BAB III PEMBAHASAN & HASIL WAWANCARA A. Awal Konflik yang Terjadi Pada BAB III kali ini penulis akan membahas permasalahan yang terjadi di lapangan. Penulis meneliti terkait dengan Manajemen Konflik Pengelolaan Pasar Sentolo Kulon Progo.Dari awal perjalanan konflik, pendekatan penyelesaian konflik, manajemen konflik yang dilakukan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo hingga adanya sebuah titik temu kesepakatan. Awal mula konflik Pasar Sentolo tidak lepas dari sejarah yang ada. Karena keberadaan Pasar di Desa Sentolo merupakan pasar satu-satunya yang ada di Desa Sentolo pada masa itu. Sejarah singkat mengenai Pasar Sentolo itu sudah lama berdiri. Dahulu sebelum diberinama Pasar Sentolo, nama pasar tersebut Pasar Kalibondol. Tepatnya pada masa kolonial Belanda pada tahun 1930an pasar tersebut berdiri, dikarenakan pedagang satu persatu menjajakan dagangannya diarea yang sekarang menajadi pasar Desa Sentolo. Lama kelamaan pedagang banyak yang berdagang diarea tersebut dan terbentuklah Pasar Rakyat, hal ini diungkapkan oleh Bapak Teguh selaku Kepala Desa Sentolo:1 “Kalau Pasar Desa Sentolo iku mas berdiri pada masa penjajahan londo kurang luwihe pada tahun 1930an. Awal mula adanya pasar tidak serta merta langsung ono mas, awal mulane ming ono siji pedagang sing berjualan di tempat itu. Lamakelamaan muncul pedangan lainne mas. Sik maune ming siji terus ngajak koncokoncone dagang nang lokasi kui. Beriring waktu pedagang di tempat tersebut menjadi banyak. Pedagangnya pun dari berbagai daerah Kulon Progo ataupun sekitar Desa Sentolo. Kemudian jadilah Pasar Desa Sentolo yang sudah diakui oleh Pemerintah Daerah kurang lebih pada tahun 1948an. Setelah berkembang 1
Wawancara dengan Kepala Desa Sentolo Bapak Teguh pada Rabu, 09 November 2016, jam 10:50 WIB.
59
cukup pesat Pasar tersebut keberadaannya diambil alih oleh Pemerintah Daerah kurang lebih pada tahun 1954an. Hal senada juga disampaikan oleh Bpk Teguh Harjono selaku Kepala Seksi Pemerintahan Desa Sentolo yang menyebutkan bahwa:2 “Pasar Sentolo yang sekarang menjadi nama Pasar Desa Sentolo memang Pasar tersebut berdirinya sudah lama mas. Kurang lebih pada tahun 1930an pada masa penjajahan Belanda saat itu. Pedagang dahulu menjajakan dagangannya cuma satu orang saja, kemudian mengajak teman yang lainnya untuk berjualan di daerah tersebut. Pasar tersebut masih sangat sederhana mas. Bisa dikatakan untuk fasilitas kurang memadai untuk pedagang dan pembeli pada saat itu.” Dari hasil wawancara dengan Kepala Desa Sentolo dan Kepala Seksi Pemerintahan, tidak dipungkiri lagi keberadaan Pasar Sentolo tersebut sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dahulunya memang segelintir orang saja yang menjajakan dagangannya di area tersebut. Akan tetapi berkembangnya waktu pedagang-pedagang bermunculan satu persatu, baik itu dari wilayah sekitar Desa Sentolo bahkan warga Kabupaten Kulon Progo. Pasar tersebut sempat memiliki kejayaan dalam perdagangan di Kabupaten Kulon Progo, bahkan pendapatan alokasi daerah juga bergantung pada Pasar Sentolo. Pada masa tersebut Pasar Sentolo salah satu pasar paling besar di Kabupaten Kulon Progo pada kala itu. Perkembangan Pasar Sentolo yang cukup pesat menginginkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo melihat potensi yang cukup menguntungkan untuk pemasukan kas daerah. Kurang lebih pada tahun 1954an Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menyewa tanah kas Desa Sentolo untuk dijadikan Pasar Nasional. Pada tahun 1954an tersebut belum adanya hitam diatas putih untuk proses sewa menyewa tanah kas Desa Sentolo tersebut. Dikarenakan hanya atas 2
Wawancara dengan Kepala Seksi Pemerintahan Desa Sentolo Bapak Teguh Harjono pada Rabu, 09 November 2016, jam 11:13 WIB.
60
dasar rasa kepercaya saja sewa menyewa itu terjadi. Sewa menyewa baru tercatat hitam diatas putih atau secara tertulis baru terjadi pada tahun 2007. Perjanjian sewa menyewa tersebut termuat secara tertulis dalam Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Se Kecamatan Sentolo tentang Sewa menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan Oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Dalam isi Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Se Kecamatan Sentolo tentang Sewa menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan Oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang disetujui pada Senin, 04 Juni 2007 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Kulon Progo ini telah disetujui dan disepakati oleh berbagai kalangan pihak. Pihak pertama yang dihadiri oleh perwakilam Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo sebagai penyewa tanah kas desa. Pada pihak kedua tentunya saja pihak dari seluruh Desa di Kecamatan Sentolo selaku pemilik tanah kas Desa yang bersangkutan. Tanah kas Desa yang disewa oleh Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat (1) dalam Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Se Kecamatan Sentolo tentang Sewa menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan Oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tersebut yang disewa oleh pihak Pemerintah meliputi tanah kas Desa di Seluruh Kecamatan Sentolo. Yang diantaranya Desa Demangrejo, Srikayangan, Tuksono, Salamrejo, Sukoreno, Kaliagung, Sentolo, dan Bangun Cipto. Tanah yang disewa Pemerintah Daerah tersebut dipergunakan
61
untuk fasilitas masyarakat, yakni untuk pendidikan yang berupa sekolahan, kesehatan yang berupa puskesmas, serta sarana dan prasaranan jual beli yang berupa pasar; termasuk sewa menyewa tanah yang digunakan Pasar Sentolo. Kemudian perjanjian tersebut disepakati oleh pihak pertama dan pihak kedua. Pihak pertama yang bertanggungjawab dalam menandatangani perjanjian tersebut yaitu Bapak Drs. H. SO’IM, MM yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo serta pihak kedua yang diwakili oleh dua orang yakni Bapak Rubingan, Bapak Sumarsono, BA, Bapak Saryono SPd, Bapak R. Supadmo Harjanto, dan Ibu Sarinem Sastradiatmaja. Terkait dengan sewa tanah kas Desa Sentolo yang tercantum pada Perjanjian Nomor 58 e tahun 2007, harga sewa tanah untuk tanah kas Desa Sentolo yang di tempati Pasar sebesar Rp 400,00 per m2. Sedangkan luas tanah kas Desa Sentolo yang ditempati Pasar tersebut seluas 6.175 m 2. Selanjutnya total keseluruhan dari sewa tanah kas Desa Sentolo yang disewa oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo berjumlah Rp 2.470.000,00 per tahun. Kemudian
Pemerintah
Kabupaten
Kulon
Progo
Berinisiatif
untuk
membangun pasar yang tadinya hanya sekedar bangunan semi permanen menjadi bangunan permanen. Tentu saja nantinya bisa membuat nyaman para pedagang dan pembeli. Untuk dari itu Pemerintah Kabupaten Kulon Progo membangun sarana dan prasarana pasar tersebut. Selanjutnya terjadilah sebuah kesepakatan antara Pemerintah Desa Sentolo dengan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam hal ini Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral kemudian Pemerintah Kabupaten Kulon progo membangun sarana dan prasarana
62
Pasar Sentolo untuk memfasilitaasi pedagang dan pembeli yang berbelanja di Pasar tersebut agar terasa nyaman. Bertambahnya usia Pasar Sentolo Kabupaten Kulon Progo, mengakibatkan Pasar tidak dapat menampung para pedagang dan pembeli yang cukup banyak. Hal tersebut menimbulkan pedagang berjualan di area luar Pasar Sentolo dengan mendirikan emplek-emplek (atap terpal/seng) sebagai atap pedagang agar terhindar dari panas dan hujan. Akan tetapi hal ini justru menimbulkan suasana jalan di sekitar Pasar tersebut menjadi padat. Kendaraan bermotor yang tadinya mau lewat jadi terhambat dengan adanya transaksi antara penjual dan pembeli di luar Pasar; tidak cuma itu saja kondisi visual tataruang malah jadi terganggu dengan adanya transaksi jual beli di luar Pasar. Berikut ini merupakan salah satu foto dari berita online Pasar Sentolo Kulon Progo pada Sabtu, 04 Mei 2013 adalah sebagaiberikut:3 Gambar 3.1 Kondisi Pasar Sentolo Beratap Emplek-Emplek Terpal
Problematika permasalahan Pasar Sentolo pun muncul. Hal tersebut membuat Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo berinisiatif untuk menata
3
http://www.harianjogja.com/baca/2013/05/04/relokasi-pedanggang-pasar-sentolo-bisa-gagal403036 diaskes pada Rabu, 28 September 2016, Jam 23:16 WIB.
63
Pasar Sentolo agar lebih tertata lagi dan tidak menggangu arus lalu lintas disekitar Pasar Sentolo. Penataan pasar pada hakekatnya itu merupakan suatu kebijakan dan tindakan bagus dari Pemerintah Daerah khususnya dalam hal ini Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral. Kebijakan tersebut sejalan juga dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2017, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kulon Progo 2011-2016. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo berencana merelokasi pedagang Pasar Sentolo ke Pasar Percontohan (pasar baru) dengan mempunyai maksud dan tujuan agar pedagang Pasar Sentolo kelak dapat tertata rapi dan meningkatkan pendapatan perkapita pedagang yang berdagang di Pasar Percontohan tersebut. Pemerintah Kulon Progo berencana pengalih fungsian lahan Pasar Sentolo (Pasar Desa Sentolo sekarang) membangun taman kuliner, ruang terbuka hijau (RTH), maupun taman niaga. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mempunyai alasan yang kuat untuk pengalihan fungsi lahan Pasar tersebut. Alasan Pemerintah Kulon Progo dalam hal ini Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral dikarenakan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kulon Progo sangatlah kurang. Tidak hanya itu saja percepatan pertumbuhan perekonomian warga Kulon Progo menjadi bahan pemikiran idealis oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan haruslah mencapai angka 30% dari luas wilayah Kota tersebut. Namun, ruang terbuka hijau
64
di Kulon Progo tidak mencapai angka 30%. Berdasarkan data dari Rencana Pembangunan Daerah Kulon Progo Tahun 2011-2016 sangatlah mengenaskan. Pada tahun 2011 persentase ruang terbuka hijau 13,77%, tahun 2012 13,79%, dan tahun 2013 sebesar 13,80%. Hal ini dapat ditunjukan dalam tabel ruang terbuka hijau Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011-2013 adalah sebagai berikut:4 Tabel 3.1 Luas Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2013 No. Uraian 2011 2012 1. Luas RTH Publik (ha) 980,68 982,16 2. Luas Wilayah Perkotaan (ha) 7.124,28 7.124,28 Rasio RTH Wilayah Perkotaan 13,77 13,79 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kulon Progo, 2013
2013 983,21 7.124,28 13,80
Dari tabel diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya ruang terbuka hijau di Kabupaten Kulon Progo sangat minim dari ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Dari data diatas bisa kita lihat dari tahun ke tahun pertumbuhan ruang terbuka hijau sangatlah sedikit. Akan tetapi tidak dilihat dari posisi negatifnya saja. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah berhasil menekan pertumbuhan angka ruang terbuka hijau yang nantinya bisa menjadi sumber penghasil udara segar dan menciptakan suasana Kota yang asri bagi warga Kulon Progo khususnya.
4
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2011-2016 Kulon Progo hlm.129130.
65
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Bapak Agus Surahman pada Selasa, 15 November 2016 jam 08.45 WIB menyebutkan bahwa: “Pancen mas Kabupaten Kulon Progo sekarang ini lagi untuk ruang terbuka hijau/RTH masih dibilang minim. Masnya bisa lihat sendiri di Kota Wates banyak bangunan yang berdiri. Pada kenyataannya banyak bangunan tapi ora diimbangi oleh ruang terbuka hijau; seperti taman kota, pohon-pohon dipinggir jalan ataupun penanaman pohon menggunakan pot. Nah untuk itu Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mencanangkan program ruang terbuka hijau, tujuan ne mas Kota Wates ben luwih sejuk nek akeh wit-witan ro pemandangan Kota ben kepenak disawang.”
Hal diatas menunjukan bahwa Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sangat memperhatikan betul dengan program ruang terbuka hijau. Banyak manfaat dari ruang terbuka hijau tersebut. Misalnya saja, udara disekitar yang ditanami pohonpohon atau tanaman kota otamatis sejuk. Keuntungan lainnya yakni tata ruang Kulon Progo menjadi asri dan enak dipandang dengan adanya taman kota dan pohon-pohon tersebut. Pasar Sentolo pada waktu itu mempunyai sebuah paguyuban pasar yang bisa dikatakan damai dan tentram. Akan tetapi paguyuban pasar sentolo tersebut pecah belah menjadi dua kubu. Kubu paguyuban yang pro pemerintah tentu saja terpengaruh oleh pemerintah maupun paguyuban kontra dengan pemerintah yang tidak setuju dengan relokasi pasar. Dinamika yang terjadi dilapangan saat itu pedagang yang pro atau bersedia pindah ke Pasar Percontohan malah mendapatkan tekanan yang besar dari pedagang yang menolak dengan adanya relokasi pasar tersebut.
66
Dalam salah satu berita online pada hari Rabu, 01 Januari 2014 menyebutkan bahwa:5 “Pecahnya kubu pedagang Pasar sentolo justru membuat pedagang yang pro dengan Pemerintah Daerah mendapatkan tekanan berupa olok-olok hingga melarang petani untuk menyetorkan hasil bumi (hasil panen) ke Pasar Percontohan (Pasar Baru).”
Adanya perpecahan kubu pedagang Pasar Sentolo tersebut mengakibatkan suasana semakin memanas. Pedagang yang setuju (sedikit) dengan pembangunan Pasar Percontohan disudutkan oleh pedagang yang menolak (dominan/banyak) dengan relokasi pasar. Hasil bumi petani dilarang keras masuk oleh pedagang Pasar Sentolo yang menolak relokasi. Hal ini tentunya saja merugikan aktifitas transaksi pedagang dan berdampak pada melemahnya pertumbuhan sosial ekonomi yang ada pada Pasar Percontohan (Pasar Baru). Adanya indikasi pedagang yang pro Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tersebut sangat aneh dikarenakan adanya politik uang (imbalan) dengan maksud agar pedagang yang setuju mau direlokasi ke Pasar Percontohan. Misalnya saja salah satu pemegang kekuasaan di Pasar atau orang kepercayaan pemerintah disuruh untuk mensosialisasikan Pasar Percontohan kepada pedagang-pedagang Pasar Sentolo saat itu. Pedagang saat itu dijanjikan banyak hal oleh provokator yang mau ikut dengannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suprihatin salah satu pedagang di Pasar Lama (Pasar Desa Sentolo) pada Senin, 14 November 2016 jam 10.15, menyebutkan bahwa:6 “Sebenere mas semua pedagang di Pasar Sentolo dulu tidak mau pindah, tapi mas berhubungan pecah e paguyuban Pasar Sentolo menjadi dua kui ono provokator 5
http://m.harianjogja.com/baca/2014/01/02/pasar-percontohan-sentolo-relokasi-pedagang-pasarsentolo-pecah-kubu-478818, diaskes pada Minggu, 01 Januari 2017, jam 10:32 WIB. 6 Wawancara dengan pedagang Pasar Lama pada Senin, 14 November 2016 jam 10:15 WIB.
67
berkhianat ikut serta dengan Pemerintah Daerah. Provokatro kui jare ne diwei imbalan bisa dikatakan uang pelicin ben kabeh pedagang mau direlokasi ke Pasar Percontohan sing lokasine nang Desa Salamrejo. Pedagang sing setuju direlokasi diwei duit mas karo si provokator. Dijanjikan oleh kios gratis sewa kurang luwihe selama 6 bulan.”
Sedangkan pedagang pada umumnya yang menolak relokasi mempunyai alasan yang sangat kuat. Berikut ini merupakan alasan pedagang yang menolak relokasi (pedagang yang kontra dengan pemerintah) adalah sebagai berikut ini: 1. Pasar Sentolo tersebut merupakan pasar yang bersejarah bagi pedagang maupun masyarakat Desa Sentolo, karena Pasar tersebut sudah ada sejak tahun 1930an. 2. Pasar Sentolo tersebut keberadaanya sudah memiliki kelayakan bagi para pembeli sejak lama. 3. Para pembeli sudah merasakan kenyamanan di tempat yang lama tersebut. 4. Sudah ada Pelanggan tetap. 5. Melanggar Surat Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Pada pasal 1 ayat (1) tersebut menyebutkan bahwa “yang menjadi obyek sewa menyewa, peruntukan, harga sewa adalah dalam bidang kesehatan yaitu Puskesmas, bidang Pendidikan berupa sekolah-sekolah, dan bidang perdagangan adalah Pasar.” 6. Melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
68
7. Pemerintah Daerah juga dinilai telah melanggar Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa Pasal 5. Sehubungan
dengan
permasalahan-permasalahan
yang dihadapi
oleh
pedagang Pasar Lama tidak menuai titik temu. Maka dari itu, pedagang yang tidak setuju dengan pengalih fungsian Pasar Lama menjadi Taman Niaga, Taman Kuliner maupun Ruang Terbuka Hijau bersatu padu dengan masyarakat Desa Sentolo yang juga tidak sejutu dengan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dengan membongkar bangunan Pasar Lama yang sangat bersejarah tersebut. Mereka pun menyampaikan aspirasi di Gedung DPRD Kabupaten Kulon Progo. Tuntutan peserta aksi tersebut berupa permintaan eksistensi pasar tradisional dipertahankan sementara pengelolaannya dialihkan pada Pemerintah Desa Sentolo. Karena Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dalam hal ini telah cacat atau melanggar Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon progo. Hal tersebut dapat kita lihat pada gambar 3.2 tentang penyampaian aspirasi masyarakat Desa Sentolo dan pedagang yang menolak relokasi tersebut di Halaman Gedung DPRD Kabupaten Kulon Progo pada Senin, 27 Januari 2014 yang diambil dari salah satu media online tribun jogja adalah sebagai berikut.7
7
http://jogja.tribunnews.com/2014/01/27/ratusan-pedagang-sentolo-demo-di-dprd-kulonprogo diaskes pada Sabtu, 07 Januari 2017 jam 20:09 WIB.
69
Gambar 3.2 Penyampaian aspirasi di Halaman Gedung DPRD Kulon Progo
Pedagang Pasar Lama disini sangat kecewa dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dengan kebijakan yang akan dijalankan tersebut. Karena pedagang menilai Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tidak pro dengan pedagang Pasar Tradisional. Tidak hanya itu saja Pemerintah Daerah dinilai telah melanggar aturan secara tertulis. Aturan tertulis tersebut berupa perjanjian sewa tanah kas Desa Sentolo Nomor 58 e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Digunkana untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan Perda Kulon Progo Nomor 11 Tahun 2011 Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pemerintah Daerah Kulon Progo dalam hal tersebut terlalu tergesa-gesa membuat sebuah kebijakan.
70
Gambar 3.3 Spanduk Penolakan Relokasi Pasar
Pihak Pedagang sangat dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Menurut pedagang Pasar Lama kebijakan tersebut hanya memikiran kepentingan Pemerintah Daerah sepihak semata. Kebijakan pemerintah justru menjadi bumerang sendiri kedepannya. Hal serupa juga disampaikan oleh salah satu warteg dengan pemiliknya yang telah berjualan di area tersebut selama kurang lebih 13 tahun bernama Ibu Suti pada Senin 14 November 2016 Jam 11.07 WIB adalah sebagai berikut; “Sebenarnya mas pedagang Pasar Lama ini tidak pernah sama sekali menolak berdiri Pasar Percontohan tersebut apalagi dengan masyarakat Desa Sentolo sama sekali tidak menolak. Pasar Percontohan tersebut toh nantinya juga bisa dijadikan sebagai memasarkan produk-produk yang berasal dari Daerah Kulon Progo. Tidak cuma itu mas para pedagang marah dikarenakan pada kenyataanya yang terjadi Pasar Percontohan tersebut malah dijadikan Pasar umum seharusnya mas Pasar Percontohan tersebut sesuai program dari Pemkab keberadaan pasar haruslah menjadi Pasar Khusus untuk produk-produk dalam daerah saja.”
Dari pernyataan pedagang tersebut bahwasannya dapat penulis simpulkan tidak ada sedikit pun penolakan pembangunan Pasar Percontohan di area Desa Salamrejo. Pedagang Pasar Lama justru malah senang dengan adanya pembangunan Pasar Percontohan tersebut. Pasar Percontohan yang kemudian diharapkan dapat menjadi tonggak atau pusat transaksi jual beli produk-produk
71
yang berasal dari Kabupaten Kulon Progo saja. Barang atau produk-produk yang berasal dari Kulon Progo nantinya akan dipasarkan di Pasar Percontohan tersebut. Akan tetapi pada proses yang berjalan pedagang di Pasar Lama (Pasar Desa Sentolo mendapatkan desakan dari Pemerintah Daerah Kulon Progo untuk pindah ke Pasar Baru di Desa Salamrejo. Hal ini secara tidak langsung berarti Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melarang pedagang berjualan di area Pasar Lama tersebut atau mematikan beroperasinya Pasar Tradisional Sentolo. Sementara itu juga masyarakat sangat kecewa berat dengan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo karena Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan mudah memberikan ijin beroperasinya toko-toko berjejaring, seperti Al-famart dan Indomart. B. Faktor Penyebab Konflik Pada bagian ini peneliti mengamati faktor penyebab konflik antara Pedagang Pasar Sentolo dengan Pemerintah Daerah (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupeten Kulon Progo terkait dengan adanya sebuah perencanaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau, Taman Kuliner maupun Taman Niaga. Memang pada dasarnya setiap pembangunan tak selamanya akan berjalan mulus. Tidak sedikit ada pihak yang menentang dengan dalihnya sendiri. Disini peneliti mencoba mengkaji faktor apa saja penyebab konflik pengelolaan Pasar Sentolo Kulon Progo. Berikut ini merupakan faktor penyebab konflik pengelolaan Pasar Sentolo Kulon Progo yang diantaranya adalah sebagai berikut:
72
1. Adanya perbedaan pola kebudayaan Dalam kaitanya faktor penyebab konflik adanya perbedaan pola kebudayaan ini menurut pengamatan peneliti, bahwa sejarah dimasa lampau merupakan bagian yang bermakna dari kebudayaan.Dengan tanpa adanya sejarah budaya mustahil untuk terbentuk.Budaya tidak serta merta dapat dikenal dikalangan masyarakat tanpa adanya masa lampau (sejarah). Sama dengan halnya permasalahan yang terjadi terkait dengan konflik pengelolaan Pasar Sentolo Kulon Progo.Disini pedagang Pasar Sentolo mayoritas saat itu menolak keras dengan rencana Pemerintah Daerah Kulon Progo.Pedagang keberatan untuk pindah ke Pasar Baru dengan alasan masa lampau terbentuknya Pasar Sentolo. Sangat jelas bahwasannya faktor perbedaan pola kebudayaan yang dimiliki pedagang Pasar Sentolo dengan Pemerintah Daerah (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo) sangat berbeda.Karena disini pedagang Pasar Sentolo mempertahankan sejarah berdirinya
pasar
tersebut
dan
sedangkan
Pemerintah
Daerah
kurang
memperhatikan faktor sejarah. 2. Perbedaan Kepentingan antara Kelompok Sosial Perbedaan memang pada dasarnya cenderung mengarah pada pemikiran atau tindakan yang berbeda.Dalam hal ini perbedaan kepentingan yang terjadi antara pedagang Pasar Sentolo dengan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo.Perbedaan ini terkait dengan kepentingan yang berbeda tentunya saja.
73
Kepentingan pedagang Pasar Sentolo hanyalah berjualan mencari nafkah untuk keluarganya agar hidup mereka dapat tersambung. Sedangkan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo menginginkan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Taman Niaga, serta taman Kuliner; dan penataan pasar agar rapi dan asri yang layak untuk tempat berjualan. 3. Perubahan-perubahan Nilai yang Cepat dan Mendadak dalam Masyarakat Proses pembangunan yang begitu cepat diera saat ini menjadi problem tersendiri
untuk
masyarakat.
Masyrakat
dibuat
kualahan
dalam
menghadapinya.Pembanguan itu ada yang pro dan kontra dengan masyarakat kelas bawah.Pembangunan yang pro dengan rakyat tentu saja mendukung kebutuhan yang ada.Sedangkan pembangunan yang kontra pada akhirnya hanyalah berujung sia-sia belaka, karena masyarakat kuang sependapat dengan kebijakan pemerintah. Pada kasus ini masyarakat Desa Sentolo maupun pedagang Pasar Sentolo saat itu belum siap dengan pembangunan yang begitu cepat.Termasuk juga proses penataan pasar yang berujung relokasi.Pihak masyarakat Desa Sentolo maupun pedagang Pasar Sentolo berpedoman dengan pembeli yang sudah menjadi langganan tetap mereka.Tidak hanya itu saja pasar juga sebagai tumpuan pondasi hidup keluarga mereka. C. Pihak-Pihak yang Terlibat Pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan relokasi Pasar Sentolo Lama Dan Pasar Sentolo Baru melibatkan beberapa pihak dan kalangan. Pihak-pihak
74
tersebut diantaranya, Dinas Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral. Peran dari pihak-pihak tersebut tentu saja berbeda-beda perannya. Berikut ini merupakan penjelasan dari penulis yang akan menjelaskan beberapa pihak tersebut. Hal ini diterangkan sebagai berikut : 1.
Pihak Pemerintah
Kabupaten
Kulonprogo
(Dinas
Perindustrian
Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral) Peran pihak ini pada awalnya yang melakukan perancangan pada Pasar Sentolo Lama untuk diubah menjadi ruang terbuka hijau, taman niaga, dan taman kuliner. Selain itu juga Pemerintah Daerah Mengacu Peran lainnya adalah merelokasi pedagang Pasar Lama ke tempat Pasar Baru (Pasar Percontohan). Hal inilah yang justru menjadi timbulnya dinamika di lokasi Pasar Lama tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo yakni Bapak Agus Surahman pada Selasa, 15 November 2016 jam 08.45 yang menyebutkan bahwa:8 “Keterlibatan pihak Perindag terlibat pada peraancangan Pasar Lama agar dibuat Taman Niaga, Taman Kuliner maupun Taman Niaga mas. Kalau Pasar Baru itu dibangun untuk perwajahan Kabupaten Kulon Progo kedepanya. Karena mas tau sendiri Kulon Progo akan ada mega proyek yang begitu besar mas. Misalnya saja Bandara Udara, Pelabuhan, Bedah Menoreh, Jalan Layang dan lain sebagainya mas. Kalau berbicara masalah konflik sebenarnya tidak ada konflik mas. Hanya adanya kesalah fahaman masyarakat Desa Sentolo, Pedagang Pasar Lama ke Pemerintah Daerah dalam hal ini yang terkait Dinas Perindag.”
Maksud dan tujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dalam hal ini sangat baik. Karena dengan adanya sebuah kebijakan yang dapat mendongkrak 8
Wawancara dengan Pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo Bapak Agus Surahman pada Selasa, 15 November 2016 jam 08:45 WIB.
75
perekonomian Kabupaten Kulon Progo tersebut dapat menjadi wajah baru untuk Kulon Progo dalam pengentasan kemiskinan. Akan tetapi kebijakan tersebut mendapat penolakan keras dari kalangan pedagang yang kontra Pemerintah dan masyarakat Desa Sentolo itu sendiri. Menurut pendapat peneliti kebijakan layaknya harus memenuhi dengan aturan-aturan yang ada. Baik itu aturan tertulis maupun aturan yang tidak tertulis contohnya budaya. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam hal ini belum bisa dan belum mampu dalam merancang sebuah kegitan. Karena sebuah kebijakan atau program itu perlu adanya komunikasi yang jelas kepada masyarakat Desa Sentolo dalam hal ini yang bersangkutan. Perlu diketahui juga oleh Pemerintah Daerah, rakyat atau masyarakat merupakan pembuat kebijakan yang sangat penting. 2. Pihak Pedagang Para pedagang Pasar Lama dan Pasar Baru sangat berperan dalam konflik ini. Para pedagang inilah yang sebenarnya menjadi sumber daya manusia pada perkara ini. Pedagang Pasar Lama merupakan pihak yang menolak relokasi pasar oleh Pemerintah Daerah. Yang ingin tetap bertahan dan berjualan di area Pasar tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pedagang Pasar Lama yang bernama Ibu Suprihatin pada Senin, 14 November 2016 jam 08:55 WIB menyebutkan bahwa:9 “Pada umumnya pedagang Pasar Lawas memiliki keterlibatan dalam masalah kui kami sebagai pihak yang menolak relokasi mas. Jelas kami menolak karena 9
Wawancara dengan pedagang Pasar Lama Ibu Suprihatin pada Senin, 14 November 2016 jam 08:55 WIB.
76
berbagai macam alasan mas. Bertahan karena merasa Pemerintah Daerah tidak peduli akan sejarah Pasar iki mas. Kami juga sempat demo rame-rame bersama masyarakat Desa Sentolo berserta pedagang bersatu padu menolak nek Pasar Lawas iki arep di gawe proyek pemerintah Taman Niaga, Taman Kuliner dan Ruang Terbuka Hijau. Kami juga menagih janji kepada pak Bupati karena dahulu pas kampanye beliau menyampaikan bahwa akan menlindungi Pasar Tradisional.”
Dari pernyataan pedagang tersebut dapat disimpulkan bahwa pedagang Pasar Lama tidak mau pindah dengan alasan faktor sejarah karena Pasar tersebut merupakan Pasar Legendaris. Dan pedagang meminta kepada Bupati Kulon Progo agar tetap melestarikan Pasar Tradisional. Selanjutnya pedagang meminta agar pengelolaan Pasar Lama dikembalikan ke Pemerintah Desa Sentolo seperti semula. Sedangkan, pihak pedagang Pasar Baru merupakan pihak yang menyetujui proyek atau sebuah kebijakan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam pemindahan di tempat perdagangan yang baru. Dengan pemikiran saat itu jika berjualan di Pasar Baru pasti dagangannya akan laku. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pedagang Pasar Baru pada Senin, 14 November 2016 jam 10:35 WIB yang menyatakan bahwa:10 “Keterlibatan pedagang pada umumnya yang pro pemerintah terlibat pada setuju akan relokasi ke Pasar Baru. Tidak hanya itu saja mas, pedagang juga ikut serta dalam mensosialisasikan ke pedagang yang kontra dengan Pemerintah Daerah. Agar Pasar Baru nantinya rame dan berkembang mas.
Pedagang yang setuju akan kebijakan Pemrintah Daerah Kulon Progo tersebut memiliki pengaruh besar dalam sosialisasi kepada pedagang Pasar Lama. Selain itu juga mereka teatap berjuang dengan keras dan mendukung Pemerintah agar
10
Wawancara dengan pedagang Pasar Baru pada Senin, 14 November 2016 jam 10:35 WIB.
77
pedagang yang menolak direlokasi agar pindah ke Pasar Baru. Dengan harapan nantinya pedagang bisa berkembang secara bersama-sama kedepannya. Untuk peningkatan ekonomi Daerah muapun ekonomi keluarganya. 3. Masyarakat Desa Sentolo Keterlibatan masyarakat Desa Sentolo dalam konflik tersebut tidak jauh beda dengan keterlibatan dengan pedagang Pasar Lama (Pasar Desa Sentolo). Masyarakat Desa Sentolo dalam perkara tersebut juga menolak dengan adanya rencana relokasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pasar Lama ke Pasar Baru. Masyarakat Desa Sentolo juga mempunyai alasan menolak relokasi tersebut yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Alasannya adalah Pasar tersebut merupakan Pasar legendaris dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga dinilai telah melanggar peraturan maupun perjanjian tertulis lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu warga Desa Sentolo Bapak Bambang pada Kamis, 17 November 2016 jam 16:05 WIB menyebutkan bahwa:11 “Keterlibatan kami mas, itu jelas ora setuju nek Pasar Lama dijadikan Taman Niaga, Taman Kuliner, dan Ruang Terbuka Hijau. Yo jajal mas secara nalar wae Pasar Lama kae berdirine ki ora ming teko berdiri ngono wae. Berdiri ne Pasar Lama kui proses mas seko pedagang berdatangan siji-siji tekan pedagang akeh. Yo jelas mas warga Desa Sentolo menolak karena dengan alasan faktor sejarah dan Pasar tersebut sebagai pangurip-urip sedino-dino ne mas. Keterlibatan laine yo melu unjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten mas pas kui. Dan menginginkan pengelolaan Pasar Lama dikembalikan pengelolaannya ke Desa mas.
Adanya faktor sejarah yang sangat kuat pada Pasar Lama tersebut masyarakat Desa Sentolo tidak mau untuk direlokasi atau dipindah ke Pasar Baru. Karena
11
Wawancara dengan warga Desa Sentolo Bapak Bambang pada Kamis, 17 November 2016 jam 16:05 WIB.
78
pedagang pada umumnya menggantungkan hidupnya di Pasar tersebut. Mereka juga telah berjualan di Pasar tersebut sudah berpuluh-puluh tahun. Dengan adanya kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo yang menginginkan pedagang pindah dari Pasar Lama ke Pasar Baru ini menimbulkan gejolak panas suasana Pasar Lama kala itu. Masyarakat Desa Sentolo berserta pedagang menuntut pengelolaan Pasar Lama dikembalikan ke Pemerintah Desa Sentolo. D. Gaya Manajemen Konflik Gaya manajemen konflik disini yang dimaksud adalah gaya dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kbupaten Kulon Progo yang dipakai. Gaya tersebut dipakai dalam menghadapi konflik yakni berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan dan minat pihak lain maupun keinginan dan minat sendiri. Penulis mengamati ada beberapa gaya manajemen konflik yang digunakan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo yang digunakan adalah sebagai berikut ini: 1. Tindakan Menghindari (Avoiding) Disini sikap dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo pada saat situasi mamanas lebih cenderung menarik diri dari situasi yang berkembang dan bersikap netral dalam suasana tersebut. Peneliti memandang sangat bijak apa yang telah dilakukan oleh pihak Pemda tersebut. Alasanya Disperindag dengan Legowoatau lapang dada bersikap netral pada dinamika permaslahan yang
79
ada.Keputusan
yang
sulit
disituasi
tersebut.Akan
tetapi
daripada
berkepanjangan carut marutnya suasana yang dialami saat itu. 2. Akomodasi atau Meratakan Sikap atau gaya ini membiarkan keinginan pihak yang bersangkutan lebih menonjol dan menciptakan perbedaan untuk suasana harmoni secara buatan. Cara ini menurut pendapat peneliti sangat cocok digunakan karena memperhatikan betul apa kemauan pedagang Pasar Sentolo maupun masyarakat Desa Sentolo. Metode ini juga menjadikan suasana yang tadinya memanas menjadi dingin pada permasalahan yang dihadapi. 3. Kolaborasi (kerja sama) atau Pemecahan Masalah Sikap kooperatif berupaya untuk mencapai kepuasan setiap pihak yang berkepentingan baik itu pihak pedagang Pasar Sentolo, masyarakat Desa Sentolo maupun pihak Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo.Dengan perbedaan yang ada mencari dan memecahkan masalah hingga setiap pihak mencapai keuntungan sebagai hasilnya. Disini pihak pedagang Pasar Sentolo dan masyarakat Desa Sentolo menginginkan
bahwa
pengelolaan
tanah
dan
pasar
dikembalikan
pengelolaannya ke Desa Sentolo. Karena Pemerintah Daerah melanggar sebuah perjanjian yakni Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Dipergunkan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo serta membatalkan rencana Pemeirntah Kabupaten Kulon Progo dalam merelokasi pedagang,
80
Mendirikan Ruang Terbuka Hijau, Taman Kuliner dan Taman Niaga. Sedangkan dari pihak Disperindag Kulon Progo bagi pedagang yang bersedia pindah ke tempat Pasar Baru yang terletak di Desa Salamrejo tidak boleh mempunyai 2 kios maupun los di Pasar Lama dan Pasar Baru. E. Pendekatan Penyelesaian Konflik dan Manajemen Konflik Perubahan adalah suatu yang sangat alamiah pada hakekatnya. Perubahan itu tuntutan yaang sangat dinamis. Misalnya saja peristiwa-peristiwa pada proses perubahan teknologi apa lampu. Dahulu sebelum ada lampu listrik orang menggunakan lampu minyak sebagai penerang dimalam hari. Seriringb berkembangnya waktu perubahan itu pun terjadi. Yang tadinya hanya lampu listrik biasa sekarang juga sudah terdapat teknologi lampu tanpa listrik ketika listrik padam. Lampu tersebut berfungsi dan bekerja lama halnya lampu pada umumnya. Hanya saja yang membendakan ialah ketika listrik padam lampu tersebut tetap hidup. Dan masih banyak contoh perubahan teknologi dimasa sekarang ini. Peristiwa-peristiwa tersebut sangat membuktikan bahwa proses perubahanperubahan dinamika yang ada pada kehidupan adalah suatu yang sangat alamiah. Tidak hanya itu saja perubahan dinamis tersebut dapat kita rasakan ada yang berdampak positif dan adapula yang berdampak negatif yang kelak dapat dirasakan pada akhirnya. Tentu dampak negatif itu dapat merugikan baik itu secara moril maupun materiil dimasa akan datang. Maka dari itu kita sebgai manusia perlu menyikapinya dengan arif dan bijak.12 12
Dr. William Hendricks dan Penerjemah Arif Santoso, Bagaimana Mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm 33-43.
81
Konflik pada hakekatnya memiliki caranya sendiri untuk mengarahkan dirinya sendiri. Disisi lain sikap umum selama konflik adalah mengedepankan rasa serasi dengan sedikit mengesahkan arahan-arahan pasti atau falsafah manajemen. Konflik juga dapat mengarah pada perusahaan ataupun pada birokrasi yang ada. Karena darisitulah permasalahan sangat kompleks banyak muncul. Permasalahan konkrit tentang tataruang, ekonomi, sosial dan lain sebagainya pasti akan dihadapi oleh birokrasi ataupun perusahaan pada umumnya. Tak selamanya konflik atau sebuah perbedaan itu buruk. Perbedaan justru akan menciptakan gagasan-gagasan baru. Perbedaan-perbedaan akan jauh lebih indah ketika masyarakat mempunyai pemikiran kritis yang bersifat membangun Daerah atau Negaranya. Kemudian tidak hanya itu saja konflik atau sebuah masalah dapat juga sebagai bahan koreksi untuk instansi-instansi atau lembagalembaga lainnya. Yang nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi instansi-instansi atau lembaga-lembaga agar kinerjanya dapat mendekati tingkat kesempurnaan. Hal ini dapat peneliti gamabarkan dari sebuah peristiwa yang ada di Daerah Kulon Progo. Momok besar dari sebuah percepatan pembangunan di Daerah yakni adanya sebuah penggursuran pedagang yang berjualan di Pasar Sentolo. Misalnya saja Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo memiliki sebuah kebijakan yakni pembangunan Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman. Pemerintah Dearah Kabupaten Kulon Progo memiliki maksud dan tujuan yang baik dalam pembangunan Pasar tersebut. Karena Pasar tersebut akan dijadikan
82
wajah dari Kulon Progo dan sebagai pendongkrak ekonomi dimasa depan. Sedangkan Pasar Lama (Pasar Desa Sentolo) akan dijadikan tempat taman niaga, taman kuliner dan ruang terbuka hijau. Dalam proses sebuah kebijakan tersebut tidaklah berjalan dengan mulus seperti apa yang direncanakan sebelumnya. Tentu saja banyak kalangan yang pro dan kontra dengan kebijakan Pemerintah Daerah tersebut. Kalangan yang kontra dengan Pemerintah Daerah tentu saja enggan direlokasi ke tempat Pasar Baru (Pasar Percontohan) dikarenakan ada sebuah alasan yang sudah penulis jelaskan pada halaman sebelumnya. Alasan yang pokok Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dinilai melanggar atau cacat dalam administratif sebab adanya sebuah pelanggaran Perjanjian Nomor 58 e Tahun 2007 tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang Digunakan untuk Kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tersebut. Hal ini menimbulkan keresahan dan masalah besar dikalangan pedagang Pasar Lama (Pasar Desa Sentolo) dan warga Desa Sentolo. Hal ini membuat Dinas Perindustrian Perdagangan dan energi Sumber Daya Mineral untuk menggunakan pendekatan penyelesaian konflik. Pada proses penyelesaian konflik keberadaan Pasar Lama dan Pasar Baru diperoleh kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kulon Progo), Pemerintah Desa Sentolo, Pemerintah Desa Salamrejo dan Pedagang setempat. Penyelesaian ini menghasilkan sebuah keputusan yang menjadi kepentingan bersama.
83
Proses awal dilakukan antara para pihak tersebut dengan metode musyawarah atau mediasi. Musyawarah ini berlangsung selama 3 (tiga) hari di Balai Desa Sentolo. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo Bapak Agus Surahman pada Selasa 15 November 2016 jam 09.00 yaitu sebagi berikut:13 1. Hari pertama Pada hari pertama ini berlangsungnya sebuah musyawarah.Pihak Pemerintah Kabupaten menjelaskan hal-hal yang dimaksud sebenarnya mengenai proses sosialisasi beberapa hal. Aspek-aspek yang dibahas meliputi maksud adanya pembangunan Pasar Baru, proses relokasi pedagang ke Pasar Baru dan maksud adannya bangunan baru di Pasar Lama. Sehingga pada hari tersebut pembahasan lebih mengarah ke penjelasan dan pemaparan dari pihak Pemerintah Kabupaten. 2. Hari kedua Pada hari kedua ini dilakukannya pendekatan penyelesaian dengan cara konfrontasi dan kompromi sehingga berlangsungnya diskusi mengenai konflik mulai dilakukan. Para pihak saling menyampaikan argumen kemudian saling mendiskusikan untuk penyelesaiannya. Diskusi ini berlangsung dengan memanas dan alot. Proses penyelesaian memang berlangsung tidak mudah. Sehingga, proses untuk memutuskan penyelesaian perkara membutuhkan waktu yang agak lama. Pada musyawarah dihari kedua ini Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menawarkan sebuah opsi untuk pedagang yang diantaranya: 13
Wawancara dengan Pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulon Progo, Bapak Agus Surahmanpada Selasa, 15 November 2016 jam 09.00.
84
a. Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo memberikan tengat waktu 2x24 jam bagi pedagang Pasar Lama untuk memberikan keputusan tetap ditempat atau pindah ke Pasar Baru. b. Pedagang yang sudah pindah ke Pasar Baru tidak boleh kembali ke tempat Pasar Lama dan tidak boleh juga memiliki dua ruko; maksud Pemerintah Daerah tersebut agar meminimalisir permasalahan yang ada. c. Opsi pemerintah tersebut menjadi alternatif berkaitan dengan keputusan mediasi. 3. Hari ketiga Pada hari ke tiga terjadilah tawar menawar (Bergainig). Tawar menawar tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak.Pihak Pedagang dan masyarakat Desa Sentolo menginginkan bangunan dan tanah kas Desa Ssntolo dikembalikan pengelolaannya ke Desa Sentolo dan beroperasi seperti biasanya.Sedangkan pihak Pemerintah menginginkan Pasar Baru tetap berjalan dan pengelolaannya dikelola oleh Pemda. Selanjutnya pada proses penyelesaian mulai mengarah pada titik terang. Akhirnya, para pihak membuat kesepakatan atau keputusan bersama sebagai berikut: a. Proses arus perdagangan di Pasar Baru tetap berjalan dan dikembangkan sesuai maksud dari Pemerintah Kabupaten. b. Proses perdagangan di Pasar Lama akhirnya juga tetap berjalan (kedua Pasar dinyatakan tetap beroperasi sesuai kemauan masing-masing).
85
c. Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Taman Niaga dan Taman Kuliner dinyatakan batal demi kebaikan para pihak. d. Pasar Lama meskipun tetap beroperasi tetapi Pasar tersebut menjadi dibawah pengawasan langsung Pemerintah Desa Sentolo. e. Keputusan-keputusan tersebut dibuat legal berdasarkan dokumen-dokumen untuk penyelesaian konflik. Tidak hanya sampai sampai disitu saja untuk mengantisipasi adanya permasalahan yang tidak diinginkan, maka dari itu dalam pertemuan pada hari ke tiga juga disepakati pembuatan Surat Pernyataan Bersama Warga Desa Sentolo tentang Pengelolaan Eks Pasar Sentolo. Surat pernyataan tersebut dimaksud sebagai alternatif untuk mengantisipasi muncul permasalahan lagi dengan Pemkab. Surat pernyataan tersebut juga disetujui oleh peserta musyawarah 14 orang. Berikut ini merupakan hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa Sentolo, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sentolo, dan Tokoh Masyarakat pada hari Minggu, 05 Januari 2014. Surat Pernyataan Bersama Warga Desa Sentolo tentang Pengelolaan Eks Pasar Sentolo yang diantaranya sebagai berikut: 1. Pasar merupakan pasar legendaris perlu dipertahankan. Harga mati untuk Pasar Sentolo tetap ada. 2. Menagih janji dari Bupati tentang visi dan misi semasa menjadi Calon Bupati yang isinya tidak akan merubah Pasar Sentolo. 3. Meminta tanah kas Desa yang digunkan sekarang. 4. Perlu program yang jelas tentang pengelolaan tanah eks Pasar agar langsung bisa menghasilkan dan berguna bagi desa.
86
5. Kesiapan Desa Sentolo untuk pendanaan pengelolaan lahan eks Pasar Sentolo. 6. Warga Sentolo sepakat BERDIKARI apabila lahan dikembalikan. 7. Perlu ketegasan Pemerintah Desa tentang tanah kas Desa yang harusnya dikelola oleh Desa. 8. Argumentasi tentang keberadaan Pasar Sentolo dengan nilai positifnya, yaitu dengan adanya aktifitas perekonomian tradisional, adanya kunjungan wisata tradisi baik di Pasar maupun lingkungan Sentolo yang menunjang kehidupan perekonomian warga Sentolo. 9. Menyatakan data yang diperoleh dari pendataan yang dilakukan oleh PT. Skofindo yang hasilnya banyak tidak setuju adanya relokasi, namun data yang sampai di Kabupaten 90% setuju untuk relokasi. 10. Pembangunan yang dilakukan Pemkab seharusnya sesuai dengan RTRW yang sudah diperdakan. Jika konsisten maka permasalahan Pasar Sentolo tidak akan muncul. 11. Mengenai Undang-undang Desa yang akan dikeluarkan, perlu kesiapan untuk menanggapi dan mempersiapkan diri untuk otonomi ekonomi desa dan memaksimalkan aset Desa. 12. Perlu dipertanyakan tentang pernyataan Dinas/ Pemkab dengan realisasi dari pernyataan yang selama ini tidak sesuai. 13. Terkait dengan SK Gubernur tentang City Heritage yang saat ini baru 6 tempat dikota, maka disarankan untuk Kabupaten memiliki tempat pusat budaya. Yang menjadi acuan dari Desa Sentolo untuk area cagar budaya adalah
87
warisan budaya Jembatan Bantar, Rumah Joglo, Puskesmas serta Pasar Sentolo yang sudah lama ada. 14. Kajian hukum yang menguatkan untuk meminta kembali keberadaan Pasar Sentolo yaitu: a. Secara faktual dan secara hukum, Pasar Tradisional Sentolo adalah milik Pemerintah Desa Sentolo. Pasar ini, yang semula bernama Pasar Kalibondol merupakan Pasar Tradisional yang sudah ada sejak zaman Belanda dan dikelola oleh Pemerintah Desa Sentolo. Dalam perkembangannya Pasar Sentolo dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Kulon Progo atas dasar perjanjian sewa, sebagaimana tertuang dalam Addendum Kedua Perjanjian Nomor 18/PRJ.KP/HKM/V/ 2011 antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan Pemerintah Desa SeKecamatan Sentolo tentang Sewa Menyewa Tanah Kas Desa yang digunakan untuk kepentingan Pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. b. Pada tahun 2013 Pasar Baru yang terletak di Desa Salamrejo telah beroperasi dan pihak Pemerintah Daerah c.q Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kulon Progo memerintah agar para pedagang Pasar Tradisional Sentolo pindah dan menempati Pasar Baru di Desa Salamrejo. Konsekuensi hukum dari perintah ini adalah berakhirnya perjanjian sewa lahan antara Pemerintah Daerah Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Sentolo. Hal ini karena dengan diharuskannya para pedagang Pasar Sentolo itu pindah ke Pasar Baru di Salamrejo berarti lahan Pasar Sentolo itu tidak lagi dianggap tidak ada. Ketiadaan obyek yang diperjanjikan itu merupakan salah satu alasan yang sah untuk berakhirnya perjanjian. Dapat diibaratkan dengan sewa motor atau mobil maupun lainnya. Perjanjian dianggap tidak ada atau berakhir ketika motor atau mobil yang menjadi obyek yang diperjanjikan itu tidak ada. c. Jika Pemerintah Daetah Kulon Progo masih menghendaki penggunaan lahan Pasar Sentolo untuk kepentingan lain, seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo memperbaharui perjanjian atau membuat perjanjian baru dengan Pemerintah Desa Sentolo. Seiring dengan perubahan obyek yang semula diperjanjikan. Kiranya perlu dikemukakan bahwa perjanjian itu hanya akan terjadi jika terdapat kesesuaian kehendak atau kesepakatan antara dua pihak , dalam hal ini anatar Pemerintah Daerah Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Sentolo. Sebaliknya perjanjian tidak akan terwujud jika tidak ada kesepakatan atau kesesuaian kehendak, mislanya Pemerintah Desa Sentolo menghendaki untuk mengelola sendiri Pasar tersebut sedangkan Pemerintah Daerah Kulon Progo menghendaki pembangunan lainnya. Dalam hal perjanjian, berlaku asas otonomi antar pihak dan karenanya tidak dibenarkan adanya pemaksaan kehendak satu pihak terhadap pihak lainnya.
88
d. Setelah dibangunnya Pasar Baru di Salamrejo dan berakhirnya perjanjian antara Pemerintah Daerah Kulon Progo dengan Pemerintah Desa Sentolo tidak melahirkan wewenang bagi Pemerintah daerah untuk memerintahkan para pedagang Pasar Sentolo untuk pindah ke Pasar Baru di Salamrejo. Pemdes Sentolo juga tidak berwenang untuk menahan para pedagang untuk tetap berjualan di Pasar Sentolo. Ada jaminan konstitusional bagi warga negara untuk mempertahankan dan menggunakan haknya dalam mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD Negara Ri Tahun 1945; “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” artinya para pedagang itu selaku warga negara memiliki hak konstitusional untuk tetap bekerja di Pasar Sentolo atau pindah ke Pasar Baru di Salamrejo. Pemaksaan untuk pindah atau bertahan adalah tindakan inkonstitusional dan jika disertai dengan ancaman, intimidasi, atau tindakan kekerasan merupakan tindakan pidana yang tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Siapapun yang melakukan tindakan pemaksaan dan/atau ancaman, intimidasi atau kekerasan dapat dituntut secara pidana dimuka pengadilan. e. Pemerintah Desa Sentolo dan masyarakat sentolo mengetahui bahwa Pasar Sentolo selama ini dalam pengelolaan Pemerintah Daerah itu tidak hanya dikelola tetapi juga seharusnya diberlakukan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, yang berbunyi “Pasar Desa yang sudah dibangun dari dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, diserhakan kepada Pemerintah Desa” artinya Pemerintah Daerah Kulon Progo diperintahkan melalui peraturan ini untuk menyerahkan pengelolaan Pasar Sentolo kepada Pemerintah Desa Sentolo setelah Pemerintah Daerah membangun Pasar Baru di Salamrejoyang didalamnya tersirat anggapan bahwa Pasar Sentolo tidak lagi difungsikan sebagai Pasar oleh Pemerintah Daerah. f. Pemda Kabupaten Kulon Progo memerintahkan para pedagang Pasar Sentolo untuk pindah ke Pasar Baru di Salamrejo secara tidak langsung berarti melarang kegiatan jual beli di Pasar Sentolo atau mematikan beroperasinya Pasar Tradisional Sentolo. Sementara masyarakat sentolo mengetahui dan melihat secara jelas bahwa Pemerintah Daearah mengizinkan beroperasinya Toko Modern (Alfamart dan Indomart) dalam jarak yang berdekatan disekitar Sentolo. Masyarakat memandang tindakan yang dilakukan Pemerintah Daerah ini sebagai tindakan yang tidak bijaksana dan tidak sejalan dengan apa yang selama ini diucapkan dan disosialisasikan oleh Bupati yakni Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Warga Kulon Progo. Pemerintah Daerah dianggap pro ekonomi kapitalis dan menutup peluang tumbuhnya ekonomi kerakyatan. g. Selain itu tindakan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengizinkan beroperasinya Toko Modern dan menutup beroperasinya Pasar Sentolo adalah bertentangan dengan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2011 tentang perlindungan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang berbunyi;
89
“Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan perlindungan pada Pasar Tradisional dan pelaku usaha yang ada didalamnya”. Dibangunnya Pasar di wilayah Salamrejo tidaklah menghilankan kewajiban Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan Pasar Sentolo. h. Pemerintah Desa Sentolo dan masyarakat Sentolo khususnya para pedagang menghendaki agar Pemerintah Daerah bertindak bijaksana dalam pengambilan keputusan, yakni dengan menyerahkan pengelolaan Pasar Sentolo kepada Pemerintah Desa Sentolo dan memberikan para pelaku usaha untuk melakukan aktivitas perdagangan sesuai dengan pilihan dan haknya masing-masing, yang seperti disebutkan diatas, dijamin oleh konstitusi atau UUD Negara RI Tahun 1945. Penyerahan pengelolaan Pasar Sentolo kepada Pemerintah Desa Sentolo memiliki dasar kuat baik secara histroris, sosiologis masyarakat Sentolo dan sekitarnya telah mengenal dan melakukan transaksi serta melakukan kegiatan usaha dari generasi ke generasi di Pasar Sentolo. Secara hukum, Pemerintah Desa Sentolo selaku pemilik lahan adalah pihak yang berwenang mengelola dan memanfaatkan Pasar Sentolo untuk kepentingan masyarakat Sentolo. i. Pemerintah Desa Sentolo dan sebagian besar masyarakat Sentolo tidak mempersoalkan apalagi menghalang-halangi berdirinya Pasar Baru di Desa Salamrejo. Masyarakat Sentolo justru mendukung berdirinya Pasar di Salamrejo terutama terhadap rencana yang dikemukakan Bupati yang ingin menjadikan Pasar Baru di Salamrejo ini sebagai “Tanggul Angin”-nya Kulon Progo, atau seperti diungkap Menteri Perdagangan RI, Bapak Gita Wiryawan yang menyatakan bahwa Pasar Percontohan Sentolo dibangun bertujuan dalam rangka mendukung program pemerintah, yaitu dalam rangka mendukung pemasaran produk-produk dalam negeri dan diharapkan menjadi Pasar bagi produk-produk dalam negeri terutama produk-produk dari Kabupaten Kulon Progo. j. Jika apa yang dikemukakan oleh Bupati dan Menteri Perdagangan RI Bapak Gita Wirjawan direnungkan, orang akan sampai pada kesimpulan bahwa Pasar Baru di Salamrejo itu direncanakan sebagai pasar khusus, yakni pasar yang hanya diperuntukan bagi produk-produk dalam negeri terutama produk-produk dari Kabupaten Kulon Progo seperti hasil kerajinan tangan dan produk-produk semacamnya, bukan pasar umum. Jika demikian halnya, beroperasinya Pasar umum bersama-sama dengan Pasar khusus itu tidak menjadi masalah kalaupun kedua jenis Pasar itu bersebelahan, sebagaimana terjadi diberbagai tempat bahkan di luar negeri. k. Ketika pada kenyataanya apa yang dikemukakan oleh Bupati dan Menteri Perdagangan RI Bapak Gita Wirjawan tersebut tidak sesuai dengan prakteknya, yakni Pasar Baru di Desa Salamrejo difungsikan sebagai Pasar umum bukan Pasar khusus sehingga melahirkan keinginan para pedagang di Pasar Salamrejo agar Pasar Sentolo dimatikan, berarti ada pihak yang memberikan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan kepada Bupati dan Menteri Perdagangan RI Bapak Gita Wirjawan. Pemberian informasi yang tidak akurat atau menyesatkan kepada pejabat publik tergolong tindakan mal administrasi, jika pelakunya adalah pegawai pemerintah dan
90
dapat mengarah kepada tindakan pidana korupsi apabila kemudian pejabat publik yang bersangkutan mengambil kebijakan yang menyimpang dan mengalokasikan anggran yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Demikian proses manajemen konflik yang telah diperlajari oleh penulis di lapangan dari awal sengketa hingga penyelesaiannya permasalahan tersebut. Kondisi lapangan yang ada saat ini Pasar Lama dikelola oleh Desa Sentolo dan Berganti nama Pasar Desa Sentolo. Sedangkan Pasar Baru yang berada di Desa Salamrejo dikelola oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi sumber Daya Mineral yang diberi nama Pasar Sentolo. Karena pasar tersebut terletak di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo.
91