BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Keuangan Berikut ini adalah hasil perhitungan Key Perfomance Indicators Aspek Keuangan selama tahun 2005 sampai 2011: Tabel 4.1 Key Perfomance Indicators Aspek Keuangan TAHUN (%) INDIKATOR ROE
2005 29.02
2006 35.03
2007 37.07
2008 36.51
2009 35.58
2010 40.43
2011 40.04
7.4
8.85
9.89
8.74
7.37
8.38
Current Ratio
163.2
197.1
191.4
156.8
155.5
141.7
TATO
29.26
32.3
30.66
27.23
25.46
26.57
Solvabilitas
121.9
123.1
125.4
122
119.1
11.94
ROA
Pertum buhan
Ratarata
0.38
36.24
7.98
0.078
8.3729
144.4
-0.116
164.31
-0.092
28.58
118.4
-0.028
105.97
-
Margin Laba Usaha
-
-
-
-
-
-
29.26
-
29.26
Margin Sblm Pajak
-
-
-
-
-
-
30.33
-
30.33
Sumber: Data yang telah diolah Data mentah (raw data) dari perhitungan di atas terlampir pada lampiran di bagian akhir dari skipsi ini beserta kontrak manajemen PT. Pegadaian (Persero). Pada Tabel 4.1 memperlihatkan pertumbuhan Key Perfomance Indicators Aspek Keuangan serta rata-ratanya selama 7 tahun. KPI Aspek Keuangan dari tahun 2005 sampai 2010 adalah sama, namun pada tahun 2011 mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan badan hukum Pegadaian dari PERUM menjadi Perseroan. Perubahan badan hukum ini mengakibatkan perubahan cara 37
pandang penilaian Aspek Kuangan, namun tanpa mengurangi substansi dan tujuan pengukuarannya. Pada Tabel 4.1, pertumbuhan yang berangka minus berarti mengalami penurunan sedangkan angka positif berarti adanya kenaikan. Tabel tersebut menunjukkan kenaikan yang bernilai positif hanya pada ROE dan ROA. Meningkatnya pendapatan usaha dari PT. Pegadaian (Persero) menjadi salah satu faktor menjadikan KPI ini meningkat. ROE digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dalam kondisi PT. Pegadaian (Persero), ROE cenderung meningkat, ini berarti manajemen semakin baik mengelola modal, sehingga menghasilkan laba setelah pajak yang semakin besar. Seperti halnya ROE, ROA adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk mengahasilkan laba. ROA PT. Pegadaian (Persero) memang tidak begitu tinggi namun dapat dikatakan meningkat. Ini berarti perusahaan semakin baik mengelola aset untuk menghasilkan laba. Sedangkan untuk CR, TATO dan Solvabilitas mengalami penurunan. Penurunan KPI ini berlum tentu buruk. Rasio CR yang tinggi mengindikasikan banyaknya idle cash dalam perusahaan sehingga manajemen dianggap kurang cakap dalam mengelola perusahaan. Namun rasio CR yang tinggi mengindikasikan hutang jangka pendek yang dijamin oleh aset lancar atau untuk mengungkapkan jaminan keamanan (margin of safety) perusahaan terhadap 38
kreditor jangka pendek. Semakin tinggi rasio CR maka margin of safety-nya dalam keadaan baik. Turunnya rasio TATO mengindikasikan bahwa perusahaan kinerjanya mengalami penurunan dalam mengelola asetnya untuk memperoleh pendapatan usaha. Sedangkan menurunnya rasio Solvabitas mengindikasikan perusahaan semakin tidak solvable jika dinyatakan pailit. Rasio Solvabilitas PT. Pegadaian (Persero) memiliki rasio di atas 100%, ini berarti walaupun turun namun PT. Pegadaian (Persero) akan dapat melunasi seluruh kewajibannya apabila dinyatakan pailit. 1. Return on Equity (ROE) Hasil perhitungan ROE dapat dilihat Tabel 4.1 dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011. Dari data terebut dapat dilihat selama 7 tahun kebelakang, ROE mengalami kenaikan. Hasil persentase tertinggi ROE pada tahun 2010 dan terendah adalah tahun 2005. Petumbuhan ROE tersebut dipengaruhi oleh laba setelah pajak, laba/rugi penjualan aset dan ekuitas rata-ratanya. Pertumbuhan ROE dapat mengindikasikan adanya pertumbuhan laba setelah pajak dari tahun ke tahun. Kenaikan ROE ini disebabkan karena meningkatnya laba setelah pajak yang digunakan sebagai pembilang dalam perhitungan ROE. Meningkatnya laba setelah pajak ini pastilah diikuti dengan meningkatnya ekuitas rata-rata, namun persentase kenaikan laba setelah pajak lebih besar daripada persentase kenaikan ekuitas rata-rata. Dari lampiran perhitungan KPI dapat dilihat laba terbesar pada tahun 2011 Rp. 1.476.235.286.928 sedangkan kenaikan tertingginya pada tahun 39
2010 dengan asumsi tahun sebelumnya sebagai dasar perhitungan. Peningkatan laba setelah pajak tersebut dikarenakan adanya peningkatan pendapatan usaha dan beban usaha, namun kenaikan pendapatan usaha tersebut cenderung lebih besar dibanding kenaikan beban usahanya. Peningkatan pendapatan usaha dan beban usaha ini terlihat secara signifikan mulai tahun 2009, ini dikarenakan adanya perubahan strategi PT. Pegadaian (Persero) menambah jumlah outlet secara besar-besaran diimbangi dengan penambahan jumlah karyawannya sebagai langkah antisipasi masuknya gadai swasta ke masyarakat. Dari sisi pendapatan meningkat diimbangi dengan meningkatnya beban usaha. Pada lampiran perhitungan KPI, laba penjualan aset pada tahun 2010 mengalami minus yang berarti mengalami kerugian penjualan aset. Kerugian tersebut terdiri atas penjualan bangunan sebesar Rp 145.804.168, sedangkan untuk penjualan inventaris memperoleh laba sebesar Rp 11.281.081. Kerugian penjualan aset tersebut terjadi dikarenakan hasil penjualan atas tanah dan bangunan jauh lebih rendah daripada nilai bukunya. Pada tahun 2010 tanah dan bangunan memiliki nilai buku Rp. 149.604.168, namun laku dijual hanya Rp. 4.800.000. Aset tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau yang dijual, nilai tercatat dan akumulasi penyusutan aset tersebut dikeluarkan dari kelompok aset tetap dan laba atau rugi yang terjadi dibukukan dalam laporan laba rugi tahun yang bersangkutan.
40
Ekuitas berturut-turut dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami kenaikan. Kenaikan ekuitasnya 4.7 kali lipat selama 7 tahun. Kenaikan ekuitas ini dipengaruhi meningkatnya pinjaman ke pihak perbankan sebagai akibat dari penyaluran kredit gadai KCA yang terus berkembang. ROE digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai sehingga kemungkinan
suatu
perusahaan
dalam
kondisi
bermasalah
semakin
kecil. Dalam kondisi PT. Pegadaian (Persero) ROE cenderung meningkat, ini berarti manajemen semakin baik mengelola modal, sehingga menghasilkan laba setelah pajak yang semakin besar. Pada perusahaan terbuka (tbk), ROE merupakan indikator yang diamati oleh investor. Karena dari ROE inilah, investor dapat menganalisa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba (profitabilitas), efisiensi dalam mengelola aset (assets management) dan hutang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial leverage). Meningkatnya ROE PT. Pegadaian (Persero) dapat menjadi magnet untuk menarik investor. Hal ini dimungkinkan karena PT. Pegadaian (Persero) dalam masa persiapan menuju Initial Public Offering (IPO) dan sebagai pionir dan market leading dalam bisnis gadai di Indonesia, tentunya IPO PT. Pegadaian (Persero) akan incaran para investor. 2. Return on Asset (ROA)
41
Hasil perhitungan ROA dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pengukuran kinerja ROA menunjukkan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan laba. Dari perhitungan ROA dari tahun 2005 sampai 2011 rasio ROA tertinggi adalah 9.89% pada tahun 2007, artinya tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan relatif baik. Ini dikarenakan tolok ukur ROA adalah 10%, artinya jika ROA perusahaan memiliki angka 10% atau lebih maka pengembalian aset yang dimiliki perusahaan adalah baik. Jika kita rata-ratakan ROA dari tahun 2005 sampai dengan 2011 maka didapat angka 8.37%. Secara garis besar PT. Pegadaian (Persero) memiliki ROA yang cukup baik dan stabil, artinya keputusan manajemen dalam menginvestasikan modal dalam bentuk aset telah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan laba sebelum pajak dari tahun ke tahun. Laba sebelum pajak dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI nilainya terus meningkat. Aset tetap PT. Pegadaian (Persero) dan anak perusahaan dicatat berdasarkan
harga
perolehan
(historical
cost)
dikurangi
akumulasi
penyusutan. Seluruh aset tetap disusutkan, kecuali tanah. Aset tetap selain bangunan disusutkan berdasarkan metode saldo menurun ganda (double declining method), sedangkan bangunan disusutkan berdasarkan metode garis lurus (straight line method). 3. Current Ratio
42
Hasil perhitungan Current Ratio dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari persentase Current Ratio tersebut dapat dilihat PT. Pegadaian (Persero) memiliki Current Ratio yang cukup tinggi. Current Ratio menandakan hutang jangka pendek yang dijamin oleh aset lancar atau untuk mengungkapkan jaminan keamanan (margin of safety) perusahaan terhadap kreditor jangka pendek. Current Ratio paling tinggi terdapat pada tahun 2007, sebesar 191.40% yang artinya 1 hutang jangka pendek dijamin oleh 1,914 aset lancar. Rasio pada tahun tersebut cukup tinggi. Jika dilihat dari rationya hutang jangka pendek sangat dijamin oleh aset lancar. Perusahaan juga tidak akan kesulitan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Semakin besarnya rasio ini perusahaan akan dianggap kurang efisien dalam mengelola aset lancarnya. Namun berbeda dengan PT. Pegadaian (Persero), jika kita lihat besarnya rasio ini didominasi oleh dua akun. pinjaman yang diberikan pada aset lancar dan hutang bank pada kewajiban lancarnya. Besarnya pinjaman yang diberikan tersebut hampir dua kali lipat hutang banknya. PT. Pegadaian (Persero) meminta pinjaman dari bank untuk kegiatan operasional. Hal ini terjadi karena badan hukum PT. Pegadaian (Persero) masih berbentuk PERUM. PT. Pegadaian (Persero) kesulitan mendapatkan tambahan modal dari pemerintah. Status badan hukum PERUM membuat PT. Pegadaian (Persero) kesulitan memenuhi kebutuhan jasa gadai di masyarakat, yang akhirnya meminjam dana dari pihak ketiga, dalam hal ini 43
adalah perbankan. Namun hutang tersebut, dialokasikan untuk pembiayaan jasa gadai yang adalah core bussiness dari PT. Pegadaian (Persero). Pada tahun 2007, aset lancarnya sebesar Rp. 6.949.060.218.267 dan pinjaman yang diberikan adalah Rp. 6.374.261.142.279, kewajiban lancar sebesar Rp. 3.630.705.198.081 dan hutang bank sebesar Rp. 3.155.023.971.868. Sebesar 91.73% aset lancar didominasi oleh pinjaman yang diberikan dan 86.90% kewajiban lancar didominasi oleh hutang bank. Akun-akun lain dalam aset lancar dan kewajiban lancar tidak berpengaruh signifikan dalam perhitungan Current Ratio. Hal ini terjadi juga disetiap tahunnya dari 2005 sampai tahun 2011. 4. Total Asset Turn Over Hasil perhitungan TATO dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio TATO cenderung mengalami penurunan, walau masih dapat dikatakan stabil karena penurunannya tidak begitu signifikan. Pada tahun 2011, PT. Pegadaian (Persero) tidak menggunakan TATO sebagai Key Perfomance Indicators dalam aspek finansialnya sesuai RKAP yang dibuat pada tahun tersebut. Perputaran total aset mengukur efektifitas penggunaan seluruh aset perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Pendapatan dalam perhitungan rasio ini mencakup hanya total pendapatan usaha. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya rasio perputaran total aset yang tinggi karena penjualan aset tetap secara besar-besaran, sehingga rasio tersebut diharapkan 44
benar-benar mampu mengukur efektifitas dan tingkat kemampuan manajemen dalam mengelola aset. Pada lampiran perhitungan KPI terlihat peningkatan pendapatan usaha yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Pendapatan usaha meliputi pendapatan sewa modal, pendapatan administrasi, pendapatan toko emas, uang kelebihan lewat waktu dan pendapatan investasi lainnya. Pada tahun 2005 terdapat pendapatan toko emas, sedangkan dari tahun 2006 sampai 2010 tidak ada. Hal ini dikarenakan adanya penutupan Unit Toko Emas (UTE) Galeri 24 Pegadaian. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian No.66/UL.100225/2005 tanggal 11 Juli 2005 telah dilakukan penutupan UTE Galeri 24. Penutupan kegiatan usaha tersebut didasarkan pada hasil kajian yang telah dilakukan, antara lain: a. Tingkat efisiensi dan produktivitas UTE Galeri 24 sangat rendah dan tidak mampu bersaing dengan toko emas lain. b. Adanya ketentuan perpajakan yang mengatur bahwa transaksi penjualan emas dikenakan PPN sebesar 10%. Pada tahun 2010, terjadi perubahan pengakuan pendapatan dari uang kelebihan lewat waktu. Sebelum tahun 2010, uang kelebihan lewat waktu diakui sebagai pendapatan usaha lainnya tetapi setelah itu uang kelebihan lewat waktu diakui sebagai pendapatan lain-lain diluar usaha. Uang kelebihan lewat waktu adalah uang kelebihan dari hasil lelang barang jaminan nasabah yang telah kadaluarsa. Perubahan ini akan mengurangi jumlah akun dalam 45
pendapatan usaha, namun tidak berpengaruh signifikan. Uang kelebihan lewat waktu ini menjadi sumber dana dari Corporate Social Responsibility PT. Pegadaian (Persero). Capital Employed adalah total aset dikurangi total aset dalam penyelesaian. Capital employed dalam perhitungan perputaran total aset mengurangkan aset tetap dalam pelaksanaan dari total aset karena aset tetap dalam penyelesaian dianggap belum siap digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Capital Employed dari tahun 2005 sampai 2011 terus meningkat hal ini dikarenakan total aset juga meningkat. 5. Solvabilitas Rasio solvabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tahun 2005 rasio solvabilitas PT. Pegadaian (Persero) mengalami kenaikan sampai tahun 2007, namun terus menurun sampai tahun 2011. Fuktuasi rasio ini masih dapat dikatakan stabil karena tidak menyimpang terlalu jauh. Rasio solvabilitas ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. Rasio solvabilitas PT. Pegadaian (Persero) selalu di atas angka 100%, artinya PT. Pegadaian (Persero) dapat memenuhi seluruh kewajibannya seandaianya terjadi kepailitan. Semakin meningkatnya raso ini berarti semakin baik. Perusahaan tidak akan khawatir semua hutangnya tidak akan terbayar jika terjadi kepailitan. Rasio solvabilitas yang digunakan adalah membagi total aset dengan total kewajiban, baik liabilitas lancar maupun liabilitas tidak lancar. 46
Total aset sangat didominasi oleh pinjaman yang diberikan yang merupakan total semua pinjaman usaha gadai, usaha syariah maupun usaha lain. Usaha gadai merupakan core bussiness PT. Pegadaian (Persero), usaha syariah merupakan gadai syariah yang disebut dengan Rahn, sedangkan untuk usaha lainnya meliputi Kredit Kresna (PYD Golongan E), Kredit Kreasi dan Krasida serta Krista (PYD Golongan F), Kredit Tunda Jual Gabah (PYD Golongan G) dan Unit Gadai Efek. Pada tahun 2006 terjadi penjualan surat berharga PT. Semen Gresik Tbk. yang dimiliki oleh PT. Pegadaian (Persero). Surat berharga tersebut merupakan saham yang terdaftar di bursa efek, yang diklasifikasikan dalam kategori efek “Tersedia Untuk Dijual” dinyatakan sebesar nilai wajar (harga pasar) sesuai dengan PSAK No. 50 “Akuntansi Investasi Efek Tertentu”. Penjualan surat berharga tersebut berdampak berkurangnya satu akun pembilang dalam perhitungan rasio solvabilitas. Namun hal ini tidak berpengaruh signifikan karena jumlah surat berharga yang dijual sangatlah kecil bila dibandingakan dengan pinjaman yang diberikan. Pada tahun 2009 muncul akun pajak dibayar dimuka pada sisi aset lancar. Saldo pajak dibayar dimuka per 31 Desember 2009 sebesar Rp 39.396.710.924 dan 31 Desember 2008 bersaldo nihil. Saldo pada tahun 2009 merupakan saldo kelebihan pembayaran angsuran PPh 29 badan tahun 2009, dimana jumlah angsuran PPh masa/Pasal 25 badan selama 12 (dua belas bulan) yaitu Rp. 357.606.095.004 dan nilai PPh 29 badan tahun 2009 sebesar 47
Rp. 318.209.384.080. Atas kelebihan ini, PT. Pegadaian (Persero) sudah mengajukan restitusi ke Dirjen Pajak. Pada tahun 2011, kantor pajak telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sehingga saldo pajak dibayar dimuka pada tahun 2011 sudah nihil kembali. Munculnya akun pajak dibayar dimuka tentunya akan berpengaruh menambah aset pada tahun 2009 dan 2010 sebagai dasar perhitungan. Total hutang lebih dari 85% didominasi oleh pinjaman dari bank dan pinjaman obligasi. Dan melihat dari rasio solvabilitas PT. Pegadaian (Persero) sangat tinggi berati keadaan perusahaan sangat solvabale. Leverage yang diperoleh dari pinjaman bank dan obligasi digunakan PT. Pegadaian (Persero) untuk menyalurkan kredit gadai ke masyarakat luas. Walaupun rasio solvabilitasnya baik, namun rasio leverage-nya sangat tinggi pula. Ini akan terlihat jika kita membandingkan pinjaman dari bank dan obligasi dengan pinjaman yang diberikan. Namun tingginya leverage bukan berarti perusahaan sedang mengalami keterpurukan finansial. Tingginya leverage di PT. Pegadaian (Persero) dikarenakan adanya permintaan jasa gadai di masyarakat luas sedangkan PT. Pegadaian (Persero) terhambat masalah modal dan pendanaan. 6. Margin Laba Usaha Rasio margin laba usaha dipakai sebagai Key Perfomance Indicators hanya pada tahun 2011 saja. Pada tahun 2011 rasio margin laba usahanya 48
adalah 29.26%, dapat dilihat pada tabel 4.1. Margin laba usaha mencerminkan kemampuan manajemen menghasilkan laba setelah beban operasional. Dari rasio tersebut dapat diketahui laba yang dihasilkan dari pendapatan yang diperoleh selama satu periode. Laba usaha pada tahun 2011 adalah Rp. 1.926.659.231.875
sedangkan
total
pendapatanya
adalah
Rp.
6.600.927.966.486. Rasio margin laba usaha yang baik adalah dimana pendapatan diperoleh secara maksimum dan beban operasional dikeluarkan secara minimum/efisien. Pendapatan usaha yang besar namun besar pula beban tentunya akan menghasilkan laba usaha yang kecil. Pendapatan usaha PT. Pegadaian (Persero) diperoleh dari pendapatan sewa modal dan administrasi sedangkan untuk beban dikeluarkan paling besar untuk beban bunga dan provisi, beban pegawai dan beban umum. Pada beban umum, terlihat bahwa beban paling besar dikeluarkan untuk beban keamanan, beban jasa outsourching pegawai, beban sewa dan beban perjalanan dinas. Dari hal tersebut pos-pos beban yang dikeluarkan hampir sama yaitu untuk beban pegawai, sedangkan untuk beban-beban lain jumlahnya tidak signifikan. Beban bunga dan provisi jumlahnya memang sangat besar akan tetapi beban ini adalah konsekuensi pinjaman dari bank dan obligasi, artinya manajemen telah efisien dalam mengeluarkan beban (beban dikeluarkan secara minimum). 7. Margin Laba Sebelum Pajak
49
Rasio margin laba sebelum pajak dipakai sebagai Key Perfomance Indicators hanya pada tahun 2011 saja. Pada tahun 2011 rasio margin laba usahanya adalah 30.33%, dapat dilihat pada Tabel 4.1. Margin laba sebelum pajak mencerminkan kemampuan manajemen menghasilkan laba setelah semua beban dan pendapatan di luar usaha. Rasio ini memasukkan semua beban dan pendapatan yang timbul dalam satu periode, baik dari usaha maupun di luar usaha. Laba sebelum pajak PT. Pegadaian (Persero) pada tahun 2011 adalah Rp. 2.002.251.590.714. Laba setelah pajak ini lebih besar dari laba usaha yang diperoleh pada tahun berjalan. Hal ini dikarenakan adanya beban diluar usaha dan pendapatan di luar usaha yang dimasukkan dalam perhitungan, namun besar pendapatan di luar usahanya lebih besar daripada beban di luar usaha. Pendapatan di luar usahanya meliputi uang kelebihan lewat waktu, pendapatan sewa gedung, pendapatan jasa giro, laba penjualan aset tetap dan pendapatan lainnya, sedangkan beban di luar usahanya adalah beban lain-lain. Pada pendapatan lain-lain merupakan jumlah pendapatan dari pendapatan denda angsuran/keterlambatan kredit, laba penjualan BLP, BJYD dan marhun yang disisihkan, kartu nasabah hilang, pendapatan selisih perhitungan kas, pendapatan dari kredit UKM yang recovery. Sedangkan beban lain-lain adalah jumlah rugi penjualan BLP, BJYD dan marhun yang disisihkan dan rugi pertukaran/pengalihan aset tetap.
50
Dari angka-angka tersebut dan rasio margin laba sebelum pajak, dapat kita simpulkan bahwa PT. Pegadaian (Persero) memiliki laba sebelum pajak yang cukup tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pihak manajemen telah secara baik mengelola perusahaan. Tidak banyak beban di luar usaha, hanya terdapat satu akun beban lain-lain di laporan laba/ruginya. PT. Pegadaian (Persero) dinilai tidak boros dalam mengeluarkan biaya di luar usaha yang dirasa tidak perlu.
B. Aspek Operasional Tabel 4.2 sampai Tabel 4.4 memperlihatkan Key Perfomance Indicators Aspek Operasional dari tahun 2005 sampai 2011. KPI Aspek Operasional berganti setiap 3 tahun. Tahun 2005 sampai 2007 memiliki KPI yang sama, tahun 2008 sampai 2010 memiliki KPI yang sama. Sedangkan tahun 2011 karena tahun ke 7, sehingga tidak memiliki komparasi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Dalam setiap 3 tahun KPI-nya selalu berubah, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Seluruh KPI yang ada tertuang dalam kontrak kerja PT. Pegadaian (Persero) dengan Kementerian BUMN setiap tahunnya yang disahkan oleh Menteri BUMN.
51
Tabel 4.2 Key Perfomance Indicators Aspek Operasional TAHUN (%) INDIKATOR Pertumbuhan dan pencapaian target omzet UP
2005 126.38
2006 122.64
2007 113.95
Pertumbuhan dan pencapaian target omzet BJ
102.99
99.09
Pertumbuhan dan pencapaian target nasabah
120.00
Produktivitas pegawai (Rp. Juta) Overhead Cost Ratio
Pertum buhan
-0.098
120.99
97.73
-0.051
99.937
131.69
117.08
-0.024
122.92
1907.02
2470.23
3045.00
0.597
2474.1
16.05
15.25
14.91
-0.071
15.403
Sumber: Data yang telah diolah Tabel 4.2 menunjukkan Key Perfomance Indicators Aspek Operasional selama tahun 2005-2007. Tabel tersebut hanya menunjukkan perbandingan tiga tahunan dikarenakan Aspek Operasional berubah indikatornya setiap tiga tahun. Hal ini dikarenakan dinamika perusahaan dan aspek-aspek yang dianggap penting menyangkut operasional perusahaan sehingga aspek tersebut dikaji setiap tiga tahunan. Key Perfomance Indicators Aspek Operasional tersebut terdapat pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) setiap tahunnya yang telah disahkan oleh Menteri BUMN. Pada tabel tersebut pertumbuhan yang mengalami penurunan ditunjukkan oleh angka minus. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan Aspek Operasional dari kelima KPI-nya, empat mengalami penurunan dan hanya satu yang mengalami kenaikan, yaitu Produktivitas Pegawai. Produktivitas Pegawai ini meningkat dikarenakan omzet PT. Pegadaian (Persero) yang semakin meningkat namun jumlah pegawai yang cenderung konstan/tidak banyak mengalami penambahan/pengurangan. Sedangkan untuk pertumbuhan dan pencapaian UP, BJ dan nasabah pertumbuhannya menurun.
52
Ratarata
Hanya pertumbuhan dan pencapaian BJ yang tidak tercapai lebih dari 100%. Hal ini dikarenakan nasabah PT. Pegadaian (Persero) membawa barang jaminan yang lebih berkualitas dari tahun ke tahun, terlihat dari pergeseran pagu kredit yang disalurkan. Walaupun menurun dari segi jumlah barang jaminan yang diterima namun dari sisi pencapaian omzet dan jumlah nasabahnya meningkat. Peningkatan ini bertolak belakang dengan petumbuhannya. Pertumbuhan untuk ketiga indikator ini mengalami minus atau dikatakan menurun. Penurunan ini lebih dipegaruhi oleh taget yang ditetapkan oleh manajemen. Dari target yang ditetapkan oleh manajemen pencapaiannya memang menurun dari tahun ke tahun. Untuk Overhead Cost Ratio pertumbuhannya menurun. Penurunan ini mengindikasikan perusahaan semakin efisien dalam mengelola biaya overhead yang timbul. Semakin besar biaya tentunya akan menjadi beban perusahaan sebagai pengurang pendapatan yang diterima dalam satu periode. Tabel 4.3 Key Perfomance Indicators Aspek Operasional Tahun 2008-2010 TAHUN (%) INDIKATOR
2008
2009
2010
Pertum buhan
Ratarata
Pertumbuhan omzet bisnis inti
148.29
143.31
128.39
-0.1342
139.997
Pertumbuhan omzet non bisnis inti
189.37
141.47
136.47
-0.2793
155.77
Pertumbuhan barang jaminan
151.35
114.75
113.68
-0.2489
126.593
Penyerapan belanja modal
53.48
78.4
60.2
0.13
64.03
Produktivitas tenaga kerja
5738.74
7288.85
7987.02
0.3918
7004.87
12.28
11.07
12.23
-0.0041
11.86
0.00003
0.001
0
-1
0.00034
364.898.850
2.607.879.000
2.22 M
5.0839
1.7 M
Overhead Cost Ratio Toleransi pencurian/hilangnya BJ Toleransi kesalahan penaksiran BJ
Sumber: Data yang telah diolah 53
Tabel 4.3 menunjukkan Key Perfomance Indicators Aspek Operasional selama tahun 2008-2010. Tabel tersebut hanya menunjukkan perbandingan tiga tahunan dikarenakan Aspek Operasional berubah indikatornya setiap tiga tahun. Hal ini dikarenakan dinamika perusahaan dan aspek-aspek yang dianggap penting menyangkut operasional perusahaan dari tahun 2008 sampai 2010. Key Perfomance Indicators Aspek Operasional tersebut terdapat pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) setiap tahunnya yang telah disahkan oleh Menteri BUMN. Pada tabel tersebut pertumbuhan yang mengalami penurunan ditunjukkan oleh angka minus. Pada
Tabel
4.3
pertumbuhan
yang
mengalami
penururnan
adalah
pertumbuhan omzet bisnis ini, pertumbuhan omzet non bisnis inti, pertumbuhan barang jaminan, overhead cost ratio dan toleransi pencurian/hilangnya barang jaminan. Sedangkan yang mengalami kenaikan adalah produktivitas tenaga kerja dan toleransi kesalahan penaksiran barang jaminan. Untuk pertumbuhan omzet bisnis inti, non bisnis inti dan barang jaminan lebih dipengaruhi oleh pencapaian target yang ditetapkan oleh PT. Pegadaian (Persero). Dari tahun ke tahun target yang ditetapkan semakin besar dan pencapaianya setiap tahun menurun persentasenya. Overhead cost ratio angka rasionya menurun ini berarti PT. Pegadaian (Persero) semakin efisien dalam mengelola beban yang ada dalam perusahaan. Semakin tinggi overhead cost ratio maka biaya overhead yang dikeluarkan semakin besar dalam satu periode. Hal yang sama ditunjukkan oleh menurunnya toleransi hilangnya barang jaminan. Menurunnya rasio ini berarti 54
tindak kejahatan yang terjadi di Pegadaian semakin kecil. Dengan demikian PT. Pegadaian (Persero) semakin mengutamakan keamanan untuk menjaga citra Pegadaian di masyarakat umum. Produktivitas tenaga kerja meningkat karena omzet yang dicapai PT. Pegadaian (Persero) selalu meningkat dari tahun ke tahun namun jumlah pegawainya tidak mengalami banyak penambahan/pengurangan. Sedangkan untuk toleransi kesalahan penaksiran barang jaminan meningakat 5 kali lipat dari tahun 2008 ke 2010. Peningkatan ini disebabakan banyaknya temuan beda taksiran oleh tim SPI dengan penaksiran penaksir di cabang. Perbedaan ini dapat disebabakan banyak hal mulai penurunan harga emas sampai kurang cakapnya pegawai dalam menaksir barang jaminan. Tabel 4.4 Key Perfomance Indicators Aspek Operasional Tahun 2011 TAHUN INDIKATOR Pertumbuhan omzet bisnis inti Pertumbuhan omzet non bisnis inti Pertumbuhan barang jaminan Penyerapan belanja modal Pertumbuhan nasabah Produktivitas cabang (milyar) Tenaga penaksir baru Toleransi pencurian/hilangnya barang jaminan Toleansi kesalahan penaksiran barang jaminan
Sumber: Data yang telah diolah
55
2011 33.41% -11.82% 10.78% 26.20% 10.16% 17.82 Milyar 240 orang 0.0004% Rp. 0.97 Milyar
Tabel 4.4 menunjukkan Key Perfomance Indicators PT. Pegadaian (Persero) tahun 2011. Pada Tabel 4.4 tidak ada komparasi dengan tahun-tahun sebelumnya karena KPI Aspek Operasional berganti setiap 3 tahunan, dan tahun 2011 adalah tahun ke 7 sehingga tidak memiliki pembanding dengan tahun sebelummnya. Pada tahun 2011 dari sembilan KPI, ada satu yang memiliki nilai minus yaitu pertumbuhan omzet bisnis inti. Angka ini menjadi minus karena mulai tahun 2010 terjadi penghentian sementara penyaluran bisnis non inti khususnya produk Kreasi dan Krista. Banyaknya NPL produk ini membuat PT. Pegadaian (Persero) berusaha cut loss dan berusaha menagih kredit yang macet. Banyaknya NPL ini dipegaruhi oleh karakteristik produknya. Kreasi dan Krista tidak menyertakan jaminan dalam penguasaan PT. Pegadaian (Persero) sehingga dimungkinkan banyak yang mangkir dari kewajiban sebagai debitur. Tabel 4.5 Key Perfomance Indicators Esensial TAHUN INDIKATOR Pertumbuhan omzet bisnis inti Produktivitas tenaga kerja
2005 126.38
2006 122.64
2007 113.95
2008 148.29
2009 143.31
2010 128.39
2011 33.41
1,907.02 2,470.23 3,045.00 5,738.74 7,288.85 7,987.02 10,050.00
Sumber: Data yang telah diolah Tabel 4.5 merupakan tabel yang memperlihatkan KPI yang digunakan setiap tahunnya. KPI ini dianggap penting karena mewakili kinerja perusahaan secara umum. Gadai dalam PT. Pegadaian (Persero) merupakan bisnis inti yang menyumbang pendapatan usaha paling besar sehingga Pegadaian beranggapan
56
KPI ini perlu untuk diperhitungkan setiap tahunnya. Sedangkan untuk produktivitas tenaga kerja, merupakan ukuran setiap pegawai dalam menyumbang omzet kepada perusahaan. Produktivitas tenaga kerja ini terus meningkat walaupun PT. Pegadaian (Persero) melakukan rekrutmen besar-besaran tahun 2009 sampai sekarang. Ini berarti setiap pegawai yang direkrut memiliki kinerja yang baik dalam sumbangsih omzet perusahaan. Pada KPI pertumbuhan omzet bisnis inti, tahun 2011 menggunakan formula yang sedikit berbeda, namun bila menggunakan formula yang sama akan didapat angka 133.41%. Perbedaan formula perhitungan ini karena adanya perubahan badan hukum Pegadaian sehingga perlu sedikit penyesuaian dalam KPI-nya. 1. Pertumbuhan dan Pencapaian Target UP Rasio pertumbuhan dan pencapaian target uang pinjaman digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005-2007 dapat dilihat dalam Tabel 4.2. Dari ketiga tahun yang menggunakan rasio pertumbuhan dan pencapaian uang pinjaman, semuanya melebihi angka 100%. Ini berati pada ketiga tahun tersebut target yang ditetapkan dalam RKAP PT. Pegadaian (Persero) tercapai. Penyaluran uang pinjaman dalam bisnis gadai adalah sama halnya dengan omzet penjualan barang pada perusahaan manufaktur. Setiap tahunnya perusahaan menetapkan target penyaluran uang pinjaman sebagai salah satu tolok ukur perkembangan perusahaan. Semakin besar penyaluran uang pinjamannya maka akan berhubungan dengan penerimaan pendapatan usaha baik dari sewa modal maupun administrasi, yang pada akhirnya akan 57
membuat laba PT. Pegadaian (Persero) juga meningkat. Penyaluran uang pinjaman ini masih didominasi oleh penyaluran kreadit gadai KCA, yang merupakan core bussiness PT. Pegadaian (Persero). Bisnis usaha lain PT. Pegadaian (Persero) memang belum menyumbang omzet penyaluran uang pinjaman yang signifikan. Hal ini dikarenakan bisnis usaha lain PT. Pegadaian (Persero) belum dikenal luas di masyarakat. Penyaluran uang pinjaman dari tahun 2005 sampai 2007 dapat dilihat di lampiran perhitungan KPI pada akhir skripsi ini. Dari laporan keuangan PT. Pegadaian (Persero) didapat outstanding pinjaman dari tahun 2005 sampai 2007. Perbandingan antara outstanding loan dengan penyaluran uang penyaluran uang pinjaman sangat terpaut banyak. Ini karena penyaluran pinjaman merupakan akumulasi transaksi gadai KCA berupa transaksi gadai baru, ulang gadai, tebus sebagian, cicil maupun penambahan pinjaman. Penyaluran uang pinjaman ini lebih dari 90% dari gadai KCA yang merupakan core bussiness PT. Pegadaian (Persero). Penyaluran uang pinjaman dari gadai KCA sendiri berturut-turut dari tahun 2005 sampai 2007 adalah Rp. 13.126.435 juta, Rp. 17.294.485 juta dan Rp. 20.991.058 juta, sehingga tampak jelas penyaluran uang pinjaman dari usaha lainya adalah Rp. 1.025.544 juta,
Rp. 1.118.821 juta dan Rp. 1.779.427 juta. Walaupun
penyaluran uang pinjamannya naik dari tahun 2005 sampai 2007, namun rasio pertumbuhan dan pencapaian target uang pinjamannya turun. Ini berarti secara kuantitas penyaluran pinjamannya bertambah namun secara kualitas 58
perkembangan penyaluran pinjamannya menurun. Faktor penetapan target penyaluran uang pinjaman dan realisasi penyaluran pinjaman tahun sebelumnya menjadi alasan menurunnya rasio tersebut, karena formula perhitungan rasionya menggunakan faktor tersebut. 2. Pertumbuhan dan Pencapaian Target Barang Jaminan Rasio pertumbuhan dan pencapaian target barang jaminan digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005 sampai 2007. Rasio tersebut dapat dilihat pada Tbel 4.2. Dari ketiga tahun tersebut terlihat bahwa rasio pertumbuhan dan pencapaian target barang jaminan menurun walupun relatif kecil. Rasio tersebut menggambarkan pertumbuhan barang jaminan yang diterima PT. Pegadaian (Persero) dan pertumbuhannya dari tahun sebelumnya. Barang jaminan merupakan aset perusahaan yang merupakan titipan barang berharga nasabah yang sebagai jaminan atas kredit gadai yang dicairkan. Oleh karena itu banyaknya barang jaminan dapat menjadi tolok ukur perkembangan usaha dari segi kuantitas. Semakin banyak barang jaminan yang diterima maka PT. Pegadaian (Persero) semakin dikenal masyarakat luas dalam bisnis gadai. Realisasi barang jaminan yang diterima PT. Pegadaian (Persero) dari tahun 2005 sampai 2007 dapat dilihat di lampiran perhitungan KPI pada akhir skripsi ini. Dari data tersebut barang jaminan yang diterima PT. Pegadaian (Persero) merningkat dari tahun ke tahun, namun kenaikannya relatif kecil. 59
Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kualitas barang jaminan yang diterima dan didorong oleh kebutuhan dana yang terus meningkat sesuai dengan kenaikan harga. Budaya nasabah/masyarakat yang menginginkan kepraktisan untuk membawa barang jaminan berkualitas dan adanya produk usaha lain PT. Pegadaian (Persero) yang barang jaminannya tidak diserahkan juga berpengaruh. Hal ini terlihat dari pergeseran tren penyaluran kredit gadai dalam 10 tahun terakhir. Jika kita lihat dalam laporan keuangan tahun 2007, penyaluran kredit gadai mayoritas pada pagu kredit golongan A (pinjaman Rp. 20.000 sampai Rp. 150.000) pada tahun 1998 sampai 2005, namun pada tahun 2006 dan 2007 mayoritas kredit gadai pada pagu kredit golongan C (pinjaman Rp. 1.000.000 sampai Rp. 20.000.000). Sehingga terlihat jelas bahwa kualitas barang jaminan yang diterima PT. Pegadaian (Persero) meningkat. Realisasi barang jaminan yang diterima meningkat namun rasio pertumbuhan dan pencapaian target barang jaminan menurun. Hal ini dikarenakan formula perhitungan rasio ini menggunakan target pencapaian tahun bersangkutan serta pencapaian barang jaminan pada tahun sebelumnya. Sehingga jika kenaikan barang jaminan tahun bersangkutan tidak banyak maka rasionya akan turun. 3. Pertumbuhan dan Pencapaian Target Nasabah Rasio pertumbuhan dan pencapaian target nasabah digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005 sampai 2007. Rasio tersebut 60
dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari ketiga tahun tersebut dapat dilihat pertumbuhan dan pencapaian target nasabah mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 mengalami kenaikan sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan dengan asumsi tahun sebelumnya sebagai dasar pembanding. Realisasi nasabah pada 2005, 2006 dan 2007 dapat dilihat pada lampiran perhituangan KPI di akhir skripsi ini. Pada tahun 2006 realisasi jumlah nasabah turun cukup besar dibandingkan tahun 2005, namun rasionya justru mengalami kenaikan dan pada tahun 2007 jumlah nasabah naik cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya namun rasionya justru mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena penetapan target pada RKAP tahun 2006 yang jauh lebih rendah daripada realisasi 2006 dan taget nasabah pada RKAP 2007 selisih tidak begitu jauh dari realisasi nasabah tahun 2007. Penetapan target nasabah ini berpengaruh pada rasio pertumbuhan dan pencapaian target nasabah karena target nasabah digunakan sebagai salah satu faktor penyebut/pembagi pada formula rasio. Disamping itu realisasi nasabah pada tahun sebelumnya juga berpengaruh pada rasio, karena realisasi nasabah tahun sebelumnya juga digunakan pada formula rasio tersebut. Jika realisasi nasabah tahun sebelumnya lebih rendah daripada realisasi tahun bersangkutan, maka hasil rasionya pun akan turun. Realisasi nasabah dari tahun 2005 sampai 2007, mengalami fluktuasi dan tidak terkesan berkembang. Namun bila kita lihat lebih jauh sepuluh tahun kebelakang pada annual report tahun 2007 maka akan terlihat 61
kesimpulan yang berbeda. Dari tahun 1998 sampai 2007 realisasi jumlah nasabah mengalami kenaikan, trennya terus meningkat. Hal ini terjadi karena jika hanya melihat tiga tahun kebelakang tidak terlihat tren yang sesungguhnya. Pada tahun 2006 terkesan realisasi jumlah nasabah turun cukup besar jika dibandingkan dengan tahun 2005. Padahal tahun 2005 justru mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan tahun 2004. Lonjakan realisasi jumlah nasabah tahun 2005 inilah yang membuat tahun 2006 turun rasionya. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan reaslisasi jumlah nasabah karena masyarakat didorong oleh kebutuhan dana yang terus meningkat dan kenaikan harga-harga. 4. Produktivitas Pegawai/Tenaga Kerja Rasio produktivitas pegawai digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005 sampai 2011. Rasio tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Dari tahun-tahun tersebut terlihat bahwa produktivitas pegawai terus mengalami kenaikan. Rasio produktivitas pegawai mengukur seberapa besar setiap pegawai menyumbang omzet kepada perusahaan. Semakin besar rasio produktivitas pegawai, semakin besar pula sumbangsih omzet yang diberikan setiap pegawai kepada PT. Pegadaian (Persero). Realisasi omzet dan jumlah pegawai dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI di akhir skripsi ini. Data tersebut memperlihatkan bahwa dari tahun 2005 sampai 2007 jumlah pegawai PT. Pegadaian (Persero) cenderung 62
stabil hanya tahun 2008 dan 2009 sedikit mengalami penurunan, namun omzet penyaluran uang pinjamannya terus meningkat. Peningkatan ini dikarenakan jasa gadai semakin dikenal oleh masyarakat luas dan dibarengi dengan adanya kebutuhan dana masyarakat yang cukup tinggi. Meningkatnya rasio ini juga mengindikasikan efisiensi untuk beban gaji pegawai. Setiap pegawai memiliki produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan. PT. Pegadaian (Persero) telah berhasil memotivasi para pegawainya untuk senantiasa berorientasi pada perkembangan usaha PT. Pegadaian (Persero). Nilai-nilai budaya PT. Pegadaian (Persero) juga telah melekat dalam hati sanubari setiap pegawainya. 5. Overhead Cost Ratio Overhead Cost Ratio digunakan sebagai Key Perfomance Indicators dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Overhead Cost Ratio dapat dilihat pada Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Dari data tersebut tren Overhead Cost Ratio PT. Pegadaian (Persero) cenderung menurun. Penurunan rasio ini menandakan PT. Pegadaian (Persero) semakin efisien dalam mengelola manajemen, sehingga biaya overhead dapat ditekan. Biaya overhead pada PT. Pegadaian (Persero) meliputi semua biaya usaha selain biaya langsung, dalam hal ini adalah beban bunga dan provisi. Beban bunga dan provisi meliputi bunga obligasi, bunga dan provisi pinjaman bank, bunga dan provisi RUF (Revolving Underwriter Facility), bunga SUP (Surat Utang Pemerintah), administrasi dan pengelolaan pinjaman dan bunga 63
promes. Biaya bunga dan provisi RUF adalah seluruh biaya yang berkaitan dengan fasilitas pinjaman sindikasi seperti biaya arranger, komitmen bank dan konsultan hukum/notaris. Jumlah beban usaha PT. Pegadaian (Persero) dan biaya bunga dan provisi dari tahun 2005 sampai 2010 dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI di bagian akhir skripsi ini, sehingga dapat diperoleh informasi bahwa biaya overheadnya adalah Rp. 673.618.043.861, Rp. 807.520.442.407, Rp. 978.052.467.677, Rp. 1.192.327.269.012, Rp. 1.601.387.917.455 dan Rp. 2.254.331.311.468. Overhead Cost Ratio didapat dengan membagi antara biaya
overhead
dengan
hasil
penjumlahan
pinjaman
yang
diberikan/outstanding loan dan kas beserta bank.. Dari data di atas kenaikan biaya overheadnya lebih kecil daripada pertumbuhan outstanding loan ditambah kas beserta banknya. Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya overhead memberikan kontribusi kepada penyaluran uang pinjaman lebih dari yang dikeluarkan untuk biaya overhead. Pada tahun 2010, Overhead Cost Ratio-nya naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan beban pegawai yang meliputi penambahan pegawai baru dan penyeseuaian gaji karyawan beserta seluruh tunjangannya. Ekspansi pasar dengan membuka outlet sebanyak-banyaknya menjadi alasan penambahan pegawai baru. Mulai maraknya produk gadai dari bank syariah membuat PT. Pegadaian (Persero) harus mengambil pangsa pasar sebelum dimasuki pesaing-pesaingnya. 64
6. Pertumbuhan Omzet Bisnis Inti Rasio pertumbuhan omzet bisnis inti digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Yang dimaksud dengan bisnis inti adalah produk gadai KCA dan Rahn. Rasio pertumbuhan omzet bisnis inti dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.. Pada tahun 2011 rasio pertumbuhan omzet bisnis inti sangat jauh dibawah dibandingkan dengan rasio tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 formula perhitungan pertumbuhan omzet bisnis inti berbeda dari tahuntahun sebelumnya. Pada pembilang dimasukkan komponen pencapaian omzet tahun lalu sehingga nilainya jauh berbeda, selisih 100%. Apabila menggunakan formula yang sama maka akan diperoleh hasil 133.41%. Penggunaan formula ini didasarkan dari RKAP tahun 2011, namun pada dasarnya hasil perhitungannya sama. Dari rasio tahun-tahun tersebut pertumbuhan omzet bisnis inti mengalami fluktuasi. Dari tahun 2008 sampai 2010 pertumbuhan omzet bisnis inti PT. Pegadaian (Persero) turun, namun pada tahun 2011 naik 5.02%. Realisasi omzet bisnis inti dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI di akhir skripsi ini. Pertumbuhan omzet bisnis inti ini terdongkrak dari kenaikan harga emas, semakin dikenalnya jasa gadai Pegadaian dan meningkatnya kualitas barang jaminan yang diterima. Semakin besar omzet yang dicapai, semakin besar pula pendapatan usaha yang diterima. Ini berarti pula perkembangan jasa
65
gadai semakin hari semakin diminati masyarakat sebagai salah satu solusi keuangan. 7. Pertumbuhan Omzet Non Bisnis Inti Rasio pertumbuhan omzet non bisnis inti digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Yang dimaksud dengan bisnis inti adalah produk jasa Pegadaian selain gadai KCA dan Rahn. Produk non bisnis inti meliputi Kreasi, Krasida, Krista, Kremada, Kresna, KTJG, Gadai Efek, Mulia, Arrum, Kucica, Jasa Taksiran dan Jasa Titipan, Pegadaian Properti, G Lab. Realisasi omzet non bisnis inti dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada lampiran perhitugan KPI di bagian akhir skripsi ini. Dari tahun 2008 sampai tahun 2011 omzet non bisnis inti mengalami fluktuasi, tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami kenaikan sedangkan pada tahun 2011 mengalami penurunan omzet. Rasio pertumbuhan omzet non bisnis inti dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Pada tahun 2011 rasio petumbuhan omzet non bisnis inti -11.82%, bila dibandingkan dengan rasio tahun-tahun sebelumnya sangat berbeda hal ini dikarenakan formula yang digunakan berbeda. Formula rasio tahun 2011 memasukkan omzet tahun lalu sebagai pegurang pada pembilangnya. Angka minus 11.82% berarti sama dengan 11.82% dibawah 100%, atau sebesar 88.18%. Hasil rasio ini akan sama jika menggunakan formula yang sama dengan formula tahun 2008 sampai 2010.
66
Rasio pertumbuhan omzet non bisnis inti menurun dari tahun ke tahun, sedangkan realisasi omzetnya cenderung naik. Hal ini dikarenakan kenaikan omzet tahun bersangkutan tidak sebesar kenaikan omzet tahun sebelumnya. Pada laporan keuangan tahun 2011, terlihat jelas perkembangan bisnis non inti dari tahun ke tahun. Dari tahun 2008 sampai 2010, omzet bisnis non inti didominasi oleh omzet Kreasi-Krasida sebesar Rp. 783.063 juta, Rp. 1.359.746 juta, Rp. 2.019.746 juta, akan tetapi pada tahun 2011 omzet KreasiKrasida menurun tajam sebesar Rp. 1.315.607 juta. Penurunan ini dikarenakan adanya penghentian sementara penyaluran Kreasi, untuk penyelesaian dan penagihan kredit macet. Omzet Krista juga mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai 2010 yaitu Rp. 65.193 juta, Rp. 398.623 juta dan Rp. 480.446 juta, namun penurunan terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 55.599 juta. Sama halnya dengan Kreasi, omzet Krista menurun tajam pada tahun 2011. Penurunan ini dikarenakan penghentian penyaluran Krista untuk menyelesaikan kredit yang macet. Adanya penghentian sementara Gadai Efek pada tahun 2011 juga mengakibatkan penurunan omzet bisnis non inti. Hal berbeda terjadi pada Mulia, omzet dari tahun 2008 sampai 2011 meningkat pesat. Omzet Mulia dari tahun 2008 sampai 2011, 754 juta, 47.546 juta, 176.498 juta dan 986.597 juta. Omzet mulia mengalami kenaikan pesat karena promosi dari pihak Pegadaian yang gencar, selain itu kenaikan harga emas menjadikan minat masyarakat berinvestasi dalam bentuk emas batangan meningkat. Sambutan baik dari masyarakat membuat produk ini diminati dari 67
tahun ke tahun. Selain omzet di atas, kenaikan omzet juga terjadi pada Kresna, KTJG, Arrum, Kucica, Jasa Titipan, Jasa Taksiran dan G Lab, namun kontribusinya terhadap pencapaian omzet bisnis non inti tidak begitu besar. 8. Pertumbuhan Barang Jaminan Rasio
pertumbuhan
barang
jaminan
digunakan
sebagai
Key
Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Rasio tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Pada tahun 2011 rasio pertumbuhan barang jaminan memliki nilai jauh dibawah tahun-tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan formula yang digunakan sedikit berbeda. Pada tahun 2011, formula perhitungannya menggunakan realisasi barang jaminan tahun sebelumnya sebagai pengurang pada pembilang. Bila menggunakan formula yang sama dengan tahun sebelumnya maka akan deperoleh hasil 110.78% pada tahun 2011. Penggunaan formula ini sesuai dengan RKAP 2011 yang telah disetujui, namun pada dasarnya hasil yang diperoleh sama. Realisasi barang jaminan dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI di bagian akhir skripsi ini. Rasio pertumbuhan barang jaminan dari tahun 2008 sampai tahun 2011 terus mengalami penurunan walaupun dari jumlah barang jaminan yang diterima meningkat. Penurunan rasio ini dikarenakan pertumbuhan barang jaminan pada tahun bersangkutan relatif sedikit kenaikannya dibandingkan dengan jumlah barang jaminan pada tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kualitas barang jaminan yang diterima dan didorong oleh kebutuhan dana 68
yang
terus
meningkat
sesuai
dengan
kenaikan
harga.
Budaya
nasabah/masyarakat yang meninginginkan kepraktisan untuk membawa barang jaminan berkualitas dan adanya produk usaha lain PT. Pegadaian (Persero) yang barang jaminannya tidak diserahkan juga berpengaruh. Hal ini terlihat dari pergeseran tren penyaluran kredit gadai dalam 5 tahun terakhir. Terlihat dalam laporan keuangan tahun 2011, penyaluran kredit gadai pada pagu kredit golongan A (pinjaman Rp, 20.000 sampai Rp. 150.000) pada tahun 2007 cukup banyak, namun terus menurun jumlahnya sampai tahun 2011. Pada pagu kredit golongan B, C dan D jumlah barang jaminannya kian meningkat dari tahun 2007 sampai 2011. Sehingga terlihat jelas bahwa kualitas barang jaminan yang diterima PT. Pegadaian (Persero) meningkat. 9. Penyerapan Belanja Modal Rasio penyerapan belanja modal digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Rasio ini mengukur seberapa besar dana yang digunakan untuk belanja modal dari dana yang telah dianggarkan. Dana yang dianggarkan tersebut tertuang pada RKAP tahun bersangkutan. Rasio penyerapan belanja modal dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Dari data tersebut terlihat rasio penyerapan belanja modalnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 naik 24.92% dibandingkan tahun 2008, dan tahun 2010 sampai 2011 mengalami penurunan. Penurunan rasio ini memang disebabkan karena realisasi belanja modalnya lebih kecil dari pada anggaran yang disiapkan pada tahun 69
bersangkutan. Belanja modal ini meliputi belanja modal tanah, bangunan, inventaris dan kendaraan. Pada tahun 2008, anggaran belanja modalnya adalah Rp. 120.991.289 juta sedangkan realisasi belanja modalnya adalah Rp. 64.708.350 juta yang meliputi belanja tanah Rp. 2.680.862 juta, belanja bangunan Rp. 40.803.307 juta dan belanja inventaris Rp. 21.224.181 juta. Tahun 2009 anggaran belanja modalnya adalah Rp. 166.955.110 juta sedangkan realisasi belanja modalnya adalah RP. 130.886.057 juta yang meliputi belanja tanah Rp. 10.675.416 juta, belanja bangunan RP. 17.612.666 juta, belanja inventaris RP. 102.597.975 juta. Tahun 2010 anggaran belanja modalnya adalah RP. 197.163.176 juta sedangkan realisasi belanja modalnya adalah Rp. 118.687.392 juta yang meliputi belanja tanah Rp. 6.649.697 juta, belanja bangunan Rp. 26.949.284 juta, belanja inventaris Rp. 85.082.561 juta dan belanja kendaraan Rp. 5.850 juta. Tahun 2011 anggaran belanja modalnya adalah Rp. 349.801.345 juta sedangkan realisasi belanja modalnya adalah Rp. 91.660.653 juta yang meliputi belanja tanah Rp. 14.435.644 juta, belanja bangunan Rp. 45.623.639 juta, belanja inventaris Rp. 31.601.370 juta. Rasio belanja modal menunjukkan seberapa besar perbandingan realisasi belanja modal dengan anggaran yang disiapkan. Semakin besar rasionya menunjukkan kebutuhan belanja modal pada tahun bersangkutan. Data di atas menunjukkan penggunaan anggaran untuk belanja modal yang kurang maksimal, akan tetapi perlu diingat bahwa belanja modal juga 70
merupakan beban perusahaan. Beban yang besar akan mengurangi laba perusahaan. 10. Toleransi Pencurian/Hilangnya Barang Jaminan Rasio toleransi pencurian/hilangnya barang jaminan digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Pencurian atau hilangnya barang jaminan tersebut ditetapkan kanwil setempat setelah ada tindakan dari kepolisian. Penilaian rasio tersebut meliputi 13 kanwil, yaitu Kanwil I Medan, Kanwil II Pekan Baru, Kanwil III Padang, Kanwil IV Palembang, Kanwil V Balik Papan, Kanwil VI Manado, Kanwil VII Makasar, Kanwil VII Denpasar, Kanwil IX Jakarta, Kanwil X Jakarta, Kanwil XI Bandung, Kanwil XII Semarang, Kanwil XII Surabaya. Rasio toleransi pencurian/hilangnya barang jaminan dari tahun 2008 sampai 2011 adalah 0.00003%, 0.001%, 0% dan 0.0004%. Rasio toleransi pencurian/hilangnya barang jaminan membandingkan jumlah barang jaminan nasabah yang hilang/dicuri terhadap total seluruh barang jaminan yang masih dalam penguasaan PT. Pegadaian (Persero). Pada tahun 2008 barang jaminan yang hilang sebanyak 121 potong dari 34.652.282 potong, tahun 2009 barang jaminan yang hilang sebanyak 4.072 potong dari 28.239.169 potong, tahun 2010 tidak ada barang jaminan yang hilang dari 32.101.541 potong barang jaminan dan tahun 2011 barang jaminan yang hilang adalah 374 potong dari 35.563.596 potong barang jaminan. 11. Toleransi Kesalahan Penaksiran Barang Jaminan 71
Toleransi kesalahan penaksiran barang jaminan digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008 sampai 2011. Kesalahan penaksiran barang jaminan tersebut adalah temuan beda taksiran antara penaksir dengan auditor internal pada 13 kanwil di Indonesia. Adapun kesalahan penaksiran barang jaminan dari tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI dibagian akhir skripasi ini. Kesalahan penaksiran barang jaminan dapat terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal karena kurang cakapnya penaksir dan ketidakakuratan alat untuk menaksir, sedangkan faktor eksternal adalah desakan nasabah untuk menambah nilai taksiran. Kesalahan penaksiran untuk barang jaminan emas adalah sebanyak 2 (dua) karat dari kadar aslinya, sedangkan untuk barang jaminan elektonik dan kendaraan bermotor ditetapkan oleh surat edaran dari kantor pusat. 12. Produktivitas Cabang Rasio produktivitas mengukur seberapa besar kontribusi per cabang terhadap pencapaian omzet secara keseluruhan. Rasio produktivitas cabang digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2011. Pada tahun 2011 terdapat 4.586 cabang yang tersebar diseluruh Indonesia dengan total omzet
sebesar
Rp.
81.720.146.777.000,
sehingga
didapat
rasio
produktivitasnya adalah Rp. 17.819.482.507/cabang. Pada tahun 2011 target produktivitas cabangnya adalah Rp. 16.8 Milyar sehingga target produktivitas cabang tahun 2011 tercapai. 72
13. Tenaga Penaksir Baru Tenaga penaksir baru adalah regenerasi pegawai yang telah mencapai masa pensiun dengan tambahan tenaga penaksir baru. Tenaga penaksir baru digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2011. Pada tahun 2011 terdapat rekrutmen tenaga penaksir baru sebanyak 240 orang baik dari internal maupun eksternal. Penambahan tenaga penaksir baru ini disebar ke seluruh Indonesia sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Penambahan tenaga penaksir baru ini merupakan salah satu upaya dalam strategi ekspansi pasar melalui pembukaan Unit Pelayanan Cabang (UPC), sehingga dapat diharapakan akan menambah omzet PT. Pegadaian (Persero). Target untuk tenaga penaksir baru ini tahun 2011 adalah sebanyak 200 orang, sehingga target tahun 2011 terpenuhi.
C. Aspek Dinamis Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan hasil perhitungan KPI ntuk Aspek Dinamis dari tahun 2005 sampai 2011. Aspek Dinamis merupakan aspek yang berubah-ubah setiap tahunnya. Hal ini disesuaikan dengan dinamika perusahaan. Indikator KPI-nya tertuang dalam kontrak kerja manajemen dengan Kementerian BUMN yang telah disahkan oleh Menteri BUMN.
73
Tabel 4.6 Key Perfomance Indicators Aspek Dinamis Tahun 2005-2011 TAHUN INDIKATOR Aplikasi GCG Kontribusi penjualan non bisnis inti Optimalisasi pel. diklat (jamlat/org) Tindak lanjut penyelesaian komplain Optimalisasi pembukaan cabang Penyaluran dana CSR Produktivitas tenaga kerja Sistem IT terintegrasi
2005 2006 2007 Baik Baik 83.27% 253.24% 109.10% 59.04%
2008
2009
2010
37 100% 1,208 1,623 84.44% 93.53% 50.23% 10,050 151
Sumber: Data yang telah diolah
1. Aplikasi Good Corporate Governance (GCG) Aplikasi Good Corporate Governance (GCG) digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2011. Tata Kelola Perusahaan/Good Corporate Governance PT. Pegadaian (Persero) merupakan mekanisme
administrasi
yang
mengatur
hubungan-hubungan
antara
manajemen perusahaan, Direksi, Dewan Pengawas, Pemegang Saham dan Pemangku Kepentingan lainnya di Perusahaan. Keberhasilan penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik pada Perusahaan secara signifikan dipengaruhi oleh organ-organ utama Perusahaan, yaitu Direksi, Pengawas dan Pemegang Saham. Implementasi GCG ditujukan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak, meningkatkan keyakinan stakeholders
2011 87.41%
bahwa PT. Pegadaian (Persero) dikelola secara baik.
Implementasi GCG mendorong pengelolaan PT. Pegadaian (Persero) secara
74
profesional, transparan dan efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan
kemandirian
kelembagaan
dalam
membuat
keputusan
berdasarkan peraturan serta kesadaran akan adanya tanggung jawab terhadap pemangku kepentingan. Penilaian Tata Kelola Perusahaan yang baik di PT. Pegadaian (Persero) tahun 2005 sampai 2007 dilaksanakan oleh PT. Sinergi Daya Prima berdasarkan lingkup assessment yang tercantum dalam Surat Kementerian Negara BUMN No.S-612/S.MBU/2005 tanggal 19 Oktober 2005 dan dikaitkan dengan parameter pengujian sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-BUMN/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penilaian menggunakan kriteria dan metodologi yang dikembangkan oleh Kementerian Negara BUMN yang meliputi 4 (empat) aspek pokok: a. Hak/tanggung jawab shareholders b. Kebijakan tata kelola perusahaan c. Pelaksanaan tata kelola perusahaan d. Keterbukaan peraturan perundangan dan penerapannya Dari tahun 2005 sampai 2007, penulis hanya mendapatkan data lengkap pada tahun 2007, sedangkan tahun 2005 dan 2006 penulis mendapakan kualifikasi penerapan GCG pada kriteria “Baik”. Pada tahun 2007 dari keempat aspek pokok tersebut, total nilai yang diperoleh PT. 75
Pegadaian (Persero) adalah sebesar 83,27 % dengan rincian terlampir pada perhitungan aspek dinamis tahun 2007 di bagian akhir skripsi ini. Pada tahun 2011 penilaian kriteria GCG ditetapkan oleh Kementerian BUMN No. S-168/MBU/2008 tanggal 27 Juni 2008 yang bertujuan untuk menilai implementasi GCG pada BUMN meliputi 5 (lima) aspek pokok yaitu: a. Hak/tanggung jawab pemilik modal b. Kebijakan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) c. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) d. Pengungkapan informasi e. Komitmen Dari kelima aspek pokok tersebut, total nilai yang diperoleh PT. Pegadaian (Persero) tahun 2011 adalah sebesar 87.41% dengan rincian terlampir pada perhitungan aspek dinamis tahun 2011 di bagian akhir skripsi ini. 2. Kontribusi Penjualan Non Bisnis Inti Kontribusi penjualan non bisnis inti digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2005 sampai 2007. Yang dimaksud dengan penjualan non bisnis inti adalah omzet selain gadai KCA, meliputi Jasa Taksiran, Jasa Titipan, Usaha Persewaan Gedung, Unit Toko Emas (UTE), Kredit Tunda Jual Gabah (KTJG), Kreasi dan Gadai Syariah. Omzet non bisnis inti dari tahun 2005 sampai 2007 dapat dilihat pada lampiran perhitungan KPI dibagian akhir skripsi ini. Dari data tersebut maka akan 76
didapat rasio kontribusi non bisnis inti sebesar 253.24%, 109.10% dan 59.04%, seperti pada Tabel 4.5. Pada tahun 2007 rasio petumbuhan omzet non bisnis inti 59.04%, bila dibandingkan dengan rasio tahun-tahun sebelumnya sangat berbeda hal ini dikarenakan formula yang digunakan berbeda. Formula rasio tahun 2007 memasukkan omzet tahun lalu sebagai pegurang pada pembilangnya. Angka 59.04% berarti sama dengan 59.04% di atas 100%, atau sebesar 159.04%. Hasil rasio ini akan sama jika menggunakan formula yang sama dengan formula tahun 2005 dan 2006. Rasio pertumbuhan omzet non bisnis inti mengalami fluktuasi, sedangkan realisasi omzetnya cenderung naik. Hal ini dikarenakan kenaikan omzet tahun bersangkutan tidak sebesar kenaikan omzet tahun sebelumnya. Pada laporan keuangan tahun 2007, terlihat jelas perkembangan bisnis non inti dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai 2007, omzet bisnis non inti didominasi oleh omzet gadai syariah (Rahn) sebesar Rp. 308.709 juta, RP. 591.087 juta, Rp. 964.056 juta dan omzet Kreasi sebesar Rp. 714.116 juta, Rp. 455.520 juta dan Rp. 527.768 juta. Pada tahun-tahun tersebut baru adanya peningkatan omzet bisnis non inti sejak produk tersebut diluncurkan tahun 2003. Selain omzet di atas, kenaikan omzet juga terjadi pada Kresna, Krasida, Krista, Kucica, Kremada, KTJG, Gadai Efek namun kontribusinya terhadap pencapaian omzet bisnis non inti tidak begitu besar karena produk-produk tersebut memang baru diluncurkan. 3. Optimalisasi Pelaksanaan Diklat 77
Optimalisasi pelaksanaan diklat digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008. Rasio ini mengukur jumlah lamanya jam pendidikan dan pelatihan yang diterima per pegawai. Pedidikan dan pelatihan ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan perusahaan, seperti diklat penaksir muda, penaksir madya, TI muda, Legal Officer, Suspimda dan sebagainya, yang dilakukan baik di balai diklat Surabaya maupun Jakarta. Pada tahun 2008, jumlah jam pelaksanaan diklat PT. Pegadaian (Persero) adalah 215.718 jam latihan dengan jumlah pegawai 5.884 orang. Dengan demikian dapat diketahui optimalisasi pelaksanaan diklatnya adalah 37 jamlat/orang. Artinya setiap pegawai menerima pendidikan dan pelatihan sebanyak 37 jam latihan per orang. Semakin banyak jam latihan yang diterima tiap pegawai maka PT. Pegadaian (Persero) gencar mendidik dan melatih para pegawainya, dengan demikian para pegawainya semakin berkualitas dan berdaya saing tinggi. Pada tahun 2008 PT. Pegadaian (Persero) menetapkan target 25 jamlat/orang, sehingga pada tahun tersebut rencana kerja perusahaan telah terpenuhi. 4. Tindak lanjut penyelesaian komplain Tindak lanjut penyelesaian komplain digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2008. Rasio ini mengukur seberapa besar komplain nasabah yang dapat ditangani. Penyelesaian komplain merupakan salah satu tolok ukur kepuasan nasabah terhadap jasa yang diberikan PT. Pegadaian (Persero). Semua unit bisnis yang dikelola oleh perusahaan pasti 78
tidak semuanya dapat diterima baik oleh pelanggannya sesuai harapan perusahaan, maka dari itu evaluasi dan penyelesaian komplain yang tepat dan bijak menjadi salah satu tolok ukur kepuasan pelanggannya. Pada tahun 2008 semua komplain yang terjadi di kantor-kantor cabang di seluruh Indonesia dapat ditangani dan diselesaikan pada tingkat kantor cabang. Tidak ada komplain nasabah yang dibawa ke tingkat kantor wilayah atau kantor pusat dan ke pengadilan. Semua komplain dari nasabah dapat diselesaikan dengan baik. 5. Optimalisasi pembukaan cabang (UPC) Optimalisasi pembukaan cabang (UPC) digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun-tahun tersebut memang PT. Pegadaian (Persero) sedang gencar-gencarnya membuka outlet sebanyak-banyaknya sebagai strategi bisnis. Strategi ini ditempuh karena akan dilegalkannya produk gadai bank syariah pada masa itu. PT. Pegadaian (Persero) tidak mau kehilangan nasabah-nasabahnya, sehingga berusaha menjadikan pelayanan gadai konvensional maupun syariah lebih dekat ke masyarakat. Pada tahun 2009 telah dibuka Unit Pelayanan Cabang (UPC) sebanyak 1.208 outlet dan 1.623 outlet pada tahun 2010. Target pembukaan outlet untuk tahun 2009 adalah 1.000 outlet dan tahun 2010 adalah 1.500 outlet, sehingga target pembukaan outlet kedua tahun tersebut tercapai. 6. Penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) 79
Penyaluran dana CSR digunakan sebagi Key Perfomance Indicators pada tahun 2009 sampai 2011. CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat. Program CSR ini dapat berupa peningkatan pemberdayaan ekonomi, peningkatan di dunia pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, program peduli lingkungan, pelestarian kebudayaan lokal dan sebagainya. Banyak perusahaan berlomba-lomba menyalurkan dana CSR dengan harapan citra perusahaan akan meningkat di masyarakat. Penyaluran dan anggaran CSR tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat di lampiran perhitungan KPI pada akhir bagian skripsi ini. Dari data tersebut dapat diketahui rasio penyaluran dana CSRnya pada tahun 2008 sampai 2011 adalah 84.44%, 93.53% dan 50.32%. Penyaluran dana CSR yang disalurkan PT. Pegadaian (Persero) dari tahun ke tahun semakin meningkat dan anggarannya pun bertambah besar. CSR memang program non profit perusahaan dan tidak berdampak secara langsung namun banyak perusahaan yang berlomba-lomba menunjukkan CSR-nya lewat berbagai media. Harapan meningkatnya citra perusahaan di masyarakat dan loyalitas konsumennya bertambah, sehingga frekuensi transaksi gadai bertambah di Pegadaian. Dengan adanya CSR PT. Pegadaian (Persero) lebih eksis lewat event yang digelar. 7. Sistem IT terintegrasi Sistem IT terintegrasi digunakan sebagai Key Perfomance Indicators pada tahun 2011. Sistem IT terintegrasi merupakan investasi jangka panjang 80
untuk mempertahankan nasabah dan peningkatan kualitas layanan. Target sistem IT terintegrasi pada tahun 2011 adalah 100 cabang online. Pada tahun 2011 realisasi sistem terintegrasi ini diterapakan di 151 cabang di seluruh Indonesia, ini berarti target yang ditetapkan dalan RKAP 2011 tercapai.
D. Analisis Hasil Dari perhitungan rasio-rasio yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dihitung skor yang akan digunakan sebagai dasar penentuan kategori tingkat kesehatan PT. Pegadaian (Persero). Tabel 4.6 sampai dengan Tabel 4.12 memberikan informasi tentang Skor yang didapat pada tahun 2005 sampai 2011 setiap KPI-nya. PT. Pegadaian (Persero) telah menetapkan bobot dan target untuk masingmasing KPI sesuai kontrak manajemen tahun bersangkutan. Realisasi masingmasing KPI kemudian dibagi dengan targetnya maka akan didapat nilai sebagai faktor pengali. Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan bobot yang telah disetujui pada kontrak manajemen maka akan didapat Skor. KPI setiap pada satu nilai aspek yang sama dijumlahkan sehingga akan didapatkan Skor untuk tiap masing-masing aspek. Jumlah Skor dari ketiga aspek, kemudian digolongkan tingkat kesehatannya sesuai Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002.
81
Tabel 4.7 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2005 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
Skor
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
6=2x5
ASPEK KEUANGAN
40%
Return on Equity
15
19.07%
29.02%
1.52
22.83
Return on Asset
10
10.98%
7.40%
0.67
6.74
Current Ratio
7
232.76%
167.23%
0.72
5.03
Total Asset Turn Over
3
30.17%
29.26%
0.97
2.91
Solvabilitas
5
125.76%
121.86%
0.97
4.84 42.35
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan dan pencapaian target omzet UP (%)
40% 15
108.91%
126.38%
1.16
17.41
Pertumbuhan dan pencapaian target omzet BJ (%)
5
103.74%
102.99%
0.99
4.96
Pertumbuhan dan pencapaian target nasabah (%)
5
105.75%
120.00%
1.13
5.67
Produktivitas pegawai (Rp. Juta)
10
1,628.88 1,907.02
1.17
11.71
Overhead C.ost Ratio (%)
5
0.84
4.21
19.04%
16.05%
43.96 ASPEK DINAMIS Aplikasi Good Corporate Governance
20% 12
Kontribusi penjualan non bisnis inti (%)
8
Baik
Baik
1.00
12.00
112.90%
253.24%
2.24
17.92 29.92
Total Skor
116.23
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
82
Tabel 4.8 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2006 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
Skor
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
6=2x5
ASPEK KEUANGAN
40%
Return on Equity
15
26.05%
35.03%
1.34
20.17
Return on Asset
10
6.71%
8.85%
1.32
13.19
Current Ratio
7
168.24%
179.12%
1.06
7.45
Total Asset Turn Over
3
30.75%
32.30%
1.05
3.15
Solvabilitas
5
120.53%
123.13%
1.02
5.11 49.07
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan dan pencapaian target omzet UP (%)
40% 15
108.98%
122.64%
1.13
16.88
Pertumbuhan dan pencapaian target omzet BJ (%)
5
103.10%
99.09%
0.96
4.81
Pertumbuhan dan pencapaian target nasabah (%)
5
103.27%
131.69%
1.28
6.38
Produktivitas pegawai (Rp. Juta)
10
2,019.80
2,470.23
1.22
12.23
Overhead C.ost Ratio (%)
5
16.51%
15.25%
1.08
5.41 45.71
ASPEK DINAMIS Aplikasi Good Corporate Governance
20% 12
Kontribusi penjualan non bisnis inti (%)
8
Baik
Baik
1.00
12.00
127.21%
109.10%
0.86
6.86 18.86
Total Skor
113.64
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
83
Tabel 4.9 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2007 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
ASPEK KEUANGAN Return on Equity
Skor 6=2x 5
40% 15
28.82%
37.07%
1.29
19.30
Return on Asset
10
7.00%
9.89%
1.41
14.13
Current Ratio
7
190.31%
191.40%
1.01
7.04
Total Asset Turn Over
3
27.94%
30.66%
1.10
3.29
Solvabilitas
5
119.34%
125.37%
1.05
5.25 49.01
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan dan pencapaian target omzet UP (%)
40% 15
111.02%
113.95%
1.03
15.40
Pertumbuhan dan pencapaian target omzet BJ (%)
5
102.34%
97.73%
0.95
4.77
Pertumbuhan dan pencapaian target nasabah (%)
5
102.93%
117.08%
1.14
5.69
Produktivitas pegawai (Rp. Juta)
10
2,790.80
3,045.00
1.09
10.91
Overhead C.ost Ratio (%)
5
14.03%
14.91%
0.94
4.71 41.48
ASPEK DINAMIS Aplikasi Good Corporate Governance
20% 12
Kontribusi penjualan non bisnis inti (%)
8
82.00
83.27
1.02
12.19
42.36%
59.04%
1.39
11.15 23.34
Total Skor
113.83
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
84
Tabel 4.10 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2008 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
ASPEK KEUANGAN
Skor 6=2x 5
40%
Return onEquity
15
38.79%
36.51%
0.94
14.10
Return onAsset
10
9.52%
8.74%
0.92
9.20
Current Ratio
7
157.63%
156.79%
0.99
6.93
Total Asset Turn Over
3
27.19%
27.23%
1.00
3.00
Solvabilitas
5
123.00%
122.02%
0.99
4.95 38.18
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan omzet bisnis inti
45% 8
153.36%
148.29%
0.97
7.76
Pertumbuhan omzet non bisnis inti
7
166.97%
189.36%
1.13
7.91
Pertumbuhan barang jaminan
5
124.71%
151.35%
1.21
6.05
Penyerapan belanja modal
5
0.85
0.53
0.63
3.15
Produktivitas tenaga kerja (Rp. Juta)
7
5,399.73
5,738.74
1.06
7.42
Overhead Cost Ratio
5
12.41%
12.28%
1.01
5.05
Toleransi pencurian/hilangnya BJ Toleransi kesalahan penaksiran BJ (Rp. Milyar)
4
0.001
0.000
1.00
4.00
4
1.00
0.365
1.00
4.00 45.34
ASPEK DINAMIS Optimalisasi pelaksanaan diklat Tindak lanjut penyelesaian komplain
15% 10 5
25
37
1.48
14.80
100.00%
100.00%
1.00
5.00 19.80
Total Skor
103.32
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
85
Tabel 4.11 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2009 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
Skor
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
6=2x5
ASPEK KEUANGAN Return on Equity
40% 15
31.74%
35.58%
1.12
16.81
Return on Asset
10
8.06%
7.37%
0.91
9.14
Current Ratio
7
148.46%
155.52%
1.05
7.33
Total Asset Turn Over
3
25.72%
25.46%
0.99
2.97
Solvabilitas
5
127.69%
119.06%
0.93
4.66 40.92
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan omzet bisnis inti
45% 8
146.41%
143.31%
0.98
7.83
Pertumbuhan omzet non bisnis inti
7
141.45%
141.47%
1.00
7.00
Pertumbuhan barang jaminan
5
127.01%
114.75%
0.90
4.52
Penyerapan belanja modal
5
85.00%
78.40%
0.92
4.61
Produktivitas tenaga kerja (Rp. Juta)
7
6,197.77
7,288.85
1.18
8.23
Overhead Cost Ratio
5
12.54%
11.07%
1.13
5.66
Toleransi pencurian/hilangnya BJ Toleransi kesalahan penaksiran BJ (Rp. Milyar)
4
0.001
0.001
1.00
4.00
4
2.00
2.608
0.77
3.07 44.92
ASPEK DINAMIS Optimalisasi pembukaan cabang (UPC) Penyaluran dana CSR
15% 10 5
1000
1208
1.21
12.08
90.00%
84.44%
0.94
4.69 16.77
Total Skor
102.62
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
86
Tabel 4.12 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2010 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
Skor
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
6=2x5
40% 15
30.54%
40.43%
1.32
19.86
Return On Asset
10
6.14%
8.38%
1.36
13.65
Current Ratio
7
147.59%
141.72%
0.96
6.72
Total Asset Turn Over
3
22.84%
26.53%
1.16
3.48
Solvabilitas
5
120.59%
119.40%
0.99
4.95
ASPEK KEUANGAN Return On Equity
48.66 ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan omzet bisnis inti
45% 8
151.32%
128.39%
0.85
6.79
Pertumbuhan omzet non bisnis inti
7
338.48%
136.47%
0.40
2.82
Pertumbuhan barang jaminan
5
114.60%
113.68%
0.99
4.96
Penyerapan belanja modal
5
85.00%
60.20%
0.71
3.54
Produktivitas tenaga kerja (Rp. Juta)
7
9,662.00
7,987.02
0.83
5.79
Overhead Cost Ratio
5
10.77%
12.23%
0.88
4.40
Toleransi pencurian/hilangnya BJ Toleransi kesalahan penaksiran BJ (Rp. Milyar)
4
0.001
0.000
1.00
4.00
4
2.00
2.22
0.90
3.60 35.90
ASPEK DINAMIS
15%
Optimalisasi pembukaan cabang (UPC)
10
1,500
1,623
1.08
10.82
Penyaluran dana CSR
5
90.00%
93.53%
1.04
5.20 15.00
Total Skor
100.58
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
87
Tabel 4.13 Perhitungan Key Perfomance Indicators Tahun 2011 Kriteria Penilaian
Bobot
Target
Realisasi
Nilai
1
2
3
4
5 = (4 : 3)
ASPEK KEUANGAN
Skor 6=2x 5
40%
Return on Equity
10
32.06%
40.04%
1.25
12.49
Return on Asset
10
7.50%
7.98%
1.06
10.64
Current Ratio
5
154.48%
144.36%
0.93
4.67
Solvabilitas
5
125.34%
118.41%
0.94
4.72
Margin Laba Usaha
5
27.49%
29.26%
1.06
5.32
Margin Laba Sebelum Pajak
5
28.01%
30.33%
1.08
5.41 43.26
ASPEK OPERASIONAL Pertumbuhan omzet bisnis inti
45% 8
38.92%
33.41%
0.86
6.87
Pertumbuhan omzet non bisnis inti
7
62.14%
-11.82%
-0.19
0.00
Pertumbuhan barang jaminan
4
15.17%
10.78%
0.71
2.84
Penyerapan belanja modal
5
85.00%
26.20%
0.31
1.54
Pertumbuhan nasabah
4
15.75%
10.16%
0.65
2.58
Produktivitas cabang (Rp. Milyar)
5
16.80
17.82
1.06
5.30
Tenaga penaksir baru
4
200
240
1.20
4.80
Toleransi pencurian/hilangnya BJ Toleransi kesalahan penaksiran BJ (Rp. Milyar)
4
0.001
0.0004
2.50
10.19
4
2.00
0.97
2.06
8.24 42.36
ASPEK DINAMIS
15%
Produktivitas tenaga kerja
5
9,796
10,050
1.03
5.13
Sistem IT terintegrasi
4
100
151
1.51
6.04
Good Corporate Governance
3
82.00%
87.41%
1.07
3.20
Penyaluran dana CSR
3
85.00%
50.32%
0.59
1.78 16.14
Total Skor
101.77
Kategori
Sehat (AAA)
Sumber: Data yang telah diolah
88
Dari perhitungan KPI di atas dapat diperoleh informasi pada tahun 2005 tingkat kesehatan PT. Pegadaian (Persero) adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 116.23, tahun 2006 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 113.64, tahun 2007 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 113.83, tahun 2008 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 103.32, tahun 2009 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 102.61, tahun 2010 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 100.58 dan tahun 2011 adalah Sehat (AAA) dengan Total Skor 101.77. PT. Pegadaian (Persero) dari tahun 2005 sampai 2011 memiliki tingkat kesehatan yang sehat dan stabil dalam kategori AAA selama 7 tahun.
Tren Tingkat Kesehatan PT. Pegadaian (Persero) Skor 140 120
116.23 Sehat AAA
113.64 Sehat AAA
113.83 Sehat AAA
100
100.58 Sehat AAA
103.32 Sehat AAA
102.61 Sehat AAA
101.77 Sehat AAA
Total Skor
80
Aspek Keuangan Aspek Operasional
60
Aspek Dinamis Tren Total Skor
40 20 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 4.1 Grafik Tren Tingkat Kesehatan PT. Pegadaian (Persero)
89
Dari gambar tersebut dapat diketahui tren tingkat kesehatan PT. Pegadaian (Persero) yang menurun dari tahun 2005 sampai 2011 walaupun stabil dalam kategori sehat AAA. Total Skor yang didapat adalah total nilai dari Aspek Keuangan, Aspek Operasional dan Aspek Dinamis. Dari gambar tersebut dapat diketahui pula bahwa Aspek Keuangan menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun, sedangkan Aspek Operasional meniliki tren yang stabil dan Aspek Dinamis memiliki tren yang menurun.
90