BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kasus Bapak Muhammad Subiat Wiranata Kusumah (SWK) pada tahun 2006 ditunjuk oleh Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug untuk menjadi Kepala Unit Bengkel Pesawat Udara (Aircraft Maintenance Department) STPI Curug. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Ketua Program Studi Teknik Pesawat Udara di Jurusan Teknik Penerbangan STPI Curug. Kondisi Unit Bengkel Pesawat Udara STPI Curug pada saat itu kurang mendukung dibandingkan dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh unit tersebut dan persyaratan sertifikasi Part 145 Certificate. Mulai dari sumber daya manusia yang meskipun memiliki skill dan pengalaman yang tinggi namun sebagian besar dari mereka hanya berijazah STM dan tidak memiliki basic license yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan tugas pokok dan fungsi. Kemudian infrastruktur dan fasilitas (perlengkapan dan peralatan) yang dimiliki oleh Aircraft Maintenance Division (AMD) STPI Curug pada saat itu sebagian besar masih berasal dari pertama kali STPI Curug didirikan pada tahun 1952. Selanjutnya terkait dengan kendala budaya organisasi yang dapat dikatakan kurang profesional dikarenakan sebagian besar staf AMD STPI Curug banyak yang bekerja part-time (double job) di perusahaan swasta.
48
49
Kasus ini menjabarkan dan memberikan gambaran mengenai proses kepemimpinan dalam memimpin perubahan yang dilakukan oleh Pak SWK di AMD STPI Curug dalam kurun waktu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Kurun waktu tersebut menjabarkan tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh Pak SWK dalam upaya untuk memperoleh sertifikasi Part 145 Certificate di AMD STPI Curug. Permasalahan SDM, fasilitas dan infrastruktur, serta budaya organisasi yang terdapat di AMD STPI Curug mengakibatkan kendala yang cukup besar dalam upaya memperoleh sertifikasi Part 145 Certificate oleh AMD STPI Curug dan menyebabkan Pak SWK menghadapi dilema yang cukup berat. Tiga poin dilema ini yang menjadi fokus utama Pak SWK dalam upaya membenahi dan melakukan perubahan di AMD STPI Curug.
4.1.1 Skenario Kasus November 2006 merupakan saat penunjukkan Pak SWK oleh Ketua STPI Curug untuk menjadi Kepala Unit Bengkel Pesawat Udara STPI Curug. Penunjukkan beliau disambut baik oleh sejumlah staf AMD. Bahkan menurut Pak E, salah seorang staf AMD bahwa dikala beredar isu bahwa akan ada penggantian Kepala Unit AMD, Pak E beserta rekan-rekan di AMD mengharapkan Pak SWK yang akan menempati posisi tersebut, dikarenakan mereka sudah mengenal Pak SWK baik secara personal maupun profesional dan memiliki track-record kerja yang baik, mereka juga menganggap Pak SWK mampu membawa AMD menjadi lebih baik.
50
Dihari pertamanya menjadi Kepala Unit AMD STPI Curug Pak SWK mengadakan rapat konsolidasi dengan seluruh Kasub-Unit dan stafnya guna menginventarisir needs dan keluhan dari masing-masing sub unit termasuk maing-masing staf. Hal yang cukup mengagetkan adalah salah seorang staf memberikan penghapus
kepada Pak SWK sambil menyampaikan dengan nada yang cukup keras “Ini sebagai simbol, anda harus bisa merubah (menghapus, red.) peraturan dan kebijakan buruk Kepala sebelumnya di sini”, menghadapi hal ini Pak SWK semakin tersadarkan bahwa sangat banyak PR yang harus diselesaikan di sini. Terbersit sebuah ide di kepala Pak SWK untuk mengulang kesuksesannya di Jurusan Teknik Penerbang dalam memperoleh Part 147 Certificate, di AMD ini beliau ingin memperoleh Part 145 Certificate agar AMD STPI Curug dapat menjadi sebuah Approved Maintenance Organization sehingga dapat menjadi sebuah Badan Layanan Umum (BLU) yang mandiri dimana nantinya akan mampu melayani demand yang tinggi di pasar yang hasil akhirnya adalah mampu menjadi sebuah institusi yang mampu membiayai kegiatan operasionalnya tanpa membebani dan bergantung pada anggaran dari pemerintah serta meningkatkan kesejahteraan stafnya. Bak gayung bersambut, seiring dengan perjalanan waktu pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan peraturan bahwa setiap Institusi di lingkungan Pemerintah Pusat dapat menjadi sebuah BLU (No. 08/PMK.02/2006) serta PP No. 23 Tahun 2005 “Pasal 1……, Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
51
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.” dengan catatan sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 2000 mengenai PNBP terpenuhi, . Sejak saat itu semakin kuatlah keinginan dan motivasi dari Pak SWK untuk memperoleh Part 145 Certificate bagi AMD STPI Curug. Jalan yang ditempuh untuk memperoleh Part 145 Certificate ternyata tidak mudah, banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah AMD dalam hal ini AMD STPI Curug mulai dari menyiapkan SDM yang qualified—memiliki basic license, fasilitas-fasilitas penunjang pekerjaan seperti tools, special tools dan spare part, serta prosedur pelaksanaan pekerjaan dan struktur organisasi yang harus sesuai dengan standar dari ICAO sebagai penerbit sertifikasi Part 145 Certificate. Perjalanan semakin panjang ketika fakta yang dihadapi oleh Pak SWK adalah hampir seluruh dari persyaratan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh AMD STPI Curug, dimulai dari SDM yang sebagian besar hanya lulusan STM dan hanya sedikit yang memiliki basic license, fasilitas-fasilitas penunjang pekerjaan yang hampir seluruhnya sudah mencapai depresiasi maksimum dikarenakan tidak adanya upgrade sejak tahun 1952, walaupun sempat di 1980 memperoleh sumbangan dari UNDP dan 1997 pengadaan pesawat latih baru berikut toolboxnya, namun hal tersebut tidak cukup karena tidak seluruh sub unit di upgrade. Ditambah dengan struktur organisasi yang tidak sesuai dengan kenyataan—banyak stafnya yang hanya namanya saja tercantum di struktur organisasi namun tidak pernah hadir. Dan yang terakhir prosedur pengerjaan suatu pekerjaan belum tersusun dan terhimpun dengan rapih.
52
Kondisi yang cukup mengagetkan bagi Pak SWK dikarenakan di divisi sebelumnya beliau tidak pernah menghadapi kondisi seperti ini, di saat yang sama Pak SWK menyadari dan memahami bahwa kondisi SDM di AMD sangat berbeda dengan di Prodi Teknik Penerbangan dan apa yang terjadi di AMD ini adalah sebagai akibat dari sebuah sebab yaitu latar belakang pendidikan staf AMD yang sebagian besar adalah lulusan STM, tidak terbiasa dengan manajemen yang rapih dan teratur sehingga beliaupun semakin berpikir keras, “Saya harus menemukan dan menerapkan cara yang tepat untuk merubah AMD”.
4.1.2 Sejarah dan Profil AMD STPI Curug Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug adalah sebuah sekolah penerbangan milik pemerintah Republik Indonesia yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perhubungan khususnya Badan Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan Udara. Berdiri pada tahun 1952 dan berlokasi di Curug Tangerang. STPI Curug memiliki lima konsentrasi studi yaitu Penerbang, Teknik Penerbangan, Teknik Keselamatan Penerbangan dan Manajemen Penerbangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dan latihan di STPI Curug materi pendidikan dan pelatihan yang diberikan di tiap-tiap program studi serta manual dan standarisasi perawatan dan perbaikan pesawat latih ditetapkan oleh Direktorat Kelayakan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang mengacu pada Civil Aviation Safety Regulations (CASR) yang ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Berkaitan
53
dengan hal tersebut Dirjen Perhubungan Udara mengadopsi rangkaian standarisasi minimum dari ICAO dan secara rutin memperoleh audit dari ICAO. STPI Curug merupakan satu-satunya sekolah penerbangan yang memiliki fasilitas pendidikan dan pelatihan penerbangan terlengkap di Indonesia, mulai dari program studi sampai peralatan dan infrastruktur. Khusus untuk mendukung dan juga menjamin ketersediaan serta kelaikan peralatan dan fasilitas penunjang pendidikan dan latihan STPI Curug memiliki sebuah departemen perawatan yang bernama “Unit Bengkel Pesawat Udara” atau yang disebut Aircraft Maintenance Department (AMD) yang memiliki fungsi dan tugas pokok yaitu melaksanakan perawatan dan perbaikan pesawat udara serta penyediaan fasilitas pelatihan bagi pendidikan. Unit AMD STPI Curug sudah ada sejak STPI Curug berdiri di tahun 1952, memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan perawatan dan perbaikan pesawat udara serta menyediakan fasilitas bagi kegiatan pendidikan dan pelatihan. Unit AMD STPI Curug dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya terdiri dari 50 orang termasuk staf dan kepala yang terbagi menjadi enam sub unit, yaitu Tata Usaha Keteknikan (Engineering), Perawatan Harian Pesawat Tetap (Fixed Wing Line Maintenance), Rangka Pesawat (Airframe), Radio dan Instrumen (Avionic), Helikopter (Rotary Wing) dan Motor Pesawat (Engine Propeller) dimana masingmasing sub unit tersebut juga memiliki tugas pokok dan fungsi sendiri serta memiliki workshop kecuali untuk sub unit engineering.
54
Saat ini di bawah kepemimpinan Pak SWK AMD STPI Curug secara keseluruhan bertanggung jawab terhadap perawatan dan perbaikan serta penyediaan 26 pesawat latih yang dimiliki oleh STPI Curug dan terdiri dari beberapa tipe pesawat, yaitu : Tabel 4.1 Jumlah Pesawat Latih STPI Curug Dengan Status “Serviceable”. Sumber : Sub Unit Engineering AMD STPI Curug No. Tipe Pesawat
Jumlah
1
BEECHCRAFT SUNDOWNERS C-23
4 unit
2
PIPER DAKOTA PA 28-236
4 unit
3
TOBAGO TB-10
14 unit
4
BEECHCRAFT BARON B-58
1 unit
5
HELICOPTER BELL 206
3 unit
Total
26 unit
4.1.3 Visi AMD STPI Curug Sebagai seorang profesional di industri penerbangan yang penuh dengan regulasi dan sertifiksai khususnya yang berkaitan dengan keselamatan Pak SWK menyadari betul bahwa departemen yang dipimpin adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keselamatan pesawat latih yang digunakan khususnya dari sisi teknik. Kemudian ditambah dengan adanya peraturan dari ICAO yang berlaku dengan jelas dan tegas serta menjadi acuan mengenai seperti apa sebuah
55
AMD harus menjalankan fungsinya, maka Pak SWK berpikir keras dan munculah sebuah gagasan untuk menyederhanakan sejumlah rangkain peraturan dan langkahlangkah yang akan ditrerapkan oleh beliau melalui sebuah visi, yaitu “Build Safety With Better Maintenance”
4.1.4 Struktur Organisasi Dalam menjalankan rangkaian tugas pokok dan fungsi dari departemen yang dipimpin, Pak SWK dibantu oleh sejumlah kasub unit dan staf yang telah disusun oleh kepegawaian STPI Curug dan digambarkan dalam susunan struktur organisasi sebagai berikut.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Unit Bengkel Pesawat Udara STPI Curug. Sumber : Sub Unit Engineering AMD STPI Curug
4.1.5 Periode Awal di AMD “Sekali kita ditempatkan pada sebuah posisi, menjalankan fungsi sebagai apa maka itulah yang kita harus kerjakan, dan kita harus berpegang teguh pada itu” ucapan tersebut yang keluar dari mulut Pak SWK ketika menjawab pertanyaan mengenai hal yang beliau anggap penting dalam menjalankan perannya sebagai
56
seorang pemimpin di AMD STPI Curug, tidak cukup untuk dirinya tapi juga beliau tanamkan ke seluruh stafnya. Yang menjadi tantangan adalah ketika sebagian besar dari stafnya lebih senior dibanding beliau, ketika beliau masih menjadi taruna kebanyakan dari orang yang sekarang menjadi stafnya adalah yang mengajarkan beliau praktek di workshop. Bekal ilmu manajerial yang dimiliki Pak SWK menjadi faktor kunci dalam mengatasi kendala ini. Beliau mencoba mendekati staf-stafnya dengan menghapus batasan dan eksklusifitas pimpinan—bawahan dalam berkomunikasi, beliau membuka pintu sebesar-besarnya bagi siapapun itu stafnya yang ingin berbicara, berdiskusi dan berinisiatif bagi kemajuan AMD. Tidak hanya itu, beliau juga memberi kesempatan stafnya untuk berkomunikasi dengan beliau mengenai masalah di luar pekerjaan. Inventarisir kebutuhan serta kendala yang dihadapi dari masing-masing sub unit merupakan hal pertama yang dilakukan oleh Pak SWK dalam upaya merangkul seluruh stafnya. Hal tersebut dilakukan karena Pak SWK menilai AMD STPI Curug yang dipimpinnya ini memiliki permasalahan yang kompleks, yang pada akhirnya akan dapat mengetahui alternatif penyelesaian masalah seperti apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Terjun langsung dalam hal pengerjaan perawatan pesawat ketika mengalami kendala juga dilakukan oleh Pak SWK, walaupun hanya sebatas kontrol dan koordinasi dengan maksud tidak ingin mengurangi pentingnya keberadaan teknisi
57
senior dan memberikan kepercayaan kepada mereka sehingga timbul rasa tanggung jawab dan dipercaya. Menjadi teknisi di AMD STPI Curug konsekuensinya adalah tanggung jawab terhadap kelaikan fungsi dari pesawat latih yang akan digunakan oleh Jurusan Penerbang dan Teknik Penerbang, hal tersebut menuntut kekompakkan tim dalam setiap proses pekerjaan. Membangun kekompakkan tim adalah cara lain yang dilakukan oleh Pak SWK. Dikarenakan letak Hanggar sebagai lokasi kerja AMD STPI Curug yang cukup jauh dari Main Building dan fasilitas olah raga yang dimiliki oleh STPI Curug Pak SWK berinisiatif menyediakan sarana olah raga berupa lapangan bulu tangkis dan tenis meja guna membangun komunikasi dan kekompakkan tim melalui cara yang informal. Pak SWK menyadari yang dilakukan oleh beliau belum cukup, tanggung jawab dan resiko kerja yang besar sebagai seorang teknisi di AMD STPI Curug ternyata tidak berbanding lurus dengan apa yang diperoleh oleh para teknisi di sana. Memiliki sebagian besar staf lebih senior adalah satu hal yang harus diatasi tetapi permasalahan lain yang lebih besar yaitu sebagian besar dari mereka memiliki double-job di perusahaan swasta dimana hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi seorang PNS dan alasan memperbaiki kesejahteraan adalah menjadi satu-satunya alasan umum yang selalu menyeruak adalah hal yang lebih menantang untuk diatasi. Kondisi banyak staf yang “kabur” ini tentu saja berdampak pada kinerja departemen yang dipimpin oleh beliau, karena orang-orang yang memiliki double-job tersebut
58
adalah justru orang-orang yang well qualified dan well experienced di dunia teknik perawatan pesawat. Staf-staf yang tersisa coba dikumpulkan oleh Pak SWK dengan maksud melakukan koordinasi mengenai komitmen dan penyamaan persepsi mengenai apa sesungguhnya esensi mereka ada di sini. Maksud lain adalah mencoba mencari tahu kesejahteraan seperti apa yang sesungguhnya mereka harapkan untuk diperoleh. Pak SWK merumuskan sebuah formulasi perhitungan insentif baru bagi stafnya dengan menggunakan beberapa kategorisasi seperti jabatan, license, A.M.E License, dan shift sehingga menjadi adil bagi semua pihak dan secara matematis hasil
rumusan tersebut membuat insentif perbulan mereka meningkat signifikan (rata-rata dua kali lipat), hal tersebut beliau koordinasikan dengan seluruh stafnya untuk kemudian beliau ajukan kepada atasan beliau (pihak manajemen). Upaya peningkatan kesejahteraan stafnya ini mendapat hambatan dari berbagai pihak khususnya pihak yang tidak senang dengan peningkatan kesejahteraan. Melalui rapat yang terkesan lebih mirip dengan sidang pertanggung jawaban yang panjang dan lebih dari jumlah jari sebelah tangan pada akhirnya disetujuilah konsep peningkatan insentif perbulan yang diajukan. Kemampuan negosiasi dan penyediaan kelengkapan serta keakuratan data pendukung yang dimiliki oleh Pak SWK dan timnya memegang peranan penting dalam hal ini. Tidak berhenti sampai disitu, bulan pertama insentif baru harus diberikan ternyata jumlahnya tidak sesuai, dengan beragam alasan termasuk surat keputusan dan
59
pemberitahuannya belum sampai ke bagian keuangan serta untuk klaim insentif tersebut perbulan AMD harus melengkapi persyaratan administratif yang panjang. Namun, seiring perjalanan waktu dikarenakan Pak SWK beserta timnya mampu memenuhi persyaratan yang diminta maka untuk klaim insentif perbulan tersebut AMD hanya perlu menyerahkan absensi saja.
4.1.6 Menuju Approved Maintenance Organization Jauh asap dari api, pepatah yang mungkin dapat menggambarkan kondisi AMD STPI Curug kala itu dalam upaya memperoleh sertifikasi CASR Part 145 Certificate yang dapat “meresmikan” AMD STPI Curug menjadi sebuah AMO. Secara garis besar CASR Part 145 Certificate memiliki tiga hal yang harus dipenuhi oleh sebuah AMD yaitu sumber daya manusia yang qualified, fasilitas (termasuk tools, special tools, spare part) yang lengkap dan update, serta organisasi dan prosedur kerja yang sesuai dengan standar ICAO. Berkaca pada kenyataan yang dihadapi, Pak SWK merujuk pada hasil dari inventarisir kebutuhan dari masing-masing sub unit yang dilakukan oleh beliau sebelumnya. Ternyata kondisi ini sejalan dengan salah satu hal yang tercatat dalam inventaris kebutuhan yang tercatat oleh beliau, meningkatkan kualitas SDM, meremajakan fasilitas dan merapihkan organisasional serta regulasi dan prosedur kerja.
60
4.1.6.1 Mengembangkan SDM Sadar akan sebagian besar teknisinya hanya lulusan STM, Pak SWK mulai merumuskan program peningkatan kualitas teknisinya dengan mengikutkan
teknisi-teknisinya
untuk
sekolah
Diploma
II
yang
diselenggarakan di Jurusan Teknik Penerbang STPI Curug. Tidak cukup sampai disitu beliau juga memberikan kesempatan bagi staf-stafnya untuk mengikuti program short course maupun training baik di Indonesia maupun sampai ke beberapa Negara lain seperti Singapura, Thailand, Inggris, Australia dan Amerika Serikat, dengan tujuan agar staf-stafnya memperoleh ilmu, pengalaman dan satu hal yang pasti dan penting adalah sertifikat dan license dengan kualifikasi masing-masing sesuai dengan bidang yang mereka kuasai. Biaya yang dibutuhkan untuk itu tidak sedikit dan karena AMD STPI Curug berstatus milik pemerintah maka tentu saja terbentur dengan masalah anggaran dari pemerintah dan mengarah pada kendala baru yang membutuhkan upaya ekstra dari beliau untuk merealisasikannya. Sampai dengan akhir tahun 2009 seluruh teknisi AMD STPI Curug sudah memperoleh pendidikan Diploma II Teknik Pesawat Udara dan memiliki basic license yang dipersyaratkan. Sadar pula akan adanya staf selain teknisi Pak SWK memberikan kesempatan bagi staf non-teknisi untuk mengikuti ujian kesetaraan pendidikan menengah setingkat SMU/STM.
61
35 3 30 3 25 2
Strata 1 (S11) & Dipl.IV Dipl. III
20 2
Dipl. II
15
SLTA 10
SLTP
5 0 2 2007
2009
Grrafik 4.1 Peniingkatan Kuaalifikasi Latar Belakang Peendidikan Staff AMD STPI Curuug
25 2 20 2 Basic Aircraftt Mechanic (BAMC)
15
Basic General License Airframe, Enggine, Avionic
10
Aircraft Mainttenance Engineer Licennse (AMEL)
5 0 20007
2009
Grafik 4.2 Peningkatan P K Kualifikasi Baasic License Staf S AMD ST TPI Curug
Pak SWK K tidak berhhenti sampaii disitu dalam m upaya meengembangkkan SDM M yang dimillikinya. Beliiau mencobaa untuk masuk bahkan sampai s denggan ke keeluarga stafnnya dengan mengadakan m n family gathhering (staf dengan d selurruh angg gota keluargaa) setiap tahun, pada acaara tersebut beliau menyyisipkan pessan
62
kepada para istri dari stafnya yang beliau sadari sebagai faktor penting dalam peningkatan motivasi kerja stafnya, “tolong selalu diingatkan suaminya untuk giat bekerja dan selalu tanggung jawab terhadap pekerjaan”. Tidak hanya itu, bahkan Pak SWK meminta bantuan istrinya sendiri untuk mengadakan kegiatan informal dengan istri-istri dari staf-stafnya demi merekatkan silaturahmi. Rencana kedepan di tahun 2010 tepatnya pada bulan September Pak SWK akan kembali mengikutkan staf-staf teknisinya yang sudah memiliki Basic License untuk memperoleh AMEL (Aircraft Maintenance Engineer License) hal ini agar dapat memenuhi kualifikasi untuk diperolehnya Part 145 Certificate khususnya dari segi SDM, lebih dari itu untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dari para teknisi agar tidak selalu bergantung pada para teknisi senior dalam hal otorisasi status kelaikan terbang sebuah pesawat latih. Terlepas dari apa yang telah berhasil dilakukan oleh Pak SWK untuk membangun SDM yang dimiliki di AMD STPI Curug, timbul sebuah keluhan dari salah satu Kepala Sub unit yang menyampaikan bahwa “Kita perlu tambahan satu atau dua orang lulusan STM sajalah untuk jadi asisten mekanik, karena kondisi sekarang beda banyak anak muda yang masuk kesini lulusan DII, mereka tidak mau disuruh-suruh, kalau dulu saya benar-benar dari bawah Mas, nyapu dan ngepel hanggar juga saya lakuin karena saya sadar cuma lulusan STM”.
63
4.1.6.2 Membangun Fasilitas Sejak berdiri pada tahun 1952 STPI Curug telah memiliki AMD sebagai sebuah supporting unit dari kegiatan utama pendidikan khususnya untuk Jurusan Penerbang dan Teknik Penerbangan. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari gedung (hanggar), bengkel-bengkel (workshop) yang memiliki konsentrasi masing-masing yaitu airframe atau rangka pesawat, helicopter, line
maintenance
(perawatan
harian),
engine
propeller,
dan
radio
instrument/avionic shop. Masing-masing workshop memiliki tools, special tools serta spare part tersendiri yang sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan dari tugas pokok dan fungsi masing-masing workshop tersebut. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki tersebut seiring perjalanan waktu mengalami
depresiasi
dan
perlahan
menemui
waktu
kadaluarsanya.
Upgrading fasilitas di AMD STPI Curug sejak berdiri hanya terjadi sebanyak dua kali pertama pada dekade tahun 1980-an yang merupakan sumbangan dari UNDP serta pada tahun 1996 berupa pengadaan 17 unit pesawat latih baru tipe Tobago TB-10 dan tiga unit tipe Beechcraft Baron B-58 yang dilengkapi dengan toolbox sesuai masing-masing tipe. Minimnya pengembangan dan pembangunan fasilitas di AMD STPI Curug sangat mengusik perhatian dari Pak SWK dihari pertamanya menjabat, bahkan terucap dalam hati “ini tools yang dulu saya pakai buat praktek waktu masih jadi taruna tahun 1990, dan senior-senior saya juga pakai”.
64
Sementara itu berdasarkan hasil rapat konsolidasi dengan pihak manajemen yang mengeluarkan kebijakan bahwa Jurusan Penerbang dituntut untuk menghasilkan 200 lulusan penerbang (pilot) per tahun yang secara langsung berkaitan dengan AMD sebagai supporting unit. Pak SWK sadar bahwa sebagian besar pesawat latihnya tidak bisa digunakan dan hanya menjadi besi tua dan spare part-nya banyak yang “dikanibal” untuk digunakan dalam proses perawatan pesawat latih lain yang lebih layak untuk dipakai. Pak SWK mendapat PR baru untuk memenuhi target ini. Hal pertama yang dilakukan oleh Pak SWK dalam membangun fasilitas AMD adalah dengan memperbaiki ruang kantor dari masing-masing sub unitnya, yaitu dengan komputerisasi dan internet, memasang AC di tiaptiap ruang sub unit dan mengganti seluruh isi dari ruang kantor tersebut (kursi, meja dan rak penyimpanan dokumen), hal ini bertujuan untuk membuat stafnya bekerja lebih nyaman dan memudahkan koordinasi antara masingmasing sub unit. Inventarisir kebutuhan dari seluruh staf berdasarkan sub unit masingmasing yang dilakukan sebelumnya menjadi dasar Pak SWK untuk memberikan kepercayaan kepada masing-masing kepala sub unit untuk berkoordinasi dengan stafnya menyusun usulan program rencana kerja dari masing-masing sub unit, khususnya yang berkaitan dengan pengadaan peralatan penunjang pekerjaan. Disela itu Pak SWK pun menyusun sendiri rencana kerja yang berkaitan dengan pengadaan dari masing-masing sub
65
unitnya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ketidaksesuaian hasil susunan program kerja yang dibuat oleh masing-masing sub unit dengan yang diharapkan oleh beliau yang pada akhirnya akan menyulitkan dalam proses pengajuan ke pihak terkait. Setelah memperoleh semua data yang diperlukan semakin yakinlah Pak SWK untuk menyusun program rencana kerja untuk memasukkan rencana overhaul terhadap sejumlah pesawat latih yang masih layak untuk digunakan (terbang). Selain itu Pak SWK mendelegasikan masing-masing kepala sub unitnya untuk menyusun sebuah rencana kerja dan mencatat kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan terkait masalah pekerjaan sub unit dan workshop (tools, special tools dan spare parts). Untuk masing-masing workshop perbaikan yang dilakukan oleh Pak SWK adalah dengan melengkapi dan memperbaharui tiap-tiap tools, special tools, serta spare part yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan saat ini dan mendukung realisasi pencapaian Part 145 Certificate. Salah satu contohnya adalah dari sub unit radio-instrumen (avionic-shop) pada tahun 2008 sudah memiliki sebuah alat yang bernama IFR 6000 yang fungsinya adalah sebagai alat pendeteksi kerusakan peralatan radio dan instrumen pesawat, alat tersebut adalah sebuah alat yang dikategorikan sangat advanced dan terkini yang bahkan GMF (Garuda Maintenance Facilities) saja tidak memiliki dan harus meminjam pada AMD STPI Curug.
66
Propeller-shop (sub unit Motor Pesawat) adalah sub unit lain yang memiliki peralatan yang sangat advanced seperti Optical Comparator, Cold Rolling Machines, Perthometer, dan Pitch Change Knob Shot Peen Cabinet— di Indonesia hanya AMD STPI Curug saja yang memiliki alat tersebut. Dampak positif dimilikinya peralatan yang sangat advanced ini mulai dirasakan dengan adanya tawaran kerjasama dari pihak Merpati Maintenance Facilities milik Merpati Airlines untuk melaksanakan program perawatan pesawat di AMD STPI Curug. Tidak hanya itu dengan tersedianya peralatan yang tergolong sangat advanced ini ternyata mampu meningkatkan rasa bangga dan percaya diri dari para teknisi, “Kita bangga Mas dipercaya dan mampu menggunakan alat-alat yang super canggih seperti itu”. Setelah fasilitas pendukung kerja dilengkapi dan dibangun, selanjutnya Pak SWK mendapatkan persetujuan untuk melakukan realisasi dari rencana overhaul pesawat latih yang disusun sebelumnya dan eksekusinya berlangsung bertahap pertama di tahun 2007 sebanyak enam unit pesawat latih berhasil di overhaul selanjutnya di 2008 12 unit dan di 2009 sebanyak tiga unit pesawat termasuk 1 helikopter. Hal ini dilakukan karena pada saat Pak SWK memasuki AMD STPI Curug atau tepatnya tahun 2006 jumlah pesawat latih yang berstatus laik terbang hanya berjumlah 13 unit pesawat latih.
67
10 0 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Tobagoo TB 10 Sundow wner C23 Dakotaa PA 28 Baron B B58 Bell 2006
20077
20008
2009
Grafik 4.3 Overhaul O Peesawat Latihh Kurun Wakktu Tahun 20007-2009 14 12 10
Tobbago TB 10
8
Sunndowner C23 Dakkota PA 28
6
Barron B58 4
Bell 206
2 0 20007
2008
2009
Grrafik 4.4 Jum mlah Pesawatt Latih Konddisi Laik Terrbang AMD STPI Curugg K Kurun waktu 2007-2009 Overhaull yang berhaasil dilakukaan terhadap total t sebanyyak 21 pesaw wat latih ini membuaat quota keteersediaan pessawat latih yang y dimilikki menjadi olleh AMD D STPI Currug menjadii sebanyak 26 unit pessawat, hal ini i berdamppak sangat positif jiika mengacuu pada Proggram PC1200 dari STPI Curug yaang
68
menyatakan bahwa ketersediaan pesawat latih yang laik terbang adalah 17 unit perhari untuk memenuhi jumlah jam praktek terbang Taruna Penerbang. Tabel 4.2 Rencana Kebutuhan Pesawat Latih Program PC 120 Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia. Sumber : Sub Unit Engineering AMD STPI Curug No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Rencana Kegiatan Volume Kegiatan Satuan Kegiatan Kebutuhan Pesawat Penerimaan Taruna 120 Taruna Penerbang Periode Pendidikan 18 Bulan Jumlah Jam Praktek 165 Jam Terbang per Taruna Jumlah Total Jam Praktek 19.800 Jam Terbang Taruna Produksi Jam Terbang per 1.100 Jam/Bulan Bulan (PC120) Rencana Utilisasi Pesawat 4 Jam per Hari Rencana Utilisasi Pesawat 20 Hari per Bulan Jumlah Total Utilisasi 80 Jam/Bulan/Pesawat Pesawat per Bulan Jumlah Pesawat Yang 13,750Æ14 Pesawat/Hari Diperlukan per Hari Back-up Pesawat 20% 2,8Æ3 Pesawat (Maintenance Program) Total Kebutuhan Pesawat 17 Pesawat per Hari Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 2010 nanti Pak SWK
mengagendakan untuk kembali melakukan overhaul terhadap pesawat latih sebanyak sembilan unit yang terdiri dari dua unit tipe TB-10, tiga unit tipe Sundowner,
tiga unit tipe Dakota, dan satu unit tipe Baron. Selain itu
rejuvenasi pesawat latih juga diagendakan oleh Pak SWK di tahun 2010 dengan mengajukan pengadaan 18 unit pesawat latih baru demi untuk
69
mendukung ketersediaan pesawat latih yang akan digunakan oleh para Taruna Penerbang.
4.1.6.3 Menyusun Organisasional Yang Lebih Baik Secara tertulis jumlah staf termasuk Kepala Unit AMD STPI Curug berjumlah 50 orang, namun hal tersebut hanyalah angka ketika Pak SWK masuk ke AMD. Sebagian besar dari stafnya memiliki double job di instansi lain (swasta) dan menjadi “anak hilang” karena tidak pernah hadir dan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di AMD STPI Curug. Hal tersebut diperparah dengan yang melakukan hal itu adalah teknisi senior yang memang sangat berpengalaman dan berkualitas dalam hal perawatan pesawat. Pak SWK sadar bahwa tidak bisa bersandar pada para teknisi senior yang bekerja di luar. Beliau mengupayakan pendekatan yang persuasif kepada seluruh stafnya baik yang masih ada di AMD STPI Curug maupun yang bekerja di luar. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin beliau terapkan kebijakan atau peraturan yang terlampau ketat karena justru akan membuat stafnya yang bekerja di luar semakin menjauh dan resisten. Staf yang masih ada di AMD beliau optimalkan. Beliau merombak dan menyusun ulang jajaran kepala-kepala sub unit di AMD, diawali dengan mengkonsolidasikan dan memberi kesempatan untuk inisiatif dari masing-masing staf untuk mencalonkan diri atau memberikan saran dan pertimbangan, tetapi keputusan penunjukkan tetap di tangan beliau
70
dengan pertimbangan lama kerja, jabatan dan license serta kualifikasi yang dimiliki. Kondisi banyaknya “anak hilang” di AMD ini membuat Pak SWK berpikir ekstra mengenai jalan keluar dari permasalahan tersebut. Beliau sadar bahwa sense of belonging di AMD sudah sangat rendah, penyebabnya beragam mulai dari komunikasi yang tidak baik yang dibangun oleh pimpinan sebelumnya, tidak adanya keterbukaan dalam sisi manajemen sampai dengan kesejahteraan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan tanggun jawab dan pekerjaan yang mereka jalankan. “Memberikan kepercayaan, komunikasi yang baik dan terbuka terhadap staf serta menigkatkan kesejahteraan adalah jawaban dari permasalahan ini” ucap Pak SWK. Hal lain yang dilakukan adalah dengan membuat dan memberikan seragam berbeda di luar seragam resmi dari Kementerian Perhubungan kepada seluruh staf khusus AMD STPI Curug, hal ini berdampak positif selain beliau jadi tahu yang tidak memakai seragam tersebut berarti bukan staf AMD, para staf pun menjadi semakin bangga dan meningkat sense of belongingnya. Hal ini perlahan namun efektif mampu mengembalikan para “anak hilang” tersebut kembali ke AMD bahkan ada yang menyatakan “baru kali ini saya menemukan pimpinan yang seperti ini, mau terbuka kepada bawahan sampai dengan permasalahan uang (insentif)”.
71
4.1.6.4 Membenahi Regulasi dan Prosedur Regulasi dan prosedur merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan administrasi dan untuk sebuah Unit Kerja seperti AMD yang sangat kental dengan “keteknikan” hal tersebut menjadi tantangan tersendiri. Kebiasaan yang terjadi di AMD adalah kerja berdasarkan pengalaman walaupun sumber utamanya adalah dari buku atau diistilahkan “Maintenance Manual (MM)” tapi yang menjadi kendala adalah para teknisi senior cenderung mengesampingkan MM karena mereka merasa sudah sangat berpengalaman dalam hal perawatan pesawat. Hal ini berujung pada kesulitan regenerasi terhadap para junior, disaat yang sama para junior juga lebih suka bergantung pada para senior. Di sisi lain prosedur dan regulasi yang jelas dalam pelaksanaan pekerjaan merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki oleh sebuah Unit Bengkel Pesawat Udara agar dapat memperoleh sertifikasi Part 145 dan menjadi sebuah AMO. Dampak lainnya adalah pada saat pendelegasian pekerjaan kepada para kepala sub unit sering mengalami kendala pada saat eksekusinya dan cenderung tidak sesuai dengan yang diharapkan dan disampaikan oleh Pak SWK. Hal tersebut dikarenakan tidak terbiasanya seluruh elemen yang ada di AMD STPI Curug untuk mencatat baik hasil pekerjaan maupun hasil rapat, “Orang teknik itu paling susah dan malas untuk mencatat”.
72
Bukan tidak ada tetapi tidak mau dan sulit merubah kebiasaan untuk mengacu pada MM, Pak SWK selalu berupaya menanamkan pentingnya mengacu pada MM dalam setiap proses pengerjaan perawatan pesawat. Bahkan beliau mengupayakan update langsung dari perusahaan-perusahaan manufaktur peralatan dan pesawat latih jika memang ada kendala yang terjadi atau perubahan terbaru pada MM dengan cara memasukkan hal tersebut ke dalam program kerja tahunannya, karena untuk update MM secara menyeluruh (langganan servie bulletin, part catalogue, overhaul manual, repair manual, dan sebagainya) untuk smua tipe pesawat yang dimiliki membutuhkan biaya sekitar US$30.000. Disaat yang sama muncul keluhan baru dari sub unit Tata Usaha Keteknikan (Engineering) yang merasa keberatan dengan hal-hal administrasi di luar perawatan pesawat. Kepala sub unit Engineering menyampaikan bahwa AMD STPI Curug membutuhkan sub unit khusus yang menangani permasalahan terkait dengan administrasi di luar perawatan pesawat.
4.1.7 Menjadi AMO di 2012? “Di 2012 diharapkan kita sudah resmi jadi AMO” ucap Pak SWK ketika ditanyakan mengenai realisasi dari rencana besarnya. Beliau pun menyampaikan masih ada beberapa hal kecil yang harus diselesaikan, “Di akhir 2009 kemarin kita sudah sampai 80% menyelesaikan persiapan untuk AMO, sisanya tinggal hal-hal kecil yang lebih berkaitan dengan administrasi. 2010 kita menyelesaikan pembenahan
73
untuk workshop helikopter dan hal-hal yang berkaitan dengan organisasional dan prosedur, kemudian 2011 kita persiapkan administrasi untuk pengajuan Part 145 Certificatenya dan 2012 kita siap untuk AMO”.
74
4.2 Analisis Kasus 4.2.1 Kerangka Pembahasan Analisis Kasus
Gambar 4.2 Kerangka Pembahasan Analisis Kasus
75
4.2.2 Kepemimpinan Ivancevich dkk. menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain agar memudahkan pencapaian tujuan dari sebuah organisasi (Ivancevich dkk., 2005, h. 492), sementara itu Hollander menyampaikan bahwa terdapat tiga elemen dalam kepemimpinan, yaitu : (1) leader; (2) follower, (3) situation yang ketiganya berinteraksi dalam suatu proses (dalam Matondang, 2008, h.5). Pak SWK selaku Kepala AMD STPI Curug menerapkan kepemimpinan sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh beliau dalam upaya untuk melakukan perubahan di organisasi tersebut. Untuk membahas dan menjabarkan mengenai kepemimpinan yang diterapkan oleh Pak SWK di AMD STPI Curug dalam kurun waktu
tahun
2006-2009
penulis
menggunakan
tiga
sudut
pandang
teori
kepemimpinan yaitu : 1. Fiedler’s Contingency Model atau Situational Leadership 2. Transformational Leadership 3. Path-goal Leadership
4.2.2.1 Fiedler’s Contingency Model atau Situational Leadership Ivancevich menjelaskan bahwa Fiedler’s Contingency Leadership Model menjelaskan bahwa pengkategorian kedua tipe kepemimpinan (task-
76
oriented dan relationship-oriented) tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : (1) Leader-member relations, kaitannya dengan tingkat keyakinan, kepercayaan dan rasa hormat bawahan terhadap atasan (baik—buruk); (2). Task structure, penjelasan mengenai apa yang harus dikerjakan oleh bawahan, bagaimana mereka mengerjakannya, kapan dan pada kondisi seperti apa harus dilakukan, serta pilihan apa yang mereka miliki (tinggi—rendah); (3). Position power, kekuatan yang melekat pada posisi kepemimpinan (kuat—lemah); untuk kemudian dikaitkan dengan situasi yang dialami oleh posisi pemimpin tersebut apakah bersifat menguntungkan atau tidak (Ivancevich dkk., 2005, h. 498).
Situation Leadermember relations Task structure Position power
Preferred leadership styles Very favorable situation
Situational Characteristics III IV V VI Good Good Poor Poor
I Good
II Good
High
High
Low
Low
High
Strong
Weak
Strong
Weak
Strong
Task-Oriented
VII Poor
VIII Poor
High
Low
Low
Weak
Strong
Weak
Relationship-Oriented
TaskOriented Very unfavorable situation
Gambar 4.3 Ringkasan Fiedler’s Situational Variables and Their Preferred Leadership styles (Ivancevich dkk., h. 499) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data dan informasi kualitatif yang mengutarakan bahwa Pak SWK menerapkan kepemimpinan situational leadership terbukti dengan beliau menitik beratkan kepemimpinannya
77
pada pola komunikasi yang baik, dua arah dan terbuka pada bawahannya dan pada kondisi yang berbeda Pak SWK mampu untuk menggerakkan bawahannya untuk segera menyelesaikan pekerjaan dan bekerja secara profesional. Namun berdasarkan wawancara mendalam dengan Pak SWK beliau lebih mengutamakan atau lebih dominan dalam sisi relationship-oriented karena beliau ingin menerapkan pendekatan yang bersifat persuasif. Jika mengacu pada kategorisasi dua tipe kepemimpinan situational leadership yang terdiri dari, pertama leader-member relations, pada saat awal periode di AMD Pak SWK sadar hal tersebut masih tergolong buruk dikarenakan pengalaman para bawahan dengan pimpinan sebelumnya untuk itu Pak SWK mencoba untuk meningkatkan terlebih dahulu leader-member relations dengan para bawahan. Kedua task structure, dikarenakan komunikasi yang kurang baik dari pimpinan sebelumnya mengakibatkan para bawahan hanya terpaku pada tugas pokok dan fungsi mereka tanpa diberikan penjelasan merinci mengenai apa yang jarus mereka lakukan hal tersebut mengakibatkan kategorisasi kedua ini tergolong rendah, dengan komunikasi terbuka dan dua arah Pak SWK mencoba meningkatkan kesadaran dan pemahaman para bawahannya mengenai apa sejatinya yang harus mereka lakukan secara terperinci. Bahkan para bawahan mulai diajak untuk berpikir mengenai langkah-langkah kedepan yang ingin dilakukan dan merumuskan program kerja masing-masing sub unit. Ketiga position power, Pak SWK sadar akan posisinya sebagai pimpinan kuat secara struktural maka beliau menggunakan pengaruh yang beliau miliki dengan
78
mencontohkan dan menunjukkan sejumlah realisasi dari rencana dan program kerja yang telah disusun bersama bukan hanya memberikan janji dan melakukan rapat. Berdasarkan tiga kategorisasi ini Pak SWK menerapkan kepemimpinan yang situasional dengan melihat dan mengkaitkan pada situasi dan kondisi seperti apa yang dihadapi oleh beliau apakah menguntungkan atau tidak. Sebagai contoh pada periode awal di AMD Pak SWK sadar leader-member relations dengan bawahan masih rendah, sementara task structure masing-masing sudah tinggi karena mengacu pada tugas pokok dan fungsi, di sisi lain position power yang dimiliki Pak SWK juga kuat dan AMD STPI Curug saat itu sedang menghadapi situasi yang tidak menguntungkan dengan banyaknya teknisi yang menjadi “anak hilang”, menghadapi hal tersebut Pak SWK memberlakukan relationship-oriented. Pada kondisi yang berbeda setelah Pak SWK mulai memperoleh keyakinan dan kepercayaan dari bawahan sehingga leader-member relations-nya sudah bagus, dan selain daripada mengacu pada tugas pokok dan fungsi masing-masing Pak SWK juga mampu menjelaskan secara terperinci mengenai tugas yang harus dilakukan oleh bawahannya sehingga task structure pun menjadi semakin tinggi ditambah dengan position power Pak SWK yang kuat di AMD sebagai Kepala, dan situasi yang dihadapi oleh AMD STPI Curug sudah mulai menguntungkan dengan kembalinya sejumlah “anak hilang” tersebut Pak SWK mulai menerapkan kepemimpinan task-oriented.
79
4.2.2.2 Transformational Leadership Ivancevich dkk. menjelaskan bahwa transformational leadership adalah kepemimpinan dimana seorang pemimpin mampu memberikan motivasi bagi bawahannya untuk bekerja berdasarkan tujuan organisasi bukan hanya kepentingan pribadi dan untuk mencapai prestasi dan aktualisasi diri bukan hanya sekadar rasa aman (Ivancevich dkk., 2005, h. 511). Selain itu para pemimpin juga melakukan perubahan besar dalam organisasinya mulai dari misi, cara bekerja hingga manajemen sumber daya manusia dalam upaya mencapai visi yang telah diutarakan; seorang pemimpin yang transformasional akan merombak filosofi, sistem yang berlaku serta budaya organisasi secara menyeluruh (Ivancevich dkk., 2005, h. 512). Bass
mengidentifikasikan
bahwa
terdapat
lima
faktor
yang
menggambarkan pemimpin yang transformasional, yaitu (dalam Ivancevich dkk., 2005, h. 512) : a. Charisma, pemimpin mampu menanamkan nilai, rasa hormat, dan kebanggaan serta mampu mengartikulasikan visinya. b. Individual
attention,
pemimpin
memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan
bawahannya dan memberikan pekerjaan yang berarti sehingga bawahan dapat berkembang. c. Intellectual stimulation, pemimpin membantu bawahannya untuk berpikir secara rasional lebih mendalam bagaimana menelaah sebuah situasi— mendorong bawahan untuk kreatif.
80
d. Contingent reward, pemimpin memberitahukan apa yang harus dilakukan oleh bawahan agar mereka dapat menerima reward yang mereka inginkan. e. Management by exception, para pemimpin memberikan keleluasaan pada bawahan untuk mengerjakan pekerjaannya tanpa ada campur tangan, kecuali pekerjaan tersebut tidak selesai sampai dengan batas waktu yang ditentukan. Diawali dengan merombak dan menyusun ulang struktur organisasi di AMD STPI Curug Pak SWK memberikan kesempatan dan inisiatif pada para bawahannya yang merasa mampu untuk menempati posisi kasub unit, kemudian merumuskan perolehan insentif yang baru guna meningkatkan kesejahteraan para stafnya dengan memasukkan beberapa kategori termasuk, jabatan, lama kerja, dan license yang dimiliki sehingga peningkatan insentif rata-rata dari keseluruhan stafnya sampai dengan lebih dari dua kali lipat hal tersebut guna meningkatkan motivasi kerja bawahannya yang sudah sangat menurun. Membiasakan untuk bekerja dengan menyediakan data-data yang akurat dan mendetail adalah ciri yang coba untuk ditanamkan oleh Pak SWK, hal tersebut terbukti efektif dengan direalisasikannya sejumlah program dan rencana kerja. Keterbukaan dalam hal laporan kerja baik yang terkait dengan pelaksanaan program kerja maupun keuangan juga diterapkan oleh Pak SWK. Berbeda dengan pimpinan sebelumnya yang terkesan eksklusif dalam menyusun program kerja. Memberikan kesempatan dan memperjuangkan stafnya untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi juga dilakukan, pada akhir tahun 2009 seluruh
81
teknisi AMD STPI Curug sudah memperoleh pendidikan DII TPU dan paling rendah satu orang staf administrasi dengan ijazah setara SMU. Gambaran kepemimpinan transformasional seperti yang diutarakan Bass (dalam Ivancevich dkk., 2005, h. 512) juga diterapkan oleh Pak SWK, contohnya: a. Charisma, dengan menunjukkan realisasi hasil program-program kerja yang telah disusun bersama membuat para bawahan mampu menaruh rasa hormat pada Pak SWK. Nilai komitmen adalah nilai utama yang ditanamkan oleh Pak SWK dengan menunjukkan pada para bawahannya komitmen beliau dengan seluruh unsur di AMD STPI Curug untuk menghapus hal-hal buruk yang ada sebelumnya serta semua tanggung jawab dan konsekuensi pekerjaan dapat beliau wujudkan dalam kurun waktu tiga tahun dan proses tersebut terus berlangsung. Memberikan seragam khusus AMD STPI Curug diluar seragam PNS dan dipercaya untuk menggunakan peralatan yang super canggih juga dapat membangun rasa bangga tersendiri bagi para staf dengan menjadi bagian dari AMD STPI Curug di bawah pimpinan Pak SWK. b. Individual attention, memberikan perhatian dan mau mengenal secara pribadi kepada para bawahannya dilakukan oleh Pak SWK dengan misalnya menyediakan sarana olahraga sebagai fasilitas pendukung kegiatan informal untuk menjalin keakraban. Selain itu juga Pak SWK membagi dan memberikan pekerjaan kepada para stafnya sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki yaitu dengan melakukan perombakan struktur organisasi.
82
c. Intellectual stimulation, selain memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dan mengikutsertakan bawahannya dalam sejumlah pelatihan Pak SWK menstimulasi bawahannya untuk mengaplikasikan apa yang telah diperoleh oleh mereka dengan mengajak mereka untuk berpikir mengenai renacana kedepan yang ingin dilakukan, serta mendelegasikan berbagai pekerjaan, seperti menyusun program kerja masing-masing sub unit. d. Contingent reward, dengan merumuskan kategorisasi baru terkait masalah distribusi insentif Pak SWK secara tidak langsung memberitahukan apa yang harus dilakukan oleh bawahannya agar mereka dapat memperoleh insentif yang lebih tinggi. e. Management by exception, memberikan kesempatan dan pendelegasian tugas yang luas bagi para kasub unit beserta masing-masing staf mereka untuk merumuskan program kerja merupakan upaya yang dilakukan oleh Pak SWK, selain itu terjun langsung dalam pengerjaan perawatan pesawat latih juga dilakukan dan beliau lakukan dengan batasan sebagai pengawas guna menjaga kepercayaan, kredibilitas dan kapabilitas para teknisi senior dalam pelaksanaan pekerjaan. Khusus untuk pendelegasian penyusunan program kerja, Pak SWK juga akan mengambil alih ketika program kerja yang disusun tidak sesuai dengan yang diharapkan dan dibicarakan sebelumnya, bahkan dikarenakan pengalaman yang sudah sering terjadi bahwa susunan program kerja tersebut seringkali tidak sesuai maka untuk menjaga-jaga Pak SWK
83
juga menyusun sendiri rencana program kerja dari masing-masing sub unitnya.
4.2.2.3 Path-goal Leadership Soekarso dkk. menjelaskan bahwa hakekat dari teori ini adalah tugas utama pemimpin untuk membantu bawahan agar mampu mencapai tujuan serta memberikan dukungan dan pengarahan yang dianggap perlu guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran atau tujuan organisasi (Soekarso dkk., 2010, h. 143). Selanjutnya Soekarso dkk. menjelaskan terdapat empat gaya kepemimpinan berdasarkan path-goal leadership model, yaitu (Soekarso dkk., 2010, h. 144) : a. Gaya direktif (pengarah), memfokuskan pada tugas (task centered). b. Gaya suportif (pendukung), memfokuskan pada hubungan interpersonal c. Gaya partisipatif (peran serta), memfokuskan pada partisipasi bawahan d. Gaya orientasi prestasi, memfokuskan pada orientasi “keberhasilan”, serta yakin dan percaya bahwa bawahan mampu mencapainya Dari sudut pandang teori path-goal leadership, dukungan dan pengarahan yang diberikan Pak SWK kepada bawahannya terkait masalah pekerjaan dapat dikatakan menyeluruh mulai dari sisi kesejahteraan yang ditingkatkan melalui insentif yang lebih besar, pendekatan persuasif yang personal kepada tiap bawahan yaitu dengan menanamkan pentingnya masingmasing mereka sebagai bagian dari unsur penting di AMD STPI Curug sampai dengan memberikan kesempatan untuk berkreasi untuk kemajuan organisasi.
84
Jika mengacu pada empat gaya kepemimpinan berdasarkan path-goal leadership model, gambaran gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Pak SWK adalah : a. Gaya direktif (pengarah), gaya seperti ini pada dasarnya kurang dominan pada kurun waktu 2006-2009 mengingat AMD STPI Curug sedang menghadapi situasi yang kurang menguntungkan yaitu dengan hampir sebagian besar teknisi senior yang menjadi “anak hilang” yaitu bekerja di instansi swasta dengan alasan kesejahteraan yang lebih baik. Sehingga yang dilakukan oleh Pak SWK adalah terlebih dahulu membenahi AMD STPI Curug. b. Gaya suportif (pendukung), gaya ini cenderung dominan diterapkan oleh Pak SWK dengan pertimbangan bahwa Pak SWK mengupayakan untuk membangun hubungan dan komunikasi yang baik terlebih dahulu dengan para bawahannya agar kepercayaan dan keyakinan dari mereka dapat diperoleh. c. Gaya partisipatif (peran serta), terkait dengan gaya sebelumnya gaya ketiga ini merupakan salah satu gaya yang cukup dominan. Pak SWK mencoba untuk membangun kesadaran dan rasa memiliki bawahannya terhadap AMD STPI Curug dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk berpartisipasi untuk kemajuan organisasi, hal tersebut dilakukan juga mengingat banyaknya teknisi senior yang sudah lama mengabdi di AMD
85
STPI Curug dan sangat berpengalaman, sehingga mereka dapat merasa dihargai kredibilitas dan kapabilitasnya. d. Gaya orientasi prestasi, memberikan kepercayaan dalam hal pengaplikasian tugas pokok dan fungsi tiap-tiap bawahan juga dilakukan oleh Pak SWK dengan menempatkan orang-orang yang beliau anggap mampu untuk menempati posisi kepala sub unit dan mengkoordinasikan bawahan mereka. Selain itu Pak SWK juga mempercayakan bawahannya untuk mengikuti serangkaian pelatihan dan short course guna meningkatkan kemampuan dan keahlian mereka sehingga kepercayaan dan tanggung jawab terhadap mereka dapat lebih ditingkatkan.
4.2.3 Manajemen Strategis Sub-bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh Pak SWK sebagai sebuah action-plan dalam upaya melakukan perubahan di AMD STPI Curug pada kurun waktu tahun 2006-2009. Penulis menggunakan tiga sudut pandang analisis manajemen strategis, yaitu : 1. TOWS Matrix 2. QSPM Matrix 3. Grand Strategy Matrix
4.2.3.1 TOWS Matrix Pedoman-pedoman penerapan manajemen strategis pada organisasi pemerintahan (David, 2009) : a. Strategi-strategi harus dirundingkan terlebih dahulu.
86
Dalam setiap rencana strategis yang diupayakan oleh Pak SWK beliau melibatkan bawahannya dalam penyusunannya, hal ini dimaksudkan agar para bawahan terbiasa untuk menyusun program kerja dan program kerja yang diajukan sesungguhnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh AMD STPI Curug. b. Pihak luar harus dilibatkan dalam proses penerapan manajemen strategis. Realisasi dan eksekusi dari sejumlah program kerja yang telah disusun oleh Pak SWK selalu melibatkan pihak ketiga sebagai rekanan sesuai dengan ketentuan pemerintah (Keppres No. 80 Tahun 2000) mengenai pengadaan barang dan jasa harus melibatkan kerjasama dengan pihak ketiga selaku penyedia sebagai contoh bekerjasama dengan PT. Palu Mas Sejati selaku rekanan (kontraktor) dalam realisasi program overhaul pesawat latih. c. Isu-isu yang berkaitan dengan permasalahan sosial-politik harus diatasi dengan tepat. Pada saat pengajuan sampai dengan eksekusi dan realisasi program kerja yang telah disusun Pak SWK selalu mengantisipasi isu-isu yang biasanya mungkin muncul dengan mempersiapkan sejumlah data pendukung yang tepat dan akurat, sehingga apa yang diajukan memang realistis dan tidak mengada-ada. d. Strategi-strategi yang diterapkan harus memainkan peranan yang penting dan besar. Sertifikasi Part 145 Certificate yang diwajibkan oleh DKUPPU Kementerian Perhubungan Republik Indonesia bagi seluruh Aircraft
87
Maintenance Department memiliki efek samping yang cukup penting dan besar, maksudnya adalah jika sebuah AMD memperoleh sertifikasi tersebut maka secara langsung menjadi sebuah AMO yang pada akhirnya dapat menjadi sebuah BLU yang berhak untuk mengupayakan perolehan pemasukan secara mandiri. e. Proses penerapan harus fleksibel untuk menghindari birokrasi yang tidak perlu. Dalam penerapan rencana strategisnya Pak SWK selalu berupaya untuk menghindari
hal
yang
bersifat
birokratif
dan
bertele-tele
guna
membiasakan bawahannya dan pihak-pihak terkait di lingkungan STPI Curug untuk profesional dengan menanamkan pentingnya nilai komitmen terhadap pekerjaan kepada bawahannya serta memotivasi dan memacu bawahannya untuk mempersiapkan data pendukung yang lengkap dan akurat. f. Strategi tidak selalu bisa dirahasiakan. Pak SWK dalam menerapkan kepemimpinannya selalu mementingkan open management dan tidak hanya berlaku untuk internal AMD tapi seluruh STPI Curug, sehingga tidak ada hal yang sifatnya umum menjadi rahasia. Tetapi untuk beberapa kebijakan yang memang bersifat rahasia, internal dan hak prerogatif pimpinan Pak SWK menjaga dengan sebaikbaiknya kebijakan tersebut. Menurut David Terdapat empat strategi yang dapat dikembangkan oleh seorang manajer dari TOWS matrix ini, yaitu (David, 1993, h. 218) :
88
a. Strategi SO (Strengths-Opportunities), yang dilakukan oleh Pak SWK salah satunya adalah : o Membangun dan melengkapi fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk masing-masing workshop. Jumlah workshop yang terdapat di AMD STPI Curug merupakan yang terlengkap di Indonesia, perawatan yang dapat ditangani menyeluruh mulai dari rangka, instrumen, mesin, perawatan harian bahkan untuk helikopter. Pada tahun 2006 kondisi dari masing-masing workshop tersebut cukup memprihatinkan jika dilihat dari sisi kelengkapan peralatan dan kondisi bangunan, sementara yang dapat dilakukan oleh masing-masing workshop tersebut sesungguhnya adalah sangat banyak mengingat permintaan pasar untuk perawatan pesawat. b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), yang dilakukan oleh Pak SWK antara lain : o Mengajukan peningkatan insentif bagi seluruh staf. Strategi ini dilakukan oleh Pak SWK mengingat kenyataan yang dihadapi oleh beliau yaitu banyaknya teknisi senior AMD yang bekerja di instansi swasta dengan alasan kesejahteraan yang lebih baik. Pak SWK menyusun dan mengajukan peningkatan insentif bagi para teknisinya agar mereka dapat ditarik kembali ke AMD dan fokus bekerja untuk AMD. c. Strategi ST (Strengths-Threats), yang dilakukan oleh Pak SWK salah satunya adalah :
89
o Memasukkan rencana updating MM dan seluruh rangkaiannya ke dalam program kerja tiap tahun. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan visi dari Pak SWK untuk AMD STPI Curug yaitu “Build Safety With Better Maintenance” dan juga menjadi salah satu persyaratan diperolehnya Part 145 Certificate. Agar perawatan yang dilakukan oleh AMD STPI Curug menjadi lebih baik yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan selalu mengacu pada maintenance manual pada saat pelaksanaan perawatan pesawat—diperoleh dari perusahaan pembuat baik peralatan maupun pesawat latih. d. Strategi WT (Weaknesses-Threats), yang dilakukan oleh Pak SWK salah satunya adalah : o Menyusun ulang struktur organisasi di AMD STPI Curug. Dengan banyaknya teknisi AMD STPI Curug yang bekerja di institusi swasta membuat AMD “pincang” karena pada umumnya teknisi yang juga memiliki pekerjaan di institusi swasta adalah juga menjabat sebagai kepala sub unit di AMD STPI Curug atau teknisi senior, sementara kegiatan operasional di AMD STPI Curug harus tetap berjalan sesuai dengan ketentuan dan regulasi.
4.2.3.2 QSPM Matrix Strategi meningkatkan kualifikasi SDM memperoleh nilai tertinggi yang berarti bahwa strategi tersebut lebih didahulukan atau dengan kata lain lebih menarik untuk direalisasikan terlebih dahulu oleh Pak SWK di AMD
90
STPI Curug dibandingkan dengan alternatif strategi yang lain. Pak SWK terlebih dahulu mengupayakan para bawahannya yang hanya lulusan STM untuk sekolah DII Teknik Pesawat Udara, Pak SWK bekerja sama dengan Jurusan Teknik Penerbang dalam peningkatan kualifikasi pendidikan bagi teknisinya dengan memasukkan mereka ke dalam program pendidikan Diploma II Teknik Pesawat Udara, serta stafnya yang hanya lulusan SMP diikutkan ujian kesetaraan SMU. Strategi membangun dan melengkapi fasilitas berada di urutan kedua yang ternyata memang menjadi langkah kedua yang dilakukan oleh Pak SWK dalam upaya melakukan perubahan di AMD STPI Curug. Realisasi dari strategi ini yang utama adalah realisasi pengadaan peralatan dan spare-part penunjang kegiatan perawatan pesawat latih guna memperbaharui dan meremajakan peralatan yang ada sebelumnya. Selanjutnya strategi terakhir adalah strategi membenahi organisasi, regulasi dan prosedur. Alternatif strategi yang ketiga ini lebih bersifat administratif
sehingga
untuk
biaya,
upaya
maupun
waktu
untuk
perealisasiannya dianggap lebih singkat dibandingkan dengan kedua alternatif strategi sebelumnya.
4.2.3.3 Grand Strategy Matrix Kuzuhara dkk. membagi tiga bentuk grand strategy yang dapat diimplementasikan oleh seorang pemimpin (Kuzuhara & Aldag, 2005), dan yang dilakukan oleh Pak SWK adalah Growth strategy—biasanya digunakan
91
oleh seorang pemimpin organisasi yang baru masuk ke dalam pasar / industri dengan tujuan untuk mendapatkan profit yang tinggi dan memperoleh peluang yang lebih besar di industri tersebut. Dipicu dari pemberlakuan sertifikasi Part 145 oleh DKUPPU terhadap seluruh AMD yang ditanggapi positif oleh Pak SWK dengan melihat hal tersebut sebagai bentuk dukungan atau dapat dikatakan legalisasi yang sah untuk mengembangkan entrepreneurship di institusi pemerintah. AMD STPI Curug nantinya akan masuk ke industri perawatan pesawat udara sebagai “pemain baru”, sertifikasi Part 145 lah yang akan melegalisasi AMD STPI Curug menjadi sebuah BLU baru di industri tersebut. Untuk dapat bersaing di industri baru tersebut yang dilakukan oleh Pak SWK selaku pimpinan adalah dengan mempersiapkan semua kebutuhan untuk dapat bersaing dan memperoleh profit yang tinggi dan juga mendapatkan peluang yang lebih besar di industri tersebut. Pak SWK memutuskan untuk meningkatkan kualifikasi SDM yang dimiliki oleh beliau agar sesuai dengan regulasi serta kemudian membangun dan melengkapi fasilitas dan peralatan penunjang pekerjaan masing-masing workshop dan yang terakhir adalah membenahi organisasi, regulasi dan prosedur AMD STPI Curug agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Part 145 Certificate yang pada akhirnya mampu melegalkan AMD STPI Curug untuk masuk dan bersaing di industri tersebut.
92
4.2.4 Manajemen Perubahan dan Budaya Organisasi Manajemen perubahan adalah sebuah proses sistematis mengenai penerapan pengetahuan, sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terlibat dan mengalami dampak dari proses tersebut (Wibowo, 2006, h. 37). McShane dan Von Glinow menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah pola dasar mengenai nilai-nilai bersama dan asumsi yang mengatur cara karyawan dalam sebuah organisasi berpikir dan bertindak dalam menghadapi masalah dan peluang. Lebih lanjut McShane dan Von Glinow menyebutkan bahwa budaya organisasi juga menjelaskan mengenai hal-hal yang penting dan tidak penting di dalam sebuah organisasi dan akan mengarahkan setiap anggota organisasi untuk berlaku dengan benar dalam mengerjakan pekerjaan (MsShane dan Von Glinow, 2008, h. 460). Pada sub-bab ini penulis membahas mengenai bagaimana Pak SWK mengelola perubahan-perubahan yang telah dilakukan di AMD STPI Curug pada kurun waktu tahun 2006-2009. Serta melihat dan membahas dampak dari perubahan tersebut melalui sudut pandang teori budaya organisasi. Penulis menggunakan beberapa sudut pandang analisis manajemen perubahan dan buaya organisasi yang terdiri dari : 1. Kotter Eight Stage Change Process 2. Tipe-tipe Perubahan 3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perubahan 4. Agents Of Change
93
5. Penolakan Perubahan 6. Fungsi Budaya Organisasi 7. Elemen-elemen Budaya Organisasi
4.2.4.1 Kotter Eight Stage Change Process John P. Kotter mengemukakan sebuah teori mengenai model perubahan yang terdiri dari delapan tahapan proses perubahan, yaitu (dalam Wibowo, 2006, h. 92): a. Establishing A Sense of Urgency (membangun/menumbuhkan rasa urgensi), Pak SWK di hari pertamanya menjabat sebagai Kepala AMD STPI Curug langsung melakukan rapat koordinasi dengan seluruh staf yang ada untuk menginventarisir dan mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang dihadapi serta kebutuhan dari masing-masing stafnya. Hal tersebut bertujuan untuk dapat mengelompokkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk kemudian menyusun dan merancang langkah-langkah serta alternatif penyelesaian masalah yang harus dijalankan. b. Creating
the
Guiding
Coalition
(menciptakan
koalisi
pembimbing/pengarahan), Sebagai seorang pimpinan sebuah unit pendukung dari Jurusan Penerbang dan Teknik Penerbangan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu menyediakan segala keperluan penunjang kegiatan pendidikan dari kedua jurusan tersebut Pak SWK aktif untuk berkomunikasi dengan kedua
94
Pimpinan dari Jurusan tersebut guna mengkoordinasikan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka sehingga Pak SWK beserta timnya dapat menyusun rencana kerja yang memang dapat merealisasikan kebutuhankebutuhan tersebut. Pak SWK juga melakukan koordinasi dengan pihak manajemen terkait dengan kebijakan-kebijakan baru yang ditetapkan oleh manajemen terkait dengan program-program kerja yang diajukan Pak SWK bersama timnya di AMD. Di sisi lain secara internal Pak SWK mengkonsolidasikan program kerja yang telah disusun oleh masing-masing sub unit nya untuk kemudian menetapkan kebijakan terkait dengan program-program kerja yang akan dilakasanakan. c. Developing A Vision and Strategy (merumuskan/membangun visi dan strategi)—Communicating The Change Vision (mengkomunikasikan visi perubahan), Masing-masing pimpinan ketika menempati posisi baru di dalam sebuah organisasi akan menetapkan sebuah visi terkait dengan upaya baik mempertahankan maupun mengembangkan organisasi yang dipimpinnya. Pak SWK melakukan hal yang sama dengan menetapkan sebuah visi “Build Safety With Better Maintenance”. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi hal itu juga beliau tanamkan kepada stafnya, terbukti dengan tiap stafnya sadar dan tahu akan maksud dari visi yang ditetapkan oleh Pak SWK, yaitu dengan mengutarakan daftar kebutuhan yang akan dibutuhkan
95
untuk mendukung realisasi visi tersebut dan memberikan saran serta pertimbangan untuk kemajuan AMD STPI Curug. d. Empowering Broad-Based Action (pemberdayaan pekerja untuk aksi secara luas), Pertama kali yang dilakukan oleh Pak SWK adalah dengan merombak dan menyusun ulang struktur organisasi di AMD STPI Curug dikarenakan banyaknya teknisi AMD yang bekerja di instansi swasta, Pak SWK memberikan kesempatan pada para staf yang merasa mampu namun keputusan dalam penunjukkan dan penempatan tetap di tangan beliau. Selanjutnya pada tahapan ini yang dilakukan oleh Pak SWK adalah dengan melibatkan segenap stafnya melalui masing-masing kepala sub unit untuk menyampaikan ide dan saran. Mereka “diajak mikir” oleh Pak SWK untuk dapat menyusun program kerja, Pak SWK ingin menyiapkan dan sekaligus mencari orang-orang yang dianggap mampu ke depannya untuk berkembang dan kelak menggantikan beliau. Selain itu, Pak SWK memberikan kepercayaan secara penuh khususnya kepada para teknisi senior dalam hal pengerjaan perawatan kecuali jika memang ada hal-hal mendesak yang perlu mendapatkan penanganan Pak SWK. e. Generating Short Term Wins (membangkitkan prestasi jangka pendek), Hal yang dilakukan Pak SWK dalam tahap ini adalah ketika Pak SWK mencoba merumuskan sebuah formulasi baru untuk peningkatan insentif bagi segenap stafnya Pak SWK mengupayakan dan meminta stafnya untuk
96
bersama-sama menyiapkan sejumlah data yang akurat lengkap dan detail, walaupun di awal banyak bawahannya yang merasa ragu namun Pak SWK mencoba untuk tetap meyakinkan dan memotivasi sehingga pada akhirnya permintaan yang diajukan tersebut pun disetujui dan direalisasikan. f. Consolidating Gains and Producing More Change (mengkonsolidasikan hasil dan menghasilkan perubahan yang lebih besar), Pada tahapan ini Pak SWK melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas dari perlatan yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan pekerjaan. Kemudian memberikan kesempatan bagi para stafnya untuk sekolah dan memperoleh basic license maupun mengikuti pelatihan dan short coure. Seluruhnya ditujukan untuk dapat mendukung visinya, membawa perubahan menjadi semakin besar dan hasil akhirnya adalah memperoleh Part 145 Certificate. g. Anchoring New Approaches In The Culture (menanamkan pendekatan baru dalam budaya), Pada tahapan akhir ini sesungguhnya adalah tahapan yang belum sungguhsungguh dicapai dikarenakan AMD STPI Curug bersama Pak SWK pada tahun 2009 belum memperoleh Part 145 Certificate dan masih dalam tahapan proses menuju hasil akhir tersebut. Namun yang dapat disampaikan adalah adanya perubahan yang terjadi seperti komunikasi yang lebih terbuka dan dua arah antara pimpinan dan bawahan serta manajemen yang lebih efektif seperti diawali dengan dilakukannya
97
perombakan struktur organisasi oleh Pak SWK yaitu dengan menempatkan orang-orang yang sesuai pada posisi dan kemampuannya masing-masing.
4.2.4.2 Tipe-tipe Perubahan Harvard Business Essentials membagi program-program rencana tersebut menjadi sebagai berikut : a. Structural Change, Tipe perubahan ini dilakukan oleh Pak SWK sendiri dengan melakukan konsolidasi bersama seluruh jajaran stafnya tanpa ada campur tangan dari pihak manajemen ataupun pihak ketiga. b. Cost Cutting, Tipe perubahan ini cenderung tidak terindikasikan di AMD STPI Curug justru sebaliknya, adanya peningkatan insentif yang diperoleh oleh tiap unsure di AMD STPI Curug c. Process Change, Perubahan yang dapat dikategorikan kedalam tipe ini adalah dengan mengadakan komputerisasi dan internet bagi seluruh sub unit yang ada agar koordinasi dan laju informasi dapat lebih mudah dan cepat. Contoh lainnya adalah dengan direalisasikannya sebuah alat IFR 6000 pada sub unit radio instrumen yang akan memudahkan pengecekan dan diagnosa secara otomatis dan akurat terhadap kerusakan yang terjadi pada sistem radio dan instrumen pada pesawat latih, dampaknya adalah lebih cepatnya proses perbaikan kerusakan sistem radio dan instrumen pada pesawat latih
98
tersebut dibandingkan dengan sebelumnya pengecekannya dilakukan secara manual. d. Cultural Change, Pak SWK melakukan perubahan yang cukup besar dalam hal ini dengan merubah kebiasaan dalam berkomunikasi dibandingkan dengan pimpinan yang sebelumnya, beliau mampu membangun komunikasi dua arah dengan bawahannya dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para bawahannya untuk berkreatifitas dan inisiatif untuk kemajuan AMD, serta beliau juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan bawahannya sampai dengan hal di luar pekerjaan.
4.2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Menurut Ivancevich dalam bukunya Organizational Behavior and Management mengungkapkan bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan terjadinya perubahan, yaitu (Ivancevich, 2005, h. 590) : a. Eksternal Hal terbesar penyebab atau dengan kata lain menjadi acuan terjadinya perubahan di AMD STPI Curug dari sisi eksternal adalah dengan adanya pemberlakuan secara ketat sertifikasi CASR Part 145 Certificate bagi tiap-tiap Airfcraft Maintenance Division dan diperbolehkannya tiap-tiap bagian dari lembaga pendidikan di bawah Kementerian Perhubungan untuk menjadi BLU. Selain itu dengan adanya permintaan pasar yang cukup besar terkait dengan perawatan pesawat, dan juga berkembangnya
99
teknologi terkait dengan peralatan dan perlengkapan penunjang perawatan pesawat. b. Internal Berbeda dengan faktor eksternal, pada sisi internal sulit untuk menentukan penyebab terbesar perubahan pada sisi ini. Pada saat Pak SWK masuk AMD STPI Curug memang sudah menghadapi permasalahan yang kompleks, namun jika berdasarkan wawancara dengan Pak SWK adalah buruknya pola komunikasi yang dijalin oleh pimpinan sebelumnya dengan para bawahan, sehingga berdampak pada berbagai hal seperti tidak dapat tersampaikan apa sesungguhnya kebutuhan dari minimal masing-masing sub unit, penyusunan program kerja hanya berdasarkan dari pimpinan dapat disimpulkan secara garis besar berdampak pada AMD STPI Curug secara keseluruhan. Sebagai contoh pengambilan keputusan yang tidak tepat, tugas-tugas dan tanggung jawab tidak dilaksanakanoleh bawahan, dan perilaku di dalam lingkungan kerja, seperti moral kerja, kehadiran pekerja rendah.
4.2.4.4 Agents Of Change Cathy Perme berpendapat bahwa yang seharusnya dilakukan oleh seorang agen perubahan pada saat proses perubahan sedang berlangsung adalah (Perme, 1999) : a.
Mampu mengenali situasi yang dihadapi dan mempunyai persepsi yang jeli serta mampu mempengaruhi situasi tersebut.
100
Pada hari pertamanya memasuki AMD STPI Curug Pak SWK sudah menyadari akan kompleksnya masalah yang dihadapi oleh AMD, sadar akan hal tersebut Pak SWK langsung menindak lanjuti dengan menginventarisir dan mengklasifikasikan masalah-masalah yang timbul dari situasi yang dihadapi bersama para bawahannya. b.
Memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan dirinya, jelas mengenai nilai-nilai yang mereka miliki, mereka mengerti motivasi pribadi, dan mereka tahu bagaimana membangun koalisi dan meminta bantuan. Pak SWK menjunjung tinggi akan arti dan nilai sebuah komitmen terhadap pekerjaan dan hal tersebut juga beliau tanamkan kepada bawahannya. Pak SWK terbiasa bekerja cepat dan menyediakan data pendukung yang tepat, akurat, lengkap dan detail ditambah dengan kemampuan beliau untuk memperjuangkan dan bernegosiasi mengenai program kerja yang telah disusunnya. Beliau juga mampu untuk menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pihak, mulai dari bawahan, rekan satu level sampai dengan atasan baik atasan langsung maupun pengawas lembaga terkait.
c.
Mampu mengedepankan tercapainya tujuan bersama (organisasi) dan mengesampingkan ego pribadi. Dengan mengutamakan dan menjunjung tinggi arti komitmen terhadap pekerjaan maka jelas bahwa Pak SWK sangat mengutamakan tercapainya tujuan organisasi dibandingkan dengan ego pribadinya.
101
d.
Membangun energi, konsensus dan menjadi pemersatu bukan memecah belah dan mengalahkan. Memfokuskan pada membangun kepercayaan dan membantu orang lain untuk menghilangkan persepsi-persepsi dan keyakinan-keyakinan yang dapat membebani/membatasi masa depan mereka. Satu hal yang dapat membuktikan Pak SWK dapat menjadi pemersatu adalah beliau mampu untuk mengembalikan sebagian besar teknisinya yang sempat menjadi “anak hilang” ke AMD STPI Curug melalui cara pendekatan yang persuasif dan kemampuan beliau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui distribusi insentif yang lebih besar. Hal tersebut perlahan namun efektif membangkitkan rasa kepercayaan dari para bawahan terhadap beliau. Hal lain yang dilakukan adalah dengan mengadakan/menyelenggarakan kegiatan family gathering bersama seluruh staf beserta keluarga mereka masing-masing tiap tahun.
4.2.4.5 Penolakan Perubahan Connor mengungkapkan bahwa proses perubahan pada sebuah organisasi cenderung akan mengalami penolakan—terdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya hal tersebut, seperti (dalam Yukl, 2006) : a. Lack of trust (kurang percaya) Kondisi kurang percaya dari bawahan sempat dialami oleh Pak SWK di masa awal beliau menjabat dikarenakan pengalaman para bawahan dengan pimpinan sebelumnya yang cenderung terkesan eksklusif dan one man
102
show. Namun Pak SWK mampu mengatasi kondisi ini dengan merealisasikan sejumlah rencana kerja yang telah disusun bersama seperti tersedianya peralatan penunjang pekerjaan yang sudah tergolong sangat canggih. b. Belief that change is not necessary (merasa bahwa tidak perlu ada perubahan) Kondisi yang dihadapi justru kebalikannya, para bawahan sangat menghendaki adanya perubahan di AMD STPI Curug karena mereka sudah sangat tidak nyaman dengan kondisi sebelumnya. Hal ini di satu sisi menguntungkan bagi Pak SWK karena secara otomatis rencana beliau untuk melakukan perubahan akan dengan mudah disetujui oleh para bawahan bahkan dituntut untuk berubah, tetapi di sisi lain perubahan yang dilakukan oleh Pak SWK harus yang bersifat realistis dan disaat yang sama tuntutan untuk berubah dirasakan sangat besar dengan diberikan penghapus sebagai simbol oleh seorang staf yang dianggap senior agar Pak SWK mampu menghapus sejumlah kebijakan yang dianggap tidak baik yang diterapkan oleh pimpinan sebelumnya. c. Belief that the change is not feasible (merasa bahwa perubahan tidak memungkinkan untuk dilakukan) Sikap apatis terhadap perubahan yang akan dilakukan oleh Pak SWK dari bawahan juga dialami. Contohnya perubahan pada sisi peningkatan pendidikan bagi para staf, pada pimpinan sebelumnya mereka sempat mengajukan untuk disekolahkan tetapi tidak pernah terealisasi. Kemudian
103
perubahan pada sisi fasilitas, para bawahan sudah sangat “terbiasa” dengan peralatan yang tidak pernah berubah selama puluhan tahun dan tidak pernah ada peremajaan atau pengadaan peralatan baru. d. Economic threats (ancaman perekonomian) Untuk hal ini justru sama dengan yang terjadi pada poin b, yaitu kondisinya berkebalikan, para bawahan sangat mengharapkan adanya perubahan pada sisi ini. Mereka sangat mengharapkan Pak SWK mampu untuk merubah motivasi kerja mereka yang sudah sangat rendah dikarenakan imbalan dalam bentuk materi yang diperoleh sangat rendah dibandingkan dengan resiko dan tanggung jawab kerja mereka, disaat yang sama mereka merasa bahwa mereka dibutuhkan oleh AMD STPI Curug karena mencari SDM yang well-qualified dan well-experienced cukup sulit. Dengan menyediakan peralatan yang memadai dan mendukung justru menjadi idaman mereka karena akan dengan sangat positif membantu mereka dalam bekerja. e. Relative high cost (biaya yang tinggi) Penentangan terhadap sejumlah ajuan program kerja dari Pak SWK untuk melakukan perubahan di AMD STPI Curug dialami khususnya dari pihak manajemen dikarenakan biaya yang diminta berjumlah sangat besar dan karena sebagian besar peralatan yang diminta tersebut harus didatangkan dari luar negeri maka biayanya menggunakan US$, namun kembali pada kemampuan Pak SWK beserta timnya dalam menyediakan seluruh data
104
pendukung yang lengkap dan akurat serta kemampuan beliau dalam menyampaikan dan bernegosiasi maka penentangan tersebut dapat diatasi. f. Fear of personal failure (takut akan kegagalan pribadi) Kebanyakan staf Pak SWK mengalami “shock therapy” dengan pola kerja dan kebiasaan yang dilakukan Pak SWK dalam bekerja. Mereka menyebutkan bahwa bersama Pak SWK mereka diajak untuk berpikir bersama-sama. Hal ini menimbulkan ketakutan tersendiri dari para bawahan apakah mereka mampu untuk mengimbangi pola kerja pimpinannya. Pak SWK sadar akan kondisi ini dan beliau memahami bahwa perlu ada penyesuaian secara perlahan. g. Loss of status and power (kehilangan status dan kekuasaan) Hal ini sama dengan poin b dan d sebelumnya, para bawahan khususnya teknisi senior justru merasa mereka akan “terpakai” kembali pertama dikarenakan pengalaman dan keahlian mereka kedua dengan rencana kedepan untuk menjadi sebuah Approved Maintenance Organization (AMO) jelas mereka akan dipertahankan oleh Pak SWK walaupun mereka sudah pension, karena ketika menjadi AMO struktur organisasinya jelas akan berubah dan terlepas dari AMD. h. Threat to values and ideals (ancaman terhadap nilai dan idealisme) Sama halnya dengan beberapa poin sebelumnya untuk poin nilai dan idealisme ini kondisinya justru sebaliknya, para staf Pak SWK justru menginginkan terjadinya perubahan pada hal nilai dan idealisme yang sudah berlaku sebelumnya. Mereka menginginkan adanya keterbukaan
105
dan peningkatan kesejahteraan yang dengan pimpinan sebelumnya tidak direalisasikan.
Namun
di
sisi
lain
mereka
juga
tetap
ingin
mempertahankan nilai kebersamaan dan kekeluargaan di dalam AMD STPI Curug, karena sebagian dari mereka adalah Taruna lulusan STPI Curug dan sebagian besar adalah bersama-sama meniti karir di AMD hanya dengan berbekal ijazah STM. i. Resentment of interference (penolakan terhadap gangguan) Hal ini menjadi salah satu kondisi yang cukup menantang bagi Pak SWK untuk ditanggulangi, karena sebagian besar staf seniornya berusia lebih tua dan sudah menjadi teknisi bahkan sebelum Pak SWK menjadi taruna di STPI, sebagian dari mereka bahkan mengajarkan kelas praktek pada Pak SWK ketika beliau masih menjadi taruna. Tetapi hal tersebut dapat ditanggulangi Pak SWK dengan menerapkan seni pendekatan yang persuasif terhadap para seniornya dan menekankan arti dan pentingnya masing-masing unsur yang ada di AMD STPI Curug.
4.2.4.6 Fungsi Budaya Organisasi McShane dan Von Glinow yang menjelaskan bahwa budaya organisasi memiliki tiga fungsi penting, yaitu sebagai (MsShane dan Von Glinow, 2008, h. 466) : a. Sistem Kontrol, sebagai seorang pimpinan Pak SWK menyadari posisinya juga merupakan sebagai bagian penting dari sebuah sistem kontrol yang dibangun oleh beliau di AMD STPI Curug. Beliau adalah faktor penentu
106
dan menjadi figur bagi bawahannya, dan setiap yang dilakukannya akan mendapatkan reaksi dan kesan dari bawahannya. Oleh karena itu Pak SWK sangat berpegang teguh dan menjunjung tinggi nilai komitmen terhadap pekerjaan dan berupaya untuk konsisten serta menanamkan hal tersebut dengan cara memberi contoh kepada bawahannya mengenai pentingnya
nilai
sebuah
komitmen
terhadap
pekerjaan.
Dengan
melandaskan pada pentingnya sebuah komitmen terhadap pekerjaan secara otomatis terbentuk budaya organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang walaupun tanpa harus diawasi langsung oleh Pak SWK para bawahan akan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. b. Perekat sosial, dalam hal ini nilai komitmen terhadap sebuah pekerjaan yang sangat ditonjolkan oleh Pak SWK di AMD STPI Curug juga memegang peranan penting. Maksudnya adalah dengan menyadari tugas pokok dan fungsi sebagai apa dan sadar akan posisinya serta mampu berkomitmen pada hal tersebut maka para bawahan akan mampu merasa bahwa tiap-tiap mereka adalah bagian dari sebuah organisasi yang saling mendukung satu sama lain dan memegang peranan penting masingmasing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. c. Menyadarkan, nilai komitmen terhadap sebuah pekerjaan memiliki dampak yang positif terhadap proses penyadaran tiap-tiap bagian dari organisasi AMD STPI Curug untuk mengetahui apa sesungguhnya yang diharapkan dari mereka, apa yang harus mereka lakukan untuk AMD, dan
107
bagaimana seharusnya mereka bertanggung jawab terhadap tugas pokok dan fungsi mereka masing-masing di AMD STPI Curug.
4.2.4.7 Elemen-elemen Budaya Organisasi McShane dan Von Glinow menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari sejumlah elemen-elemen baik yang dapat diamati maupun tidak. Artifacts, yaitu symbol-simbol atau tanda-tanda yang dapat diamati dari sebuah budaya organisasi yang berlaku yaitu terdiri dari, (1) cerita/kisah baik sukses maupun gagal dari perjalanan sebuah organisasi, (2) ritual dan perayaan, (3) bahasa perusahaan, (4) struktur fisik dan simbol-simbol. Sementara itu nilai-nilai bersama yang terdiri dari keyakinan-keyakinan yang disadari serta evaluasi mengenai baik atau buruk dan benar atau salah. Serta asumsi bersama yang terdiri dari keyakinan-keyakinan dan persepsi-persepsi yang diyakini secara tidak sadar menurut McShane dan Von Glinow merupakan elemen dari budaya organisasi yang tidak dapat diamati (MsShane dan Von Glinow, 2008, h. 460). Kekeluargaan merupakan salah satu elemen-elemen budaya organisasi yang nampak dan dapat diamati dari AMD STPI Curug, yaitu dengan mengadakan secara rutin kegiatan family gathering tiap tahun bagi seluruh staf beserta keluarga mereka untuk berekreasi bersama dan menjalin keakraban di luar kesibukan pekerjaan, kondisi seperti ini tidak nampak pada era
pimpinan
sebelumnya.
Hal
lain
yang
dapat
diamati
adalah
108
gedung/bangunan tempat bekerja sangat kental dengan dunia penerbangan dan di tiap workshop tersedia serangkain alat-alat teknik penunjang pekerjaan. Sementara itu untuk elemen budaya organisasi yang tidak dapat diamati, para staf khususnya junior selalu berasumsi bahwa apa yang dilakukan oleh para teknisi senior ketika melakukan trouble-shoot terhadap kendala yang terjadi pada saat perawatan pesawat maka hal tersebut adalah yang paling benar, hal ini mengakibatkan ketergantungan kepada teknisi senior, idealnya dan yang selalu diingatkan dan coba ditekankan serta dirubah oleh Pak SWK adalah mengacu pada MM (maintenance manual) karena disitu terdapat seluruh rangkain trouble-shoot yang harus dijalankan dan sudah sangat jelas langkah-langkah yang harus dilakukan tahap demi tahap oleh para teknisi.