BAB III MODEL-MODEL SISTEM PERTANIAN 3.1 Pendahuluan Sistem merupakan satu kesatuan bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan utuh. Sistem lajimnya mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian 2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri 3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan 4. Keseluruhannya dimasudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem) 5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks Sistem usahatani melibatkan berbagai kegiatan pengambilan keputusan petani untuk melakukan usahatani. Pengambilan keputusan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor pembentuk sistem pertanian. 3.2 Model Sistem Pertanian Pertanian sebagai suatu sistem dalam hal ini merupakan tipe pertanian yang ditentukan khusus oleh kondisi lingkungan alam dan proses sosial ekonomi tertentu yang mencangkup caracara, karakteristik, orientasi, serta efek (hasil) usahatani tertentu yang dilaksanakan dalam kondisi penggunaan lahan. Menurut model Ruthenberg, (1980) aspek-aspek yang mempengaruhi sitem pertanian di suatu wilayah mejadi dasar untuk menentukan sistem pertanian yang berkembang di wilayah tersebut. Adapun aspek aspek yang menentukan sistem pertanian adalah faktor fisik (alam) dan non fisik atau faktor manusia (human element) serta faktor non fisik lainnya (sosioekonomi dan politik).
Gambar 3. 1. Model Sistem Pertanian Dari Gambar 3.1 tampak bahwa banyak aspek yang berpengaruh terhadap sistem pertanian di suatu wilayah. Apek-aspek tersebut merupakan aspek geografis yang meliputi aspek lingkungan fisik dan non fisik. Secara garis besar untuk melalukan kegiatan usahatani (sistem pertanian/farming system) ada dua aspek pokok yang hams dipertimbangkan yaitu aspek input dan output. Aspek input meliputi faktor fisik suatu daerah termasuk didalamnya adalah iklim (curah hujan, temperatur), tanah (sifat fisik dan kandungan kimia tanah), air, tinggi tempat/topografi, lokasi dan unsur fisik yang lain, sedangkan faktor manusia dan ekonomi meliputi tenaga kerja (keluarga, upah), modal (modal uang untuk oprasional), ternak (sebagai tenaga kerja untuk mengolah lahan), bangunan/gudang, mesin-mesin (sebagai peralatan), bibit, pupuk, pestisida pengetahuan dan teknologi serta keterampilan, politik, kebijaksaan pemerintah dan sistem pemasaran, sedangkan dari aspek outputs (luaran) berupa produksi tanaman maupun ternak. Hasil output ini akan diperoleh pendapatan pertaniaan, yang dapat diinvestasikan kembali untuk usahatani tanaman atau hewan dan seterusnya. Model lain sistem usahatani digambarkan pada Gambar 3.2 berikut.
Gambar 3.2 Model Lain Sistem Pertanian Dari Gambar 3.2 tampak bahwa sistem pertanian yang terbentuk di suatu wilayah dipengaruhi oleh oleh berbagai input usahatani seperti manajemen, modal, tenaga kerja dan lahan. Input ini tentunya diperlukan untuk meningkatkan produksi (luaran) berupa tanaman dan atau hewan. Manajemen dalam suatu usahatani merupakan unsur manusia yang berperan dalam pengelolaan usahatani, baik pengelolaan input (aspek fisik dan non fisik), proses produksi maupun pengelolaan dalam output sampai diperoleh suatu pendapat. Capital (modal) dalam pertaniaan terdiri atas modal tetap yang berupa lahan (tanah), gudang sebagai penyimpan produk, peralatan pertaniaan dan ternak berfungsi untuk mengolah lahan. Modal tetap ini disebut juga sebagai fixsed cost. Untuk modal uang (modal tidak tetap atau variable cost) digunakan untuk biaya operasional usahatani, biaya pengolahan, sarana produksi, upah tenaga kerja dan biaya pemasaran. Tenaga Kerja dalam pertanian sering menggunakan tenaga kerja keluarga (tidak upah) dan tenaga kerja upah (non keluarga). Tenaga kerja ini diperlukan dalam pengolahan lahan, pemeliharaan, pamanenan dan pemasaran, yang semuanya ini berpengaruh terhadap produksi dalam usahatani. Lahan juga merupakan unsur fisik suatu wilayah yang di dalamnya sangat dipengaruhi oleh iklim, jenis tanah, air dan aspek fisik lainnya. Aspek lahan merupakan modal utama yang harus dipersiapkan dalam melakukan usahatani tersebut. Dari berbagai input tersebut akan menghasilkan suatu tanaman atau ternak termasuk perikanan. Pada dasarnya produk (hasil) pertaniaan dapat berupa tanaman saja, ternak saja atau kombinasi keduanya. Dari semua inputs (modal, tenaga kerja, lahan) maupun output kesemuanya dikelola oleh manusia yang tercermin dalam manajemen, semuanya akan berpengaruh terhadap
besar kecilnya biaya produksi usahatani maupun biaya pemasaran. Produk dalam pertaniaan ini nilai produksinya tergantung pada harga pemasaran, sehingga untung ruginya dalam suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor manusia (human element), sehingga akan berpengaruh (menentukan) besarnya rasio antara input dan output. Bila selisih antara input dan output besar, berarti pendapatan (pertaniaan) akan tinggi dan sebaliknya. Model lain sistem usahatani adalah model dari Morgan dan Muton, (1971). Dalam model tersebut disebutkan bahwa sistem usahatni sebenarnya merupakan suatu kegiatan yang komplek kerena petani bertindak sebagai pengusaha, pemodal dan pekerja sekaligus. Petani menghadapi masalah dalam membuat keputusan karena mereka perlu memahami alam secara fisikal, menghadapi masalah ketidakpastian, perubahan masa, produksi dan penggunaan alat teknologi. Model sistem usahatani ini digambarkan dalam Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Keputusan Pengambilan Sistem Pertanian Model sistem usahatani pada Gambar 3.3 membentuk sutau model yang mencoba memahami aspek-aspek yang menentukan pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani. Secara ringkas sitem usahatani pada model tersebut melibatkan beberapa hal diantaranya: a.
Input merupakan masukan berbagai sumber yang digunakan proses produksi. Input usahatani ini terdiri dari ternak, benih tanaman, bajak, makanan ternak, nutrisi ternak, tenaga buruh, tanah, saluran air, peralatan pertanian dan bangunan. Input usatani ini terdiri dari dua komponen yaitu input tetap dan input tidak tetap. Input tetap dapat dikatakan sebagai input yang seragam dan stabil dalam jangka waktu yang panjang, kecuali jika terjadi perubahan teknologi dan penemuan baru. Input tetap terdiri dari modal, bangunan, alat-lat pertanian, tanah dan buruh tetap. Input tidak tetap merupakan input yang dapat diukur dan ditentukan costnya dengan lebih mudah. Input tidak tetap ini meliputi input benih, bibit ternak, pakan
ternak, racun serangga, tenaga buruh tidak tetap dan perawat kesehatan pada binatang ternak. b.
Sistem usahatani juga melibatkan usaha-usaha penanaman dan pemeliharaan binatang ternak. Usaha-usaha ini mempunyai hubungan langsung dengan ruang fisikal dan lingkungan biologi, dengan input tetap maupun tidak tetap.
c.
Pekerjaan yang berkaitan dengan proses akhir dalam output seperti penunaian, penyembelihan, pemerasan susu, pengumpulan hasil, pengemasan dan penyimpanan hasil tanaman atau ternak, sebelum diangkut ke pasar. Pada dasarnya sistem usahatani ini melibatkan proses pembuatan keputusan yang dilakukan
oleh petani sendiri. Ada dua aspek yang dilibatkan dalam kegiatan keputusan usahatani 1) hal yang berkaitan dengan keputusan tentang perencanaan dan kebij akan terutam tentang jenis usaha yang akan dilakukan dan penentuan sumberdaya, 2) hal yang berkaitan dengan keputusankeputusan organisasi yang harus dilaksanakan setiap hari, minggu, bulan dan musim yang didasarkan pada keadaan cuaca dan pasar. Keputusan yang dibuat oleh petani tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu a) faktor ekonomi yaitu berkaitan dengan pengeluaran, pendapatan dan kekayaan, b) faktor sosial yaitu berkaitan dengan status sosial, penghargaan, penghormatan ataupun kekuasaan dalam suatu kumpulan atau masyarakat di mana petani tinggal, dan c) faktor idiologi yaitu berkaitan dengan semangat kebangsaan, tanggungjawab terhadap keluarga dan masyarakat setempat. Namun demikian secara keseluruhan keputusan-keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti harapan masa depan petani, fisik alam dan lingkungan, ekonomi, politik dan perubahan lainnya sepanjang masa. 3.3 Klasifikasi Sistem Pertaniaan 3.3.1 Karakteristik Sistem Pertanian Di dunia terdapat berbagai jenis sistem pertanian yang dijalankan dalam keadaan geografi fisikal dan sosial ekonomi yang berbeda-beda. Kajian dalam Geografi Pertanian bukan saja memberikan perhatian penyebaran kegiatan penanaman dan peternakan yang dijalankan oleh manusia, tetapi juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sistem pertanian di kawasan atau wilayah tertentu. Kegiatan pertanian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa sitem pertanian yang didasarkan pada kriteria tertentu. Secara umum ada beberapa dasar yang digunakan untuk menentukan kriteria sistem pertanian disuatu wilayah yaitu: a.
Kondisi Airnya Berdasarkan kondisi airnya pertanian di suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pertanian lahan kering (Dry farming) 2. Pertanian lahan basah (Wet land cultivaciom atau irigation farming) b.
Intensitas Rotasinya Pertanian berdasarkan intensitas rotasinya pertanian di suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pertanian ladang pindah (shifting cultivation) 2. Pertaniaan menetap (setled agriculture) c.
Tingkat Komersialnya Pertanian berdasarkan tingkat komersialisasinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pertaniaan subsistem (subsistence agriculture) 2. Pertanian komersial (Commercial agriculture) d.
Intensitas Penggunaan Lahan Pertanian berdasarkan intesitas penggunaan lahan pertaniannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pertanian intensif (intensive agriculture) 2. Pertanian extensif (extensive agriculture) e.
Proses Penggambilan Hasil Pertanian berdasrakan teknis ekonomi pengambilan hasil dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pertanian ekstraktif (extractive agriculture) 2. Pertanian Generatif (generative agriculture)
Berdasarkan kriteria tersebut maka sistem pertanian dapat dikelompokan menjadi beberapa sistem pertanian dengan ciri dan karakteristik tertentu, yaitu :
a. Pertanian berpindah Pertanian berpindah-pindah (Shifting cultivation) ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang masih primitif, penggunaan lahan relatif luas, pengolahan lahan belum intensif, alat-alat pertanian yang digunakan masih sederhana, tenaga kerja yang digunakan tenaga kerja keluarga, intensitas penggunaan lahan relatif singkat, terdapat priode kosong (Follow/bera), terjadi field rotation (pergiliran penggunaan lahan), tanaman yang diusahakan cenderung tanaman pangan (foor crops), belum ada hak milik tanah dan teknologi yang digunakan sangat sederhana.
b. Pertanian Menetap Pertanian menetap merupakan tipe pertanian yang diusahakan sepanjang tahun secara kontinyu, penggunnaan lahannya sempit sampai luas, pengolahan lahannya lebih intensif karena lahan dapat diusahakan sepanjang tahun. Untuk meningkatkan produksinya digunakan teknologi modern sehinggga pertanian ini lebih mengarah pada pertanian agribisnis. Penggunnaan tenaga kerja bervariasi, ada yang menggunakan tenaga kerja luar dan keluarga dengan diupah atau tanpa upah. Kerena intensifnya penggunaan lahan, maka kadang-kadang tak ada saat bero/kosong. Jenis tanaman yang diusahakan juga bervariasi (tidak terbatas pada food crops), sedangkan lahan yang di garap sudah ada hak milik dan dilakukan oleh masyarakat yang sudah lebih maju.
c. Pertanian Subsisten Pertanian subsisten mempunyai orintasi produksi untuk kebutuhan konsumsi keluarga, jika produksi surplus bukan merupakan tujuan utama karena tujuan utama untuk konsumsi dan
bila terjadi suplus biasanya produksi dijual ke pasar lokal, tenaga kerja yang digunakan biasanya keluarga dan tidak di upah, tanah merupakan input dominan, modal yang digunakan untuk usahatani relatif kecil, input yang berupa bibit dan pupuk merupakan hasil usahatani sendiri.
d. Pertanian Komersial Pada pertanian ini orientasi produksi untuk dijual atau pemenuhan kebutuhan pasar, tenaga kerja yang digunakan sebagian besar tenaga kerja upahan, biaya untuk produksi ditekan seminimal mungkin, sedangkan produksi ditingkatkan sampai maksimum, proporsi input sebagian besar dibeli, modal dan lahan merupakan bagian besar input, pola tanam monoculture, lahan yang diusahakan relatif luas, produksi usahatani diperdagangkan secara teratur dan uang yang diperoleh digunakan untuk investasi kembali dalam usahatani, tujuan utama sahatani ini adalah mencapai keuntungan maksimum.
e. Pertanian Intensif Tujuan utama usahatani ini adalah untuk mendapatkan keuntungan maksimum, hasil produksi per hektar sangat tinggi dan sedikit potensi lahan yang terbuang, jenis tanaman yang diusahakan secara ekonomis menguntungkan, pertanian ini dijumpai di negara yang padat penduduknya dan di negara maju yang langka akan sumberdaya lahan pertanian, pertanian ini memperhatikan atau melaksanakan beberapa hal seperti 1) crop rotion (pergiliran tanaman, 2) penggunaan bibit, pupuk dan pengelolaannya dilakukan secara terencana dengan teknologi tepat guna, 3) pembuatan teras (pengelolaan lingkungan fisik yang maksimum) untuk menghindari atau mengurangi percemaran lingkungan dan, 4) pola tanam bersifat mixed croping atau tanaman campuran.
f.
Pertanian Ektensif Pertanian ini menggunakan lahan relatif luas dan ada usaha-usaha untuk menambah luas lahan, efesiensi penggunaan lahan kurang karena banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara optimum, produktivitas per hektar lebih rendah dari pertanian intensif, teknologi yang digunakan masih rendah atau terbatas, dalam pengelolaannya tidak begitu mengharapkan return yang sangat tinggi, keuntungan yang diperoleh tidak menentu, jenis tanaman yang diusahakan pun sangat bervariasi dan tidak memperhatikan nilai ekonomi dari tanaman yang diusahakan, penggunaan tenaga kerja sebagaian besar adalah keluarga dengan tanpa atau diupah yang lebih rendah, biasanya usahatani ini terdapat pada wilayah atau negara yang lahannya masih luas dan pertaniannnya belum maju dengan ditandai aksesibilitas ke pasar atau ke konsumen masih rendah.
g. Pertanian lahan Kering Pertanian ini diusahakan pada lahan kering tanpa irigasi dan jenis tanaman yang diusahakan juga cukup bervariasi. Pertanian lahan kering meliputi lahan pekarangan, lahan kebun campuran, lahan tegalan dan lahan perkebunanan. Lahan pekarangan merupakan lahan yang ada di sekitar rumah dengan jenis tanaman yang diusahakan meliputi tanaman tahunan (kayu)
dan taman semusim seperti buah-buahan. Kebun campuran merupakan lahan kering yang didominasi oleh tanaman tahunan dan hanya sedikit tanaman semusim serta letaknya jauh dari permukiman penduduk. Tegalan merupakan lahan kering yang terletak di daerah lebih tinggi dari lahan sawah dan jauh dari rumah penduduk dengan tanaman dominan adalah tanaman palawija, semusim dan terkadang sedikit tanaman tahunan.
h. Pertanian Lahan Basah Pertanian lahan basah merupakan pertanian yang diusahakan pada lahan banyak mengandung sumber air seperti di daerah sawah irigasi maupun non irigasi. Jenis tanaman yang diusahakan lebih didominasi oleh tanaman pangan seperti padi pada musim hujan dan palawija atau sayuran pada musim kemarau. Pertanian lahan basah banyak ditemui pada daerah dataran aluvial atau dataran rendeh dengan topografi yang landai. Namun demikian sering juga, ditemui pada dataran tinggi seperti sawah yang ada di atas bukit atau pegunungan yang subur dan banyak sumber air.
i.
Pertanian Ektratif Pertanian ektratif merupakan pertanian dengan usaha mengambil hasil dari alam dan tanpa pengembalian untuk mengembalikan sebagian hasil tersebut untuk keperluan pengambilan dikemudian hari. Pertanian ini banyak dilakukan oleh petani prinitif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti mengambil ikan di kali atau di Taut, mengambil hasil hutan untuk kebutuhan konsumsi rumahtangga.
j.
Pertanian Generatif Pertanian yang memerlukan usaha-usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemupukan baik untuk tanaman atau hewan. Pertanian ini lebih cenderung berupaya untuk melakukan regenerasi dari suatu variatas tertentu. Harapan dari pertanian ini adalah mengembangkan janis komoditi tanaman atau hewan untuk mendapatkan bibit yang lebih unggul. Oleh karena itu dalam usahanya selalu melakukan penelitian dengan melakukan percobaan untuk menemukan varitas baru yang lebih unggul.
3.4 Sistem Pertanian Tradisional Perbedaan pertanian modern dan pertanian maju dapat dilihat dari sifat dari prilaku petaninya dalam melakukan usahatani. Pada petani tradional atau subsisten basil produk usahatani yang dijual ke pasar proporsinya sangat rendah atau bahkan tidak ada, tujuan utama untuk kebutuhan konsumsi keluarga dan diproses secara lokal, input berupa tenaga hewan dan manusia, pupuk yang digunakan lebih cenderung pupuk alami atau kompos yaitu pupuk hijau, abu legominosal, pengendalian penyakit dilakukan dengan pergiliran tanaman atau intercroping, penyiangan tanaman dilakukan dengan cangkul, alat-alat pertanian berupa cangkul, bajak dan sabit, bibit biasanya diperoleh dari hasil panen sendiri. Untuk usahatani ternak biasanya pakan ternak berupa rumput atau hasil dari usahataninya.
Tujuan secara ekonomi pertanian tradisional lebih difokuskan pada pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga, penggunaan modal yang kecil, sedangkan untuk lahan dan tenaga kerja besar, tanaman yang diusahakan bervariasi tapi tidak punya nilai ekonomi, hasil produksi per hektar rendah dan petani sebagain besar takut terhadap resiko kegalan panen jika menggunakan input baru. 3.5 Sistem Pertanian Modern Pada pertanian modern petani sudah bersifat rasional sehinggga kegiatan usahatani lebih banyak ditunjukkan untuk pemenuhan kebutuhan pasar sehingga proporsi produk yang dijual sangat tinggi. Bahkan hasil produknya ditunjukkan untuk pemenuhan kebutuhan industri, asal input yang digunakan berupa tenaga adalah minyak dan mesin, penggunaan pupuk kimia sangat intensif, pengendalian hama lebih banyak menggunakan insektisida, fungisida, break crops, penyiangan atau kontrol tanaman dilakukan dengan herbisida, alat yang digunakan berupa teknologi modern seperti mesin traktor dan bibit yang digunakan berupa variatas unggul. Untuk kegiatan usahatani ternak, pakan yang digunakan adalah pakan buatan yang dibeli dari toko. Tujuan secara ekonomi dari kegiatan usahatani modern adalah mencapai keuntungan masksimum. Modal dan lahan cukup besar dan dikelola dengan manjemen yang baik, penggunan tenaga kerja manusia rendah, jenis tanaman yang diusahakan bernilai ekonomis sehingga ada spesielisasi produksi. Produk per hektar untuk setiap petani sangat tinggi dengan biaya minimum dan petani modern selalu mencari inovasi barn. Ada beberap hal yang menjadi persyaratan untuk terciptanya pertanian modern:
1. Adanya teknologi dan efesiensi usahatani yang terus menerus ditingkatkan dan diperbaiki 2. Hasil pertanian yang diproduksi kontinyu dan jika berubah sesuai dengan perubahan permintaan (konsumen) dan perubahan biaya produksi sebagai akibat perubahan teknologi.
3. Perbandingan antara penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal pada usahatani terus berubah, sesuai dengan adanya perubahan penduduk, perubahan alternatif kesempatan kerja dan perubahan dalam teknologi usahatani.
4. Alat-alat pertanian yang digunakan selalu diperbaiki dan ditingkatkan 3.6 Sistem Pertanian Negara Maju Sistem pertanian di negara maju diawali dari tiga tahapan reveolusi pertanian, yaitu tahap permulaan awal revolusi, tahap revolusi pertanian kedua dan tahap industrialisasi pertanian. Tahap awal revolusi pertanian dimulai lebih dari 10.000 tahun yang lalu, pada saat itu kegiatan pertanian hanya berupa kegiatan berburu (hunting dan gathering) dan pengumpulan buah-buahan dan tumbuha-tumbuhan dari hutan. Oleh karena itu sistem pertaniannya disebut pertanian bersifat ektratif yaitu manusia memanfaatkan alam secara langsung untuk kebutuhan konsumsi tanpa ada proses produksi dan pengembalian ke alam.
Tahap revolusi pertanian kedua dicirikan oleh adanya perubahan dari pertanian subsisten ke pertanian komersial (market oriented), pada saat itu pertanian tradisional mulai tidak mampu memenuhi permintaan pasar, ketidaktergantungan pada inovasi (pembaharuan), adanya peningkatan produksi dan perubahan yang cukup mendasar dari petani kamunal ke petani komersial. Tahap ketiga adalah industrialisasi pertanian yaitu pada akhir perang dunia ke II. Pada tahap ini dicirikan dengan adanya perubahan yang sangat kontemporer yang dipengaruhi oleh sistem kapitalis dan sosialis. Akibatnya banyak perubahan yang bersifat menyeluruh (radikal), sebagai respon terhadap proses industrialisasi pertanian dari pertanian subsisten atau tradisional ke pertanian modern. Dalam kontek ini peranan birokrasi dan rasionalisasi aktivitas pertanian mencermin pelaksanaan yang berlebihan melalui proses teknologi agro-industri. Proses teknologi agro-industri terjadi dalam berbagai hal seperti peningkatan genetik tanaman, penggunaan energi fleksibel, makanisasi pertanian, penggunaan bahan-bahan kimia, palayanan sistem otomatis dan usahatani sebagai industri. Disamping itu perubahan yang cepat ini menuntun petani pada efesiensi ekonomi dan rasionalisasi pertanian. Efesiensi ekonomi idiologinya didasarkan pada skala ekonomi, produktivitas tenaga kerja dan lahan pertanian, peningkatan penggunaan pengetahuan dan teknologi. Dalam industrialisasi pertanian terjadi kombinasi hasil produksi melalui penambahan luas unit produksi/skala produksi, intesifikasi input modal, spesialisasi produksi dan integrasi produksi usahatani dengan bagian lain pada sistem pertanian melalui koperasi dengan mekanisme komplek agro-industri, keterkaitan antara input, prosesing dan distribusi sektor agribisnis. Industrialisasi pertanian di negara maju telah banyak menimbulkan masalah lingkungan, perubahan sosial, ekonomi dan politik, seperti keseimbangan ekologis yang semakin berkurang, munculnya polusi udara, pencemaran air dan tanah, terjadinya erosi dan degradasi lingkungan, perubahan pola hidup masyarakat tani diperdesaan, terjadi maginalitas wilayah, perubahan dalam menjemen lingkungan, perubahan dalam perencanaan pedesaan dan kesempatan kerja dan perubahan subsidi program pembangunan regional. 3.7 Komponen Fungsional Petanian Modern Dalam komponen funsional pertanian modern ada tiga aspek utama yaitu; farming (binis usahatani), agri-millieu (Politik, ekonomi dan budaya) dan agri-suport (komersial dan non komersial): 1.
Farming (Bisnis Usahatani) Binis usahatni ini lebih menekankan pada peningkatan produksi dan keuntungan. Oleh karena itu dalam pengelolaanya diperlukan perencanaan yang lebih matang dengan memperhatikan jenis tanaman yang sesuai dengan permintaan pasar dan teknologi yang tepat guna.
2.
Agri-Suport
a. Pertanian Komersial
Agri-suport komersial lebih memperhatikan adanya distribusi input dan produk, marketing produksi dan kridit usahatani.
b. Non-Komersial Agri-suport non komersial lebih menekankan pada perluasan penelitian pertanian dan training pertanian. 3.
Agri-Milieu
a. Politik Agri-milieu politik melihat proses-proses partisipasi petani dalam politik yang meliputi kegiatan, kebijakan penguasaan lahan (landtenure), kebijakan pembangunan pertanian dan terdapat perluasan wawasan petani berpartisipasi dalam politik pertanian.
b. Ekonomi Agri-milieu ekonomi lebih menekankan pada peningkatan industri rumahtangga sebagai akibat permitaan kebutuhan di bidang pertanian (alat pertanian), perluasan kesempatan kerja non pertanian, kenaikan harga dan pajak, meningkatkan kesempatan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan distribusi pendapatan petani, peningkatan transportasi untuk meningkatkan akses ke pasar dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan penduduk.
c. Kultur Agri-milieu cultur lebih menekanan pada aspek tradisi masyarakat petani dan tingkat pendidikan umum (formal dan non formal) dalam bidang pertanian. 3.8 Struktur Geografi Pertanian Sruktur Geografi Pertanian meliputi komponen funsional penunjang pertanian yang meliputi : a.
Lokalitas usahatani Lokalitas usahatani merupakan suatu daerah di perdesaan yang cukup rumit, setiap petani yang tinggal pada daerah tersebut dengan alat angkut yang ada, sehingga dalam hari yang sama mereka dapat kembali ke rumah. Lokasi usahatani ini terdiri dari beberapa unsur yaitu:
1. Pusat pemesaran produksi pertanian 2. Pedagang penyalur/pengecer dan semua sarana produksi dan suplai alat pertanian 3. Perluasan pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi 4. Kredit usahatani 5. Aksesibilitas jalan antara tempat-tempat usahatani dan pusat-puast dimana semua pelayanan memungkinkan
6. Pengujian lokal untuk memperoleh cara-cara bertani yang paling menguntungkan. b.
Distrik usahatani
Distrik usahatani terdiri atas beberapa lokalitas usahatani yang letaknya berbatasan satu sama lain, menyediakan fasilitas dan jasa yang memungkinkan bekerjannya lokalitas usahatani secara efektif. c.
Variasi regional Variasi reginal menunjukkan adanya perbedaan produksi akibat adanya perbedaan kondisi lingkungan fisik daerah dan potensi daerah.
d.
Saling ketergantungan antara sektor pertanian dan industri Meningkatnya permintaan produksi pertanian diimbangi dengan meningkatnya permintaan bahan baku (raw material) untuk industri. Peningkatan pendapatan sebagai akibat meningkatnya produk pertanian harus diimbangi peningkatan produk industri. Oleha krena itu, untuk mencapai keseimbangan tersebut maka diperlukan adanya:
1. Pengembangan sumberdaya manusia di sektor pertanian dan industri 2. Manajemen dan teknologi yang selalu dikembangankan 3. Bahan dan alat produksi pertanian dan industri harus selalu tersedia 4. Prasarana
penunjang
hams
berfungsi
lancar
(irigasi,
perhubungan,
tataniaga,
bandara/pelabuhan dan sebagainnya,. Suasana kegiatan yang menguntungkan dalam kebijakan politik, permintaan pasar, ketertiban dan sebagainnya.