BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1
Populasi, Pengambilan Sampel, dan Jumlah Data Sebagaimana diuraikan dalam Bab III, populasi dari penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Per bulan Juli 2008 tercatat 30 bank yang telah melakukan listing. Berikut ini adalah kriteria-kriteria dalam pengambilan sampel beserta tahapan penyaringan untuk setiap kriteria.
Tabel IV.1 Penyaringan Sampel
Total populasi sebelum judgement sampling
30 bank
Dikurangi: Emiten yang belum mendaftarkan sahamnya per 31 Desember 2004
7 bank
Total sampel setelah dikurangi kriteria pertama
23 bank
Dikurangi: Selama tahun 2003-2006 emiten mengalami kerugian dalam 3 bank operasional mereka (pendapatan operasional lebih kecil daripada beban operasional). Total sampel
20 bank
Sumber data: Daftar Emiten per Industri di Galeri BEI
45
Berikut ini adalah dua puluh emiten yang dijadikan sampel dalam penelitian: 1. Bank Arta Niaga Kencana Tbk; 2. Bank Artha Graha International Tbk (INPC); 3. Bank Central Asia Tbk; 4. Bank Danamon Indonesia Tbk; 5. Bank Internasional Indonesia Tbk; 6. Bank Kesawan Tbk; 7. Bank Lippo Tbk; 8. Bank Mandiri Tbk; 9. Bank Mayapada International Tbk; 10. Bank Mega Tbk; 11. Bank Negara Indonesia Tbk; 12. Bank Niaga Tbk; 13. Bank NISP Tbk; 14. Bank Nusantara Parahyangan Tbk; 15. Bank Pan Indonesia Tbk; 16. Bank Permata Tbk; 17. Bank Rakyat Indonesia Tbk; 18. Bank Swadesi Tbk; 19. Bank UOB Buana Tbk; dan 20. Bank Victoria International Tbk. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan periode pengamatan antara rentang waktu 2004-2006, di mana tambahan informasi Laporan Laba Rugi tahun 2003 diperlukan untuk penghitungan indeks perataan laba tahun 2004 (mengingat salah satu 46
unsur dari formula indeks ini adalah n-1). Artinya, peneliti melakukan pengamatan terhadap enam puluh Laporan Tahunan sampel ditambah dua puluh Laporan Laba Rugi. Setelah melalui serangkaian pengumpulan data sekunder, ditemukan lima Laporan Tahunan yang tidak menyediakan informasi memadai terkait variabel-variabel independen yang dibutuhkan. Hal ini mengakibatkan kelima data tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam pengolahan uji regresi logistik. Artinya, total data dalam uji regresi logistik adalah 55 (n= 55).
IV.2
Uji Model Regresi IV.2.1 Uji Model Fit Tabel IV.2 Hasil Uji Model Fit
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 5.348
df 7
Sig. .618
Nilai signifikansi sebesar 0,618 > 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara model dengan nilai observasinya (H0 diterima), sehingga model mampu memprediksi nilai observasi tersebut, atau dengan kata lain, model dapat diterima karena mampu memprediksikan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
47
IV.2.2 Uji Normalitas Tabel IV.3 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Dewan_ Direksi_X3 60 6.77 2.480 .121 .118 -.121 .934 .348
Komisaris_ Independen_ X4 57 .4396 .12992 .135 .128 -.135 1.019 .250
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Variabel X3 memiliki probabilitas 0,348 dan variabel X4 memiliki probabilitas 0,250 yang keduanya lebih besar daripada 0,05. Artinya, kedua variabel tersebut memiliki distribusi yang normal (H0 diterima).
IV.2.3 Uji Multikolinearitas Tabel IV.4 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients(a) Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) Sekretaris_Perusahaan_X1 .887
1.127
Komite_Audit_X2
.952
1.051
Dewan_Direksi_X3
.878
1.139
.974
1.026
Komisaris_Independen_X4 a Dependent Variable: Perataan_Laba_Y
48
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa seluruh variabel independen dalam penelitian ini memiliki VIF < 5. Artinya, tidak terjadi persoalan multikolinearitas dalam model regresi (H0 diterima).
IV.3
Statistik Deskriptif Berikut ini adalah tabel output SPSS untuk Descriptive dalam Descriptive
Statistics beserta interpretasinya, dilengkapi oleh interpretasi tabel Frequency (lihat Lampiran 2). Tabel IV.5 Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N Sekretaris_Perusahaan_ X1 Komite_Audit_X2 Dewan_Direksi_X3 Komisaris_Independen_ X4 Perataan_Laba_Y Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
57
0
1
.89
.310
57 60
0 2
1 13
.88 6.77
.331 2.480
57
.17
.75
.4396
.12992
60 55
0
1
.65
.481
Hasil perhitungan indeks Eckel menunjukkan bahwa terjadi indikasi praktek perataan laba sebesar 65% dari total 60 Laporan Laba Rugi yang diamati dalam penelitian ini (lihat Lampiran 2). Hal ini didukung dengan mean perataan laba yang menunjukkan angka mendekati 1, yang artinya secara rata-rata, emiten yang dijadikan sampel melakukan perataan laba.
49
Kemudian untuk variabel keberadaan Sekretaris Perusahaan dan Komite Audit juga menunjukkan mean mendekati 1, yang berarti bahwa secara rata-rata, emiten telah memiliki Sekretaris Perusahaan dan Komite Audit yang memenuhi syarat. Hal ini diperkuat oleh hasil output tabel Frequency yang menunjukkan bahwa sebanyak 51 Laporan Tahunan mengungkapkan keberadaan Sekretaris Perusahaan yang memenuhi syarat, dan sebanyak 50 Laporan Tahunan mengungkapkan keberadaan Komite Audit yang memenuhi syarat. Rata-rata ukuran Dewan Direksi adalah 6,77 atau dapat dibulatkan menjadi 7 orang. Ukuran minimum dalam sampel adalah 2 orang, dan ukuran maksimum adalah 13 orang. Mengenai ukuran minimum tersebut sesungguhnya bertentangan dengan jumlah minimum yang disyaratkan oleh Bank Indonesia yaitu minimum 3 orang direktur. Dalam penelitian ini, hanya ditemukan satu sampel yang melakukan pelanggaran tersebut. Rata-rata komposisi Komisaris Independen telah melebihi komposisi yang disyaratkan oleh Bursa Efek Indonesia yaitu sebesar 30%. Frekuensi tertinggi dari komposisi Dewan Komisaris Independen adalah 50%, dan frekuensi terendah adalah 17%, 25%, 60% dan 75%, sedangkan komposisi terkecil dalam sampel adalah 17% dan komposisi terbesar 75%. Berdasarkan hasil statistik deskriptif ini, diketahui hanya terdapat 4 Laporan Tahunan yang mengungkapkan komposisi Dewan komisaris Independen di bawah 30%. Berdasarkan hasil statistik deskriptif ini, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bank yang mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia telah memenuhi indikator-indikator dipenuhinya good corporate governance.
50
IV.4
Uji Regresi Logistik Berikut ini adalah output dari analisa binary logistic regression disertai dengan
interpretasinya masing-masing. Perbandingan dengan hasil uji hipotesis penelitian lain akan diuraikan dalam subbab selanjutnya.
1.
Model Summary Tabel IV.6 R Square
Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 62.356a .178
Nagelkerke R Square .242
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R Square pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Oleh karena itu, Nagelkerke R Square yang merupakan modifikasi dari Cox & Snell di mana nilainya bervariasi dari 0-1, akan lebih mudah untuk diinterpretasikan sebagaimana interpretasi atas R Square pada multiple regression atau Pseudo R-Square dalam multinominal logistic regression. Nagelkerke R Square pada tabel di atas menunjukkan nilai sebesar 0,242 atau 24%. Hal ini berarti, variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel-variabel independen sebesar 24%. Artinya, seluruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara serentak pada kisaran 24%, sedangkan 76% 51
lainnya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Ada pun variabel-variabel lain yang telah teruji memiliki pengaruh terhadap praktek perataan laba antara lain tingkat profitabilitas (Archibald (1967), White (1970), Ashari dkk (1994), Carlson dan Chenchuramaiah (1997)), kelompok usaha/jenis industri (Belkaoui dan Picur(1984), Albretch dan Richardson (1990), Ashari (1994)), ukuran perusahaan yang diukur dari total aktiva (Moses (1987), Machfoedz (1994), Albretch et. al) dan masih banyak lagi.
2.
Variabel in the Equation Tabel IV.7 Signifikansi dan Koefisien Regresi
Variables in the Equation
B Step a 1
Sekretaris_Perusahaan_ X1 Komite_Audit_X2 Dewan_Direksi_X3 Komisaris_Independen_ X4 Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
-2.123
1.263
2.824
1
.093
.120
.010
1.424
-1.950 .381
1.212 .147
2.589 6.728
1 1
.108 .009
.142 1.464
.013 1.098
1.530 1.954
-1.721
2.467
.487
1
.485
.179
.001
22.521
2.389
1.912
1.562
1
.211
10.907
a. Variable(s) entered on step 1: Sekretaris_Perusahaan_X1, Komite_Audit_X2, Dewan_Direksi_X3, Komisaris_Independen_X4.
Melalui tabel di atas, dapat diperoleh suatu persamaan regresi logistik sebagai berikut. P Ln ----------- = 2,389 + (-2,123) X1 + (-1,950) X2 + 0,381 X3 + (-1,721) X4 1-p
52
Signifikansi (Sig.) pada tabel di atas menunjukkan pengaruh masing-masing variabel independen (secara parsial) terhadap variabel dependen. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 10%, sehingga suatu variabel independen dianggap memiliki pengaruh yang signifikan apabila nilai signifikansinya (Sig.) lebih kecil daripada 0,1. Meski demikian, perbandingan dengan tingkat signifikansi 5% akan tetap diuraikan dalam bagian ini. Berikut ini adalah signifikansi untuk masing-masing variabel independen beserta koefisien regresi (nilai B dalam tabel), dilengkapi dengan interpretasi yang disajikan untuk menjawab rumusan masalah serta membutkikan Ha.1-Ha.4 dalam penelitian ini.
Variabel X1 (Keberadaan Sekretaris Perusahaan yang Memenuhi Syarat) Tingkat signifikansi 0,093 lebih besar daripada 0,05 (tingkat signifikansi 5%), namun masih lebih kecil dari 0,1 (tingkat signifikansi 10%). Artinya, masih terdapat pengaruh yang signifikan antara keberadaan Sekretaris Perusahaan terhadap praktek perataan laba (H0 ditolak). Maka, apabila signifikansi 10% digunakan dalam penelitian ini, kemungkinan terjadinya kesalahan atas hipotesa yang diambil adalah sebesar 9,3%, atau dengan kata lain, terdapat probabilitas sebesar 9,3% di mana ternyata keberadaan Sekretaris Perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktek perataan laba. Penelitian dengan jumlah sampel lebih banyak dan dalam rentang waktu yang lebih panjang mungkin dapat menunjukkan hasil yang lebih akurat. Koefisien regresi -2,123 menunjukkan pengaruh negatif (berlawanan). Hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel Keberadaan Sekretaris Perusahaan = 1 (terdapat Sekretaris Perusahaan yang memenuhi syarat), maka variabel perataan laba = 0 (tidak
53
terjadi perataan laba). Artinya, keberadaan Sekretaris Perusahaan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya perataan laba, atau sebaliknya, ketiadaan Sekretaris Perusahaan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perataan laba. Meskipun tidak dalam tingkat yang sangat signifikan, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa keberadaan Sekretaris Perusahaan cukup efektif untuk menghindari dilakukannya perataan laba oleh pihak manajemen (Ha.1 diterima). Hal ini dikarenakan keberadaan Sekretaris Perusahaan dapat menjadi penghubung antar pihak-pihak yang berkepentingan, sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterbukaan informasi, yang mana hal tersebut dapat mengurangi asimetri informasi dan memperkecil peluang manajemen untuk melakukan perataan laba. Mengenai pengaruh Sekretaris Perusahaan terhadap praktek perataan laba yang tidak dapat dikategorikan sangat signifikan tersebut mungkin disebabkan tidak terdapat peraturan yang konsisten mengenai penunjukkan sekretaris itu sendiri. Posisi Sekretaris Perusahaan dapat diisi oleh seorang Direktur, namun dengan beberapa ketentuan bisa pula diisi oleh orang yang berada di luar jajaran direksi, di mana kedua hal ini mungkin memiliki tingkat signifikansi yang berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap praktek perataan laba.
Variabel X2 (Keberadaan Komite Audit yang Memenuhi Syarat) Tingkat signifikansi 0,108 lebih besar daripada 0,1 yang dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan Komite Audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba (H0 diterima, Ha.2 ditolak). Akan tetapi, selisih nilai signifikansi ini hanya sebesar
54
0,008 sehingga meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan, masih terdapat sedikit pengaruh antara keberadaan Komite Audit terhadap praktek perataan laba. Koefisien regresi sebesar -0,1950 menunjukkan bahwa ketiadaan Komite Audit yang memenuhi syarat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perataan laba. Meskipun tidak signifikan, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa keberadaan Komite Audit cukup efektif untuk meningkatkan kualitas keterbukaan informasi serta untuk menjalankan fungsinya dalam pengawasan internal sehingga dapat memperkecil peluang untuk dilakukannya perataan laba oleh pihak manajemen. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam suatu Komite Audit telah berhasil membentuk suatu komite yang cukup efektif dalam menjalankan fungsinya. Yang pertama syarat berupa diharuskannya melibatkan Komisaris Independen sebagai Ketua Komite Audit, serta syarat bahwa seluruh anggota Komite Audit tidak boleh terlibat dalam kegiatan manajemen sehari-hari, yang mana kedua syarat tersebut dapat meningkatkan objektivitas Komite Audit dalam menjalan fungsi pengawasan internal. Namun demikian, ketiadaan pengaruh yang signifikan antara keberadaan Komite Audit terhadap praktek perataan laba mungkin dikarenakan minimnya ukuran Komite Audit yang disyaratkan oleh BI, BEI, dan Bapepam. Syarat minimun yang terbilang kecil (3 orang) dapat membuat para emiten merasa cukup hanya dengan memiliki Komite Audit beranggotakan tiga orang saja. meskipun secara logika, seharusnya ukuran suatu komite dalam perusahaan bervariasi untuk setiap perusahaan disesuaikan dengan tingkat kompleksitasnya.
55
Variabel X3 (Ukuran Dewan Direksi) Ukuran Dewan Direksi memiliki pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap praktek perataan laba (H0 ditolak, Ha.3 diterima). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,009 yang berada jauh di bawah tingkat signifikansi 5% sekalipun. Dalam penelitian ini, ukuran Dewan Direksi merupakan variabel independen yang paling mempengaruhi praktek perataan laba. Nilai koefisien regresi 0,381 menunjukkan terdapat pengaruh yang searah antara ukuran Dewan Direksi dengan paktek perataan laba. Artinya, peningkatan jumlah Dewan Direksi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perataan laba. Atau dengan kata lain, semakin banyak jumlah Dewan Direksi semakin membuka peluang untuk dilakukannya perataan laba. Komposisi Dewan Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat, dan cepat serta dapat bertindak independen. Maka berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ukuran direksi yang terlalu besar dapat menghambat efektivitas peranan Dewan Direksi dalam industri perbankan. Keputusan yang efektif dan tepat akan sulit dilakukan dengan cepat apabila melibatkan terlalu banyak orang sehingga mengakibatkan sulitnya koordinasi antar direktur. Selain itu, permasalahan koordinasi tersebut dapat mengakibatkan pengawasan direksi terhadap kinerja manajer menjadi tidak optimal sehingga membuka lebih banyak peluang bagi manajer untuk melakukan perataan laba. Selain itu, untuk mencapai efektivitas dalam struktur direksi, diperlukan pula suatu alur komunikasi yang baik antar direktur, serta alur komunikasi yang baik antara direksi dengan komite-komite eksekutif (komite yang bertanggung jawab langsung
56
kepada Dewan Direksi). Oleh karena itu, ukuran Dewan Direksi yang terlalu besar akan membuat alur komunikasi tersebut menjadi semakin kompleks, dan pengendalian Direksi terhadap komite-komite eksekutif semakin sulit untuk dilakukan. Misalnya, pengawasan direksi terhadap kinerja Satuan Kerja Audit Intern yang memegang peranan penting dalam internal control perusahaan dapat menjadi kurang maksimal karena ukuran Dewan Direksi yang terlalu besar.
Variabel X4 (Komposisi Dewan Komisaris Independen) Nilai signifikansi sebesar 0,485 menunjukkan bahwa komposisi Dewan Komisaris Independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktek perataan laba (H0 diterima, Ha.4 ditolak). Ada pun nilai koefisien regresi sebesar -1,721 menunjukkan bahwa semakin besar komposisi Dewan Komisaris Independen maka semakin kecil kemungkinan terjadinya perataan laba. Tidak efektifnya peranan Dewan Komisaris dapat diakibatkan kurangnya kesadaran akan pentingnya posisi Komisaris dalam lingkungan perusahaan yang bersangkutan. Pada prakteknya, Dewan Komisaris seringkali memainkan peran pasif dan dianggap tidak memiliki manfaat. Padahal seharusnya, Dewan Komisaris merupakan inti dari terlaksananya good corporate governance, yaitu dalam hal mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan dan mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Selain itu, penempatan Komisaris Independen seringkali dilakukan hanya untuk sekedar memenuhi ketentuan formal (misalnya ketentuan komposisi minimun 30% yang disyaratkan oleh BEI) meskipun kenyataannya para komisaris tersebut tidak banyak memegang kendali perusahaan.
57
IV.5
Perbandingan Hasil Penelitian Secara umum, peneliti belum pernah menemukan penelitian lain yang
menggunakan variabel 100% sama dengan penelitian ini. Variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian ini diambil dari penelitian-penelitian lain yang terpisah. Variabel dependen (Y = perataan laba) diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Suwito (2005), Salho dan Baridwan (2000), dan Masodah (2007). Variabel-variabel independen dalam penelitian ini sebagian diambil dari penelitian lain yang menggunakan manajemen laba sebagai variabel dependennya. Dasar pengambilan variabel tersebut adalah bahwa perataan laba merupakan salah satu teknik dalam manajemen laba. Variabel keberadaan Komite Audit diambil dari penelitian Nasution dan Setiawan (2007), kemudian variabel ukuran Dewan Direksi diambil dari penelitian Darmawati (2003), variabel komposisi Dewan Komisaris Independen diambil dari penelitian Nasution et. al. serta Ujiyantho et. al. Sedangkan untuk pemilihan variabel keberadaan Sekretaris Perusahaan adalah murni hasil pemikiran peneliti. Kalau pun ada kesamaan dengan penelitian lain dalam hal variabel keberadaan Sekretaris Perusahaan, maka kesamaan itu berada di luar pengetahuan peneliti. Berdasarkan
uraian
di
atas,
dalam
bagian
ini
peneliti
hanya
akan
membandingkan hasil penelitian dengan peneliti lain dalam hal variabel perataan laba, keberadaan Komite Audit, ukuran Dewan Direksi, dan komposisi Komisaris Independen.
58
Perbandingan Untuk Variabel Y (Perataan Laba) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65% sampel melakukan perataan laba. Hal ini konsisten dengan penelitian Herawaty et. al., Salho et. al. dan Masodah yang menunjukkan bahwa mayoritas sampel melakukan perataan laba. Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam hal pemilihan tingkat laba yang diuji. Ketiga penelitian tersebut menggunakan laba bersih sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan laba operasional. Bila dibandingkan dengan indeks perataan yang juga pada tingkat laba operasional dalam penelitian Ashari, Koh, Tan, dan Wong (1994) sebagaimana tercantum dalam Herawaty et. al., memang terdapat indikasi perataan laba (income smoothing) dengan menggunakan laba operasional sebagai sasaran utama. Mengenai kesamaan populasi penelitian, Masodah juga menggunakan industri perbankan sebagai populasi dalam penelitiannya. Sedangkan penelitian Herawaty et. al., Salho et. al, dan Ashari et. al. meneliti populasi perusahaan publik yang terdaftar di BEI tanpa ada spesifikasi khusus mengenai jenis industrinya. Akan tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil indeks perataan laba dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian lain dalam bidang perataan laba.
Perbandingan Untuk Variabel X2 (Keberadaan Komite Audit) Dalam penelitian lain yang membahas manajemen laba secara umum, dibuktikan bahwa keberadaan Komite Audit berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba, di mana keberadaan Komite Audit mampu mengurangi tindak manipulasi laba oleh manajemen (Nasution et. al.). Menurut Nasution et. al., hasil
59
tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Xie, Davidson, Dadalt (2003), Veronica dan Bachtiar (2004), Wedari (2004), dan Wilopo (2004). Hasil penelitian tersebut jelas bertentangan dengan hasil penelitian ini, di mana pengaruh keberadaan Komite Audit terhadap perataan laba tidaklah signifikan. Namun demikian, koefiesien regresinya menunjukkan hasil serupa, yaitu bahwa keberadaan Komite Audit dapat mengurangi tindak perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Utama dan Veronica (2005) yang menyatakan bahwa keberadaan Komite Audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba (hasil ini dicantumkan dalam penelitian Nasution et. al.). Hanya penelitian Utama et. al. inilah yang menurut pengetahuan peneliti, menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini.
Perbandingan Untuk Variabel X3 (Ukuran Dewan Direksi) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara ukuran dewan direksi dengan praktek perataan laba. Sebagaimana dikutip Darmawati (2003), hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dechow (1996), Beasley (2000), Klein (2000) dan Chtourou (2001) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara ukuran Dewan Direksi dengan praktek manajemen laba. Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningdyah yang menunjukkan bahwa ukuran Dewan Direksi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba. Akan tetapi dari segi
60
koefisien regresinya, penelitian Widyaningdyah tersebut menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini, yaitu ukuran Dewan Direksi berpengaruh searah dengan manajemen laba. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Jensen, sebagaimana dikutip oleh Widyaningdyah, yang menunjukkan hasil yang konsisten dengan penelitian ini, yaitu bahwa ukuran Dewan Direksi berpengaruh positif secara signifikan terhadap praktek manajemen laba.
Perbandingan Untuk Variabel X4 (Komposisi Dewan Komisaris Independen) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komposisi Dewan Komisaris Independen terhadap praktek perataan laba. Sebagaimana tercantum dalam Nasution et. al., hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Utama et. al, Klein (2002), dan Boediono (2005). Sebaliknya, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution et. al. dan Ujiyantho et. al. yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara komposisi Dewan Komisaris Independen dengan praktek manajemen laba. Namun demikian, bila dlihat dari nilai koefisien yang negatif, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Klein dan Nasution et. al., namun berlawanan dengan penelitian Ujiyantho et. al.
Perbedaan-perbedaan hasil penelitian yang diuraikan di atas mungkin terjadi karena hal-hal berikut ini:
61
1. Perbedaan populasi, misalnya dalam hal jenis industri, di mana seringkali terdapat peraturan-peraturan yang khusus mengikat suatu industri tertentu, sehingga tingkat kepatuhan terhadap good corporate governance antar industri dapat bervariasi antara satu industri dengan industri lainnya. Contohnya, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance yang hanya ditujukan bagi bank umum di Indonesia. Selain itu, perbedaan negara asal populasi juga dapat mempengaruhi perbedaan hasil penelitian; 2. Perbedaan variabel dependen, di mana seluruh pembanding variabel independen di atas merupakan variabel-variabel atas penelitian yang menguji pengaruhnya terhadap variabel manajemen laba (sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen perataan laba); dan 3. Perbedaan rentang waktu pengamatan, di mana hal-hal yang mempengaruhi suatu variabel di waktu yang lalu belum tentu sama dengan hal-hal yang mempengaruhi variabel tersebut saat ini.
62