BAB III PENGARUH UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (UNTOC) SEBAGAI KONVENSI INTERNASIONAL DALAM MENANGANI MASALAH PERDAGANGAN ORANG
A. Latar Belakang Lahirnya United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC) Kejahatan lintas negara (transnational crimes) dewasa ini dipandang sebagai salah satu ancaman serius terhadap keamanan global. Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antarnegara yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas teritorial. Sejumlah asumsi tentang kejahatan transnasional dapat ditemukan dibanyak publikasi saat ini. Asumsi yang paling penting adalah kejahatan transnasional pada dasarnya merupakan suatu fenomena baru yang muncul pada 1990-an, untuk sebagian besar terhubung dengan skala besar organisasi kriminal yang
42 Universitas Sumatera Utara
43
sering memiliki latar belakang etnis tertentu, dan secara teratur bekerja bersama-sama dengan organisasi kriminal di negara lain, kejahatan transnasional terutama disebabkan oleh proses globalisasi selama tiga dekade terakhir dan merembes ke dalam bisnis yang sah dan pemerintah. Berbagai asumsi di atas akan digunakan untuk merefleksi fenomena kejahatan transnasional. Jika kita cermati, berbagai asumsi ini tidak selalu tampak rasional, karena terbuka berbagai perubahan yang terjadi sehubungan dengan perkembangan kejahatan transnasional itu sendiri. Berbagai asumsi tersebut dapat digunakan untuk mengkonfirmasi pengamatan Letzia Paoli, yang mengatakan bahwa persepsi (transnasional) kejahatan terorganisir tercemar oleh kepanikan moral, dan "isu-isu yang dibentuk oleh kepanikan moral tidak mungkin ditangani dengan cara rasional". Yang pasti, asumsi tidak harus dilihat sebagai unsur dari perspektif standar tentang kejahatan transnasional. Proses umum globalisasi dekade terakhir memberikan penjelasan utama bagi munculnya kejahatan transnasional. Karena liberalisasi pasar dan penurunan kepentingan perbatasan antar negara, kejahatan transnasional telah meningkat secara dramatis. Asumsi ini sampai batas tertentu menyederhanakan penyebab dan perkembangan kejahatan transnasional. Hal itu sudah menunjukkan bahwa
kejahatan
transnasional
selalu
terjadi.
Bagaimanapun,
kejahatan
transnasional tidak hanya terjadi karena orang, barang dan jasa bisa menyeberang perbatasan. Mereka hanya melintasi perbatasan ketika ada alasan untuk itu. Hal yang memungkinkan terjadinya kejahatan transnasional adalah bahwa barangbarang tertentu yang tersedia di beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat
Universitas Sumatera Utara
44
penyelundupan menguntungkan. Jika alasan seperti itu ada, dan peluang transportasi meningkat maka lalu lintas dapat membuat arus perdagangan kejahatan transnasional lebih mudah. Namun, beberapa aspek globalisasi sebenarnya dapat mengurangi penyebab kejahatan transnasional. Liberalisasi pasar, misalnya, menyebabkan deregulasi arus modal di banyak negara. Hal ini menyebabkan penurunan otomatis dalam pelarian modal, karena banyak kegiatan yang pernah dicap sebagai pelarian modal sekarang menjadi transaksi keuangan legal melintasi perbatasan internasional. Di sisi lain, kejahatan transnasional banyak disebabkan atau setidaknya dirangsang oleh negara-negara yang mempertahankan undang-undang yang berbeda sehubungan dengan komoditas tertentu. Skala penyelundupan rokok saat ini, misalnya, tidak bisa dibayangkan ketika negara-negara yang sama tidak akan mempertahankan perbedaan besar seperti di bidang perpajakan. Harmonisasi peraturan antar negara, sebagai bagian dari proses globalisasi, bisa membatalkan setidaknya sebagian dari eksternalitas negatif (seperti kejahatan transnasional) dari proses globalisasi.36 Mengacu pada beberapa literatur yang ada, dapat diketahui beberapa alasan mengapa kejahatan internasional menjadi pembahasan dalam kompedium ini, salah satu yang terpenting adalah alasan keamanan.
36
Diakses dari http.kompasiana.com/isharyanto/globalisasi-dan-kejahatan-
transnasional_552b6a4a6ea8342f418b4577 pada tanggal 15 juni 2016
Universitas Sumatera Utara
45
Potensi
ancaman
keamanan
yang
ditimbulkan
oleh
kejahatan
transnasional, antara lain: 1. merusak masyarakat sipil, sistem politik, dan kedaulatan suatu negara, melalui pembudayaan kekerasan dan penyuapan, serta mengenalkan suatu kanker korupsi ke dalam struktur politik; 2. membahayakan mekanisme pasar, termasuk aktivitas kebijakan pemerintah
dan
merusak
keuntungan
sistem
ekonomi
dan
perdagangan yang adil, bebas dan aman yang akan diterima oleh produsen maupun konsumen. Bahkan dalam kasus yang ekstrim, semua sektor perdagangan yang legal akan terbawa pada aktivitas ilegal, cenderung merongrong kedaulatan negara-bangsa dan membiasakan individu-individu untuk berbuat sesuatu yang di luar kerangka hukum; 3. gangguan terhadap sistem lingkungan melalui pengrusakan sistem pengamanan dan peraturan lingkungan; 4. mendestabilisasi
secara
strategis
kepentingan
bangsa
dan
menjatuhkan progres dari ekonomi transisi dan ekonomi negara berkembang dan dengan kata lain menginterupsi kebijakan luar negeri dan sistem internasional; 5.
memberatkan masyarakat dengan beban sosial dan ekonomi yang
tinggi dari suatu akibat kejahatan transnasional tersebut. Merujuk pendapat Samuel D. Porteous, di dalam The Threat From Transnational Crime : An Intelligence Perspective, dalam CSIS Commentary, Winter (1996); kejahatan transnasional
Universitas Sumatera Utara
46
mengancam sistem politik dan ekonomi/finansial. Dengan pertimbangan ini pula, Tim Kompendium BPHN, berusaha lebih fokus pada kejahatan transnasional yang tingkat ancaman maupun bahayanya paling tinggi bagi keamanan nasional, yaitu korupsi, pencucian uang (khususnya yang terkait dengan aktivitas terorisme dan narkotika) dan humantrafficking. Jika kejahatan transnasional merupakan ancaman terhadap keamanan nasional, maka penanganannya haruslah secara komprehensif, sistematis sekaligus sinergis antara beberapa lembaga terkait. Dari kacamata penulis, setidaknya ada beberapa lembaga yang berwenang dan/atau dapat diberi kewenangan untuk mengatasi kejahatan transnasional yaitu : 1. POLRI 2. Interpol/POLRI 3. Angkatan Laut 4. Badan Koordinasi Kemanan Laut (BAKORKAMLA) 5. Kejaksaan Agung 6. KPK 7. PPATK 8. BPK 9. BNPT 10. Kemenkopolhukam 11. Kementerian Luar Negeri 12. Badan Intelijen Negara 13. Pemerintah Daerah
Universitas Sumatera Utara
47
Mengacu pada tulisan Ann Seidmann tentang Analysis in Legal Drafting, maka memetakan fungsi maupun peran dari tiap lembaga tersebut menjadi penting. Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi lembagalembaga tersebut secara organisasional, antara lain: 1. kualitas kepemimpinan dan kultur organisasi; 2. perilaku korupsi, biasanya dipicu oleh gaji dan/atau honor yang kurang layak bagi PNS; 3. kerangka hukum yang lemah/buruk. 4. tingkat kepercayaan dan koordinasi antar lembaga yang rendah; 5. ketidakpercayaan masyarakat atas pemerintah yang berkuasa; 6. sumber daya yang tidak memadai di tingkat Pemerintah Daerah, maupun di Kepolisian.37 Perdagangan orang adalah kejahatan yang terorganisir dilakukan baik dengan cara-cara konvensional dengan cara bujuk ragu para (perekrut tenaga kerja di tingkat desa) sampai cara-cara modern, misalnya melalui iklan-iklan di media cetak dan elektronik.Pelaku mengorganisir kejahatan dengan membangun jaringan dari daerah/negara asal korban sampai ke daerah / negara tujuan; Jaringan pelaku memanfaatkan kondisi dan praktek sosial di daerah negara asal korban dengan janjijanji muluk dan kemudian memeras korban baik secara fisik maupun seksual38 Dalam Protokol Palermo perdagangan orang didefinisikan sebagai: perekrutan, pengangkutan, 37
LAPORAN AKHIR KOMPENDIUM HUKUM TENTANG KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG PENEGAKAN HUKUM, BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI, http://www.bphn.go.id/data/documents/kpd_-_2012_3.pdf diakses pada 13 Mei 2016 pukul 17.00 WIB 38 Rudi Santori, 2009 Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta,Sinar Grafika hal 18
Universitas Sumatera Utara
48
pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan seseorang melalui penggunaan ancaman atau tekanan, atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberikan atau menerima pembayaran sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang lain, atau bentuk lain dari ekspolitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktek-praktek yang mirip perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh.39
Berdasarkan beberapa poin yang dimuat dalam Piagam ASEAN maka untuk meningkatkan keamanan antara Negara sudah seharusnya membangun kerjasama untuk memberantas kejahatan lintas Negara. Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas tersebut. Majelis Umum PBB telah memprakarsai penyelenggaraan Konperensi Internasional tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi di Palermo, Italia. Melalui perundingan yang cukup alot dan melelahkan, negara-negara peserta Konperensi berhasil menyepakati United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC). Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1, UNTOC terbuka bagi semua negara untuk penandatanganan dari tanggal 12 – 15 Desember 2000 di Palermo, Italia dan selanjutnya di Markas 39
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33150/4/Chapter%20I.pdf pada tanngal 13 Mei 2016 Pukul 19.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
49
Besar PBB di New York hingga tanggal 12 Desember 2002.40 Adapun isi dari UNTOC adalah membahas mengenai (i) United Nations Convention against Transnational Organized Crime
yaitu Konvensi PBB menentang Kejahatan
Transnasional Terorganisir, (ii) Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime, yaitu Protokol untuk Mecgeah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Terutama Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Teroganisasi, (iii) Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air, supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime, yaitu Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut dan Udara, Tambahan Konvensi PBB Menentang Kejahatan. Menurut G.O.W. Mueller, kejahatan transnasional adalah istilah yuridis mengenai ilmu tentang kejahatan, yang diciptakan oleh perserikatan bangsabangsa bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dalam hal mengidentifikasikan fenomena pidana tertentu yang melampaui perbatasan internasional, melanggar hukum dari beberapa negara, atau memiliki dampak pada negara lain41Transnasional Kejahatan Terorganisasi.42
40
KAJIAN Tentang KESENJANGAN diakses dari, http://dapp.bappenas.go.id/upload/file_article/document/(untoc)Gap%20Analysis%20UNTOC_2.pdf pada tanggal 13 mei 2016 oukul 13.50 41 Hoegeng Sarijad, “Transnational Crime” diakses dari http://centerofsespimpolri.blogspot.com/2013/09/transnational-crime.html pada tanggal 13 Mei 2016 pukul 14.00 42 UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME AND THE PROTOCOLS THERETO diakses dari https://www.unodc.org/documents/middleeastandnorthafrica/organisedcrime/UNITED_NATIONS_CONVENTION_AGAINST_TRANSNATIONAL_ORGANIZED_C RIME_AND_THE_PROTOCOLS_THERETO.pdf pada tanggal 20 Juni 2016 pukul 19.45 WIB
Universitas Sumatera Utara
50
Bassiouni mengatakan bahwa kejahatan transnasional atau Transnational Crime adalah kejahatan yang mempunyai dampak lebih dari satu negara, kejahatan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional (di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain. Sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau tindak pidana
dalam
pengertian
nasional
semata-mata.
Demikian
pula
sifat
internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, publik dan privat. Sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan politik43 Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, 43
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55717/4/Chapter%20I.pdf pada tanggal 13 Mei 2016 pukul 14.22 WIB
Universitas Sumatera Utara
51
menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban44 Definisi mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang yaitu : (a) ... the recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (“... rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga 44
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Universitas Sumatera Utara
52
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh”).
Definisi ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan dengan anak di bawah umur (di bawah 18 tahun), bahwa: The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of a child for the purpose of exploitation shall be considered “trafficking in persons” even if this does not involve any of the means set forth in subparagraph (a).45
B. Perkembangan Kejahatan Transnasional di Dunia Apa yang telah dibicarakan dalam Kongres PBB di Palermo Italia pada dasarnya merupakan respon atas perkembangan kejahatan, baik dalam skala nasional maupun transnasional, termasuk kejahatan perdagangan orang, khususnya wanita dan anak sebagai salah satu jenis kejahatan yang mendunia. Kejahatan perdagangan orang telah masuk dalam kelompok kegiatan organisasi-organisasi kejahatan transnasional (Activities of Transnational Criminal Organizations) yang meliputi the drug trafficking industry, smuggling of illegal migrants, arms trafficking, trafficking in nuclear material, transnational criminal organizations
Harkristuti Harkrisnowo, “Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia”, Sentra HAM, UI, Jakarta, 2003. Diakses dari http://repository.ui.ac.id/ pada tanggal 13 Mei 2016 pukul 16.00 WIB 45
Universitas Sumatera Utara
53
and terrorism, trafficking in women and children, trafficking in body parts, theft and smuggling of vehicles, money laundering, dan jenis-jenis kegiatan lainnya,sangat memprihatinkan masyarakat internasional.46 Para pengikut organisasi kejahatan dianggap sebagai kelompok orang untuk tujuan melakukan kegiatan kejahatan. Mereka biasanya menggunakan perusahaan untuk melakukan kejahatan, yakni menyediakan barang-barang gelap dan jasa, atau barang-barang legal yang telah diperoleh dengan cara-cara yang ilegal, yaitu seperti mencuri atau perbuatan-perbuatan curang lainnya. Kejahatan terorganisasi (organized crime) menampakkan yang sebenarnya dalam setiap perluasan ruang gerak pasar yang sah masuk menjadi bidang yang biasanya dilarang. Aktivitas kelompok kejahatan terorganisasi memerlukan tingkat kerjasama yang baik dan organisasi untuk menyediakan barang-barang dan jasa. Seperti dalam melakukan bisnis, di mana bisnis kejahatan memerlukan ketrampilan sebagai pengusaha, dan kemampuan untuk koordinasi. Di samping melakukan kekerasan dan kecurangan adalah untuk memfasilitasi dalam mengadakan
kegiatan-kegiatan
lainnya.
Penyebutan
kelompok
kejahatan
terorganisasi tersebut, dalam Annex I UN Convention against Transnational Organized Crime.47
46
Dokumen PBB No. E/CONF.88/2 tanggal 18 Agustus 1994 dan telah dibicarakan dalam World Ministerial Conference on Organizied Transnational Crime di Naples, 21-23 November 1994 dengan tema Problem and Dangers Posed by Organized Transnational Crime in the Various Regions of the World, Diadaptasi dari POLITIK HUKUM PIDANA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGANORANG, Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. diakses dari http://library.unej.ac.id/client/en_US/default/search/asset/634?dt=list pada 13 Mei 2016 pukul 16.30 WIB 47 General Assembly, Report of the Ad Hoc Committee on the Elaboration of a Convention against Transnational Organized Crime. Diakses dari http://library.unej.ac.id/client/en_US/default/search/asset/634?dt=list pada tanggal 13 Mei 2016 pukul 17.15 WIB
Universitas Sumatera Utara
54
Kegiatan organisasi kejahatan tersebut di antaranya: Trafficking in women and children, dan dalam United Nations Office on Drugs and Crime, 10 dinyatakan bahwa dari dusun-dusun Himalaya hingga kota-kota Eropah Timur, orang-orang, khususnya wanita dan anak-anak, tergiur dengan prospek pekerjaan dan bayaran yang tinggi, baik sebagai pembantu rumah tangga, pelayan, maupun pekerja pabrik. Para pedagang tersebut mendapatkan wanita dan anak-anak itu dengan cara menipu atau informasi bohong di antaranya melalui iklan-iklan. Wanita dan anak-anak itu dipaksa bekerja sebagai pekerja seks komersil.48 Perdagangan manusia bisa dianggap perbudakan modern. Selama 30 tahun yang lalu, 30 juta orang Asia menjadi korban perdagangan manusia (Cara exploitasi seksual saja) tetapi selama abad 16-19, jumlah orang Afrika yang dijual di dalam perusahaan perbudakan 12 juta. Diduga bahwa pada saat ini, seluruh dunia 12,3 juta orang menderita sebagai akibat menjadi korban perdagangan manusia, dan bahwa sedikit-dikitnya tiga juta orang Indonesia menjadi korban perdagangan manusia.49 Upaya untuk mendefinisikan perdagangan manusia sudah dilakukan sejak akhir abad 18. Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah menggenai definisi Perdagangan manusia (HumanTrafikking). Menurut Aliansi Global Anti Perdagangan Perempuan (Global Aliance Againts the Trafficking of Women/GAATW) mendefinisikan perdagangan orang sebagai “ All acts involved in the recrutment 48
Dalam berbagai sumber telah dikemukakan bahwa, prostitusi memang sudah lama dijadikan sebagai unsur utama dalam kegiatan organisasi kejahatan pada tingkat nasional, atau pun juga pada dimensi internasional. 49 Nova Farid, 2009Jurnal Tentang “PERDAGANGAN MANUSIA DALAM HUKUM HAM DAN PERSPEKTIF ISLAM”
Universitas Sumatera Utara
55
and/or transportation of a person within and across national borders for work or services by means of violence or threat of violence, abuse of authority or dominant position, debt bondage, deception or other forms of coercion”. Definisi ini secara jelas memisahkan antara perekrutan dan tujuan akhir perdagangan manusia dan bisa bersifat lintas negara ataupun dalam suatu negara. The International Organization for Migration (IOM) mengidentifikasi empat elemen yang harus ada dalam perdagangan orang yaitu : 1. an International border is cossed 2. an facilitator-the trafficker-is involved 3. money or another form of payment changes hands, and 4. entry and/orstay in the country of destination is illegal definisi ini menegaskan bahwasannya perdagangan orang tersebut pada kenyataannya bisa terjadi di suatu negara dan bisa juga dalam konteks lintas negara.50 Kasus perbudakan modern memang masih jadi masalah besar di beberapa negara Asia Tenggara. Thailand misalnya, tahun lalu oleh Departemen Luar Negeri AS diletakkan di peringkat terburuk soal perdagangan manusia, bersama dengan Iran, Kuba, Simbabwe dan Korea Utara. Annette Lyth, Regional Project Manager di United Nations Action for Cooperation against Trafficking in Persons (UN-ACT). Lembaga PBB ini berusaha mengakhiri praktek perdagangan manusia. Organisasi Buruh Internasional, ILO, tahun 2012 memperkirakan ada sekitar 20,9 juta orang di seluruh dunia yang berada dalam kondisi kerja paksa. Sebuah penelitian ILO tahun 2014 menunjukkan, keuntungan yang bisa diraup di
50
Jurnal Ilmu Hukum 2014 tentang TINJAUAN YURIDIS KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFIKKING) SEBAGAI KEJAHATAN LINTAS BATAS NEGARA
Universitas Sumatera Utara
56
sektor ini mencapai US$ 150 milyar. Ini berarti, perdagangan manusia adalah salah satu industri kriminal terbesar dunia. Di Kawasan Asia-Pasifik ada sekitar 11,7 juta orang yang jadi korban perdagangan manusia, angka tertinggi untuk sebuah sub kawasan. Wilayahnya meliputi Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.51
C. Pengaruh dan tujuan UNTOC dalam menangani masalah kejahatan transnasional khususnya masalah perdagangan orang Dari definisi perdagangan orang menurut Protokol Palermo di atas dapat disusun dalam bentuk perbuatan, modus perbuatan dan tujuan dilakukannya perdagangan orang dapat dikemukakan dalam tabel sebagai berikut: Protokol PBB Tahun 2000 untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime) disebut Protokol Perdagangan Orang (Protocol Trafficking In Persons) atau Protokol Palermo, yaitu:52
Artikel tentang “Perdagangan Manusia dan Perbudakan Modern di Asia Tenggara” diakses dari http://www.dw.com pada tanggal 18 Mei 2016 52 Janie Chuang, “Beyond A Snapshot: Preventing Human Trafficking in the Global Economy”, Indiana Journal of Global Legal Studies, Volume 13, 2006, hlm. 152 51
Universitas Sumatera Utara
57
1) The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (Terjemahan: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan, penipuan, penyesatan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi meliputi, sekurang-kurangnya eksploitasi dalam pelacuran seseorang atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ-organ).53 2) The consent of the victim of trafficking to the intended exploitation set forth in subparagraph (a) shall be irrelevant where any of the means set forth in subparagraph (a) have been used. 53
R. Valentina Sagala Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, Trafficking dan Kebijakan, hlm. 89
Universitas Sumatera Utara
58
(Terjemahan: Persetujuan dari seorang korban perdagangan orang atas eksploitasi sebagaimana yang diuraikan dalam huruf (a) pasal ini tidak akan relevan jika salah satu cara yang dijelaskan dalam huruf (a) telah digunakan).54 3) The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. (Terjemahan: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan, penipuan, penyesatan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi meliputi, sekurang-kurangnya eksploitasi dalam pelacuran seseorang atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau
54
Ibid hlm 90
Universitas Sumatera Utara
59
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ-organ).55 4) The consent of the victim of trafficking to the intended exploitation set forth in subparagraph (a) shall be irrelevant where any of the means set forth in subparagraph (a) have been used. (Terjemahan: Persetujuan dari seorang korban perdagangan orang atas eksploitasi sebagaimana yang diuraikan dalam huruf (a) pasal ini tidak akan relevan jika salah satu cara yang dijelaskan dalam huruf (a) telah digunakan).56 Tujuan akhir dilakukannya perdagangan orang menurut Protokol Palermo maupun UU PTPPO adalah eksploitasi yang bermakna tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan tenaga atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan, baik materiil maupun imateriil.57
55
Ibid hal 95 R. Valentina Sagala, “Membaca UU PTPPO dalam Perspektif HAM, dalam Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, Trafficking dan Kebijakan, hlm. 89. 57 Lihat Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 56
Universitas Sumatera Utara
60
UNTOC sebagai konvensi internasional sangat mempengaruhi Indonesia dalam menangani permasalahan perdagangan orang yang terjadi sejak konvensi
UNTOC
di
ratifikasi
di
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV Implementasi UNTOC Dalam Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Orang di Indonesia
A. Pengaruh UNTOC dalam penanganan perdagangan orang di dunia
Wayan Parthiana mengemukakan bahwa kejahatan transnasional memiliki sifat tidak mengenal batas-batas wilayah negara baik mengenai tempat terjadinya, akibat-akibat yang ditimbulkannya, maupun tujuan kejahatan itu sendiri.58 Unsur transnasional yang hampir sama sebagaimana dikemukakan oleh Cherif Bassiouni, yaitu:59 1. Conduct affecting more than one state (tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara) 2. Conduct including or affecting citizens of more than one state (tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara) 3. Means and methods transcend national boumdaries (sarana dan prasarana serta metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara).
58
Parthiana, I. Wayan (2003). Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Jakarta, Raja Grafindo Persada Hal 41 59 Bassiouni, M. Cherif (1986). International Criminal Law, Vol 1: Crimes, Jakarta
61 Universitas Sumatera Utara
62
Dari berbagai laporan penelitian tentang trafficking yang terjadi di berbagai belahan dunia, dapat dikemukakan disini beberapa permasalahan berkenaan dengan trafficking (khususnya perempuan dan anak). 1. Faktor utama sebagai penyebab trafficking adalah kemiskinan dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan, terutama di pedesaan.60 Kondisi ini menyebabkan banyak laki-laki dan perempuan, dewasa maupun anak-anak berimigrasi keluar negeri untuk mencari pekerjaan guna meningkatkan taraf hidup mereka. Faktorberikut adalah rendahnya tingkat pendidikan mereka, sehingga sering kali menyebabkan mereka terpaksa menerima pekerjaan yang bersifat eksploitatif (karena tidak bisa membaca kontrak kerja). Faktor ketiga penyebab trafficking yaitu: keterbatasan akses pendidikan yang rendah, bahkan banyak diantara mereka yang buta huruf), menyebabkan mereka rentan terjebak dalam trafficking yang terutama menempatkan perempuan dan anak pada perdagangan seksual komersil, atau pembantu rumah tangga tanpa jam kerja yang lebih jelas.61 2. Berkaitan dengan upaya penegakan hukum juga terdapat beberapa masalah yang menghambat proses tersebut. Hal ini antara lain adalah belum adanya pemahaman yang sama tentang trafficing secara yuridis, serta banyaknya orang yang terlibat dalam kegiatan trafficking melainkan hanya sebagai pelaku tindak pidana ringan.
60
Ibid hal 15 Ibid hal 21
61
Universitas Sumatera Utara
63
3. Berkenan dengn sifat transnasional pada trafficking juga menimbulkan masalah lain, yaitu perlunya kerjasama dengan negara lain dalam upaya penaggulangan, baik preventif maupun represif Perdagangan manusia dapat dilihat sebagai sebuah proses daripada hanya sebuah pelanggaran saja. Tahap pertama melibatkan penculikan atau perekrutan seseorang yang diikuti dengan tahap kedua dalam bentuk transportasi dan masuknya individu ke dalam negara lain (dalam kasus perdagangan lintas batas). Tahap ketiga adalah tahap eksploitasi di mana korban dipaksa menjadi budak seksual atau tenaga kerja tanpa mendapatkan hak sebagai tenaga kerja tetapi dibawah ketentuan yang telah ditetapkan dan bersifat wajar. Tambahan fase bisa saja terjadi, salah satunya adalah kegiatan yang melibatkan pelaku individu sampai dengan organisasi kriminal berskala besar. Dalam mempelajari perdagangan dari perspektif penegakan hukum, mungkin ada tautan lebih lanjut terhadap tindak pidana lain, seperti penyelundupan senjata atau obat-obatan. Seiring dengan proses perdagangan manusia, sejumlah kejahatan lain yang merupakan kejahatan ikutan dapat terjadi atau dilakukan. Menurut Europol (Organisasi Penegakan UU Eropa), beberapa kejahatan ikutan tersebut adalah kegiatan kriminal instrumental yang dilakukan sebagai kelanjutan langsung dari kegiatan perdagangan manusia. Contoh dari kejahatan ini adalah korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, prostitusi paksa, dan kekerasan yang berhubungan dengan memelihara pengendalian atas korban. Kejahatan lain yang dilakukan terhadap korban individu selama proses perdagangan manusia termasuk
Universitas Sumatera Utara
64
didalamnya adalah ancaman, pemerasan, pencurian dokumen atau properti, diperburuk dengan pelecehan seksual, mucikari, pemerkosaan, dan bahkan kematian. Pelanggaran terhadap Negara termasuk didalamnya penyalahgunaan hukum imigrasi, pemalsuan dokumen, korupsi pejabat pemerintah, pencucian uang, dan pengemplangan pajak.62 Menurut Kevin Bales (2005) ada beberapa tahap dari Human Trafficking yaitu sebagai berikut:
1. Konteks Kerentanan
Mereka yang memiliki akses terhadap kekuatan ekonomi, sosial, dan politik memiliki kemungkinan yang kecil akan terperangkap sebagai korban perdagangan manusia. Hampir semua orang yang diperdagangkan memiliki karakteristik atau keadaan yang telah membuat mereka menjadi rentan terhadap perdagangan manusia. Kondisi kemiskinan dan kekurangan merupakan faktor penentu yang penting. Keinginan untuk kehidupan yang lebih baik, kebutuhan untuk melarikan diri dari konflik dan penindasan, serta harapan untuk memulai sesuatu yang baru, membawa semua orang dalam keadaan tersebut berhubungan dan melakukan kontak dengan paratraffickers atau pedagang manusia. Bagi beberapa orang, ketidakberdayaan secara relatif membuat mereka rentan terhadap kekerasan dan penculikan. Para traffickers (pedagang manusia) sangat memahami bahwa kerjasama dengan korban merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan kemudahan para korban untuk dapat diperdagangkan. Jurnal tentang “Instrumen Analisis Kasus Trafiking” diakses darihttp://www.idlo.int/bandaacehawareness.htm pada tanggal 29 Juni 2016 PUKUL 1 62
Universitas Sumatera Utara
65
Dalam beberapa kasus, korban perdagangan manusia tidak datang dari kalangan orang yang paling miskin atau paling tidak berdaya. Orang yang memiliki penyakit, orang yang sudah tua serta orang yang mengalami kekurangan gizi dan lemah secara fisik tidak dicari oleh para pedagang manusia. Mereka adalah komoditas manusia yang memiliki nilai yang rendah untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi. Biasanya kebanyakan korban perdagangan manusia adalah orang-orang yang sehat dari kalangan miskin, tetapi bukan dari golongan masyarakat termiskin, orang yang tertindas dan mendapatkan diskriminasi secara sosial serta para wanita.
2. Tahap Rekrutmen
Proses rekrutmen terhadap korban perdangan manusia juga bervariasi dari kasus satu ke kasus yang lainnya, tetapi ada tiga kesamaan dari berbagai macam kasus perdagangan manusia yang ada. Pertama, proses rekrutmen dilakukan oleh keluarga atau anggota sebuah komunitas masyarakat. Di Afrika, Thailand dan Amerika Tengah wanita paruh baya diketahui telah merekrut wanita-wanita muda dari kelompok etnis dan bahasa yang sama. Mereka membawa bahan makanan pokok dan pakaian yang bagus untuk menggoda wanita-wanita muda tersebut. Terhadap orang tua calon korban para perekrut tersebut menjanjikan uang yang akan diperoleh dan bisa dikirimkan oleh anaknya. Para perekrut menawarkan impian-impian kekayaan, kenyamanan dan gengsi yang akan diperoleh jika mengijinkan anaknya untuk bekerja dan pada kenyataanya akan dijadikan korbantrafficking. Biasanya mimpi-mimpi tersebut hanya semu belaka.
Universitas Sumatera Utara
66
3. Modes Operandi Pelaku Perdagangan Orang a. Merayu dan menjanjikan kesenangan b. Menjebak, mengancam dan menyalahgunakan wewenang c. Menjerat dengan hutang d. Menculik dan menyekap e. Mengajukan untuk menjadi duta budaya dan seni keluar daerah atau keluar negeri secara ilegal f. Berkedok penyaluran tenaga kerja untuk industri hiburan di dalam negeri dan luar negeri dengan iming-iming bayaran besar
Di Eropa Timur dan banyak negara lain di dunia, banyak orang muda dengan pendidikan yang baik harus menghadapi keadaan dimana tingkat pengangguran
sangat
tinggi.
Mereka
kemudian
dapat
menjadi
korban
perdagangan manusia yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mereka kenal di komunitas mereka, atau mereka akan berinteraksi dengan agen penyedia informasi kerja yang tampaknya resmi atau jika di Indonesia disebut Perusahaan PJTKI (Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia), tetapi pada kenyataanya agen tersebut merupakan agen penyedia tenaga kerja nakal. Agen-agen tersebut biasanya membuat iklan yang isinya menawarkan pekerjaan diluar negeri dan bisa membantu mendapatkan visa kerja. Agen-agen tersebut biasanya telah mempersiapkan jawaban yang masuk akal untukpertanyaan-pertanyaan yang
Universitas Sumatera Utara
67
mungkin saja diajukan oleh korban terhadap jasa yang mereka sediakan. Untuk biaya, agen tenaga kerja seolah-olah akan memfasilitasi proses migrasi kerja mereka. Beberapa korban tahu bahwa mereka akan bekerja di prostitusi tetapi ditipu mengenai kondisi kerja dan hidup, pengaturan keuangan, serta tingkat kebebasan pribadi yang mereka harapkan. Stigma yang melekat pada mereka yang terperangkap dalam trafficking, dipandang sebagai orang yang memiliki peran atau setuju untuk eksploitasi terhadap diri mereka sendiri. Kemudian timbul proses menyalahkan korban, yang hanya akan memperburuk situasi mereka terutama ketika itu dilakukan oleh lembaga pemerintah atau penegakan hukum.63 Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriam, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan. Kemudian, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi64. Pengertian eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik Anne Kielland and Ibrahim Sanogo, 2002tentang “Child Labor Migration from Rural Areas. The Magnitude and the Determinants” diakses dari http://hukum.online.no/ ~annekie/Africa_docs/BF English.pdf). pada tanggal 29 Juni 2016 pukul 13.00 WIB 64 Pasal 1 angka 1Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 63
Universitas Sumatera Utara
68
serupa perbudakan, penindakan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan65. Atau mentransplantasi organ dan atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak memberikan definisi trafiking perempuan dan anak sebagai segala tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak. Dengan ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Daerah pengirim/asal adalah daerah asal korban, dimana daerah pengirim cenderung merupakan daerah yang minim dan biasanya pedesaan dan relatif 65
Diakses dari http://berkecukupan.blogspot.com/2013/04/perdagangan-manusia-selaludiimingi.html, diunduh, 28 Agustus 2013 pukul 20.15 WIB
Universitas Sumatera Utara
69
miskin. Daerah-daerah pengirim ini biasanya berlokasi di Jawa, meskipun Lombok, Sulawesi Utara, dan Lampung juga dikenal sebagai daerah pengirim.66 Daerah penerima adalah daerah-daerah kemana para korban dikirim. Tujuan tertentu mempunyai ciri trafiking tertentu. Misalnya: Prostitusi secara Paksa: Batam, Jakarta, Bali, Surabaya, Papua dan daerah lainnya dimana industri seks dan pariwisata ditemukan di Indonesia. Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan dikenal sebagai daerah tujuan internasional. Pembantu Rumah Tangga (PRT): Semua daerah kota besar baik di Indonesia maupun Hong Kong, Malaysia, Timur Tengah, Singapura ataupun Taiwan. Untuk pengantin pesanan: Taiwan. Penari budaya: Jepang. Indonesia sebagai Negara Penerima: Ada beberapa bukti bahwa para perempuan juga ditrafik ke Indonesia dari Asia dan Eropa untuk beker Pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
B. Implementasi UNTOC Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Orang di Indonesia
Kejahatan lintas negara (transnational crimes) dewasa ini dipandang sebagai salah satu ancaman serius terhadap keamanan global. Pada lingkup multilateral, konsep yang dipakai adalah Transnational Organized Crimes (TOC) 66
MA Hertanto, “Human Traficking: Akar Permasalahan dan Solusinya” Jakarta: Sinar Grafika, 2005
Universitas Sumatera Utara
70
yang disesuaikan dengan instrumen hukum internasional yang telah disepakati tahun 2000 yaitu Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC). Kejahatan lintas negara memiliki karakteristik yang sangat kompleks sehingga sangat penting bagi negara-negara untuk meningkatkan kerjasama internasional untuk secara kolektif menanggulangi meningkatnya ancaman kejahatan lintas negara tersebut. Dalam rangka meningkatkan kerja sama internasionbal pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang terorganisasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membentuk United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC) melalui resolusi Pperserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 55/25 sebagai instrumen hukum dalam nenanggulangi tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Indonesia, sebagai anggota PBB, turut menandatangani UNTOC pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, sebagai perwujudan komitmen memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi melalui kerangka kerja sama bilateral, regional , ataupun internasional.67 Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized 67
“Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi)” diakses dari http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_file/
[email protected]&bo ok=135&kat=002 pada tanggal 29 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
71
Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme, meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun kejahatan perdagangan gelap narkoba tidak dirujuk dalam Konvensi, kejahatan ini masuk kategori kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih lengkap dalam tiga Konvensi terkait narkoba11sebelum disepakatinya UNTOC. Perkembangan kualitas tindak pidana atau kejahatan menunjukan bahwa batas- batas teritorial antara satu negara dan negara lain di dunia, baik dalam satu kawasan maupun berbeda kawasan sudah semakin menghilang. Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis atau bentuk kejahatan tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai yuridiksi kriminal suatu negara, akan tetapi sering diklaim termasuk yuridiksi kriminal lebih dari satu atau dua negara, sehingga dalam perkembangannya kemudian telah menimbulkan masalah konflik yuridiksi yang
sangat
mengganggu
hubungan
internasional
antarnegara
yang
berkepentingan di dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat lintas batas teritorial.
Universitas Sumatera Utara
72
Sejumlah asumsi tentang kejahatan transnasional dapat ditemukan dibanyak publikasi saat ini. Asumsi yang paling penting adalah: (1) kejahatan transnasional pada dasarnya merupakan suatu fenomena baru yang muncul pada 1990-an, (2) untuk sebagian besar terhubung dengan skala besar organisasi kriminal yang sering memiliki latar belakang etnis tertentu, (3) dan secara teratur bekerja bersama-sama dengan organisasi kriminal di negara lain, (4) kejahatan transnasional terutama disebabkan oleh proses globalisasi selama tiga dekade terakhir dan (5) merembes ke dalam bisnis yang sah dan pemerintah. Berbagai asumsi di atas akan digunakan untuk merefleksi fenomena kejahatan transnasional. Jika kita cermati, berbagai asumsi ini tidak selalu tampak rasional, karena terbuka berbagai perubahan yang terjadi sehubungan dengan perkembangan kejahatan transnasional itu sendiri. Berbagai asumsi tersebut dapat digunakan untuk mengkonfirmasi pengamatan Letzia Paoli, yang mengatakan bahwa persepsi (transnasional) kejahatan terorganisir tercemar oleh kepanikan moral, dan “isu-isu yang dibentuk oleh kepanikan moral tidak mungkin ditangani dengan cara rasional”. Yang pasti, asumsi tidak harus dilihat sebagai unsur dari perspektif standar tentang kejahatan transnasional. Proses umum globalisasi dekade terakhir memberikan penjelasan utama bagi munculnya kejahatan transnasional. Karena liberalisasi pasar dan penurunan kepentingan perbatasan antar negara, kejahatan transnasional telah meningkat secara dramatis. Asumsi ini sampai batas tertentu menyederhanakan penyebab dan perkembangan kejahatan transnasional. Hal itu sudah menunjukkan bahwa kejahatan transnasional selalu terjadi. Bagaimanapun, kejahatan transnasional
Universitas Sumatera Utara
73
tidak hanya terjadi karena orang, barang dan jasa bisa menyeberang perbatasan. Mereka hanya melintasi perbatasan ketika ada alasan untuk itu. Hal yang memungkinkan terjadinya kejahatan transnasional adalah bahwa barangbarang tertentu yang tersedia di beberapa negara dan tidak pada negara lain (meskipun ada permintaan untuk mereka), atau bahwa perbedaan harga membuat penyelundupan menguntungkan. Jika alasan seperti itu ada, dan peluang transportasi meningkat maka lalu lintas dapat membuat arus perdagangan kejahatan transnasional lebih mudah. Namun, beberapa aspek globalisasi sebenarnya dapat mengurangi penyebab kejahatan transnasional. Liberalisasi pasar, misalnya, menyebabkan deregulasi arus modal di banyak negara. Hal ini menyebabkan penurunan otomatis dalam pelarian modal, karena banyak kegiatan yang pernah dicap sebagai pelarian modal sekarang menjadi transaksi keuangan legal melintasi perbatasan internasional. Di sisi lain, kejahatan transnasional banyak disebabkan atau setidaknya dirangsang oleh negara-negara yang mempertahankan undangundang
yang
berbeda
sehubungan
dengan
komoditas
tertentu.
Skala
penyelundupan rokok saat ini, misalnya, tidak bisa dibayangkan ketika negaranegara yang sama tidak akan mempertahankan perbedaan besar seperti di bidang perpajakan. Harmonisasi peraturan antar negara, sebagai bagian dari proses globalisasi, bisa membatalkan setidaknya sebagian dari eksternalitas negatif (seperti kejahatan transnasional) dari proses globalisasi. Untuk Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga sudah diatur dalam pasal 56 sampai dengan pasal 63, Undang-undang
Universitas Sumatera Utara
74
No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sesuai Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pasal 1 angka 1 telah didefenisikan pencucian uang itu adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, menghibahkan,menyumbangkan,menitipkan,membawa
membayarkan, ke
luar
negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindakan pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harga kekayaan sehingga seolaholah menjadi harga kekayaanyangsah. Dengan defenisi tersebut jelas bahwa tindakan apapun yang bersumber dari dana yang tidak sah seperti hasil korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenagakerja, perdagangan orang (trafficking), judi, obat bius, perampokan, dan tindakan pidana lainnya, termasuk dalam tindakan pidana pencucian uang68. Indonesia juga mengadakan kerjasama internasional, karena perdagangan orang ini termasuk kejahatan lintas Negara (kejahatan transnasional). Misalnya, Badan-badan PBB, Pemerintahan asing, Kelompok negara-negara ASEAN, Lembaga Keuangan Internasional seperti IMF, WB, dan ADB, LSM Regional dan Internasional (HAM, Kesehatan, Bantuan Hukum, Hak Konsumen, Perlindungan Anak, Organisasi perempuan, Hak pekerja/buruh, Serikat Buruh/Pekerja). Dalam kerangka instrument nasional, Indonesia dalam melakukan penanggulangan perdagangan orang melalui beberapa cara, diantaranya menggalang kesatuan antar lembaga yaitu Kementrian Eksekutif Negara, Depnaker Trans, Menteri 68
http://menixnews.wordpress.compncucian uang, kasus Batam terbesar di Indonesia, Sri Murni, diunduh 25 Agustus 2013 pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
75
Pemberdaaan Perempuan, Menteri Kehakiman dan HAM, Depsos, Kantor Imigrasi, Diknas, Kejaksaan, Pariwisata, Menko Bidang Ekonomi, Menkokesra, Menkopolkam, Badan-badan Eksekutif Lokal, Legislatif (semua level), Sistem Yudisial, Penegak Hukum – Polisi, Imigrasi, Bea Cukai, Jaksa, Hukum Militer – penjaga
perbatasan,
Angkatan
Laut,
serta
kerjasama
dengan
Komisi
Pemberdayaan Perempuan (KPP) yang bertindak sebagai unsur utama pemerintah dan koordinator untuk Gugus Tugas Anti Perdagangan Orang Nasional, untuk menyiapkan konsep rencana tindakan nasional 2009-2013 mengenai perdagangan orang69. Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Kepres No. 88 Tahun 2002; dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002. Tujuan umum Gugus Tugas ini adalah terhapusnya segala bentuk perdagangan anak. Untuk Gugus Tugas di daerah, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Nomor 560/1134/PMD/2003 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut diarahkan bahwa focal point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah dilaksanakan oleh unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan menangani urusan anak melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan di daerah dengan tujuan menyusun standar minimum dalam pemenuhan
hak-hak
anak,
pembentukan
satuan
tugas
penanggulangan
69
Kedutaan Besar Amerika Serikat (Jakarta-Indonesia). 2010. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tentang Perdagangan Orang di Indonesia : halm 7.
Universitas Sumatera Utara
76
perdagangan orang di daerah, melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja, dan mengalokasikan dana APBD untuk keperluan kegiatan70. Selama tahun 2009, pemerintah Indonesia mengadili 129 tersangka pelaku perdagangan orang. Sedangkan pada tahun 2008 mengadili 109. Penjatuhan vonis pada tahun 2009 juga meningkat menjadi 55 dari 46 pada tahun 2008. Sebanyak 55 pengadilan dan 9 penjatuhan vonis pada tahun 2009 dilakukan atas kasus perdagangan buruh. Lama hukuman rata-rata yang diberikan kepada terpidana adalah 43 bulan, hampir sama dengan rata-rata tahun 2008 yakni 45 bulan71. Akan tetapi, dengan mengadili tersangka tersebut usaha Indonesia masih belum maksimal, karena pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang. Selain itu, pemerintah Indonesia belum menggunakan Undang-undang No. 21 Tahun 2007, tetapi masih menggunakan Undang-undang yang lain, misalnya Undang-undang mengenai Perburuhan. Sehingga belum ada restitusi bagi korban. Disinilah sebenarnya arti penting dari kriminologi yang terutama digunakan digunakan untuk memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas
kejahatan
dengan
hasil
yang
baik
dan
lebih-lebih
bisa
menghindarinya.72
70
Komnas perempuan. 2009. Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Di Lingkungan Peradilan Umum. Australian Government (AusAID): 24. 71
Kedutaan Besar Amerika Serikat (Jakarta-Indonesia). 2010. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tentang Perdagangan Orang di Indonesia: hal 8. Diunduh dari www.hukumonline.co.id 72
Ibid hal 19
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa karakteristik yang bisa ditemukan dalam setiap kejahatan transnasional secara umum. Pertama, sebagian besar dari pelaku kejahatan transnasional terhubung dengan organisasi kriminal dalam sekala besar. Kedua, sebuah organisasi kejahatan transnasional pada umumnya memiliki latar belakang keesamaan etnis tertentu. Ketiga, melakukan hubungan kerjasama secara teratur dengan organisasi kriminal di negara lain. Keempat, jaringan kejahatan internasional pada umumnya merambah hingga ke dalam bisnis yang sah dan pemerintah. Definisi kejahatan transnasional, diantaranya: "Kejahatan lintas batas (transnasional) adalah perilaku yang membahayakan kepentingan yang dilindungi oleh hukum di lebih dari satu yurisdiksi nasional dan yang dikriminalisasi dalam setidaknya satu dari negara yang bersangkutan". Definisi lain: “Kejahatan Transnasional adalah perilaku, yang dikriminalisasi dalam setidaknya satu dari yuridiksi dan membahayakan kepentingan yang dilindungi oleh hukum di lebih dari satu yurisdiksi yang bersangkutan atau dalam satu yurisdiksi sementara itu mirip dengan tindakan yang membahayakan kepentingan yang dilindungi oleh hukum di sebagian besar negara”. Dalam perspektif hukum kejahatan transnasional (UNTOC) diartikan sebagai tindak pidana yang terjadi di dalam wilayah suatu negara atau negara-negara lain, tetapi akibat yang ditimbulkannya
77 Universitas Sumatera Utara
78
terjadi di negara atau negaranegara lain, atau tindak pidana yang pelakupelakunya berada terpencar di wilayah dua negara atau lebih, dan melakukan satu atau lebih tindak pidana serta baik pelaku maupun tindak pidananya itu sendiri saling berhubungan, yang menimbulkan akibat pada satu negara atau lebih. Didalam UNTOC disebutkan lima jenis tindak pidana transnasional yang terorganisasi, yaitu: Berpartisipasi dalam kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi (Pasal5); Tindak pidana yang merupakan pencucian hasil tindak pidana (Pasal 6); Tindak Pidana Korupsi (Pasal 8); Tindak Pidana yang merupakan gangguan terhadap proses peradilan (pasal 23); Tindak pidana serius (serious crime) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 huruf b. 178 Didalam kejahatan transnasional, penting adanya pembagian aktor/pelaku kejahatan kedalam dua macam, aktor legal dan aktor ilegal. Dengan pembagian tersebut akan dapat diidentifikasi bentuk-bentuk hubungan yang terjadi diantara keduanya baik itu yang bersifat simbiosis (saling menguntungkan) atau hubungan antitesis (berlawanan antar aktor). Dalam suatu kejahatan transnasional pelaku kejahatan tidak selalu nation-state actor, tetapi juga individu, dan kelompok. Peran dari aktor kejahatan tersebut tidak selalu sebagai pelaku utama tetapi juga sebagai penyumbang dana, maupun pikiran untuk melancarkan aksinya. Tindak pidana transnasional dibedakan dengan tindak pidana internasional, Perbedaan diantara keduanya terletak pada unsur internasional yang tidak dimiliki tindak pidana transnasional. Unsur internasional yaitu sifat mengancam (langsung maupun tak langsung) perdamaian dan keamanan dunia atau menggoyahkan rasa kemanusiaan. Dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
79
perkembangan dan asal-usul definisi kejahatan internasional dapat dibedakan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu kejahatan internasional yang berasal dari kebiasaan yan berkembang dalam praktik hukum internasional; kejahatan internasional yang berasal dari konvensi-konvensi internasional; kejahatan internasional yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai HAM. Penegakan hukum kejahatan transnasional ataupun kejahatan internasional yang melibatkan lebih dari satu sistem hukum yang berbeda, mau tidak mau akan menimbulkan saling ketergantungan antar negara di dunia ini, yang kemudian mendorong dilakukannya kerjasama-kerjasama internasional yang dalam banyak hal dituangkan
dalam
bentuk
perjanjian-perjanjian
internasional.
Perjanjian
international sebagai wujud kerjasama internasional utamanya di bidang penegakan
hukum
pembuatannya
sebagai
tetap
harus
keniscayaan, berangkat
namun
dari
dalam
kepentingan
setiap
proses
nasional
dan
memperhatikan prinsip-prinsip kesamaan kedudukan, saling menguntungkan dan prinsip-prinsip yang dianut oleh hukum nasional maupun internasional.
Saran Pemerintah
Indonesia
diharapkan
secepatnya
menetapkan
standar
minimum pembasmian perdagangan orang. Selain itu, harus mulai menggunakan Undang-undang No. 5 Tahun 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI) yang sudah
Universitas Sumatera Utara
80
di ratifikasi dari UNTOC untuk mendindak lanjuti masalah perdagangan orang di Indonesia. Adanya perbaikan kinerja pengadilan, pendakwaan dan penjatuhan hukuman atas kasus-kasus perdagangan orang, termasuk yang melibatkan agenagen perekrutan orang. Memeriksa kembali Nota Kesepahaman dengan Negaranegara yang menjadi tujuan perdagangan untuk memasukkan perlindungan terhadap korban. Perlu peningkatan upaya untuk mengadili dan mendakwa pejabat publik yang menarik keuntungan dari atau terlibat dalam perdagangan orang. Meningkatkan pendanaan bagi upaya penegakan hukum dan menyelamatkan, memulihkan, dan mengintegrasikan para korban.
Universitas Sumatera Utara