SIR dipakai untuk mengestimasi kondisi kanal dan selanjutnya sebagai informasi feedback pada closed-loop power control berbasis SIR untuk menentukan besar update daya pancar MS. Oleh karena itu, akurasi estimasi SIR menjadi sangat penting untuk mendapatkan power control yang baik Untuk memperoleh SIR estimator yang akurasinya makin baik, diperlukan operasi yang makin kompleks serta memakan waktu pengukuran yang makin lama pula. Namun karena akan digunakan pada sistem yang bertujuan untuk mengatasi dampak kanal yang berubah sangat cepat, estimasi SIR harus dilakukan pada periode yang sangat singkat. Akibatnya kompleksitas estimator harus rendah, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pada hasil estimasinya. Kesalahan estimasi ini adalah penyimpangan nilai SIR hasil estimasi terhadap nilai SIR yang sebenarnya atau SIR true. Kesalahan pengukuran SIR ini akan membuat BS keliru dalam mengestimasi kondisi kanal, yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan kinerja power control.
BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA
3.1 Simulasi Fading Rayleigh Power control yang disimulasikan pada tugas akhir ini bekerja pada kanal fading Rayleigh. Untuk mensimulasikan fading Rayleigh, digunakan metode yang dikenal sebagai metode Jake [8].
21
Gambar 3.1 Simulasi kanal fading Rayleigh (Ts = 15,625 µs, fD = 34 Hz) Kanal fading pada gambar 3.1 adalah simulasi kondisi kanal yang dialami oleh MS yang bergerak pada kecepatan 20 km/jam, dengan menggunakan frekuensi carrier fc = 1,8 GHz. Simulasi dilakukan oleh user yang mengirim data pada rate 64 kilosimbol/s, yang berarti periode 1 simbol, Ts = 15,625µs. Akibat kanal fading ini, sinyal yang diterima oleh BS mengalami fluktuasi dan sering berada di bawah nilai rata-ratanya.
3.2 Model Sistem Komunikasi Closed loop power control yang berbasis SIR digunakan pada simulasi tugas akhir ini. Pada sistem CDMA yang interference-limited, feedback SIR lebih sesuai dibandingkan dengan signal strength [2]. Power control berbasis SIR ini yang disimulasikan pada tugas akhir ini dimodelkan pada gambar 3.2.
22
Gambar 3.2. Mekanisme power control berbasis SIR Di BS, SIR untuk tiap user, γest diestimasi untuk tiap time slot ke-i. SIR hasil estimasi, γest(i) ini kemudian dijadikan dasar untuk menghasilkan sinyal error e(i), dengan cara dibandingkan dengan SIR target γt. Agar dapat ditransmisikan melalui kanal downlink ke MS, sinyal error e(i) ini dikuantisasi dengan menggunakan representasi bit biner, yang disebut sebagai bit PCC (power control command). Bit PCC ini dapat diimplementasikan dengan PCM mode q, dengan q adalah jumlah bit PCC yang dibutuhkan setiap interval power control. Nilai q ini ditentukan berdasarkan algoritma step-size yang digunakan. Nilai q = 1 digunakan pada algoritma fixed-step, sedangkan nilai q > 1 digunakan pada algoritma variabel-step. 23
Bit PCC ini dikirimkan ke MS melalui kanal downlink. Setelah bit PCC diterima, MS menghitung besar pengaturan daya yang diperlukan yaitu sebesar ∆p x PCC. Step size ∆p besarnya ditentukan yaitu 1 atau 2 dB untuk algoritma fixed-step dan 1 dB untuk algoritma variable-step. Nilai PCC adalah ±1 pada algoritma fixedstep, sedangkan pada variable-step nilainya adalah bilangan bulat antara –q dan +q. Integrator tiap satu selang waktu power control, Tp digunakan untuk menambah level daya pancar dari sebelumnya.
3.2.1 Mode Step size Closed-loop power control yang digunakan pada tugas akhir ini menggunakan algoritma fixed-step dan variable-step. Variable-step direalisasikan menggunakan PCM dengan mode q = 2, 3, dan 4, sedangkan q = 1 adalah mode dari fixed-step. Mode step-size menentukan kuantisasi dari sinyal error e(i) yang dihasilkan dari perbandingan antara SIR estimasi, γest dengan SIR target, γt. Sebagai contoh, pada algoritma variable-step dengan mode q = 4, sinyal error e(i) akan dikuantisasi sebagai
e( i – D)q=4 =
4,
indeks < -3,5
3,
-3,5 ≤ indeks < -2,5
2,
-2,5 ≤ indeks < -1,5
1,
-1,5 ≤ indeks < -0,5
0,
-0,5 ≤ indeks < 0,5
-1,
0,5 ≤ indeks < 1,5
-2,
1,5 ≤ indeks < 2,5
-3,
2,5 ≤ indeks < 3,5
-4,
indeks ≥ 3,5 (3.1)
24
dengan indeks adalah e(i-D)/∆p. Saat menerima perintah power control, MS akan merubah daya pancarnya dengan variabel step-size sebesar ∆p.e(i – D) Karena ada sembilan nilai kuantisasi pada mode q = 4, maka diperlukan minimal 4 bit PCC untuk merepresentasikannya setiap interval power control. Representasi nilai kuantisasi pada bit PCC ditunjukkan pada tabel 4.1 Tabel 3.1 Realisasi PCM bit-bit PCC, q=4 e( i – D )q=4
Bit PCC
4
0100
3
0011
2
0010
1
0001
0
0000
-1
1001
-2
1010
-3
1011
-4
1100
Teknik realisasi PCM yang sama dapat diterapkan pada algoritma variable step dengan mode q = 3 dan q = 2. Akan ada lima nilai kuantisasi e(i-D)/∆p untuk variable step dengan mode q = 2 dan tujuh untuk mode q = 3, sehingga bit PCC yang diperlukan adalah tiga untuk masing-masing mode. Pada algoritma fixed step (q = 1), kuantisasi hanya perlu dilakukan dengan menentukan sign dari sinyal error, sign(e(i)). Pada fixed step ini hanya ada dua kemungkinan. Jika nilai SIR estimasi, γest(i) lebih kecil daripada SIR target, γt, bit PCC -1 dikirimkan kepada MS yang berarti perintah untuk menaikkan daya pancar sebesar ∆p dB. Sebaliknya jika nilai SIR estimasi, γest(i) lebih besar daripada γt, bit PCC +1 yang berarti perintah mengurangi daya pancar sebesar ∆p dB dikirimkan kepada user.
25
Karena hanya tersedia dua kemungkinan ini, MS tetap harus mengurangi atau menambah daya pancar sebesar ∆p walaupun SIR target telah tercapai.
3.3 Estimasi SIR Sistem CDMA yang disimulasikan pada tugas akhir ini menggunakan SIRbased closed-loop power control, yang berarti feedback yang digunakan mengacu pada SIR yang terukur dari tiap user oleh BS. SIR hasil estimasi merupakan dasar dalam menentukan perintah kepada MS untuk menaikkan atau menurunkan level dayanya. Kelemahan dari sistem yang SIR-based seperti ini ialah adanya kemungkinan munculnya feedback positif yang terjadi saat seluruh user menaikkan sinyalnya terus-menerus sehingga SIR yang diinginkan tidak dapat tercapai. Selain SIR, parameter lain yang digunakan sebagai feedback power control ialah kuat sinyal terukur, yang lazim disebut strength-based power control seperti yang digunakan oleh IS-95. Strength-based power control melakukan pengukuran kepada kuat sinyal yang diterima sehingga feedback positif tidak mungkin terjadi. Namun [9] menunjukkan SIR-based lebih baik daripada metode ini. Hal ini karena penentuan kualitas BER sangat bergantung kepada SIR, sehingga power control yang SIR-based akan dapat menjamin kualitas yang diharapkan. Inti dari pengukuran SIR adalah mengukur perbandingan antara sinyal dari user tertentu dengan sinyal dari user-user lain yang diterima oleh user yang dimaksud disertai dengan AWGN (additive white Gaussian noise). Mekanisme pengukuran SIR secara eksak ini terdiri dari beberapa langkah yaitu mendespread sinyal yang datang dari user yang dimaksud dengan kode user tersebut, mendespread sinyal-sinyal yang datang sebagai interferensi dari user-user lain dengan kode user yang sama, sehingga diperoleh hasil dari semua proses despreading tersebut yang terintegrasi ke level simbol dari level chip asalnya. Hasil bagi despread dari sinyal asli dengan interferensi yang ditambah dengan AWGN inilah yang disebut dengan SIR. Ekspresi SIR dituliskan ulang dari persamaan (2.17), sebagai 26
| 1
|
∑ (3.2)
dengan faktor 1/M pada bagian penyebut persamaan (3.2) sebagai hasil despread dari user j oleh kode spreader user k. Ekspresi pertama pada bagian penyebut tersebut adalah multiple access interference (MAI) dan yang kedua adalah noise termal. Pengukuran SIR dengan cara di atas merupakan pengukuran SIR secara eksak yang menghasilkan SIR true. Proses ini memiliki kerumitan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan BS perlu mendespread sinyal-sinyal yang datang dari semua user dengan kode user tertentu hanya untuk mendapatkan SIR dari satu user tersebut. Tidaklah mudah untuk memisahkan sinyal yang diinginkan dari noise dan interferensinya (AWGN dan MAI). Pada aplikasi di lapangan, kemudahan implementasi dari suatu algoritma untuk menghitung SIR sangat penting. Berbagai macam pendekatan untuk mengestimasi nilai SIR telah dilakukan untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Estimasi SIR yang baik adalah estimasi yang memiliki bias yang sangat kecil dan juga menghasilkan variansi yang kecil [4]. Estimasi SIR dengan kode auxiliary [4] Metode estimasi SIR dengan kode auxiliary ini menciptakan satu deretan kode PN yang baru yang tidak digunakan oleh semua user untuk mendespread sinyal yang datang sebagai MAI. Satu deretan kode yang baru tersebut dapat digunakan juga untuk mengestimasi MAI yang terjadi pada semua user sehingga fungsi deretan kode tersebut efektif, dalam artian tidak mengurangi kapasitas akibat berkurangnya deretan kode yang dapat digunakan oleh user. Skema mode ini dideskripsikan pada gambar 3.3.
27
Gambar 3.3 Estimator SIR menggunakan auxiliary spreading sequence [4] Sinyal dari user k diestimasi dengan mendespread sinyal yang diterima dengan konjugat kompleks dari deretan kode user k tersebut 1⁄√2 ,
,
dengan
1⁄√2 . Kemudian untuk menentukan nilai
MAI, sinyal yang diterima didespread dengan deretan kode auxiliary ,
dengan
1⁄√2 ,
,
1⁄√2 . Estimasi sinyal
setelah proses despread ini menandakan bahwa proses estimasi SIR ini berlangsung pada level simbol, bukan pada level chip. Hasil dari despread sinyal asli dengan deretan kodenya didefinisikan sebagai variabel yk(n) dengan nilai ekspektasi dari yk(n) dinyatakan sebagai .
.
(3.3)
dengan M adalah processing gain CDMA, βk adalah faktor fading yang dialami oleh user k, dan n adalah indeks simbol. Ketika sinyal yang datang didespread dengan kode auxiliary, hasil tersebut didefinisikan sebagai variabel ya(n). Estimasi dari SIR kemudian dapat diturunkan sebagai
28