BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Paradigma dan Metode Penelitian
Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004), mengajukan
tipologi
yang
mencakup
empat
paradigma:
positivisme,
postpositivisme, Kritikal et al, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing 28 .
Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.
Metodologi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana peneliti akan mengumpulkan serta menganalisis data yang ada. 28
Ulviah Muallivah, Fondasi Filosofi dan Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi; Perspektif Konstruktivisme dan Kritikal. 2009. http://www.scribd.com/doc/15252080/ParadigmaKonstruktivisme-Paradigma-Kritikal.
Universitas Sumatera Utara
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena sedetail mungkin melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besar populasi maupun sampling, yang lebih ditekankan disini adalah persoalan kedalaman (kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) data 29 . Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Yin, 1981:23). Kasus memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri; sehingga dapat mengungkapkan realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik serta menantang. Studi kasus banyak mengungkapkan hal-hal yang amat detail, melihat hal-hal apa yang tidak bisa diungkapkan oleh metode lain, dan dapat menangkap makna yang ada di belakang kasus dalam kondisi objek secara natural 30 . Stake membagi penelitian studi kasus berdasarkan karakteristik dan fungsi kasus di dalam penelitian. Stake sangat yakin bahwa kasus bukanlah sekedar obyek biasa, tetapi kasus diteliti karena karakteristiknya yang khas. Hal ini sesuai dengan penjelasannya yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus bukanlah sekedar metoda penelitian, tetapi adalah tentang bagaimana memilih kasus yang tepat untuk diteliti. Berdasarkan hal tersebut, Stake membagi penelitian studi kasus menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
29
30
Kriyantono, Op. Cit., hlm. 56-57. Agus Salim. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001) hlm. 100.
Universitas Sumatera Utara
Fokus
di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya,
memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen
untuk
menggambarkan
isu
tersebut
(studi
kasus
instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus, hendaknya mengacu pada studi kasus kolektif31 . Peneliti memilih menggunakan studi kasus instrumental karena studi kasus ini menguji kasus khusus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu masalah (issue) atau untuk memperbaiki teori yang telah ada. Walaupun studi kasus ini kurang diminati, ia memainkan peran yang mendukung, memasilitasi pemahaman terhadap sesuatu yang lain (minat eksternal). Kasusnya dilihat secara mendalam, dan konteksnya diteliti secara cermat, aktivitas-aktivitas untuk mendalami kasus tersebut dilakukan secara rinci karena kasus ini membantu pemahaman tentang ketertarikan dari luar (minat eksternal). Dasar pemilihan mendalami kasus ini dikarenakan kasus ini diharapkan dapat memperluas pemahaman peneliti tentang minat lainnya. Hal ini disebabkan karena para peneliti bersama-sama mempunyai beberapa minat yang selalu berubah-ubah yang tidak membedakan studi kasus intrinsik dari studi kasus instrumental dan bertujuan memadukan keterpisahan di antara keduanya. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan uraian yang lengkap
31
NK Denzin dan YS Lincoln (eds), Handbook of Qualitative Research (Second Edition), Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publication, 2000, hlm. 236.
Universitas Sumatera Utara
dan menadalam mengenai subjek yang diteliti 32 . Karena itu, studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a.
Patrikularistik, yaitu studi kasus yang berfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.
b.
Deskriptif, yaitu hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti
c.
Heuruistik, yaitu studi kasus yang membantu khalayak memahami apa yang sedang diteliti. Interprestasi baru, perspektif baru dan makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.
d.
Induktif, yaitu studi kasus yang berangkat dari fakta-fakta lapangan kemudian menyimpulkan kedalam tataran konsep atau teori.
III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan mulai bulan Desember 2010 dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Komunitas Penggemar SS501 ini tidak memiliki tempat kesekretariatan atau sejenis basecamp tetap untuk mengadakan pertemuan. Biasanya mereka akan melakukan kesepakatan untuk bertemu di suatu tempat apabila sedang melakukan gathering, jadi lokasi penelitian akan selalu dikondisionalkan sesuai dengan informan yang ada.
32
Kriyantono, Op. Cit., hlm. 66
Universitas Sumatera Utara
III.3 Subjek Penelitian Triple S Medan merupakan salah satu komunitas penggemar boyband Korea atau fansclub dari SS501, yang sudah memiliki 78 anggota. Triple S Medan yang juga merupakan bagian dari Triple Changjo Indonesia 33 ini berdiri pada tanggal 28 Februari 2010, tanggal pertama kali mereka mengadakan gathering resmi. Pendiri Triple S Medan adalah Juni Huang dan saudara sepupunya Mei Ling. Pada awalnya, mereka hanya penggemar SS501 secara individual sampai mereka melihat konser SS501 di Bangkok. Dalam konser ini, mereka bertemu banyak orang Indonesia dan salah satunya berdomisili di Medan. Mereka terkejut karena ternyata ada juga orang Medan selain mereka, yang menyukai boyband ini. Dan mereka beranggapan kalau masih ada penggemar SS501 lain di Medan, yang belum mereka kenal. Maka, kedua bersaudara ini membuat fans group melalui facebook dan seiringnya waktu mereka mulai menemukan satu persatu orangorang yang juga menyukai SS501. Mereka tidak hanya berkomunikasi di dunia maya, tetapi juga mengadakan gathering. Kegiatan-kegiatan Triple S Medan selalu berhubungan dengan SS501, yaitu: 1. Gathering Resmi; setiap salah satu personil SS501 ulang tahun maka mereka akan mengadakan gathering resmi di salah satu tempat yang telah dipesan terlebih dahulu. Gathering ini juga diadakan untuk menyelenggarakan ulang tahun Triple S Medan sendiri serta acara buka bareng di bulan puasa, sampai saat ini Triple S Medan sudah mengadakan 8 kali gathering resmi. Peneliti datang untuk melakukan observasi pada salah satu gathering yaitu saat merayakan ulang tahun
33
Komunitas Penggemar SS501 di seluruh Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Triple S Medan dan Kyu Joon. Anggota komunitas yang datang ke gathering resmi ini bisa mencapai 50 atau lebih orang. Acara ini diisi dengan perayaan ulang tahun, games, makan bersama, bernyanyi bersama, dance cover , dan berfoto. 2. Gathering Biasa; gathering ini biasanya diadakan seminggu sekali di hari Sabtu sore. Gathering ini bisa dihadiri sampai 20 anggota tiap minggunya dan diadakan di salah satu tempat umum, seperti food court atau mall. Kegiatan yang dilakukan adalah sharing info, MV (Music Video), MP3, gambar tentang SS501. Peneliti sudah 2 kali melakukan observasi pada saat gathering biasa ini. 3. Updating information; Triple S Medan memiliki forum komunikasi online di dunia maya, yaitu; facebook, twitter, dan blog. Peneliti sering mengunjungi facebook Triple S Medan dan mereka juga memiliki halaman fans group dengan nama yang sama. Mereka dapat berbagi MV (Music Video), foto-foto personil SS501, informasi tentang album, kegiatan SS501, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan di atas diurus oleh bagian administrasi atau lebih sering dipanggil dengan sebutan ‘admin’, yang terdiri dari 6 orang, yaitu; Juni Huang (creator), Mei Ling, Hanny Soraya, Utami Nurhafsari, Indah Sri Puspita, dan Stella. Anggota Triple S Medan berstatus sebagai pekerja, mahasiswa, dan pelajar. Triple S Medan didominasi oleh anggota perempuan, hanya satu anggota laki-laki dan itu pun kurang aktif sehingga mereka sering menyebut diri sebagai fans girl.
Universitas Sumatera Utara
III.4 Teknik Pemilihan Informan Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Dalam wawancara mendalam peran informan tetap menjadi sentral, walaupun kadang informan berganti-ganti 34. Pemilihan informan dalam penelitian ini didasarkan pada teknik purposeful random sampling. Hal ini bertujuan agar informan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan (kredibel) berkaitan dengan masalah yang diteliti, walaupun tidak mewakili keseluruhan populasi (representatif) dan mengingat bahwa penelitian kualitatif tidak ada tujuan untuk melakukan generalisasi. Purposeful random sampling terbagi lagi dalam 16 jenis sampling, peneliti memilih salah satunya yaitu Maximum variation (heteroginity) sampling. Maximum Variation Sampling adalah proses pemilihan sampel diusahakan beda karakteristik yang diinginkan oleh pengamatan/penelitian dapat secara nyata tampak. Biasa pula disebut sebagai cara quota sampling35. Untuk studi kasus, jumlah informan dan individu yang dijadikan informan dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang yang dapat dijadikan informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja mudah untuk diakses. Melalui metode kualitatif, kita dapat mengenal subjek secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan defenisi mereka sendiri tentang dunia dan komunikasi. Maka 34
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: , 2007, hlm 108-109. 35
Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods. Sage Publication: 2001, hlm. 234-235
Universitas Sumatera Utara
dari itu, Anggota Triple S Medan akan menjadi subjek pada penelitian ini. Peneliti akan mengambil 3 informan dengan karakteristik yang berbeda-beda, untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan selama penelitian.
III.5 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Penelitian lapangan (Field Research) 1. Metode Wawancara mendalam Wawancara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, tanpa menggunakan pedoman wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian, keabsahan wawancara
mendalam
adalah
keterlibatannya
dalam
kehidupan
informan36. Wawancara dilakukan setelah menyesuaikan waktu dan tempat dengan informan, biasanya dilakukan pada siang hari di luar jam sekolah ataupun kuliah. Peneliti mewawancarai informan 1 dan 3 di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, seperti; KPS Perpustakaan, Kantin Pasca
Sarjana,
Kantin
Fakultas
Sastra.
Sedangkan
informan
2
diwawancarai di tempat umum/ mall. Ketiga informan diwawancarai lebih dari 1 kali sesuai dengan pemenuhan kebutuhan data. Kendala yang didapati saat wawancara adalah: 36
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm 108.
Universitas Sumatera Utara
-
Saat wawancara berlangsung bersama informan 3 di KFC – Sun Plaza. Wawancara dilakukan sore hari dan saat itu banyak pelajar lainnya yang makan sambil bercengkrama disana sehingga menciptakan noise dalam wawancara kami.
-
Kesibukan
ketiga
informan
membuat
peneliti
mengalami
kesusahan dalam menyesuaikan waktu dengan mereka. 2. Observasi Partisipan Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diriset 37. Observasi ini apabila dilihat dari akurasi data yang diperoleh mungkin dapat diandalkan, namun memerlukan waktu yang cukup banyak. Terutama jika objek pengamatan muncul dalam interval waktu yang lama serta berlangsung pada alokasi waktu yang lama pula38. William (1973) menyarankan bahwa metodologi penelitian yang diperlukan untuk mengamati komunikasi manusia dari perspektif interaksionisme simbolik adalah peneliti mengambil peran sebagai
37
38
Kriyantono, Op. cit., hlm. 108. Bungin, Op. cit., hlm. 116.
Universitas Sumatera Utara
pengamat yang berpartisipasi (participant observer) oleh si peneliti itu sendiri 39. Peneliti sudah melakukan observasi secara langsung sebanyak 4 kali, yaitu: -
Peneliti menghadiri gathering resmi sebanyak 1 kali, saat perayaan ulang tahun Triple S dan Kyu Jong (salah satu personil SS501).
-
Menghadiri gathering biasa sebanyak 2 kali.
-
Berkunjung ke rumah salah satu anggota Triple S. Peneliti mengamati perilaku informan di dalam kelompok,
bagaimana mereka berinteraksi dengan anggota lainnya dan bertingkah laku selama gathering berlangsung. b. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dengan membaca/mencari literatur yang bersangkutan dengan penelitian, untuk mendukung penelitian. Dalam hal ini, penelitian kepustakaan dilakukan melalui buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan sebagainya.
III.6 Teknik Analisis Data Moleong mendefenisikan analisis data sebagai proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
39
B. Aubrey Fisher. 1990. Teori – Teori Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 244.
Universitas Sumatera Utara
data 40. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Dalam analisis data, peneliti melakukan (1) open coding, (2) axial coding dan (3) selective coding. Open coding merupakan proses pengidentifikasian kategori dan dimensinya. Data-data yang diperoleh kemudian diberi label, dipilah dan dicatat, sehingga data-data tersebut kemudian dapat dijadikan konsep yang pada akhirnya bisa dikelompokkan dalam kategori-kategori tertentu. Axial coding merupakan pengorganisasian data melalui pengembangan hubungan (koneksi) diantara kategori dan sub kategori. Selective coding merupakan seleksi kategori yang paling mendasar karena dihubungkan dengan kategori lain untuk menyusun story line, yang kemudian divalidasi. Sehingga dalam selective coding, peneliti menyajikan konseptualisasi cerita, menghubungkan kategori pendukung dengan kategori inti menggunakan paradigma, menghubungkan kategori berdasarkan dimensinya, menvalidasi kategori yang diperoleh dari tahapan sebelumnya dengan menggunakan data, dan melengkapi kategori yang memerlukan perbaikan atau pengembangan41. Langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yaitu: 1. Mengorganisir informasi. 2. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode. 3. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya. 4. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.
40 41
Kriyantono, Op. Cit., h1m. 63. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakrya, 2000, hlm 103.
Universitas Sumatera Utara
5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain. 6. Menyajikan secara naratif 42
III.7 Goodness Criteria Lincoln dan Guba (1986) menyebutkan ”kredibilitas” sebagai analogi bagi validitas internal, transferability sebagai analogi bagi validitas eksternal, dependability sebagai analogi untuk reliabilitas dan confirmability sebagai analogi untuk obyektivitas. Hal-hal tersebut dikenal juga sebagai trustworthiness. Ada prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam menguji dan memastikan keabsahan penelitian kualitatif, yaitu melalui prinsip credibility (dapat dipercaya) dengan cara mengumpulkan data seobyektif mungkin. Lalu, peneliti melakukan metode triangulasi yang dilakukan melalui cara pengecekan silang (cross validation) atas data yang diperoleh. Pengecekan silang dengan melakukan perbandingan informan, perbandingan waktu maupun tempat. Misalnya: menggunakan informan berbeda untuk menanyakan satu hal yang sama. Atau menanyakan hal yang sama kepada informan yang sama tetapi pada waktu dan tempat yang berbeda. Triangulasi data dilakukan sejak pada langkah pengumpulan data sampai pada saat penyimpulan. Triangulasi yaitu yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu. Ada tiga cara, yaitu (Sugiyono dalam Priyambodo, 2008: 32-33)43:
42
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hl m 30.
Universitas Sumatera Utara
1.
Triangulasi sumber. Informasi dan data yang diperoleh dari satu sumber dicek ulang melalui beberapa sumber lain. Dalam penelitian ini misalnya Informan 1 memberikan informasi mengenai simbol Triple S, maka informasi yang sama dicek kembali pada Informan 2 dan 3 untuk memastikan apakah terdapat kesamaan pandangan mengenai hal tersebut. Serta menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara,
hasil
observasi
atau
juga
dengan
mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda. 2.
Triangulasi teknik. Uji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan. Bila ada informasi yang inkonsisten, maka penggalian ulang dengan teknik yang berbeda akan dilakukan terhadap informan yang sama.
43
Priyambodo, Daru. 2008. Adaptasi Organisasi Newsroom dan Proses Produksi Berita dalam
Media Online Berbasis Media Cetak (Studi Kasus Tempo Newsroom). Jakarta: Universitas Indonesia, hlm 32-33.
Universitas Sumatera Utara
3.
Triangulasi waktu. Data diuji dengan melakukan penggalian ulang pada waktu yang berbeda. Informasi yang diperoleh pada saat gathering atau secara individu.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN
IV.1. Latar Belakang Informan Dalam penelitian ini, telah dipilih 3 informan dengan latar belakang sebagai berikut: Informan 1 merupakan salah satu admin Triple S, yang ikut ambil bagian dalam mengurus keperluan untuk setiap acara gathering komunitas ini. Perempuan berjilbab, kelahiran Medan, 1 Oktober 1991 ini, adalah anak pertama dari 2 bersaudara (1 laki-laki, 1 perempuan). Informan saat ini sedang berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (Tingkat 2). Informan bersuku Mandailing. Ia bertubuh gemuk , memiliki muka yang imut, kulitnya sawo matang dan memiliki hidung kecil yang mancung. Informan 1 adalah penggemar warna hijau semenjak menjadi Triple S karena hijau merupakan warna boyband SS501. Dia memakai jam tangan, chasing handphone, gantungan handphone yang serba hijau dan barang-barang tersebut yang sering ia kenakan. Dari semua informan, ia merupakan informan yang paling royal merogoh kocek untuk membeli barangbarang asli SS501 (album dan aksesoris). Maklum saja, keluarga informan merupakan orang yang berada. Papanya bekerja sebagai kepala di PT. Sofindo sehingga memiliki peluang lebih besar untuk mengumpulkan uang buat pembelian barang-barang tersebut. Pada saat ini, informan 2 duduk di bangku kelas XI- Jurusan Akutansi, SMK Panca Budi. Informan menggunakan jilbab saat bersekolah dan melepas jilbab saat berada di luar sekolah, jadi saya bisa melihat rambut lurus berponi
Universitas Sumatera Utara
yang panjangnya sampai punggung. Ia menggunakan kawat gigi dan kacamata tetapi semenjak pertemuan keempat, ia mulai menggunakan soft lens dengan alasan kacamata yang sudah buram. Perempuan yang lahir 11 Maret 1995 ini, merupakan informan paling muda. Ia memiliki satu saudara kembar (laki-laki) dan adik perempuan. Ayahnya bekerja sebagai General Marketing di Uniland, sehingga dia bisa dibilang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Mereka sekeluarga bersuku Karo, dengan merga Sinulingga. Ia juga selalu membeli barang-barang asli SS501 dan ia selalu memakai gantungan handphone yang dibelinya melalui anggota Triple S Bangkok. Gantungan handphone itu bertuliskan nama Young Saeng (salah satu personil SS501) dalam huruf korea. Informan 3 merupakan perempuan kelahiran Medan, 29 Januari 1992 serta sedang mengenyam pendidikan di dua perguruan tinggi sekaligus, yang pertama di Sastra Inggris USU (tingkat 2) dan Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung (tingkat 2). Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara (2 perempuan), ibunya yang bersuku Batak Toba bekerja sebagai dosen di Ilmu Keperawatan sedangkan ayahnya yang bersuku Minang, berdagang di pasar. Perempuan berkulit putih ini selalu memakai jilbab saat berkuliah dan melepasnya saat di luar kampus. Pada gathering Februari, saya bisa melihat kalau ia mempunyai rambut lurus yang diikat dan panjangnya melewati pinggul. Badannya kecil tapi tampak energik. Pada setiap gathering, dia memiliki kesempatan untuk menampilkan dance cover. IV.2. Analisis & Interpretasi IV.2.1. Proses Pembentukan Identitas Diri IV.2.1.1. Identitas sebelum Masuk Triple S
Universitas Sumatera Utara
Sebelum masuk komunitas Triple S, informan 1 merupakan mahasiswi tomboy yang tidak menyukai cowok dancing dan tidak bergabung dalam komunitas apapun. Informan 2 dikenal sebagai seorang pelajar yang supel dan ceria di sekolah. Informan 3 merupakan mahasiswi yang tidak menyukai musik dan merasa aneh dengan perilaku fandom 44. Ketiga informan memiliki banyak faktor yang melatarbelakangi mereka untuk bergabung di Triple S Medan, baik dari hobi seperti menyanyi dan menari, dukungan keluarga dan teman, pandangan masyarakat sekitar terhadap diri mereka. Orang lain secara khusus (particular others) merujuk pada individuindividu dalam masyarakat yang signifikan bagi ketiga informan. Individuindividu tersebut adalah keluarga, teman, dan orang-orang terdekat informan. Mereka adalah orang-orang yang membantu informan dalam memahami diri mereka yang menyukai SS501, seperti yang dikatakan informan 1 dan 2 mengenai peranan temannya: “Sebenarnya awalnya ga suka, kak.. Aku kan ga suka ama cowo yang ngedance, kayaknya kalo cowo yang ngedance itu kesannya hmmm (menirukan gaya cowo gemulai), tapi dia (Wina) memperlihatkannya tuh bukan dari waktu ngedance atau perfoms tapi waktu yang reality show ‘Thanks for Waking Me Up’ , yang orang itu lagi bodok-bodok, langsung tertarik disitu, seandainya dia kasih yang perform duluan mungkin udah ilfil dari awal.” (Informan 1) Informan 1 mengenal SS501 melalui teman akrab. Mereka berteman dari kelas 1 SMA. Awalnya, informan tidak menyukai boyband Korea tetapi temannya meyakinkannya dengan menunjukan video yang lucu. Sehingga ia tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang SS501 bergabung dengan Triple S. “Temen TS ini kan ngasi tahu tentang Kak Icha dan Kak Icha sering update status tentang DS ya udah aku minta ketemuan ama Kak Icha, ya 44
Fandom merupakan istilah untuk komunitas penggemar boyband atau fans club.
Universitas Sumatera Utara
udah pas ketemuan ngasi tahu kalo ada komunitasnya dan pas ada gatheringnya ketemuan.” (Informan 2) Informan 2 sudah mempunyai teman dari Triple S Makassar sebelumnya. Ia berkenalan melalui facebook dan temannya tersebut membantunya untuk mencari Triple S Medan. Setelah mengetahui keberadaan Triple S Medan, ia mulai menghadiri gathering-gathering yang ada. Sementara informan ketiga menyatakan bagaimana peranan keluarganya yaitu adiknya yang terlebih dahulu mengenal SS501. Adiknya menunjukan videovideo yang berisi lagu, tarian dan acara reality show mereka. “..kan gini, kan sukanya dari BBF, nengok Hyun Joong nya, nah siap itu gak tahu tu dia punya band atau gak, nah habis itu ada adik Wina, gak tahu hantu darimana dapat dia video orang itu, musik videonya. Dan disitu memang lucu-lucu kali orang itu konsepnya..” Dari pernyataan ketiga informan di atas, terlihat bahwa particular others memiliki peran yang kuat dalam membentuk pemahaman diri informan terhadap SS501. Dan peristiwa tersebut pada akhirnya membawa mereka bergabung ke dalam komunitas penggemar SS501 yaitu
Triple S.
Sementara itu, lingkungan eksternal (society) berupa internet dan televisi, pandangan dari masyarakat sekitar merupakan generalized others yang memberikan informasi mengenai peranan, aturan dan sikap yang dimiliki bersama oleh Triple S. Orang lain memberikan secara umum juga memberikan mereka perasaan mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepada mereka dan harapan sosial secara umum. Pada kasus ini misalnya, informan 2 menyatakan bagaimana pengaruh lingkungan yang mempengaruhinya untuk mencari komunitas Triple S yang dapat mengerti dia, yakni: “Dari semua Kpop lovers lah, temen sekolah banyak juga sih tapi mereka ga ngerti jadi kurang nyaman aja ngobrol ama mereka”
Universitas Sumatera Utara
Informan 3 menyatakan bahwa pengaruh media televisi terhadap ketertarikannya terhadap SS501, Ia menonton drama seri Korea Boys Before Flower (BBF) yang tayang di Indosiar: “Sebenarnya sih gak ya..kan gini, kan sukanya dari BBF, nengok Hyun Joong (pemeran Ji Hoo dalam serial BBF) nya” Atau informan 1 yang menyatakan pengaruh tayangan reality show yang diunduh dari you tube: “dia (Wina) memperlihatkannya tuh bukan dari waktu ngedance atau perfoms tapi waktu yang reality show ‘Thanks for Waking Me Up’…” Pada saat berinteraksi dengan particular others dan generalized other, masing-masing informan menggunakan pikiran (mind) misalnya menggunakan bahasa Indonesia dan juga melalui proses pemikiran (thought) misalnya ketika ingin menonton Boys Before Flowers dan ikut bergabung ke dalam Triple S.
IV.2.1.2. Identitas Setelah Masuk Triple S Setelah ketiga informan bergabung sebagai anggota Triple S, mereka saling
berinteraksi
untuk
mengembangkan
pikiran
(mind)
agar
dapat
menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Simbol yang biasa digunakan berupa simbol verbal dan nonverbal yang kemudian manjadi mediasi interaksi antar individu dan menjadi ciri khas atau identitas bagi setiap anggota. Simbol verbal seperti: singkatan-singkatan seperti TS (Triple S) atau DS (SS501 = Double S Five O One), istilah-istilah seperti fandom (komunitas), bahasa Korea, lagu-lagu SS501 yang dinyanyikan saat mereka gathering. Sedangkan simbol nonverbal seperti: gerakan-gerakan dancing SS501 yang
Universitas Sumatera Utara
ditirukan beberapa anggota Triple S, pakaian dan aksesoris yang dominan berwarna hijau dan selalu bertemakan Triple S atau SS501, huruf-huruf Korea yang seperti peneliti lihat waktu gathering, mereka mengadakan games dengan membuat huruf Korea Kyu Joong (personil SS501 yang ulang tahunnya sedang dirayakan saat itu) dengan sedotan plastik dan menyanyikan ‘Saengil Chukkahamnida’ (lagu selamat ulang tahun versi Korea). Terkait dengan aksesoris SS501 yang selalu dibawa setiap hari, informan 1 mengatakan: “Pin dan strip. Jarang sih bawa barang-barang mereka tapi jadinya sekarang kalau beli barang lihat warna hijau suka dan identik beli barang warna hijau.” Informan 2 menjelaskan arti simbol dan asal usul warna yang digunakan oleh anggota Triple S, sebagai berikut: “Triple S itu artinya Double S Supporter, kami supporter nya mereka, kan ada 3 tuh S nya…Kan pas debut pertamanya, dilihat fansnya tuh lebih banyak yang bawa balon hijau biasanya kan kalau yang belum ada fans nya warna/i tapi supporter banyak yang warna hijau dan terus dibilang orang itu “mereka hijau-hijau kayak kacang polong jadi makanya dinamakan green peas” Interaksi yang dilakukan secara terus menerus di antara sesama anggota akhirnya membentuk konsep diri anggotanya, dan ditambah dengan atribut-atribut yang dikenakan akhirnya memberikan identitas baru bagi anggota-anggota Triple S. Konsep diri merupakan sebuah motif penting untuk berperilaku. Pemikiran bahwa
keyakinan,
nilai,
perasaan,
penilaian-penilaian
mengenai
diri
menpengaruhi perilaku. Konsep diri yang dimiliki oleh ketiga informan dinyatakan sebagai berikut: “Keras kepala, cerewet ga terlalu sih kalau di rumah lebih banyak diam sih.” (Informan 1) “Yah bandel.” (informan 2)
Universitas Sumatera Utara
“Wina ini orangnya plin plan, cerewet, tapi baek, suka nolongin orang.” (Informan 3)
Individu cenderung menafsirkan dirinya lebih kepada bagaimana orangorang melihat atau menafsirkan dirinya (Looking glass self). Ia cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai dirinya, bagaimana ekspektasi orang terhadap dirinya. Oleh karenanya konsep diri dibentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri sendiri. Individu acap kali mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah perspektif orang tersebut ketika memandang dirinya. Individu semacam meminjam kaca mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita. Sebagai bagian dari sebuah komunitas, ketiga informan menyadari bahwa beberapa anggota masyarakat bahkan keluarga mereka sendiri menganggap bahwa komunitas-komunitas seperti Triple S atau menjadi seorang fans girl, identik dengan hal-hal yang negatif seperti pemborosan. Pandangan masyarakat terhadap mereka dapat dilihat dari pernyataan mereka sebagai berikut: “Karena takut jadinya mereka tuh boros ortu kan mikirnya gitu, belum kerja tapi udah habisin duit untuk yang pentingnya buat dia sendiri padahal manfaat ke depannya ga ada.” (informan 1) Informan menempatkan dirinya apabila ia menjadi orangtua dan ia menganggap anak akan menjadi boros saat menjadi seorang fans girl, mereka akan membeli banyak barang untuk memenuhi kepuasan tersendiri tentang SS501. Masih berkaitan dengan sisi negatif dari sebuah komunitas yang mengikuti boyband Korea, informan 2 menyatakan pendapat ayahnya sebagai berikut: “Gini kadang kan mereka liat girlband gitu, kalo girlband kan selalu mengarah ke pakaian yang ga sopan gitu, kayak 4minute
Universitas Sumatera Utara
(salah satu girlband Korea) gitu kan , membernya seksi semua, jadi pernah dilihat ayah, ayah jadi langsung ga suka sama Korea gitu, karena cowo-cowonya katanya kayak banci gitu padahal ngga.” Dan informan 2 menyatakan bagaimana orangtua melihat dirinya dan berharap agar anaknya tidak mengikuti sisi negatif idolanya. Informan 3 sangat mengetahui harapan ibunya terhadap dirinya yaitu mengenyam pendidikan dengan baik. Dan ia menyatakan kalau ibunya berpendapat bahwa menjadi fans girl adalah tidak penting dan dapat mengganggu pendidikan. “Karena mama orangnya ini, orangnya pendidikan kali yang dipentingkan dia. Jadi segala yang gak berhubungan dengan pendidikan gak dikasih dia.” Walaupun banyak pandangan negatif terhadap komunitas mereka, tetapi mereka tetap ikut serta dalam komunitas itu. Seperti yang dilakukan oleh informan 1 meyakinkan orang tuanya untuk hidup yang lebih hemat: “Modelnya ga sebut harga tapi pake trik. Cuma bilang mau beli ini. Tapi kita kan intensitasnya ga beli tiap hari jadi belinya, dicicil satu-satu jadi nampaknya satu-satu datangnya jadi dilihat ga terlalu banyak belinya padahal numpuk juga kalau udah dikumpulin banyak juga. Intinya jangan ampe lupa sholat… Tami bukan orang yang boros juga, bukan yang hal-hal pribadi harus beli ini beli ini. Ngga. Jadi bahkan uang bulanan itu dikasih habisnya cuma seratus ribu dan itu juga udah makan udah semua- semuanya. Bukan karena emang mau nabung tapi emang pengeluaran ga banyak kali.” Orangtua informan 3 juga mengizinkan karena anaknya bisa mengembangkan bakat dancenya di Triple S. Seperti pernyataan berikut ini: “… mama itu suka anaknya gini, Wina kan suka nari, nah jadi di gathering gitu kan Wina ikutin. Jadi karena Wina ikut isi acara jadi dikasih, karena itu aja sih”
Universitas Sumatera Utara
Kalau informan 2 memiliki cara yang lain dalam meyakinkan orangtuanya dalam mengikuti setiap kegiatan Triple S, dia membujuk ayahnya untuk bisa ikut dalam sebuah konser boyband Korea: “Itu emang maksa, nangis seminggu sampai ikutin ayah terus di rumah minta izin, terakhirnya dikasih. Tadi itu ada dua konser, di Malaysia satu, yang satu lagi di Berastagi, yang dikasih cuma di Berastagi, karena di Malaysia terlalu jauh. Padahal Tyas bilang itu pake duit sendiri, tetap ga dikasih. Dia bilang ‘mending di Berastagi aja dibayarin’. Padahal paling pengen yang di Malaysia, konser Suju.”
Selain itu, mereka juga menunjukan pada masyarakat kalau masih peduli terhadap orang lain. Triple S Medan menggalang dana untuk korban gempa Jogjakarta melalui note di jejaring sosial. Hal ini saya ketahui saat penelitian awal terhadap komunitas ini. Beberapa hari setelah bencana gempa terjadi di Jogjakarta, TripleChangjo Indo (Komunitas Penggemar SS501 Seluruh Indonesia) melakukan penggalangan dana bantuan, bekerja sama dengan Triple S setiap provinsi di Indonesia termasuk Triple S Medan. Triple S Medan mengumpulkan dana bantuan ketika gathering berlangsung dan semua anggota sukarela membantu, lalu dana tersebut disalurkan ke Jogjakarta bersama dengan hasil sumbangan dari kota lain bahkan Triple S di berbagai negara. Seseorang membutuhkan the generalized other, yaitu berbagai hal (orang, obyek, atau peristiwa) yang mengarahkan bagaimana kita berpikir dan berinteraksi dalam komunitas maka sangat penting untuk anggota Triple S berinteraksi dengan masyarakat luar. Saat berinteraksi dengan generalized other , informan menggunakan pikiran (mind) misalnya menggunakan bahasa Indonesia dan proses pemikiran (thought) seperti saat memutuskan untuk terlibat dalam penggalangan dana bantuan bencana gempa Jogja. Perilaku ini adalah usaha agar masyarakat
Universitas Sumatera Utara
mempunyai persepsi bahwa mereka masih peduli dengan dunia di luar komunitas mereka. Identitas
diri
seseorang
merupakan
kode
yang
mendefenisikan
keanggotaannya dalam komunitas yang beragam, kode yang terdiri dari simbol, kata-kata dan makna yang seseorang dan orang yang lainnya hubungkan terhadap benda-benda. Setiap orang membutuhkan identitas untuk diakui keberadaannya dalam masyarakat baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Identitas ada yang melekat dan ada yang dinegosiasikan melalui interaksi dengan individu lain. Setiap manusia adalah makluk yang dinamis dan kreatif oleh karena itu mereka akan selalu menjadi individu baru setiap saat, maka identitas diri dapat mengalami perubahan. Demikian pula yang terjadi pada ketiga informan setelah memasuki komunitas Triple S ini. Informan 1 sebelum memasuki Triple S, dia tidak memiliki komunitas sama sekali dan sama sekali tidak menyukai boyband Korea karena personilnya dancing semua. Tetapi semenjak masuk komunitas ini, dia mendengarkan lagulagu SS501 setiap hari melalui handphone dan mengoleksi hampir semua album asli SS501, yang dipesan melalui online shop. Awalnya, dia bukan merupakan orang yang mempunyai banyak koneksi tetapi saat ini sudah banyak koneksinya dari berbagai negara. Triple S memperluas jaringannya. Informan sebelumnya juga tidak begitu mahir bahasa Inggris dan sama sekali tidak tahu bahasa Korea tetapi setelah menjadi anggota Triple S, dia memiliki kemampuan bahasa Inggris yang aktif dan bahasa Korea yang lumayan. Ini terjadi karena sebagai fans girl, dia wajib searching tentang SS501 lewat website yang berbahasa Inggris dan dia mengikuti les bahasa Korea agar bisa berbahasa Korea saat bertemu idolanya.
Universitas Sumatera Utara
Informan 2 adalah pelajar SMK dan kesehariannya dipenuhi kegiatan sekolah serta rumah. Saat ini, hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan sebagai seorang fans girl, seperti; searching info SS501, mendengarkan lagu-lagu SS501, mengikuti gathering, membeli barang-barang asli SS501, membicarakan tentang SS501 kepada Kpop lovers. Dari ketiga informan, informan 2 memiliki perubahan yang negatif, sebelum masuk komunitas dia selalu pulang ke rumah tepat waktu tetapi saat ini dia sering pulang terlambat karena kumpul-kumpul dengan sesama Kpop Lovers. Nilainya semester terakhir ini juga menurun dari rata-rata 8 jadi 7,5. Informan 2 juga sering berbohong kepada orangtua untuk sekedar mendapatkan izin menghadiri gathering komunitas dan orangtuanya berpendapat bahwa ia menjadi lebih bandel setelah masuk komunitas. Informan 3 adalah orang yang supel, ceria dan enerjik, ia sebelumnya tidak menyukai fandom. Dia menganggap orang-orang yang ikut serta dalam sebuah fandom adalah aneh, kenapa mereka bisa menangis saat menonton konser idolanya. Tetapi saat ini, dia sudah tahu alasan kenapa mereka bisa seperti itu karena sudah mengalami sendiri. Informan 3 ingin orang-orang mengetahui keberadaannya
sebagai
Triple
S.
Hal
ini
dilakukannya
dengan
cara
memperkenalkan SS501 dengan orang-orang di sekitarnya. Informan 3 berkuliah di dua universitas sekaligus dan dia dikenal sebagai Triple S di kedua kampusnya. Sebelum masuk komunitas, informan hanya menggunakan bahasa Indonesia tetapi setelah masuk, ia mulai menggunakan bahasa Korea sebagai kode rahasia bersama adiknya atau hanya sekedar untuk bercanda teman-temannya dengan bahasa itu. SS501 terdiri dari lima pria yang cantik dan ketiga informan mempunyai pria yang paling disukai dari kelima personil tersebut. Dan mereka memanggilnya
Universitas Sumatera Utara
dengan sebutan suami. Bahkan informan 2, menyatakan kepada ibunya bahwa Young Saeng (personil yang paling ia sukai) adalah calon menantu ibunya. Seperti pernyataan berikut: “Iya setiap orang yang ada di depan Tyas, nanti bilang ama mama “Ma, ini menantu” nanti mama cuma bilang “oalah, nak sadarlah” (tertawa)”
Informan 3 mengatakan bahwa hal tersebut hanya khayalannya saja tapi ia berharap kalau nanti mempunyai suami, sifatnya bisa seperti Young Saeng. Ia menyukai Young Saeng karena ia merasa suara Young Saeng bagus dan memiliki wajah tampan. Informan 1 personil yang bernama Hyung Joon. Sebutan suami dipakai untuk menyatakan sense of belonging terhadap personil tersebut. Ia menganggap kalau Hyung Joon memiliki wajah yang lebih gentle dibanding yang lain dan selalu bertidak apa adanya. “Kenapa sih kalian bilang suami? Hmm perasaan karena milik aja hahaha… Dan itu julukan buat yang paling disukai. Kenapa suka Hyung Joon (personil SS501)? Pertama ganteng, dia paling cakep dan lebih manly tapi kalo yang udah bergerak sikit aja cacad ntah hapa-hapa yang diomongin, aku suka dia karena dia apa yang ada di kamera emang dia yang kayak gitu.”
Sedangkan informan 3 lebih memilih Jung Min untuk menyandang sebutan suami darinya. Awalnya, ia tidak mau menyebut Jung Min dengan sebutan suami karena ia menganggap itu adalah abangnya tetapi karena anggota Triple S yang lain melakukan hal seperti itu, akhirnya ia mengikuti mereka. “Sebenarnya saya gak pengen menganggap mereka suami, saya menganggap mereka abang. Tapi begitu ngumpul, mereka mengakui itu suami masing-masing, saya jadinya gak mau kalah gitu kan? enak kali, emangnya kau aja yang bisa jadiin dia suami, aku juga bisa. Intinya sih gitu kak. Rencananya sih nganggep ih,
Universitas Sumatera Utara
mereka abang aku. Jadi karena orang itu kek gitu, gak mau kalah lah. Ada rasa tersaingi gitu lho kak.”
Perasaan memiliki tersebut ditampilkan melalui panggilan suami olehnya dan alasan ia menyukai Jung Min agak aneh. Ia menyukai sisi negatif dari personil ini. Saat ditanya mengapa dia hanya bisa menjawab tidak tahu. “Jung Min. Karena kak, dia itu cerewet, egois, sebenernya saya juga bingung kak… dia itu lebih banyak sisi negatifnya daripada sisi positifnya, tapi ntah kenapa saya suka karena dia punya sisi negatif yang seperti itu.”
Panggilan suami tersebut salah satu cara mereka membentuk identitas. Secara tidak langsung, mereka ingin anggota yang lain tahu bahwa ia adalah ‘istri’ dari personil yang mereka sukai. Hal ini wajar saja di dalam suatu komunitas penggemar, hal ini menampilkan rasa fanatisme terhadap kesukaan mereka.
IV.2.2. Proses Interaksi Anggota terhadap Anggota yang Lain dan SS501 Seseorang tidak pernah berjalan sendirian tanpa mengandalkan makna dan tindakan yang dipelajari dalam interaksi sosial dengan orang lain. Masyarakat (society) atau kehidupan kelompok, terdiri atas perilaku-perilaku kooperatif anggota-anggotanya. Kerja sama manusia mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Jadi kerja sama terdiri dari ‘membaca’ tindakan dan maksud orang lain serta menanggapinya dengan cara yang tepat. Pemaknaan seseorang merupakan hasil dari interaksi orang lain. Interaksi dari anggota-anggota di Triple S menciptakan solidaritas dan loyalitas yang berakibat pada fanatisme terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan komunitas. Seperti pernyataan informan 1 bahwa mereka
Universitas Sumatera Utara
peduli kepada anggota yang kurang mampu dalam membeli barang-barang asli SS501. “… ga tahu yah kalo fandom lain tapi kalo kami TS kalo mau jalan kemana ada konser DS . Kita tuh kalo punya tiket gratis atau murah itu bakal dikabar-kabari apalagi kan K’Juni punya link yang bagus. Ato ada temen TS yang pengen kali dan lagi ga ada duit cuman kalo secara pribadi mau pinjam , yah bakal dipinjemin ga masalah selama dibalikin…”
Informan 2 merasa senang berada di tengah-tengah Triple S karena adanya saling kepedulian contohnya dinyatakan sebagai berikut: “..terus kalau lagi butuh PR gitu kan Tyas bisa nanya-nanya ama kakak-kakak itu. Kayak sama Kak Tya dia kan juga TS Medan yang sudah kuliah, terus Tyas ada PR surat menyurat tinggal minta ama dia aja bahannya…” Dan informan 3 merasa kalau berada di komunitas Triple S, dia lebih bebas dan ceria karena ada tempat bercerita tentang boyband kesukaannya. Maka dia paling suka saat-saat berkumpul bersama Triple S. “Waktu ngumpul-ngumpulnya lah kak. Apapun ceritanya mau kayakmana pun kondisinya, lagi awak ngga mood atau mood nya lagi drop kali pun kalo ngumpul sama TS rasanya bangkit lagi.” Loyalitas mereka terhadap Triple S dan SS501 tersirat dalam pernyataan informan 3, saat saya bertanya apakah akan berpindah ke lain fandom dan dia menjawab : “..untuk pindah fandom…? Oh tidak tidak (suara meninggi dan membuat gerakan tangan tidak), tidak bisa, tidak bisa hahha…”
Padahal teman akrab informan 3 di kapus adalah seorang elf dan mereka sering berdiskusi tentang boyband masing-masing, tapi ia tidak terpengaruh dengan temannya. Informan 3 juga akrab dengan fandom lain seperti U-Kiss. Walau begitu, ia tetap memilih setia kepada SS501.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi, tidak semua dari ketiga informan memiliki loyalitas yang tinggi. Informan 2 memiliki komunitas lain yaitu Elf (komunitas penggemar boy band Super Junior), ini dinyatakan saat peneliti bertanya apakah ada boyband lain yang ia sukai dan berikut jawabannya: “Suju suka, kadang kan aku jadi elf juga, Minggu ini ada gath..” Pandangan setiap fans girl, satu orang sebaiknya menyukai satu boyband saja, kalau tidak begitu akan tersisih dari komunitas. Loyalitas yang rendah ini terjadi akibat belakangan ini, informan 2 sering tidak mengikuti gathering Triple S karena ada urusan mendadak yang menyangkut masalah keluarga. Contohnya pada saat gathering tanggal 27 Februari lalu, informan berhalangan hadir karena ada salah seorang saudaranya menikah pada tanggal itu. Informan merasa bahwa anggota Triple S yang lain mengacuhkannya karena hal tersebut sehingga timbul ketidaknyamanan informan 2 dalam komunitas Triple S. Jadi dia mencari komunitas baru, yang lebih menerimanya tetapi tidak meninggalkan Triple S nya. “…sekarang sih kurang akrab juga ama TS Medan, sama Kak Juni sama Kak Ling, semenjak Tyas jarang datang gathering, kayak yang baru-baru ini ga datang, orang tuh agak sinis gitu, Tyas ya santai aja, Kayaknya Tyas tetap jadi Triple S Elf”
Pernyataan-pernyataan ketiga informam menunjukan bahwa mereka ada yang memiliki loyalitas yang tinggi dan rendah pula. Seperti informan 1 dan 3, mereka memiliki loyalitas yang tinggi dengan memutuskan untuk hanya mengikuti SS501. Hal ini disebabkan berbagai faktor. Keterlibatan dalam komunitas tersebut bisa mempengaruhi loyalitas terhadap kelompok. Informan 1 merupakan salah satu admin 45 di Triple S. Tetapi informan tidak mau kalau saya menyebutnya admin karena itu membuatnya terkesan berbeda dari anggota Triple S yang lain. Padahal dia menganggap semua anggota Triple S adalah sama. 45
Admin adalah istilah untuk para anggota Triple S yang mengurus berbagai kegiatan tentang Triple S, seperti; gathering dan memperbaharui status Facebook dan Twitter Triple S.
Universitas Sumatera Utara
“Kami ada berenam yang istilahnya mau repot lah. Kami ga suka dibilang admin, kak. Karena admin tuh kesannya jauh dari member. Kayak hari tu pernah ada gath Kpop Lover mereka sms ada gath tapi cuma admin aja yang bole ikut. Terus Kak Ling marah “Disini kami ga ada namanya admin, cuma sebagian orang yang kebetulan mau repot aja””
Setiap ada acara gathering, ia selalu mengambil bagian di dalamnya untuk mengurus jadwal, tempat, dan acara. Pada gathering terakhir yang saya ikuti, saya melihat informan 1 sibuk mendokumentasikan acara yang sedang berlangsung, ini membuktikan bahwa informan tidak hanya terlibat sebelum hari gathering tapi juga saat gathering berlangsung. Posisinya sebagai admin membuatnya lebih dekat semua anggota Triple S dan ada sense of belonging di dalamnya. Bagaimana kaitan loyalitas yang tinggi dan rendah terhadap kelompok. Informan 3 bukan merupakan admin tetapi dia selalu mengambil bagian dalam setiap gathering. Dia mengisi acara dengan menampilkan dance cover dan ini dilakukannya bersama beberapa anggota Triple S yang lain. Biasanya, mereka akan berlatih 4 kali sebulan di rumah tante informan 3, sebulan sebelum gathering diadakan. Anggota Triple S yang lain senang melihat penampilan dance cover tersebut dan merekamnya dengan menggunakan handphone ataupun handycam. Seperti pernyataan informan 3 berikut ini: “Kemaren itu pas pertama kali, itu gathering ketiga ya? Itu DS kan baru come back tu seminggu yang lalunya, jadi sengaja emang mempelajari ‘Love Ya’, jadi sebenarnya pada waktu itu orang itu pada bilang “puterinlah lagu ‘Love Ya’”, maksudnya supaya bisa ngedance gitu kan, ngedance bareng-bareng”
Informan memang mempunyai hobi menari semenjak kecil. Dia menarikan tari kreasi dan tradisional saat SD, SMP dan SMA, kadang juga mengikuti
Universitas Sumatera Utara
perlombaan. Salah satu hal yang membuatnya menyukai Triple S karena ia bisa mengembangkan bakatnya disini. Lain halnya dengan informan 2, ia tidak memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan Triple S. Ia hanya anggota yang datang apabila diadakan gathering. Posisinya yang masih bersekolah dan orangtuanya yang tidak setuju atas keanggotaannya di Triple S, membuat ruang geraknya untuk aktif di komunitas ini terbatas sehingga ia tidak dapat mengikuti setiap gathering yang berlangsung. Informan merasa hal ini yang membuat dirinya diacuhkan oleh anggota Triple S yang lain.
Perasaan tersebut mengakibatkan ia memiliki
loyalitas yang rendah terhadap kelompok dan beralih pada komunitas lain. Walupun begitu informan tidak mau melepaskan keanggotaannya di Triple S, ia bertahan karena masih menyukai SS501. Ketiga informan memang sangat mengagumi boyband yang satu ini. Dan ketiganya memiliki alasan yang hampir sama untuk rasa sukanya tersebut yaitu mereka mengagumi sikap dan sifat para personil SS501, yang menghargai dan menyayangi fansnya. Mereka bisa mengetahui hal ini dari info-info pada mediamedia online yang tersedia. “Tami lebih fokus ke sikapnya, banyak yang artisnya ga peduli fans tapi mereka ga gitu. Bahkan pernah ada fans yang nunggu mereka dari pagi ampe malam, akhirnya mereka berlima tek-tekan (baca menggabungkan) duit buat bayarin fansnya buat spa karena di luar kan dingin. Dan pernah juga TS nunggui rame-rame dibeliin ramen. Emang yang udah care, Mereka juga care sama keluarga mereka juga satu sama lain ga pecah, yang emang ga hanya sekedar kontrak.” (Informan 1) “Mereka tuh sayang ama fans, menghargai fans, mereka lebih suka dapat surat dari penggemar daripada hadiah.” (Informan 2) “Karena orang itu menghargai kali, pernah waktu itu kan ada acara, jadi semua pada nunggu, trus ujan, jadi satpamnya gak ngasi
Universitas Sumatera Utara
masuk, trus leadernya bilang, udah kasi masuk aja, lagian emang mereka, gak tau lah ya, kayaknya TS itu emang dihargai mereka kali, gitu. Jadi kayak ada TS yang udah beli tiket konser kan, tapi tiba-tiba dia sakit ginjal, jadi harus dioperasi, jadi TS itu bilanglah kalo ada anggota TS yang sakit gitu kan, trus leader langsung beliin boneka gitu. Gak tau lah, ngehargain kali. Kalo lihat idolaidola lain gak ada yang sampe segitunya.” (Informan 3) Setiap peneliti bertanya pandangan mereka atau info-info tentang personil SS501, mereka selalu menjawabnya dengan bersemangat. Kecintaan mereka terhadap boyband merupakan faktor lain mempengaruhi loyalitas mereka terhadap komunitas. Pemaknaan yang sama terhadap SS501 menciptakan kesukaan yang begitu besar dan bila keluar dari komunitas, mereka tidak akan ada lagi wadah untuk berbagi cerita tentang SS501. Mereka menganggap bahwa SS501 bisa menghargai fans dengan baik dan itu tidak hanya berada di mulut saja melainkan juga dari tindakan mereka terhadap fans. Mereka memperlakukan fans seperti saudara perempuannya sendiri, mengunjungi saat fans sakit, menyapa, mentraktir mereka mie ramen bahkan spa. Pada tahapan ini telah terjadi Role Taking yaitu kemampuan untuk menempatkan dirinya pada posisi personil SS501 dan bertindak sebagaimana mereka akan bertindak. Ketiga informan memang hanya melihat dari media online saja tapi secara tidak langsung mereka merasa bahwa SS501 akan melakukan hal yang sama kepada mereka nantinya. Mereka mampu memberi jawaban kepada diri sendiri seperti orang lain yang juga memberi jawaban dan menaruh harapan juga kepercayaan akan diperlakukan sama dengan fans lainnya saat bertemu SS501 nanti.
IV.2.3. Gaya Hidup
Universitas Sumatera Utara
Identitas diri dapat juga dilihat dari gaya hidup. Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Gaya hidup dapat dilihat dari waktu yang diluangkan buat apa dan uang yang dihabiskan untuk apa. Seperti yang terjadi di dalam kehidupan ketiga informan ini. Ketiga informan menghabiskan sebagian uangnya untuk membeli barangbarang SS501 yang bisa dijadikan koleksi. Dari ketiga informan, yang paling royal dalam pembelian barang SS501 adalah informan 1. Dia sudah menghabiskan uang lebih dari 3 juta untuk membeli barang asli. Informan 1 sangat membudayakan pembelian barang asli dan bukannya bajakan. Ini dilakukannya untuk mendukung boyband kesukaannya. “Kalo sebenarnya pertama sih ya, awalnya sih cuma pengen punya album aja satu, minimal yang ori lah gitu kan, tapi ntah kenapa lama-lama jadi enak koleksinya, walau pun ntar jarang ditonton atau apa gitu kak. Lagian kan kalo kita beli yang ori , emm kita langsung ngedukung ke mereka istilahnya uang kita masuk ke kantong mereka. Trus pun kalo mau cari yang bajakan itu, SS501 itu tuh susah dicari.”
Infoman 1 menabung untuk membeli barang-barang tersebut, sudah dari dulu informan memiliki gaya hidup hemat. Dia mendapatkan satu juta rupiah uang saku dari orangtua tetapi hanya menghabiskan seratus ribu rupiah tiap bulannya, sehingga dia mempunyai banyak simpanan yang digunakan untuk pemenuhan kepuasan terhadap barang-barang SS501, yang berupa album, photo book, dan aksesoris. Sampai saat ini barang koleksi informan yaitu 10 album versi Korea, 3 album bahasa Jepang, 3 DVD konser, 4 buah light stick, photo book, post card, gelas dan yang termahal adalah sebuah photo book seharga tujuh ratus lima puluh
Universitas Sumatera Utara
ribu rupiah. Semua barang koleksi dipajang di kamarnya. Orangtua pernah menyarankan agar ia memajangnya di ruang tamu saja tapi untuk menjaga keamanan barang-barangnya maka ia memutuskan untuk menyimpan di kamar saja. Informan juga banyak menghabiskan waktu luangnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan SS501, seperti pernyataan-pernyataannya berikut ini: “Kalo soal album lebih mahal Jepang daripada Taiwan ama Hongkong , tapi yang paling ori kan emang dari Korea, kalo paling murah 350, tapi kalo misalnya orang tu buat photo book atau misalnya mereka kan buat konser dan itu kan kadang ada CD nya tuh yang limited, itu bisa ampe 700.000 atau 1.000.000. Kalau senggang nonton dan kami itu nontonnya diulang-ulang.” “Oh malah kalo lagi suntuk malah dengar MP3 smbil baca buku ato kerjain tugas. Apalagi kalo lagi emosi sama dosen atau palak ama temen, kalo liati foto dan video mereka jadi senang lagi… Bodoh ya kak ya?”
Informan 2 juga menyisihkan uang sakunya untuk membeli barang-barang SS501. Barang koleksi yang dimiliki sampai sekarang adalah 4 album versi Korea, light stick, pulpen, gantungan handphone, gelang, sticker, jam dan ia saat ini memesan barang lagi dari online shop berupa tas berbentuk kacang polong warna hijau, light stick, DVD. Harga barang termahal saat ini adalah DVD seharga tiga ratus ribu rupiah. Informan 2 juga memiliki beberapa video yang diunduhnya lewat You Tube serta lagu-lagu SS501 dalam format MP3. Lagu-lagu tersebut biasanya, ia dengar melalui handphone setiap hari. Ada kebiasaan buruk informan, dia sering mendengarkan lagu atau browsing info tentang boyband kesuakaannya melalui handphone saat pelajaran di sekolah sedang berlangsung. Headphone dan handphonenya pernah beberapa kali disita guru dan akan dikembalikan apabila
Universitas Sumatera Utara
orangtuanya datang. Tetapi informan tidak menghadirkan orangtuanya, ia menyuruh ibu kos temannya atau tukang becak sebagai orangtuanya. “Dengerin lagu juga atau kalo lagi browsing. Disita headphone. Ya udah dibalikin pas manggil orangtuanya teman gitu. Kan teman ngekos jadi pinjam ibu kosnya bentar. Kadang ibu kadang bapak kalo bapak, tukang becak, kan aku dari kecil udah naik beca jadi kalo hape aku lagi disita, wak beca juga udah maklum kalo anaknya tuh (menunjuk diri sendiri sambil nyengir).”
Informan 2 menggunakan waktu senggangnya juga untuk berkumpul bersama Triple S atau Kpop Lovers. Dan di hari-hari sekolah, informan sering pulang telat ke rumah untuk berkumpul dan berbagi cerita dengan teman-temannya tentang boyband kesukaan mereka. “Kalo dulu kan aku pulang selalu tepat-tepat waktu, sekarang ngga. Suka ngumpul-ngumpul dulu.” “Sabtu Minggu jalan ama temen Kpop lovers lain, ama temen lain juga tapi ujung-ujungnya beli kaset korea juga..”
Berdasarkan pertimbangan larangan ayahnya untuk tidak menjadi fans girl, terkadang informan 2 tidak jujur saat memberitahu kepada orangtuanya kemana ia hendak pergi bahkan tidak minta izin kepada orangtua karena takut tidak diberi izin. Maka dia membuat semacam strategi untuk bisa menghadiri gathering. Seperti pada pernyataannya berikut ini: “Tyas yang jujur kalo hari libur, kalo ga hari libur baru ga jujur, kan ayahnya di rumah kalo libur ntar aku dilacak. Ayah kan pulang jam 6, jadi bole pulang sebelum jam 6, nah itu kan senin ampe jumat kalo sabtu minggu ayah di rumah, kalo anaknya ga di rumah yah udah pasti dicariin gitu.” Saat bersama teman-temannya, informan 2 mau membawa-bawa nama-nama personil SS501 di pembicaraannya. Maka tidak heran kalu teman-temannya
Universitas Sumatera Utara
menganggap kalau, seorang fans girl itu seperti tidak membutuhkan siapa-siapa, apalagi pacar karena terlalu asyik sendiri dengan idolanya. “Gini kak kan istilahnya kalo udah punya idola kan, kan bahasa Koreanya bias, kalo dah punya bias tuh kayak ga butuh segalanya gitu, kayak ga butuh temen, ga butuh pacar apalagi, kadang-kadang ngomong ‘eh ntar makan siang , makan dimana?’ ‘biasa ama si Jungmin’ gitu ngomongin Tyas ‘ih ga nyambung ya, udah itu kan jauh di korea sana bukan di Medan”.
Informan 3 juga memiliki kesamaan dengan kedua informan di atas. Informan memakai waktunya untuk browsing tentang SS501, meniru tarian para personil SS501 sebagai dance cover, berkumpul dengan anggota Triple S yang lain, mendengarkan musik, dan membicarakan SS501 atau Triple S setiap ada kesempatan. Seperti pernyataan berikut, informan selalu mengusahakan waktunya untuk hadir ke acara gathering. “Trus kalo gathering gitu selalu hadir?? Wina sih usahain selalu hadir, cuman sekali aja wina gak ada.” Informan 3 tidak begitu banyak memiliki barang-barang SS501 dan terkadang ia membeli bajakannya juga. Informan 2 dibantu adiknya yang juga Triple S dalam membeli barang-barang tersebut. Jadi mereka berdua menabung bersama. “Album sih wina belum banyak ya paling masih tiga. Cuman kalo DVD Jepang adalah 1 tapi selebihnya adalah bajakan. Karena saya gak mampu membelinya, kak (ketawa). Kalo aksesoris sih kita gak fokus ke aksesoris, kita fokus ke album supaya lengkap dulu.”
Uang saku yang diberikan orangtua informan terbilang cukup, sehari ia mendapat tujuh ribu rupiah, membawa bekal dari rumah dan membawa sepeda motor ke kampus. Pembelian barang-barang SS501 tidak diketahui orangtua informan karena ia menganggap orangtuanya akan marah apabila mengetahui anaknya
Universitas Sumatera Utara
menghabiskan uang sebayak itu untuk barang-barang yang tidak berhubungan dengan pendidikan. “Nah itu dia, masih ngerayu-rayu, makin ke sini, kan lama makin jujur kak, didoktrin sikit-sikit akhirnya sampe mama bisa nerima. Dan sekarang alhamdulilah udah nerima, cuman masalah koleksi itu emang tetap gak tau, karena kalo dia tahu Wina ngeluarin uang untuk itu, mereka bakalan merepet. Jadi sekedar dia tahu suka gitu aja, gak papa.” Ketiga informan bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self). Berbicara mengenai diri (self), informan memiliki kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri melalui bahasa. Subjek yang bertindak adalah ‘I’ dan dan objek yang mengamati adalah ‘Me’. Saat berinteraksi ataupun saat menjalani gaya hidupnya, ketiga informan kadang berperan sebagai seseorang yang menjadi ‘I’ atau ‘Me’. Ketiga informan bertindak sebagai ‘I’, saat mereka memutuskan membeli barang-barang asli SS501. Namun berdasarkan pertimbangan atau pemikiran (thought) terhadap norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain, para informan dapat berubah menjadi ‘Me’. Seperti yang dilakukan informan 1, ia memakai trik dengan tidak menyebutkan harga barang koleksinya pada orangtua karena ia tahu orangtua mengharapkannya untuk tidak membeli barang yang manfaat untuk ke depannya tidak ada. Begitu pula yang dilakukan informan 2 dan 3, yang tidak membiarkan orangtuanya tahu bahwa ia membeli barang-barang mahal tersebut dengan menyembunyikan koleksinya. Dari sini dapat dilihat kalau ‘I’ bersifat spontan, impulsif, dan kreatif, sedangkan ‘Me’ lebih reflektif dan peka secara sosial. Gaya hidup ketiga informan timbul untuk memperjelas identitas diri mereka sebagai seorang fans girl. Mereka berusaha agar tidak ketinggalan informasi ataupun hal-hal yang ter-uptodate mengenai SS501 jadi mereka rela mengeluarkan
Universitas Sumatera Utara
sejumlah uang yang terbilang besar untuk remaja yang masih di bangku pendidikan. Atau sekedar meluangkan waktu untuk berkumpul bersama untuk saling berbagi bersama anggota komunitas yang lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan Pencapaian makna merupakan hal yang penting dalam hidup ini dan melalui percakapan dengan orang lain, kita dapat lebih memahami diri sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan-pesan yang kita kirim atau terima. Hal ini berlaku pada komunitas Triple S juga, dimana setiap anggotanya berusaha memiliki makna yang sama mengenai SS501 maupun komunitas itu sendiri. Dan bagaimana makna yang diberikan oleh masyarakat mempengaruhi setiap anggota untuk bertindak seperti apa terhadap orang lain. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa identitas diri setiap informan terwujud berdasarkan interaksi mereka terhadap orang lain, baik keluarga, teman (particular other), maupun masyarakat umum (generalized other). Melalui proses pemikiran (mind) memperkuat pemaknaan tiap informan terhadap simbol verbal dan non verbal. Identitas diri ketiga informan mengalami proses pembentukan dalam hal status sosial mereka setelah bergabung di Triple S. Awalnya, masyarakat tidak menaruh perhatian pada mereka tetapi saat mereka berkumpul ataupun menunjukan identitas sebagai bagian dari kelompok, hal tersebut mengundang beberapa pandangan seperti menganggap mereka lain daripada yang lain, kompak, bahkan ada yang menganggap apa yang mereka ikuti tidak penting. Tetapi bagaimana ketiga informan dimaknai di dalam komunitas, itu adalah bagian penting bagi mereka. Dalam komunitas, mereka merasa bebas , 65
Universitas Sumatera Utara
dihargai, dan dimengerti. Disini mereka bisa menemukan orang-orang yang memiliki satu persepsi dengan mereka. Maka sudah sewajarnya apabila mereka menganggap kelompok mereka lebih baik dari kelompok lain. Proses komunikasi yang terjadi di dalam komunitas ini merupakan proses pengoperan simbol-simbol, baik simbol non verbal maupun verbal yang berupa gerakan, sikap atau barangbarang koleksi, yang maknanya disepakati oleh seluruh anggota komunitas. Peneliti juga melihat adanya pengaruh rasa solidaritas terhadap loyalitas ketiga informan. Informan 1 dan 3 yang memiliki keterlibatan yang besar dalam komunitas, memiliki loyalitas yang lebih tinggi dari informan 2. Loyalitas rendah yang dialami oleh informan 2 ini diakibatkan ia belum memiliki sense of belonging yang kuat terhadap kelompok dan merasa kurang dihargai. Namun demikian hal itu tidak membuatnya keluar dari komunitas karena persepsi yang sama mengenai SS501 hanya bisa ditemui di komunitas ini.
V.2. Saran Peneliti menganggap penelitian yang dilakukan kurang maksimal karena keterbatasan waktu temu dengan ketiga informan, yang memiliki kesibukan masing-masing. Dan juga teori interaksionisme simbolik tidak banyak berkata bagaimana mengevaluasi diri sendiri, sehingga peneliti tidak dapat menjelaskan evaluasi yang terjadi pada diri ketiga informan. Untuk itu, diharapkan agar ada peneliti lain yang mau melanjutkan penelitian ini lebih mendalam lagi. Peneliti juga melihat komunikasi antar pribadi yang kurang efektif dalam komunitas, mereka kebanyakan membicarakan hal-hal tentang SS501 dan menghiraukan masalah-masalah personal tiap anggota. Ini dapat membuat anggota
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai masalah personal menjadi jauh dengan anggota lainnya. Komunitas Triple S juga harus menunjukan hal-hal positif yang sebanyakbanyaknya kepada masyarakat sehingga baik orangtua, teman, dan orang lain memiliki makna yang sama terhadap boyband Korea.
Universitas Sumatera Utara