WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
SISTEM KONTROL PEMBANGKIT LISTRIK CONTROL SYSTEM IN ELECTRICAL POWER PLANT Estiko Rijanto Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik – LIPI Komplek LIPI, Jl. Cisitu No.21/154D, Bandung 40135, Indonesia
[email protected]
Abstrak Listrik yang diproduksi oleh sebuah pembangkit listrik harus memenuhi permintaan daya aktif (MW), tegangan, dan frekuensi yang sesuai spesifikasi. Untuk itu diperlukan sistem kontrol. Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan ulasan dan pembahasan sistem kontrol pada pembangkit listrik. Pertama disajikan sistematika analisis sistem kontrol secara umum, kemudian diulas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Setelah itu diulas hirarki struktur sistem kontrol PLTU. Ulasan kemudian difokuskan pada sistem kontrol boiler terkait dengan level air di drum, tekanan di dalam tungku, suhu uap air, dan daya listrik yang diproduksi beserta tekanan uap utama. Kemudian dilakukan perbandingan kinerja dua metoda control. Terakhir disampaikan kecenderungan perkembangan teknologi sistem kontrol. Dari hasil ulasan dan pembahasan diperoleh kesimpulan antara lain: tanpa menghitung redundansi, jumlah elemen utama penyusun PLTU berkisar 27 elemen mekanikal elektrikal (tanpa sistem kontrol) dengan prosentase elemen terkait produksi uap sebesar 48%, penanganan abu dan gas buang 15%, mengembalikan uap menjadi air 11%, turbin 11%, dan terkait pembangkitan listrik beserta penyalurannya 11%; metoda kontrol H_infinity memberikan kinerja yang lebih baik daripada PID untuk mengontrol 2 variabel yang saling berpengaruh memakai 2 aktuator; setidaknya terdapat 3 kecenderungan perkembangan di masa depan yaitu: standar penyatu berbagai standar field instrument, integrasi kontrol proses dengan sistem informasi, dan marshaling with less cable communication. Kata Kunci: sistem kontrol, pembangkit listrik, PLTU, PID, H_infinity, field instrument, marshaling.
I.
PENDAHULUAN
Sebuah pembangkit listrik berfungsi untuk mengkonversi energi primer menjadi energi listrik. Energi primer dapat diambil dari berbagai sumber yaitu: bahan bakar minyak (BBM), batu bara, gas bumi, panas bumi dan air. Selain itu energi primer juga dapat diambil dari radiasi matahari, tenaga angin dan bio masa. Daya listrik yang diproduksi harus memenuhi 2 kriteria pokok yaitu besarnya daya listrik (MW) dan kualitas listrik yang ditentukan. Kualistas listrik yang dimaksud adalah tegangan listrik dan
frekuensi listrik. Untuk memenuhi 2 kriteria pokok ini, pembangkit listrik perlu dikontrol. Besarnya daya listrik yang diproduksi harus dikendalikan supaya mengikuti Unit Load Demand (ULD). Tegangan listrik dan frekuensi listrik harus dikendalikan supaya stabil pada nilai yang diharapkan meskipun terjadi gangguan. Gambar 1 menunjukkan sistematika analisis sistem kontrol secara umum yang diusulkan pada makalah ini. Sistematika ini bermanfaat untuk memahami gambarang besar sistem kontrol secara sistematik.
Gambar 1. Sistematika analisis sistem kontrol. 1
Sistem Kontrol Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
Plant adalah objek yang dikontrol. Pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) objek yang dikontrol secara prinsip disusun oleh 4 kelompok utama yaitu: boiler, turbin, generator dan Balance of Plant (BOP). Boiler berfungsi sebagai pembuat uap, turbin mengkonversi energi uap menjadi energi kinetik, dan generator mengkonversi energi kinetik menjadi sebagai energi listrik. BOP adalah peralatan-peralatan yang mendukung boiler, turbin, dan generator agar dapat berfungsi dengan baik dalam memproduksi listrik. Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan ulasan sistem kontrol pada pembangkit listrik sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh.
II. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP. Salah satu pembangkit listrik yang umum dioperasikan dalam kapasitas besar (misal 400 MW) adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Gambar 2 menunjukan diagram PLTU [1],[2]. PLTU ini tersusun oleh 27 elemen yaitu: (1) cooling tower (menara pendingin), (2) cooling
water pump (pompa air), (3) kabel transmisi (transmission line), (4) trafo step-up (step-up transformer), (5) generator listrik (electrical generator), (6) turbin uap tekanan rendah (low pressure steam turbine), (7) pompa kondensasi (condensate pump), (8) kondensor permukaan (surface condenser), (9) turbin uap tekanan menengah (intermediate pressure steam turbine), (10) katup kontrol (control valve), (11) turbin uap tekanan tinggi (high pressure steam turbine), (12) penyuling (deaerator), (13) pemanas air umpan (feed water heater), (14) penghantar batu bara (coal conveyor), (15) penampung batu bara (coal hopper), (16) penggerus batu bara (coal pulverizer), (17) drum uap boiler, (18) penampung abu (bottom ash hopper), (19) super heater, (20) Force Draught Fan (FD Fan), (21) re-heater, (22) saluran masuk udara pembakaran (combustion air intake), (23) economizer, (24) air pre heater, (25) pengikat abu (precipitator), (26) Induced Draught Fan (ID Fan), dan (27) cerobong gas buang (flue gas stack).
Gambar 2. Diagram pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)[1],[2]. Dari gambar 2 diperoleh informasi sebagai berikut: peralatan terkait transmisi daya listrik berjumlah dua buah (3, 4), generator listrik satu buah (5), turbin uap tiga buah (6, 9, 1), peralatan konversi uap menjadi air tiga buah (1, 2, 8), peralatan pemurnian air dan pengumpan air ke boiler tiga buah (7, 12, 13), peralatan utama terkait boiler empat buah (17, 19, 21, 23), peralatan terkait bahan bakar dan pembakaran 2
enam buah (14, 15, 16, 20, 22, 24), peralatan terkait abu dan gas buang empat buah (18, 25, 26, 27). Dapat diketahui bahwa tanpa menghitung jumlah elemen yang redundant pada sebuah PLTU proporsi elemen yang diperlukan adalah sebagai berikut: terkait produksi uap dari air sebesar 48%, penanganan abu dan gas buang 15%, mengembalikan uap menjadi air 11%,
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
turbin 11%, dan terkait pembangkitan listrik beserta penyaluran listrik 11%.
III. SISTEM KONTROL PADA PEMBANGKIT LISTRIK Tujuan sistem kontrol secara umum adalah untuk melakukan start up, operasi dan shut-down proses secara efisien, efektif dan aman serta mengurangi polusi terhadap lingkungan. Terkait kinerja dinamik proses, tujuan secara khusus adalah untuk membuat proses berlangsung secara stabil dan sigap menjawab perubahan serta memiliki deviasi kecil.
Beberapa faktor penting yang juga perlu diperhatikan terkait sistem kontrol untuk pembangkit listrik adalah: kehandalan (reliability), ketersediaan (availability), kemudahan pemeliharaan (maintanibility), keamanan (security), dan kompatibilitas (compatibility) serta harga yang bersaing. Gambar 3 menunjukkan contoh struktur sistem kontrol untuk PLTU[3],[4]. Pada dasarnya sistem kontrol ini secara hirarki tersusun oleh 3 lapisan yaitu: lapisan antar muka manusia dengan proses (gambar 3.a), lapisan pengontrol proses (gambar 3.b), dan lapisan sistem manajemen pembangkit listrik (gambar 3.a).
(a). lapisan antar muka manusia dengan proses.
(b).lapisan pengontrol proses. Gambar 3. Struktur sistem kontrol pada PLTU [3], [4]. Lapisan antar muka memiliki beberapa HMI (human machine interface), server OPC (OLEPC: Open Linking and Embedding Process Control) untuk komunikasi dengan sistem informasi, dan sistem manajemen pembangkit serta elemen lain yang dapat dihubungkan dengan lapisan pengontrol memakai LAN. HMI biasanya direalisasikan memakai komputer (work station) yang dilengkapi dengan prosesor dijital, memori, hard disk, mother board, modul
komunikasi, display (monitor), keyboard dan mouse. Sistem kontrol PLTU berdasarkan objek yang dikontrol dapat diklasifikasikan menjadi: (1) sistem eksitasi, (2) sistem governor, dan (3) sistem produksi uap (boiler). Untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan, sistem kontrol dibangun memiliki arsitektur distributed control system (DCS). Oleh karena jumlah sinyal yang dikelola berkisar 4000 sinyal maka dibuat sejumlah unit pengontrol plant (kontroler lokal) 3
Sistem Kontrol Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
masing-masing tersusun oleh modul prosesor pengendali, modul I/O, modul catu daya, dan modul komunikasi. Komunikasi antar unit pengontrol plant dilakukan secara waktu nyata melalui bus komunikasi kontrol proses.
Pada makalah ini ulasan difokuskan pada sistem kontrol boiler, khususnya terkait: (1) level air di drum boiler dan laju air umpan ke boiler, (2) tekanan di dalam tungku pembakaran, (3) suhu uap air, dan (4) daya listrik yang diproduksi beserta tekanan uap utama yang memutar turbin.
Gambar 4. Contoh kontrol level drum boiler dan laju air umpan ke boiler [4], [5]. Gambar 4 menunjukkan contoh sistem kontrol level drum boiler. Level air di drum diukur memakai sensor level dan diumpan balikkan ke kontroler level (LC). Keluaran kontroler level diumpan ke kontroler laju alir air umpan (FC) yang kemudian mengatur bukaan katup kontrol air umpan. Gambar 5 menunjukkan contoh sistem kontrol tekanan tungku pembakaran. Kontroler laju alir udara masuk memakai bukaan damper mengatur udara pembakaran yang masuk ke ruang bakar sesuai dengan permintaan daya yang harus diproduksi oleh boiler. Tekanan di dalam
tungku diukur kemudian sinyal pengukuran diumpanbalikkan ke kontroler tekanan (PC), kemudian kontroler tekanan tersebut meregulasi tekanan tungku dengan cara mengirim sinyal perintah ke kontroler laju alir gas buang keluar tungku (FC). Berdasarkan perintah tersebut kontroler laju alir udara keluar tungku mengatur bukaan katup laju alir gas buang keluar dengan cara mengukur laju alir gas buang keluar tungku. Dengan cara demikian tekanan di dalam tungku dapat dijaga agar lebih kecil dari 1 atm dan mendekati vakum untuk meningkatkan efisiensi pembakaran.
Gambar 5. Contoh kontrol tekanan tungku pembakaran [4], [5].
Gambar 6 menunjukkan contoh sistem kontrol suhu uap air yang diumpan ke turbin. Suhu uap utama dimonitor oleh sensor suhu TT1 yang mengumpan balikkan sinyal ke kontroler suhu uap utama TC1. Keluaran kontroler suhu 4
uap utama dikirim ke kontroler suhu uap desuperheater. Kontroler suhu uap desuperheater mengatur suhu uap dengan mengatur bukaan katup kontrol seprotan air.
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
Gambar 7 menunjukkan contoh sistem kontrol daya keluaran boiler dan tekanan uap utama keluaran boiler. Konfigurasi ini disebut Boiler Turbine Coordinated (BTC) control. Baik boiler maupun turbin keduanya dikontrol berdasarkan nilai referensi unit load demand (ULD). Kontroler daya (EC) membaca daya aktif (MW) yang diproduksi oleh generator dan
mengatur bukaan katup governor. Kontroler tekanan uap membaca tekanan uap yang mengalir menuju katup governor dan mengirim perintah ke kontroler pembakaran untuk mengatur proses pembakaran yang melibatkan bahan bakar dan udara pembakaran.
Gambar 6. Contoh kontrol suhu uap [4],[5].
Gambar 7. Contoh kontrol daya dan tekanan [4], [5]. Gambar 8 menunjukkan contoh P&ID sistem pembakaran. Pada contoh ini boiler memiliki 5 mill (pulverizer) untuk menggerus batu bara. Di dalam setiap mill dilakukan pencampuran serbuk batu bara yang sudah digerus halus dengan udara panas yang kemudian campuran bahan bakar tersebut dikirim ke alat pembakar. Pada gambar 8, sebuah mill memiliki 7 alat pembakar. Tekanan uap utama yang keluar dari boiler dan daya yang diproduksi turbin tergantung jumlah batu bara dan jumlah udara pembakaran yang dikirim ke dalam mill lalu dibakar oleh alat pembakar yang ditempel ke tungku pembakaran. Perbandingan bahan bakar dan udara panas diatur agar pembakaran berlangsung optimal. Untuk setiap mill, variabel yang diukur memakai sensor antara lain adalah: (1) suhu,
tekanan, dan laju alir (T, P, F) campuran serbuk batu bara dan udara yang dikeluarkan dari mill masuk ke alat pembakar (nozzle), (2) suhu, tekanan, dan laju alir (T, P, F) udara primer (yang merupakan campuran udara panas dan udara suhu kamar) yang masuk ke mill, (3) kecepatan rotasi pengumpan batu bara ke mill (RPM) dan laju alir (F) batubara yang diumpan ke mill, (4) beda tekanan (DP) antara saluran udara yang masuk ke mill dengan saluran campuran bahan bakar (batu bara dan udara) yang keluar dari mill, (5) suhu (T) udara keluaran steam air heater yang masuk ke mill air heater, (6) suhu (T) udara keluaran mill air heater yang masuk ke katup pengontrol aliran udara panas masuk ke mill, (7) beda tekanan (DP) antara saluran sebelum dan sesudah mill air heater, (8) tekanan (P) saluran keluaran
5
Sistem Kontrol Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
PA fan yang menuju steam air heater, dan (9) arus listrik motor PA fan. Untuk setiap mill, variabel yang dikontrol adalah: (1) lajur alir (F) batubara yang masuk ke mill dikontrol oleh kecepatan rotasi (F) pengumpan, (2) laju alir (F) udara panas yang masuk ke mill dikontrol oleh katup kontrol udara
panas, (3) laju alir (F) udara suhu kamar yang masuk ke mill dikontrol oleh katup kontrol udara suhu kamar, (4) laju alir (F) udara yang disedot oleh PF fan dari atmosfir, dan (5) laju alir (F) uap yang masuk ke steam air heater dikontrol oleh katup On/Off.
Gambar 8. Contoh P&ID sistem pembakaran pada PLTU [6],[7]. Pada sistem kontrol pembangkit listrik banyak dibutuhkan pengontrolan 2 variabel yang saling berpengaruh menggunakan 2 aktuator. Sebagai contoh adalah kontrol total laju alir (F) udara pembakaran yang masuk ke ruang bakar (tungku) memakai FD fan damper dan kontrol tekanan (P) di dalam tungku memakai ID fan damper. Contoh lain adalah kontrol tekanan (P) uap utama keluaran boiler yang akan masuk ke katup governor memakai proses kontrol produksi uap (laju alir batubara, laju alir udara pembakaran, dan laju alir air yang diuapkan) dan kontrol laju alir uap utama yang melewati katup governor masuk ke turbin memutar rotor turbin. Pada makalah ini diulas perbandingan hasil kontrol laju alir dan tekanan memakai 2 metoda yang berbeda yaitu kontrol PID (sistem SISO) dan kontrol kokoh (robust control) H_infinity (sistem MIMO) [8],[9]. Gambar 9 menunjukkan hasil kontrol memakai metoda PID. Gambar 10
6
menunjukkan hasil kontrol memakai metoda H_infinity. Sumbu horizontal melambangkan waktu dalam detik. Sumbu vertikal pada 2 grafik (kiri, kanan) di bagian atas melambangkan laju alir dalam satuan pu, sedangkan sumbu vertikal 2 grafik (kiri, kanan) di bagian bawah melambangkan tekanan dalam satuan pu. Dua grafik (atas, bawah) di bagian kiri adalah hasil kontrol ketika laju alir ingin dirubah dari 0 pu ke 1 pu dengan mempertahankan tekanan pada 0 pu. Sedangkan dua grafik (atas, bawah) di bagian kanan adalah hasil kontrol ketika tekanan ingin dirubah dari 0 pu ke 1 pu dengan menjaga laju alir tetap pada 0 pu. Dari hasil perbanding gambar 9 dan gambar 10 diketahui bahwa metoda kontrol H_infinity memberikan kinerja yang lebih bagus daripada metoda kontrol PID untuk menangani kontrol 2 variabel yang saling berpengaruh menggunakan 2 aktuator.
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
Gambar 9. Hasil kontrol SISO PID [9].
Gambar 10. Hasil kontrol MIMO H_infinity [9].
Selanjutnya pada makalah ini diulas tentang kecenderungan perkembangan teknologi sistem kontrol untuk pembangkit listrik. Gambar 11 menunjukkan ilustrasi kecenderungan perkembangan sistem kontrol dilihat dari sudut pandang strukturnya[10][11]. Jaringan kontrol (control network) menghubungkan beberapa pengontrol proses (process control unit, field control system) secara waktu nyata. Komputer HMI juga dapat disambung ke jaringan kontrol tersebut. Jaringan terbuka (pada gambar ditulis operator network) dapat berupa LAN yang tersambung ke jaringan kontrol melalui server. OPC server dapat dipakai untuk menghubungkan HMI dan jaringan kontrol yang memiliki standar berbeda karena perbedaan produsen.
Kecenderungan pertama terjadi pada level komunikasi field instrument yaitu akan munculnya standar yang kompatibel dengan berbagai standar komunikasi antara kontroler dengan berbagai field instrument. Saat ini beberapa field instrument memakai standar komunikasi yang berbeda-beda antara lain: profi net, device net, field bus, modbus, dan hart. Di masa depan akan muncul standar yang menyatukan berbagai standar yang beragam tersebut (pada gambar ditulis Industrial Ethernet Network). Kecenderungan ke dua terjadi pada level komunikasi jaringan internet yaitu komunikasi antara jaringan kontrol dengan jaringan internet sehingga proses pembangkitan listrik dapat dimonitor dan dikelola oleh manajer dari jarak 7
Sistem Kontrol Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
jauh. Lebih jauh akan dilengkapi dengan berbagai aplikasi program seperti decision support system (DSS), asset management system (AMS) dan aplikasi lainnya. Dua isu penting akan muncul terkait perkembngan ini yaitu masalah keamanan terhadap ciber crime dan masalah kecepatan akses (band width).
Kecenderungan ke tiga terjadi pada media komunikasi data antara kontroler dengan field instrument yaitu marshaling yang meminimalkan pemakaian kabel (less wiring cable marshaling).
Gambar 11. Kecenderungan masa depan sistem kontrol pembangkit listrik [10].
IV.
Dari ulasan dan pembahasan sistem kontrol pembangkit listrik pada makalah ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Sistematika analisis sistem kontrol meliputi: plant (boiler, turbin, generator, BOP), field instrument (sensor, aktuator), apparatus (I/O, prosesor, HMI, network, DSS), algoritma (klasik, modern, advanced), dan arsitektur (centralized, distributed/DCS). 2) Tanpa menghitung redundansi, jumlah elemen utama penyusun PLTU berkisar 27 elemen mekanikal elektrikal (tanpa sistem kontrol) dengan prosentase sebagai berikut: elemen terkait produksi uap dari air sebesar 48%, penanganan abu dan gas buang 15%, mengembalikan uap menjadi air 11%, turbin 11%, dan terkait pembangkitan listrik beserta penyaluran listrik 11%. 3) Sistem kontrol boiler utamanya adalah: kontrol level drum, kontrol tekanan tungku, kontrol suhu uap, dan kontrol koordinasi daya dan tekanan uap.
8
4) Metoda kontrol H_infinity memberikan kinerja yang lebih baik daripada metoda PID untuk mengontrol 2 variabel yang saling terpengaruh memakai 2 aktuator. 5) Setidaknya terdapat 3 kecenderungan perkembangan sistem kontrol di masa depan yaitu: standar penyatu berbagai standar field instrument, integrasi kontrol proses dengan sistem informasi, dan marshaling with less cable communication.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
PT. Indonesia Power, Brosur “Unit Bisnis Pembangkit Suralaya”, PT.Indonesia Power, Jl.Jend.Gatot Subroto, Kav.18,Jakarta 12950, Indonesia, www.indonesiapower.co.id. Diunduh 23 November 2010. -,“Thermal Power Station”, en.wikipedia.org/wiki/Thermal_power_stat ion, diunduh 23 Januari 2012.
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
Yokogawa, “DCS System Configuration: PT.PLN Suralaya Steam Power Plant 1-4 (4x400MW) Rehabilitation Project”, 10 Juli 2009. [4] -, “Review Sistem Kontrol PLTU Suralaya Unit 3 dan Unit 4”, Laporan Teknis, P2SMTP LIPI, 2011. [5] Jerry Gilman, “Boiler Control Systems Engineering”, Second Edition, http://www.isa.org/ boilereng. [6] Estiko Rijanto, “P&ID udara gas pada proses pembakaran di PLTU Suralaya”, Dokumen pribadi, 2011. [7] The Babcock & Wilcok Company, “Control System Integration”, E101-3184 4MR2I, 2002. [8] Estiko Rijanto, “Robust Control: Theory for Application”, Book, ISBN.979-929912-8, ITB Press, 2000. [9] Uchida Kenkou, et.al., “Aplication of H_infinity control to real plants”, (in Japanese), Japan Society of Instrument and Control Engineers (SICE), Tokyo, 1996. [10] Hubert Kirrmann, “Industrial Networks The way out of the labyrinth”, WFCS, 20 Juni 2010. [11] ABB Schweiz AG-1, “Power Plant Control Systems and Compatible Interfaces”, IEEE PES Workshop, Birr, 23 September 2004. [3]
9