BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun kimia yang memberikan perubahan pada bentukan muka bumi (Thornbury, 1969). Proses geomorfik ini meliputi proses endogen dan eksogen. Proses endogen merupakan proses-proses yang bersifat konstruktif seperti pengangkatan, perlipatan, pematahan, vulkanisme dan sebagainya. Sedangkan proses eksogen merupakan proses-proses yang bersifat destruktif seperti erosi, pelapukan, dan sebagainya. Bentuk bentang alam yang terlihat di permukaan, merefleksikan proses-proses geologi yang terjadi pada bentang alam tersebut. Analisis geomorfologi bertujuan untuk menganalisis keadaan bentang alam, bentuk, geometri, serta kaitannya dengan proses geologi yang terjadi didalamnya. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah dengan pengamatan SRTM dan peta topografi, sehingga didapatkan data kelurusan, pola sungai, dan bentukan lembah sungai. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan geomorfologinya berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) serta proses-proses geologi yang menyebabkannya. Hasilnya berupa peta geomorfologi, serta peta pola aliran dan tipe genetik sungai. 3.1.1 Geomorfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian tersusun atas morfologi berupa perbukitan dan lembah yang berada pada interval 50-250 meter diatas permukaan laut. Titik terendah berada pada Kali Gintung yang terletak di selatan daerah penelitian, sedangkan titik tertinggi berada di daerah Ketipek. Bentuk bentang alam berupa lembah memanjang dari barat-timur daerah penelitian dan dikelilingi oleh perbukitan utara-selatan. Morfologi ini dipengaruhi oleh kontrol perlipatan sehingga membentuk bentang alam yang khas yang dikenal dengan bentuk amphiteather yang terbuka ke arah timur. Perbedaan bentukan ini mencerminkan perbedaan tingkat ketahanan material terhadap erosi yang terjadi. Morfologi perbukitan memiliki material penyusun yang relatif lebih keras dibandingkan dengan material
15
penyusun
pada
lembah
sehingga
lebih
tahan
terhadap
erosi
yang
mempengaruhinya. Berdasarkan pengamatan lapangan, morfologi perbukitan tersusun atas batupasir sedangkan bentukan lembah tersusun atas batulempung yang bersifat lunak sehingga kurang resisten terhadap erosi dan pelapukan.
Gambar 3.1. Diagram bunga (roset) yang menggambarkan pola kelurusan daerah penelitian.
Hasil analisis kelurusan bukit dan sungai di daerah penelitian yang diamati dari peta topografi dan SRTM (Lampiran C-6), menunjukkan arah umum dominan adalah barat-timur (Gambar 3.1). Hasil kelurusan ini diinterpretasikan sebagai manifestasi sistem perlipatan. Selain itu terdapat arah umum lain yang berarah Baratlaut-Tenggara dan Timurlaut-Baratdaya yang diinterpretasikan sebagai manifestasi struktur sesar mendatar.
16
3.1.2 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian dibagi berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939). Klasifikasi ini berdasarkan pada tipe genetik atau proses dan faktor penyebab bentukan morfologi, sehingga daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan geomorfologi utama, yaitu: Satuan Perbukitan Sinklin, Satuan Lembah Antiklin, Satuan Perbukitan Homoklin, dan Satuan Dataran Aluvial (Lampiran F-2). 3.1.2.1 Satuan Perbukitan Sinklin Satuan ini meliputi 14% dari luas daerah penelitian yang ditandai dengan warna merah muda pada peta geomorfologi (Lampiran F-2). Satuan ini terletak pada bagian utara peta yang memanjang barat-timur membentuk suatu sinklin dan membentuk suatu kelurusan punggungan berarah barat-timur, yang meliputi wilayah Panggi, Ratambulu, Gondang, Pulasari, Pagergunung, Ares, dan Kedungbayah. Satuan ini terletak pada daerah dengan ketinggian berkisar 110-198 meter diatas permukaan laut dengan titik tertinggi berada pada daerah Pagergunung. Morfologi satuan ini dicirikan oleh daerah yang terjal membentuk perbukitan. Satuan ini memiliki relief yang kasar dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang diinterpretasikan memiliki tingkat resistensi yang sedang-tinggi terhadap erosi (Foto 3.1). Litologi penyusun dari satuan ini adalah batupasir sisipan batulempung dengan kemiringan lapisan 13-40° dan pola umum berarah utara dan selatan membentuk suatu sinklin. Pola aliran sungai yang terdapat pada satuan ini adalah pola aliran trelis.
17
3.1.2.2 Satuan Lembah Antiklin Satuan lembah antiklin meliputi 17% dari luas daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau pada peta geomorfologi (lampiran F-2). Satuan ini terletak pada bagian tengah peta memanjang barat-timur, dikelilingi oleh perbukitan yang berada di bagian utara dan selatan. Satuan ini berada pada ketinggian 91-147 meter diatas permukaan laut dan meliputi daerah Desa Kalijaran, Karangori Lor, Pengampiran, dan Pengempon. Morfologi yang terdapat pada satuan ini dicirikan oleh daerah yang landai hingga sedang membentuk lembah (Foto 3.2). Ekspresi morfologi yang halus dan datar menunjukkan bahwa satuan ini memiliki tingkat resistensi yang rendah terhadap erosi dan denudasi. Litologi penyusun satuan ini adalah batulempung sisipan batupasir dengan kemiringan lapisan berkisar antara 25-48° dan pola umum berarah utara dan selatan membentuk suatu antiklin. Pola aliran sungai yang terdapat pada satuan ini adalah pola aliran trelis.
18
3.1.2.3 Satuan Perbukitan Homoklin Meliputi 49% dari luas daerah penelitian dan ditandai dengan warna kuning pada peta geomorfologi (lampiran F-2). Satuan ini terletak pada bagian selatan peta yang memanjang dari barat hingga timur daerah penelitian. Satuan ini berada pada ketinggian 80-250 meter di atas permukaan laut yang meliputi Kepetek, Ketipek, Desa Sindang, Karangori Kidul, Jangkung, Sawangan, Desa Kembaran Wetan, Desa Slinga, Desa Renan, dan Desa Sidanegara. Morfologi dicirikan oleh daerah yang terjal membentuk perbukitan (Foto 3.3). Ekspresi morfologi menunjukkan satuan ini memiliki relief yang rapat dan menunjukkan bahwa satuan ini memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap erosi dan denudasi. Litologi penyusun dari satuan ini adalah batupasir sisipan batulempung dan batulempung tufan sisipan batupasir tufan yang memiliki kemiringan lapisan berkisar antara 10°-35° ke arah selatan.
19
3.1.2.4 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini meliputi 20% dari luas daerah penelitian dan ditandai dengan warna abu-abu pada peta geomorfologi (Lampiran F-2). Satuan ini tersebar pada bagian utara dan selatan daerah penelitian dengan ketinggian antara 68-138 meter diatas permukaan laut. Satuan dataran aluvial ini diapit oleh dua perbukitan. Satuan ini tersebar disepanjang Kali Bulan, Kali Laban, dan Kali Gintung. Satuan ini memiliki pola kontur yang sangat renggang dan dicirikan dengan sungai yang berbentuk ‘U’, saluran sudah berkelok dan dasar lembah sebagian aluvial (Foto 3.4). Material penyusun dari satuan ini adalah berupa material lepas-lepas dari endapan hasil erosi dan transportasi berupa fragmen batuan beku, batupasir, dan jasper.
20
3.1.3 Tipe Genetik dan Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian Menurut klasifikasi Thornbury (1969), tipe genetik sungai yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari sungai konsekuen, sungai obsekuen, dan sungai subsekuen (Foto 3.5, 3.6, dan 3.7). Sungai konsekuen adalah sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lapisan. Sungai tipe ini terdapat pada Kali Laban, Kali Klawing (barat daerah penelitian), Kali Bulan (timur daerah penelitian), dan sungai-sungai yang terdapat di Sindang. Sungai obsekuen adalah sungai yang arah alirannya berlawanan dengan arah kemiringan lapisan, pada daerah penelitian dicirikan oleh sebagian dari Kali Bulan, dan sungai-sungai yang terdapat di Desa Sidanegara. Sedangkan sungai subsekuen merupakan sungai yang arah alirannya searah dengan jurus lapisan, pada daerah penelitian ditunjukkan oleh sebagian dari Kali Klawing, sebagian dari Kali Laban, dan Kali Gintung (Gambar 3.2).
21
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian adalah sebagai berikut (Gambar 3.2): •
Pola Aliran Sungai Dendritik Pola ini berkembang pada bagian utara daerah penelitian (Gambar 3.2). Sungai dengan pola aliran dendritik terdapat pada batuan yang homogen atau batuan yang memiliki resistensi yang sama, aliran sungainya mengalir ke segala arah atau bercabang-cabang (Lobeck, 1939). Pola aliran ini meliputi Kali Klawing dan Kali Laban yang mengalir dari utara-selatan daerah penelitian.
22
•
Pola Aliran Sungai Trelis Pola ini berkembang pada bagian tengah-selatan daerah penelitian (Gambar 3.2). Sungai dengan pola aliran trelis merupakan ciri dari batuan yang telah mengalami perlipatan atau batuan yang mempunyai kemiringan yang relatif terjal, mempunyai anak-anak sungai yang pendek-pendek sejajar, dan gabungan dari tiga tipe genetik sungai, yaitu sungai obsekuen, konsekuen, dan subsekuen (Lobeck, 1939). Pola aliran ini meliputi Kali Gintung beserta anak-anak sungainya yang bercabang pada bagian utara dan selatan Kali Gintung tersebut, dan sungai-sungai yang terdapat pada lembah antiklin.
The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. If the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.
Gambar 3.2. Pola aliran sungai dan tipe genetik sungai daerah penelitian.
23
Bentang alam daerah penelitian dipengaruhi oleh struktur perlipatan yang membentuk bentang alam yang khas berupa amphiteather. Struktur perlipatan mengakibatkan tersingkapnya berbagai jenis batuan dengan tingkat kekerasan yang berbeda dan mempengaruhi ekspresi topografi daerah penelitian. Akibat perbedaan ketahanan batuan terhadap proses erosi maka terbentuklah morfologi berupa lembah antiklin dan perbukitan sinklin pada daerah penelitian. Berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939), tahapan geomorfik yang diperlihatkan pada daerah penelitian adalah tahapan geomorfik dewasa. Tahapan ini dicirikan dengan telah berkembangnya sistem sungai (Gambar 3.2) yang diperlihatkan oleh sungai yang telah bercabang-cabang dan panjang. Selain itu dapat dilihat dari bentukan morfologi yang sudah terbalik (inverse) (Gambar 3.3). Pembalikan morfologi ini ditunjukkan dengan bentukan lembah pada antiklin yang pada awalnya merupakan tinggian dan bentukan tinggian pada sinklin yang pada awalnya berbentuk suatu lembah sebelum terjadi proses erosi. Lereng pada umumnya telah tererosi tetapi masih tersisa sedikit dengan relief lereng yang kasar akibat dari proses erosi tersebut.
Gambar 3.3. Bentukan morfologi pada daerah penelitian.
24
1.2 Stratigrafi Berdasarkan data yang diambil dari penelitian di lapangan dan hasil dari analisis laboratorium, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat (4) satuan tidak resmi dari tua ke muda, antara lain: Satuan Batulempung (Formasi Kalibiuk), Satuan Batupasir (Formasi Kalibiuk), Satuan Batulempung Tufan (Formasi Ligung), dan Satuan Endapan Aluvial.
Gambar 3.4. Kolom stratigrafi daerah penelitian (tanpa skala).
25
3.2.1 Satuan Batulempung 3.2.1.1 Peyebaran dan Ketebalan Satuan Batulempung merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Satuan Batulempung meliputi luas kurang lebih 17% dari luas daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Satuan ini tersebar pada bagian utara daerah penelitian memanjang dari barat ke timur dan memanjang sepanjang lembah antiklin. Satuan ini terletak pada ketinggian 90-146 meter di atas permukaan laut dan tersebar di Desa Kalijaran, Desa Kaliori, dan Desa Tangkisan. Satuan Batulempung memiliki dua arah kemiringan, yaitu kemiringan yang relatif ke arah utara dan selatan dengan kemiringan lapisan berkisar antara 25°- 48°. Perubahan kemiringan pada satuan ini mencerminkan bahwa satuan ini telah mengalami perlipatan. Satuan ini tersingkap pada Kali Bulan (LB-13 dan KLB-6), Kali Laban (LB-4), Glempang (GLP-1, GLP-2, GLP-3, GLP-4, GLP-5, AB-1, AB-3) dan Karangori Lor (SDG-9, SDG-10, SDG-11) ditunjukkan pada Peta Lintasan (Lampiran F-1). Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan kondisi agak lapuk dikarenakan litologi yang tidak resisten terhadap pelapukan dan erosi. Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi adalah lebih dari 250 meter, terlampir pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Ketebalan dari satuan ini sulit untuk dipastikan karena tidak ditemukannya kontak dengan satuan di bawahnya. 3.2.1.2 Ciri Litologi Satuan Batulempung tersusun atas litologi batulempung sisipan batupasir. Dilihat dari deskripsi megaskopisnya, batulempung berwarna abu-abu kehijauan, struktrur masif, getas, porositas buruk, lunak, dan terdapat fosil foraminifera kecil (Foto 3.8). Berdasarkan hasil uji kalsimetri yang diuji pada conto batuan KLR-2, GLP-5, LB-4, WEN-8, WEN-10 (Lampiran B, Analisis Kalsimetri), didapatkan kandungan karbonat yang terdapat pada batulempung berkisar antara 5%-9.7%. Berdasarkan dari klasifikasi campuran lempung-gamping (Pettijohn, 1957 dalam Koesoemadinata, 1985), maka batulempung yang berada pada satuan ini merupakan Batulempung Napalan (Lampiran B).
26
Batupasir sebagai sisipan, berwarna abu-abu kehijauan, dengan struktur masif, berukuran pasir halus, karbonatan, porositas baik, dengan ketebalan kurang lebih 5 cm. Berdasarkan analisis petrografi (Lampiran A-1), didapatkan sisipan batupasir merupakan batupasir Feldspathic Wacke (Folk, 1974). Batupasir memiliki tekstur klastik, terpilah baik, kemas tertutup, sebagian terbuka dibatasi oleh matriks, hubungan antar butir point contact dan long contact, tersusun atas butiran dan fragmen, menyudut tanggung-membundar tanggung, berukuran 0.1 mm-0.3 mm. Butiran terdiri dari plagioklas (20%), kalsit (10%), k-feldspar (5%), piroksen (2%), hornblende (1%), mineral opak (1%), fosil foraminifera (1%), dan fragmen litik (10%). Matriks lempung (25%) mengisi ruang antar butiran, semen (5%) berupa kalsit hadir mengikat butiran, porositas intergranular dan intragranular (20%).
Foto 3.8. Singkapan batulempung sisipan batupasir. Foto diambil pada lokasi LB-4 (Kali Laban), menghadap ke baratlaut.
27
3.2.1.3 Umur, Lingkungan Pengendapan, dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi (Lampiran D-1) dari conto batuan GLP-2 dan SDG-11, didapatkan kisaran umur Satuan Batulempung adalah Pliosen Tengah-Pliosen Akhir (N20-N21 bagian bawah) berdasarkan biozonasi Blow
(1969).
Penentuan
umur
ini
didasarkan
atas
kehadiran
dari
Neogloboquadrina pseudopima yang kemunculan awalnya pada N20 menandakan bahwa satuan ini tidak lebih tua dari N20. Selain itu, ditandai dengan punahnya Globigerinoides trilobus fistulosus setelah pengendapan dari GLP-2 dimana Globigerinoides trilobus fistulosus punah pada pertengahan N21. Spesies-spesies foraminifera plangton lainnya yang ditemukan pada satuan ini antara lain: Globigerinoides
trilobus
trilobus,
Globigerinoides
trilobus
immaturus,
Globigerinoides ruber, Globigerinoides obliquus extremus, Globorotalia tumida, dan Globorotalia menardii. Berdasarkan asosiasi foraminifera bentos yang ditemukan pada Satuan Batulempung menurut klasifikasi Robertson Research (1983), didapatkan lingkungan pengendapan adalah Neritik Luar (100-200m) (Lampiran D-1, Analisis Mikropaleontologi). Lingkungan ini dicirikan oleh asosiasi dari foraminifera bentos penciri Neritik Luar seperti Bulimina marginata, Hyalinea balthica, Bolivinita quadrilatera, Uvigerina peregrina, dan Bulimina sp. Berdasarkan ciri litologi yang terdapat pada Satuan Batulempung, dapat diinterpretasikan bahwa mekanisme pengendapan satuan ini adalah sistem pengendapan dengan arus suspensi yang tenang, sehingga diendapkan butiranbutiran dengan ukuran yang halus. 3.2.1.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan dari ciri litologi khas yang dapat dibedakan dengan satuan lain, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Kalibiuk (Djuri dkk., 1996). Hubungan satuan ini dengan satuan yang lebih tua tidak ditemukan, karena tidak tersingkapnya satuan dibawahnya pada daerah penelitian. Menurut Djuri (1996), hubungan antara Satuan Batulempung dengan satuan di bawahnya yang sebanding dengan Formasi Tapak bersifat selaras. Sedangkan hubungan satuan ini dengan satuan batuan di atasnya adalah bersifat selaras, ditunjukkan dengan
28
kemiringan lapisan yang relatif sama dan tidak adanya selang waktu pengendapan pada kedua satuan yang dibuktikan dengan analisis mikropaleontologi. 3.2.2 Satuan Batupasir 3.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir meliputi luas kurang lebih 37% dari luas daerah penelitian yang ditandai dengan warna kuning pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Satuan ini tersebar pada bagian utara dan selatan daerah penelitian dan memanjang barat-timur mengelilingi satuan batulempung yang membentuk antiklinorium. Satuan ini berada pada ketinggian 80-240 meter diatas permukaan laut dan tersebar pada daerah Panggi, Gondang, Pulasari, Pagergunung, Kedungbayah, Desa Tangkisan, Desa Sindang, Jangkung, dan Sawangan. Satuan Batupasir memiliki dua arah kemiringan, yaitu kemiringan yang relatif ke arah utara dan kemiringan relatif ke arah selatan dengan kemiringan lapisan berkisar antara 14°-35°. Perubahan kemiringan pada satuan ini mencerminkan bahwa satuan ini telah mengalami perlipatan. Satuan ini tersingkap baik pada Kali Klawing (barat daerah penelitian), kemudian tersingkap pada sungai-sungai kecil disepanjang antiklinorium ditunjukkan pada Peta Lintasan (Lampiran F-1). Pada umumnya batupasir tersingkap dengan kondisi segar (Gambar 3.9). Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi adalah 600 meter (Lampiran F-3).
29
Foto 3.9. Satuan Batupasir, tersingkap baik di Kali Klawing (foto diambil pada lokasi KWG-29), menghadap ke selatan.
3.2.2.2 Ciri Litologi Litologi yang terdapat pada satuan ini tersusun atas batupasir dengan sisipan batulempung dengan ketebalan 5cm-10m. Bagian atas berupa batupasir konglomeratan. Batupasir, berwarna abu kecoklatan - abu-abu kehijauan, berukuran pasir halus-pasir kasar, porositas baik, getas-kompak, struktur sedimen setempat ditemukan struktur sedimen Hummocky cross-stratification, lapisan silang siur, flute cast, dan lapisan sejajar, terdapat bioturbasi, pada bagian tengah sampai atas satuan ditemukan nodul yang umumnya berada pada batupasir halus. Terdapat pecahan fosil moluska yang terdiri dari fosil pelecypoda dan gastropoda, pada bagian atas satuan terdapat fosil moluska utuh. Berdasarkan hasil analisis petrografi (Lampiran A-2, A-3), batupasir merupakan Volcanic Arenite (Folk, 1974). Batupasir ini memiliki tekstur klastik, terpilah baik, kemas terbuka, hubungan antar butir point contact dan long contact,
30
tersusun atas butiran dan fragmen membundar tanggung-menyudut tanggung tanggung, berukuran pasir sedang (0.25mm-0.5mm), terdiri dari butiran dan fragmen batuan. Butiran terdiri dari plagioklas (10%), piroksen (5%), hornblende (5%), k-feldspar (3%), dan fosil foraminifera (2%). Fragmen batuan (30%) terdiri fragmen batupasir (15%) dan fragmen batulempung (15%). Matriks lempung (5%), mengisi ruang antar butiran, semen (20%) berupa kalsit, porositas 20% berupa intergranular dan intragranular. Batupasir konglomeratan, berwarna abu kecoklatan, berukuran pasir sangat kasar-kerikil, bentuk butir membundar tanggung-menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, matriks lempung, struktur sedimen perlapisan sejajar, perlapisan silang siur, kompak, setempat ditemukan fosil moluska berupa pelecypoda dengan kondisi pecah-pecah, komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblende, dan fragmen batuan yang terdiri dari fragmen batuan beku (andesit), batupasir, dan batulempung. Sisipan batulempung, berwarna abu kehijauan, getas, tidak karbonatan, setempat karbonatan. Stuktur sedimen Hummocky Cross-Stratification terlihat dengan baik pada lokasi KWG-31, KWG-32, KWG-33 (Foto 3.10). Menurut Boggs (1995), struktur sedimen ini dicirikan dengan set dari perlapisan silang siur dengan sudut yang landai. Set dari lapisan silang siur ini memotong satu sama lain dan membentuk permukaaan erosional berbentuk lengkungan. Struktur sedimen ini pada umumnya memiliki ketebalan 15-50 cm. Struktur sedimen flute cast terlihat baik pada bagian bawah dari batupasir (Foto 3.11). Berdasarkan dari pengukuran dari flute cast didapatkan arah N200°E-N120E° yang mencerminkan arah arus purba.
31
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi (Lampiran E-2) dari conto batuan KWG-1, KWG-2, KWG-7A, KWG-8, KWG-19, KWG-22, KWG-24, KWG-26, KWG-46, KWG-48, KWG-50 dan KWG-51, didapatkan kisaran umur
32
relatif dari Satuan Batupasir adalah Pliosen Akhir-Pleistosen (N21 bagian bawah –N22 dan atau lebih muda) berdasarkan Biozonasi Blow (1969). Umur pada satuan ini dicirikan oleh kemunculan akhir dari Globigerinoides trilobus fistulosus pada batas Satuan Batulempung dengan Satuan Batupasir. Selain itu ditemukan pemunculan akhir dari Globigerinoides trilobus extremus yang punah pada N21 setelah pengendapan KWG-48. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian atas Satuan Batupasir, umur telah berubah menjadi Pleistosen (N22 dan atau lebih muda). Spesies – spesies foraminifera plangton lainnya yang terdapat pada satuan ini
antara
lain:
Orbulina
universa,
Globigerinoides
trilobus
trilobus,
Gloigerinoides trilobus immaturus, Globigerinoides ruber, Globigerina bulloides, Neogloboquadrina pseudopima, Globigerinoides trilobus sacculifer, Globorotalia menardii, Hastigerina siphonifera, Hastigerina pelagica, Globorotalia tumida, Globigerinoides obliquus, Globoquadrina altispira, dan Neogloboquadrina acostaensis. Berdasarkan asosiasi foraminifera bentos yang ditemukan pada Satuan Batupasir menurut klasifikasi Robertson Research (1983) dan asosiasi dari moluska menurut klasifikasi Fairbridge dan Bourgeois (1978), maka lingkungan pengendapan menunjukkan Neritik Tengah – Neritik Dalam (Lampiran D-1 dan E-2). Asosiasi foraminifera penciri Neritik Tengah pada satuan ini terekam pada conto batuan KWG-1 hingga KWG-7A, antara lain Amphistegina sp dan Uvigerina sp. Sedangkan asosiasi dari foraminifera bentos pada lingkungan Neritik Dalam terekam pada conto batuan KWG-7A hingga KWG-51, antara lain Asterorotalia trispinosa, Nonion scaphum, Elphidium sp, dan Cellanthus craticulatus. (Lampiran E-2). Asosiasi dari moluska pada satuan ini antara lain Turricula javana, Oliva vidua, Oliva sp, Terebra sp, Lophiotoma indica, dan Conus (Lithoconus) sp (Lampiran E-2) yang memiliki kisaran lingkungan subtidal-open marine (Fairbridge dan Bourgeois, 1978) dengan kedalaman batimetri 0-30 meter.
33
3.2.2.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan dari ciri litologi, umur, dan penyebarannya maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Kalibiuk (Djuri dkk., 1996) dan hubungan dengan satuan di atasnya menunjukkan hubungan yang selaras. 3.2.3 Satuan Batulempung Tufan 3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini meliputi luas kurang lebih 29% dari luas daerah penelitian yang ditandai dengan warna hijau muda pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Satuan ini tersebar pada bagian selatan daerah penelitian memanjang dari barat–timur. Satuan ini terletak pada ketinggian 85-151 meter di atas permukaan laut dan tersebar di Desa Sidanegara, Desa Renan, Desa Slinga, dan Desa Kembaran Wetan. Satuan Batulempung Tufan memiliki kemiringan lapisan yang relatif ke selatan yaitu berkisar antara 9°-23°. Satuan ini tersingkap baik pada daerah Dukuh Kidul yaitu pada lokasi GT-1, GT-4, GT-6 ditunjukkan pada Peta Lintasan (Lampiran F-1). Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan kondisi agak lapuk (Foto 3.12). Ketebalan satuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi adalah lebih dari 275 meter (Lampiran F-3). Ketebalan dari satuan ini sulit untuk dipastikan karena tidak ditemukannya kontak dengan satuan di atasnya. 3.2.3.2 Ciri Litologi Ciri litologi pada satuan ini adalah batulempung tufan sisipan batupasir tufan yang terdapat pada bagian atas satuan. Dilihat dari deskripsi megaskopisnya, batulempung tufan berwarna coklat muda keputihan, lapuk, getas, porositas baik. Batupasir tufan sebagai sisipan berwarna coklat muda keputihan, agak lapuk, semen tidak karbonatan, porositas baik, struktur sedimen berupa laminasi silang siur (Foto 3.13). Berdasarkan analisis petrografi (Lampiran A-4), didapatkan sisipan batupasir merupakan batupasir tufan. Batupasir ini memiliki tekstur klastik, terpilah baik, kemas terbuka, tersusun atas butiran dan fragmen, berbentuk menyudut tanggung-membundar tanggung, berukuran pasir halus-sedang (0.1mm0.75mm), terdiri dari butiran plagioklas (20%), kuarsa (5%), hornblende (3%). Matriks berupa gelas dan lempung (40%), semen (7%) terdiri dari oksida besi, dan porositas intergranular (25%).
34
3.2.3.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan hasil analisis palinologi didapatkan umur dari satuan ini adalah Pleistosen menurut klasifikasi Rahardjo dkk (1994), yang dicirikan dengan punahnya spesies Stenochlaenidites papuanus dan kelimpahan dari Monoporites annulatus (Lampiran D-2). Berdasarkan dari analisis palinologi (Lampiran D-2), didapatkan kehadiran dari takson penciri back mangrove seperti Acrostichum aureum, Acrostichum spieosum, dan Acrostichum sp. Kehadiran dari taksontakson ini mencirikan bahwa satuan ini memiliki lingkungan pengendapan transisi/back mangrove. Selain itu juga ditemukan takson-takson seperti Croton. Blumeodendron, Lakiapolis, Polygonum, Arenga, Pinus sp, Casuarina sp, Monoporites annulatus, dan Graminae yang merupakan penciri dari lingkungan peat swamp, freshwater swamp, dan freshwater. 3.2.3.4 Kesebandingan Stratigrafi dan Hubungan Stratigrafi Berdasarkan dari ciri litologi khas yang dapat dibedakan dengan satuan lain, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Anggota Lempung Formasi Ligung (Djuri dkk., 1996). Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan di bawahnya menunjukkan hubungan yang selaras sedangkan hubungan dengan satuan di tasnya menunjukkan hubungan yang tidak selaras.
35
3.2.4 Satuan Endapan Aluvial Satuan Aluvial merupakan satuan termuda yang terdapat pada daerah penelitian. Satuan ini mencakup 17% dari luas daerah penelitian dan ditunjukkan dengan warna abu-abu pada Peta Geologi (Lampiran F-3). Satuan ini tersebar pada bagian utara dan selatan daerah penelitian tepatnya terletak pada Hulu Kali Klawing, Kali Laban, Kali Bulan, dan Kali Gintung. Berdasarkan dari pengamatan lapangan satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 5m. Satuan ini tersusun atas material lepas-lepas yang berukuran kerikil hingga bongkah terdiri dari andesit, batupasir, dan jasper, dengan bentuk butir membundar tanggung-membundar (Foto 3.14). Pada bagian selatan pada satuan ini yaitu pada Kali Gintung, tersingkap satuan yang lebih tua yaitu Satuan Batupasir yang membentuk suatu jendela. Satuan ini terbentuk akibat dari proses pelapukan dan erosi yang sangat intensif yang ditunjukkan oleh morfologi berupa dataran yang tersusun oleh fragmen lepas-lepas berupa andesit dan jasper. Umur dari satuan ini adalah Resen karena pengendapan masih berlangsung sampai sekarang.
36
3.3 Struktur Geologi Struktur geologi di daerah penelitian dapat dianalisis dengan melakukan dua pengamatan, yaitu pengamatan tidak langsung dan pengamatan langsung. Pengamatan tidak langsung dapat dilkukan dengan menganalisis kelurusan bukit dan sungai yang didapatkan dari peta topografi dan SRTM untuk mendapatkan pola kelurusan yang mencerminkan pola struktur yang ada di daerah penelitian. Sedangkan pengamatan secara langsung dilakukan dengan pengambilan data elemen struktur geologi seperti pengukuran jurus dan kemiringan kekar gerus, dan pengukuran jurus dan kemiringan dari lapisan batuan. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan jejak sesar, lipatan dan arah tegasan yang bekerja di daerah penelitian Struktur yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari struktur sesar geser berarah baratlaut-tenggara dan perlipatan dengan sumbu lipatan berarah barat-timur. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil dari kelurusan berupa diagram roset (Gambar 3.1) yang memperlihatkan pola struktur di daerah penelitian. Kelurusan di daerah penelitian yang dominan adalah kelurusan bukit yang berarah barat-timur tersebar disepanjang antiklinorium pada daerah penelitian. Kelurusan lainnya yaitu kelurusan Sungai, yaitu Kali Bulan yang berarah relatif baratlauttenggara. Kelurusan yang berarah barat-timur pada daerah penelitian diperkirakan menunjukkan kelurusan dari sistem perlipatan, sedangkan kelurusan yang berarah baratlaut-tenggara diinterpretasikan menunjukkan arah dari sesar geser di daerah penelitian. Struktur lipatan merupakan struktur yang dominan berada di daerah penelitian yang sumbu lipatan berarah relatif barat timur. Struktur lipatan yang didapatkan di daerah penelitian antara lain Sinklin Gondang, Antiklin Kalijaran, Sinklin Kedungbayah, dan Antiklin Tangkisan. Berdasarkan arah dari sumbu lipatan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian berarah utara selatan. Struktur lainnya yang terdapat pada daerah penelitian adalah sesar mendatar. Sesar mendatar yang terdapat di daerah penelitian memiliki arah baratlaut-tenggara dengan pergerakan relatif menganan. Penamaan dari struktur
37
sesar dan lipatan pada daerah penelitian didasarkan pada nama geografis ditemukannya singkapan yang menunjukkan gejala struktur tersebut. 3.3.1 Struktur Lipatan Lipatan pada daerah penelitian terdiri dari lipatan-lipatan yang berarah barat-timur,
antara
lain
Sinklin
Gondang,
Antiklin
Kalijaran,
Sinklin
Kedungbayah, dan Antiklin Tangkisan. Sinklin Gondang merupakan lipatan yang berada paling utara. Kemudian disebelah selatan dari Sinklin Gondang ini terdapat Antiklin Kalijaran dan disebelah selatannya terdapat Sinklin Kedungbayah. Antiklin Tangkisan merupakan antiklin yang terletak paling selatan. 3.3.1.1 Sinklin Gondang Lipatan ini berada pada lokasi KLJ-4, KLJ-5, KLJ-6, KLJ-7. Sinklin ini berada pada Satuan Batupasir dengan sumbu sinklin berarah timurlaut-baratdaya dari daerah penelitian. Lipatan ini menerus dari tengah hingga barat penelitian kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang berarah baratlaut-tenggara. Berdasarkan pengukuran kedudukan dari sayap-sayap lipatan didapatkan rata-rata kemiringan dari sayap selatan berkisar antara 14°-40° dengan kemiringan ke arah utara, sedangkan pada sayap utara didapatkan kemiringan rata-rata berkisar antara 10°-36° dengan kemiringan ke arah selatan. Berdasarkan rata-rata kemiringan lapisan dari sayap utara dan selatannya didapatkan kemiringan yang relatif sama sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris. Hasil analisis geometri menggunakan stereonet diketahui bidang sumbu sinklin mempunyai kedudukan N 63° E/84° SE dan orientasi sumbu sinklin 11°, N 243° E dengan pitch sumbu sinklin terhadap bidang sumbu sinklin sebesar 12° (Lampiran C-1). Klasifikasi lipatan termasuk kedalam Upright Plunging Fold (Gambar 3.5) (Rickard, 1971 dalam Harsolumakso dkk., 1997) berdasarkan klasifikasi dengan menggunakan diagram segitiga yang memperhitungkan tiga variabel yaitu kemiringan bidang sumbu sinklin, besar penunjaman sumbu lipatan, dan pitch dari sumbu lipatan.
38
Gambar 3.5. Analisis lipatan (kiri) dan diagram kontur sayap lipatan (kanan) pada Sinklin Gondang.
3.3.1.2 Antiklin Kalijaran Antiklin ini berada pada lokasi GLP-4 dan GLP-5. Antiklin ini berada pada satuan batulempung dengan sumbu antiklin yang berarah barat-timur (Foto 3.15). Pada antiklin terlihat perubahan kemiringan lapisan pada GLP-4 yang berarah selatan menjadi arah timurlaut pada GLP-5. Berdasarkan pengukuran kedudukan dari sayap-sayap lipatan didapatkan rata-rata kemiringan sayap selatan berkisar antara 19°-38° dengan kemiringan ke arah selatan, sedangkan pada sayap utara didapatkan kemiringan rata-rata berkisar antara 14°-51° dengan kemiringan ke arah utara. Dari rata-rata kemiringan lapisan dari sayap utara dan selatannya didapatkan kemiringan yang relatif sama sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris. Hasil analisis geometri menggunakan stereonet diketahui bidang sumbu antiklin mempunyai kedudukan N 105° E/89° SW dan orientasi sumbu antiklin 32°, N 286° E dengan pitch sumbu antiklin terhadap bidang sumbu antiklin sebesar 12° (Lampiran C-2). Klasifikasi lipatan termasuk kedalam Upright Plunging Fold (Gambar 3.6) (Rickard, 1971 dalam Harsolumakso dkk., 1997).
39
DIAGRAM KONTUR SAYAP LIPATAN
Gambar 3.6. Analisis Lipatan (kiri) dan Diagram Kontur Sayap Lipatan (kanan) pada Antiklin Kalijaran.
Foto 3.15. Sumbu Antiklin pada Satuan Batulempung, foto diambil pada GLP-5, menghadap ke selatan.
3.3.1.3 Sinklin Kedungbayah Sinklin ini berada pada lokasi KLR-13 dan KLR-14, secara geografis tepatnya berada pada Desa Kedungbayah. Sinklin ini memiliki sumbu lipatan dengan arah barat-timur dan memperlihatkan perubahan kemiringan lapisan pada lokasi KLR-14 yang menunjukkan arah selatan pada sayap utara, kemudian berubah pada lokasi KLR-13 yang menunkukkan kemiringan ke arah utara pada sayap selatannya.
40
Berdasarkan pengukuran kedudukan dari sayap-sayap lipatan didapatkan rata-rata kemiringan sayap selatan berkisar antara 23°-26° dengan kemiringan ke arah utara, sedangkan pada sayap utara didapatkan kemiringan rata-rata berkisar antara 18°-38° dengan kemiringan ke arah selatan. Dari rata-rata kemiringan lapisan sayap utara dan selatannya didapatkan kemiringan yang relatif sama sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris. Hasil analisis geometri menggunakan stereonet diketahui bidang sumbu sinklin mempunyai kedudukan N82° E/89° SE dan orientasi sumbu antiklin 5°, N 262° E dengan pitch sumbu antiklin terhadap bidang sumbu antiklin sebesar 5° (Lampiran C-3). Klasifikasi lipatan termasuk kedalam Upright Horizontal Fold (Gambar 3.7) (Rickard, 1971 dalam Harsolumakso dkk., 1997).
Gambar 3.7. Analisis lipatan (kiri) dan diagram kontur sayap lipatan (kanan) pada Sinklin Kedungbayah.
3.3.1.4 Antiklin Tangkisan Lipatan ini berada pada lokasi Desa Tangkisan dengan sumbu antiklin yang memanjang barat-timur. Pada antiklin ini terlihat perubahan kemiringan lapisan yang ditunjukkan pada lokasi KLR-18 dengan kemiringan lapisan ke arah utara pada sayap utaranya kemudian berubah menjadi arah selatan pada sayap selatannya di lokasi SDG-11. 41
Berdasarkan pengukuran kedudukan dari sayap-sayap lipatan didapatkan rata-rata kemiringan sayap selatan berkisar antara 15°-40° dengan kemiringan ke arah selatan, sedangkan pada sayap utara didapatkan kemiringan rata-rata berkisar antara 23°-26° dengan kemiringan ke arah utara. Dari rata-rata kemiringan lapisan sayap utara dan selatannya didapatkan kemiringan yang relatif sama sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris. Hasil analisis geometri menggunakan stereonet diketahui bidang sumbu antiklin mempunyai kedudukan N86° E/85° SE dan orientasi sumbu antiklin 9°, N 266° E dengan pitch sumbu antiklin terhadap bidang sumbu antiklin sebesar 10° (Lampiran C-4). Klasifikasi lipatan termasuk kedalam Upright Horizontal Fold (Gambar 3.8) (Rickard, 1971 dalam Harsolumakso dkk., 1997).
Gambar 3.8. Analisis lipatan (kiri) dan diagram kontur sayap-sayap lipatan (kanan) pada Antiklin Tangkisan.
3.3.2 Struktur Sesar Struktur sesar yang didapatkan pada daerah penelitian adalah sesar mendatar menganan yang memilki jurus berarah baratlaut-tenggara dengan pergerakan relatif dekstral. Sesar ini adalah sesar menganan naik Kali Bulan. Penamaan sesar di daerah penelitian ini berdasarkan atas nama geografis dimana sesar tersebut ditemukan.
42
3.3.2.1 Sesar Mendatar Kalibulan Sesar ini dijumpai pada Kali Bulan yang terletak di bagian barat daerah penelitian, terlampir pada Peta Geologi (Lampiran F-3), yaitu terletak dari lokasi LB-13 memanjang baratlaut-tenggara sampai lokasi KLR-1. Indikasi sesar yang terdapat di daerah penelitian ini ditunjukkan oleh adanya offset dari lapisan batupasir dan batulempung yang ditunjukkan pada Peta Geologi (Lampiran F-3) Berdasarkan offset dari lapisan batupasir dan batulempung ini (Lampiran F-3) dapat dilihat bahwa pergerakan sesar ini relatif menganan (dekstral). Selain itu, indikasi kekar gerus yang intensif juga ditemukan di sepanjang Kali Bulan (Foto 3.16). Berdasarkan hasil analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C-5), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 239° E/ 61° NW dengan kedudukan net slip 34°, N 351° E dan pitch sebesar 38°. Dari hasil analisis kinematika yang didapatkan, maka sesar di daerah penelitian digolongkan sebagai sesar mendatar menganan naik (Gambar 3.9) (Rickard, 1971 dalam Harsolumakso dkk., 1997).
Gambar 3.9. Analisis dinamik dan kinematik (kiri), serta diagram kontur kekar gerus (kanan) pada Sesar Mendatar Kali Bulan.
43
Foto 3.16. Kekar gerus yang intensif pada Satuan Batulempung. Foto diambil pada lokasi (KLR-2), menghadap ke selatan.
3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi di Daerah Penelitian Mekanisme pembentukan struktur dapat ditafsirkan berdasarkan analisis deskriptif, analisis kinematika dan analisis dinamika yang telah dilampirkan pada sub bab sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis dinamika, kinematika dari struktur geologi daerah penelitian, kemudian ditunjang oleh hasil analisis kelurusan bukit dan sungai, maka didapatkan pola dominan struktur yang ada di daerah penelitian berarah barat-timur dan baratlaut-tenggara, berupa lipatan dan sesar. Lipatan pada daerah penelitian terbentuk pada Pleistosen. Hal ini juga ditunjukkan dengan terlipatnya satuan paling muda di daerah penelitian, yaitu Satuan Batulempung Tufan yang berumur Pleistosen. Disamping itu struktur sesar terbentuk setelah pembentukan lipatan ditandai dengan adanya offset pada sumbu sinklin pada daerah penelitian (Lampiran F-3), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian setelah pengendapan dari satuan termuda (Satuan Batulempung Tufan) yaitu Pleistosen.
44
Analisis tegasan dari daerah penelitian didapatkan dari analisis kinematika dan dinamika untuk menentukan tegasan purba dari data-data struktur geologi yang ada di lapangan sehingga didapatkan tegasan σ1, σ2, dan σ3. Berdasarkan analisis dinamika dan kinematika menunjukkan bahwa tegasan di daerah penelitian terdapat satu pola tegasan yaitu tegasan yang berarah relatif utaraselatan, yang ditunjukkan dari hasil pengolahan data kekar gerus serta data kedudukan perlapisan batuan pada sayap-sayap lipatan (Lampiran C). Arah tegasan utama utara selatan menyebabkan terbentuknya lipatan yang berarah relatif barat-timur, serta sesar mendatar menganan yang berarah beratlauttenggara. Berikut ilustrasi mekanisme terbentuknya struktur geologi di daerah penelitian (Gambar 3.10):
Gambar 3.10. Mekanisme pembentukan struktur geologi di daerah penelitian (tanpa skala).
Keterangan Gambar 3.10: Gambar Kiri:
Arah tegasan utama relatif utara selatan menyebabkan terbentuknya lipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan relatif berarah berat-timur. Lipatan ini melibatkan Satuan Batulempung Tufan (Lampiran F-3) yang
45
berumur
Pleistosen,
sehingga
ditafsirkan
lipatan
ini
terbentuk pada Pleistosen. Gambar kanan:
Arah tegasan utama relatif utara – selatan menyebabkan terbentuknya sesar mendatar menganan berarah baratlauttenggara. Sesar ini terbentuk setelah dengan pembentukan lipatan di daerah penelitian sehingga dapat ditafsirkan bahwa sesar ini terbentuk pada Pleistosen.
46