumur lalu dilakukan proses analisa data yang sama sehingga didapatkan nilai laju penurunan produksi untuk tiap sumur pada tabel 2. Rata-rata laju penurunan produksi Lapangan X adalah 7% per tahun. Nilai tersebut hampir sama dengan hasil perhitungan Sasradipoera 16).
IV.
PENGARUH PROGRAM REINJEKSI TERHADAP PENURUNAN PRODUKSI SUMUR
4.1
Evaluasi Sumur Injeksi terhadap Sumur Produksi di Sekitarnya
Evaluasi dilakukan terhadap sumur-sumur produksi di sekitar masing-masing sumur injeksi yang lalu dikelompokkan ke dalam area yang berbeda. Gambar 13 memperlihatkan pembagian area yang dilakukan. Terdapat 6 area: A, B, C, D, E, dan F. Pemilihan sumur produksi yang dievaluasi adalah berdasarkan letaknya yang berada di dekat sumur injeksi terkait dan ketersediaan data produksi. Evaluasi dilakukan dengan cara memplot laju produksi sumur uap dan laju injeksi dalam satu plot yang sama.
7
Tabel 2 Hasil Perhitungan Laju Penurunan Produksi Total Sumur-sumur Lapangan X
Well
1
Decline (/year) 2%
19
Decline (/year) 7%
2
9%
20
2.4%
3
1.4%
21
8.3%
4
0.5%
22
3.7%
5
7%
23
1.7%
6
2%
24
5%
7
2.3%
25
2.3%
8
14%
26
31%
9
48%
27
18%
10
1.4%
28
11%
11
9%
29
5.6%
12
0.2%
30
3%
13
9.3%
31
7.7%
14
2.7%
32
2%
15
0.2%
33
13%
16
0.4%
34
1.7%
17
1.3%
35
9.3%
18
3.6%
Well
disimpulkan reinjeksi sumur 36 memberi pengaruh positif terhadap penurunan produksi di area A. Gambar 18 menunjukan program reinjeksi sumur 36 malah memperbesar decline yang terjadi pada sumur 1. Hal ini terlihat dari decline yang semakin besar setiap dilakukan injeksi (4% menjadi 8%, lalu menjadi 10%) tetapi malah terjadi kenaikan produksi saat injeksi dihentikan (annual exponential improvement rate = 2%). Hal ini mungkin terjadi akibat dekatnya jarak sumur 1 dan 36 (838 m) atau karena pengaruh karakteristik antara kedua sumur. Hal ini senada dengan hasil tracer test yang mengatakan bahwa waktu breakthrough pada sumur 1 singkat 4). Gambar 19 menunjukan program reinjeksi sumur 36 memberikan efek positif terhadap sumur 2. Hal ini terlihat dari menjadi sangat besarnya decline (32%) saat injeksi dihentikan. Gambar 20 dan 21 menunjukan program reinjeksi sumur 36 memberikan efek positif terhadap sumur 3 dan 4. Terjadi penurunan nilai decline (misalnya 4% menjadi 1% pada sumur 3 dan 3.7% menjadi 2% pada sumur 4) yang disertai dengan pola yang sama yaitu kenaikan rate beberapa saat setelah injeksi dimulai.
Perlu diketahui bahwa respon tiap sumur terhadap injeksi berbeda-beda. Kecepatan menerima respon ini tergantung dari jarak dan karakteristik reservoir diantara masing-masing sumur injeksi dan sumur produksi. sehingga terdapat sumur yang langsung menunjukan respon beberapa tahun bahkan bulan setelah injeksi dimulai, bahkan terdapat sumur yang menunjukan respon bertahun-tahun lamanya setelah injeksi dimulai.
Gambar 22 menunjukan program reinjeksi sumur 36 memberikan efek positif terhadap sumur 10 pada injeksi yang dimulai tahun 1988. Namun pada injeksi yang dilakukan tahun 2001 decline tetap besar pada sumur tersebut. Faktor yang mungkin menyebabkan hal tersebut adalah belum sampainya pengaruh injeksi pada sumur 10 atau adanya aktivitas produksi di sumur yang dekat dengan sumur 10.
Pengaruh Reinjeksi Sumur 36 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area A)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan program reinjeksi sumur 36 memberikan dampak positif terhadap perbaikan penurunan produksi sumur uap di area A kecuali pada sumur 1 yang memberikan respon yang sebaliknya.
Gambar 17 menunjukan pengaruh program reinjeksi sumur 36 terhadap annual exponential production decline dari sumur-sumur produksi uap disekitarnya (area A). Sumur 43 tidak dimasukan kedalam area A karena tidak adanya data produksi yang tersedia. Gambar tersebut menunjukan bahwa reinjeksi sumur 36 dapat memperkecil decline yaitu dari 4% menjadi 3% per tahun setelah injeksi tahun 1988 yang bahkan ditandai dengan adanya kenaikan (annual exponential improvement rate) produksi sebesar 6% atau decline sebesar -6%. Pada reinjeksi tahun 2001, reinjeksi sumur 36 dapat memperkecil decline yang tadinya 9% dan membesar menjadi 16% yang lalu diturunkan menjadi 6%. Maka dapat
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Pengaruh Reinjeksi Sumur 37 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area B) Gambar 23 sampai 25 menunjukan program reinjeksi sumur 37 terhadap sumur-sumur produksi uap di sekitarnya (area B). Semua gambar menunjukan bahwa laju produksi dan laju injeksi memiliki tren yang sama. Hal ini menunjukan program reinjeksi berjalan dengan semestinya yaitu untuk menjaga tekanan reservoir. Namun dalam hal ini tidak dapat ditentukan adanya perbaikan atau peningkatan decline pada sumur-sumur area B karena tidak 8
adanya data produksi yang cukup saat injeksi belum dilakukan sehingga tidak ada pembanding decline-nya. Pengaruh Reinjeksi Sumur 38 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area C) Gambar 26 sampai 31 menunjukan program reinjeksi sumur 38 terhadap sumur-sumur produksi uap di sekitarnya (area C) memiliki pengaruh yang sama dengan yang terjadi pada program reinjeksi sumur 37 terhadap area B. Semua gambar menunjukan bahwa laju produksi dan laju injeksi memiliki tren yang sama. Maka program reinjeksi yang berfungsi untuk menjaga tekanan reservoir berjalan dengan semestinya. Dan tidak bisa ditentukan adanya perbaikan atau peningkatan decline pada sumur-sumur area C karena tidak adanya data produksi yang cukup saat injeksi belum dilakukan sehingga tidak ada pembanding decline-nya. Pada Gambar 27 terlihat dari tahun 2001 terjadi peningkatan produksi beberapa saat setelah injeksi dihentikan. Namun kenaikan ini tidak disebabkan oleh penghentian injeksi itu melainkan karena adanya aktivitas pembukaan sumur produksi yaitu sumur 18 dan penutupan sumur 19 dan 20 pada tahun 2005 yang
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
menyebabkan produksi sumur 16 pada area C meningkat. Sumur 38 ini lalu ditutup karena berkurangnya sumber air injeksi yaitu kondesat uap dari menara pendingin 4). Pengaruh Reinjeksi Sumur 39 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area D) Gambar 32 menunjukan pengaruh program reinjeksi sumur 39 terhadap production decline sumur-sumur uap di area D. Sumur 31 dan 11 tidak dianalisa karena kedua sumur tersebut tidak aktif saat injeksi pada sumur 39 dilakukan. Pada gambar tersebut, program injeksi memberikan kenaikan decline rate dari 6.1% menjadi 6.5%. Gambar 33, 34, dan 35 menunjukan program reinjeksi sumur 39 memberi pengaruh yang baik terhadap sumur 15, 28, dan 30. Nilai annual exponential production decline pada sumur 15 yang semula 14% berubah menjadi 2.8%, pada sumur 28 yang tadinya 26% menjadi 9%, dan pada sumur 30 yang semula 11% menjadi 6% setelah injeksi dilakukan. Dalam kasus ini fungsi injeksi sumur 39 untuk menjaga tekanan reservoir terpenuhi.
9
Gambar 36 menunjukan program reinjeksi sumur 39 tidak memberikan pengaruh pada sumur 29. Hal ini mungkin disebabkan oleh karakteristik reservoir di antara kedua sumur.
perubahan production decline dari 6% menjadi 15% untuk sumur 22, 6% menjadi 16% untuk sumur 34, dan 27% menjadi 34% untuk sumur 26.
Gambar 37 menunjukan program reinjeksi memberi dampak negatif terhadap sumur 35. Malah terjadi penurunan produksi yang semakin membesar seiring dengan diteruskannya injeksi. Kenaikan produksi yang terjadi berikutnya yaitu mulai dari tahun 2005 disebabkan oleh penutupan sumur uap di dekatnya yaitu sumur 19 dan 20.
Maka dapat disimpulkan secara umum program reinjeksi sumur 40 memberikan efek negatif terhadap production decline sumursumur uap di area E, walaupun pada beberapa sumur (28 dan 25) terdapat perbaikan decline.
Maka dapat disimpulkan bahwa program reinjeksi sumur 39 memberikan efek yang tidak terlalu signifikan terhadap area D. Namun jika dilihat pengaruhnya per sumur ternyata program reinjeksi sumur 39 memberikan efek yang baik pada sumur 15, 28, dan 30 juga memberikan efek negatif terhadap sumur 35 tetapi tidak memberikan efek pada sumur 29. Pengaruh Reinjeksi Sumur 40 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area E) Gambar 38 memperlihatkan pengaruh program reinjeksi sumur 40 terhadap production decline sumur-sumur uap di area E. Sumur 32, 33, dan 27 tidak dianalisa karena kedua sumur tersebut tidak aktif saat injeksi pada sumur 40 dilakukan. Pada gambar tersebut terlihat bahwa program reinjeksi sumur 40 menjadikan annual exponential productine decline membesar dari 9% menjadi 14%. Gambar 39 memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh program reinjeksi sumur 40 terhadap production decline sumur 15. Hal ini didasari oleh tidak ditemukannya pola yang terjadi akibat reinjeksi sumur 40. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pola kenaikan dan penurunan produksi di sumur 15 ini lebih disebabkan oleh reinjeksi sumur 39. Gambar 40 dan 41 memperlihatkan program reinjeksi sumur 40 memberikan dampak yang positif terhadap sumur 28 dan 25. Terjadi perbaikan annual exponential production decline dari 9% menjadi 3% pada sumur 28 dan 6.4% menjadi 5% untuk sumur 25. Gambar 42 memperlihatkan program reinjeksi seumur 40 tidak memberikan pengaruh terhadap sumur 29. Tidak ada perubahan produksi yang berarti selama program reinjeksi sumur 29 dilakukan. Gambar 43, 44, dan 45 memperlihatkan program reinjeksi sumur 40 memberikan efek negatif terhadap sumur 22, 34, dan 26. Terjadi
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
Pengaruh Reinjeksi Sumur 41 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar (Area F) Gambar 46 menunjukan bahwa program reinjeksi di sumur 41 memberikan dampak negatif terhadap sumur 12. Terlihat dari semakin besarnya nilai annual exponential production decline yang terjadi (4% manjadi 5.4% lalu menjadi 5.5%). Gambar 47 menunjukan program reinjeksi di sumur 41 memberikan dampak positif terhadap sumur 13. Production decline berkurang dari 62% menjadi 24%. Namun hasil analisa ini perlu ditinjau ulang kembali dikarenakan jumlah data yang cukup sedikit dapat menjadikannya kurang valid. Pengaruh Reinjeksi Sumur 42 terhadap Decline Rate Sumur Produksi Sekitar Pengaruh reinjeksi sumur 42 terhadap sumursumur produksi uap di sekitarnya tidak dapat dilakukan disebabkan oleh tidak tersedianya data. 4.2
Evaluasi Lapangan Berdasarkan Letak Sumur Injeksi
Gambar 14 memperlihatkan seluruh pengaruh masing-masing sumur injeksi terhadap penurunan produksi sumur-sumur produksi di sekitarnya yang dianalisa. Garis biru menunjukan sumur injeksi berpengaruh positif terhadap produksi sumur produksi. Dengan kata lain terjadi perbaikan laju penurunan produksi pada sumur produksi akibat sumur injeksi tersebut. Garis kuning putus-putus panjang menunjukan sumur injeksi memiliki pengaruh negatif terhadap sumur produksi. Dengan kata lain sumur injeksi tersebut malah memperbesar laju penurunan produksi yang terjadi. Garis yang dibentuk titik-titik kuning dan biru menunjukan sumur injeksi tidak memberikan pengaruh yang berarti pada sumur produksi. Gambar 15 memperlihatkan area-area pada Lapangan X yang sumur-sumur produksinya memiliki laju penurunan produksi dibawah 6% per tahun. Kecilnya laju penurunan produksi 10
sumur pada area sebelah timur erat kaitannya dengan pelaksanaan program re-injeksi sumur 36 yang terletak di dekat area timur tersebut. Begitu pula dengan area sebelah selatan yang berkaitan dengan program re-injeksi pada sumur 37 dan 38. Namun pada bagian barat lapangan, terlihat bahwa area barat laut (sumur 30, 32, 34 dan lain-lain) seperti terputus dengan area di barat daya (sumur 16, 20 dan lain-lain) oleh area di antara sumur injeksi 39 dan 40 yang memiliki laju penurunan produksi yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan adanya program re-injeksi di kedua sumur injeksi tersebut yang menyebabkan beberapa sumur produksi mendapatkan pengaruh negatif penurunan produksi. 4.3 Rekomendasi Penempatan Injeksi
Pelaksanaan
dan
Dari evaluasi pada subbagian 4.1 dan 4.2 dapat disimpulkan bahwa sumur injeksi 36, 37, dan 38 memberikan efek positif terhadap laju penurunan produksi sumur produksi di sekitarnya sedangkan sumur 39 dan 40 memberikan efek sebaliknya atau relatif tidak ada memberikan pengaruh. Sampai tahun 2006, terdapat 4 sumur injeksi aktif (Gambar 4) yaitu sumur 36, 37, 41 dan
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
42. Maka pelaksanaan program reinjeksi pada sumur 36 dan 37 dapat diteruskan. Pengaktifan sumur 41 dapat dievaluasi kembali dari bagaimana sumur 42 memberikan respon terhadap sumur 13. Jika respon sumur 42 terhadap sumur 13 baik, injeksi pada sumur 41 dapat dihentikan. Pertimbangannya adalah efek negatif sumur 41 terhadap sumur 12. Padahal sumur 12 tersebut menghasilkan uap yang lebih besar dibandingkan dengan sumur 13. Melihat efeknya yang positif terhadap sumur produksi di sekitarnya, sumur 38 dapat juga dipertimbangkan untuk diaktifkan kembali. Saat ini, area di arah tenggara lapangan diproduksikan untuk memenuhi pasokan uap unit terbaru lapangan X (60 MW). Sumur 37 mungkin akan memberikan efek positif terhadap daerah tersebut. Namun jika diinginkan akan dilaksanakan program reinjeksi untuk membantu mempertahankan produksi, area yang dilingkari garis merah pada Gambar 16 adalah area yang mungkin dapat dipertimbangkan sebagai area injeksi. Sumur yang dapat dipertimbangkan untuk dikonversi menjadi sumur injeksi adalah sumur 5 dan sumur di sebelah selatan sumur 4. Pertimbangannya adalah pemeabilitas yang kecil pada area tersebut sehingga air injeksi mengalir lambat dan merata dan tidak terjadi 11
percepatan breaktrough terhadap sumur produksi di sekitarnya. Sehingga diharapkan tidak terjadi efek pendinginan area di sekitar sumur produksi oleh fluida injeksi yang lebih dingin.
laju penurunan Lapangan X adalah 7.09% per tahun. 2.
Keberadaan masing-masing sumur injeksi memberikan efek yang berbeda-beda terhadap sumur-sumur produksi di sekitarnya. Sumur 36, 37, dan 38 memberikan efek positif. Sumur 39 dan 40 lebih memberikan efek negatif. Sumur 41 dan 42 perlu dipertimbangkan kembali setelah data yang lebih memadai tersedia.
3.
Pengoperasian sumur injeksi 36 dan 37 dapat diteruskan. Pengoperasian sumur 38 dapat dipertimbangkan untuk dilakukan kembali. Pengoperasian sumur 41 dan 42 perlu dipertimbangkan lagi setelah data lebih memadai. Area dengan permeabilitas rendah di sekitar sumur 5 dan selatan sumur 4 dapat dipertimbangkan sebagai area injeksi untuk daerah tenggara Lapangan X dalam memasok uap ke unit 60 MW yang baru.
Namun dalam pelaksanaanya sangat perlu dilakukan pengontrolan kinerja dari pengkonversian sumur tersebut. Misalnya jika pengkonversian malah memberikan efek negatif terhadap sumur produksi di sekitar sumur injeksi 36 (2, 3, dan 4) maka lebih baik injeksi dihentikan. Hasil evaluasi dan rekomendasi sebaiknya dianalisa kembali dan divalidasi melalui simulasi reservoir. Selain itu, akan lebih baik apabila dilakukan juga evaluasi laju penurunan produksi sumur yang disebabkan oleh faktor geologi dan thermodinamika reservoir dari lapangan X.
V.
KESIMPULAN 1.
Laju penurunan produksi masingmasing sumur produksi beragam dari yang terkecil 0.2% sampai yang terbesar 48.11% per tahun. Rata-rata
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
12
VI.
SARAN
Upaya-upaya Perbaikan Penurunan Produksi Berkaitan dengan Program Re-Injeksi Kriteria reservoir yang baik untuk dilakukan injeksi adalah Low Pressure Area (LPA) yaitu area reservoir yang ditandai dengan kecilnya saturasi liquid sementara temperaturnya masih dalam keadaan tinggi. Pencariannya bisa dilakukan dengan PTS (Pressure – Temperature – Spinner) logging. Ciri-ciri lain LPA adalah meningkatnya tren garis enthalpy terhadap waktu. Distribusi rekahan dan tekanan statik reservoir juga orientasi rekahan menentukan jalur migrasi dari fluida injeksi 5).
Monitoring gempa mikro (MEQ) dapat digunakan untuk mengetahui arah aliran air reinjeksi, tracer test untuk mengetahui waktu tempuh fluida dari sumur reinjeksi ke sumur produksi, monitoring kimia untuk mengetahui pengaruh air reinjeksi terhadap perubahan sifat kimia – fisika reservoir. Ketiganya lebih baik dilaksanakan bersama saat reinjeksi dimulai 22). Upaya-upaya Perbaikan Penurunan Produksi Berkaitan dengan Skin dan Scalling Pembentukan scale dapat diindikasi dari halhal berikut 14):
Pengalaman pada sumur dominasi uap menunjukan sumur reinjeksi lebih baik berada pada zona berpermeabilitas rendah dan kedalaman feed zone yang relatif sama dengan sumur produksi. Atau juga injeksi dilakukan pada lapisan dangkal sehingga akan mengalir ke bawah akibat perbedaan tekanan.
1. Penurunan yang cepat dan tidak biasa pada laju alir dan tekanan kecuali jika memang sumur dialirkan dengan tekanan kepala sumur tinggi. 2. Terjadi penurunan laju alir yang sangat drastis sedangkan tekanan tidak demikian. 3. Caliper log menunjukan pengecilan diameter lubang sumur dalam jangka waktu aliran yang singkat.
Air injeksi selain dari kondensat bisa juga menggunakan air yang tersedia di sekitar seperti sungai atau danau buatan penampung air hujan.
Prediksi akan potensi kemungkinan terjadinya scaling juga dapat dilakukan dengan cara menginterepretasi komposisi kimia dari fluida geothermal 16).
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
13
Terbentuknya scale menjadi masalah utama jika terjadi pada lubang sumur atau zona reservoir di dekat feed zone. Cara mengontrolnya bisa dengan menjaga tekanan kepala sumur pada tekanan tinggi sehingga pembentukannya hanya terjadi di well bore, idealnya di atas zona produksi, bukan di reservoir sehingga mudah dibersihkan secara mekanik dengan reamer. Misalnya dengan mengoperasikan sumur pada tekanan kepala sumur lebih dari 10 kscg 13). Scalling sepanjang kolom sumur dapat dideteksi dengan pengukuran P dan T di feed zone 22). Jika scale terjadi di zona reservoir maka dapat dilakukan penambahan kedalaman interval produksi atau pemboran sidetrack sehingga didapatkan feed zone baru tanpa damage permeabilitas 10). Pada fasilitas pengumpulan, silica scale dapat dibersihkan dengan chemical inhibitor. Juga dapat digunakan scale remover liquid, misalnya SR 982 liquid 19). Scale dapat juga diikurangi dengan cara menutup sumur untuk beberapa saat yang lalu dibuka kembali dengan mengurangi ukuran choke yaitu menggunakan diameter orifices plat yang lebih kecil. Cara ini dapat mengurangi kebutuhan untuk dilakukannya workover 11). Cara lain untuk mengatasi scale dan skin yang terjadi di reservoir adalah acidizing dan hidro blasting. Acidizing dilakukan dengan berbagai alasan diantaranya untuk membersihkan pengendapan scale pada lubang sumur ataupun reservoir, mengurangi damage yang terjadi akibat lumpur saat pengeboran dilakukan ataupun untuk memperbesar permeabilitas asli batuan reservoir 3). Work over dan acidizing lebih efektif dan lebih ekonomis dibandingkan membuat sumur make up well baru 19) .
VII. DAFTAR SIMBOL k qi q D n Wn Pstd W p pf t qsc
Subskrip i = Initial f = Flowing sc = Standard condition std = Keadaan standar
VIII. DAFTAR PUSTAKA 1.
Abdassah, Doddy: Analisa Transien Tekanan. Program Studi Teknik Perminyakan ITB, Limited Edition, Bandung, 1997.
2.
Ahmed, Tarek: Reservoir Engineering Handbook, Second Edition. Gulf Professional Publishing, United States, 2001.
3.
Buiiing, B. C. et al: Casing Perforation and Acid Treatment of Well SK-2D Mindanao 1 Geothermal Project, Philipines. Proceedings, TwentySecond Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 27-29, 1997.
4.
Dwikorianto, Tavip, et al.: Tracer Injection Evaluation in Kamojang Geothermal Field, West Java, Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2000.
5.
Enedy, Steve et al.: Reservoir Response to Injection in the Southeast Geysers. Proceedings, Sixteenth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 23 – 25, 1991.
6.
Goyal, K. P. and Box, W. T. Jr.: Injection Recovery Based on Production Data in Unit 13 and Unit 16 Areas of The
Upaya-upaya Perbaikan Penurunan Produksi Berkaitan dengan Problem Mekanis Salah satu problem mekanis yang mungkin terjadi adalah adalah rusaknya casing produksi (collapse). Untuk mendeteksinya dapat digunakan Spinner 20). Alat tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan casing atau tubing, channeling di sekitar ikatan semen, fluid loss pada feed zone, dan penyumbatan fracture 8). Cara lain untuk mendeteksi kerusakan casing adalah dengan menggunakan caliper log.
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
= Permeabilitas absolut, md = Laju produksi awal = Laju produksi pada waktu t = Konstanta rate decline = Eksponen rate decline = Laju alir produksi yang telah dinormalisasi = Tekanan alir kepala sumur pada keadaan standar = Laju alir = Tekanan statik reservoir = Tekanan alir dasar sumur = Waktu, hour = Laju produksi pada keadaan standar
14
Geysers Field. Proceedings, Seventeenth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 29 – 31, 1992. 7.
8.
9.
Goyal, K. P. and Box, W. T. Jr.: Geysers Performance Update Trough 2002. Proceedings, Twenty-Ninth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 26-28, 2004. Kamah, M. Yustin, et al.: The Productive Feed Zones identified based on Spinner Data and Application in the Reservoir Potential Review of Kamojang Geothermal Area, Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2000. Lund, John W.: 100 Years of Geothermal Power Product. Proceedings, Thirtieth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 31-February 2, 2005.
10. Ocampo, Juan et al: Lost Production as Consequence of Silica Scaling in Cerro Prietto Geothermal Wells Mexico. 2002.
14. Sanyal, S. K.: An Investigation of Wellbore Scaling at Miravalles Geothermal Field, Costa Rica. Proceedings, Tenth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 22-24, 1985. 15. Saptadji, Nenny Miryani: Teknik Panas Bumi. Program Studi Teknik Perminyakan ITB, Bandung, 2006. 16. Sasradipoera, Doddy S., et al: Evaluation of Steam Production Decline Trends in the Kamojang Geothermal Field. Proceedings World Geothermal Congress 2000, Kyushu - Tohoku, Japan, May 28 - June 10, 2000. 17. Spivey, J.P.: A New Algorithm for Hyperbolic Decline Curve Fitting. Society of Petroleum Engineers of Symposium on Petroleum Industry Application of Microcomputers, SilverCroek, CO (June 18-20, 1986). 18. Stanasel, Oana: Scaling Problems Recorded at Geothermal Wells from Bors and Sacuieni, Romania. Proceedings, Twenty-Fifth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 24-26, 2000.
11. Ocampo, Juan et al: Scaling Plug Problems Observed in Some Cerro Prietto Geothermal Production Wells. PROCEEDINGS, Twenty-Fifth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 24-26, 2000.Stanford University, Stanford, California, January 24-26, 2000
19. Suryadarma et al: The Kamojang Geothermal Field: 25 Years Operation. Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2005.
12. Permadi, Asep Kurnia: Diktat Teknik Reservoir I, Edisi Pertama. Program Studi Teknik Perminyakan ITB, Limited Edition, Bandung, November 2004.
21. Yuniar, Dannie Marstiga: Evaluasi Pengaruh Reinjeksi terhadap Penurunan Temperatur di Lapangan Panas Bumi Kamojang Berdasarkan Data Uji Tracer. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Perminyakan ITB, Bandung, 2007.
13. Sanyal, S. K.: Assessment of Steam Supply for the Expansion of Generation Capacity from 140 to 200 MW, Kamojang Geothermal Field, West Java, Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2000, Kyushu Tohoku, Japan, May 28 - June 10, 2000.
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
20. Syms, M. C.: Application of a Downhole Flowmeter to Detecting Casing Breaks in a Geothermal Well. 1980.
22. Yunis: Peranan dan Penempatan Sumur Reinjeksi pada Pengelolaan Reservoir Kamojang. Inaga Annual Scientific Conference and Exhibitions, Yogyakarta, March 7-10, 2001.
15
Gambar 17 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur Produksi Sekitarnya (Area A)
Gambar 18 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 1
Gambar 19 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 2
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
16
Gambar 20 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 3
Gambar 21 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 4
Gambar 22 Efek Injeksi Sumur 36 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 10
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
17
Gambar 23 Efek Injeksi Sumur 37 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur Produksi Sekitarnya (Area B)
Gambar 24 Efek Injeksi Sumur 37 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 18
Gambar 25 Efek Injeksi Sumur 37 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 19
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
18
Gambar 26 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur Produksi Sekitarnya (Area C)
Gambar 27 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 16
Gambar 28 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 17
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
19
Gambar 29 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 18
Gambar 30 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 21
Gambar 31 Efek Injeksi Sumur 38 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 23
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
20
Gambar 32 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur Produksi Sekitarnya (Area D)
Gambar 33 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 15
Gambar 34 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 28
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
21
Gambar 35 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 30
Gambar 36 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 29
Gambar 37 Efek Injeksi Sumur 39 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 35
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
22
Gambar 38 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur Produksi Sekitarnya (Area E)
Gambar 39 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 15
Gambar 40 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 28
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
23
Gambar 41 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 25
Gambar 42 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 29
Gambar 43 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 22
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
24
Gambar 44 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 34
Gambar 45 Efek Injeksi Sumur 40 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 26
Gambar 46 Efek Injeksi Sumur 41 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 12
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
25
Gambar 47 Efek Injeksi Sumur 41 terhadap Annual ExponentialProduction Decline Sumur 13
Mu’thi Abdillah, 12204015, Sem2 2007/2008
26