BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Jumlah bank umum konvensional di Indonesia yang terdaftar di Bank Indonesia hingga Desember 2014 adalah sebanyak 109 bank umum konvensional. Dimana tercatat 38 bank umum konvensional telah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 38 bank tersebut 3 (tiga) bank baru terdaftar di BEI pada tahun 2014 dan 1 (satu) bank mengalami suspensi di BEI. Sesuai dengan PBI Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan SEBI No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, maka bank memiliki kewajiban pengungkapan risiko yang harus diungkapkan dalam Annual Report. Ketentuan tersebut diterbitkan pada tahun 2012 dan mulai berlaku/diimplementasikan bagi seluruh bank di Indonesia pada saat menyusun Annual Report tahun 2012. Guna kepentingan penelitian ini maka selanjutnya dikumpulkan Annual Report bank umum konvensional yang telah go public pada tahun 2012 dan 2013. Hingga akhirnya diperoleh Annual Report lengkap 34 bank dengan jumlah sampel sebanyak 68 Annual Report.
66
4.2. Analisis Hasil Penelitian Analisis dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu analisis deskriptif sebagai tahap pertama untuk mendeskripsikan klasifikasi variabel yang akan diteliti. Kemudian tahap kedua melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat analisis regresi linear berganda dan tahap ketiga melakukan uji hipotesis untuk melihat variabel independen mana yang signifikan mempengaruhi tingkat pengungkapan risiko perbankan.
1. Statistik Deskriptif Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dan 2013 dengan sampel sebanyak 34 bank konvensional yang telah Tbk, dimana diperoleh sejumlah 34 bank x 2 tahun = 68 data observasi. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, sedangkan variabel dependennya adalah Risk Disclosure Score (RDS). Data untuk variabel ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan dan Risk Disclosure Score (RDS) diperoleh melalui perhitungan yang diolah berdasarkan laporan keuangan tahunan yang diperoleh dari BEI. Statistik deskriptif yang akan dibahas meliputi: jumlah data (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, serta standar deviasi untuk masing-masing variabel, seperti terlihat pada tabel 4.1.
67
Tabel 4.1 Deskripsi variabel Penelitian Observasi Awal Descriptive Statistics N ASSET ROA SAHAM KOMISARIS RAPAT BI RDS Valid N (listwise)
68 68 68 68 67 68 68 67
Minimum Maximum 1048.15 733099.76 -.01 .05 .00 .51 2.00 9.00 4.00 79.00 .00 1.00 23.53 100.00
Mean 105400.2 .0219 .2261 4.9853 17.7761 .2353 80.7957
Std. Deviation 170083.31358 .01340 .16017 1.80788 16.96326 .42734 17.88342
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.1, dapat kita lihat untuk nilai minimum variabel ukuran bank yaitu senilai 1048,15 dan nilai maksimum 733099,766 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 105400,2 dengan standar deviasi sebesar 170083,313. Nilai minimum untuk variabel profitabilitas yaitu senilai -0,01 dan nilai maksimum 0,05 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,02 dengan standar deviasi sebesar 0,013. Nilai minimum untuk variabel jumlah kepemilikan saham publik yaitu senilai 0,00 dan nilai maksimum 0,51 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,22 dengan standar deviasi sebesar 0,160. Nilai minimum untuk variabel jumlah anggota dewan komisaris yaitu senilai 2 dan nilai maksimum 9 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 4,98 dengan standar deviasi sebesar 1,807. Nilai minimum untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris yaitu senilai 4 dan nilai maksimum 79 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 17,77 dengan standar deviasi sebesar 16,963. Nilai minimum untuk variabel adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan yaitu senilai 0,00 dan nilai maksimum 1 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 0,23 dengan standar deviasi
68
sebesar 0,427. Nilai minimum untuk variabel RDS yaitu senilai 23,53 dan nilai maksimum 100 dan nilai rata-rata nya yaitu sebesar 80,79 dengan standar deviasi sebesar 17,883.
2. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian jenis ini digunakan untuk menguji asumsi, apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi asumsi klasik layak uji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa multikorelasi dan heteroskedastisitas tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang digunakan terdistribusi normal. Jika semua itu terpenuhi bahwa model analisis telah layak digunakan (Gujarati, 2008). Uji asumsi klasik ini akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Uji Normalitas Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan mengamati grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan melalui perhitungan SPSS. Apabila grafik tersebut menunjukkan titik-titik yang menyebar disekitar garis lurus diagonal dan mengikuti arah garis tersebut atau berada disekitar dan sepanjang garis 45°, maka regresi memiliki distribusi data normal, sebaliknya jika titik-titik menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis tersebut, maka regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2012, 119).
69
Selain itu juga uji normalitas data bisa dilakukan melalui uji KolmogorovSmirnov. Kriteria uji, tolak Ho atau data tidak terdistribusi normal jika nilai probabilitas lebih rendah dibandingkan 0,05. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 13. Berikut merupakan hasilnya: Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b
Unstandardiz ed Residual 67 .0000000 13.69611993 .145 .058 -.145 1.185 .121
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
Adapun grafik plot penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Grafik Plot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: RDS 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
70
Tabel di atas merupakan output SPSS 13 untuk pengujian normalitas data. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai probabilitas sebesar 0,121 karena nilai probabilitas tersebut lebih tinggi dibandingkan 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa data mengikuti pola distribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menunjukkan apakah terdapat hubungan (korelasi) yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel bebas yang terdapat dalam model, yaitu koefisien korelasinya tinggi atau bahkan satu (Algifari, 2000, 84). Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan melihat harga VIF (Variance Inflation Factor) melalui SPSS. Apabila nilai tolerance-nya diatas 0,1 dan VIF dibawah 10, maka model regresi bebas
dari
multikolinieritas
(Ghozali,
2014,
34).
Adapun
hasil
uji
multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model 1
ASSET ROA SAHAM KOMISARIS RAPAT BI
Collinearity Statistics Tolerance VIF .442 2.261 .682 1.467 .693 1.442 .600 1.668 .592 1.688 .792 1.263
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13
71
Tabel 4.3 di atas merupakan hasil output SPSS pengujian multikolinieritas data. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai VIF berada di bawah 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada variabel bebas.
c. Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap variabel bebas dengan nilai mutlak residualnya menggunakan korelasi Rank Spearman. Kriteria uji tolak Ho atau terdapat heteroskedastisitas jika nilai probabilitas korelasi lebih rendah dibandingkan 0,05. Selain itu dapat pula dengan menggunakan Metode Grafik. Metode Grafik melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Ghozali, 2014, 47). Pada tabel 4.4 berikut ini akan ditampilkan mengenai hasil uji Rank Spearman.
72
Tabel 4.4 Hasil Rank Spearman Correlations
Spearman's rho
ASSET
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
ROA
SAHAM
KOMISARIS
RAPAT
BI
Unstandardized Residual
Unstandardized Residual .017 .892 67 .010 .933 67 -.083 .505 67 -.092 .461 67 -.063 .612 67 .092 .457 67 1.000 . 67
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Adapun diagram Scatter Plot disajikan pada Gambar 4.2 berikut ini. Gambar 4.2 Diagram Scatter Plot Scatterplot
Dependent Variable: RDS
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Studentized Residual
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Tabel 4.4 di atas menggambarkan hasil output SPSS pengujian heteroskedastisitas. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai
73
probabilitas korelasi untuk variabel adalah lebih dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada semua variabel dan pada gambar scatterplot titik-titik tersebut menyebar secara acak, yang artinya tidak terdapat heterokedastisitas.
3. Uji Hipotesis Untuk melihat pengaruh ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, maka digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:
RDS = α+β1CSIZE+β2PROFIT+β3ISSUE+β4BSIZE+β5RPTDEKOM+β6BIDEKOM
Dimana: RDS CSIZE PROFIT ISSUE BSIZE RPTDEKOM BIDEKOM
= Risk Disclosure Score = Ukuran Bank = Profitabilitas = Jumlah Kepemilikan Saham Publik = Jumlah Anggota Dewan Komisaris = Jumlah Rapat Dewan Komisaris = Adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan α = Konstanta β1, β2, β3, β4, β5, β6 = Koefisien Regresi
Hasil pengolahan software SPSS untuk analisis regresi berganda disajikan pada tabel berikut:
74
Tabel 4.5 Analisis Regresi Berganda Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 72.799 7.002 ASSET 3.37E-005 .000 ROA -384.614 166.087 SAHAM 18.629 13.214 KOMISARIS 1.438 1.256 RAPAT .241 .135 BI -9.989 4.625
Standardized Coefficients Beta .339 -.292 .176 .154 .241 -.253
t 10.397 2.164 -2.316 1.410 1.145 1.783 -2.160
Sig. .000 .034 .024 .164 .257 .080 .035
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, diperoleh bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: RDS = 72.79 + 3,37x10-05 CSIZE – 384.6 PROFIT + 18.62 ISSUE + 1.43 BSIZE+ 0.24 RPTDEKOM – 9.98 BIDEKOM
Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel bebasnya. Dari persamaan regresi linier berganda diatas diperoleh nilai konstanta sebesar 72,79. Artinya, jika variabel tingkat pengungkapan risiko perusahaan tidak dipengaruhi oleh keenam variabel bebasnya, maka besarnya akan bernilai 72,79. Tanda koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari variabel yang bersangkutan dengan Pencapaian. Koefisien regresi untuk variabel bebas ukuran bank (CSIZE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara ukuran bank dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien
75
regresi variabel ukuran bank (CSIZE) sebesar 3,37x10-05 mengandung arti untuk setiap pertambahan ukuran bank (CSIZE) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 3,37x10-05. Koefisien regresi untuk variabel bebas profitabilitas (PROFIT) bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan dua arah antara profitabilitas dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel profitabilitas (PROFIT) sebesar 384,6 mengandung arti untuk setiap pertambahan profitabilitas sebesar satu satuan akan menyebabkan menurunnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 384,6. Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE) dengan tingkat pengungkapan risiko Perusahaan. Koefisien regresi variabel kepemilikan saham publik (ISSUE) sebesar 18,62 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah kepemilikan saham publik (ISSUE)
sebesar
satu
satuan
akan
menyebabkan
meningkatnya
tingkat
pengungkapan risiko perusahaan sebesar 18,62. Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE) sebesar 1,43 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE)
sebesar
satu
satuan
akan
menyebabkan
meningkatnya
tingkat
pengungkapan risiko perusahaan sebesar 1,43.
76
Koefisien regresi untuk variabel bebas jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) dengan tingkat pengungkapan risiko perusahaan. Koefisien regresi variabel jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) sebesar 0,24 mengandung arti untuk setiap pertambahan jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan sebesar 0,24. Koefisien regresi untuk variabel bebas adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan dua arah antara adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) dengan Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Koefisien regresi variabel komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) sebesar 9,98 mengandung arti untuk adanya komisaris berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan (BI) akan menyebabkan meningkatnya tingkat pengungkapan risiko perusahaan sebesar 9,98.
a. Uji Parsial (Uji t) Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabelvariabel bebas secara parsial atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji t. Hipotesis:
77
1) Ho1 : β1 = 0
Ukuran bank (CSIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha1 : β1 ≠ 0
Ukuran bank (CSIZE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
2) Ho2 : β2 = 0
Profitabilitas (PROFIT) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha2 : β2 ≠ 0
Profitabilitas (PROFIT) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
3) Ho3 : β 3 = 0
Jumlah kepemilikan saham (ISSUE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Ha3 : β 3 ≠ 0
Jumlah kepemilikan saham (ISSUE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
4) Ho4 : β 4 = 0
Jumlah anggota komisaris
(BSIZE)
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha4 : β 4 ≠ 0
Jumlah anggota komisaris (BSIZE) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
5) Ho5 : β 5 = 0
Jumlah
rapat
dewan
komisaris
(RPTDEKOM)
tidak
berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha5 : β 5 ≠ 0
Jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
78
6) Ho6 : β 6 = 0
Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas
perbankan
(BIDEKOM)
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha6 : β 6 ≠ 0
Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. α = 5% Statistik Uji : thit
=
b Se(b)
, derajat bebas = n-k-1
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel 2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.6 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 72.799 7.002 ASSET 3.37E-005 .000 ROA -384.614 166.087 SAHAM 18.629 13.214 KOMISARIS 1.438 1.256 RAPAT .241 .135 BI -9.989 4.625
Standardized Coefficients Beta .339 -.292 .176 .154 .241 -.253
t 10.397 2.164 -2.316 1.410 1.145 1.783 -2.160
Sig. .000 .034 .024 .164 .257 .080 .035
a. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan tabel 4.6 di atas diperoleh hasil sebagai berikut:
79
1. Untuk variabel Ukuran Bank (CSIZE) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,164. Karena t hitung (2,164) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ukuran Bank (CSIZE) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 2. Untuk variabel Profitabilitas (PROFIT) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,316. Karena t hitung (2,316) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Profitabilitas (PROFIT) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 3. Untuk variabel Jumlah Kepemilikan Saham (ISSUE) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,410. Karena t hitung (1,410) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Jumlah Kepemilikan Saham (ISSUE) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 4. Untuk variabel Jumlah Anggota Komisaris (BSIZE) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,145. Karena t hitung (1,145) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Jumlah Anggota Komisaris (BSIZE) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. 5. Untuk variabel Jumlah Rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) diperoleh nilai t hitung sebesar 1, 783. Karena t hitung (1,783) < t tabel (1,99) maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris (RPTDEKOM) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
80
6. Untuk variabel Adanya komisaris berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,159. Karena t hitung (2,159) > t tabel (1,99) maka Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Latar belakang Komisaris (BIDEKOM) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
b. Uji Simultan (Uji F) Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabelvariabel bebas secara bersama-sama atas suatu variabel tidak bebas maka digunakan uji F. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari ukuran bank, profitabilitas, jumalh kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan Pengawas perbankan secara simultan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari ukuran bank, profitabilitas,
jumalh
kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan Pengawas perbankan secara simultan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. α = 5%
81
Statistik Uji:
F=
R 2 (n − k − 1) k 1− R2
(
)
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika F hitung < F tabel 2. Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel F tabel = F α ; (df1, df2) ; df1 = k , df2 = n-k-1 Hasil uji F berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut: Tabel 4.7 Pengujian Hipotesis Secara Overall (Uji F) ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 6665.169 12380.524 19045.693
df 6 60 66
Mean Square 1110.861 206.342
F 5.384
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET b. Dependent Variable: RDS
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Dari Tabel 4.7 diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 5,384. Karena nilai F hitung (5,384) > F tabel (2,25), maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan.
82
c. Uji Determinasi (Uji R2) Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan digunakan analisis korelasi berganda (R). Tabel 4.8 Analisis Korelasi Berganda Model Summary Model 1
R .592a
R Square .350
Adjusted R Square .285
Std. Error of the Estimate 14.36461
a. Predictors: (Constant), BI, ROA, SAHAM, KOMISARIS, RAPAT, ASSET
Sumber: Data Penelitian yang diolah menggunakan SPSS 13.
Berdasarkan hasil output software SPSS di atas, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,592. Koefisien determinasi yang telah disesuaikan sebesar 28,5% menunjukkan bahwa kontribusi ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan sebesar 28,5% sedangkan sisanya sebesar 71,5% merupakan kontribusi variabel lain.
83
4.3. Pembahasan 1. Pengaruh ukuran bank terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah ukuran bank memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 3,37x1005
dengan nilai signifikansi sebesar 0,034, dimana nilai ini signifikan pada tingkat
signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ukuran bank memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa proporsi naik dan turunnya ukuran perusahaan mempengaruhi terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hasil ini sejalan dengan teori yang berkembang bahwa ukuran bank, yang direpresentasikan dengan total aset, memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Dimana perusahaan dengan aset yang semakin besar akan mengungkapkan risiko lebih baik dibandingkan dengan perusahaan dengan aset kecil. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bank konvensional yang telah Tbk dengan semakin besar total asetnya maka akan semakin baik skor tingkat pengungkapan risikonya kepada publik. Hal ini disebabkan karena bank selain ingin menunjukkan kinerjanya kepada publik juga perlu menunjukkan kinerjanya
84
dalam mengelola risiko, sehingga semakin besar total aset yang dimiliki maka semakin baik pengelolaan risiko. Hubungan antara skor pengungkapan risiko (RDS) dengan besarnya total aset dapat dilihat misalnya pada bank-bank seperti: a. BNI dengan total asset Rp. 386,65 Triliun, b. BRI dengan total asset Rp. 626,18 Triliun dan c. Bank Mandiri dengan total asset Rp. 733,10 Triliun Ketiganya memiliki skor RDS = 100 di tahun 2013. Dengan demikian hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linsley dan Shrives (2006), Hossain (2008), Elzahar dan Hussainey (2012), Juhmani (2013), Abdallah dan Hasan (2014), dan Al-Shammari (2014) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
2. Pengaruh profitabilitas terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis kedua yang diajukan pada penelitian ini adalah profitabilitas berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) pada industri perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel profitabilitas perusahaan sebesar -384,6 dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat diterima. Sementara nilai koefiesien regresi yang negatif, perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian
85
selanjutnya, hal ini diduga karena penelitian ini dilakukan hanya dalam 2 (dua) periode saja yaitu tahun 2012 dan 2013. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, ini menunjukkan bahwa naik dan turunnya profitabilitas perusahaan mempengaruhi tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Profitabilitas adalah salah satu penilaian kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu peningkatan laba. Selain itu laba berperan penting dalam menarik minat investor (Gitman 2012, 79). Profitabilitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan rasio ROA. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa bank konvensional yang telah Tbk dan memiliki profitabilitas tinggi juga memiliki tingkat pengungkapan risiko yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri di tahun 2013 memiliki rasio ROA lebih besar dari 3 (sementara rata-rata rasio ROA 34 bank adalah 2,19), dimana RDS nya adalah 100. Oleh sebab itu, semakin besar profitabilitas suatu bank maka semakin besar keinginan bank tersebut mengungkapkan kepada publik, dalam hal ini termasuk juga pengungkapan risiko. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Hossain (2008) dan penelitian Al-Moataz dan Hussainey (2012) yang menyatakan bahwa variabel profitabilitas perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
3. Pengaruh jumlah kepemilikan saham publik terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis ketiga yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah kepemilikan saham publik memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk
86
disclosure (pengungkapan risiko) pada industri Perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel kepemilikan saham publik sebesar 18,629 dengan nilai signifikansi sebesar 0,164, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa kepemilikan saham publik memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa jumlah kepemilikan saham publik tidak terlalu mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini dapat dipahami mengingat obyek penelitian ini adalah bank konvensional yang telah Tbk, dimana setiap perusahaan yang sudah terdaftar sebagai perusahaan Tbk di pasar modal memiliki kewajiban pengungkapan sesuai regulasi. Bagi bank di Indonesia yang telah Tbk selain harus mematuhi ketentuan pasar modal juga harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia terkait pengungkapan risiko di dalam Annual Report. Hal ini diatur dalam PBI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Sehingga dengan demikian pengungkapan risiko bagi bank yang telah Tbk menjadi suatu hal yang wajib. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Horing dan Grundl (2011) yang menyatakan bahwa cross-listing dan penyebaran kepemilikan berhubungan dengan tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
87
4. Pengaruh jumlah anggota dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis keempat yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel jumlah anggota dewan komisaris sebesar 1,438 dengan nilai signifikansi sebesar 0,257, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa adalah jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan
bahwa
jumlah
anggota
dewan
komisaris
tidak
terlalu
mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini disebabkan karena bagi bank yang telah Tbk pengungkapan risiko merupakan kewajiban sesuai regulasi yang harus dipenuhi dan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota dewan komisaris. Selain itu menurut Gregory (2001, 12-13) manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen. Sehingga dengan demikian kebijakan operasional terkait pengungkapan risiko merupakan tugas dan kewenangan Direksi, sementara Komisaris bertugas sebagai pengawas (supervisi) manajemen yang tidak memiliki kewenangan operasional langsung. Oleh sebab itu
88
jumlah Komisaris di bank konvensional yang telah Tbk tidak mempengaruhi kebijakan pengungkapan risiko secara langsung. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Suhardjanto et al. (2012), Amran et al. (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan Akhtaruddin et al (2014). Namun demikian temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Elzahar dan Hussainey (2012) yang menyatakan bahwa jumlah anggota dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
5. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis kelima yang diajukan pada penelitian ini adalah jumlah rapat dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris sebesar 0,241 dengan nilai signifikansi sebesar 0,080, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) tidak dapat diterima. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, mengindikasikan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak mempengaruhi besarnya tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini disebabkan karena pengungkapan risiko perusahaan yang dimuat dalam annual report merupakan
89
kebijakan operasional manajemen dan dibahas oleh manajemen serta jajaran dibawahnya, sehingga tidak menjadi agenda utama pembahasan dalam rapat dewan komisaris. Sehingga jumlah rapat dewan komisaris dalam setahun tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi pengungkapan risiko perusahaan. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Suhardjanto dan Dewi (2011) serta Suhardjanto et al (2012) yang menyatakan bahwa jumlah rapat anggota dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko).
6. Pengaruh adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis keenam yang diajukan pada penelitian ini adalah komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan sebesar -9,989 dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis keenam yang menyatakan bahwa adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) dapat disimpulkan memiliki pengaruh yang signifikan. Berdasarkan data empiris yang ada dan dari hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari
90
otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko). Hal ini esuai dengan teori yang berkembang bahwa dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat, aman dan penuh kehati-hatian, maka pengawasan aktif oleh pengawas perbankan sangat penting. Namun demikian pengawasan atau pengendalian internal oleh bank itu sendiri juga tidak kalah penting. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut tentu harus ditunjang dengan personalia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam hal pengawasan, utamanya pada level Komisaris atau Direksi. Sehingga akan sangat membantu bank guna mewujudkan pengawasan dan pengendalian internal yang efektif. Sejalan dengan hal tersebut maka personalia yang pernah bekerja di lembaga pengawasan seperti bank sentral memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
dalam
pengawasan
perbankan
yang
kemudian
dapat
diimplementasikan dalam proses pengendalian internal sebuah bank. Hasil penelitian ini mendukung teori tersebut dimana komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) sebuah bank.
7. Pengaruh seluruh variabel independen secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko. Hipotesis ketujuh yang diajukan pada penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang
91
pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, berpengaruh secara simultan terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) pada industri Perbankan Indonesia. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai F hitung sebesar 5,384 karena nilai F hitung (5,384) > F tabel (2,25) dan nilai signifikasi adalah 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan adanya komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan terhadap Tingkat Pengungkapan Risiko Perusahaan. Dengan demikian pada perbankan konvensional yang telah Tbk variabel independen dalam penelitian ini satu sama lain saling mempengaruhi terhadap tingkat pengungkapan risiko.
92