BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS
3.1
Metode Falling Head
3.1.1
Alat dan Bahan Permeameter Falling Head yang dipakai dalam penelitian tugas akhir ini
berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut : •
Sampel batuan berpori
Gambar 6. Sampel core batuan berpori.
•
Lem epoxy resin
•
Seal tape
•
Pipa pralon 5 cm sebagai tempat sampel
•
Pipa pralon 1 m sebagai tempat air
•
Soket
•
Penjepit pipa
•
Selang kecil transparan
•
Wadah penampung air
•
Timer
•
Penggaris atau meteran
14
15
3.1.2
Langkah-langkah Pengukuran Pengukuran dengan metode Falling Head dimulai dari penyiapan sampel
batuan sampai pada pengambilan data. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam pengukuran menggunakan metode Falling Head : 1.
Penyiapan sampel. Sampel yang akan dipakai berupa core batuan dengan diameter 1 inchi dan panjang atau ketebalannya dapat divariasikan sesuai kebutuhan. Sampel core dibalut dengan seal tape untuk menghindari kebocoran saat dialiri air. Setelah itu dilem ke dalam pipa pralon menggunakan lem epoxy resin sampai merata ke semua sisi agar tidak terjadi kebocoran, tunggu beberapa saat sampai lem sudah benar-benar mengeras.
2.
Rangkai permeameter sederhana seperti pada Gambar 7. Pipa sampel batuan dan pipa air disambungkan dengan menggunakan soket. Selang kecil transparan dapat disambungkan dengan pipa air agar ketinggian air dapat terlihat
dengan
mudah.
Dengan
menggunakan
penjepit,
rangkaian
permeameter tersebut ditempatkan dengan posisi tegak lurus di meja agar pipa tetap stabil. 3.
Masukkan air ke dalam pipa pralon, tunggu beberapa saat sampai sampel tersaturasi. Sampel harus tersaturasi karena gelembung udara dapat mengurangi luas permukaan spesifik dan memperkecil nilai permeabilitas.
4.
Kemudian catat kedudukan awal dan akhir permukaan air dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kedudukan akhir.
16
5.
Tampung air yang keluar menggunakan wadah penampung air. Wadah penampung air sebaiknya memiliki skala agar dapat diukur volume air yang keluar.
6.
Ukur sampel batuan yang lain dengan mengulangi langkah-langkah diatas.
Gambar 7. Permeameter falling head sederhana.
17
3.1.3
Metode Pengolahan Data Ketika air dimasukkan ke dalam pipa, permukaan air mula-mula berada
pada ketinggian H1 dan air akan mengalir melalui sampel sehingga permukaannya turun sampai pada ketinggian H2. Waktu t yang diperlukan oleh permukaan air untuk turun dari H1 ke H2 diukur dalam percobaan ini. Laju aliran fluida dinyatakan oleh persamaan di bawah ini sebagai : Q = π r2
dH dt
(19)
dengan r adalah radius pipa air. Pada kasus ini, untuk sampel dengan luas penampang A dan panjang L, Hukum Darcy dapat dituliskan sebagai berikut : Q = −A K
H L
(20)
Dari kedua persaman di atas didapat :
π r2
dH H = −AK dt L
(21)
Sampel core dianggap berbentuk silinder dengan jari-jari rs. Hasil dari integral persamaan di atas menjadi : K=
r2L H ln 1 2 rs t H2
(22)
Dengan mengetahui, radius pipa air r, jari-jari sampel core rs, panjang sampel L, ketinggian permukaan air awal H1 dan akhir H2 beserta selang waktu yang dibutuhkan, maka konduktivitas hidraulik K sampel batuan dapat diketahui dan dapat diperoleh permeabilitas melalui persamaan (18).
18
3.2
Analisis Citra Digital
3.2.1
Alat dan Bahan Pada metode kedua akan dilakukan analisis citra digital dari sampel batuan
berupa sayatan tipis yang diambil dari sampel core. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran ini terdiri dari : •
Sampel sayatan tipis batuan
Gambar 8. Sampel sayatan tipis batuan.
•
Mikroskop yang telah terhubung dengan kamera dan seperangkat komputer
•
Perangkat lunak Motic
•
Perangkat lunak DIPMA
3.2.2
Langkah-Langkah Pengukuran Pengukuran permeabilitas dengan analisis citra digital dimulai dari
penyiapan sampel batuan sampai pada pengambilan data. Berikut adalah langkahlangkah yang dilakukan dalam pengukuran dengan analisis citra digital : 1. Penyiapan sampel. Sampel batuan yang akan diukur berupa sayatan tipis dari core batuan yang telah diukur sebelumnya menggunakan metode Falling Head. Sayatan tipis diambil dari bagian paling atas dan paling bawah sampel core.
19
2. Citra digital sampel diambil menggunakan kamera yang telah tersambung pada suatu mikroskop dan terhubung dengan komputer. Perbesaran mikroskop yang digunakan adalah 100 kali lensa okuler dan 10 kali lensa objektif. Atur posisi sampel dan jarak dengan lensa serta fokus agar di dapat gambar yang tajam. Pengambilan gambar menggunakan perangkat lunak Motic. 3. Mikroskop hanya mampu mengambil bagian-bagian kecil gambar dalam satu kali pengukuran, oleh karena itu untuk setiap sayatan tipis diperlukan pengambilan gambar berkali-kali agar seluruh bagian dapat teramati. 4. Gambar yang diambil melalui kamera memiliki ukuran dengan satuan pixel, oleh karena itu dalam pengolahan data ukuran pixel ini perlu dikonversi ke dalam satuan meter. Dari skala lingkaran berdiameter 0,6 mm yang diambil dengan mikroskop pada jarak, perbesaran dan fokus yang sama dengan pengambilan gambar batuan diperoleh informasi bahwa 1 pixel adalah 0,004 mm. Dibawah ini adalah contoh gambar sampel batuan yang didapat dari satu kali pengambilan gambar dan pembanding berupa gambar lingkaran.
(a)
(b)
Gambar 9. Perbandingan sampel batuan dengan skala lingkaran.
20
5. Bagian-bagian kecil gambar kemudian digabungkan dengan menggunakan Matlab atau dapat dilakukan secara manual menggunakan Corel Draw sehingga hasilnya dapat telihat seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil penggabungan citra sampel ukuran 5220x3600 pixel.
6. Setelah digabungkan sebaiknya gambar diubah menjadi gambar hitam putih dengan mengidentifikasi bagian pori dengan warna hitam dan matriks dengan warna putih atau sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pengolahan data menggunakan DIPMA. Di samping itu, ukuran gambar sebaiknya diperkecil agar proses pengolahan data pada DIPMA tidak terlalu lama.Contoh gambar yang telah diperkecil dan diubah menjadi citra hitam putih dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.
Gambar 11. Citra sampel hitam-putih ukuran 418x288 pixel.
21
7. Dengan menggunakan DIPMA, gambar yang telah diambil ditentukan yang mana bagian porinya kemudian dilakukan proses TPCF yaitu untuk menampilkan grafik TPCF (Two Point Correlation Function). Program DIPMA telah menyediakan data analisis gambar seperti porositas, luas permukaan spesifik, dan permeabilitas.
3.2.3
Metode Pengolahan Data
Karena sampel merupakan batuan berpori yang terdiri dari pori dan matriks, fungsi korelasi dua titik (Two Point Correlation Function, TPCF) dapat diterapkan dalam proses pengolahan data. Fungsi f didefinisikan untuk semua posisi x pada suatu material dengan f(x) = 1 jika x berada pada daerah pori dan f(x) = 0 jika x berada pada daerah matriks. Jika sebuah luas penampang suatu material dibuat menjadi citra biner dimana daerah pori didefinisikan sebagai 1 dan matriks sebagai 0, maka citra tersebut didefinisikan sebagai f. Fungsi korelasi dua titik S2 didefinisikan sebagai probabilitas dua titik yang terpisah dalam jarak r berada dalam daerah pori.
S 2 (r ) = f ( x) f ( x + r )
(23)
Penjumlahan fungsi f dari keseluruhan citra luas penampang ketika r = 0 akan menunjukkan estimasi nilai porositas φ .
S 2 (0) = φ
(24)
Kemiringan (slope) dari fungsi korelasi dua titik dekat dengan titik awal sebanding dengan luas permukaan spesifik s suatu material, dimana luas
22
permukaan spesifik didefinisikan sebagai perbandingan dari total luas permukaan pori dengan total volume medium berpori (Blair, 1993). S 2 ' ( 0) = −
s 4
(25)