BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel dengan ketertarikan utama dari
peneliti, dimana faktor keberadaannya dipengaruhi oleh adanya variabel bebas (Sekaran dan Bougie, 2013). Financial distress adalah kondisi kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan sebagai bentuk penurunan kinerja sebelum kebangkrutan benar - benar terjadi pada perusahaan. Kondisi semacam ini biasanya ditandai dengan adanya kesulitan pembayaran hutang jangka pendek kepada kreditur. Namun sebagai early warning gejala paling ringan dari financial distress antara lain peningkatan harga bahan baku sehingga menghambat proses produksi perusahaan, penurunan tingkat penjualan, serta pengurangan jumlah tenaga kerja perusahaan atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Financial distress di dalam penelitian ini diproksikan dengan Earnings Per Share (EPS) sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elloumi and Gueyie (2001), Darus and Mohamad (2011), Niarachma (2012), Agusti (2013), Putri dan Merkusiwati (2014); serta Witiastuti dan Suryandari (2016). Earnings Per Share (EPS) sebagai proksi yang digunakan dalam variabel dependen dapat menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan per lembar saham yang nantinya akan dibagikan kepada pemegang 50
51
saham, dimana keuntungan tersebut diperoleh dari proses produksi perusahaan. Apabila Earnings Per Share (EPS) negatif, maka perusahaan tersebut sedang mengalami kerugian akibat dari rendahnya pendapatan jika dibandingkan dengan biaya yang ditanggung perusahaan. Dalam kondisi ini, perusahaan dikategorikan sedang mengalami financial distress.
Financial distress disajikan dalam bentuk variabel dummy dengan ukuran binomial, sehingga variabel memiliki nilai “1” apabila perusahaan mengalami financial distress dan nilai “0” apabila perusahaan tidak mengalami financial distress. Pengukuran ini didasarkan pada kondisi Earnings Per Share (EPS) perusahaan. Apabila perusahaan mengalami EPS negatif selama 5 (lima) tahun berturut - turut yaitu di antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, maka perusahaan mengalami kondisi financial distress dan diberi nilai “1”. Sedangkan apabila EPS positif selama 5 (lima) tahun berturut - turut yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, maka perusahaan tidak mengalami kondisi financial distress dan diberi nilai “0”.
3.1.2
Variabel Independen
3.1.2.1 Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan atau laba
52
pada periode tertentu dan menggambarkan tingkat efektivitas manajemen dalam melaksanakan aktivitas operasionalnya. Efektivitas manajemen dapat terlihat dari besarnya perolehan laba dari hasil penjualan dan investasi. Laba yang diperoleh perusahaan seringkali dibandingkan dengan penjualan, aktiva, dan ekuitas yang disebut dengan rasio profitabilitas. Dalam penelitian ini, rasio profitabilitas diproksikan dengan menggunakan Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) adalah rasio yang menilai besarnya tingkat pengembalian atau return terhadap keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Tinggi rendahnya rasio ini juga mampu menunjukkan tingkat efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen. Selain itu, rasio ini juga mengukur kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan kepemilikan aktivanya agar dapat memperoleh laba. Rumus untuk menghitung ROA sebagai berikut:
3.1.2.2 Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar perusahaan. Tidak hanya itu, rasio likuiditas juga menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengkonversikan aktiva lancar
53
tertentu menjadi uang kas. Perusahaan yang memiliki kemampuan dalam melunasi seluruh kewajiban finansial jangka pendeknya dikategorikan sebagai perusahaan liquid. Sebaliknya, bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dikategorikan sebagai perusahaan iliquid. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas diproksikan menggunakan Current Ratio (CR). Current Ratio (CR) adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajiban finansial jangka pendeknya, dimana digunakan untuk mengetahui sejauh mana jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan mampu menjamin seluruh kewajiban jangka pendeknya. Rumus untuk menghitung CR sebagai berikut:
3.1.2.3 Leverage Rasio solvabilitas atau leverage merupakan rasio yang menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi seluruh kewajiban finansialnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila di masa mendatang perusahaan dimugkinkan mengalami likuidasi. Sumber pendanaan perusahaan biasanya berasal dari pihak kreditur. Perusahaan dikategorikan solvable apabila perusahaan tersebut memiliki kekayaan yang cukup untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
54
Sebaliknya, perusahaan yang tidak memiliki kekayaan untuk melunasi seluruh kewajibannya dikategorikan sebagai perusahaan insolvable. Dalam penelitian ini, leverage diproksikan menggunakan Total Assets to Total Debt Ratio/Debt Ratio. Debt to Asset Ratio (DAR) merupakan rasio perbandingan antara jumlah keseluruhan kewajiban dengan jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan, dimana menunjukkan sejauh mana kewajiban perusahaan dapat tertutup oleh besarnya aktiva yang dimiliki. Rasio ini memperlihatkan besarnya proporsi antara kewajiban yang dimiliki dengan seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Rumus untuk menghitung DAR sebagai berikut:
3.1.2.4 Ukuran Dewan Direksi Dewan Direksi dalam suatu perusahaan bertugas untuk menentukan kebijakan dan strategi terbaru yang akan diterapkan dalam perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, jumlah anggota Dewan Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara memperhatikan tingkat efektivitas dalam pengambilan keputusan.
55
Penelitian ini menggunakan ukuran Dewan Direksi dengan perhitungan berdasarkan pada jumlah Dewan Direksi dalam perusahaan pada periode pengamatan (periode t), termasuk pula CEO (Hanifah, 2013).
3.1.2.5 Ukuran Dewan Komisaris Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan Direksi. Peran yang dimiliki Dewan Komisaris diharapkan dapat menekan permasalahan keagenan yang terjadi antara agen (Direksi) dengan principal (pemegang saham). Dewan Komisaris harus dapat mengawasi kinerja yang dilakukan oleh Dewan Direksi agar kinerja yang dihasilkan selaras dengan kepentingan pemegang saham dan tujuan perusahaan. Dalam penelitian ini, ukuran (jumlah) Dewan Komisaris pada sebuah perusahaan dapat diukur dengan jumlah Dewan Komisaris dalam periode pengamatan (periode t), termasuk juga Komisaris Independen (Wardhani, 2006).
3.1.2.6 Komite Audit Berdasarkan pada revisi peraturan nomor IX.I.5 Bapepam LK (2011) dalam penelitian Ellen dan Juniarti (2013), Komite Audit merupakan komite yang bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam rangka membantu tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Jumlah Komite Audit setidaknya adalah sebanyak 3
56
(tiga) orang dimana salah satunya memiliki klasifikasi berpotensi dalam bidang akuntansi dan/atau keuangan. Dalam penelitian ini, pengukuran Komite Audit menggunakan jumlah Komite Audit yang ada dalam perusahaan pada periode pengamatan (periode t).
3.2
Populasi dan Sampel Populasi merupakan jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadian
- kejadian yang menarik perhatian peneliti untuk kemudian diteliti (Sekaran dan Bougie, 2013). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2012 - 2014. Penggunaan periode penelitian tahun 2012 - 2014 dipilih karena data ini merupakan data terbaru yang tersedia selama penelitian dilakukan. Terpilihnya industri manufaktur sebagai populasi penelitian karena dianggap mampu mendukung prediksi financial distress itu sendiri. Dalam hal ini, industri manufaktur biasanya adalah industri yang berorientasi ekspor padahal mayoritas dari industri tersebut menggunakan bahan baku impor dalam kegiatan produksinya. Kondisi ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi perusahaan, terlebih apabila di Indonesia sedang dilanda krisis perekonomian global. Krisis perekonomian Yunani, berlangsung sejak terjadinya Global Financial Crisis
57
tahun 2008 sampai dengan saat ini. Sempat dapat survive dengan bantuan pinjaman dari negara Eropa, namun mengalami kelesuan perekonomian akibat hutang yang hampir dinyatakan default. Keputusan Yunani untuk bergabung dengan Uni Eropa dan mengganti mata uangnya dengan Euro nyatanya membuat Yunani mengalami resesi. Kondisi Yunani sempat mengkhawatirkan dengan title sebagai negara termiskin dan memiliki hutang yang bertumpuk di Eropa (www.cnnindonesia.com). Krisis ekonomi Yunani yang sedang melanda perekonomian global dapat mempengaruhi pasar, dimana menyebabkan terjadinya penurunan terhadap nilai tukar Euro terhadap Dolar AS. Oleh karenanya dolar AS mengalami penguatan di dunia yang imbasnya merugikan sektor riil Indonesia terutama industri (manufaktur). Industri domestik masih mengandalkan bahan baku impor dalam proses produksinya, dimana berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik bulan Mei 2015 menyebutkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus dan pada saat yang bersamaan impor bahan baku dan barang modal mengalami penurunan. Melemahnya nilai mata uang Rupiah pada dasarnya dapat dijadikan sebagai momentum peningkatan ekspor, namun faktanya justru negara tujuan ekspor seperti Cina dan negara - negara Eropa sedang dilanda kelesuan ekonomi. Hal ini mengakibatkan momentum peningkatan ekspor bagi industri domestik dapat dimanfaatkan dengan baik lantaran biaya bahan baku impor masih terbilang mahal karena menggunakan mata uang Dolar AS. Biaya bahan baku yang mahal menyebabkan mahalnya biaya produksi perusahaan manufaktur, sehingga produksi dalam negeri menjadi mahal dan daya saing menjadi rendah (www.bbc.com).
58
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili karakteristiknya (Sekaran dan Bougie, 2013). Sampel yang diuji dalam penelitian ini menggunakan pendekatan purposive sampling, artinya sampel yang digunakan adalah sampel yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria - kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak sebelum dari tahun 2010 sampai dengan setelah tahun 2014. 2. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada kisaran tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 melaporkan laporan keuangan dan annual reportnya secara terus - menerus. 3. Perusahaan menyajikan laporan keuangannya dengan menggunakan mata uang Rupiah (IDR). 4. Perusahaan menyampaikan data secara lengkap selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 berkaitan dengan variabel profitabilitas, likuiditas, leverage, direksi, komisaris dan komite audit. 5. Perusahaan go public yang memenuhi kriteria: a. Kelompok perusahaan yang memiliki Earnings Per Share (EPS) negatif selama 5 (lima) tahun berturut - turut, yaitu pada tahun 2010 - tahun 2014 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengalami kondisi financial distress dan diproksikan dengan angka “1”.
59
b. Kelompok perusahaan yang memiliki Earnings Per Share (EPS) positif selama 5 (lima) tahun berturut - turut, yaitu pada tahun 2010 -
tahun 2014 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak
mengalami kondisi financial distress atau non financial distress dan diproksikan dengan angka “0”.
3.3
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,
yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara. Sekaran dan Bougie (2013) menyebutkan bahwa penelitian dengan data sekunder adalah penelitian yang menggunakan data - data yang telah ada selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dokumentasi Data Dokumentasi merupakan penelitian arsip yang memuat kejadian di masa lalu (Indriantoro dan Supomo, 1999:146 dalam Hanifah 2013). Dokumentasi diperoleh dengan mengumpulkan annual report perusahaan manufaktur dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang diperoleh dari berbagai sumber.
60
2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara mencari, membaca dan mempelajari berbagai literatur yang berasal dari buku maupun jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini dan mampu menunjang pemahaman mengenai permasalahan dalam penelitian. Hal ini dilakukan supaya peneliti dapat memperoleh data yang sesuai. Sumber dari data yang digunakan pada penelitian ini adalah dari Bursa Efek Indonesia atau IDX (Indonesian Stock Exchange) dalam bentuk annual report dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Annual report yang digunakan merupakan laporan keuangan dari perusahaan manufaktur yang menunjang pengembangan prediksi financial distress. Selain itu juga penelitian ini menggunakan sumber data dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory).
3.4
Pengujian Data
3.4.1
Statistik Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan mengenai ringkasan
data - data penelitian seperti mean, minimum, maximum, standar deviasi, dan sebagainya. Pengujian statistik deskriptif disini dapat menggambarkan variabel profitabilitas, likuiditas, leverage, ukuran Dewan Direksi, ukuran Dewan Komisaris, dan jumlah Komite Audit.
61
3.4.2
Analisis Logistic Regression Analisis Logistic Regression dapat digunakan untuk mengembangkan
model prediksi financial distress dengan cara melakukan pengkategorian terhadap variabel dependennya ke dalam kelompok tertentu mengggunakan simbol “1” untuk perusahaan yang mengalami kondisi financial distress dan “0” untuk perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress. Pengujian menggunakan logistic regression ini dilakukan dengan menggunakan model:
Keterangan: = Nilai “1” untuk perusahaan financial distress dan nilai “0” untuk perusahaan non financial distress = Konstanta = Profitability = Liquidity = Leverage = Ukuran Dewan Direksi
62
= Ukuran Dewan Komisaris = Jumlah Komite Audit = Disturbance Error Beberapa uji dibawah ini merupakan pengujian yang ada dalam analisis logistic regression: 1. Uji Nilai Likelihood atau Uji Nilai Chi-square Nilai Likelihood atau Chi-quare digunakan untuk menguji model logistic regression. Uji ini digunakan untuk menunjukkan apakah dengan menambahkan variabel bebas ke dalam model regresi dapat memperbaiki model regresi dalam memprediksi variabel dependen penelitian. Pengujian nilai Likelihood atau Chi-quare didasarkan pada nilai -2LogL baik pada block 0 maupun pada block 1. Jika nilai -2LogL lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian yaitu sebesar 0.05 atau 5%, maka model regresi layak untuk digunakan karena dengan penambahan variabel independen dapat memperbaiki model fit dalam model logistic regression pada penelitian ini. 2. Uji Nilai Cox & Snell R2 dan Nagelkerke R2 Uji Nilai Cox & Snell R2 dan Nagelkerke R2 merupakan pengujian terhadap besarnya kemampuan variabel independen mampu menjelaskan variabel dependennya. Uji Nilai Cox & Snell R2 dan Nagelkerke R2 mirip dengan nilai koefisien determinasi (R2) dalam pengujian dengan mode
63
regresi berganda yang menjelaskan seberapa besar kontribusi atau pengaruh variabel bebas terhadap variabilitas variabel dependen dalam model penelitian ini. 3. Uji Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data empiris sesuai dengan model regresi dalam penelitian atau tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih kecil atau sama dengan tingkat signifikansi penelitian 0.05 atau 5%, maka hipotesis nol ditolak karena terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya. Sebaliknya, jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0.05 atau 5%, maka hipotesis nol diterima karena model mampu memprediksi nilai observasi atau model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya. 4. Uji Ketepatan Klasifikasi Uji ini merupakan estimasi atas benar atau salah dalam pengujian, dimana menunjukkan adanya 2 (dua) nilai yang dibandingkan antara nilai prediksi dengan nilai data empiris (observasi sesungguhnya) dari variabel dependen dengan menggunakan simbol “1” jika perusahaan mengalami kondisi financial distress dan simbol “0” bagi perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress.
64
5. Uji Parameter Logistic Regression atau Koefisien Regresi Parameter atau koefisien regresi merupakan nilai yang menggambarkan besaran dan arah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam model regresi. Selain itu, dengan pengujian dapat diketahui nilai probabilitas untuk masing - masing variabel independen sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan simpulan terdukung atau tidak terdukung hipotesis yang diajukan dalam penelitian. a. Menentukan hipotesis yang dirumuskan. Ha :
Variabel
independen
dalam
penelitian
dapat
memprediksi kondisi financial distress perusahaan. H0 :
Variabel independen dalam penelitian tidak dapat memprediksi kondisi financial distress perusahaan.
b. Menentukan tingkat signifikansi α sebesar 0.05 dan 0.10. c. Menentukan kriteria penerimaan hipotesis. Jika p < α, maka H0 ditolak. Jika p > α, maka H0 diterima. d. Menarik kesimpulan hipotesis