BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian Penelitian ini mengambil objek perusahaan yang tergolong ke dalam sektor industri telekomunikasi yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari perusahaan tersebut diambil tiga perusahaan sektor telekomunikasi yang terbesar dan bersaing ketat di pasaran. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan rata-rata volume transaksi sebanyak 6,841,000,000, PT. Indosat Tbk (ISAT) sebanyak 1,094,000,000, dan PT. XL Axiata Tbk (EXCL) sebanyak 2,755,000,000 selama periode tahun 2010 (lihat lembar lampiran 4 tentang ringkasan kinerja perusahaan sektor telekomunikasi tahun 2010).
3.2 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian bersifat kuantitatif dan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal di BEI yang meliputi harga saham individual bulanan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga penutupan saham bulanan dan Laporan Keuangan Tahunan periode 2010. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literature, seperti penelitian lain, referensi pasar modal Indonesia, buku-buku, serta sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
15
3.3 Tahapan Penelitian Dalam proses valuasi, sebelum melakukan estimasi harga/nilai wajar saham ke tiga perusahaan tersebut, sebaiknya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap kondisi perekonomian, kondisis industri dan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi perusahaan, dapat dilakukan dengan: 3.3.1
Melakukan analisis fundamental dengan menganalisa perekonomian secara global, analisa terhadap industri, dan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang yang secara umum berpengaruh terhadap harga saham, antara lain rasio likuiditas, manajemen aset, manajemen hutang, profitabilitas, dan nilai pasar beserta kebijakan deviden.
3.3.2
Melakukan valuasi harga wajar saham, dengan cara: 1. Menentukan Tingkat Pertumbuhan atau Growth (g)? Rumusnya:
g = RR X ROE Dan diketahui: RR (Retention Rate) = persentase laba ditahan ROE (Return of Equity) = laba bersih/total ekuitas 2. Menentukan jangka waktu investasi para investor dan menghitung nilai deviden (Dn) Jangka waktu investasi 5 tahun Penulis memilih jangka waktu selama lima (5) tahun, karena sektor perusahaan yang dipilih adalah perusahaan sektor telekomunikasi yang kredibilitas pembayaran devidennya baik, secara performansi sudah matang dan besar. Namun dikarenakan perkembangan & persaingan industri ini cukup signifikan (dalam istilah pasar modal dikenal dengan istilah high risk high return), diasumsikan investor yang akan menanamkan sahamnya juga 16
memilih untuk mempertimbangkan faktor resiko turunnya nilai saham pada tahun ke-2 atau ke-3 setelah investasi dilakukan dan mengakibatkan penundaan penarikan investasi hingga periode ke tahun investasi yang lebih baik, yang dalam hal ini penulis asumsikan hingga usia lima (5) tahun. Kita asumsikan apabila Investor berinvestasi pada suatu saham perusahaan yang matang & track record pembayaran yang baik, dengan jangka waktu investasi lima tahun, Investor akan memiliki kesempatan untuk menikmati pertumbuhan (growth) dividen. Atau mungkin malah menurun akibat rendahnya laba yang berhasil diraih perusahaan. Dengan berbagai kemungkinan tersebut, kita dapat melakukan perkiraan nilai wajar suatu saham berdasarkan pertumbuhan dividennya. 3. Menghitung estimasi tingkat keuntungan yang diharapkan Tingkat Imbal Hasil yang Diharapkan (Required Rate of Return) Dikarenakan beta saham masing-masing perusahaan nilainya berbeda-beda, penulis mengikutsertakan resiko pasar dengan koefisien beta (β) sebagai berikut:
Eksi = Rf + βi (ERm – Rf)
Keterangan: EKsi
= required rate of return saham i
Rf
= tingkat imbal-hasil investasi bebas resiko (misalnya SBI)
βi
= koefisien beta dari perusahaan i
17
Koefisien beta: ukuran sensitivitas atau kepekaan individu saham i terhadap pergerakan pasar. β > 1: Saham dengan koefisien beta > 1 : lebih agresif dari pergerakan pasar
β = 1: Saham dengan koefisien beta = 1 : mengikuti pergerakan pasar β < 1: Saham dengan koefisien beta < 1 : lebih lambat dari pergerakan pasar
ERm
= estimasi tingkat imbal-hasil portofolio pasar (IHSG)
4. Menghitung harga wajar saham atau nilai instrinsik saham Setelah menghitung estimasi penghitungan harga wajar saham melalui alat analisis, akan didapat nilai intrinsik atau harga wajar seharusnya.
3.4 Alat Analisis Dari tiga cara pendekatan fundamental untuk menilai harga wajar saham (stock valuation) melaui pendekatan dividend discount model
atau discounted cash-flow
techniques, relative valuation techniques dan price earning ratio, penulis lebih memilih untuk menggunakan pendekatan: Discounted cash-flow techniques atau dividend discount model (DDM) dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pendekatan deviden. Melalui pendekatan ini, penulis akan mengukur nilai intrinsik saham dengan mem-present valuekan tingkat keuntungan yang diharapkan. Beberapa cara atau metode penghitungan saham melalui Divident Discount Model (DDM) adalah sebagai berikut: 1. Menilai saham berdividen tetap (Zero Growth Model) Kita asumsikan PT X sudah menyatakan tidak ada pertumbuhan (growth) atas dividennya (dengan kata lain besarnya dividen tetap sehingga growth = 0). Perbedaannya
18
dengan saham preferen, jika dividen saham biasa merupakan kebijaksanaan perusahaan, dividen saham preferen juga menjadi kewajiban perusahaan untuk membayarnya. Bahkan, apabila perusahaan tidak mampu membayar dividen saham preferen pada tahun tertentu (tentu saja saham biasa tidak akan mendapatkan dividen), dividen saham preferen terutang akan diakumulasikan pada tahun berikutnya. Dengan D sebagai dividen konstan tahunan dan ks sebagai required of return, harga wajar saham biasa, yang diberi symbol Vs dapat ditentukan melalui pendiskontoan dividen-dividen di masa datang dengan ks.
Rumus di atas hampir mirip dengan persamaan pada saham preferen. Perbedaannya hanyalah pada required of return atau ks saham biasa yang sangat dipengaruhi oleh risiko masing-masing saham. Umumnya, required rate of return saham biasa (k) lebih tinggi daripada required rate of return saham preferen (k) karena risiko atas saham biasa lebih tinggi daripada saham preferen. Dengan kata lain, saham preferen lebih diprioritaskan dibanding saham biasa. Penulis tidak menggunakan metode ini pada Bab IV Pembahasan, dikarenakan perusahaan sektor telekomunikasi yang dianalisis diasumsikan akan terus berkembang dan menghasilkan deviden setiap tahunnya.
2. Menilai Saham dengan Pertumbuhan Dividen Konstan (Constant Growth Model) Dividen tahunan sebuah perusahaan bisa saja bertumbuh pada tingkat persentase yang tetap/konstan. Untuk mencari dividen tahun ke –n (Dn) dapat diperoleh dengan rumus berikut: 19
Dn = D0 (1+g)1
Keterangan: Dt
=
Dividen tahun ke-n
D0
= Dividen tahun sekarang
g
= Dividen Growth = tingkat pertumbuhan= (1-d) ROE = RR x ROE
d
= Dividen payout ratio = dividen per share earning per share RR (retention rate) = persentase laba ditahan. ROE (return on equity) = laba bersih/total modal.
Dividen 1 tahun kemudian: = ( + ) Dividen 2 tahun kemudian: = ( + ) Dan seterusnya hingga 5 tahun yang akan datang: = ( + ) Harga saham biasa yang memiliki tingkat pertumbuhan dividen konstan dapat ditentukan dengan cara menjumlah dividen-dividen di masa mendatang, setelah didiskonto dengan required rate of return ditambah present value dari harga penjualan di akhir periode investasi. Formulasinya adalah: =
( + ) ( + ) − + ⋯ + + ( + ) ( + ) ( + )
20
Penulis memilih formulasi ini pada Bab IV Pembahasan, dikarenakan perusahaan sektor telekomunikasi yang dibahas, masuk dalam kategori saham biasa dengan asumsi pertumbuhan tetap, mengingat usia pengalaman, performansi, dan kredibilitas tiga perusahaan tersebut cukup meyakinkan investor.
3. Menilai Saham dengan Pertumbuhan Dividen Variabel (Variable Growth Model) Walaupun constant growth model merupakan peningkatan dari zero growth model, tetapi constant growth model masih meninggalkan masalah. Untuk mengatasinya, dividend model mengizinkan pemakaian variabel tingkat pertumbuhan untuk memperoleh nilai dasar dividen dan harga saham pada masa mendatang, di mana harga saham itu merupakan fungsi dari keseluruhan dividen pada masa mendatang sampai waktu yang tidak terbatas. Dasar pemikirannya adalah pertumbuhan laba perusahaan tidak akan mengalami pertumbuhan yang tinggi secara terus-menerus. Adakalanya perusahaan mengalami masa paceklik. Formulasi variable growth model adalah: = ( × ) + ( × ) + … + ( × ) + "
×
× ( + ) # −
di mana: V0
= harga saham
D1, D2, …Dn = dividen yang dibayar PVIFn
= tingkat present value yang diharapkan
k
= required rate of return
g
= tingkat pertumbuhan dividen
21
Sesuai pemilihan model penelitian, penulis tidak memilih metode ini pada Bab IV Pembahasan, dikarenakan asumsi perkembangan industri telekomunikasi cukup stabil. Setelah memperoleh nilai intrinsik (harga wajar) saham tersebut, maka untuk mengetahui harga saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real market).
3.5 Hipotesis Dari hasil pembahasan a. NI > harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah) b. NI < harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi) c. NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
22