BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat destruktif antara lain berupa pelapukan, erosi, dan transportasi. Proses endogen adalah proses yang bersifat konstruktif antara lain berupa pengangkatan, pelipatan, pematahan dan sebagainya. Dari analisis geomorfologi maka dapat diketahui bagaimana prosesproses geologi yang terjadi dan membentuk bentang alam sekarang atau hari ini. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah dengan analisis citra satelit dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan data kelurusan lereng, kelurusan sungai, pola kontur topografi, pola sungai , kisaran besar sudut lereng, kemiringan lapisan (dipslope), bentukan lembah sungai dan tingkat erosi yang terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan geomorfologinya berdasarkan klasifikasi
van Zuidam
(1985) serta
analisis proses-proses geologi yang menyebabkannya. Hasilnya berupa peta geomorfologi, serta peta pola aliran dan tipe genetik sungai Berdasarkan pengamatan awal terhadap tekstur perbedaan tinggi dan relief yang tercermin dalam kerapatan kontur pada peta topografi dan pengamatan secara langsung di lapangan, bentuk morfologi yang teramati berupa punggungan, dataran bergelombang dan dataran. Berdasarkan interpretasi peta topografi dan citra satelit daerah penelitian, dominasi pola kontur yang renggang menunjukkan adanya perbedaan ketinggian dan relief yang kecil dengan dominasi bentuk morfologi berupa dataran luas memanjang yang dibatasi oleh punggungan yang memanjang dengan litologi yang lunak(gambar 3.1).
III-1
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3.1 Citra Satelit daerah penelitian yang berada didalam kotak berwarna putih. Daerah berelief datar di daerah penelitian sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, yaitu padi untuk daerah yang mempunyai sistem irigasi baik, tebu dan jagung untuk daerah yang tidak terjangkau sistem irigasi.
Sedangkan daerah yang agak terjal secara
umum tidak dimanfaatkan oleh penduduk.
III.1.2 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan morfologi bentang alam, daerah penelitian dibagi menjadi dua (2) satuan geomorfologi, yaitu : Satuan Dataran Sayap Antiklin
dan
Satuan
Punggungan
Antiklin.
Pembagian
satuan
geomorfologi ini didasarkan pada klasifikasi geomorfologi van Zuidam (1985).
Di
daerah
penelitian,
faktor
utama
yang
mengontrol
pembentukan bentang alam adalah struktur geologi, terutama lipatan dan faktor denudasi. Disamping itu juga faktor lain yang mengontrol pembentukan bentang alam yaitu faktor cuaca yang mempengaruhi
III-2
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
pelapukan dan faktor manusia seperti penambangan maupun pengolahan lahan. III.1.2.1
Satuan Dataran Sayap Antiklin Satuan Dataran Sayap Antiklin meliputi bagian utara dan selatan dengan batas tertentu dari daerah penelitian, dapat kita lihat pada lampiran E-2, Satuan ini menempati sekitar 82 % dari daerah penelitian, diberi simbol warna kuning. Satuan ini
dicirikan oleh
dataran luas dengan kontur rapat dengan kemiringan lereng antara 0,5 – 2%, satuan ini diklasifikasikan memiliki kemiringan lereng hampir datar -datar menurut klasifikasi dari van Zuidam (1985). Satuan ini terletak pada ketinggian 18,5 – 23 m diatas permukaan laut (Gambar 3.2 dan 3.3).
Gambar 3.2 Satuan Dataran Sayap Antiklin dengan lereng yang hampir datar. Foto diambil dari sebelah utara dusun Tanjung Krajan menghadap ke arah utara.
III-3
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3.3 Satuan Dataran Sayap Antiklin. Foto diambil dari jalan Karangandong-Kemuning menghadap ke arah selatan
Berdasarkan pengamatan di lapangan, litologi penyusun satuan ini adalah tanah pelapukan (soil) yang berdasarkan ciri-ciri fisiknya merupakan hasil pelapukan dari batupasir dan batulempung. Singkapan batuan yang terdapat di satuan geomorfologi ini secara umum menunjukkan bahwa daerah ini merupakan lipatan, karena mempunyai arah jurus dan kemiringan lapisan yang berlawanan arah . Berdasarkan hasil pengukuran arah jurus dan kemiringan, maka daerah ini merupakan lipatan antiklin dimana satuan geomorfologi ini merupakan sayap antiklin dengan kenampakan morfologi di lapangan yang relatif datar, sehingga satuan ini dinamakan satuan geomorfologi dataran antiklin.
III-4
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Sungai
pada
satuan
geomorfologi
ini
umumnya
bertipe
Konsekuen dan Subsekuen, dengan lembah berbentuk “U” dan pola aliran pararel. Proses eksogen yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Contoh lembah sungai berbentuk “U” pada lokasi pengamatan BPD-13 .
Satuan geomorfologi ini berada di bagian selatan dan utara daerah penelitian mempunyai morfologi yang relatif lebih datar dari bagian tengah dari daerah penelitian. Bagian utara dan selatan merupakan sayap dari antiklin yang berada di daerah penelitian dintepretasikan mengalami pengaruh pelapukan dan erosi sangat kuat dan merata, sedangkan bagian tengah daerah penelitian merupakan sumbu dari antiklin yang mengalami proses erosi yang cukup kuat namun tidak sepenuhnya terjadi secara merata, ada beberapa lokasi-lokasi yang kekuatan erosinya lemah sehingga membentuk perbukitan yang bergelombang seperti yang dapat diamati pada peta geomorfologi di lampiran E-2. Tata guna lahan pada satuan ini adalah pemukiman , pertanian dan perkebunan sedangkan untuk bagian selatan merupakan daerah perindustrian. III-5
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
III.1.2.2
Satuan Punggungan Antiklin Satuan Punggungan Antiklin berada di bagian tengah dari daerah penelitian, dapat kita lihat pada peta geomorfologi di lampiran E-2. Satuan ini menempati sekitar 18 % dari dari daerah penelitian diberi simbol warna merah. Satuan ini dicirikan oleh bukit yang memanjang barat timur dengan kontur sangat renggang dengan kemiringan lereng antara 15 – 17% diklasifikasikan sebagai kemiringan lereng miringagak curam jika disesuaikan dengan klasifikasi van Zuidam (1985). Satuan ini terletak pada ketinggian 35 – 70 m diatas permukaan laut . Seperti terlihat pada Gambar dibawah, yang merupakan punggungan yang memanjang berarah barat-timur (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Satuan Punggungan Antiklin. Foto diambil dari tepi jalan raya Karangandong menghadap ke arah barat
III-6
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan pengamatan di lapangan, litologi penyusun satuan ini berupa batulempung dengan sisipan tipis-tipis batupasir tufaan. Struktur geologi yang terdapat pada satuan ini merupakan bagian dari sumbu antiklin berarah hampir barat – timur. Sungai pada satuan ini umumnya bertipe Konsekuen, dengan lembah sungai berbentuk “U” dan pola aliran dendritik. Proses eksogen yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi. Tata guna lahan pada satuan ini adalah pemukiman, penambangan pasir untuk bahan urugan dan perkebunan serta pertanian. Aktivitas manusia juga cukup berperan dalam perkembangan bentuk morfologi daerah penelitian karena sebagian besar daerah ini dipergunakan sebagai perumahan dan persawahan. Selain itu juga terdapat beberapa quarry penambangan pasir bahan urugan di sekitar daerah penelitian.
III.1.3 Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai Berdasarkan pengamatan penyebaran sungai pada peta topografi, maka dapat dibedakan menjadi dua daerah aliran sungai yaitu pada bagian utara sumbu antiklin dan sebelah selatan sumbu. Pola aliran sungainya secara umum mempunyai pola dendritik dan paralel. Pola aliran sungai paralel umumnya terdapat pada sungai-sungai yang berada di bagian utara dan selatan daerah penelitian (Gambar.3.6). Pola aliran sungai ini terbentuk akibat pengaruh struktur geologi, kekerasan batuan, kemiringan lereng, dan aktifitas manusia.
III-7
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Pola aliran sungai dendritik umumnya terdapat pada sungai-sungai yang berada di bagian tengah daerah penelitian (Gambar.3.6). Sungai dengan pola dendritik menunjukkan daerah yang secara horizontal terdiri dari lapisan-lapisan sedimen yang resistensinya relatif seragam. Litologi daerah penelitian yang memiliki pola sungai dendritik adalah satuan batulempung.
Gambar 3.6 Peta Aliran Sungai
Menurut klasifikasi Davis (1902, op.cit. Thornburry, 1969), tipe genetik sungai di daerah penelitian terdiri dari (Gambar 3.6) : •
Sungai Konsekuen
•
Sungai Subsekuen Sungai Konsekuen adalah sungai yang aliran arah sungainya searah
dengan kemiringan batuannya. Sungai tipe ini dapat terlihat di gambar diatas, antara lain adalah Sungai Tanjung, Sungai Belahan Rejo, dan Sungai Miru.
III-8
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Sungai Subsekuen adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurus lapisan batuan, dapat terlihat pada Sungai Wanakalang, Sungai Tempel, Sungai Pendem, dan Sungai Banyu Urip. Tipe genetik sungai-sungai di daerah penelitian berkaitan erat dengan struktur lipatan dan jenis litologi. Jika dikelompokkan secara garis besar sungai-sungai di bagian tengah daerah penelitian bertipe genetik Subsekuen, sedangkan sungai di bagian utara dan selatan daerah penelitian bertipe genetik Subsekuen dan Konsekuen. Sungai-sungai yang berada di hampir semua bagian daerah penelitian alirannya digunakan untuk keperluan irigasi. Daerah aliran sungai yang ada di daerah penelitian dapat dibagi menjadi tujuh (7) daerah aliran sungai (DAS). Batas daerah aliran sungai ditandai dengan garis berwarna merah (Gambar 3.6). Pembagian ini berdasarkan kontrol morfologi dan aliran sungai yang teramati pada peta topografi. Pada bagian utara semua sungai-sungai mengalir kearah utara dan menerus sampai bertemu dengan sungai besar di sebelah utara daerah penelitian + 12 km yaitu Sungai Lamong, sedangkan untuk bagian selatan, arah aliran sungai-sungainya bertemu di Sungai Mas (Kali Mas) + 6 km sebelah selatan daerah penelitian.
III.1.4 Tahapan Geomorfik Bentuk bentang alam di daerah penelitian yang dipengaruhi oleh struktur geologi dan proses denudasi dari pengaruh iklim dan kekerasan serta kekompakan batuan membentuk relief yang landai serta sungaisungai yang bersifat intermitten yaitu sungai volume airnya tidak tentu sesuai dengan musim dan cenderung mempunyai debit aliran yang kecil, sehingga tidak terbentuk tebing-tebing sungai, hanya terlihat dinding sungai berupa tanah hasil pelapukan(soil) dengan ketebalan 1-2 m. Penentuan tahapan geomorfik daerah penelitian didasarkan pada proses
III-9
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
denudasi yang intensif pada batuan yang secara umum tidak kompak dan bentuk dari lembah sungai, serta bentuk topografi daerah penelitian yang seharusnya berupa antiklin, sekarang telah menjadi daerah yang didominasi oleh dataran. Oleh karena itu, secara umum daerah penelitian berada pada tahapan geomorfik tua. Aktivitas manusia dalam pembangunan pemukiman dan penggunaan lahan untuk persawahan, perkebunan, serta penambangan pasir merupakan sebagian kecil dari penyebab perubahan morfologi bentang alam di daerah penelitian.
III.2 Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dominan yang diamati di lapangan serta hasil analisis laboratorium, stratigrafi daerah penelitian dikelompokkan menjadi tiga (3) satuan batuan berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi. Berdasarkan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut : Satuan Batulempung Karbonatan, Satuan Batulempung non Karbonatan, dan Satuan Batupasir.
III-10
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3.7 Kolom stratigrafi umum daerah penelitian III.2.1 Satuan Batulempung Karbonatan III.2.1.1
Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini menempati bagian tengah daerah penelitian. Satuan Batulempung Karbonatan ini menempati +23 % dari luas daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna hijau tua (lampiran E-3). Satuan ini terdiri dari batulempung dengan sisipan batu pasir tufaan dan batugamping melensa dengan jurus lapisan batuan secara umum berarah barat – timur dengan kemiringan lapisan sebesar 20°-35°. Batuan ini tersingkap dengan baik dijumpai di quarry terutama di dekat Perumahan Kotadamai. Berdasarkan pengukuran penampang geologi pada peta geologi, satuan ini mempunyai ketebalan + 360 m.
III-11
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3.8 Singkapan batulempung dengan sisipan batupasir tufaan di quarry + 50 m sebelah barat jalan raya Karangandong (lokasi pengamatan AKR-18)
III-12
Bab III Tatanan Geologi Daerah Penelitian
III.2.1.2
Ciri Litologi Batulempung dengan sisipan batupasir tufaan. Batulempung berwarna hijau kebiruan, karbonatan, dan mengandung fosil foraminifera dan cangkang moluska. Batupasir tufaan berwarna putihkekuningan, getas, semen karbonatan, kemas tertutup dan memiliki porositas yang baik, mengandung fosil foraminifera dan moluska. Ketebalan lapisan ini teramati dilapangan kurang lebih 10 m. Struktur sedimen utama yang berkembang pada satuan ini adalah laminasi sejajar. Batugamping klastik melensa setempat berwarna putih - abu-abu terang, porositas baik, dengan tebal +4 m. Di bagian bawah satuan ini terdapat batulempung berwarna abu– abu hijau kebiruan, getas, karbonatan dan mengandung pecahan fosil moluska dan foraminifera yang cukup melimpah, dengan ketebalan lapisan ini lebih dari 25 m.
III.2.1.3
Lingkungan pengendapan Dari hasil analisis mikropaleontologi (lampiran B-2) pada conto BPD-9 didapatkan foraminifera bentos antara lain yaitu Ammonia becarii, Bolivinita quadrilateral, Eggerella sp, Cancris auriculus, Spiroloculina sp, Stilostomela sp, Uvigerina sp, Bulimina sp, Cibicides sp, Lagena sp, Nodosaria sp, Textularia sp, Oolina sp, Bolivina sp. Berdasarkan ciri litologi dan kandungan foraminifera bentos maka disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal , jika dalam zonasi batimetri berada pada kedalaman antara 20-100m (middle neritic) (Tipsword, dkk., (1966) op.cit. Pringgoprawiro dan Kapid, (2000)).
III.2.1.4
Umur Berdasarkan analisis foraminfera plangton pada sampel BPD-9 (lampiran
B-1)
dijumpai
kumpulan
Pulleniatina
finalis,
Globigerinoides fistulosus, dan Globigerinoides trilobus, yang jika
III-13