BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi penelitian ini adalah Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
3.1.2 Waktu Penelitian Waktu adalah seluruh rangkain ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung (Alwi, 2005:1267). Pelaksanaan Penelitian ini akan direncanakan pada tanggal 1 Maret sampai tanggal 31 Maret 2017.
3.2
Sumber Data Data adalah kenyataan yang ada, yang berfungsi sebagai bahan sumber
untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005:319). Data penelitian ini bersumber dari data lisan dan tulisan yang membutuhkan mitra wicara dan bahan pustaka sebagai acuannya. Data lisan diperoleh dari rekaman tuturan yang diucapkan informan tentang pertuturan dalam upacara tujuh bulanan dalam adat Jawa. Sementara data tulis diperoleh dari buku-buku yang relevan dengan judul penelitian, seperti buku Sosiolinguistik oleh Abdul Chaer. Data tulis juga diperoleh dari internet yang berkaitan dengan upacara tujuh bulanan dalam adat Jawa. Pemilihan sumber data
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan domisili yang diharapkan dapat mewakili komunitas yang ada di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
3.3
Metode Penelitian Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang dikehendaki (Alwi, 2005:740).
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik lanjutan teknik simak libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara menyimak bahasa yang diucapkan oleh sesepuh desa saat melakukan upacara tujuh bulanan. Teknik lanjut simak libat cakap adalah kegiatan menyimak dan terlibat dalam pembicaraan. Teknik rekam adalah kegiatan merekam semua ujaran yang diucapkan oleh informan, untuk didengar kembali data-data yang diperoleh penulis saat menganilisis data. Selanjutnya, metode catat dilakukan dengan mencatat data-data yang telah diperoleh untuk mengelompokkan data berdasarkan frase, kata, dan klausa (Sudaryanto, 1993:133-135). Mahsun (1995:106) mengungkapkan seseorang yang dijadikan informan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : 1. Berjenis kelamin pria atau wanita; 2. Berusia antara 25-26 tahun (tidak pikun);
Universitas Sumatera Utara
3. Orang tua, istri, suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu; 4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP); 5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak tinggi mobilitasnya; 6. Pekerjaannya bertani atau buruh; 7. Memiliki kebanggaan tehadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat bebahasa Indonesia; dan 9. Sehat jasmani dan rohani.
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan masalah penelitian yang telah ditetapkan. Metode dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya adalah di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Alat penentu dari metode padan adalah sub-jenis pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa. Sub-jenis kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara, dan sub-jenis ketiga, keempat, kelima alat penentunya adalah bahasa lain, perekam, dan pengawet bahasa (tulisan), serta orang yang menjadi mitra wicara. Metode padan dilakukan dengan teknik lanjut pilah unsur penentu dan teknik hubung banding membedakan. (Sudaryanto, 1993:13).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini penulis meneliti bahasa daerah yang dipadankan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik lanjutnya adalah teknik pilah unsur penentu yaitu untuk memilah-milah bentuk eufemisme dalam kata, frasa, atau klausa dalam tuturan tujuh bulanan pada masyaakat Jawa di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian, memilah-milah fungsi seperti fungsi sebagai alat untuk menghaluskan ucapan, sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu, sebagai alat untuk berdiplomasi, sebagai alat pendidikan, dan sebagai alat penolak bahaya. Dilanjutkan dengan teknik hubung banding membedakan yaitu dengan cara membedakan penggunaan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko dalam upacara tujuh bulanan. Contoh eufemisme dalam pembukaan acara tujuh bulanan: “Mugi kalian matur dumateng poro Bapak lan sederek kulo, ingkang sami pelenggahan woten panggenan nipun. Boten naming kulo seklima dumateng kapure rawuh ipun Bapak lan ngaturaken sembah pengabekti dumateng pernah sepah ia ngaturaken bagean dumateng pernah nem sumrambah skadangepun. Boten namung panjenengan sedoyo kerso ngilangken langkah bucal tempo sauntawes memenuhi undanganepun. Kapure anakseni niatipun bade ningkepi ingkang putro lan putri meniko dinten ingkang kepengker nampi rezeki sangking pangeran rupinikun nur Muhammad juluk ipun kunan jabang bayi ingkang dipun kandung mulai sewulan sehinggo jabang bayi tujuh bulan. Derek adat meniko lan dipun tingkepi lan dipitung wulani. Senjeng titiwancine kunang jabang bayi lahir ampunenten alangan saktunggal penopo”. Artinya Selamat datang para Bapak dan saudara saya, yang turut datang di rumah atau di tempat yang bertuah ini. Tidak lain dan tidak bukan saya diminta oleh tuan rumah untuk menyampaikan atau memberi paparan kepada orang tua dan muda-mudi, hajat dari tuan rumah. Tidak lain dan tidak bukan Bapak semuanya meringankan langkah dan meluangkan waktu dan tempat untuk memenuhi undangan tuan rumah. Dalam hal memberi tanda tujuh bulanan putri kami maka hari yang lewat
Universitas Sumatera Utara
kami menerima rezeki dari Tuhan berupa cahaya Muhammad yang disebut calon bayi yang ada di kandungan 1-7 bulan. Maka menurut adat ditandai mengandung 7 bulan. Pada waktunya bayi yang lahir tidak ada halangan suatu apapun. Makna dari ucapan di atas adalah memberitakan maksud dari tuan rumah, bahwa tuan rumah ingin mengadakan hajatan atau menyelenggarakan upacara tujuh bulanan untuk bayi yang ada di dalam kandungan, kepada orang-orang yang ada pada acara tersebut. Pelaksanaan upacara tujuh bulanan ini diharapkan agar bayi yang ada dalam kandungan ibunya dapat lahir lancar tidak ada halangan apapun. Penutur mewakili tuan rumah berbicara dan semua orang yang ada di tempat itu mendengarkan dengan diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan penutur. Penggalan dari ujaran di atas yang mengandung makna eufemisme : (1) Glos cermat :
Botennamingkulodisambutwiraoskuloseklima Tidak bukan saya di sambut rasa saya sekalian
Glos cermat :
dumateng masing-masing
Glos lancar :
Tidak lain dan tidak bukan saya bahagia menyambut para undangan sekalian.
Eufemisme dalam ujaran tersebut terdapat pada kata boten naming. Boten naming dalam bahasa Jawa krama inggil sering digunakan untuk menggantikan kata ora laen lan ora uduk dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘tidak lain dan tidak bukan’. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah:
Universitas Sumatera Utara
Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Arti
Kata
Kulo
aku
saya
Kata
Wiraos
roso
rasa
Frasa
boten naming
ora laen lan ora Tidak lain dan uduk
tidak bukan
Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan adalah bentuk kata dan frasa. Bentuk kata yaitu kulo, warios dan bentuk frasa yaitu boten naming.
Kemudian fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan bahasa yang terdapat pada kata kulo, warios, dan boten naming. Kata kulo dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata aku dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu ‘saya’. Kata warios dalam bahasa Jawa krama inggil
digunakan untuk menggantikan kata roso
dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu ‘rasa’. Kata boten naming dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata ora laen lan ora uduk dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu ‘tidak lain dan tidak bukan’.
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai alat untuk diplomasi yaitu sesepuh desa mengharapkan agar para tamu undangan yang datang dapat mendengar dan menuruti apa yang diucapkan oleh sesepuh desa dalam upacara tujuh bulanan.
(2)
Senjengtitiwancinekunangjabangbayilahirampunanten
Glos cermat :
sengaja teliti waktu kenang calon bayi lahir tidak ada
alangansaktunggalpenopo. Glos cermat : halangan
Glos lancar :
sesuatu apapun.
Pada saat bayi lahir tidak ada halangan apapun.
Eufemisme dari ujaran tersebut terdapat pada kata titiwancine, ampunenten, dan saktunggal. Titiwancine dalam bahasa Jawa karma inggil digunakan untuk menggantikan kata ndelokwektu dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘meneliti waktu’ atau ‘mencari waktu yang tepat’. Ampunenten dalam bahasa Jawa karma inggil digunakan untuk menggantikan kata ora ono dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia ‘tidak ada’. Saktunggal dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata soko dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia ‘sesuatu’.
Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah:
Universitas Sumatera Utara
Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Arti
Kata
saktunggal
soko
sesuatu
Kata
penopo
opo-opo
apa-apa; apapun
Frasa
titiwancine
ndelok wektu
teliti
waktu;
mencari
waktu
yang tepat Frasa
ampunenten
ora ono
tidak ada
Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan kata dan frasa. Bentuk kata yaitu saktunggal, penopo dan bentuk frasa yaitu titiwancine, ampunenten. Kemudian fungsi dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata saktunggal, penopo, titiwancine, dan ampunenten. Kata saktungga’ dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata soko dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘sesuatu’. Kata penopo dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata opo-opo
dalam bahasa Jawa ngoko, yang
memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘apa-apa; apapun’. Kata titiwancine dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata ndelok wektu dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘teliti waktu; mencari waktu yang tepat’. Kata ampunenten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk menggantikan kata ora ono dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘tidak ada’. 2. Sebagai alat penolak bahaya yaitu diharapkan agar pada saat bayi lahir tidak ada halangan apapun dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini penentuan tanggal dalam perhitungan Jawa juga diperlukan saat melakukan upacara tujuh bulanan agar upacara yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hal buruk.
(3)
Derekadatmenikolandipuntingkepilandipitungwulani.
Glos cermat :
maka adat menurut dan itu
Glos lancar :
Maka menurut ada harus ditandai dengan tujuh bulanan.
ditutupi dan di tujuh
bulani.
Eufemisme pada ujaran di atas terdapat pada kata deret dan dipun. Kata deret dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata mugakke dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘maka; dari pada itu’. Kata dipun dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggunakan kata iku dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘itu’.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk
Bahasa
Bahasa
Eufemisme
Jawa Krama Inggil
Jawa Ngoko
Kata
deret
Arti
mugakke
maka; dari pada itu
Kata
dipun
iku
itu
Frasa
pitung wulani
pitung wulani
tujuh bulan
Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan kata dan frasa. Bentuk kata yaitu deret, dipun, dan bentuk frasa yaitu pitung wulani. Kemudian fungsi dari ujaran di atas adalah sebagai berikut 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata deret dan dipun. Kata deret
dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk
menggantikan kata mugakke dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘maka; dari pada itu’. Kata dipun dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata iku dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘itu’. 2. Sebagai alat untuk menolak bahaya yaitu menurut adat Jawa ibu yang sedang hamil anak pertama harus melakukan upacara tujuh bulanan agar pada saat melahirkan, bayinya sehat dan tidak ada halangan apapun.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
EUFEMISME DALAM UPACARA TUJUH BULANAN ADAT JAWA TINGKEBAN DI GALANG KABUPATEN DELI SERDANG
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
4.1 Bentuk-Bentuk Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Upacara tujuh bulanan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di Desa Galang memiliki lima tahapan yaitu: 1. Among-among berupa pengungkapan rasa syukur keluarga kepada Allah dengan cara membagikan nasi urap kepada anak-anak yang hadir dalam upacara tersebut. 2. Siraman yaitu memandikan ayah, ibu, dan bayi yang ada dalam kandungan dengan air tujuh sumur yang dicampur dengan bunga. 3. Memakan bubur yang dikenal dengan istilah bubur procot. Bubur yang terbuat dari tepung terigu dan pisang ini harus dimakan habis oleh ibu dan ayah yang mengandung agar saat melahirkan tidak merasakan sakit. 4. Membelah kelapa yang dilakukan oleh ayah dari calon bayi yang akan dilahirkan dipercaya dapat memberi tanda jenis kelamin dari bayi yang ada di dalam kandungan. 5. Ganti kain yang akan dilakukan adalah dengan menyediakan tujuh warna dan jenis kain panjang yang berbeda. Kain panjang yang akan dipakaikan pada
ibu yang mengandung harus kain yang paling akhir atau yang
ketujuh sesuai dengan usia kandungan bayi.
Universitas Sumatera Utara
6. Berjualan cendol dan rujak yang dilakukan oleh ayah dan ibu dari calon bayi. Cendol yang dibuat ayah terbuat dari tepung, gula merah, dan santan kelapa. Sementara rujak yang dijual oleh ibu terbuat dari tujuh macam buah. Jika rujak yang dijual oleh ibu yang mengandung rasanya pedas, menandakan bahwa anak yang dikandungnya adalah laki-laki. Tapi jika rujak yang dijual oleh ibu yang mengandung rasaya manis, menandakan bahwa anak yang dikandunganya adalah perempuan. Perlu diketahui bahwa tidak semua ritual dalam upacara tujuh bulanan yang dilakukan pada masyarakat di Desa Galang memiliki eufemisme pada setiap ujaran yang diucapkan. Ujaran yang mengandung eufemisme dalam upacara tujuh bulanan yang dilakukan masyarakat di Desa Galang hanya terdapat pada prosesi among-among, siraman, makan bubur, membelah kelapa, dan ganti kain.
Bentuk-bentuk eufemisme dalam upacara tujuh bulanan menurut Dwi Sutana (2011:4), eufemisme dalam bahasa Jawa sekurang-kurangnya dapat berupa kata, frasa, dan klausa. 1. Eufemisme berbentuk kata Wedhawati (2006:37) kata adalah satuan terkecil di dalam tata kalimat, keberadaan kata bersifat mendua, kata dapat berada baik di dalam deskripsi morfologi maupun deskripsi sintaksis. 2. Eufemisme berbentuk frasa Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan,2001:139). Frasa merupakan gabungan satu kata atau lebih yang tidak melampaui batas
Universitas Sumatera Utara
fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. 3. Eufemisme berbentuk klausa Klausa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat atau bentuk kalimat yang terdiri atas subjek dan predikat (Wedhawati 2006:32). Pada
upacara
tujuh
bulanan
ditemukan
beberapa
bentuk
eufemisme. Berikut adalah bentuk-bentuk eufemisme dalam upacara tujuh bulanan.
4.1.1. Bentuk Eufemisme Saat Among-Among dalam Upacara Tujuh Bulanan Among- among dalam upacara tujuh bulanan juga dikenal sebagai pengungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diterima yaitu berupa kehamilan seorang ibu. Among-among ini biasanya berupa nasi, sayur urap, ikan asin, telur rebus dan kerupuk merah putih yang dibungkus dengan kertas nasi atau daun pisang lalu diberikan kepada anak-anak yang datang dalam acara tujuh bulanan tersebut. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat membagikan amongamong kepada anak-anak adalah sebagai berikut :
Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahirtinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri
yang lahir tinggal sehari
karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu
Universitas Sumatera Utara
Sengmomongjabangbayisupayalaherselamet, segourapiki Glos cermat : yang jaga
calon bayi supaya lahir selamat, nasi urap ini
dibagikelare-laremenkabulhayatinipun.. Glos cermat : dibagi ke anak-anak biar terkabul baik
niat.
Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata lare-lare, dan hayati nipun. Kata lare-lare dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata ‘anak-anak’ dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘anak-anak’. Kata hayati nipun bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata kajate dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘niat baik atau nazar’. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Arti
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Kata
lare-lare
anak-anak
anak-anak
Frasa
hayati nipun
kajate
niat baik atau nazar
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Bentuk Eufemisme Saat Siraman dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Siraman dalam upacara tujuh bulanan dipercaya dapat memberi kesegaran pada orang tua dan bayi yang ada di kandungan agar bayi yang dilahirkan sehat. Siraman ini dilakukan menggunakan air tujuh sumur yang dicampur dengan bunga macan kera dan telur ayam. Air tujuh sumur yang digunakan untuk mandi sesuai dengan usia kehamilan yaitu tujuh bulan, bunga macan kera dipercaya dapat memberi semangat dan kesegaran pada orang tua calon bayi dan bayi yang akan dilahirkan. Telur ayam yang dicampurkan ke air siraman diharapkan agar saat ibu melahirkan tidak ada halangan apapun.
Jumlah orang yang memandikan dalam proses siraman juga harus berjumlah tujuh orang. Orang-orang tersebut bisa dari keluarga kedua belah pihak seperti ayah dan ibu orang tua dari ibu yang mengandung, ayah dan ibu orang tua dari calon ayah bayi yang akan dilahirkan, dan sebagainya. Biasanya setiap orang yang memandikan ayah dan ibu dari calon bayi membaca sholawat nabi (Allahumma sholli’ala sayyidina Muhammad wa’ala ali sayyidina Muhammad) sebanyak tiga kali. Tujuannya agar ayah, ibu, dan bayi yang akan dilahirkan selalu dalam lindungan Allah.
Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat siraman adalah sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Maturkeselametansengbawersodesokenedisatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan sipolannyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyenangi air
suko air.
suci. SucikersaneAllah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Temukan
sembilan bulan sepuluh hari
mengkolaherdiparengigangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti
lahir bersama
mudah,
sehat selamat tidak ada
gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa.
Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun.
Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata matur, dan bawerso. Kata matur dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata nembung dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘memohon, meminta’. Kata bawerso bahasa Jawa krama inggil digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk menggantikan kata demet dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu’ jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah’.
Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Arti
Kata
Matur
njalok
memohon, meminta
Kata
Bawerso
demet
jin, iblis, makhluk halus
penunggu
suatu daerah Frasa
sanngang wulan
sangang wulan
sembilan bulan
Frasa
sedoso dinten
sedoso dinten
sepuluh hari
4.1.3 Bentuk Eufemisme Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Setelah siraman selesai dilakukan, selanjutnya ayah dan ibu dari calon bayi diberi makan bubur yang disebut dengan bubur procot yaitu bubur yang terbuat dari tepung terigu dan pisang yang dimasak hanya menggunakan garam. Bubur procot dibuat dengan rasa yang tidak enak dan harus dimakan oleh ayah dan ibunya sampai habis. Bubur procot sengaja dibuat tidak ada rasanya, diharapkan agar ibu yang mengandung dapat merasakan bahwa melahirkan
Universitas Sumatera Utara
seorang anak rasanya sakit. Walaupun sakit, sang ibu harus tetap melahirkan anaknya dan berjuang hidup untuk anak yang akan dilahirkan.
Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses makan bubur adalah sebagai berikut : Menuhiidam-idamane jabangbayisengenengnangkandungan. Glos cermat :
Memenuhi keinginan
calon bayi yang ada
di
kandungan.
Temekkanesangangwulansedosodinten, mengkoneknyakiti Glos cermat : Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari,
nanti kalau nyakiti
ojosuwi-suwi. Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidinten. Glos cermat : jangan lama-lama. Nanti keinginan
sudah dipenuhi
ini hari.
Mudah-mudahangangsar, warasselametoraonogangguan Glos cermat : Mudah-mudahan lancar,
sehat selamat tidak ada gangguan
opo-opo. Glos cermat : apa-apa.
Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudahmudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata idam-idamanepun, dan sangang wulan dan sepoloh dinten. Kata idam-idamanepun dalam bahasa Jawa
Universitas Sumatera Utara
krama inggil digunakan untuk menggantikan kata idam-idamane dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘keinginan’. Kata sangang wulan bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sangang wulan dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘sembilan bulan’. Kata sedoso dinten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sepoloh dino dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘sepuluh hari’. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Kata
idam-
Arti
idam-idamane
Keinginan
idamanepun Frasa
sangang wulan
sangang wulan
sembilan bulan
Frasa
sedoso dinten
sedoso dinten
sepuluh hari
4.1.4 Bentuk Eufemisme Saat Membelah Kelapa dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Kelapa yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah kelapa gading dan sudah digambar tokoh wayang, seperti Dewi Sinta dan Arjuna. Membelah kelapa dalam upacara ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Jawa yaitu dapat memberi tanda jenis kelamin bayi yang dikandung oleh ibu. Jika kelapa yang dibelah lurus tepat berada di tengah antara gambar wayang Dewi Sinta dan Arjuna, maka dipercaya anak yang ada dalam kandungan adalah bayi perempuan
Universitas Sumatera Utara
yang diharapkan cantik seperti Dewi Sinta. Tapi jika kelapa yang dibelah tidak lurus, maka dipercaya anak yang ada dalam kandungan adalah bayi laki-laki yang diharapkan seperti Arjuna yang tampan juga bijaksana. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses membelah kelapa adalah sebagai berikut : Ikikeloposeng wesdigambariarekdibelah, lanangwedok Glos cermat : Ini kelapa yang sudah digambar mau dibelah, laki-laki perempuan
diparengi. Neklurusberartiwedok,
nekmerengberarti
Glos cermat : diterima. Kalau lurus berarti perempuan, kalau miring berarti
lanang. Glos cermat : laki-laki.
Glos lancar : Kelapa yang sudah digambar ini akan dibelah, laki-laki atau perempuan harus diterima. Kalau kelapa yang dibelah lurus berarti anaknya perempuan, tapi kalau kelapa yang dibelah miring berarti anaknya laki-laki. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata digambari dan diparengi. Kata digambari dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata digambar dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘digambar’. Kata diparengi bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata diterimo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘diterima’. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah :
Universitas Sumatera Utara
Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Arti
Kata
digambari
digambar
Digambar
Kata
diparengi
diterimo
Diterima
4.1.5 Bentuk Eufemisme Saat Ganti Kain dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Pergantian kain pada ibu yang mengandung dilakukan setelah proses siraman, makan bubur procot,dan membelah kelapa. Kain yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah kain panjang dan jumlahnya harus tujuh sesuai dengan usia kandungan ibu yang mengandung. Kain dipakain oleh ibu yang mengandung adalah kain yang terakhir. Dalam proses pergantian kain ini terjadi komunikasi antara sesepuh desa yang membaca upacara tujuh bulanan dan orang yang hadir diupacara tersebut. Sesepuh desa akan membentangkan kain panjang pertama ke badan ibu yang mengandung lalu bertanya, “Apakah kain ini cocok untuk si polan?” Maka masyarakat yang hadir harus menjawab,”tidak cocok”. Dialog ini akan dilakukan sampai pada kain keenam. Pada kain panjang ketujuh, sesepuh bertanya kembali, “Apakah kain ini cocok untuk si polan?” Maka masyarakat harus menjawab “cocok”. Kain ketujuh yang sudah dipilih kemudian dipakaikan pada ibu yang mengandung. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses membelah kelapa adalah sebagai berikut : Ikisipolan arekgantibaju, pilihke Glos cermat : ini si nama ibu yang mengandung mau ganti baju, pilihkan
Universitas Sumatera Utara
jareksengpantes. Nekpantesngmongpantes, nekora Glos cermat : kain panjang yang pantas. Kalau pantas bilang pantas, kalau tidak
ngomongora. Glos cermat : bilang
tidak.
Ikipantesora?Orapantes. Glos cermat : Ini panes tidak? Tidak pantas.
Ikipantesnjeh?Njehpantes. Glos cermat : Ini pantas tidak? Iya pantas.
Glos lancar : Ini si polan mau ganti baju, pilihkan kain panjang yang paling bagus. Kalau pantas bilan pantas, kalau tidak bilang tidak. Ini pantas tidak? Tidak pantas. Ini pantas ya? Iya pantas. Eufemisme pada ujaran di atas hanya terdapat pada kata njeh dalam bahasa Jawa krama inggil yang digunakan untuk menggantikan kata iyo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘iya’. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa
Eufemisme
Krama Inggil
Ngoko
Kata
njeh
iyo
Arti
Iya
Universitas Sumatera Utara
4.2 Fungsi Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Penggunaan eufemisme oleh pemakai bahasa adalah untuk menggantikan suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang dipandang bernilai rasa halus. Dalam gejala pemakaian eufemisme, bentuk terganti memiliki maksud yang sama dan referan ekstra lingual yang sama. Hanya saja bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila dibandingkan dengan yang belum diganti. Fungsi eufemisme menurut Wijaya (2008:104-109), memiliki lima macam fungsi, yaitu: 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan Kata-kata
yang
memiliki
denotasi
tidak
senonoh,
tidak
menyenamgkan atau mengerikan, berkonotasi rendah atau tidak terhormat, harus diganti atau diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung untuk menghindari berbagai hambatan dan konflik sosial. Contohnya, kata pembantu memiliki konotasi yang agak rendah atau tidak terhormat, dan orang yang memiliki profesi tersebut akan lebih senang jika disebut pramuwisma. 2. Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu Kata-kata yang dimaksudkan bertujuan untuk merahasiakan sesuatu dari seseorang untuk menghindari menyakiti perasaan seseorang. Misalnya dalam dunia kedokteran, eufemisme tidak hanya digunakan untuk menghaluskan ucapan, tetapi juga digunakan untuk merahasiakan
Universitas Sumatera Utara
sesuatu.
Seperti
penyakit-
penyakit
yang
bebahaya
dan
dapat
menimbulkan rasa khawatir pada orang yang menderitanya. 3. Sebagai alat untuk berdiplomasi Eufemisme biasa digunakan oleh para pemimpin atau para pejabat untuk menghargai atau memuaskan bawahan atau rakyatnya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam petemuan rapat seorang pemimpin mengatakan akan menampung atau mempertimbangkan usul-usul yang diajukan oleh peserta rapat walaupun sebenanya usul tersebut ditolak. Hal ini dilakukan untuk menghargai para pemberi saran. 4. Sebagai alat pendidikan Penghalusan ucapan sebagai sarana edukatif untuk anak-anak khususnya. Hal ini untuk menghindari penyebutan secara langsung katakata yang bernilai rasa kurang sopan. Seperti penyebutan pipis’buang air kecil’, guguk ‘anjing’ dan sebagainya. 5. Sebagai alat penolak bahaya Ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan sejumlah kata eufemisme merupakan salah satu cerminan usaha manusia untuk memperoleh ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan. Misalnya, dalam masyarakat Jawa kata tikus diganti dengan kata denbagus. Hal ini dilakukan agar mereka tidak mendapat gangguan dari binatang tersebut. 4.2.1 Fungsi Eufemisme Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Universitas Sumatera Utara
Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat membagikan among-among kepada anak-anak adalah sebagai berikut :
Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahirtinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri
yang lahir tinggal sehari
karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu
Sengmomongjabangbayisupayalaherselamet, segourapiki Glos cermat : yang jaga
calon bayi supaya lahir selamat, nasi urap ini
dibagikelare-laremenkabulhayatinipun.. Glos cermat : dibagi ke anak-anak biar terkabul baik
niat
Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai alat untuk menghaluskan bahasa yang terdapat pada kata larelare, dan hayati nipun. Kata lare-lare dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata anak-anak dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘anak-anak’. Kata hayati
Universitas Sumatera Utara
nipun bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata kajate dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘niat baik atau nazar’. 2.
Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu yang terdapat pada kalimat kakang kawah adi ari-ari. Kalimat ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat jawa dalam upacara tujuh bulanan yaitu dipercaya bahwa kakang kawah adi ari-ari adalah abang adik yang ada disisi kanan dan kiri yang menjaga bayi dalam kandungan ibunya. Abang adik tersebut adalah uri-uri yang menjadi bantal bayi saat dalam kandungan. Saat bayi sudah lahir uri-uri tersebut dikuburkan dan kuburannya diberi penerangan seperti lampu. Setelah uri-uri yang dikuburkan berusia 40 hari, roh uri-uri tersebut akan kembali ke dalam perut ibu untuk menjadi bantalan bayi jika ibu kembali mengandung.
3.
Sebagai alat penolak bahaya yang terdapat pada kata ngupahi kakang kawah adi ari-ari. Kata ngupahi dalam bahasa Indonesia berarti ‘memberi’. Kata memberi pada potongan kata tersebut memiliki arti yaitu memenuhi semua keinginan calon bayi yang ada dalam kandungan ibu beupa nasi among-among yang dibagikan kepada anak-anak agar lahir dengan selamat tanpa ada halangan apapun.
Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang seharusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di
Universitas Sumatera Utara
atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat among-among dalam upacara tujuh bulanan.
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari suatu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Pergeseran bahasa yang menyangkut penggunaan bahasa oleh seorang penutur akibat pepindahan dari masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain juga terjadi pada masyarakat di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa, bahasa yang digunakan tidak sama dengan bahasa yang digunakan pada upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat asli yang tinggal di pulau Jawa yaitu bahasa Jawa krama inggil. Bahasa yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa yang tinggal di Galang adalah bahasa Jawa campuran yaitu mencampurkan bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko. Pergeseran bahasa yang terjadi dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Galang disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1.
Tidak adanya penutur asli bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan yang tinggal di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
2.
Kurangnya pengetahuan generasi muda mengenai bahasa Jawa krama inggil di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
3.
Lingkungan tempat tinggal juga dapat memberi dampak pada pemertahanan bahasa. Jika masyarakat yang tinggal di daerah sekitar rumah tidak
Universitas Sumatera Utara
menggunakan bahasa Jawa krama inggil, maka semakin sedikit penutur bahasa Jawa krama inggil. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut Amaringikakangkawahadiari-ariengkangmbabarkamben Glos cermat : memberi abang air ketuban uri-uri yang
lahir
tinggal
sedintensijabangbayiengkangwontenkandutansipolan. Glos cermat : sehari
si calon
bayi yang
ada
kandungan si nama ibu,
engkangngeruktijabangbayisupadosmbabarwilujeng. Glos cermat : yang
jaga
calon
bayi supaya lahir
selamat.
Sakepurapporo-porodumatenglare-larekersanepunkabul Glos cermat : Nasi urap
bagi-bagi
bersama anak-anak biar
terkabul
hayatinipun. Glos cermat : baik niat. Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya.
Universitas Sumatera Utara
Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat among-among dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di desa Galang adalah sebagai berikut :
Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahertinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri
yang lahir tinggal sehari
karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu
sengmomongjabangbayisupayalaherselamet.Segourapiki Glos cermat : yang jaga
calon bayi supaya lahir selamat. Nasi urap ini
dibagikarolare-larebagen kabulhayatinipun. Glos cermat : dibagi bersama anak-anak biar
terkabul baik
niat
Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang terdapat pada kata-kata berikut :
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran Bahasa Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab. Deli
Arti
Serdang) amaringi
ngupahi
memberi
engkang
seng
yang
mbabar
laher
lahir
amben
tinggal
tinggal
sedinten
sedino
sehari
wonten
eneng
ada
kandutan
kandungan
kandungan
ngerukti
momong
menjaga
supados
supaya
supaya
wilujeng
selamet
selamat
sakep
sego
nasi
poro-poro
dibagi
bagi-bagi; dibagi
dumateng
karo
bersama
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil ke bahas Jawa ngoko. Jika terdapat pergeseran bahasa dalam ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas
Universitas Sumatera Utara
secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Jawa krama inggil masih bertahan pada masyarakat di Desa Galang walaupun tergolong sangat sedikit dan mencampurkan bahasa Jawa krama inggil dengan bahasa Jawa ngoko khususnya pada acara tujuh bulanan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Keyakinan yang berhubungan dengan kepercayaan bahwa bahasa ibu adalah yang pertama yang harus diajarkan kepada anak, walaupun hanya sedikit bahasa ibu yang masih mengajarkan bahasa Jawa krama inggil pada anaknya.
2.
Bahasa Jawa krama inggil yang masih bertahan dalam kategori sedikit, karena penutur masih merasa bahwa bahasa Jawa memiliki nilai-nilai leluhur yang harus diajarkan secara turun-temurun terlebih pada saat ada upacara-upacara adat seperti kehamilan, pernikahan, kematian, dan sebagainya.
3.
Penutur yang tinggal di desa Galang dan masih menggunakan bahasa Jawa krama inggil pada saat upacara-upacara adat dilakukan, berkeyakinan bahwa bahasa Jawa krama inggil
memiliki derajat kesantunan dan
keluhuran yang berguna dalam hidup bermasyarakat. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) lare-lare
lare-lare
anak-anak
hayati nipun
hayati nipun
niat baik atau nazar
Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan among-among dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Among-among pada masyarakat Jawa di Jawa Tengah adalah nasi urap beserta lauknya seperti ikan asin, telur, dan kerupuk dibungkus dengan daun pisang lalu dibagikan kepada anak-anak, tetangga dan saudara. Tetapi pada masyarakat Galang, among-among dalam upacara tujuh bulanan, nasi urap beserta lauknya masih bertahan. Tetapi pembungkus untuk nasi sudah bergeser menjadi kertas nasi.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Fungsi Eufemisme Saat Siraman dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat siraman adalah sebagai berikut :
Maturkeselametansengbawersodesokene disatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan
sipolan nyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyenangi air
suko air
suci.SucikersaneAllah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari.
mengkolaherdiparengigangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti
lahir bersama
mudah, sehat selamat tidak ada
gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa.
Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan terdapat pada kata matur, dan bawerso. Kata matur dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata nembung dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘memohon, meminta’. Kata bawerso bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata deme dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu’ jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah’.
2.
Sebagai alat penolak bahaya yaitu membaca sholawat nabi meminta perlindungan Allah saat proses siraman yang bertujuan agar makhluk halus yang dipercaya masyarakat setempat tidak mengganggu ayah, ibu dan bayi yang akan dilahirkan.
Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang seharusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat among-among dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat siraman alam upacara tujuh bulanan adat Jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut Matur kawilujenganengkangbawersodusunmriki
Universitas Sumatera Utara
Glos cermat : Meminta keselamatan
yang
menunggu desa sini
dadosakensipolanngawontennakentuyopetaktuyosuci, Glos cermat : disatukan si nama ibu
menyukaiair
suka air
suci,
sucikersaneAllah. Sakduginipunsangangwulansedosodinten Glos cermat : suci karena Allah. Temukan
Sembilan bulan sepuluh hari
sakmangkembabardiparengigangsar, sehatwilujengmboten Glos cermat : nanti
lahir
bersama mudah, sehat selamat tidak
wontenrubidopenopo. Glos cermat : ada
halangan apa-apa.
Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah Sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun.
Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di Desa Galang adalah sebagai berikut
Matur keselametansengbawersodesokene disatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan
Universitas Sumatera Utara
sipolan nyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyukai air
suka air
suci. SucikersaneAllah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Temukan
sembilan bulan sepuluh hari
mengkolaherdiparengi gangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti
lahir bersama
mudah, sehat selamat tidak ada
gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa.
Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah Sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun.
Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang terdapat pada kata-kata berikut :
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran Bahasa Saat Siraman Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Karama Inggil
(Desa Galang Kab. Deli
Arti
Serdang) kawilujengan
keselametan
keselamatan
engkang
seng
yang
dusun
deso
desa
riki
kene
sini
dadosaken
disatuken
disatukan
ngawontennaken
nyenengke
menyukai
tuyo
banyu
air
petak
suko
suka
sakduginipun
temekkane
temukan
sakmangke
mengko
nanti
mbabar
laher
lahir
wilujeng
selamet
selamat
mboten
ora
tidak
wonten
ono
da
rubido
gangguan
halangan; gangguan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil
ke bahas Jawa ngoko.
Jika terdapat pergeseran bahasa dalam
ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pergerseran bahasa itu. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Siraman Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang matur
matur
memohon, meminta
bawerso
bawerso
jin,
iblis,
makhluk
halus
penunggu suatu daerah sanngang wulan
sangang wulan
sembilan bulan
sedoso dinten
sedoso dinten
sepuluh hari
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan siraman dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Siraman pada masyarakat Jawa yang ada di Jawa Tengah hanya pada ibu yang menggandung dengan menggunakan rangkaian bunga melati yang dikalungkan dari leher sampai dada ibu, siraman juga dilakukan dengan menggunakan batok kelapa. Sedikit berbeda pada masyarakat di Desa Galang yaitu, siraman juga berlaku bagi ayah dari calon bayi yang akan dilahirkan. Pada proses ini, ayah juga ikut dimandikan bersama dengan ibu. Masyarakat di Desa Galang juga tidak menggunakan gayung yang terbuat dari batok, melainkan dari gayung plastik. Ibu yang mengandung juga tidak lagi dikalungkan dengan rangkaian bunga melati dengan alasan sulitnya mencari bunga melati asli dan sulit mencari orang yang dapat merangkai bunga tersebut. Walaupun pelaksanaan siraman pada upacara tujuh bulanan pada masyarakat di Desa Galang berbeda sedikit dengan masyarakat Jawa Tengah, tetapi sama-sama masih menggunakan bunga macan kera dan air dari tujuh sumur. Bunga macan kera terdiri dari bunga, jeruk purut, kunyit, kedaung, dan lain-lain.
4.2.3 Fungsi Eufemisme Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat makan bubur adalah sebagai berikut : Menuhi idam-idamanejabangbayisengenengnangkandungan.
Universitas Sumatera Utara
Glos cermat : Memenuhi keinginan
calon bayi yang ada
di
kandungan.
Temekkanesangangwulansepolohdinten, mengkonek nyakiti Glos cermat : Sesudahnya
sembilan bulan sepuluh hari, nanti
kalau nyakiti
ojosuwi-suwi. Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidinten. Glos cermat : jangan lama-lama. Nanti keinginan
sudah dipenuhi
ini hari.
Mudah-mudahangangsar, warasselametoraonogangguan Glos cermat : Mudah-mudahan lancar,
sehat selamat tidak ada gangguan
opo-opo. Glos cermat : apa-apa.
Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata idamidamanepun, dan sangang wulan dan sepoloh dinten. Kata idamidamanepun
dalam
bahasa
Jawa
krama
inggil
digunakan
untuk
menggantikan kata idam-idamane dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘keinginan’. Kata sangang wulan bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sangang bulan
Universitas Sumatera Utara
dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘sembilan bulan’. Kata sepoloh dinten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sepoloh dino dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘sepuluh hari’. 2.
Sebagai alat penolak bahaya yaitu diharapkan agar bayi yang akan lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada halangan apapun karena apa yang diinginankan bayi yang ada dalam kandungan ibunya sudah dipenuhi. Diharapkan juga saat ibu yang mengandung memakan bubur procot agar nanti saat melahirkan mudah dan tidak akan merasakan sakit.
Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang harusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat makan bubur dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat memakan bubur dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut : Amiranteniidam-idamanesijabangbayiengkangwonten Glos cermat : Memenuhi keinginan
si calon bayi yang
ada
kandutan. Sakduginipunsangangwulansedosodintensemangke
Universitas Sumatera Utara
Glos cermat : kandungan. Temukan
sembilan bulan sepuluh hari
nanti
menawibadesampundangu-dangu.Amargiidam-idamane Glos cermat : kalau
nyakiti jangan lama-lama.
Karena keinginan
kawontenakenmenikodinten. Mugi-mugigangsar, waras Glos cermat : diadakan
ini
hari. Mudah-mudahan lancar,
sehat
wilujengmbotenwontenrubido penopo. Glos cermat : selamat tidak
ada
halangan apa-apa.
Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat makan bubur dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di desa Galang adalah sebagai berikut : Menuhiidam-idamane jabangbayisengenengnangkandungan. Glos cermat : Memenuhi keinginan
calon bayi yang ada
di
kandungan.
Temekkanesangangwulansedosodinten, mengkoneknyakiti Glos cermat : Temukan sembilan bulan sepuluh hari,
ojosuwi-suwi.
nanti
kalau nyakiti
Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidino.
Glos cermat : jangan lama-lama. Karena keinginan
sudah dipenuhi
ini hari.
Universitas Sumatera Utara
Mudah-mudahangangsar, warasselametoraonogangguan Glos cermat : Mudah-mudahan lancar,
sehat selamat
tidak
ada halangan
opo-opo. Glos cermat : apa-apa. Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat makan bubur dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di desa Galang terdapat pada kata-kata berikut : Pergeseran Bahasa Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Karama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) amiranteni
menuhi
memenuhi
engkang
seng
yang
wonten
eneng
ada
kandutan
kandungan
kandungan
sakduginipun
temekkane
temukan
semangke
mengko
nanti
menawi
nek
kalau
Universitas Sumatera Utara
bade
nyakiti
yakiti
Pergeseran Bahasa Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Karama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) dangu-dangu
suwi-suwi
lama-lama
amargi
mergo
karena
kawontenaken
dienengke
diadakan
meniko
iki
ini
dinten
dino
hari
mugi-mugi
mudah-mudahan
mudah-mudahan
wilujeng
selamet
selamat
mboten
ora
tidak
wonten
ono
ada
rubido
gangguan
halangan; gangguan
penopo
opo-opo
apa-apa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil
ke bahas Jawa ngoko.
Jika terdapat pergeseran bahasa dalam
ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas
Universitas Sumatera Utara
secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat memakan bubur dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Makan Bubur Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) idam- idamane
idam-idamane
Keinginan
sangang wulan
sangang wulan
sembilan bulan
sedoso dinten
sedoso dinten
sepuluh hari
Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan makan bubur dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Bubur procot yang dimakan oleh ayah dan ibu dari calon bayi dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Jawa di Desa Galang tidak memiliki rasa yang hanya terbuat dari tepung terigu dan
Universitas Sumatera Utara
pisang. Ritual ini dilakukan agar bayinya dapat lahir dengan selamat. Sedangkan pada masyarakat Jawa di Jawa Tengah setelah memakan bubur procot tersebut dilanjutkan dengan memutuskan lilitan janur yang dilingkarkan diperut ibu yang mengandung. Lilitan ini dilepaskan oleh calon ayah, diharapkan agar bayi dapat lahir dengan selamat. Proses yang masih bertahan pada masyarakat Jawa di desa Galang dengan masyarakat Jawa di Jawa Tengah adalah ibu yang mengandung masih memakan bubur procot.
4.2.4 Fungsi Eufemisme Saat Membelah Kelapa dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat membelah kelapa adalah sebagai berikut : Ikikeloposeng wesdigambariarekdibelah, lanangwedok Glos cermat : Ini kelapa yang sudah digambar mau dibelah, laki-laki perempuan
diparengi. Neklurusberartiwedok,
nekmerengberarti
Glos cermat : diterima. Kalau lurus berarti perempuan, kalau miring berarti
lanang. Glos cermat : laki-laki. Glos lancar : Kelapa yang sudah digambar ini akan dibelah, laki-laki atau perempuan harus diterima. Jika kelapa yang dibelah lurus berarti
Universitas Sumatera Utara
anaknya perempuan, tapi jika kelapa yang dibelah miring berarti anaknya laki-laki. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata pada kata digambari dan diparengi. Kata digambari dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata digambar dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘digambar’. Kata diparengi bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata diterimo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘diterima’.
2.
Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu yaitu agar orang-orang yang mendengar tidak berpikiran yang tidak baik pada ujaran yang diucapkan oleh sesepuh desa pada saat membelah kelapa yang dipercaya dapat menggambarkan jenis kelamin bayi yang ada dalam kandungan ibunya berdasarkan arah kelapa yang dibelah oleh ayah dari bayi yang dikandung.
Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang harusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran bahasa yang terjadi saat memakan bubur dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut
Menikokelopoengkangdigambaribadepunbelah, jaler Glos cermat : Ini
kelapa yang
digambar
mau
belah, laki-laki
estri ditampi. Menawilempengantosenepunestri, Glos cermat : perempuan diterima. Kalau
lurus
berarti
perempuan,
menawimerengantosenepunjaler. Glos cermat : kalau
miring
berarti
laki-laki.
Glos lancar : Kelapa yang sudah digambar ini akan dibelah, laki-laki atau perempuan harus diterima. Jika kelapa yang dibelah lurus berarti anaknya perempuan, tapi jika kelapa yang dibelah miring berarti anaknya laki-laki. Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di Desa Galang adalah sebagai berikut : Ikikeloposeng wesdigambariarekdibelah, lanangwedok Glos cermat : Ini kelapa yang sudah digambar mau dibelah, laki-laki perempuan
diparengi. Neklurusberartiwedok,
nekmerengberarti
Glos cermat : diterima. Kalau lurus berarti perempuan, kalau miring berarti
Universitas Sumatera Utara
lanang. Glos cermat : laki-laki. Glos lancar : Kelapa yang sudah digambar ini akan dibelah, laki-laki atau perempuan harus diterima. Jika kelapa yang dibelah lurus berarti anaknya perempuan, tapi jika kelapa yang dibelah miring berarti anaknya laki-laki. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di desa Galang terdapat pada kata-kata berikut : Pergeseran Bahasa Saat Membelah Kelapa Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Arti
(Desa Galang Kab.Deli Karama Inggil Serdang) meniko
iki
ini
engkang
seng
yang
badepun
arek
mau
jaler
lanang
laki-laki
Estri
wedok
perempuan
menawi
nek
kalau
lempeng
lurus
lurus
antosenepun
berarti
berarti
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil
ke bahas Jawa ngoko.
Jika terdapat pergeseran bahasa dalam
ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut ditengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Membelah Kelapa dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) digambari
digambari
digambar
diparengi
diparengi
diterima
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan makan bubur dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Pelaksanaan membelah kelapa yang dilakukan pada masyarakat Desa Galang adalah membelah kelapa yang sudah digambar wayang Dewi Sinta dan Arjuna yang digambar dalam satu buah kelapa. Sedangkan pada masyarakat Jawa di Jawa Tengah kelapa yang akan dibelah dan sudah digambar wayang Dewi Sinta digambar pada kelapa yang berbeda. Proses membelah kelapa ini dipercaya dapat memberi pertanda jenis kelamin bayi yang ada dalam kandungan ibunya. Jika kelapa yang dibelah oleh calon ayah tepat berada dtengah, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Tapi jika kelapa yang dibelah tidak lurus atau miring, maka anak yang dikandung adalah laki-laki. Kepercayaan mengenai proses membelah kelapa dapat memberi pertanda jenis kelamin dari calon bayi masih dipercaya masyarakat Jawa di desa Galang maupun masyarakat Jawa di Jawa Tengah.
4.2.5 Fungsi Eufemisme Saat Ganti Kain Dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat ganti kain adalah sebagai berikut : Ikisipolan arekgantibaju, pilihke Glos cermat : ini si nama ibu yang mengandung mau ganti baju, pilihkan
Universitas Sumatera Utara
jareksengpantes. Nekpantesngmongpantes, nekora Glos cermat : kain panjang yang pantas. Kalau pantas bilang pantas, kalau tidak ngomongora. Glos cermat : bilang
tidak.
Ikipantesora?Orapantes. Glos cermat : Ini panes tidak? Tidak pantas.
Ikipantesnjeh?Njehpantes. Glos cermat : Ini pantas iya? Iya pantas. Glos lancar : Ini si polan mau ganti baju, pilihkan kain panjang yang paling bagus. Kalau pantas bilan pantas, kalau tidak bilang tidak. Ini pantas tidak? Tidak pantas. Ini pantas tidak? Iya pantas. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai alat untuk menghalsuskan ucapan yaitu terdapat pada kata njeh dalam bahasa Jawa krama inggil yang digunakan untuk menggantikan kata iyo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu ‘iya’.
2.
Sebagai alat untuk berdiplomasi yaitu masyarakat yang hadir dalam upacara tujuh bulanan tersebut harus mengikuti dan menjawab hal yang dikatakan dan ditanyakan oleh sesepuh desa saat gani kain seperti pada potongan kata berikut, ‘Ikipantesora?Orapantes’.
Glos cermat : Ini panes tidak? Tidak pantas.
Universitas Sumatera Utara
Ikipantesnjeh?Njehpantes. Glos cermat : Ini pantas iya? Iya pantas.
Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang harusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahan bahasa saat among-among dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi. Pergeseran bahasa yang terjadi saat ganti kain dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut : Menikosipolanbadepunagantosraswan Glos cermat : Ini
si nama ibu yang mengandung mau
ganti
baju
pandutakensanjangengkangpantes. Menawipantesdawuh Glos cermat : pilihkan
kain panjang yang
pantas. Kalau
pantas bilang
pantes, menawimbotendawuhmboten. Glos cermat : pantes, kalau
tidak
bilang tidak.
pandutakensanjangengkangpantes. Menawipantesdawuh Glos cermat : pilihkan
kain panjang yang
pantas. Kalau
pantas bilang
Universitas Sumatera Utara
pantes, menawimbotendawuhmboten. Glos cermat : pantes, kalau
tidak
bilang tidak.
Menikopantesmboten? Mbotenpantes. Glos cermat : Ini
pantas tidak?
Tidak pantas.
Menikopantesnjeh? Njehpantes Glos cermat : Ini
pantas iya?
Iya
pantas.
Glos lancar : Ini si polan mau ganti baju, pilihkan kain panjang yang paling bagus. Kalau pantas bilan pantas, kalau tidak bilang tidak. Ini pantas tidak? Tidak pantas. Ini pantas tidak? Iya pantas. Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di desa Galang adalah sebagai berikut : Ikisipolan arekgantibaju, pilihke Glos cermat : ini si nama ibu yang mengandung mau ganti baju, pilihkan
jareksengpantes. Nekpantesngomongpantes, nekora Glos cermat : kain panjang yang pantas. Kalau pantas bilang pantas, kalau tidak
ngomongora. Glos cermat : bilang
tidak.
Universitas Sumatera Utara
Ikipantesora?Orapantes. Glos cermat : Ini panes tidak? Tidak pantas.
Ikipantesnjeh?Njehpantes. Glos cermat : Ini pantas iya? Iya pantas. Glos lancar : Ini si polan mau ganti baju, pilihkan kain panjang yang paling bagus. Kalau pantas bilan pantas, kalau tidak bilang tidak. Ini pantas tidak? Tidak pantas. Ini pantas tidak? Iya pantas. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat ganti kain dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang terdapat pada kata-kata berikut : Pergeseran Bahasa Saat Ganti Kain dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Karama Inggil
(Desa Galang
Arti
Kab.Deli Serdang) meniko
Iki
ini
badepun
arek
mau
agantos
ganti
ganti
raswan
baju
baju
pandutaken
pilihke
pilihkan
sanjang
jarek
kain panjang
engkang
seng
yang
Universitas Sumatera Utara
menawi
nek
kalau
dawuh
ngomong
bilang
mboten
ora
tidak
meniko
Iki
ini
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil
ke bahas Jawa ngoko.
Jika terdapat pergeseran bahasa dalam
ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat membelah kelapa dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut :
Universitas Sumatera Utara
Pemertahanan Bahasa Saat Ganti Kain dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa
Bahasa Jawa Ngoko
Krama Inggil
(Desa Galang Kab.
Arti
Deli Serdang) njeh
iyo
iya
Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan ganti kain dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Ganti kain yang dilakukan oleh masyarakat Jawa di Jawa Tengah harus berdasarkan motif yang sudah ditentukan dan memiliki makna tersendiri. Tujuh motif kain yang digunakan saat ganti kain adalah sebagai berikut : 1. Motif wahyu tumurun yang berarti harapan agar keturunannya memperoleh kedudukan dan karir yang sukses. 2. Motif cakar berarti berisi doa agar kelak jabang bayi pintar mencari nafkah. 3. Motif udan liris berisi doa agar calon bayi tumbuh menjadi manusia yang tangguh. 4.
Motif ksatria berisi harapan agar anak memiliki sikap kesatria.
5. Motif sidomukti berisi harapan agar anak memiliki hidup terhormat dan dikelilingi dengan kebahagiaan. 6.
Motif babon angkrem berarti kelak anak tidak pernah kekurangan.
7. Motif lurik lasem adalah motif yang paling sederhana, diharapkan agar anak tetap hidup sederhana.
Universitas Sumatera Utara
Motif-motif yang digunakan memiliki makna yang baik untuk kehidupan bayi yang akan dilahirkan. Sedangkan proses ganti kain pada masyarakat Jawa di desa Galang tidak lagi memperhatikan motif-motif kain yang seharusnya digunakan, yang paling penting adalah kain panjang bermotif batik. Jumlah kain yang digunakan padasaat ganti kain dalam upacara tujuh bulanan baik pada masyarakat Jawa di desa Galang maupun masyarakat Jawa di Jawa Tengah adalah sebanyak tujuh kain. Saat sesepuh desa bertanya pada masyarakat yang menghadiri upacara tersebut apakah kain ini pantas atau tidak ?, maka seluruh yang hadir harus menjawab tidak sampai pada kain terakhir seluruh masyarakat yang hadir menjawab pantas.
Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Setelah dilakukan telaah melalui data Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Tingkeban di Galang Kabupaten Deli Serdang
Kajian
Sosiolinguistik maka dapat disimpulkan : 1. Bentuk eufemisme hanya terdiri dari kata dan frasa pada setiap ritual saat upacara berlangsung. 2. Fungsi eufemisme yang terdapat dalam upacara tujuh bulanan yaitu sebagai alat menghaluskan ucapan, sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu, sebagai alat untuk berdiplomasi, dan sebagai alat penolak bahaya. Pergeseran bahasa hampir terjadi pada seluruh ujaran saat upacara berlangsung, yaitu lebih banyak menggunakan bahasa Jawa ngoko. Pemertahanan bahasa dapat dilihat dari sangat sedikitnya bahasa Jawa krama inggil yang masih bertahan dalam upacara tersebut yang digantikan dengan bahasa Jawa ngoko.
5.2 Saran Penulis berharap agar penulis-penulis lain dapat melakukan penelitian mengenai eufemisme pada objek yang lain. Jika semakin banyak penelitian terhadap eufemisme yaitu mengenai bentuk-bentuk, fungsi, juga pergeseran dan pemertahanan bahasa yang ada di dalamnya, maka
Universitas Sumatera Utara
semakin membantu masyarakat dalam menggunakan bahasa asli dalam melakukan upacara-upacara adat. Dengan demikian, maka akan tercapai masyarakat yang benarbenar mengerti bahasa Jawa krama inggil khususnya dalam upacaraupacara adat. Selain itu, tradisi lisan juga dapat dilestarikan karena merupakan aset budaya yang ada di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara