BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 . Analisis Data Iklan Tri Indie+ diperankan oleh anak-anak pada sebagian besar scene nya. Dalam keseluruhan tampilan yang diperankan oleh anak-anak yang membicarakan kehidupan orang dewasa inilah yang menjadi data dalam penelitian ini yang dianalisis menggunakan analisa semiotika roland barthes. Dalam penelitian ini peneliti tidak mengambil semua scene, namun hanya beberapa scene dengan narasi iklan yang peneliti anggap sebagai data yang relevan yang menunjukkan representasi eksploitasi anak. Untuk mempermudah penelitian ini, berikut beberapa scene dari peran anak-anak yang dapat diteliti secara Semiotika menggunakan pemaknaan denotasi, konotasi juga mitos sesuai dengan semiotika Roland Barthes. 4.1.1. Deskripsi scene dengan narasi “tapi ngerjain kerjaan yang kurang penting” Scene/ Shot MS
Visual
Deskripsi Adegan Anak perempuan yang sedang bermain kertas berbentuk burung berwarna kuning
MS
Close up endorser iklan anak perempuan dengan narasi tapi ngerjain kerjaan yang kurang penting dan memperlihatkan ekspresi datar
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi ) Shot ini memperlihatkan penggunaan anak kecil sebagai endorser iklan 3indie+ yaitu seorang anak perempuan yang sedang bermain mainan burung yang terbuat dari kertas berwarna kuning dan memperlihatkan ekspresi datar dengan narasi tapi ngerjain kerjaan yang kurang penting. Makna denotasi yang terdapat di dalam scene ini adalah sebuah scene dimana seorang anak perempuan yang sedang bermain sambil menceritakan kegiatan orang dewasa. Pesan denotasi di atas disebut pesan tanpa kode yaitu pesan yang sampai pada penonton tanpa melakukan penafsiran b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua ( Konotasi ) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknikteknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil dengan komposisi medium shot (MS), komposisi ini memperlihatkan anak perempuan berkuncir dua sedang memainkan mainan burung kertas berwarna kuning. Shot ini memiliki makna bahwa anak tersebut adalah anak yang polos dengan mainan yang terbuat dari kertas menandakan bahwa mainan itu mainan yang sederhana, permainan yang apa adanya gambaran anak kecil pada umunya. Shot kedua ditampilkan secara medium shot dikarenakan mulai memfokuskan antara narasi dengan ekspresi wajah datar atau kepolosan yang diperlihatkan oleh anak tersebut.
2. Pose Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Munculnya ekspresi wajah datar yang diperlihatkan anak tersebut memiliki makna tersembunyi bahwa anak tersebut tidak begitu suka dengan yang dibicarakannya. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya rambut yang dikuncir dua menandakan anak kecil yang polos, permainan burung yang terbuat dari kertas menandakan mainan sederhana karena hanya terbuat dari kertas, kemudian ekspresi wajah datar anak menunjukkan kepolosan. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Dalam scene anak perempuan ini bisa peneliti katakan bahwa kegiatan ini dilakukan pada siang hari dimana umumnya waktu bermain anak. Bisa dilihat dari teknik pencahayaan yang tidak menggunakan lighting karena melakukan shot di luar ruangan. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa sekuen ini terjadi pada siang hari. Iklan provider 3 indie+ yang menggunakan anak-anak sebagai endorser memanfaatkan anak-anak tersebut untuk menceritakan kegiatan orang dewasa. 6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam scene diatas, sudah tergambarkan secara jelas bahwa kepolosan seorang anak tidak sepatutnya dijejali perkataan yang kurang pantas karena narasi “ngerjain kerjaan yang kurang penting” bukan perkataan yang umumnya dikatakan oleh anak-anak,
karena pembuat iklan 3indie+ memanipulasi kata-kata orang dewasa yang di sampaikan kepada khalayak melalui anak-anak. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah anak memang banyak dijadikan endorser dibanyak iklan dimedia televisi namun menggunakan anak untuk dimanfaatkan kepolosannya hanya untuk keuntungan
iklan
tersebut
sangat
tidak
dianjurkan.
Karena
akan
mempengaruhi pertumbuhan psikologi anak tersebut, hal ini jelas membuktikan bahwa adanya unsur eksploitasi anak, eksploitasi anak sendiri diartikan sebagai sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya (Suharto, 2005). 4.1.2. Deskripsi scene dengan narasi “bawain laptop, beres-beres kertas” Scene/ Shot MS
Visual
Deskripsi Adegan Close up anak lakilaki dengan ekspresi wajah datar dan tatapan sayu dan menggaruk leher
LS
Sebuah ruangan tertutup dengan kursi berjajar mengelilingi meja. Audio suara anak perempuan dengan narasi “beres-beres kertas”
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi )
Shot ini memperlihatkan penggunaan anak-anak kecil sebagai endorser yaitu seorang anak laki-laki dengan ekspresi wajah datar dan tatapan sayu dan menggaruk leher diteruskan dengan shot sebuah ruangan tertutup dengan kursi berjajar mengelilingi meja dengan audio anak perempuan. Makna denotasi yang terdapat di dalam scene ini adalah sautan anak lakilaki dan perempuan yang membicarakan kegiatan atau pekerjaan yang akan dilakukan ketika dewasa nanti. b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua ( Konotasi ) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil dengan komposisi medium shot (MS), komposisi ini memperlihatkan anak yang sedang menggaruk leher dengan tatapan sayu dan ekspresi wajah datar seperti berat memikirkan pekerjaan yang akan dilakukan ketika dewasa kelak menjadi tukang bawa laptop. Shot kedua ditampilkan secara medium shot dengan menampilkan sebuah ruangan tertutup dengan komposisi kursi berjajar mengelilingi meja besar yang bisa diartikan sebagai ruang rapat sebuah perusahaan dengan diiringi suara anak perempuan “beres-bers kertas”. 2. Pose Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Munculnya ekspresi wajah datar yang diperlihatkan anak tersebut memiliki makna tersembunyi bahwa anak tersebut tidak siap atau ragu
membayangkan kegiatan yang akan dilakukannya ketika dewasa kelak karena
menjadi
seorang
pesuruh
dengan
melakukan
aktifitas
membawakan laptop. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya anak laki-laki sedang menggaruk leher, ekspresi wajah datar dan tatapan sayu, ruangan rapat yang kosong. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Dalam scene anak laki-laki dan ruangan rapat tersebut bisa peneliti katakan bahwa kegiatan ini dilakukan pada siang hari didalam ruangan terlihat dari jendela yang memperlihatkan adanya cahaya dari luar. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa sekuen ini terjadi pada siang hari. Iklan provider 3indie+ yang menggunakan anak-anak sebagai endorser memberi gambaran yang kurang baik tentang kegiatan bekerja yang akan dilakukan anak-anak tersebut ketika dewasa nanti. 6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam scene diatas, sudah tergambarkan secara jelas bahwa kepolosan seorang anak tidak sepatutnya dijejali perkataan yang kurang pantas karena narasi “bawain laptop dan beres-beres kertas” dinilai dapat memberi rasa takut untuk menjadi dewasa karena anak kecil umumnya mempunyai cita-cita untuk menjadi seseorang yang sukses namun dalam scene diatas memperlihatkan sebagai seorang suruhan. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah seharusnya seorang anak diperlihatkan atau diajarkan sesuatu yang baik
tentang kegiatan atau cita-cita ketika dewasa kelak supaya tidak takut untuk menjadi dewasa dengan menjadi seorang suruhan. Hal tersebut sudah jelas memenuhi unsur eksplotasi karena memanipulasi kegiatan orang dewasa kepada anak-anak. 4.1.3. Deskripsi scene dengan narasi “gak masalah kerja 15 jam sehari dan tidur cuma 5 jam sehari” Scene/ Shot
Visual
MS
Deskripsi Adegan Close up anak lakilaki dengan pandangan kebawah
LS
Anak laki-laki yang bersandar ditembok sebuah lorong
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi ) makna denotasi dari scene diatas adalah kegelisahan anak-anak ketika menyebutkan narasi iklan 3indie+ tentang beratnya bekerja b. Sistem Penandaan Tahap Kedua ( Konotasi ) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan
utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick Effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil secara medium shot (MS) untuk memperlihatkan ekspresi wajah seorang anak laki-laki yang memandang kebawah, pengambilan gambar close up wajah memberikan kesan bahwa sedang merasa lelah, kecewa, gelisah dan lain sebagainya. Makna shot yang muncul adalah pembuat iklan 3indie+ ingin memberitahukan kepada penonton tentang kegelisahan hati tentang banyaknya waktu yang tersita untuk bekerja dengan obyek anak-anak. shot selanjutnya tidak jauh berbeda dengan yang pertama namun shot diambil secara long shot (LS) untuk memperlihatkan postur tubuh anak yang bersandar ditembok dengan kepala menunduk biasa dibaca sebagai bahasa yang menunjukkan suatu penyesalan, dengan tangan dimasukkan kedalam saku celana bisa diartikan sebagai keadaan gugup, cemas, bosan tentang sedikitnya waktu yang mereka miliki untuk beristirahat. 2. Pose Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Kepala sama-sama menunduk menandakan kegelisahan yang dirasakan kedua anak tersebut 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya anak laki-laki sedang menunduk dan bersandar pada tembok sebuah lorong. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Dalam scene lorong ini, bisa peneliti katakan bahwa kegiatan ini dilakukan pada malam hari. Bisa dilihat dari teknik pencahayaan yang kurang dan cenderung gelap.
5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa scene ini terjadi pada malam hari. Iklan provider 3indie+ yang menggunakan anak-anak sebagai endorser dengan menceritakan kegiatan orang dewasa memang sangat tidak pantas karena menceritakan bagaimana kerasnya bekerja dan sedikitnya waktu beristirahat. 6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam scene diatas, sudah tergambarkan secara jelas mengenai kegelisahan anak-anak tentang keadaan bekerja dengan banyak waktu. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah secara alamiah seorang anak bisa saja menunjukkan ekspresi apa saja namun tidak dengan membicarakan atau mengetahui permasalahan orang dewasa yang sulit dan berat. Hal tersebut juga terbukti mengandung unsur eksploitasi karena memanipulasi kegiatan orang dewasa kepada anak-anak sehingga akan mengganggu perkembangan psikis anak karena memikirkan sesuatu yang berat dan belum waktunya. 4.1.4. Deskripsi scene dengan narasi “masalahnya gaji Cuma tahan sampai tanggal 15 dan untung diwarteg bisa makan dulu bayar belakangan” Scene/
Visual
Deskripsi Adegan
Shot MS
Close up anak lakilaki disebuah ruangan selesai melakukan satu aktifitas cuci tangan
LS
Sebuah tempat makan dengan suasana ramai yang terdiri dari lapaklapak makanan yang menawarkan aneka menu
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi ) makna
denotasi
dari
scene
diatas
adalah
anak-anak
yang
membicarakan masalah gaji yang tidak mencukupi dan cara bagaimana bertahan sampai pada akhir bulan dengan sistem berhutang di warung makan. b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick Effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil secara medium shot (MS) untuk memperlihatkan ekspresi wajah seorang anak laki-laki yang membicarakan masalah gaji yang tidak mencukupi sampai pada waktu datangnya gaji berikutnya, kemudian dilanjutkan dengan Long shot sebuah tempat dimana terdapak banyak lapak makanan yang dimaksudkan ketika gaji sudah habis maka cara untuk mempertahankan hidup adalah makan di warung makanan yang menerima sistem hutang. 2. Pose
Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Seorang anak yang selesai mengerjakan sesuatu kemudian mencuci tangan dan membicarakan masalah gaji yang tidak cukup seolah anak tersebut merasakan hal tersebut, apalagi kebutuhan makan harus setiap hari jadi adanya warung makan yang bisa dihutang itu sangat membantu. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya anak laki-laki yang selesai mengerjakan sesuatu dan tempat makan dengan banyak lapak-lapak dalam keadaan ramai. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Dalam scene anak laki-laki menunjukan siang hari terlihat dari kaca yang terdapat cahaya dan malam hari terlihat dari teknik pencahayaan yang kurang dan cenderung gelap. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa scene ini terjadi pada siang hari. Iklan provider 3indie+ yang menceritakan kegiatan orang dewasa melalui anak-anak memang membenarkan bahwa kebanyakan masalah gaji seorang yang bekerja tidak pernah cukup sampai akhir bulan belum lagi kebutuhan makan yang harus dipenuhi setiap hari sampai pada akhirnya melakukan hutang diwarung makan. 6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam adegan diatas, sudah tergambarkan secara jelas mengenai masalah gaji yang tidak sampai akir bulan dan cara memenuhi kebutuhan makan setiap harinya tanpa harus membayar terlebih dahulu. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah anak-anak yang memperlihatkan permasalahan gaji dari seorang yang bekerja dan kebutuhan yang harus dipenuhi menjadikan hutang adalah cara
yang efektiv dilakukan. Hal tersebut juga jelas memenuhi unsur eksploitasi karena permasalahan pekerjaan, gaji yang tidak mencukupi dan hutang-piutang bukanlah tataran pemikiran anak, namun itu semua dimanipulasi oleh pembuat iklan untuk disampaikan kepada khalayak melalui anak-anak. 4.1.5. Deskripsi scene dengan narasi “ pesen kopi secangkir harga 40 ribuan dan kalau tanggal tua pagi,siang,malam makannya mie instan” Scene/ Shot
Visual
MS
Deskripsi Adegan Dua nak laki-laki yang sedang berbincang disebuah balkon
MS
Seorang anak lakilaki yang berada disebuah minimarket
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi ) makna denotasi yang muncul dari scene diatas adalah anak-anak yang memperagakan gaya hidup orang dewasa yang berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua ( Konotasi ) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan
sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick Effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil secara Long Shot (LS) untuk memperliahatkan dua anak yang sedang berbincang disebuah tempat terbuka dan memesan kopi dengan harga yang mahal untuk ukuran perkerja dengan gaji pas-pasan karena pada shot kedua yang diambil dengan Medium Shot (MS) memperlihatkan seorang anak yang berada disebuah minimarket untuk membeli mie instan. 2. Pose Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Kedua anak yang sedang berbincang dan seorang anak di sebuah minimarket. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya dua anak yang sedang berbincang di sebuah tempat terbuka, dan seorang anak di sebuah minimarket terlihat dari adanya beberapa minyak goreng yang berjajar rapi. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Dalam scene dua anak laki-laki menunjukan disore hari terlihat dari awan merah yang terlihat dilangit dan waktu tepat untuk berbincang dan minum kopi adalah pada sore hari. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan
interpretasi bahwa scene ini terjadi pada sore dan malam hari. Iklan provider 3indie+ yang menceritakan kegiatan orang dewasa melalui anakanak memeperlihatkan bahwa gaya hidup terkadang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam scene diatas, sudah tergambarkan secara jelas mengenai gaya hidup diluar tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dimana ketika diluar bersama teman-temannya menggunakan gaya hidup yang terbilang mewah dengan memesan kopi dengan harga mahal namun ketika dalam keadaan yang sebenarnya memenuhi kebutuhan makan sehari-hari hanya dengan mie instan yang terbilang murah. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah anak-anak yang memperagakan gaya hidup orang dewasa yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yang seperti ini merupakan gambaran dari memaksakan diri dengan tidak mempertimbangkan komposisinya sebagai orang yang terbilang pas-pasan. Hal tersebut juga terbukti mengandung unsur eksploitasi karena permasalahan orang dewasa yang dimanipulasi oleh pembuat iklan untuk khayalak yang di sampaikan melalui anak-anak. 4.1.6. Deskripsi scene dengan narasi “jadi orang gede emang menyenangkan tapi susah dijalani” Scene/ Shot MS
Visual
Deskripsi Adegan Seorang anak perempuan dengan ekspresi malu dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya
MS
Seorang anak dengan ekspresi senyum dan tatapan tajam
a. Sistem Penandaan Tingkat Pertama ( Denotasi ) makna denotasi yang muncul dari scene diatas adalah anak-anak dengan masing-masing ekspresi untuk memikirkan kembali menjadi seorang dewasa dengan kegiatan-kegiatan yang akan sulit dijalani. b. Sistem Penandaan Tingkat Kedua ( Konotasi ) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick Effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama gambar diambil dengan komposisi medium shot (MS), komposisi ini memperlihatka ekspresi seorang anak perempuan yang malu sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan, kemudian shot kedua close up anak laki-laki dengan tatapan tajam dan sedikit senyum keduanya disisipkan kata “THINK AGAIN” 2. Pose Ketika berbicara mengenai pose, kita akan teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi non verbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Anak perempuan yang merasa malu dengan menutup mulutnya dengan
kedua tangannya itu bisa diartikan sebagai seorang yang ragu dan anak laki-laki dengan tatapan tajam dengan sedikit senyum bisa diartikan sebagai seorang yang memberi pilihan atau penegasan. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa objek dalam scene tersebut diantaranya anak perempuan, anak laki-laki, sisipan tulisan “THINK AGAIN” 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. Kedua scene diatas menunjukkan siang hari terlihat dari scene anak perempuan yang berada diluar ruangan dengan minumannya, sedangkan scene anak laki-laki pada siang hari namun berada didalam ruangan terlihat dari kaca yang memantulkan cahaya. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa scene diatas terjadi pada siang hari. Iklan provider 3indie+ yang menceritakan kegiatan orang dewasa melalui anak-anak memperlihatkan bahwa keraguan seorang anak untuk menjadi dewasa ketika membayangkan menjadi seorang yang dewasa tidak semudah yang dibayangkan. Dapat dilihat juga dari sisipan tulisan “THINK AGAIN” yang dalam kamus bahasa inggris berartikan berfikir lagi, hal tersebut bisa dijadikan oleh anak-anak sebagai pertimbangan atau penegasan bahwa menjadi seorang yang dewasa itu tidak mudah. 6. Sintax Dari shot yang terdapat dalam scene diatas, sudah tergambarkan secara jelas bahwa ketimpangan dan keraguan yang dialami oleh anak-anak ketika membayangkan menjadi seorang dewasa dengan segala sesuatunya yang rumit dan tidak mudah. Dari keenam syarat konotasi diatas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah menjadi seorang dewasa memang tidak mudah namun tidak sepantasnya semua itu diperlihatkan oleh seorang anak karena bisa menimbulkan trauma
untuk menjadi dewasa karena mungkin yang seperti itu akan mereka alami kelak. Hal tersebut juga jelas mengandung unsur eksploitasi karena pembuat iklan sama saja memberikan gambaran yang buruk mengenai menjadi seorang dewasa kepada anak karena semua anak kelak akan tumbuh menjadi seorang yang dewasa.
4.2. Pembahasan Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa iklan 3indie+ memiliki makna denotatif, konotatif dan mitos untuk membuktikan adanya unsur eksploitasi anak yang dilakukan oleh pembuat iklan. Iklan 3indie+ adalah iklan provider yang ditayangkan pada tahun 2013, iklan ini disutradarai oleh Michael Sewandono dengan konsep permasalahan akhir bulan para target pasar. Iklan ini dibuat dengan menggunakan pemeran sebanyak kurang lebih 40 anak-anak dengan gaya satir atau sindiran yang tujuan utamanya adalah menyindir target utama yaitu para pekerja muda. Iklan 3 dengan mengusung produk bernama Indie+ menawarkan layanan yang dapat memberikan kelonggaran pembayaran pulsa dengan sistem kantong pulsa, yaitu pemakaian pulsa yang dapat dibayarkan ketika sudah ada anggaran untuk beli pulsa dengan sistem pembayaran yang tidak ditentukan. Ide ini dituangkan dengan slogan “ pakai dulu baru bayar belakangan” dengan tagline “ 3indie+ untuk kamu yang sudah gede”. Pada tahun yang sama iklan ini mendapat kecaman keras dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI menganggap iklan ini tidak layak untuk ditayangkan pada sembarang waktu. Kecaman ini berbuntut pada diberhentikannya penayangan iklan ini sampai sekarang. Ketentuan yang sudah jelas dalam EPI tersebut tidak diindahkan oleh pihak pembuat iklan dengan alasan penggunaan anak-anak akan memperkuat tujuan yang akan dilancarkan dalam iklan sehingga konsekuensinya adalah diberhentikannya tayangan iklan dari televisi 1. Selain melanggar peraturan dari EPI iklan ini diberhentikan penayangannya oleh himbauan KPI dengan dasar iklan ini memanipulasi perkataan yang bukan tataran anak-anak dan sangat tidak mendidik. Iklan tersebut dianggap tidak pantas karena menampilkan anakanak yang mengomentari persoalan kehidupan orang dewasa yang sangat jelas bahwa itu bukan pemikiran orisinal seorang anak. Hal itu terbukti dari beberapa scene yang jelas mengandung unsur eksplotasi anak secara berturut-turut. 1
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/31520-peringatan-tertulis-untuk-11-stasiun-tv-perihal-iklan-triindie-semua-versi-versi-anak-laki-laki-dan-anak-perempuan diakses 13/02/2014pkl 8:50
Pola pikir yang ditampilkan adalah ketika dewasa seseorang akan memulai mengerjakan hal-hal yang sebenarnya dirasa kurang penting ketika mendapat pekerjaan yang tidak sesuai harapan seperti menjadi tukang bawain laptop dan beres-beres kertas, kemudian kerja keras yang menghabiskan waktu 15 jam sehari, berangkat pagi, pulang malam, tidur cuma 5 jam. Kadang karena kebijakan finansial perusahaan gajinya pas-pasan, tanggal 15 sudah menipis atau hampir habis, kemudian harus memikirkan kebutuhan makan selanjutnya dengan berhutang diwarung makanan. Dalam pemikiran anak-anak juga ditanamkan pola pikir pemborosan yaitu dengan membeli minuman yang mahal namun tidak sesuai keadaan dan pada akhirnya hanya bisa makan mie instan setiap harinya. Pada akhir iklan terdapat narasi yang berbunyi “jadi orang gedhe menyenangkan tapi susah dijalanin – think again”, yang dalam narasi itu bisa menimbulkan pemikiran ketakutan untuk tumbuh dewasa karena jadi orang gedhe atau orang dewasa itu susah untuk dijalani. Pemikiran yang dapat menimbulkan ketakutan seperti itu seharusnya tidak layak untuk dinikmati oleh anak-anak yang dalam sedang dalam masa perkembangan dan belajar