ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA
THERESIA RACHMALIA GINTING
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006 ]
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2006
Theresia Rachmalia Ginting P.052040351
ABSTRAK THERESIA RACHMALIA GINTING. Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor ekonomi yang banyak diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir. Sebagai mesin penggerak peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaatmanfaat penting yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak peluang ekonomi skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata diharapkan dapat berperan dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan hubungan internasional, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan. Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau Rempang dan Galang (Relang). Penelitian ini bertujuan untuk : mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata; menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata; menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dengan standar kriteria daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) yang dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan maka Pulau Rempang dan Galang khususnya obyek wisata Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, dengan prioritas utama Kamp Pengungsian Vietnam untuk dioptimalkan pengelolaannya. Berdasarkan analisis daya dukung dengan faktor pembatas panjang pantai berpasir, luas lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air bersih, daya tampung wisatawan sampai saat ini masih dalam tahap normal dan belum melebihi standar daya dukung untuk masing-masing obyek wisata yang ada. Namun dalam pengembangannya selanjutnya pihak pemerintah maupun pengelola tetap harus memperhatikan dan memegang standar ini sesuai dengan konsep ekowisata. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh lima arahan strategi pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang yaitu memanfaatkan daya tarik Pulau Rempang dan Galang untuk meningkatkan pendapatan daerah, mengundang investor swasta, melengkapi sarana dan prasarana, mengembangkan fasilitas transportasi dan menyusun kode etik ekowisata kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam yang ada saat ini. Kata kunci : Kecamatan Galang, pesisir, ekowisata
ABSTRACT THERESIA RACHMALIA GINTING. Analysis Potential Coastal Area of Rempang Island and Galang Island Galang Sub District, Batam City in the Development of Ecotourism. Under the direction of DEDI SOEDHARMA and SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI. John Naisbitt one of the well-known futurist have predicted 3 (three) industrial services which will take the control of this planet, which are telecommunication, transportation dan tourism. One of the oceanic and coastal region that possible potential to be developed as one of the oceanic ecotourism are Rempang and Galang Island. The main objective of this research is: (1) to evaluate and to determine the suitability of the potential of its natural resources in Rempang and Galang Island; (2) to determine the support of the coastal region in Rempang and Galang Island for ecotourism; (3) to determine the planning of the coastal region of Rempang and Galang Island, Sub District of Galang, Batam City in the development of ecotourism. Based on the suitability analysis using standard criteria of the operation area and the beauty of its natural resources (ADO-ODTWA) which will be implement using the instrument criteria of judgement and development therefore Rempang and Galang Island especially the tourism resort such as Melayu Beach, Mawar Beach, Coastal region of Sembulang village, Vietnamese Camp Village, and Melur Beach are suitable to be developed as an ecotourism area, and Vietnamese Camp Village as the priority. Based on the support analysis, the length of the sea shore as the limitation factor, the broad area for accomodation and the need of clean water, the capacity of the tourists it self until today is still in a normal condition and a standard which has not overload the present capacity for each of the tourism resort. Tourists who visited Rempang and Galang Island were dominated by local tourists from Batam (80.6%) and they look very satisfied (83.9%) . The population of Rempang and Galang Island dominated (50%) by age between 21-30 years old and they are mostly a Moslem people (66.7%) with a education background from elementary school. Mostly of them are a business man with a beside job as a farmer and fisherman. Based on the SWOT Analisyst, five (5) strategic plan of the ecotourism development of Rempang and Galang Island such as (1) using the beauty of its natural resources Rempang and Galang island to increase the local income; (2) inviting non-government investors; (3) complete the ecotourism instrument (4) impovement of transportation facilities and (5) to plan-out ethical codes of ecotourism in Rempang and Galang Island to prevent destruction of the natural resources. Key words : Galang Sub District, coastal area, ecotourism,
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA
THERESIA RACHMALIA GINTING
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2006
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulisan tesis yang berjudul “Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata” dapat penulis selesaikan. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis telah mencurahkan segala kemampuan, waktu dan tenaga yang dimiliki untuk mendapatkan hasil yang baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian penulisan tesis ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan arahan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1) Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan penelitian dan pembahasan berbagai aspek pada proses penulisan tesis. 2) Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang konstruktif dalam setiap konsultasi, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. 3) Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku Penguji luar Komisi. 4) Keluarga (Bapak Basita Ginting, Ibu Maridalena Tarigan, Lenyta Ginting, Abraham Ginting dan Gito Ginting) yang telah memberikan doa dan dukungan pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. 5) Keluarga besar MSP IPB yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. 6) Teman-teman PSL angkatan 2004 yang telah bekerjasama selama mengikuti proses belajar di IPB. Dengan segala kerendahan hati penulis menerima berbagai masukan dalam upaya penyempurnaan tesis ini. Sekian dan terima kasih. Bogor, Desember 2006 Theresia Rachmalia Ginting
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 23 Juli 1980 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Basita Ginting dan Maridalena Tarigan. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN dan memilih jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pendidikan Sarjana Perikanan diselesaikan pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
xiii xvi xvii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.3. Kerangka Pemikiran........................................................................ 1.4. Perumusan Masalah ........................................................................ 1.5. Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 4 4 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata ............................................. 2.2. Ekowisata ....................................................................................... 2.3. Rekreasi dan Pariwisata ................................................................ 2.4. Pengembangan Pariwisata Bahari .................................................. 2.5. Pengertian Wilayah Pesisir ........................................................... 2.6. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan ....................... 2.7. Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan ..................................... 2.8. Pencemaran Perairan Pesisir ..........................................................
8 9 12 13 15 16 17 18
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.2. Pengumpulan Data .......................................................................... 3.2.1. Data Primer .......................................................................... 3.2.2. Data Sekunder ..................................................................... 3.3. Analisis Data ................................................................................... 3.3.1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (AD)-ODTWA).......................................................... 3.3.2. Analisis Daya Dukung Kawasan ......................................... 3.3.3. Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian.............................................. 4.1.1. Sejarah Kota Batam .............................................................. 4.1.2. Kondisi Umum...................................................................... 4.1.3. Kondisi Fisik Wilayah .......................................................... A. Geologi, Iklim dan Fisika................................................ B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya.............................. 4.2. Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang ..............................
20 20 21 21 22 22 22 23 26 26 27 32 32 32 41
Halaman
4.3. Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang ................................. 4.3.1. Pulau Rempang ................................................................... A. Pantai Melayu dan Mawar ........................................... B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang ................................. 4.3.2. Pulau Galang ..................................................................... A. Kamp Pengungsian Vietnam ........................................ B. Pantai Melur ................................................................. 4.4. Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata ......................................... 4.4.1. Daya Tarik ......................................................................... 4.4.2. Potensi Pasar ...................................................................... 4.4.3. Kadar Hubungan/Aksesbilitas ........................................... 4.4.4. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi ................................. 4.4.5. Pelayanan Masyarakat ....................................................... 4.4.6. Kondisi Iklim ..................................................................... 4.4.7. Akomodasi ......................................................................... 4.4.8. Prasarana dan Sarana Penunjang ........................................ 4.4.9. Tersedianya Air Bersih ....................................................... 4.4.10.Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain .................... 4.4.11.Keamanan .......................................................................... 4.5. Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata ....... 4.5.1. Panjang Pantai Berpasir ...................................................... 4.5.2. Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan) ...................... 4.5.3. Kebutuhan Air Bersih/Tawar .............................................. 4.6. Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata ................................ 4.6.1. Perencanaan Pulau Rempang ............................................ 4.6.2. Perencanaan Pulau Galang ................................................ 4.6.3. Analisis SWOT .................................................................
43 46 46 47 49 49 55 56 59 67 69 71 73 75 75 76 77 79 80 81 83 85 86 93 93 94 95
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 104 5.2. Saran ................................................................................................ 105 DAFTAR PUSTAKA
106
LAMPIRAN
110
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai ...............................
23
2. Skema analisis SWOT .............................................................................
25
3. Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing Kelurahan Kecamatan Galang tahun 2004 ............................................................
35
4. Luas wilayah (km2), penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 ........................................................
36
5. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 ............................................................
36
6. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di kecamatan Galang tahun 2004 ............................................................................................
37
7. Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya per Kelurahan tahun 2004 ..........................................................................
38
8. Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di Kecamatan Galang tahun 2004 ...............................................................................
39
9. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 ...............................................................................
40
10. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 .................................................................................
40
11. Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 ................................................................................
41
12 . Luas hutan bakau di rinci menurut kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 .............................................................................................
42
13 . Perbedaan antara ecotourism dengan mass tourism ................................
57
14 . Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan ekowisata ....
57
15 . Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang ...........................................
59
16 . Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar, dan Melur ...............
62
17 . Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian vietnam ..........................
65
Halaman 18 . Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang ..............................
67
19 . Penilaian kadar hubungan /aksesbilitas Pulau rempang dan Galang ......
69
20. Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar pulau di kecamatan Galang tahun 2004 ...........................................................
70
21. Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan Galang ...................................................................................................
71
22. Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang ................
73
23. Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang .............................
75
24. Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang ..................................
76
25. Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan Galang ...................................................................................................
76
26. Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang ...................................
77
27. Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain ............................
79
28. Penilaian keamanan ................................................................................
80
29. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas panjang pantai berpasir ..................................................................................................
83
30. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi (penginapan) .......................................................................
86
31. Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan ..
87
32. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama penelitian ...............................................................................................
89
33. Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang .................................
91
34. Matriks faktor strategi internal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang ............................................................... 96 35. Matriks faktor strategi eksternal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang ..............................................
97
36. Model matriks analisis SWOT ...............................................................
98
Halaman 37. Alternatif pemilihan strategi untuk perencanaan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang .............................................................. 99
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Bagan alir penelitian ...............................................................................
5
2. Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan .....................
11
3. Peta administrasi Kota Batam .................................................................
29
4. Peta lokasi penelitian-Pulau Rempang ....................................................
30
5. Peta lokasi penelitian-Pulau Galang .......................................................
31
6. Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur ...............................
35
7. Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang .............................................
43
8. Potensi sumberdaya alam Pulau Galang .................................................
43
9. Peta sumberdaya alam Pulau Rempang dan Galang ................................
44
10. Pantai Melayu ......................................................................................
46
11. Pantai Mawar .......................................................................................
46
12. Desa Sembulang .....................................................................................
47
13. Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam ...................................................
51
14. Gereja yang terdapat di Kamp Sinam ....................................................
51
15. Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang .....................
52
16. Kuburan massal pengungsi ....................................................................
52
17. Potret pengungsi Vietnam ......................................................................
53
18. Denah lokasi Kamp Sinam .....................................................................
54
19. Pantai Melur ...........................................................................................
56
20. Budaya Melayu ......................................................................................
93
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Potensi Wisata Sumberdaya Alam di Pulau Rempang dan Galang ............... 106 2 Perhitungan kelas kesesuaian berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) ....................... 107 3 Standar luas yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata hiking, walking, Running dan jogging........................................................................................ 110 3 Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang ................................... 111
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Perkembangan dunia pariwisata tidaklah terlepas dari latar belakang kebutuhan masyarakat akan jasa wisata (Sekartjakrarini, 2004). Apalagi dengan timbulnya nilai preferensi berwisata yang mengutamakan an authentic destination experience that gives opportunity to learn, yaitu pariwisata sebagai tempat yang memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman mental dan fisik dari sumberdaya alam (Sekartjakrarini dan Legoh, 2003) Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor ekonomi yang banyak diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir.
Sebagai mesin penggerak
peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaat-manfaat penting yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak peluang ekonomi skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata diharapkan dapat berperan dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan hubungan internasional, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulau 17.508 buah dan memiliki panjang garis pantai 81.000 kilometer. Luas wilayah Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, adalah 5,8 juta kilometer persegi. Species flora dan fauna di lautan Indonesia, sebagian besar menghuni wilayah pesisir. Ekosistem pesisir merupakan sumber kehidupan bagi rakyat, bahkan selama bertahun-tahun telah menjadi pendukung bagi pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu ekosistem pesisir di Indonesia saat ini diarahkan untuk berbagai kegiatan pariwisata khususnya kegiatan pariwisata bahari. Peranan pariwisata bahari cenderung akan semakin meningkat dalam pembangunan nasional, mengingat jumlah kunjungan wisatawan ke berbagai obyek pariwisata terus meningkat. Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau Rempang dan Galang (Relang). Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan
Laut China Selatan dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Propinsi Kepuluan Riau (Kepri). Secara administratif pula, kedua pulau tersebut dibawah pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang.
Sebagai sebuah
kepulauan, Relang dianugerahi dengan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang cukup besar. Dengan wilayah pesisir dan laut yang demikian luas, pembangunan ekonomi di Relang dapat didukung oleh sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut, walaupun hingga saat ini pembangunan ekonomi di wilayah ini masih berbasiskan kepada pembangunan berbasis daratan.
Secara umum,
sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut Relang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu : sumberdaya terpulihkan, sumberdaya tidak terpulihkan dan jasa-jasa kelautan.
Sumberdaya terpulihkan antara lain adalah ikan, udang,
terumbu karang, rumput laut, padang lamun dan mangrove.
Sementara itu,
sumberdaya tidak terpulihkan antara lain adalah pasir dan mineral. Contoh dari jasa-jasa kelautan antara lain adalah wisata bahari, pantai dan perhubungan. Selain itu di kawasan ini banyak terdapat pulau-pulau kecil yang memiliki pantai yang berpasir putih dan pemandangan yang indah. Dilihat dari perputaran arus yang ada maka perairan di kota Batam yang berada di selat Malaka ini merupakan daerah subur bagi kehidupan perikanan dan biota lainnya. Panjang pantai Relang adalah sekitar 1.261 km dengan luas wilayah lautnya sebesar 289.300 ha yang mencakup sekitar 74% dari total wilayah administrasi Barelang. Ada sebanyak sekitar 325 pulau-pulau di wilayah Barelang, yang membuat daerah ini sebagai daerah gugusan pulau-pulau kecil yang sangat luas.
Dengan pertumbuhan
ekonomi lokal yang cukup atraktif dibanding dengan pulau-pulau lainnya, pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut menjadi salah satu kegiatan utama bagi perekonomian wilayah ini. Namun
untuk
menjaga
keberlanjutan
pembangunan
pariwisata,
kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun lingkungan hidup perlu diperhatikan agar
mampu
memberikan sumbangan
yang
besar untuk keberlanjutan
pembangunan nasional. Khusus menyangkut lingkungan, yang pada hakekatnya merupakan modal dasar bagi pengembangan pariwisata, sumber-sumber pariwisata baik alam maupun budaya relatif fragile terhadap perubahan atau pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat pada kerusakan sumber-sumber tersebut, yang pada gilirannya akan mematikan pariwisata itu sendiri.
Dampak negatif yang ditimbulkan sebagai salah satu lokasi wisata membuat para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan. Meskipun pariwisata merupakan usaha yang menguntungkan tetapi pariwisata massal dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena lingkungan dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan.
Sudiana
(1999), menyatakan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan saat ini hanya didasarkan pada aspek ekonomi, sehingga terjadi eksploitasi sumberdaya alam dan kurang memperhatikan unsur lingkungan hidup, sehingga banyak terjadi kerusakan sumberdaya alam akibat dampak yang ditimbulkan kegiatan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat suatu pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata.
Ekowisata
disambut sebagai suatu pendekatan baru yang potensial untuk melindungi wilayah-wilayah yang labil dan terancam. Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Menurut Eplerwood dalam Fandeli (2000), ekowisata merupakan bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. Ekowisata yang benar harus didasarkan atas sistem pandang yang mencakup didalamnya prinsip kesinambungan dan pengikutsertaan partisipasi masyarakat setempat didalam areal-areal potensial untuk pengembangan ekowisata. Terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam konsep ekowisata, yaitu : (1) pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut sertakan masyarakat; (3) produk interpretasi; (4) dampak negatif minimal; (5) kontribusi ekonomi (Sekartjakrarini, 2004) Ekowisata harus dilihat sebagai usaha bersama antar masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi lahan-lahan dan aset budaya dan biologi melalui dukungan terhadap pembangunanan masyarakat setempat.
Ekowisata
sebagai bagian dari wisata alam yang dapat dilakukan dikawasan yang dilindungi pemerintah seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau lingkungan alam yang tidak dilindungi seperti daerah pertanian dan desa wisata (Hadinoto, 1996). Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada di dalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu diadakan dan
dikembangkan penelitian potensi dasar secara menyeluruh. Salah satu contoh perwujudannya ialah dengan melakukan penelitian tentang Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata;
2.
Menentukan daya dukung kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata;
3.
Menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata.
1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini diawali dari gagasan seorang futurist terkenal John Naisbitt yang memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telekomunikasi, transportasi dan kepariwisataan. Industri kepariwisataan merupakan suatu industri gaya baru, yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam berbagai hal seperti kesempatan kerja, pendapatan dan taraf hidup. Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah perairan yang memiliki berbagai jenis sumberdaya yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu tujuan pariwisata bahari.
Namun untuk menjaga keberlanjutan
pembangunan pariwisata itu, kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun lingkungan hidup perlu diperhatikan agar mampu memberikan sumbangan yang besar untuk keberlanjutan pembangunan nasional. Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada didalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu dikaji sumber data yaitu berupa kondisi alam atau lingkungan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya secara menyeluruh yang kemudian akan dievaluasi dengan standar kriteria penilaian obyek dan daya tarik wisata alam, analisis daya dukung pariwisata dan analisis SWOT. Hasil dari evaluasi akan menghasilkan sebuah perencanaan sehingga terdapat prioritas bagi daerah yang akan dikembangkan, dan hal ini akan
membantu perencanaan potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata.
Bagan alir
penelitian Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata terdapat pada Gambar 1.
Pariwisata
Wilayah Pesisir dan Laut Pulau Rempang dan Galang Kajian Sumber Data
Kondisi Alam/Lingkungan
Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya
Fisik Evaluasi
Standar Kriteria Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Analisis SWOT
Analisis Daya Dukung Pariwisata Perencanaan
Prioritas Daerah yang Dikembangkan
Perencana Pengembangan Ekowisata
Gambar 1. Bagan alir penelitian
1.4. Perumusan Masalah John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism. Tourism atau kepariwisataan merupakan salah satu sektor yang berkembang di Kota Batam, yang selain didominasi oleh obyek wisata hiburan, Kota Batam juga didominasi dengan kegiatan wisata alam, bahari, laut, budaya serta wisata spiritual. Modal dasar bagi pengembangan wisata alam, bahari, laut dan budaya adalah lingkungan.
Khusus menyangkut lingkungan, relatif fragile terhadap
perubahan atau pemanfaatan yang berlebihan.
Pemanfaatan untuk kegiatan
pariwisata yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat pada kerusakan sumber-sumber daya alam sebagai obyek wisata, yang pada gilirannya akan mematikan pariwisata itu sendiri. Para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata saat ini. menguntungkan
tetapi
Meskipun pariwisata merupakan usaha yang
pariwisata
tanpa
perencanaan
yang
baik
dapat
menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena lingkungan dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat suatu pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata. Menurut Sekartjakrarini (2004) terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam konsep ekowisata, yaitu : (1) pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut sertaan masyarakat; (3) produk interpretasi; (4) dampak negatif minimal; dan (5) kontribusi ekonomi. Atas dasar syarat tersebut maka ekowisata dapat dipandang sebagai suatu konsep baru yang mengandung ciri-ciri potensial melindungi wilayah yang labil dan terancam, tidak melakukan eksploitasi alam, menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan tentang fisik dan psikologis wisatawan.
Oleh karena itu ekowisata yang benar harus
didasarkan atas usaha bersama antar masyarakat setempat dan pengunjung dalam usaha melindungi sumberdaya alam dan aset budaya. Untuk dapat menerapkan konsep ekowisata dalam memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang berada di dalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu dilakukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk kegiatan wisata secara menyeluruh. Salah satu contoh perwujudannya ialah dengan melakukan
penelitian tentang Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata. Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah : 1.
Bagaimana menggali dan mengembangkan potensi sumberdaya alam dan sosial budaya wisata yang ada di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam
2.
Bagaimana kondisi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam dalam menunjang pengembangan ekowisata ?
3.
Bagaimana strategi pengelolaan yang harus ditempuh dalam mencapai ekowisata ?
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Merupakan bahan acuan dan pertimbangan bagi berbagai pihak terkait terutama bagi pemerintah kota Batam sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi yang optimal dalam penentuan kebijakan pengelolaan pariwisata secara berkelanjutan; 2. Memberikan gambaran yang jelas bagi berbagai pihak terkait terutama pemerintah kota Batam mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam sebagai kawasan ekowisata.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor utama dalam pengembangan sustainable ecotourism, yaitu : (1) Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif
belum tercemar atau
terganggu; (2) Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi secara langsung kepada masyarakat; (3) Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki; (4) Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang; (5) Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekarang maupun generasi mendatang. Dalam GBHN 1999-2004, arah kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia adalah mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdispliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteri ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam, dan tidak merusak lingkungan. Dalam Propenas 2000-2004, pengembangan pariwisata didasarkan pada potensi sumberdaya, keragaman budaya, seni dan alam. Pengembangan sumberdaya ini dikelola dengan pendekatan peningkatan nilai tambah sumberdaya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism development). Pariwisata juga harus dipersepsikan sebagai suatu instrumen untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup penduduk setempat, dan kualitas lingkungan hidup.
Oleh karena itu pengembangan
pariwisata perlu dijadikan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan,
dilakukan
dalam
kesatuan
terpadu
dengan
sektor-sektor
pembangunan lain. Untuk memberikan arahan pengembangan pariwisata perlu ditetapkan beberapa kriteria yang dinyatakan oleh Revron O’Grady dalam Fandeli
(2000) yaitu (1) Keputusan akan bentuk wisata di setiap tempat harus dibuat berdasarkan konsultasi dengan masyarakat lokal dan dapat diterima oleh mereka; (2) Masyarakat harus mendapat pembagian keuntungan yang sesuai dari pengembangan kawasan wisata di daerahnya; (3) Pengembangan kawasan wisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip lingkungan dan ekologis, peka terhadap budaya lokal dan tradisi-tradisi religi, serta tidak mendudukkan setiap anggota masyarakat pada posisi inferior; (4) Jumlah wisatawan yang mengunjungi suatu area sedemikian rupa sehingga tidak melebihi jumlah dari penduduk lokal sehingga dimiliki peluang bertemu dan mengamati kehidupan penduduk yang sebenarnya.
2.2. Ekowisata Menurut buku Ecotourism : A Guide For Planners and Managers, ecotourism diartikan sebagai suatu responsible travel ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Akar ekowisata terletak pada wisata alam ruang terbuka.
Saat itu
pengembangan sektor wisata masih difokuskan pada produk yang bersifat massal (mass-tourism) yang hanya mementingkan kegiatan ekonomi.
Sementara itu,
semakin banyaknya kunjungan wisata, timbul rasa keprihatinan dan kekhawatiran terhadap degradasi lingkungan yang diakibatkannya.
Untuk itu dicari model
gagasan pariwisata yang lebih sehat dan bermanfaat, berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu model tersebut adalah ekowisata Istilah ekowisata berasal dari kata : 1. Eco-logical = ekologi, artinya sebagai sumberdaya dan daya tarik ekowisata alam memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian alam dan lingkungan 2. Eco-nomical = ekonomi, artinya ekowisata merupakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan 3. Evaluating Community Opinion = Evaluasi Kepentingan dan Opini Masyarakat, artinya ekowisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatan peran serta masyarakat, dan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat.
Dalam konteks perumusan Rencana Strategis Pengembangan Ekowisata Nasional, dengan merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku universal, rekomendasi-rekomendasi yang terangkat dalam berbagai forum diskusi dan hasilhasil kajian dan tuntutan obyektif di lapangan, batasan Ekowisata Nasional dirumuskan sebagai berikut : Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya. Penerapan konsep ekowisata nasional yang diberlakukan bagi kawasankawasan sebagaimana disebutkan dalam batasan tersebut, mengartikan bahwa konsep ini berlaku bagi pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata yang mengambil tempat di antara lain kawasan konservasi hutan dan laut, kawasan budaya, kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir, kawasan rural binaan dan pedesaan serta kawasan-kawasan lain yang memeiliki kerentanan ekologis yang tinggi seperti misalnya kawasan karst dan kawasan esensial (Sekartjakrarini, 2003). Wheat (1994) dalam Goodwin (1997), berpendapat bahwa ekoturisme adalah “pasar khusus (niche market) untuk wisatawan yang sadar lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam”.
Steele (1993) dalam Goodwin (1997),
menggambarkan kegiatan ekoturisme sebagai “proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang indah dan langka secara internasional untuk menarik pengunjung”. Wight (1994) dalam Goodwin (1997), memberi batasan yang lebih tegas, yaitu perjalanan wisata yang dipromosikan sebagai wisata yang berwawasan lingkungan, sama seperti produk yang dikemas dan berabel hijau di pasar swalayan. Pada Gambar 2 dibawah ini dijelaskan, bahwa manusia (wisatawan) dan alam (termasuk di dalamnya kehidupan penduduk setempat) menjadi input dari kegiatan ekoturisme. Output dari proses ini ada dua macam (Hani, 1994) : (1) Output langsung yang langsung dirasakan oleh manusia adalah unsur hiburan dan
penambahan pengetahuan. Sedang output langsung bagi alam adalah perolehan dana yang kelak sebagian darinya difungsikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam secara swadaya; (2) Output tak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri wisatawan untuk lebih memperhatikan sikap hidupnya di hari-hari esok agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini diharapkan tumbuh akibat adanya kesan mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi aktif secara langsung dengan lingkungan alam, disertai
pemahaman-pemahaman
ekologis
yang
dituturkan
oleh
guide
pendampingnya. ALAM
Output tak langsung
Output langsung input
input MANUSIA
EKOTURISME
Output langsung (hiburan, pengetahuan) Gambar 2. Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan Menurut Ecotourism Research Group (1996, a dan b) ekoturisme adalah kegiatan yang bertumpu pada lingkungan alam dan budaya, dapat memberikan beberapa manfaat penting sebagai berikut : ● Mendidik wisatawan tentang fungsi dan manfaat lingkungan alam dan budaya; ● Meningkatkan kesadaran dan penghargaan akan lingkungan dan budaya, serta meminimumkan dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan tersebut; ● Bermanfaat secara ekologi, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat setempat; ● Menyumbang langsung pada pelestarian dan keberlanjutan manajemen lingkungan alam dan budaya yang terkait, tempat berlangsungnya kegiatan ekoturisme. Secara umum ekoturisme mempunyai 3 (tiga) ciri, yaitu : (1) Menunjukkan pada wisatawan mengenai lingkungan alam yang unik tetapi dapat
dijangkau; (2) Wisata sebagai sarana pengenalan dan peningkatan upaya konservasi alam melalui pendidikan, perubahan perilaku masyarakat, dan pengembangan kegiatan masyarakat dengan berbagai alternatif dan prioritas; (3) Membuka kesempatan kerja dan kegiatan usaha bagi masyarakat lokal.
2.3. Rekreasi dan Pariwisata Secara harfiah rekreasi berarti kembali kreatif. Dalam pengertian umum rekreasi didefinisikan sebagai penggunaan waktu senggang secara konstruktif dan menyenangkan.
Douglas (1982)
menyatakan bahwa rekreasi adalah seluruh
aktifitas yang menyegarkan atau menyenangkan atau nyaman untuk bersenangsenang atau bermain. Sedangkan rekreasi alam terbuka adalah setiap rekreasi yang dilakukan ditempat-tempat yang tanpa dibatasi suatu bangunan atau rekreasi yang dilakukan diluar bangunan. Rekreasi merupakan kebutuhan manusia yang azasi dan universal, dan mempunyai fungsi yang semakin penting dalam kehidupan perorangan, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Menurut Clawson (1968), pada umumya setiap orang menyukai tiga hal dalam kegiatan rekreasi, yaitu keindahan, alamiah, dan permainan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 (Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, 1990) menyatakan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
Wisata adalah
kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Menurut
Soemarwoto
(1983),
pariwisata
adalah
industri
yang
kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran oleh limbah domestik yang berbau dan nampak kotor, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan alam oleh penebangan hutan, gulma air di danau, sampah dilaut dan lain sebagainya.
2.4. Pengembangan Pariwisata Bahari Pariwisata bahari adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai seperti : berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir. Pariwisata ini sering diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, sea and sand), artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih (Dahuri, 1993). Beberapa atraksi wisata bahari yang sekaligus merupakan potensi laut sebagai medium wisata adalah taman laut (terumbu karang yang subur dan biota laut), formasi karang buatan (artificial reefs), kerangka kapal tenggelam, obyek purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang indah. Pendayagunaan laut sebagai medium wisata memerlukan persyaratan tertentu, antara lain : (1) Keadaan musim/cuaca yang cukup baik sepanjang tahun; (2) Lingkungan laut yang bersih, bebas pencemaran; (3) Keadaan pantai yang bersih dan alami, yang disertai pengaturan-pengaturan tertentu akan bangunan dan macam kegiatan; (4) Keadaan dasar laut yang masih alami, misalnya taman laut (terumbu karang) yang merupakan habitat dari berbagai fauna dan flora; (5) Gelombang dan arus yang relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas yang tinggi Kawasan pantai merupakan titik fokus pengembangan rekreasi dan pariwisata dan menjadi sumber pendapatan utama bagi negara.
Selanjutnya
dikemukakan bahwa, dalam fungsinya sebagai medium wisata, ekosistem pantai mempunyai suatu kapasitas tertentu dalam melangsungkan fungsi secara berkelanjutan yang disebut sebagai carrying capacity, baik berdasarkan aspek sosial maupun lingkungannya. Besarnya nilai tersebut tergantung pada adanya pengembangan wisata yang terkontrol, perencanaan yang telah diformulasikan, taman-taman laut dan daerah preservasi yang dibuat, dan peraturan perundangundangan yang ditulis, diimplementasikan dan ditegakkan oleh pemerintah. Penilaian daya tarik obyek wisata dilakukan agar ada prioritas penanganan pengembangan kawasan pariwisata, baik dari faktor kemampuan lahannya dalam menyediakan fasilitas wisata maupun kenampakan panorama sekitarnya juga diperhatikan (Aprijanto dan Sugiharto, 2000).
Soeriatmadja (1997) menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan diberi batasan sebagai pembangunan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan pembangunan yang berkelanjutan ialah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan yang strategis sampai kepada penerapannya dilapangan.
Berdasarkan konsep pembangunan yang
berkelanjutan pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan (sustainable marine tourism) dapat diartikan sebagai pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dengan tidak merusak kondisi sumberdaya alam pesisir yang telah ada, sehingga dapat dimanfaatkan terus-menerus sampai generasi yang akan datang. Kegiatan wisata alam selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan obyek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya pengetahuan kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriatmadja, 1997). Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Fasilitas dan lokasi adalah faktor utama yang menyebabkan hilangnya dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemilihan pengembangan, baik sekarang maupun akan datang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir (kerusakan akibat badai dan ombak, erosi pantai dan intrusi air laut) adalah sebagai penyebab kegagalan umum perencanaan tata guna lahan, yang mengakibatkan rapuhnya ekosistem dan bahkan infrastruktur (Baehaqie dan Helvoort, 1993).
2.5. Pengertian Wilayah Pesisir Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut ; batas didaratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas dilaut ialah daerahdaerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami didaratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001). Wilayah pesisir adalah suatu jalur saling mempengaruhi antara darat dan laut, yang memiliki ciri geosfer yang khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat (Bakosurtanal, 1990). Batas wilayah pesisir arah ke daratan tersebut ditentukan oleh : (a) Pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh pasang air laut, seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar; (b) Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahari (desa nelayan) sampai arah ke daratan. Soegiarto (1976) dalam (Dahuri, 1999), memberikan definisi yaitu : wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut Sugiarto (1986), dalam Sutikno (1999), yang dimaksud dengan wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan laut. Selanjutnya Bird (1969), menyatakan bahwa : wilayah pesisir adalah mintakat yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh laut masih dirasakan.
2.6. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok : (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources), (2) sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services). Sumber daya dapat pulih : (a) Hutan Mangrove, merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti, penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal, adalah sebagai kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal di negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri, 1996). (b) Terumbu Karang, ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula keanekaragaman hayatinya.
Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Di beberapa tempat di Indonesia, karang batu (hard coral) dipergunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri, dan perhiasan.
Dalam industri pembuatan kapur, karang batu kadang-kadang
ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga mengancam keamanan pantai.
Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh
menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lainnya. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi wisata bahari yang belum optimal dimanfaatkan (Dahuri, 1996).
Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) meliputi seluruh mineral dan geologi.
Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu kelas A (mineral
strategis : minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital : emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite); dan kelas C (mineral industri : termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir). Berbagai potensi sumber daya mineral wilayah pesisir dan lautan di Indonesia merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir (Dahuri, 1996). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasn pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya (Dahuri, 1996)
2.7. Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan Pendayagunaan potensi wilayah pesisir dan laut sesuai daya dukung lingkungan adalah bahwa setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan harus mampu ditolerir oleh kemampuan dan daya dukung wilayah pesisir dan lautan. Oleh karena itu, kebijakan yang harus ditetapkan adalah seluruh akumulasi limbah yang dibuang ke perairan harus sesuai dengan kapasitas asimilasi perairan (Dahuri, 1999). Lebih lanjut, Dahuri (1999) menyatakan bahwa wilayah pesisir dan laut sebagai daerah pertemuan antara daratan dan laut seringkali menjadi tempat terakumulasinya dampak dari lahan atas, laut lepas dan dari wilayah pesisir dan laut itu sendiri. Akibatnya, konsentrasi bahan pencemar dari waktu ke waktu terus bertambah.
Kondisi demikian apabila melebihi kapasitas asimilasi dari
perairan pesisir, akan menimbulkan dampak terhadap berbagai ekosistem dan biota di dalamnya.
Untuk mencegah meningkatnya bahan-bahan pencemar
tersebut, maka setiap kegiatan yang menghasilkan bahan pencemar harus mampu
meminimalkan dampak negatif terhadap perairan pesisir. Oleh karena itu, perlu mengetahui berapa besar kemampuan asimilasi dari perairan pesisir dan lautan dalam mentolerir bahan pencemar. Dahuri (1999) menyatakan bahwa jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan lain-lain) di atas lahan atas atau DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan laut.
2.8. Pencemaran Perairan Pesisir Pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologis yang tidak diinginkan terhadap tanah, air dan udara, yang nantinya dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup pada habitat tertentu (Odum, 1971).
Lebih lanjut
Gesamp (1986), mendefinisikan bahwa pencemaran perairan pesisir dan laut adalah sebagai dampak negatif terhadap kehidupan biota, sumberdaya, dan kenyamanan (amenities) ekosistem perairan pesisir, serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan pesisir yang secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan limbah (termasuk energi) kedalam laut yang berasal dari kegiatan manusia. Menurut Connel dan Muller (1974) dalam Mason (1981), pencemaran lingkungan adalah masuknya bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia, sehingga menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik fisik, kimia, biologi atau estetika lingkungan tersebut. Pada dasarnya terjadinya pencemaran merupakan proses biodegradasi limbah dalam sistem daur ulang alami. Pola tersebut menggambarkan bahwa dampak pembuangan limbah ke dalam ekosistem perairan pesisir dan laut akan mempunyai akibat berantai, sesuai dengan dinamika laut dan proses biomagnifikasi yang ada. Diantaranya adalah pola penyebaran limbah sepanjang pesisir karena pengaruh pasang surut, sehingga menimbulkan gangguan kehidupan yang ada pada habitat tersebut. Oleh karena itu penentuan suatu perairan tercemar diperlukan suatu indikator lingkungan (Sutamiharja, 1992).
Penilaian kualitas perairan pesisir dan peruntukannya didasarkan pada baku mutu yang diukur dari aspek fisik, kimia dan biologis berdasarkan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1999, tentang pengelolaan limbah berbahaya dan beracun. Beberapa parameter kimia yang mempengaruhi kualitas perairan pesisir diantaranya adalah : COD (chemical oxygen demand) yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua zat organik secara kimiawi dengan air ; BOD (biological oxygen demand) yaitu ukuran banyaknya oksigen yang tersuspensi dalam air untuk waktu lima hari. TSS (total suspended solid) yaitu padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Mc. Corduchy (1970), menyatakan bahwa pencemaran lingkungan pesisir dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber pencemaran yang berasal dari daratan dan dari lautan. Sumber pencemaran yang berasal dari daratan sebagian besar berasal dari kegiatan pertanian, industri rumah tangga, perkotaan dan pariwisata. Pencemaran yang berasal dari laut seperti pembuangan sampah atau limbah dari kapal laut, tumpahan minyak dan pembuangan lumpur dari limbah kegiatan tambang minyak di laut.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Rempang dan Galang (Relang) Kecamatan Galang Kota Batam. Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan Laut China Selatan.
Secara administratif, kedua pulau tersebut dibawah
pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang. Sebelum masuk menjadi salah satu kecamatan di Kota Batam, Kecamatan Galang adalah merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Dengan berdasarkan Undang-undang No. 53 tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999, secara resmi masuk menjadi wilayah baru Kecamatan yang berada dalam administrasi Kota Batam. Secara geografis Kecamatan Galang terletak antara 0,25o-1,08o Lintang Utara dan 104,00o-104,24o Bujur Timur. Kecamatan Galang berbatasan dengan : •
Sebelah Utara
: Kecamatan Bintan Utara
•
Sebelah Selatan
: Kecamatan Senayang
•
Sebelah Timur
: Kotif Tanjung Pinang
•
Sebelah Barat
: Laut Malaka (Malaysia)
Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Januari 2006 sampai dengan April 2006 dan survei lapangan untuk memperoleh data primer dilakukan pada bulan Maret untuk survei awal dan dilanjutkan bulan Mei sampai Juni 2006. 3.2. Pengumpulan Data Pada prinsipnya pengumpulan data dilakukan dengan metode Triangulasi (triangular method), yaitu suatu pengumpulan data dengan menggunakan lebih dari satu metode secara independen. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data lebih lengkap dan akurat tentang obyek yang diteliti.
Jenis data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun data kualitatif.
3.2.1. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan lapangan atau observasi. Metode observasi merupakan metode yang sangat mendasar dalam melakukan inventarisasi potensi wisata di suatu lokasi penelitian, karena kondisi lingkungan akan teramati dengan jelas dan gamblang, sehingga peneliti mendapatkan gambaran secara kasar potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Unsur-unsur yang diamati yaitu aspek daya tarik terhadap kondisi fisik yang berbentuk darat, pantai dan laut, potensi pasar, aksesibilitas menuju lokasi, kondisi lingkungan sosial ekonomi, pelayanan masyarakat, prasarana dan sarana penunjang, ketersediaan air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain, keamanan, karakteristik wisatawan dan masyarakat.
Data primer berupa
informasi dari wisatawan dan masyarakat dilakukan pengukuran yang lebih mendalam yaitu dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan karakteristik wisatawan dan masyarakat serta motivasi wisatawan mengunjungi Pulau Rempang dan Galang. Jumlah sampel yang dikumpulkan menggunakan teknik judgment sampling, dimana sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria tertentu yang terdapat pada daftar pertanyaan dan jumlahnya tidak dibatasi. Jumlah sampel yang dikumpulkan bisa sedikit atau banyak tergantung dari dapat terpenuhinya kriteria-kriteria tersebut.
3.2.2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diambil dari beberapa sumber antara lain laporan studi dan penelitian, publikasi ilmiah, peraturan perundangan dan publikasi daerah serta peta-peta yang telah dipublikasikan. Data sekunder yang telah dikumpulkan antara lain inventarisasi potensi biofisik termasuk didalamnya : potensi flora, potensi fauna, potensi fisik meliputi : geologi, iklim dan fisika; kondisi sosial ekonomi dan budaya meliputi : kependudukan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, sarana prasarana perhubungan dan sarana prasarana ekonomi.
3.3. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam Perencanaan Pengembangan Ekowisata Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam yaitu : 1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) 2. Analisis Daya Dukung Kawasan 3. Analisis Arahan Pengembangan Ekowisata (SWOT)
3.3.1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADOODTWA) Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADOODTWA) adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap suatu obyek (lokasi) wisata alam melalui analisis daerah operasi, dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan, guna mendapatkan kepastian kelayakan obyek dapat atau tidaknya suatu obyek dikembangkan menjadi obyek wisata alam.
3.3.2. Analisis Daya Dukung Kawasan Daya dukung (carrying capacity) disini dimaksudkan sebagai kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan. Daya dukung dapat diartikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam. Daya dukung alam perlu diketahui secara fisik, lingkungan dan sosial (Pearce and Kirk dalam Dahyar, 1999).
Penentuan daya dukung perlu juga dikaitkan dengan akomodasi,
pelayanan, sarana rekreasi yang dibangun di setiap tempat tujuan wisata. Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat bervariasi, tergantung pada latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Pada Tabel 3.1 berikut dikemukakan kriteria kebutuhan ruang yang disusun berdasarkan pengalaman budaya Amerika dan Eropa ( world tourism organization, WTO, 1981 dalam Wong, 1991). Kebutuhan ini perlu dipertimbangkan mengingat pasar
wisatawan nusantara dan asia sejauh ini belum ada standar yang bisa digunakan sebagai dasar dalam pembangunan fasilitas. Adapun standar kebutuhan ruang dan fasilitas di bawah ini sekaligus merupakan parameter yang diukur dalam penelitian ini.
Parameter ini merupakan faktor pembatas utama untuk
pengembangan pariwisata di TWAP.
Tabel 1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai Kapasitas Pantai m2 / Orang Orang / 20-50 m pantai 1.
Kelas rendah
10
2,0-5,0
Kelas menengah
15
1,5-3,5
Kelas mewah
20
1,0-3,0
Kelas istimewa
30
0,7-1,5
Penginapan daerah pesisir 200-300 liter/hari/orang 2.
Air bersih
Penginapan
daerah
pantai
tropik
500-1000
liter/hari/orang Akomodasi (hotel)
Ekonomi : ruang yang disyaratkan 10 m2/bed Menengah : ruang yang disyaratkan 19 m2/bed
3.
Istimewa : ruang yang disyaratkan 30 m2/bed Atau
60-100 tempat tidur/ha
Sumber : WTO, 1981 dalam Wong,1991
Analisis data : setelah data terkumpul (panjang pantai pasir putih, luas lahan untuk akomodasi, dan kebutuhan air bersih) kemudian dianalisis dengan membandingkan potensi kawasan dengan standarisasi seperti tersebut di atas. Dari hasil analisa akan dapat ditentukan daya tampung kawasan pesisir Kecamatan Galang Kota Batam untuk menerima jumlah maksimum wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.
3.3.3. Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata Arahan
perencanaan
pengembangan
menggunakan analisis SWOT.
ekowisata
dilakukan
dengan
Analisis ini dapat membantu menentukan
kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengembangan potensi wisata di daerah pesisir.
Analisa SWOT adalah analisa kualitatif yang digunakan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman Pada tahap ini dilakukan penelahaan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan
yang
mungkin
terjadi
untuk
mengidentifikasi
kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan wilayah pesisir Kecamatan Galang Kota Batam sebagai kawasan pariwisata 2. Analisis SWOT dan alternatif kebijakan hasil analisis SWOT Pada tahap ini dilakukan analisis hubungan keterkaitan untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO, dan WT).
Untuk mendapatkan
prioritas kebijakan maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan.
Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-3, angka-angka
tersebut mewakili tingkat kepentingan, yaitu : Nilai 1 berarti tidak penting, Nilai 2 berarti penting Nilai 3 berarti sangat penting Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Kemudian bobot setiap alternatif kebijakan tersebut dijumlahkan dengan ranking tertinggi merupakan alternatif kebijakan yang diprioritaskan untuk dilakukan. 1.
Analisis Kebijakan Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari
kekuatan kawasan untuk mendapatkan Peluang (SO), kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang akan datang (ST) ; pengurangan kelemahan kawasan yang ada dengan memanfaatkan Peluang (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang akan datang (WT). Tabel 2. Skema analisis SWOT Internal-External Strength (S)
Weakness (W)
Opportunities (O)
SO
WO
Threat (T)
ST
WT
Alternatif strategi yang diperoleh dari matrik di atas adalah : Strategi SO
: menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan peluang yang sudah ada
Strategi ST
: menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman
Strategi WO
: berusaha mendapatkan keuntungan dan kesempatan yang ada dengan mengatasi kelemahan yang ada
Startegi WT
: berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Sejarah Kota Batam Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau besar dengan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut.
Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak zaman
Kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke'14. Menurut catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura disebut Pulau Ujung. Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya Kerajaan Melayu Riau pada tahun 1911. Pada awalnya Pulau Batam yang kita lihat dan amati sekarang merupakan sebuah pulau yang menjadi pusat pemerintahan dengan status Kotamadya yang bersifat
administratif,
dimana
kedudukannya
setingkat
dengan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II lainnya. Sebelumnya, daerah ini hanyalah sebuah wilayah Kecamatan, yakni Kecamatan Batam yang termasuk ke dalam
wilayah
administratif
Kabupaten
Tingkat
II
Kepulauan
Riau.
Pembentukan Pulau Batam dan wilayah Kecamatan menjadi Kotamadya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, dengan cakupan
wilayah pemerintahan sama dengan wilayah Kecamatan Batam dan membawahi 3 (tiga) kecamatan, yakni Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur. Perubahan status tersebut merupakan implementasi atas dasar Dekonsentrasi sebagaimana yang dimaksudkan undang-undang Nomor 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah
sedangkan motivasi dibentuknya
Kotamadya Batam, tak lain adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan pembangunan sebagai akibat makin berkembangnya wilayah Pulau Batam sebagai akibat daerah industri dan perdagangan, alih kapal, penumpukan dan basis logistik serta pariwisata. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelelawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam, sebagai pengejawantahan undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kota Batam yang semula sebagai Kotamadya Administratif Batam statusnya berubah menjadi daerah Otonom Kota Batam yang dipimpin oleh Walikota. Untuk itu dalam struktur pemerintahan dan penataaan wilayahnya juga mengalami perubahan dimana dan semula terdiri dan 3 (tiga) Kecamatan setelah adanya pemekaran bertambah menjadi 8 (delapan) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Batu Ampar, Nongsa, Sungai Beduk, Bulang, Belakang Padang, Sekupang, Lubuk Baja, dan Galang, yang didalamnya terdiri dari gugusan pulau besar (Batam, Rempang, Galang dan Bulang) dan pulau-pulau kecil lainnya. Pada periode tahun 19901998, melalui kepres No. 28/1992 wilayah Batam diperluas menjadi wilayah BALERANG (Batam, Rempang dan Galang) disamping terjadinya penambahan dinas teknis dan perubahan status beberapa lembaga Instansi Vertikal menjadi Instansi Otonom.
4.1.2. Kondisi Umum Pulau Rempang dan Galang merupakan pulau-pulau di Kecamatan Galang Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Riau dengan luas wilayah Pulau Rempang sekitar 168 km2 dan luas Pulau Galang 80 km2 dan Pulau Galang Baru 32 km2.
Dengan masuknya Pulau Rempang dan Galang dan pulau-pulau di
sekitarnya ke dalam wilayah Kota Batam, maka luas wilayah Kota Batam berubah dari 417,5 km2 (51.500 ha) menjadi 715 km2 (71.500 ha). Dengan demikian, luas wilayah Barelang 115% x luas Singapura. Untuk penggabungan Pulau Rempang dan Galang ini pemerintah telah membangun enam buah jembatan yang menghubungkan Pulau Batam-Pulau Tonton, Pulau Tonton-Pulau Nipah, Pulau Nipah-Pulau Setokok, Pulau Setokok-Pulau Rempang, Pulau Rempang-Pulau Galang, dan Pulau Galang Pulau-Galang Baru dengan panjang total keenam jembatan mencapai 2.194 m. Kecamatan Galang terletak antara 0,25°-1,08° Lintang Utara dan 104,00°104,24° Bujur Timur. Secara geografis Kecamatan Galang berbatasan dengan : ● Sebelah Utara
: Kecamatan Bintan Utara
● Sebelah Selatan
: Kecamatan Senayang
● Sebelah Timur
: Kotif Tanjung Pinang
● Sebelah barat
: Selat Malaka (Kerajaan Malaysia)
350000
375000
400000
PETA ADMINISTRASI PULAU BATAM
425000
125000
125000
Selat Singapura
Legenda : Jalan Batas Kelurahan Batas Kabupaten Pasir Lokasi Industri Daratan Mang rove Laut
100000
100000
Pulau Bintan
100°00'
106°00'
112°00'
4°00' 75000
75000
Kab. Karimun
2°00'
2°00'
4°00'
Lokasi Penelitian
100°00'
106°00'
112°00'
Theresia R achm alia G P052040351 Pengelolaan S um berdaya A lam dan Lingkunagan 2006
50000
50000
8
350000
375000
400000
Gambar 3. Peta administrasi Kota Batam
425000
0
Sumber Data : 1. BAPPED A of Batam C ity 2. LANDSAT UTM+ 2005 3. Survey 2006
8
16
Km
112000
400000
408000
112000
392000
416000
Kab. KEPRI
PETA PULAU REMPANG PROPINSI KEPRI Legenda : #
Bintan Island 104000
104000
Lokasi Penelitian Jalan Utama Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terumbu Karang Pantai Berpasir Pasir Daratan Mangrove Laut
112°00'
Lokasi Penelitian
4°00'
Pantai Melayu
106°00'
4°00'
96000
96000
100°00'
#
Desa Sembulang #
2°00'
Pantai Mawar
2°00'
#
88000
88000
100°00'
Camp Pengungsian Pantai Melur 392000
400000
408000
416000
Gambar 4. Peta lokasi penelitian-Pulau Rempang
112°00'
Theresia Rachm alia G P052040351 Pengelolaan Sum berdaya Alam dan Lingkunagan 2006
8
0
#
#
106°00'
Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2.. LANDSAT UTM+ 2005 3. Survey 2006
8
16 Km
416000
424000
96000
96000
408000
Pantai Melayu #
PETA PULAU GALANG PROPINSI KEPRI
Kab. KE PRI Desa Sem bulang
#
Pantai Mawar
Legenda : #
88000
88000
#
Lokasi Penelitian Ja lan Utam a Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terum bu Karang Pantai Be rpasir Pasir Daratan Mangrove Laut
Cam p Pengungsian #
#
100°00'
112°00'
4°00' 2°00'
2°00'
80000
80000
106°00'
Lokasi Penelitian
4°00'
Pantai Melur
100°00'
106°00'
112°00'
72000
72000
Theresia Rachm alia G P052040351 Pengelolaan Sum berdaya Alam dan Lingkunagan 2006
408000
416000
424000
Gambar 5. Peta lokasi penelitian-Pulau Galang
8
0
Sumber Data : 1. BAPPED A of Batam C ity 2..LANDSAT U TM+ 2005 3. Survey 2006
8
16
Km
4.1.3. Kondisi Fisik Wilayah A. Geologi, Iklim dan Fisika Wilayah Kecamatan Galang menurut sejarah geologi seperti halnya Kecamatan-kecamatan lain di daerah Kepulauan Riau umumnya, juga merupakan bagian dari paparan kontinental Benua Asia hingga berujung pada Benua Australia. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini adalah sisa-sisa erosi atau penyusutan
daratan
pra
tersier
yang
membentang
dari
Semenanjung
Malaysia/Pulau Singapura dibagian utara sampai dengan Pulau-pulau Moro dan Kundur serta Karimun dibagian Selatan. Permukaan tanah di Kecamatan Galang pada umumnya dapat digolongkan datar dengan variasi perbukitan disana sini dengan ketinggian maksimum 60 m diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil mengalir dengan aliran pelan dan dikelilingi hutan-hutan muda serta semak belukar yang lebat. Kecamatan Galang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2004 berkisar antara 21,2° C-23,6° C dan suhu rata-rata sepanjang tahun 2004 adalah 26,8° C-28,1° C. Keadaan tekanan udara rata-rata untuk tahun 2004 minimum 1003,8 MBS dan maksimum 1016,1 MBS. Kecamatan Galang yang berada dibagian Timur laut dari Pulau batam mempunyai kelembaban yang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara 48100%, dan kecepatan angin maksimum 14-24 knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4,5 knot. Jumlah hari hujan di Kecamatan Galang cukup tinggi yaitu ratarata pada tahun 2004 perbulannya mencapai sebesar 16 hari dengan rata-rata curah hujan perbulannya mencapai 173 mm. Parameter fisika lingkungan, khususnya di permukaan laut adalah suhu permukaan laut, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Suhu permukaan laut berkisar antara 30°C-31°C dengan salinitas berkisar antara 29‰-31‰ pada Mei 2006 dilokasi pengamatan. Kecerahan perairan berkisar 70%-90%, sedangkan kecepatan arus permukaan laut berkisar antara 8-23 cm/det.
B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Terbentuknya Pemerintahan Galang adalah sebagai institusi eksekutif yang akan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan
merupakan perpanjangan tangan pemerintah Otonom Kota Batam, adalah suatu harapan seluruh masyarakat untuk dapat menjawab setiap permasalahan maupun tantangan yang muncul sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan lainnya dalam masyarakat. Pemerintahan
Galang
yang
sebelumnya
merupakan
bagian
dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau tergabung dengan pemerintah daerah Kota Batam berdasarkan undang-undang No. 53 Tahun 1999 yang ditetapkan tanggal 04 Oktober 1999 dengan demikian yang kedudukannya setingkat dengan Kecamatan lainnya di Kota Batam yang langsung bertanggung jawab kepada Walikota.
Hal ini memungkinkan Kecamatan Galang dapat
mengakses seluruh potensi yang ada di Kecamatan ini secara langsung sehingga sedikit terkatrol dengan jangkauan pembangunan yang lebih baik dengan jumlah nominal anggaran yang lebih besar dibanding pada waktu masih bergabung dengan pemerintahan yang lama. Hal ini terlihat dengan adanya perhubungan darat yang telah dan akan terus dikembangkan oleh Pemerintah Kota Batam. Oleh karena banyaknya fasilitas kemasyarakatan yang akan dikembangkan dan dibangun didaerah ini maka masyarakat daerah ini sedikit boleh berharap akan perkembangan ekonomi yang lebih baik dan akan berakhir pada kesetaraan kesejahteraan antara masyarakat daerah hinterland dengan masyarakat daerah mainland yang berada pada pusat pemerintahan di Pulau Batam Kecamatan Galang yang posisi pusat pemerintahannya di Kelurahan Sembulang adalah merupakan daerah pertengahan wilayah Kecamatan sehingga mempunyai jarak yang kurang lebih sama jarak tempuhnya pada masing-masing Kelurahan guna efektifitas dan efisiensi transportasi serta menjaga jangan sampai ada sebagian masyarakat Kelurahan yang merasa terlalu jauh guna berurusan administrasi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Galang terletak ± 18 km dari jalan arteri ke arah Timur, serta merupakan posisi yang strategis dalam rangka pengembangan daerah. Kecamatan Galang yang sebelumnya bergabung dengan pemerintah Kota Batam terdiri dari sepuluh Desa antara lain Desa Pulau Abang, Desa karas, Desa Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang, Desa Pangkil, Desa Pengujan, Desa Penaga, Desa Tembeling, Desa Bintan Buyu yang secara total luas wilayahnya
mencapai ± 1078,25 Km. Setelah bergabung dengan pemerintah Kota Batam maka sebagian dari wilayah desa lama ada yang tetap bertahan pada induk pemerintahan yang lama sehingga sampai dengan disetujuinya undang-undang baru yang disahkan pada tanggal 04 Oktober 1999 maka daerah Kecamatan Galang terdiri dari 7 Desa yang meliputi : Desa Pulau Abang, Desa Karas, Desa Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang Cate, Desa Subang Mas dan Desa Galang Baru. Dari 7 (tujuh) desa diatas bila kita lihat luas wilayahnya maka luas wilayah desa yang baru bergabung dengan Pemerintah Kota Batam menjadi ± 312,5 Km2, sedangkan pusat pemerintahan pada desa-desa yang baru bergabung masih tetap pada posisi yang lama dan tidak mengalami perubahan letak pusat pemerintahannya, dan bila dilihat lebih rinci pada pemerintahan yang lebih rendah lagi maka dapat diketahui jumlah masing-masing RW dan RT, hingga sampai saat ini jumlah RW berjumlah 29 dan RT berjumlah 75 Dari pengolahan Registrasi Penduduk Tahun 2004 yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2004 diperoleh informasi bahwa jumlah penduduk Kecamatan Galang sebanyak 13.367 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar 6.287 jiwa dan perempuan 7.080 jiwa atau bila dihitung berdasarkan sex ratio sebesar 88.80% sedangkan jumlah rumah tangga penduduk sebanyak 3.149 dan jika dihitung rata-rata penduduk per rumah tangga berjumlah 4.24 jiwa. Dari jumlah penduduk sebanyak 13.367 jiwa tersebut dapat dilihat penyebaran serta persentase pada masing-masing desa pada Tabel 3.
Tabel 3.
Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing Kelurahan Kecamatan Galang tahun 2004
No.
Kelurahan
Jumlah Jiwa
%
1
Pulau Abang
2.957
22.12
2
Karas
4.075
30.48
3
Sijantung
1.512
11.31
4
Sembulang
1.587
12.07
5
Rempang Cate
1.777
13.29
6
Subang mas
653
4.89
7
Galang Baru
806
6.03
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Penduduk Kecamatan Galang dengan jumlah sebesar 13.367 jiwa bila dilihat persentase prediksi kelompok umur, maka bagian terbesar terdapat pada kelompok umur 1-19 tahun (5.706 jiwa atau 42.69%) selanjutnya pada urutan kedua ditempati pada kelompok umur 20-39 tahun (4.264 jiwa atau 31.90%) berikutnya kelompok umur 40-59 tahun (2.358 jiwa atau 17.64%) sedangkan terakhir adalah kelompok umur 60->75 tahun (1039 jiwa atau 7.77%). Jika kita lihat persentase pada masing-masing kelompok umur maka dapat dikategorikan bahwa secara grafis berbentuk kerucut yang berarti Kecamatan Galang merupakan ciri-ciri suatu daerah berkembang seperti halnya negara kita Indonesia (Gambar 6). 45 40 35
Jumlah penduduk (%)
30 25 20 15 10 5 0 1-19
20-39
40-59
60->75
Kelompok umur Gambar 6. Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur
Pada Tabel 4 dapat dilihat luas wilayah, penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang. Luas wilayah (km2), penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 Penduduk Kepadatan Penduduk No Kelurahan Luas Per km2 (km2) 1 Pulau Abang 52,7 2.957 56,11 Tabel 4.
2
Karas
70,7
4.075
57,64
3
Sijantung
38,8
1.512
38,97
4
Sembulang
59,9
1.587
26,49
5
Rempang Cate
68,8
1.777
25,83
6
Subang mas
17,4
653
37,53
7
Galang Baru
4,2
806
191,90
Kec. Galang
312,5
13.367
42,77
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Sebagian besar penduduk di Kecamatan Galang menganut agama Islam diikuti agama Budha, Khatolik, Protestan, Hindu, Konghucu serta aliran kepercayaan.
Komposisi penduduk menurut agama pada masing-masing
Kelurahan di Kecamatan Galang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 Agama
No.
Kelurahan
1
Pulau Abang
2
Islam
Khatolik
Protestan
2.733
35
6
Karas
3.795
115
3
Sijantung
1.211
4
Sembulang
5
Rempang Cate
6 7
Budha
lainnya
0
183
0
11
7
112
35
99
54
3
142
3
1.160
227
14
0
186
0
1.625
29
16
0
107
0
Subang mas
578
3
0
0
72
0
Galang Baru
789
0
0
0
17
0
Kec. Galang
11.891
508
101
10
819
38
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Hindu
Industri Kota yang merupakan primadona Kota Batam bagaikan magnet yang menarik imigran dari berbagai wilayah Indonesia untuk mencoba mengadu nasib dalam rangka meningkatkan kehidupan yang didaerahnya terasa sudah sangat sulit untuk berkompetisi. Derasnya arus migrasi di Pulau Batam ternyata membuat wilayah Kecamatan Galang juga diminati sebagai tempat mengadu peruntungan (perubahan nasib) terlebih lagi akhir-akhir ini muncul isu bahwa akan masuk investasi yang cukup besar di Kecamatan Galang. Terdapat ± 10 suku bangsa yang terdapat di Kecamatan Galang (Tabel 6) yang didominasi oleh suku bangsa Melayu.
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di Kecamatan Galang tahun 2004 No.
Kelurahan
1 2 3 4 5
Pulau Abang Karas Sijantung Sembulang Rempang Cate Subang mas Galang Baru Kec. Galang
6 7
Melayu 2.476 3.246 800 926 1.184
Jawa 62 111 169 134 115
Minang 8 100 22 27 28
512 500 9.644
21 170 772
9 4 198
Suku Bangsa Ba- FloBantak res jar 29 109 12 24 102 10 22 180 4 51 180 26 41 22 0
Bugis 18 9 17 17 39
Sunda 22 17 9 30 7
Lain 221 455 222 196 341
4 9 180
0 13 190
0 1 86
97 72 1.604
10 30 603
0 7 59
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Kota Batam merupakan salah satu daerah industri di wilayah Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa Batam merupakan daerah potensial bagi investor untuk menanamkan investasinya.
Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan yang cukup signifikan dalam segala segi menuntut daerah penyangga (daerah hinterland) untuk ikut berperan dalam menyiapkan segala fasilitas penunjang mulai dari kemampuan intelektual baik sosial budaya maupun sosial kemasyarakatan.
Sejalan dengan itu peran pendidikan di Kecamatan
Galang diharapkan dapat menjawab segala kesempatan yang terbuka luas untuk masyarakat. Letak geografis Kecamatan Galang yang terletak cukup jauh dengan pusat pemerintahan kota serta penduduknya yang tersebar pada pulau-pulau tertentu merupakan tantangan tersendiri untuk memajukan sektor pendidikan di
Kecamatan Galang. Pada Tabel 7 dapat dilihat secara jelas data mengenai SD, SLTP, SLTA yang terdapat di Kecamatan Galang. Tabel 7. Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya per Kelurahan tahun 2004 TK No.
SD
SLTP
SLTA
Kelurahan Negri -
Swasta -
Negri 2
Swasta -
Negri 1
Swasta -
Negri -
Swasta -
1
Pulau Abang
2
Karas
-
-
6
-
1
-
1
-
3
Sijantung
-
-
3
-
-
-
-
-
4
Sembulang
-
-
6
-
1
-
-
-
5
Rempang Cate
-
-
4
1
1
-
-
-
6
Subang mas
-
-
2
-
-
-
-
-
7
Galang Baru
-
-
4
-
1
-
1
-
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Seiring dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan di masyarakat perlu juga diperhatikan tentang kesehatan masyarakat serta fasilitas penunjangnya. Wilayah Kecamatan Galang yang masih banyak terdiri dari hutan merupakan daerah yang sangat riskan terhadap perkembangan berbagai spesies nyamuk yang dapat menggigit dan menularkan virus penyakit tertentu sehingga dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya, besarnya jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk sesuai dengan data yang didapat merupakan angka yang paling besar diantara Kecamatan-kecamatan lain di Kota Batam.
Selain itu penyakit kulit juga merupakan jenis penyakit yang banyak
menjangkiti masyarakat di daerah ini, hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat yang kurang mengenai arti kebersihan dan letak pusat-pusat pengobatan yang cukup jauh sedangkan sarana transportasi kurang memadai. Banyaknya jumlah fasilitas kesehatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di Kecamatan Galang tahun 2004
1
Pulau Abang
-
RS Bersalin -
2
Karas
-
-
-
1
1
-
3
Sijantung
-
-
-
1
-
-
4
Sembulang
-
-
1
-
3
-
5
Rempang Cate
-
-
-
1
-
-
6
Subang mas
-
-
-
-
-
-
7
Galang Baru
-
-
-
1
-
-
Kec. Galang
-
-
1
6
5
-
No.
Kelurahan
RS
Puskesmas -
Puskesmas Pembantu Keliling 1 1
Balai Pengobatan -
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Kecamatan Galang yang terletak di daerah hinterland dan jauh dari pusat pemerintahan Kota Batam mempunyai daerah yang cukup luas dan masih banyak lahan kosong yang belum dimanfaatkan dengan optimal, dengan demikian potensi pertanian dan pariwisata sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Kecamatan Galang selain memiliki lahan yang subur untuk pertanian juga memiliki daerah pantai berpasir putih yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Potensi alam yang cukup banyak dan luas wilayah yang belum dimanfaatkan membuat Kecamatan Galang cocok dikembangkan menjadi kawasan industri yang berbasis pertanian (Tabel 9.).
Melihat potensi yang
dimiliki maka pemerintah mempunyai rencana kedepan untuk membangun industri pertanian, hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam pada pasal 41 dan 42.
Tabel 9. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 No. 1
Kelurahan Pulau Abang
Pemukiman 13.37
Sawah -
Tegalan 22.30
Perkebunan 20.50
Hutan 8.02
2
Karas
14.50
-
25.70
28.50
14.50
3
Sijantung
6.50
-
25.00
48.00
517.00
4
Sembulang
5.13
-
8.85
7.96
3.18
5
Rempang Cate
5.91
-
9.80
8.90
17.80
6
Subang mas
2.80
-
4.80
4.30
8.70
7
Galang Baru
0.25
-
0.41
0.37
0.97
-
96.86
118.53
210.17
Kec. Galang
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Pada Tabel 10 dapat dilihat luas lahan/tanah yang memiliki kriteria subur, yang memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam dan bermata pencaharian sebagai petani. Tabel 10. No.
Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan Galang tahun 2004 Tanah/Lahan Kelurahan Sangat Subur Subur Sedang Kritis
1
Pulau Abang
-
30.60
18.71
12.15
2
Karas
-
70.77
130.70
-
3
Sijantung
-
-
58.00
-
4
Sembulang
-
10.12
13.42
-
5
Rempang Cate
-
12.23
12.71
-
6
Subang mas
-
4.92
9.56
-
7
Galang Baru
-
4.92
1.46
-
Kec. Galang
-
108.27
212.62
8.02
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Selain bermata pencaharian sebagai petani masyarakat Kecamatan Galang juga berprofesi sebagai nelayan. Dengan daratan yang yang cukup luas dan subur memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam. Sedangkan dengan potensi wilayah yang dikelilingi oleh lautan yang luas, Kecamatan Galang memiliki potensi perikanan yang besar (Tabel 11).
Tabel 11. No. 1
Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 Kelurahan Hasil Tangkapan Pulau Abang 862.25
2
Karas
1.725.49
3
Sijantung
729.55
4
Sembulang
431.15
5
Rempang Cate
652.20
6
Subang mas
20.25
7
Galang Baru
29.07
Kec. Galang
4.449.96
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
4.2. Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang Kecamatan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang besar baik dalam jumlah sebenarnya maupun keragaman jenisnya. Potensi sumberdaya yang dimaksud adalah hutan mangrove (Tabel 12), terumbu karang, pasir putih, pantai yang luas dan beserta biota lainnya yang terkandung didalamnya. Potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kegiatan pariwisata sehingga selain dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat juga dapat dapat membuka keterisolasian daerah Kecamatan Galang pada dunia luar, yang pada akhirnya akan dapat menghidupkan roda perekonomian daerah Kecamatan Galang.
Tabel 12. Luas hutan bakau di rinci menurut Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004 No. Kelurahan Hutan Bakau 1 Pulau Abang 6.11 2
Karas
-
3
Sijantung
21.00
4
Sembulang
6.32
5
Rempang Cate
-
6
Subang mas
-
7
Galang Baru
0.99
Kec. Galang
34.42
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa Kecamatan Galang memiliki hutan mangrove dengan luas 34.42 ha.
Hutan mangrove di Kelurahan Sembulang
didominasi oleh Rhizopora apiculata, yang juga hampir mendominasi di semua Kelurahan selain di Kelurahan Sembulang. Potensi Terumbu Karang di Kecamatan Galang sebagian besar terdapat di Kelurahan Pulau Abang. Terumbu Karang di Pulau Rempang dan Galang tidak terlalu diperhatikan karena dari segi kuantitas dan kualitas jauh lebih bagus yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang. Kondisi secara umum komunitas terumbu karang yang terdapat di Kelurahan Abang berdasarkan substrat terdiri dari kategori pasir (sand), patahan karang (rubble), karang mati yang ditumbuhi alga (DCA), karang mati (DC) dan karang hidup (LC). Pada kategori substrat yang paling dominan muncul adalah substrat kategori karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) dan karang hidup (LC). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebelumnya Kecamatan Galang merupakan perairan yang berterumbu karang tetapi sekarang telah banyak rusak dan mati sehingga ditumbuhi dengan alga (ganggang laut) (Coremap, 2001). Biota lain yang cukup banyak ditemukan di Kecamatan Galang adalah Anemon, Hydroid, Crinoid, Tridacna gigas, Tridacna crocea, Trochus, Oyster, Urchin, dan Strobus (Coremap, 2001).
Selain hutan mangrove dan terumbu karang, pantai-pantai yang luas dengan pasir putih yang terdapat di Kecamatan Galang merupakan salah satu potensi yang juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, seperti misalnya Pantai Melayu, Pantai Mawar, Pantai Melur, wilayah pantai di Desa Sembulang. Selain itu di Pulau Galang Kecamatan Galang terdapat lokasi yang dikembangkan sebagai wisata sejarah dan budaya seperti peninggalan pengungsi Vietnam (camp Vietnam) atau disebut Sinam. Dengan demikian wisatawan yang berkunjung ke Kecamatan Galang khususnya di Pulau Rempang dan Galang tidak hanya menikmati kehidupan pesisir dengan laut yang indah tetapi juga dapat melakukan wisata sejarah, budaya dan spiritual.
4.3. Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang Sesuai dengan tujuan penelitian yang dituliskan sebelumnya, yaitu mengkaji potensi wisata Pulau Rempang dan Galang serta menentukan kesesuaian kawasan bagi pengembangan ekowisata, maka pada bagian ini akan dituliskan potensi wisata sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang berdasarkan hasil penelitian didukung dengan data primer yang diambil dilapangan, data sekunder dari berbagai pustaka serta dari hasil analisis Citra Landsat TM-7 yang diambil pada tahun 2005. Potensi wisata sumberdaya pesisir yang terdapat di Kecamatan Galang khususnya di Pulau Rempang dan Galang yang termasuk dalam penelitian ini meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang yang terdapat di Pulau Rempang, Pantai Melur dan potensi sejarah/budaya/spiritual yaitu Kamp Pengungsian Vietnam yang berhadapan langsung dengan Pantai Melur yang berada di Pulau Galang (lampiran 1).
00°51’22.4” & 104°08’56.5”
00°50’50.7” & 104°08’57.1”
00°50’22.3” & 104°15’26.7”
Gambar 7. Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang
00°46’06.9” & 104°11’24.6”
00°45’21.5” & 104°11’09.8”
Gambar 8. Potensi sumberdaya alam Pulau Galang
390000
400000
410000
420000
PETA SUMBER DAYA ALAM PULAU REMPANG DAN GALANG PROPINSI KEPRI
430000
110000
110000
Kab. KEPRI
Legenda : #
100000
100000
# #
Pantai Melayu Pantai Mawar
Lokasi Penelitian Jalan Utama Batas Kelurahan Batas Kabupaten Terumbu Karang Pantai Berpasir Pasir Daratan Mangrove Laut
Desa Sembulang #
un Ka rim
4°00' 2°00'
Camp Pengungsian Pantai Melur
Ka b.
100°00' 80000
80000
Lokasi Penelitian
400000
410000
420000
430000
Gambar 9. Potensi sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang
106°00'
112°00'
Theresia Rachmalia G P052040351 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan 2006
8
390000
112°00'
2°00'
# #
106°00'
4°00'
90000
90000
100°00'
0
Sumber Data : 1. BAPPEDA of Batam City 2. LANDSAT UTM+ 2005 3. Survey 2006
8
16
Km
3.1. Pulau Rempang Pulau Rempang merupakan salah satu dari sekian banyak pulau yang terdapat di Kota Batam, Kepulauan Riau dan terletak sekitar 2.5 km disebelah Tenggara Kota Batam dengan luas wilayah 16.583 ha.
Dahulu Pulau Rempang
ditetapkan sebagai hutan wisata buru dengan luas 6.000 ha dan tempat usaha tambak udang seluas 5.000 ha, namun hingga saat ini pelaksanaan dan kegiatan yang terdapat di Pulau Rempang tidak mencerminkan hal tersebut. Saat ini Pulau Rempang merupakan bagian dari wilayah BARELANG yang saat ini dalam proses pengembangan sebagai daerah industri yang kompetitif di Asia Pasifik, dengan dukungan sektor perdagangan, alih kapal, dan pariwisata. Pengembangan Pulau Rempang sebagai salah satu daerah wisata sangat potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Rempang memiliki potensi yang cukup besar seperti pemandangan yang masih alami meliputi hutan, perbukitan, karang, mangrove dan pantai pasir putih yang landai. Berdasarkan Citra Landsat TM-7 tahun 2005 Pulau Rempang memiliki luasan karang sebesar 1179 ha dan mangrove sebesar 13212 ha. Beberapa potensi wisata yang terdapat di Pulau Rempang yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah : Pantai Melayu, Pantai Mawar dan Desa Sembulang .
A. Pantai Melayu dan Mawar Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa Pantai Melayu dan Mawar terdapat di Kecamatan Galang, tepatnya di Pulau Rempang sekitar 30 km sebelah Tenggara Kota Batam. Pantai Melayu dan Mawar terletak saling bersebelahan satu sama lain, hanya pengelolaannya saja yang berbeda. Pantai Melayu dan Mawar dapat ditempuh kurang lebih 45 menit dengan trasportasi darat melewati jembatan 1 sampai jembatan 5 yang sangat terkenal di Kota Batam.
Berdasarkan hasil
analisis Citra Landsat TM-7 Tahun 2005 Pantai Melayu memiliki panjang pantai ± 3,6 km2 dengan luas ± 56,5 ha sedangkan Pantai Mawar memiliki panjang Pantai ± 2,1 km2 dengan luas ± 16,7 ha. Kondisi pantai baik Pantai Melayu maupun Mawar sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata Kota batam, hal ini disebabkan karena baik Pantai Melayu maupun Mawar memiliki keindahan yang dapat
mengundang wisatawan lokal maupun mancanegara untuk tertarik berkunjung seperti : pasir putih yang halus, ombak yang tenang untuk berenang, dan view yang indah menuju lautan yang luas.
Gambar 10. Pantai Melayu
Gambar 11. Pantai Mawar
B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang Desa Sembulang merupakan salah satu desa yang indah yang terdapat di Kota Batam, tepatnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang Pulau Rempang. Dengan luas wilayah sekitar 875 ha dan dengan kepadatan sekitar 26.5 km2 Desa Sembulang Kelurahan Sembulang ditetapkan sebagai ibukota Kecamatan Galang. Selain sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Galang, Desa Sembulang juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Hal ini disebabkan karena Desa Sembulang merupakan wilayah pesisir yang memiliki pantai yang indah dengan pasir putihnya, pantai yang luas untuk berenang dan berjemur, selain itu Desa Sembulang juga memiliki vegetasi hutan mangrove yang cukup luas sekitar 6.32 ha yang didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata. Namun sayang hingga saat ini hanya segelintir orang saja yang baru mengetahui keberadaan Desa Sembulang sebagai obyek wisata diluar masyarakat sekitar Pulau Rempang.
Hal ini disebabkan karena fasilitas, sarana dan prasarana
penunjang serta informasi keluar kurang dipublikasikan oleh masyarakat sekitar di Kelurahan Sembulang.
Gambar 12. Desa Sembulang
4.3.2. Pulau Galang Pulau Galang juga merupakan salah satu bagian dari sekian banyak pulau di Kota Batam, Kepulauan Riau yang terletak sekitar 350 m disebelah Tenggara Pulau Rempang dengan luas 8.000 ha. Sebagai bagian dari wilayah BALERANG yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pariwisata maka dalam rangka mengoptimalkan potensi Pulau Galang, Otorita Batam pada tahun 2002 telah membuat perencanaan kawasan Pulau Galang sebagai kawasan pariwisata terpadu (Galang island park) yang menyediakan obyek dan atraksi seperti : Vietnam Refugee Memorial Park and Refugee Village, Galang Safari Park, Galang Bio Centre, Galang Family Park, Galang Aquatic Culture Centre dan Galang Beach Resort.
Namun hingga saat ini rencana tersebut belum
terlaksana, hal ini disebabkan karena hambatan dan kendala berupa dana yang dibutuhkan sangat besar. Selain itu pengembangan Pulau Galang sebagai salah satu daerah wisata sangat potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Galang memiliki potensi yang cukup besar seperti pemandangan yang masih alami meliputi hutan, perbukitan, karang, mangrove dan pantai pasir putih yang landai. Berdasarkan Citra Landsat TM-7 tahun 2005 Pulau Galang memiliki luasan karang sebesar 1313 ha dan mangrove sebesar 5146 ha. Beberapa potensi wisata yang terdapat di Pulau Galang meliputi : Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur
A. Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam) Salah satu obyek wisata di Kota Batam yang hingga saat ini belum tersentuh menjadi pilihan bagi wisatawan adalah kawasan eks Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam). Sinam terletak di Desa Sijantung Kecamatan Galang Pulau Galang, sekitar 50 km Selatan Kota Batam. Obyek wisata ini belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara profesional, meskipun rencana dan arah pengembangan sudah ada sejak dahulu sesuai dengan Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 pasal 21 dan 39. Dilihat dari potensinya eks Kamp Sinam ini memiliki daya tarik dan nilai jual secara internasional. Hal ini disebabkan Pulau Galang dikenal secara luas
bukan hanya di dalam negeri saja, tetapi oleh dunia internasional. Melalui badan internasional, United Nation High Commission for Refugees (UNHCR), Pulau Galang pernah dijadikan sebagai tempat penampungan pengungsi Vietnam sejak tahun 1979 sampai 1996. Eks Kamp Pengungsian Sinam menyisakan benda-benda peninggalan yang masih bisa dilihat dan ditelusuri meskipun sebagian bentuk asli peninggalannya sudah mulai ada yang punah karena lapuk dan ditumbuhi semak belukar, seperti misalnya barak-barak tempat tinggal pengungsi, gereja, pagoda atau vihara, rumah sakit, kuburan massal, bekas perahu-perahu kayu yang digunakan pengungsi menuju Pulau Galang, lokasi tempat bermain (youth centre), kantor UNHCR, penjara dan lahan eks pertanian yang dijadikan tempat bercocok tanam sayuran seperti jahe, sawi, kangkung, dan wortel. Ada dua daya tarik yang dapat dijual kepada wisatawan, yaitu wisata sejarah tragedi kemanusiaan dan wisata spiritual dengan mengunjungi rumahrumah ibadat, seperti vihara atau pagoda dan gereja. Selain itu untuk melihat dari satu obyek menuju obyek lain, pengunjung tidak akan mengalami rasa cepat lelah atau bosan. Hal ini disebabkaan karena kawasan Sinam memiliki udara yang sejuk dan segar karena dikelilingi pepohonan yang hijau dan lebat serta kondisi jalan yang berkelok naik dan turun. Wisatawan akan merasa seperti berada di dalam sebuah perkampungan tradisional yang terhindar dari hiruk pikuknya kebisingan kehidupan modern. Dari hasil penelitian terlihat bahwa kamp Sinam selain dikunjungi oleh wisatawan lokal seperti dari Kota Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun dan Pekan Baru juga dikunjungi oleh wisatawan mancanegara seperti dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Gambar 13. Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam
Gambar 14. Gereja yang terdapat di Kamp Sinam
Gambar 15. Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang
Gambar 16. Kuburan massal pengungsi Vietnam
Gambar 17. Potret pengungsi Vietnam
Gambar 18. Denah Kamp Sinam
Keterangan : 1 Pelabuhan Karyapura
19 Kantor Polisi
2 Rumah makan seafood
20 Barak pengungsi
3 Tempat berkumpul
21 Youth center
4 Gereja Khatolik Hati Kudus
22 Pagoda Chua Ky Vien
5 Gerbang masuk
23 Gereja Khatolik Nha To Duc Me Vo
6 Rumah pekerja
24 Pohon Body
7 Pagoda Quan Am Tu
25 Gudang
8 Gerbang lama
26 Museum pengungsi
9 Tempat istirahat
27 Poliklinik
10 Tempat berkemah
28 Lapangan dan lahan pertanian
11 Portal 2
29 Sekolah
12 Gereja Khatolik Ta On Duc Me 30 Workshop 13 Patung kemanusiaan
31 Rumah pengungsi
14 Prasasti pengungsi
32 Ruang rapat
15 Portal 3
33 Pagoda Cao dai
16 Gereja Tinh Lanch
34 Pagoda Chua Kim Quant
17 Kapal pengungsi
35 Tempat pengolah air bersih
18 Tempat informasi
36 Ruang berdoa Kuan Im
B. Pantai Melur Salah satu obyek wisata yang dapat dijual kepada wisatawan baik lokal maupun mancanegara sebagai tempat kunjungan wisata di Kota Batam adalah Pantai Melur. Pantai Melur terletak di Kota Batam Kecamatan Galang Pulau Galang, sekitar 45 Km Selatan Batam. Dengan panjang pantai 5,5 Km2 Pantai Melur memiliki berbagai macam potensi wisata yang dapat dijual kepada wisatawan, seperti keindahan alam pantai dengan pasir putihnya yang bersih, kejernihan airnya dengan deburan ombak yang dapat dinikmati untuk mandi dan berenang, berjemur di tengah terik matahari, menikmati hembusan angin semilir yang bertiup sepoi-sepoi ketika berteduh dibawah pohon-pohon yang rindang. Kekuatan daya tarik lain yang dimiliki oleh Pantai Melur adalah lokasi Pantai
Melur yang berdekatan dengan obyek wisata eks Kamp Pengungsian Sinam, yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer.
Gambar 19. Pantai Melur
4.4. Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata Pulau Rempang dan Galang diarahkan pengelolaannya dengan konsep ekowisata bukan dengan mass tourism agar dapat menjamin keberlangsungan sektor pariwisata itu sendiri dimasa yang akan datang. Pada Tabel 13 dapat dilihat perbedaan antara mass tourism dengan ecotourism.
Tabel 13. Perbedaan ecotourism dan mass tourism No Ecotourism Mass tourism 1 Mempertahankan keaslian, Merubah keaslian, keutuhan serta keutuhan, serta kelestarian alam kelestarian alam dan lingkungan. dan lingkungan 2 Pembatasan jumlah wisatawan Tidak ada pembatasan jumlah wisatawan 3 Orientasi pada bidang konservasi Orientasi pada bidang ekonomi 4
Edukasi untuk berperan serta
5
Melibatkan masyarakat setempat
Kegiatan satu arah, tanpa mengajak wisatawan berperan serta Masyarakat setempat tidak dilibatkan
Penentuan kelas kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata dilakukan berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan. Berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) tersebut diatas maka dari Tabel 14 dapat dilihat kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang.
Tabel 14. No.
Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan ekowisata
Lokasi
Total Skor
Kategori
1
Pantai Melayu
5875
Baik
2
Pantai Mawar
5875
Baik
3
Wilayah Pesisir Desa Sembulang
6415
Baik
4
Kamp Sinam
5695
Baik
5
Pantai Melur
5875
Baik
Besarnya hasil penilaian kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang merupakan jumlah nilai dari unsur-unsur ekowisata, meliputi : daya tarik, potensi pasar, kadar hubungan/aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi dengan jarak radius 1 km dari batas kawasan intensive use atau jarak terdekat, pelayanan masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang
dengan radius 20 km dari obyek, tersedianya air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain, dan keamanan (lampiran 2). Unsur daya tarik meliputi obyek wisata alam yang berbentuk darat dan obyek wisata alam yang berbentuk kawasan perairan (laut, pantai, danau, gua). Dari Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang memiliki potensi obyek wisata yang baik untuk dikembangkan menjadi daerah ekowisata. Dari rata-rata skor yang ada terlihat bahwa wilayah pesisir Desa Sembulang memiliki skor yang paling tinggi, yaitu sekitar 6415.
Hal ini
disebabkan karena penilaian daya tarik wilayah pesisir Desa Sembulang disesuaikan dengan potensi wilayah pesisir Desa Sembulang yang meliputi unsur pantai, laut dan daratan. Wilayah pesisir Desa Sembulang memiliki potensi yang lengkap bila rencana pengembangannya diarahkan menjadi ekowisata, hal ini disebabkan karena selain memiliki ekosistem yamg masih asli yang dapat dimanfaatkan, Desa Sembulang juga merupakan Ibukota Kecamatan Galang dan merupakan pusat dari keberadaan masyarakat Pulau Galang dan Rempang. Oleh karena itu masyarakat dilihat dari budayanya, cara hidupnya dan struktur sosialnya dapat dijadikan sebagai daya tarik tersendiri dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pantai Melayu, Mawar dan Melur mendapat skor sebesar 5875. Pantai Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata yang berbentuk perairan dengan perpaduan atau kombinasi dari laut dan pantai, sehingga penilaian untuk daya tarik pada analisis ADO-ODTWA menggunakan kombinasi pantai dan laut. Di wilayah pantai dapat dilakukan berbagai kegiatan wisata bahari, baik pada bentang laut maupun pada bentang darat pantai.
Pada bentang laut dapat
dilakukan kegiatan wisata seperti berenang, memancing, bersampan, menyelam, snorkling. Pada bentang darat pantai dapat dilakukan kegiatan rekreasi berupa olah raga susur pantai, walking, running, bola voli pantai, bersepeda pantai, berkemah, berjemur dan bermain layang-layang. Namun dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata ada faktor-faktor alam yang perlu dipertimbangkan, seperti angin, gelombang laut, arus laut, pasang surut, bentuk pantai, butir pasir, biota pantai dan bahaya tsunami. Pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut
diatas akan dibahas berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Nilai terendah terdapat pada obyek wisata Kamp Pengungsian Sinam sebesar 5695. Kamp pengungsian Sinam merupakan obyek wisata berbentuk darat sehingga penilaian untuk daya tarik dilakukan dengan penilaian berbentuk daratan.
Mendapat nilai terendah bukan berarti obyek wisata Kamp Sinam
merupakan obyek wisata terburuk diantara kelima obyek wisata yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang. Pada dasarnya kelima obyek wisata ini baik untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang berwawasan lingkungan di Pulau Rempang dan Galang, justru prioritas utama pengembangan kegiatan ekowisata di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang adalah Kamp Pengungsian Sinam yang sampai saat ini belum dioptimalkan pengelolaannya namun memiliki daya tarik yang sangat besar, nilai sejarah dan budaya yang sangat berharga untuk Indonesia dan Kota Batam khususnya.
4.4.1. Daya Tarik Daya tarik wisata alam menurut kriteria standar ADO-ODTWA adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata dalam pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang. Potensi daya tarik yang ada di Pulau Rempang dan Galang meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Pantai Melur dan Kamp Pengungsian Sinam.
Tabel 15. Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang (Bobot : 6)
1
2
Keindahan Alam a. Pandangan Lepas dalam obyek b. Variasi Pandangan Dalam Obyek c. Keserasian Panorama Laut d. Pandangan Ke Arah Laut Indah e. Ada Keunikan Pasir
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Pasir Putih
Pasir Coklat
Pasir Merah
Pasir Berlump ur
30
25
20
15
Tidak/ Sedikit Berpasi r 10
Lanjutan Tabel 15
3
4
5
Keunikan Sumberdaya Alam a. Flora b. Fauna c. Sumber Air Tawar d. Pasir Putih e. Lautan Luas Banyaknya Potensi Sumberdaya Alam yang Menonjol a. Flora b. Fauna c. Gejala Alam d. Batuan e. Lautan yang Luas Keutuhan Sumberdaya Alam a. Flora b. Fauna c. Batuan d. Ekosistem e. Lautan yang Luas
6
Lebar Pantai
7
Kepekaan Sumberdaya Alam a. Batuan b. Flora c. Fauna d. Erosi e. Ekosistem Jenis Kegiatan Wisata Alam
8
9
a. Berenang b. Berjemur c. Menikmati Pemandangan d. Memancing e. Camping f. Penelitian g. Pendidikan h. Religius i. Bersampan Kebersihan Udara dan Lokasi Bersih Tidak Ada Pengaruh Dari : a. Alam b. Industri c. Jalan Ramai Motor/Mobil d. Sampah e. Binatang f. Vandalisme g. Pemukiman Penduduk
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
76-125
50-75
< 50
20 Ada 3
15 Ada 2
10 Ada 1
30 Ada 5
126150 25 Ada 4
30
25
20
15
10
Lebih 7
Ada 67
Ada 45
Ada 2-3
Ada 1
30
25
20
15
10
Tidak Ada
Ada 12
Ada 34
Ada 5-6
Ada 7
30
25
20
15
10
> 150
Lanjutan Tabel 15
10
11
12
Kerawanan Kawasan : a. Perambahan b. Kebakaran c. Gangguan terhadapa Flora dan Fauna d. Masuknya Flora dan Fauna e. Perampokan Keutuhan Potensi (%) : a. Karang b. Mangrove c. Peninggalan Sejarah d. Ketersediaan Air Tawar e. Pasir Putih Situasi Pandangan dan Kenyamanan Pantai : a. Pandangan Indah b. Pasir Putih c. Bersih d. Rindang e. Tidak ada gangguan
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
80-100
60-79
40-59
30-35
< 30
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Berdasarkan Tabel 15 diatas Desa Sembulang memiliki keindahan alam berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan sangat variatif namun tetap serasi dengan panorama laut sehingga membuat pandangan ke arah laut indah. Selain itu Desa Sembulang juga memiliki keunikan tersendiri yaitu lautannya yang luas sehingga apabila kita berada di Desa Sembulang pada pukul 09.00 WIB atau 15.00 WIB kita dapat melihat lalu lalang kapal laut Kelud atau sejenisnya yang membawa penumpang antara Jakarta menuju Batam dan Medan dan sebaliknya. Hal ini menimbulkan daya tarik tersendiri karena jarang sekali kita mendapat suasana seperti itu kecuali kita harus pergi terlebih dahulu ke sebuah pelabuhan. Untuk potensi dan keutuhan sumberdaya alam yang terdapat di Desa Sembulang sudah sangat jelas sekali yaitu berupa flora (mangrove), fauna (ikan karang, monyet, biawak), gejala alam (ketersediaan air tawar), batuan, pasir putih dan lautan yang luas. Hal ini membuat Desa Sembulang sangat berpotensi untuk dikembangkan dan diarahkan menjadi obyek wisata andalan Kota Batam khususnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang. Faktor lain yang juga mendukung adalah kebersihan udara dan lokasi yang bersih yang tidak ada pengaruh dari alam, industri, jalan ramai karena mobil/motor, sampah, binatang, vandalisme kecuali pemukiman penduduk yang memiliki lokasi sendiri di Desa
Sembulang.
Kerawanan kawasan dari perambahan, kebakaran, perampokan,
gangguan terhadap flora dan fauna serta masuknya flora dan fauna tidak perlu ditakuti, karena sejauh ini kawasan Desa Sembulang merupakan kawasan yang aman. Hal ini juga didukung oleh keberadaan beberapa petugas koramil yang tinggal di Desa sembulang. Untuk Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar dan Melur dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar dan Melur (Bobot : 6)
1
2
3
4
5
Keindahan a. Keindahan Pantai b. Keserasian Pandangan Pantai dan sekitarnya c. Air Laut Jernih dan Bersih d. Pandangan Ke Arah Laut Indah e. Keserasian Panorama Laut Pasir Variasi Kegiatan a. Berenang b. Berjemur c. Menikmati Pemandangan d. Bersampan e. Olahraga f. Memancing Kebersihan a. Tidak ada pengaruh pelabuhan b. Tidak ada pengaruh pemukiman c. Tidak ada tempat pelelangan ikan d. Tidak ada pengaruh musim e. Tidak ada pengaruh sungai f. Tidak ada sumber pencemaran lain Keselamatan/Keamanan Pantai : a. Tidak ada arus balik berbahaya b. Tidak ada kecuraman dasar c. Bebas gangguan binatang berbahaya d. Tidak ada kepercayaan yang mengganggu e. Tidak ada Bahaya Tsunami
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Pasir Putih
Pasir Coklat
Pasir Merah
30 Ada 5
25 Ada 4
20 Ada 3
Pasir Berlumpur 15 Ada 2
Tidak/ Sedikit Berpasir 10 Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Lanjutan Tabel 16 6
Lebar Pantai
7
Situasi Pandangan dan Kenyamanan Pantai :
8
9
a. Pandangan Indah b. Pasir Putih c. Bersih d. Rindang e. Tidak ada gangguan Keutuhan Potensi (%) : a. Karang b. Mangrove c. Peninggalan Sejarah d. Pasir Putih e. Ketersediaan Air Tawar Kejernihan Air Tampak Sampai Kedalaman (m) : a. 15,0-12,5 b. 12,4-10,0 c. 9,9-7,5 d. 7,4-5,0 e. 4,9-2,5
> 150
126-150
76-125
50-75
< 50
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
15,012,5
12,410,0
9,9-7,5
7,4-5,0
4,9-2,5
30
25
20
15
10
Pantai Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata pantai yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan memiliki keindahan pantai yang serasi dengan lingkungan sekitarnya, selain itu baik Pantai Melayu, Mawar dan Melur juga memiliki air laut yang bersih dan jernih, pasir putih sehingga para wisatawan merasa nyaman berenang, berjemur, olahraga dan bahkan bersampan ke tengah lautan. Kebersihan yang terdapat di ketiga pantai tersebut disebabkan karena tidak adanya pengaruh pelabuhan, pemukiman, tempat pelelangan ikan, musim, sungai dan tidak ada sumber pencemaran lain. Sejauh ini kondisi di ketiga pantai ini masih aman dan baik, karena tempat pelelangan ikan yang secara resmi belum ada, yang ada hanya tempat penjualan ikan yang terletak di Kelurahan sembulang dalam bentuk kios. Pemukiman penduduk memiliki lokasi sendiri yang terdapat di Desa Sijantung dan Desa Sembulang. Keamanan dan keselamatan pantai dapat dikatakan aman karena tidak ada arus balik berbahaya, tidak ada kecuraman dasar, bebas gangguan binatang
berbahaya dan tidak ada bahaya tsunami. Pantai-pantai yang potensial terlanda tsunami antara lain di pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Biak dan Maluku. Bahaya tsunami menurut Davis (1996) merupakan gelombang laut dengan periode yang sangat panjang dan dengan kecepatan tinggi, yang ditimbulkan oleh adanya gangguan dasar secara mendadak, seperti pergeseran lempeng, peletusan gunung api bawah laut, atau pelongsoran tebing dasar laut. Namun bagaimanapun wilayah Indonesia memiliki potensi bahaya tsunami karena wilayah Indonesia merupakan pertemuan tubrukan lempeng tektonik, sehingga di dasar laut Indonesia banyak dijumpai pusat gempa. Oleh karena itu kita tetap harus waspada. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penghuni di Pantai Mawar yang bernama Pak Hitam bahwa selama ini kawasan pantai aman dan jauh dari gangguan-gangguan baik itu manusia ataupun makhluk lain.
Namun ada
beberapa yang harus di hindari yaitu bila berada di Pantai Mawar pengunjung tidak boleh bersiul, hal ini akan menimbulkan angin kencang. Untuk di Pantai Melur juga ada beberapa yang harus dihindari, yaitu bila berada di pantai tidak boleh minum minuman keras hingga mabuk, tidak boleh berduaan melakukan tindakan susila karena hal ini juga akan menimbulkan angin ribut dan ombak tinggi. Hal ini boleh dipercaya atau tidak, tetapi sejauh ini larangan tersebut membuat kawasan pantai aman dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Untuk keutuhan potensi yang terdapat di ketiga pantai tersebut dapat dikatakan semua potensi yang ada seperti hutan bakau, karang, pasir putih, ketersediaan air tawar dalam keadaan baik. Khususnya di Pantai Mawar terdapat sumber mata air yang berasal dari bukit yang airnya mengalir terus sepanjang tahun dengan sangat deras. Ketersediaan air bersih ini sangat menunjang sekali untuk kegiatan ekowisata yang berlangsung di Pantai Mawar dan sekitarnya. Untuk penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam (Bobot : 6)
1
2
3
4
5
6
Keindahan Alam a. Pandangan Lepas dalam obyek b. Variasi Pandangan Dalam Obyek c. Pandangan Lepas Menuju Obyek d. Keserasian Warna dan Bangunan Dalam Obyek e. Pandangan Lingkungan Obyek Keunikan Sumberdaya Alam a. Flora b. Fauna c. Wisata Sejarah Kemanusiaan d. Dikelilingi Bukit e. Wisata Spiritual Banyaknya Potensi Sumberdaya Alam yang Menonjol a. Wisata Sejarah b. Wisata Spiritual c. Hijaunya Hutan d. Udara Sejuk dan Segar e. Flora dan Fauna Keutuhan Sumberdaya Alam : a. Flora b. Fauna c. Batuan d. Air Tawar e. Gejala Alam Kepekaan Sumberdaya Alam a. Batuan b. Flora c. Fauna d. Erosi e. Ekosistem
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Jenis Kegiatan Wisata Alam :
Lebih 7
Ada 6-7
Ada 45
Ada 23
Ada 1
30
25
20
15
10
a. b. c. d. e. f. g. h.
Religius Pendidikan/Sejarah Menikmati Pemandangan Penelitian Tracking Fotografi Budaya Olahraga
Lanjutan Tabel 17
7
8
Kebersihan Udara dan Lokasi Bersih Tidak Ada Pengaruh Dari : a. Alam b. Industri c. Jalan Ramai Motor/Mobil d. Pemukiman Penduduk e. Sampah f. Binatang g. Corat-coret Kerawanan Kawasan : a. Perambahan b. Pencurian c. Kebakaran d. Gangguan Terhadap Flora dan Fauna e. Masuknya Flora dan Fauna
Tidak Ada
Ada 1-2
Ada 34
Ada 56
Ada 7
30
25
20
15
10
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Kamp Pengungsian Vietnam merupakan obyek wisata yang memiliki keindahan alam berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan keserasian warna baik itu bangunan yang ada dengan lingkungan alam terbuka disekitarnya yang berwarna kehijauan. Keunikan yang dimiliki oleh Kamp Pengungsian Vietnam ini adalah selain mengandung nilai sejarah kemanusiaan dan spritual juga memiliki sumberdaya alam yang berlimpah seperti dikelilingi oleh bukit dengan flora dan fauna yang beraneka ragam. Keunikan yang dimiliki Kamp Pengungsian Vietnam membuat wisata sejarah dan wisata spiritual menonjol selain wisata untuk menikmati pemandangan hijaunya hutan dan menikmati udara yang sejuk dan segar. Tidak ada penghuni di Kawasan Kamp Pengungsian Vietnam kecuali para pekerja yang bertugas untuk merawat bangunan yang masih ada dan mengelola rumah ibadah yang masih digunakan seperti biksu yang terdapat di Pagoda atau vihara dan penjaga gereja. Selain itu ada juga penduduk yang berada di sebelah kiri Kamp Pengungsian Vietnam yaitu para pekerja Otorita Batam yang bertugas untuk mengawasi dan mengelola kegiatan yang berlangsung di Kamp Pengungsian Vietnam. Dengan adanya penduduk kebutuhan akan air tawar sangat penting sekali, namun hal ini bukan merupakan kendala karena di Kamp Pengungsian Vietnam terdapat Waduk Gong yang dulunya merupakan sumber air tawar para pengungsi masih dapat digunakan dengan bagus.
Kebersihan di kawasan Kamp Pengungsian Vietnam sudah tidak perlu diragukan lagi, berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian kebersihan udara dan lingkungan sekitar lokasi sudah terjaga dan terawat dengan baik. Hal ini juga disebabkan karena tidak ada pengaruh dari alam, industri, lalu lalang motor/mobil, sampah, binatang, vandalisme. Kerawanan Kawasan seperti perambahan, pencurian, kebakaran dan gangguan terhadap flora dan fauna tidak perlu ditakutkan. Hal ini disebabkan lokasi Kamp Pengungsian Vietnam memiliki penjagaan yang ketat selam 24 jam yang dilakukan oleh para pekerja dibawah Otorita Batam.
4.4.2. Potensi Pasar Penilaian unsur potensi pasar untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) No 1
1
UNSUR/SUB UNSUR 2 Jumlah Penduduk/Propinsi (x 1000) Kepadatan Penduduk/Km2 100 101-200 201-300 301-400 401-500 501-600 700 Jumlah Tingkat Kebutuhan Wisata
2
a. Kesempatan Ada b. Perilaku Berwisata c. Tingkat Kejenuhan penduduk tinggi d. Tingkat Pendapatan Tinggi e. Tingkat Kesejahteraan Tinggi Jumlah
NILAI 3 > 20.000
15.00020.000
10.00015.000
10.0005.000
< 5.000
90 100 110 120 130 140 160
72 84 96 102 114 120 132
60 70 80 86 95 100 110
48 56 64 68 76 80 88
36 42 48 51 57 60 66
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
10
Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar baru menjadi modal dasar yang efektif bagi Pembangunan Nasional hanya bila penduduk yang besar tersebut berkualitas baik.
Namun
dengan pertumbuhan penduduk yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Program kependudukan di Kota Batam seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Sejak Pulau Batam dan beberap pulau disekitarnya dikembangkan oleh pemerintah Republik Indonesia menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember 1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama periode 1990-2000 sebesar 12.87% dan laju pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2004 sebesar 5.08% dibanding tahun 2003.
Hal ini membuktikan Batam mempunyai daya tarik tersendiri,
khususnya bagi pendatang yang ingin mendapatkan lapangan kerja. Penduduk Kota Batam berdasarkan hasil sensus penduduk 2000 berjumlah 434.286 jiwa, sedangkan dari hasil registrasi penduduk tahun 2002 penduduk Kota Batam telah mencapai 533.521 jiwa, tahun 2003 sebesar 562.661 jiwa, tahun 2004 telah mencapai 591.253 jiwa dan sampai dengan Juni 2005 adalah sebanyak 636.729 jiwa. Dari jumlah penduduk sebesar 685.787 jiwa tersebut tersebar di delapan Kecamatan, 51 Kelurahan dan penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per km2 di daerah ini sangat bervariasi. Dengan berkembangnya Kota Batam sebagai daerah industri dan perdagangan karena memiliki letak yang strategis yaitu pada jalur pelayaran internasional yang paling ramai di dunia dengan jarak hanya 12.5 mil laut (20 km) dari Singapura serta pintu gerbang lalu lintas wisatawan yang keluar masuk dari/keluar negeri melalui pelabuhan laut Sekupang maka tanpa disadari tingkat kejenuhan penduduk tinggi sehingga kebutuhan akan berwisata oleh penduduk setempat dan pendatang sangat tinggi. Selain itu tingkat pendapatan perkapita yang tinggi serta tingkat kesejahteraan yang baik membuat penduduk Kota Batam memiliki perilaku berwisata ke daerah-daerah yang memiliki obyek wisata yang dapat dinikmati. Beberapa diantaranya adalah obyek wisata yang terdapat di
Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang. Wisatawan dapat menikmati pantai dengan pasir putih yang indah serta dapat melakukan wisata sejarah dan budaya ke Kamp Pengungsian Vietnam yang sejuk dan Segar.
4.4.3. Kadar Hubungan/Aksesbilitas Penilaian unsur kadar hubungan/aksesbilitas untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19.
1
Penilaian kadar hubungan/aksesbilitas Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) Kondisi dan Jarak Jalan Darat < 75 km 76-150 km 151-225 km > 225 km Pintu Gerbang Udara Internasional/Regional
Baik
Cukup
Sedang
Buruk
80 60 40 20
60 40 20 10
40 25 15 5
20 15 5 1
Jarak dalam km s/d 150
2
3
Jaya Pura/Pekan Baru/Ambon/Kupang Medan/Menado Denpasar Jakarta Waktu tempuh ke obyek
4
Kendaraan bermotor/perahu di kabupaten/kota (buah)
5
Frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke obyek (buah/hari)
6
Kapasitas tempat duduk kendaraan menuju obyek wisata
151-300
301-450
451-600
> 600
15 25 30 40 1-2
20 20 25 35 2-3
5 15 20 30 3-4
1 10 15 25 4-5
-
30 > 7500
25 50017500
20 25015000
15 25001000
< 1000
30 > 50
25 40-50
20 30-40
15 20-30
10 < 20
30
20 15002000
15 10001500
10
> 2500
25 20002500
< 1000
30
25
20
15
10
5 10 20 >5 10
Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya arus lalu lintas juga akan sangat menunjang kegiatan pariwisata di suatu daerah. Guna menunjang pariwisata di Kota Batam sampai dengan keadaan
akhir tahun 2004 tercatat panjang jalan yang ada 966.27 km yang berarti selama lima tahun terakhir telah bertambah panjang jalan sebesar 187.67 km. Kondisi dan jarak jalan darat menuju Pulau Rempang dan Galang dalam keadaan baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan bahwa selama penelitian aksesbilitas menuju obyek wisata sudah diaspal dan dalam kondisi baik. Hal ini juga di dukung dengan pembangunan jembatan yang dinamakan Jembatan Barelang. Jembatan yang menghubungkan antara Pulau Batam menuju Pulau Rempang dan Galang hingga Galang Baru terdapat 6 (enam) buah. Jembatanjembatan ini keberadaannya juga dijadikan salah satu obyek wisata Kota Batam. Hal ini disebabkan karena keindahan Kota batam dapat tergambarkan melalui Jembatan-jembatan ini khususnya jembatan satu (Tabel 20).
Tabel 20. Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar Pulau di Kecamatan Galang Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6
Nama Jembatan J. Tengku Fisabilillah J. Nara Singa II
Menghubungkan P. Batam – P. Tonton
Tinggi (m) 38
Bentang (m) 350
Panjang (m) 642
P. Tonton – P. Nipah
15
160
420
J. Raja Ali Haji J. Sultan Zainal Abidin J. Tuanku Tambusai J. Raja Kecil
P. Nipah – P. Setokok P. Setokok – P. Rempang
15 16.5
45 145
270 365
P. Rempang – P. Galang
31
245
385
P. Galang – P. Galang Baru
9.5
45
180
Tipe Cable Bridge Balance Cable Segmental Balance Cable Arch Bridge Segmental
Sumber : Batam dalam angka, 2005
Kota Batam memiliki satu pintu gerbang udara internasional/regional, yaitu Bandara Internasional Hang Nadim Otorita Batam. Selain melalui pintu gerbang udara akses menuju Kota Batam juga dapat dilalui melalui beberapa pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi laut, yaitu Pelabuhan domestik Sekupang, Pelabuhan Kabil, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Marina City, Pelabuhan Nongsa Pura. Waktu tempuh menuju Pulau Rempang dan Galang dari Kota Batam melalui darat rata-rata sekitar 1-2 jam. Hal ini disebabkan karena lalu lintas menuju Pulau Rempang dan Galang sangat lancar, kemacetan sangat jarang sekali ditemui bahkan tidak pernah sama sekali.
Ini disebabkan karena jumlah
kendaraan bermotor/mobil menuju Pulau Rempang dan Galang masih dapat
dihitung, belum melebihi dari 1000 kecuali pada hari minggu sebagai hari libur agak sedikit padat tetapi masih tetap dalam kondisi yang stabil.
Selain itu
frekuensi kendaraan umum dari Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang masih sangat jarang sekali. Hanya ada bus Damri yang melayani rute Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang, dalam sehari bus Damri ini hanya melayani 6 kali perjalanan pulang pergi. Selebihnya wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang harus menyewa mobil atau menyewa taksi, yang tentunya dengan biaya transportasi yang jatuhnya lebih mahal. 4.4.4. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Penilaian unsur kondisi lingkungan sosial ekonomi untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) No 1
UNSUR/SUB UNSUR Tata Ruang Wilayah Obyek
2
Status Lahan
3
Tingkat Pengangguran
4
Mata Pencaharian Penduduk
5
Ruang gerak pengunjung (ha)
6
Pendidikan
7
Tingkat kesuburan tanah
8
Sumber daya alam mineral
NILAI Ada dan sesuai
Ada tapi tidak sesuai
Dalam proses penyusunan
Tidak ada
30 Hutan negara 30 > 40% 30
20 Hutan adat 25 25-40% 25
15 Hutan hak 20 10-24% 20
5 Tanah milik 15 < 10% 15
Sebagian besar buruh tani dan nelayan
Sebagian besar pedagang kecil, industri kecil dan pengrajin
Petani/nelayan
30 > 50 30 Sebagian besar lulus SLTA ke atas 30 Tidak subur/kritis 30 Tidak potensial 30
25 41-50 25 Sebagian besar lulus SLTP ke atas 25
Pemilik lahan/kapal pegawai
20 31-40 20
15 < 40 10
Sebagian besar lulus SD
Sebagian besar tidal lulus SD
20
15
Sedang 25
Subur 20
Kurang potensial 25
Potensial 20
Sangat subur 10 Sangat potensial 10
Lanjutan Tabel 21 No
9
UNSUR/SUB UNSUR Persepsi masyarakat terhadap pengembangan obyek wisata alam a. Kurang mendukung b. Mendukung c. Sangat mendukung d. Baik e. Menguntungkan
NILAI
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 1-2
30
25
20
10
Kota Batam telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 20042014 yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun 2004. Namun pelaksanaanya hingga saat ini belum sesuai dengan yang tertuang dalam Perda tersebut. Salah satunya adalah yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang, saat ini rencana tata ruang pulau Rempang dan Galang masih belum terkoordinasi dan terlihat bebas tidak mengikuti aturan yang ada. Pemerintah ataupun Otorita Kota Batam belum terlibat secara langsung dalam pengelolaan Pulau Rempang dan Galang sebagai kawasan wisata yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan di Pantai mawar misalnya hanya dilakukan secara mandiri oleh penduduk yang sudah lama menetap di kawasan tersebut sebagai tambahan pendapatan. Belum terlaksananya rencana tata ruang dengan baik juga disebabkan karena status lahan yang tidak jelas yang berada di sekitar Pulau Rempang dan Galang.
Pemerintah Kota Batam mengklaim bahwa lahan yang ada saat ini
adalah milik mereka, begitu juga dengan Otorita Kota Batam mereka merasa yang paling berhak atas status lahan yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang. Ketidakjelasan status inilah yang juga membuat para investor swasta mengundurkan niatnya untuk menanamkan modalnya dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai daerah wisata yang berwawasan lingkungan. Tingkat Pengangguran di Pulau Rempang dan Galang saat ini cukup besar, hal ini disebabkan karena tidak ada lapangan kerja di sekitar kawasan tersebut. Setelah lulus SLTP jarang sekali yang meneruskan ke SLTA karena untuk dapat mengenyam pendidikan di bangku SLTA harus pergi ke luar Pulau Rempang dan
Galang, sehingga sebagian besar masyarakat setelah lulus SLTP berstatus sebagai pengangguran. Sebagian besar masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai buruh tani dan nelayan, itupun hanya sekedar untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari. Padahal sumberdaya alam mineral dan tingkat kesuburan tanah di kawasan ini cukup subur dan potensial bila diarahkan sebagai kawasan penghasil pertanian yang dapat dijual ke luar Pulau Rempang dan Galang, bahkan sampi ke Kota Batam. Oleh karena itu dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Pulau Rempang dan Galang sektor pariwisata merupakan salah satu alternatif dalam membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Saat ini pelaksanaan kegiatan pariwisata di Pulau Rempang dan Galang masih belum terpusat, masih dikelola secara individu untuk kepentingan sendiri. Oleh karena itu pelaksanaanya juga tidak maksimal, ini juga dapat dilihat dari ruang gerak pengunjung yang tidak terlalu padat. Bila dilibatkan secara langsung masyarakat sekitar Pulau Rempang dan Galang sebagian besar pasti akan mendukung pengembangan ekowisata yang direncanakan, namun dibutuhkan pendekatan yang tepat.
4.4.5. Pelayanan Masyarakat Penilaian unsur pelayanan masyarakat untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5) No 1
1
2
UNSUR/SUB UNSUR 2 Pelayanan Masyarakat dan Fasilitas a. Keramahan b. Kesiapan c. Kesanggupan d. Fasilitas e. Kemampuan komunikasi Kemampuan berbahasa a. Daerah setempat b. Indonesia c. Inggris d. Lainnya
NILAI 3 Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
20
15
5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
30
25
15
5
Masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar bermukim di Desa Sembulang sebagai pusat pemerintahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang terdapat di Desa Sembulang menjelaskan bahwa pada umumnya mereka adalah bukan penduduk asli Pulau Rempang dan Galang, sebagian besar dari mereka justru berasal dari Buton Sulawesi. Tujuan mereka adalah memulai hidup baru dan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dengan beberapa masyarakat yang terdapat di Pantai Mawar dan Melur. Sebagian besar dari mereka berasal dari Flores yang berwiraswasta dengan menjual makanan dan minuman di sekitar pantai. Namun tampaknya Pulau Rempang dan Galang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena sebagian besar juga sudah memiliki anak dan cucu yang lahir di Pulau Rempang dan Galang. Sebagai masyarakat yang terlibat secara langsung dengan kegiatan pariwisata yang ada saat ini, umumnya mereka sudah siap dan sanggup untuk terlibat lebih jauh dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang. Mereka memiliki keramahan dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Kekurangan yang ada adalah masalah fasilitas itu sendiri yang belum cukup memadai di Pulau Rempang dan Galang. Dalam pengembangan ekowisata peran serta masyarakat merupakan salah satu unsur yang terpenting. Partisipasi lokal telah digambarkan sebagai memberi lebih banyak peluang kepada orang untuk berpartisipasi secara lebih efektif. Hal ini berarti memberi wewenang pada orang untuk memobilisasi kemampuan mereka sendiri, menjadi pemeran sosial, mengelola sumberdaya, membuat keputusan dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya (Cernea, 1991). Ekowisata dipandang sebagai peluang kerja dan pendapatan yang cukup mewakili, yang akhirnya berfungsi sebagai insentif untuk mencegah praktek yang merusak. Satu unsur yang menentukan apakah ekowisata akan meningkatkan konservasi tergantung pada seberapa jelas keuntungan yang diterima masyarakat dikaitkan dengan melindungi sumber lokasi sumberdaya.
4.4.6. Kondisi Iklim Penilaian unsur kondisi iklim untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4) No
UNSUR/SUB UNSUR
NILAI
1
2
3
1
Pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan
2
Suhu udara pada musim kemarau (◦C)
3
Jumlah bulan kering ratarata per tahun
4
Kelembaban rata-rata per tahun
5
Percepatan angin pada musim kemarau (knot/jam)
10-12 bln
7-9 bln
4-6 bln
4 bln
< 4 bln
30
25
20
10
20-21
22-24/17-19
25-27/14-16
30 8 bln 30 > 65% 30
25 7 bln 20 60-65% 20
20 6 bln 15 59-55% 15
1-2 30
3-4/'0.7-0.9 20
5-6/'0.4-0.6 10
15 2830/1113 15 5 bln 10 54-45% 10 6-7/< 0.3-0.4 1
> 30/10 10 4 bln 5 < 45% 5 > 7/< 0.3
Sumber : Kecamatan Galang dalam angka, 2005
Kecamatan Galang termasuk didalamnya Pulau Rempang dan Galang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21.2°C-23.6°C dan suhu rata-rata adalah 26.8°C – 28.1°C.
Kelembaban Pulau Rempang dan
Galang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara 48%-100% dan kecepatan angin maksimum 14-24 knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4.5 knot. Dalam melakukan kegiatan ekowisata suasana alami merupakan potensi yang sangat menjual sekali, oleh karena itu dengan kondisi iklim yang benarbenar mewakili kawasan pesisir maka Pulau Rempang dan Galang tetap harus dijaga keasliannya agar tidak ada perubahan iklim yang dapat merusak suasana pesisir.
4.4.7. Akomodasi Penilaian unsur akomodasi untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 3) UNSUR/SUB UNSUR
Jumlah Kamar (buah)
NILAI
Sampai dengan 30 30-50 50-75 75-100 > 100 Jumlah
10 15 20 25 30
Sumber : Batam dalam angka, 2005
Akomodasi berupa hotel, tempat penginapan, pondokkan ataupun cottage di Pulau Rempang dan Galang pada dasarnya belum ada, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang hanya melakukan wisata sehari dan menginap di Kota Batam. Di Kota Batam sendiri terdapat 32 hotel, mulai dari hotel bintang empat hingga kelas melati. Oleh karena itu untuk pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang pemerintah maupun stakeholders yang terkait didalamnya dapat memprioritaskan pembangunan hotel maupun tempat penginapan sebagai salah satu daya tarik berwisata tetapi dengan tetap mengikuti pola keaslian ekosistem lingkungan sekitar.
4.4.8. Prasarana dan Sarana Penunjang Penilaian prasarana dan sarana penunjang untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 2) No
1
UNSUR/SUB UNSUR Prasarana a. Kantor Pos b. Telepon Umum c. Puskesmas/Klinik d. Wartel dan Fax e. Warnet f. Jaringan TV g. Jaringan Radio h. Surat Kabar
4 macam
3 macam
30
25
MACAM 2 macam 20
1 macam
Tidak ada
15
10
Lanjutan Tabel 25 No
UNSUR/SUB UNSUR
2
Sarana Penunjang a. Rumah makan/minum b. Pusat Perbelanjaan c. Bank/Money Changer d. Toko Cindera Mata e. Tempat Peribadatan f. Toilet Umum
4 macam
3 macam
30
25
MACAM 2 macam 20
1 macam
Tidak ada
15
10
Prasarana yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang sebenarnya masih terlalu minim sekali bila dibandingkan dengan prasarana yang terdapat di Kota Batam. Namun ada beberapa seperti puskesmas, surat kabar, jaringan TV dan radio sudah masuk dalam wilayah pesisir ini. Sarana penunjang yang ada di Pulau Rempang dan Galang adalah rumah makan, tempat peribadatan, toilet umum dan pasar. Money changer atau bank dan toko cindera mata belum terlihat ada di sekitar Pulau Rempang dan Galang. Rencana pengembangan ekowisata di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang penyediaan sarana fisik lingkungan yang belum dibangun harus memenuhi kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat tanah, tata air tanah, erosi, kemiringan lereng, daya dukung tanah, kemungkinan terjadinya korosi, kesesuain lahan untuk bangunan gedung, jalan, tempat rekreasi, bermain, berkemah, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1988).
4.4.9. Tersedianya Air Bersih Penilaian tersedianya air bersih untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4) No
UNSUR
1
Debit air sumber (l/det)
2
Jarak sumber air terhadap lokasi obyek
NILAI 2
1-2
0.5-0.9
0,5
30 0-3 km 30
25 3.1-5 km 25
20 5.1-7 km 20
15 > 7 km 15
Lanjutan Tabel 26 No
3
UNSUR
NILAI
Dapat tidaknya air dialirkan ke obyek atau mudah dikirim dari tempat lain
4
Kelayakan dikonsumsi
5
Kontinuitas
Sangat mudah
Mudah
Agak sukar
Sukar
30
25
20
15
Dapat langsung dikonsumsi 30
Perlu perlakuan 25
Kurang layak 20
Tidak layak 10
Tersedia sepanjang tahun
Tersedia 6-9 bulan
Tersedia 3-6 bulan
Tersedia < 3 bulan
30
25
20
10
Ketersediaan air tawar dalam pengelolaan ekowisata merupakan salah satu komponen yang paling penting.
Untuk Pantai Mawar dan Melayu di Pulau
Rempang hal ini bukan merupakan hambatan dalam pengembangannya sebagai obyek wisata. Hal ini dikarenakan di Pantai Mawar dan Melayu terdapat sumber mata air yang berasal dari perbukitan. Debit air yang berasal dari mata air ini sangat deras dan bersifat kontinu. Sampai saat ini mata air yang ada belum pernah mengalami kekeringan. Selain itu air yang berasal dari perbukitan ini juga layak dikonsumsi karena secara kasat mata airnya tidak berwarna dan berbau. Bila ada fasilitas yang memadai maka sumber air ini dapat dialirkan atau dikirim ke lokasi lain. Masalah ketersediaan air tawar di Kamp Sinam juga bukan merupakan hambatan.
Hal ini dikarenakan Kamp Sinam memiliki sebuah waduk yang
bernama Waduk Gong yang merupakan peninggalan pengungsi dulu. Air bersih di Desa Sembulang dapat diperoleh melalui sumur yang dibangun masyarakat.
Selain itu PAM juga sudah masuk, hanya saja
pemakaiannya dijatah dalam sehari mulai berlaku dari jam 18.00 WIB hingga 00.00 WIB. Oleh karena itu banyak warga yang melakukan aktivitas seperti mencuci pada malam hari. Untuk Pantai Melur selain dari sumur, air bersih juga dapat diperoleh dengan cara membeli. Penjual akan datang ke lokasi setiap seminggu sekali. Satu drum air dijual seharga Rp. 8000,-.
4.4.10. Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain (Bobot 1) Nilai Obyek No Potensi Wisata Pasar Lain 1 2 3 4
s/d 50 51100 101150 151200
Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis Sejenis Tak Sejenis
Jumlah Obyek Lain 0 1 100 80
Jml nilai
2 60
3 40
4 20
5 1
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
11 -
12 -
90 100 90 80 100 80
80 60
70 40
60 20
50 1
40 -
30 -
20 -
10 -
1 -
-
70 60
80 90 100 90 80 100 80 60
80 40
70 20
60 1
50 -
40 -
30 -
20 -
10 -
50 40
60 60
70 80 90 100 90 80 100 80 60 40
80 20
70 10
60 -
50 -
40 -
30 -
30
40
50
90 100 90
80
70
60
50
60
70
80
Dalam ekowisata hubungan obyek dengan obyek wisata lain merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan dalam membuat paket ekowisata secara terpadu. Paket ekowisata terpadu ini dapat dibuat didukung oleh potensi sumberdaya alam yang ada serta sarana dan prasarana yang memadai. Pulau Rempang dan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat berlimpah, selain karena dikelilingi oleh lautan yang luas dan pantai yang biru jernih Pulau Rempang dan Galang juga terkenal dengan sebutan BALERANG (Batam-Rempang-Galang) yang dihubungkan oleh jembatanjembatan yang indah, oleh karena itu tidak heran bila Pulau Rempang dan Galang memiliki banyak obyek wisata yang untuk dikunjungi. Seperti misalnya untuk obyek wisata yang sejenis berupa pantai-pantai yang indah yaitu Pantai Melayu, Mawar dan Melur. Pantai-pantai ini banyak dikunjungi oleh wisatawan bila ke Pulau Rempang dan Galang, dan ketiga pantai ini saling mendukung. Hanya saja pengelolaan yang ada saat ini masih bersifat sendiri-sendiri. Oleh karena itu dalam pengembangannya nanti diharapkan ada kerjasama dan pengeloaan yang saling melengkapi agar lebih banyak lagi wisatawan yang tertarik berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang.
4.4.11. Keamanan Penilaian keamanan Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Penilaian keamanan (Bobot : 4) No
1
UNSUR/SUB UNSUR Keamanan a. Tidak ada binatang pengganggu b. Tidak ada ras berbahaya c. Jarang gangguan Kamtibmas d. Tidak ada tanah labil e. Bebas kepercayaan mengganggu
NILAI Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 30
25
20
15
10
Dalam pengembangan ekowisata, faktor keamanan adalah salah satu yang terpenting dalam menarik wisatawan agar tertarik untuk berkunjung.
Pulau
Rempang dan Galang dapat dikatakan aman, hal ini terlihat dari keadaan alam sekitar Pulau Rempang dan Galang yang meskipun terbuka luas berupa hutan tetapi tidak ada binatang pengganggu yang mengganggu wisatawan. Justru yang terjadi adalah binatang-binatang yang berkeliaran bebas seperti monyet, biawak dan berbagai macam burung menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini disebabkan karena jarang sekali ditemukan situasi seperti ini kecuali di ekosistem yang masih alami. Keadaan tanah di Pulau Rempang dan Galang juga dapat dikatakan stabil, hal ini dikarenakan tanah yang ada merupakan tanah merah yang keras. Oleh karena itu masyarakat dan stakeholders yang lain tetap harus berusaha menjaga keadaan seperti ini. Walaupun dalam tahap pembangunan dan pengembangan Pulau Rempang dan Galang tetap harus diperhatikan keseimbangan alamnya. Tetap harus disisakan hutan hijau sebagai penyeimbang ekosistem. Pembuatan rumah-rumah liar atau pun bangunan liar tanpa izin di Pulau Rempang dan Galang tidak terlihat, oleh karena itu jarang sekali ada gangguan dari petugas Kamtibmas. Walaupun ada masyarakat yang membangun rumah dari kayu di sekitar pulau Rempang dan Galang tetapi jumlahnya masih sangat kecil
sekali, namun hal ini tetap harus menjadi pengawasan dari Otorita Batam agar tidak terjadi pembangunan liar yang meluas. Dalam kehidupan bermasyarakat di Pulau Rempang dan Galang, masyarakatnya hidup rukun dan saling bekerja sama. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang ada merupakan masyarakat perantau sehingga rasa kekeluargaan sebagai masyarakat Pulau Rempang dan Galang lebih erat. Tidak ada ras yang berbahaya yang mengganggu yang perlu ditakuti. Dalam hal kepercayaan juga tidak ada masalah, tidak ada kepercayaan yang mengganggu, apalagi yang berbaubau mistik. Rata-rata masyarakat memegang agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia.
4.5. Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata Pembahasan daya dukung (carrying capacity ) disini untuk menjawab tujuan penelitian kedua yaitu menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata.
Analisis daya
dukung ini juga merupakan pembahasan lanjutan setelah pembahasan penentuan kelas kesesuaian ekowisata berdasarkan ADO-ODTWA.
Pembahasan ini
merupakan rangkaian satu sistem antara bagian yang satu dengan yang lainnya, yaitu kesesuaian kawasan, daya dukung dan pada akhirnya pembahasan yang ketiga adalah menentukan arahan perencanaan Pulau Rempang dan Galang. Walaupun Pulau Rempang dan Galang baik untuk kegiatan ekowisata namun perlu didukung oleh faktor fisik lainnya untuk dapat menampung sejumlah wisatawan. Daya dukung (carrying capacity) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk menerima sejumlah wisatawan dengan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak lingkungan. Banyak faktor-faktor pembatas daya dukung dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang, sehingga pada penelitian analisis potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata kami batasi hanya pada tiga parameter, yaitu panjang pantai pasir, kesediaan lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air tawar.
Daya dukung dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang sangat perlu diperhatikan karena lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kegiatan dan aktivitas manusia. Daya dukung pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai daerah pariwisata pesisir tergolong intensif karena selain sebagai daerah wisata pesisir Pulau Rempang dan Galang direncanakan akan digunakan sebagai lahan untuk perhotelan dan sejumlah perumahan/pemukiman.
Daya dukung
kawasan pariwisata sangat menentukan keberlanjutan suatu kegiatan pariwisata. Apabila suatu kawasan tidak memungkinkan untuk suatu kegiatan pariwisata maka kegiatan wisata tidak perlu dilakukan atau dapat dilakukan dalam skala kecil. Dalam kaitannya dengan penanaman modal maka tidak mungkin investor mau untuk menanamkam modalnya apabila suatu kawasan tidak mendukung seperti apa yang dikehendaki sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung untuk kegiatan wisata tersebut. Daya dukung setiap kawasan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya, dan ini terkait dengan kegiatan apa yang dikembangkan. Kegiatan ekowisata yang dapat dilakukan di wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang sangat kompleks dan saling berhubungan satu sama lain. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bergantung pada alam seperti berenang, berjemur dan lain-lain; ada juga yang sifatnya konsumtif seperti konsumi seafood, ada juga yang non konsumtif seperti memotret dan lain-lain. Kegiatan ekowisata membutuhkan berbagai komponen fasilitas seperti : fasilitas pelayanan seperti akomodasi, rumah makan, dan lain-lain; fasilitas pendukung seperti pusat perbelanjaan, hiburan, dan lain-lain; fasilitas umum dan infrastruktur seperti air bersih, jalan, dan lain-lain; fasilitas rekreasi seperti rekreasi obyek wisata dalam dan luar kawasan. Kebutuhan ruang setiap wisatawan sangat bervariasi, tergantung oleh latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan.
Berdasarkan
pengalaman budaya Amerika dan Eropa (WTO, 1981) kebutuhan ruang bagi mereka telah dikemukakan dalam suatu kriteria (terdapat dalam bab 3) sedangkan kebutuhan ruang bagi wisatawan Asia sampai saat ini belum ada kriterianya.
Hasil pengamatan dilapang dan dari analisis Citra Landsat TM-7 tahun 2005 untuk Kota Batam kondisi fisik yang menjadi faktor diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.5.1. Panjang Pantai Berpasir Pantai berpasir merupakan salah satu syarat utama dalam pariwisata pantai untuk menjadi daya tarik wisatawan. Hal yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang pantai yang akan dijadikan sebagai tempat wisata pantai. Oleh karena itu panjang pantai merupakan faktor utama untuk dapat mengestimasi daya tampung wisatawan per satuan luas dan waktu berdasarkan kriteria kebutuhan ruang setiap wisatawan. Berikut ini adalah daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas pantai berpasir (Tabel 29).
Tabel 29.
No
Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas panjang pantai berpasir
Nama Pantai
Panjang (m)
Kapasitas Pantai Kelas Rendah
1
2
3
4
Pantai Melayu
Pantai Mawar
Pantai Desa Sembulang
Pantai Melur
3653
2184
5500
5500
Daya Tampung (orang/20-50m)
Kelas Menengah
365 274
Kelas Mewah
183
Kelas Istimewa
128
Kelas Rendah
218
Kelas Menengah
164
Kelas Mewah
109
Kelas Istimewa
76
Kelas Rendah
550
Kelas Menengah
413
Kelas Mewah
275
Kelas Istimewa
193
Kelas Rendah
550
Kelas Menengah
413
Kelas Mewah
275
Kelas Istimewa
193
Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka kawasan Pulau Rempang dan Galang yang tercakup didalamnya Obyek Wisata Pantai Melayu, Mawar, Desa Sembulang dan Pantai Melur memiliki potensi pariwisata pantai yang baik dengan daya tampung wisatawan yang juga besar. Dari Tabel 29 diatas terlihat bahwa daya tampung umtuk masing-masing lokasi pantai yang ada di Pulau Rempang dan Galang berdasarkan HOW (Hari Orang Wisata) dapat diestimasi : 1.
Pantai Melayu, dengan panjang pantai 3653 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 365 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 274 untuk kelas menengah, 183 untuk kelas mewah dan 128 orang untuk kelas istimewa.
Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir
digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah 109.500 HOW, kelas menengah 82.200 HOW, kelas mewah 54.900 dan kelas istimewa adalah 38.400 HOW dalam setahun. 2.
Pantai Mawar, dengan panjang pantai 2184 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 218 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 164 untuk kelas menengah, 109 untuk kelas mewah dan 76 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah 65.400 HOW, kelas menengah 49.200 HOW, kelas mewah 32.700 HOW dan kelas istimewa adalah 22.800 HOW dalam setahun.
3.
Pantai Desa Sembulang, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 413 untuk kelas menengah, 275 untuk kelas mewah dan 193 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah 165.000 HOW, kelas menengah 123.900 HOW, kelas mewah 82.500 HOW dan kelas istimewa adalah 57.900 HOW dalam setahun.
4.
Pantai Melur, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya tampung wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 413 untuk kelas menengah, 275 kelas mewah dan 193 orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam setahun adalah 165.000 HOW, kelas menengah 123.900 HOW, kelas mewah 82.500 HOW, dan kelas istimewa adalah 57.900 HOW dalam setahun. Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka dapat juga diperhitungkan sarana dan
prasarana yang dapat dibangun berupa fasilitas jalan khusus pejalan kaki yang melakukan kegiatan wisata seperti walking, hiking, running dan jogging pada Pulau Rempang dan Galang. Perhitungan ini berdasarkan estimasi daya tampung wisatawan dengan menggunakan standar Trail activities menurut Lawson Fred and Bovy-Baud Manuel, 1977 (lampiran 3). Pulau Rempang meliputi Pantai Melayu, Mawar dan Desa Sembulang menurut estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir untuk kelas rendah dapat menampung 1133 wisatawan setiap hari, maka berdasarkan standar trail, fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking, walking, running dan jogging dapat dibangun dengan luas 28 km. Pulau Galang dengan estimasi daya tampung wisatawan untuk kelas rendah sebanyak 550 orang sehari, maka fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking, walking, running dan jogging dapat dibangun dengan luas 14 km.
4.5.2. Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan) Kegiatan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang perlu di dukung oleh adanya fasilitas/akomodasi yang baik dan memadai.
Fasilitas tersebut dapat
dibangun pada lokasi yang strategis sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan kunjungan wisatawan dan berkesinambungan.
Fasilitas/akomodasi yang ada
harus dapat memberikan rasa aman, dekat dengan obyek wisata, mempunyai udara bebas, indah, nyaman dan sejuk, serta juga mudah terjangkau dengan fasilitas umum lainnya. Luas lahan untuk akomodasi sangat terkait dengan luas
kawasan tersebut.
Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan
untuk akomodasi dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi (penginapan) No
1
Nama Pulau
Pulau Rempang
Luas Lahan
Fasilitas
Daya Tampung
(ha)
Akomodasi
(orang)
16.583
Kelas Ekonomi
16583
Kelas Menengah
8728
Kelas Mewah
5528
Kelas Ekonomi 2
Pulau Galang
8.000
Kelas Menengah Kelas Mewah
8000 4211 2667
Berdasarkan Tabel 30, daya tampung wisatawan berdasarkan perencanaan pembangunan akomodasi (penginapan) yang sesuai dengan aspek ekologis di Pulau Rempang dan Galang adalah sebagai berikut : 1. Pulau Rempang, dapat menampung 16583 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 8728 untuk kelas menengah dan 5528 orang untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kapasitas tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 4974900 HOW, kelas menengah 2618369 HOW dan kelas mewah adalah 1658300 HOW. 2. Pulau Galang, dapat menampung 8000 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 4211 orang untuk kelas menengah dan 2667 orang untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW,maka kapasitas tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 2400000 HOW, kelas menengah 1263158 HOW dan kelas mewah adalah 800000 HOW.
4.5.3. Kebutuhan Air Bersih/Tawar Kebutuhan air bersih/tawar dalam ekowisata merupakan salah faktor kebutuhan yang paling penting dan vital, terlebih untuk di kawasan pesisir dengan rata-rata suhu yang tinggi membuat kebutuhan air bersih semakin tinggi. Air bersih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi, membilas maupun keperluan
lainnya. Oleh karena itu sumber-sumber air bersih yang ada di Pulau Rempang dan Galang harus diperhatikan dan dimanfaatkan sebaik mungkin dalam pengembangan pariwisata Pulau Rempang dan Galang. Untuk Pulau Rempang kebutuhan air tawar bagi wisatawan bukan merupakan kendala karena di Pantai Mawar dan Melayu terdapat mata air yang berasal dari perbukitan yang hingga saat ini airnya masih terus mengalir dengan deras. Mata air ini baru dikelola dengan sangat sederhana sekali yaitu hanya dengan menggunakan pipa dan dibuat ruang dari kain terpal. Oleh karena itu untuk perencanaan pengembangan pariwisata kedepannya potensi seperti ini harus segera dimanfaatkan dan dibangun fasilitas dengan baik. Selain itu Di Pulau Rempang Desa Sembulang PAM sudah ada, hanya saja terdapat keterbatasan dalam pemakaian, batas waktu hanya sekitar 6 jam pemakaian dimulai pukul 18.00 WIB hingga 00.00 WIB. Untuk Pulau Galang masalah air tawar untuk wisatawan merupakan sedikit kendala karena mata air yang ada seringkali kering sehingga untuk obyek wisata di Pantai Melur air tawar pengelola harus membeli dengan harga Rp. 8000 per drum.
Untuk di Kamp Sinam Pulau Galang ada Waduk Gong yang
menyediakan air tawar, sehingga masalah air tawar bukan merupakan kendala dalam pengembangan pariwisata.
Berikut estimasi kebutuhan air bersih
berdasarkan daya tampung wisatawan (Tabel 31).
Tabel 31. No.
1
Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan Fasilitas Daya Tampung Kebutuhan Air Pulau Akomodasi (orang) Bersih (lt/hr)
Pulau Rempang
Kelas Ekonomi
16583
8291500
Kelas Menengah
8728
4363947
Kelas Mewah
5528
2763833
8000
4000000
4211
2105263
2667
1333333
Kelas Ekonomi 2
Pulau Galang
Kelas Menengah Kelas Mewah
Berdasarkan Tabel 31, kebutuhan air bersih wisatawan berdasarkan daya tampung wisatawan yang sesuai dengan aspek ekologis di Pulau Rempang dan Galang adalah sebagai berikut : 1. Pulau Rempang, membutuhkan air bersih sebesar 8291500 lt/hr untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 4363947 lt/hr untuk kelas menengah dan 2763833 lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 2487450 m3/tahun, kelas menengah 1309184 m3 /tahun dan kelas mewah adalah 829150 m3/tahun. 2. Pulau Galang, membutuhkan air bersih sebesar 4000000 lt/hr untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 2105263 lt/hr untuk kelas menengah dan 1333333 lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 1200000 m3/tahun, kelas menengah 631579 m3/tahun dan kelas mewah adalah 400000 m3/tahun. Berdasarkan Tabel 29, 30 dan 31 daya tampung wisatawan di Pulau Rempang dan Galang masih dalam keadaan normal, belum melebihi daya dukung yang ada bahkan masih jauh dibawah jumlah standar yang ada. Hal ini terlihat dari jumlah kuisioner yang disebar pada obyek wisata yang ada di Pulau Rempang dan Galang dalam penelitian ini didapat sebanyak 31 wisatawan yang terbagi sebanyak 25 orang wisatawan dalam negeri dan 6 orang wisatawan luar negeri. Oleh karena itu untuk kedepannya pengelolaan obyek wisata yang ada di Pulau Rempang maupun Galang agar lebih ditingkatkan lagi dengan tetap memegang standar yang ada dalam menjaga kestabilan dan ekosistem yang baik. Berdasarkan hasil pengambilan data primer dengan kuisioner terhadap wisatawan (lampiran 4) yang datang ke Pulau Rempang dan Galang, didapat karakteristik wisatawan (Tabel 32).
Tabel 32. No.
Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama penelitian
Parameter
Jumlah
%
< 20 tahun
3
9,7
21-30 tahun
17
54,8
31-40 tahun
7
22,6
> 50 tahun
4
12,9
SD
1
3,2
SLTP
3
9,7
SLTA
15
48,4
Diploma
2
6,5
S1
8
25,8
> S1
2
6,5
Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa
4
12,9
Wiraswasta
11
35,5
Pegawai Swasta
15
48,4
Pegawai Negeri
1
3,2
Asal Dalam negeri
25
80,6
Luar negeri
6
19,4
Lama di Batam < 2 hari
8
2-4 hari
7
4-6 hari
1
> 6 hari
15
Lama di Pulau Rempang dan Galang < 2 hari
31
100
2-4 hari
0
0
4-6 hari
0
0
> 6 hari
0
0
Jumlah Rombongan 1 orang
0
0
2-3 orang
12
40
3-4 orang
19
60
> 4 orang
0
0
Kelompok umur 1
Pendidikan
2
3
4
5
6
7
25,8 22,6 3,2 48,4
Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang didominasi oleh kelompok umur 21-30 tahun sebesar 54,8%. Ini menunjukkan bahwa Pulau Rempang dan Galang lebih diminati oleh wisatawan golongan muda yang produktif. Sebagian besar wisatawan yang datang (80,6%) merupakan wisatawan dalam negeri yang berasal dari Kota Batam itu sendiri. Ini terlihat dari lama mereka di Batam yang melebihi dari lama kunjungan wisatawan yang biasa datang ke Kota Batam hanya dalam waktu singkat sekitar 1-2 hari.
Wisatawan
yang ada merupakan tenaga kerja yang bekerja di Kota Batam pada sektor industri yang merupakan ciri khas Kota Batam yang dikenal sebagai daerah industri. Meskipun hanya berlatar belakang pendidikan SLTA (48,4%) sebagian besar dari wisatawan yang ada rata-rata sudah bekerja di sektor swasta sebagai pegawai swasta (48,4%). Wisatawan luar negeri yang ditemui (19,4%) sebagian besar berasal dari Singapura dan Malaysia. Rata-rata dari mereka hanya berkunjung sekitar 1-2 hari di Kota Batam dan melakukan wisata ke Pulau Rempang dan Galang dalam waktu setengah hari. Ini terjadi karena menurut mereka fasilitas yang ada di Pulau Rempang dan Galang belum terlalu memadai, namun karena keindahan alamnya dan wisata sejarah serta spiritual mereka sangat tertarik dan menikmati kunjungannya. Wisatawan yang melakukan kunjungan ke Pulau Rempang dan Galang (60%) melakukan kunjungan dengan 3-4 anggota keluarga dan teman. Hal ini dilakukan karena mereka merasa ingin berbagi keindahan yang di tawarkan Pulau Rempang dan Galang bersama-sama. Selain itu rombongan dengan 3-4 orang teman dan keluarga merupakan pola yang bagus dalam mengarahkan ekowisata karena lingkungan masih dapat mentolerir dampak yang timbul akibat kegiatan yang dilakukan wisatawan. Selain karakteristik wisatawan dari hasil kuisioner juga dapat dilihat motivasi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang (Tabel 33).
Tabel 33. Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang No.
Parameter
Jumlah
%
Teman
31
100
Televisi
0
0
Brosur
0
0
Buku panduan
0
0
Menikmati pemandangan
8
25,8
Mencari ketenangan
5
16,1
Menghilangkan jenuh
5
16,1
Libur kerja
13
41,9
Frekuensi ke Pulau Rempang dan Galang Pertama kali
19
61,3
> 1 sekali
12
38,7
Alat transportasi Bis wisata
0
0,0
Menyewa mobil
21
67,7
Bis umum
0
0,0
Taxi
10
32,3
Daya tarik Suasana alam yang menarik
10
32,3
Pantai yang yang indah dan bersih
15
48,4
Wisata spiritual
6
19,4
Tingkat kepuasan Puas
26
83,9
Tidak puas
5
16,1
Sumber Informasi 1
Tujuan 2
3
4
5
6
Dari hasil kuisioner dan wawancara yang dilakukan (100%) wisatawan yang datang ke Pulau Rempang dan Galang mengetahui keindahan dan daya tarik Pulau Rempang dan Galang dari teman. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini memang belum ada promosi wisata yang dilakukan pemerintah Kota Batam maupun pengelola terhadap Pulau Rempang dan Galang. Ini juga dapat dilihat (61,3%) wisatawan yang berkunjung baru pertama kali datang ke Pulau Rempang dan Galang setelah mendapat informasi dari teman. Dimana dari mereka ratarata 41,9% datang dengan tujuan utama untuk menikmati waktu libur, baru sekitar 25,8% wisatawan yang datang memang bertujuan untuk menikmati pemandangan
Pulau Rempang dan Galang, khususnya menikmati pantai yang bersih dan indah di Pulau Rempang dan Galang (48,4%). Sebagian wisatawan yang ada mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mencari transportasi umum Pulau Rempang dan Galang. Mereka harus mengeluarkan biaya yang besar dengan menyewa mobil (67,7%), selain mobil sewaan alternatif lain adalah dengan menyewa taksi (32,3%). Menurut mereka dengan menyewa mobil maupun taksi sama-sama mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu mereka berharap agar pemerintah maupun pengelola dapat memberikan alternatif lain seperti kendaraan umum agar lebih terjangkau oleh semua orang. Namun 83,9% wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang mengatakan puas terhadap kunjungan mereka dan berharap dapat kembali lagi, terlebih bagi yang bekerja dan menetap di Kota Batam mereka memiliki alternatif lain dan tambahan obyek wisata.
Namun mereka tetap
menyarankan agar pengembangnnya ke depan lebih ditingkatkan baik dengan penambahan fasilitas maupun atraksi tambahan. Berdasarkan data primer berupa 30 jumlah kuisioner masyarakat, masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar (50%) berusia 21-30 tahun dan menganut agama Islam (66.7%) dengan latar belakang pendidikan lulusan SD (56.7%). Sebagian besar (40%) berprofesi sebagai wiraswasta dengan menjual makanan dan minuman disekitar obyek wisata dengan profesi sampingan sebagai nelayan dan bertani. Masyarakat Pulau Rempang dan Galang merupakan masyarakat multi etnis yang terdiri dari etnis Melayu, Jawa, Minang, Batak, Flores, Bugis, Sunda dan etnis lainnya. Sosial budaya masyarakat di kawasan studi beretnik Melayu Riau dengan pola hidup kemasyarakatan bergotong royong, adat dan tradisi yang dipayungi lembaga adat (perkawinan, kelahiran, kematian, dan turun ke laut), namun hingga saat ini sendi-sendi etnik melayu (Gambar 20) mulai mengalami degradasi akibat akulturasi budaya para penduduknya yang merupakan migran sehingga tidak ada budaya yang khas di Pulau Rempang dan Galang. Kebudayaan dan perayaan yang dikembangkan saat ini berdasarkan hari besar agama masing-masing.
Gambar 20. Budaya Melayu
4.6. Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata Dalam perencananaan pengembangan kegiatan ekowisata akan terdapat dampak terhadap lingkungan sesuai dengan besarnya usaha yang dilakukan. Oleh karena itu diperlukan arahan perencanaan dan strategi kebijakan yang dibangun. Untuk memperoleh arahan perencanaan dan strategi tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini merupakan analisis untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga yaitu, menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang bagi pengembangan ekowisata atau wisata yang berwawasan lingkungan.
Namun secara deskriptif dapat dilihat
perencanaan Pulau Rempang dan Galang secara fisik secara singkat.
4.6.1. Perencanaan Pulau Rempang Pulau Rempang dengan potensi dan daya tarik yang ada sebaiknya difokuskan pada kegiatan wisata rekreasi dan pendidikan. Kegiatan rekreasi dapat dilakukan di sekitar Pantai Melayu dan Mawar yang letaknya saling berdekatan seperti berenang, berjemur, bersampan, memancing, olahraga, bermain pasir, bermain air dan menikmati pemandangan.
Selain itu dengan status Pulau
Rempang sebagai Taman Buru maka kegiatan wisata yang dapat dilakukan adalah hunting dan wisata minat khusus selain hiking, walking, running dan jogging.
Kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan di Pulau Rempang adalah dengan membangun arboratum atau Rempang Bio Center, sebagai kawasan tempat melakukan riset terapan meliputi pertanian, perkebunan dan bio-tek Khusus di Desa Sembulang, dimana masih terdapat hutan mangrove dapat dilakukan kegiatan wisata ilmiah seperti pengenalan vegetasi mangrove, pengenalan satwa liar yang terdapat pada ekosistem mangrove dan penelitian. Sedangkan untuk kegiatan wisata rekreasi dapat dilakukan seperti sight seeing, photo hunting, board walking, bird watching, dan memancing. Kegiatan pengenalan vegetasi hutan mangrove dibutuhkan sarana jalan masuk dalam hutan mangrove yang lazim disebut board walk dan field guide vegetasi mangrove. Pembangunan sarana ini dibangun dan didesain sedemikian rupa tanpa merusak dan merubah view/vista alami ekosistem hutan mangrove. Kegiatan
pengenalan
satwa
diantaranya
identifikasi
jenis
satwa,
pengenalan perilaku satwa (mulai dari mencari makan, beristirahat, bersarang dan berkembang biak).
Sarana yang diperlukan untuk pengenalan satwa burung
adalah teropong. Pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan menara pengintai.
Pengenalan satwa burung dapat juga dilakukan dengan
berperahu mengitari daerah mangrove dilengkapi dengan teropong. Pengamatan satwa lainnya dapat dilakukan dengan melakukan board walk di dalam hutan mangrove. Waktu pengamatan disesuaikan dengan tingkah laku satwa sedangkan pengamatan terhadap satwa liar dibutuhkan pemandu khusus (interpreter) yang sangat paham terhadap ekosistem mangrove dan biota yang berasosiasi didalamnya.
4.6.2. Perencanaan Pulau Galang Pulau Galang identik dengan Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam), bahkan dunia luar lebih mengenal Pulau Galang dibandingkan dengan nama Indonesia, seperti halnya dunia internasional lebih akrab dengan nama Bali dibandingkan dengan Indonesia. Sebagian besar wilayah Pulau Galang adalah bagian dari wilayah Kamp Pengungsian Vietnam dimana Kamp Sinam ini berhadapan dengan sebuah pantai publik yang dinamakan Pantai Melur. Oleh
karena itu pengembangan Pulau Galang sebagai kawasan pariwisata difokuskan pada kegiatan wisata budaya, spiritual, sejarah dan konservasi. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Kamp Sinam seperti : religius, pendidikan, sejarah, menikmati pemandangan, penelitian, tracking, hiking, walking, running, jogging, fotografi, budaya dan olahraga. Dalam melakukan kegiatan wisata di dalam Kamp Sinam sebaiknya tidak dilakukan dengan menggunakan mobil atau motor. Sebagai sebuah kawasan yang masih alami dan agar tetap terbebas dari polusi maka sebaiknya dibuat sebuah areal parkir yang luas yang dapat menampung sekitar 200 mobil, kemudian untuk masuk ke dalam wilayah Kamp Sinam diharuskan semua pengunjung berjalan kaki atau menggunakan sepeda yang disewakan dengan harga yang relatif murah sekitar Rp.1000 per jam sehingga selain terbebas dari polusi maka para wisatawan juga dapat sekaligus berolahraga.
Selain itu juga disediakan pemandu bagi
wisatawan yang ingin lebih mengetahui tentang asal usul dan sejarah Kamp Sinam, khususnya bagi wisatawan luar negeri. Fasilitas dan sarana prasarana yang di Kamp Sinam saat ini sudah ada namun untuk menarik minat wisatawan sebaiknya fasilitas dan sarana prasarana yang ada sebaiknya diperbaiki kembali dan perawatannya lebih ditingkatkan.
4.6.3. Analisis SWOT Dalam analisis SWOT ada dua faktor penentu yaitu, faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan; dan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman. Faktor internal disingkat IFAS (Internal Strategic Factors Summary) dan faktor eksternal disingkat EFAS (External Strategic Factors Summary). Penentuan faktor internal dan eksternal di Pulau Rempang dan Galang ini berkaitan erat dengan pembahasan sebelumnya yaitu kesesuaian kawasan dengan ADO-ODTWA dan daya dukung. Berikut hasil identifikasi faktor internal dan eksternal dengan analisis SWOT (Tabel 34 dan 35).
Tabel 34. Matriks faktor strategi internal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang Kode S1 S2 S3
Faktor Strategi Internal Kekuatan ● Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang ● Tersediannya Air Bersih
Bobot
Rating
Skor
0.14
4
0.56
0.09
3
0.27
0.03
3
0.09
0.09
3
0.27
Bobot 0.11
Rating 2
Kode W1
● Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata Lain ● Keamanan Pulau Rempang dan Galang Kelemahan ● Potensi Pasar
W2
● Lingkungan Sosial
0.11
2
0.22
W3
● Pelayanan Masyarakat
0.11
2
0.22
W4
● Kondisi Iklim
0.09
2
0.18
W5
● Akomodasi
0.07
1
0.07
W6
● Prasarana dan Sarana Penunjang ● Aksesbilitas
0.05
1
0.05
0.11
1
0.11
S4
W7
Nilai
1.00
Skor 0.22
2.26
Komentar Pantai, Laut, Darat Indah Kualitas dan Kualitas Air Saling Mendukung Kondisi Baik Komentar Pendapatan Konsumen Rendah Belum Tertata dengan Baik Keramahan dan Bahasa Rendah Panas, Temperatur Tinggi dan Tidak Stabil Belum Tersedia Di Sekitar Lokasi Masih Terbatas Sarana Transportasi
Tabel 35. Matriks faktor strategi eksternal perencanaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang Kode O1 O2 O3 O4
Kode T1
Faktor Strategi Eksternal Peluang ● Meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Batam ● Menciptakan Lapangan Kerja ● Masuknya Modal Swasta ● Mengembangkan Citra Kota Batam Sebagai Daerah Tujuan Wisata Ancaman ● Kerusakan Sumberdaya Alam
Bobot
Rating
Skor
Komentar
0.15
4
0.60
Manfaat untuk Pemerintah Setempat
0.1
3
0.30
Mengurangi Pengangguran
0.13
4
0.52
0.13
3
0.39
Mengundang Investor Meningkatkan Promosi
Bobot 0.15
Rating 1
Skor 0.15
T2
● Limbah (Sampah)
0.07
1
0.07
T3
● Perubahan Budaya
0.13
2
0.26
T4
● Tumbuhnya Kembali Kegiatan Perjudian, Prostitusi, dan Peredaran Narkoba ● Wisata SingaporeMalaysia Nilai
0.1
1
0.10
0.04
2
0.08
T5
1.00
Komentar Pencegahan Kerusakan Mangrove, Terumbu Karang, dan lain-lain oleh Wisatawan Perlu Menjaga Kebersihan Lingkungan Pelestarian Budaya Lokal/Nasional Pencegahan Kerusakan Moral Bangsa Perlu Menjadi Perhatian
2.47
Berdasarkan Tabel 34 dan 35, dapat disimpulkan bahwa nilai faktor eksternal lebih besar daripada faktor internal yaitu 2.47 dan 2.26. Ini berarti peluang perencanaan pengembangan ekowisata lebih besar walaupun ancaman tetap ada. Ancaman dapat dicegah dengan peluang dan kekuatan dari wilayah yang akan dikembangkan. Analisis SWOT dilanjutkan dengan menyusun strategi melalui strategi silang dari ke empat faktor tersebut. Strategi silang ini dinamakan model matriks analisis SWOT, model matriks ini dapat ditunjukkan pada Tabel 36 dibawah ini :
Tabel 36. Model matriks analisis SWOT Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities/O) O1 Meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Batam O2 Menciptakan Lapangan Kerja O3 Masuknya Modal Swasta O4 Mengembangkan Citra Kota Batam Sebagai Daerah Tujuan Wisata
Ancaman (Threathts/T) T1 Kerusakan Sumberdaya Alam T2 Limbah (Sampah) T3 Perubahan Budaya T4 Tumbuhnya Kembali Perjudian, Prostitusi dan Peredaran Narkoba T5 Wisata SingaporeMalaysia
Kekuatan (Strenghts/S) S1 Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang S2 Tersedianya Air Bersih S3 Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata Lain S4 Keamanan Pulau Rempang dan Galang
Kelemahan (Weaknesses/W) W1 Potensi Pasar W2 Lingkungan Sosial W3 Pelayanan Masyarakat W4 Kondisi Iklim W5 Akomodasi W6 Prasarana dan Sarana Penunjang W7 Aksesbilitas
Strategi SO SO1 Memanfaatkan Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang untuk Meningkatkan Pendapatan Daerah SO2 Peningkatan Kesempatan Kerja melalui Pengembangan Obyek Wisata SO3 Mengundang Investor Swasta untuk Pengembangan Ekowisata Pulau Rempang dan Galang SO4 Promosi Kota Batam sebagai Obyek Wisata Strategi ST ST1 Regulasi yang Sesuai dengan Peruntukkan Tata Ruang ST2 Pembuatan kode etik ekowisata untuk Mencegah Kerusakan Sumberdaya Alam ST3 Sosialisasi Kegiatan Kebudayaan yang Sesuai dengan Budaya Lokal dan Budaya Nasional ST4 Mempromosikan Kegiatan Kebudayaan yang Sesuai dengan Budaya Lokal dan Budaya Nasional ST5 Menyusun Perda Menyangkut Bahaya Narkoba, Perjudian dan Prostitusi
Strategi WO WO1 Meningkatkan Promosi Wisata untuk Meningkatkan Pasar WO2 Menciptakan lingkungan investasi yang kondusif untuk Kegiatan ekowisata WO3 Meningkatkan Fasilitas Pelayanan Masyarakat WO4 Menciptakan Kawasan Berwawasan Lingkungan WO5 Mengembangkan Fasilitas Transportasi Menuju Obyek Wisata Strategi WT WT1 Meningkatkan Promosi dan Menumbuhakan Rasa Memiliki Terhadap Obyek Wisata Pada Masyarakat WT2 Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Obyek Wisata melalui Peningkatan Mutu SDM Pengelola WT3 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Terhadap Pengunjung WT4 Melengkapi Sarana dan Prasarana di Lokasi Wisata
Tabel 37. Alternatif pemilihan strategi untuk perencanaan pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang Unsur-Unsur Strategi a. Strategi SO SO1 Memanfaatkan Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang untuk Meningkatkan Pendapatan Daerah SO2 Peningkatan Kesempatan Kerja melalui Pengembangan Obyek Wisata SO3 Mengundang Investor Swasta untuk Pengembangan Ekowisata Pulau Rempang dan Galang SO4 Promosi Kota Batam sebagai Obyek Wisata b. Strategi ST ST1 Regulasi yang Sesuai dengan Peruntukkan Tata Ruang ST2 Pembuatan kode etik ekowisata Untuk Mencegah Kerusakan Sumberdaya Alam ST3 Sosialisasi Kegiatan Kebudayaan yang Sesuai dengan Budaya Lokal dan Budaya Nasional ST4 Mempromosikan Kegiatan Kebudayaan yang Sesuai dengan Budaya Lokal dan Budaya Nasional ST5 Menyusun Perda Menyangkut Bahaya Narkoba, Perjudian dan Prostitusi c. Strategi WO WO1 Meningkatkan Promosi Wisata untuk Meningkatkan Pasar WO2 Menciptakan lingkungan investasi yang kondusif untuk Kegiatan Ekowisata WO3 Meningkatkan Fasilitas Pelayanan Masyarakat WO4 Menciptakan Kawasan Berwawasan Lingkungan WO5 Mengembangkan Fasilitas Transportasi Menuju Obyek Wisata d. Strategi WT WT1 Meningkatkan Promosi dan Menumbuhakan Rasa Memiliki Terhadap Obyek Wisata Pada Masyarakat WT2 Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Obyek Wisata melalui Peningkatan Mutu SDM Pengelola WT3 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Terhadap Pengunjung WT4 Melengkapi Sarana dan Prasarana di Lokasi Wisata
Keterkaitan Unsur SWOT
Total Skor
Ranking
S1,S2, S3, S4,O1,O2,O3, O4
0.87
1
0.24
5
0.48
2
0.13
8
S1, S3
0.17
6
T1, T2, T3, T4
0.45
3
T2
0.07
11
T3
0.13
8
T4
0.1
10
O4
0.13
8
O3
0.13
8
W3
0.11
9
W4
0.09
12
W1,W3,W5,W6, W7
0.45
3
W1
0.11
9
0.34
4
0.16
7
0.45
3
S1, O2
S1, S2, S3, S4, O3 O4
W3,W5,W6,W7 W6,W7 W1,W2 ,W5,W6,W7
Berdasarkan hasil analisis SWOT berupa matriks faktor strategi internal, eksternal, matriks SWOT dan pada akhirnya matriks keterkaitan unsur SWOT, maka dapat ditentukan arahan strategi dan pengembangan ekowisata atau pariwisata berwawasan lingkungan di kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang sesuai dengan Tabel 37.
Berikut adalah lima strategi utama dalam
pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai obyek wisata berwawasan lingkungan : Strategi 1 . Memanfaatkan Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang untuk Meningkatkan Pendapatan Daerah Pulau Rempang dan Galang merupakan kawasan pesisir yang banyak sekali
memiliki
potensi
pengembangan ekowisata.
sumberdaya
alam
sebagai
daya
tarik
dalam
Daya tarik yang terdapat di Pulau Rempang dan
Galang masih bersifat alami meliputi : pantai yang bersih dan jernih, pasir putih, hutan yang luas dan hijau, hutan bakau yang masih alami, unsur sejarah, budaya, spiritual dan lain sebagainya. Pemanfaatan daya tarik ini merupakan salah satu rencana strategis yang harus dioptimalkan oleh Otorita Batam atau Pemerintah Kota Batam dalam meningkatkan pendapatan daerah Kota Batam. Pemanfaatan daya tarik diatas dapat dikembangkan secara sinergis melalui kegiatan ekowisata antara lain : berenang, berjemur, memancing, bersampan, wisata sejarah, wisata budaya, ritual dan beberapa kegiatan konservasi lainnya. Dengan adanya kegiatan-kegiatan diatas akan menarik minat wisatawan untuk berkunjung sebagai salah satu alternatif tujuan wisata. Meskipun tujuan utamanya untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan menjual daya tarik yang ada, namun pengelolaan pengembangan pariwisata alam tetap dilakukan dalam kerangka mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga tetap akan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Strategi 2. Mengundang Investor Swasta untuk Pengembangan Ekowisata Pulau Rempang dan Galang Saat ini kegiatan wisata yang tengah berlangsung di Pulau Rempang dan Galang arah dan tujuannya belum jelas, meskipun sudah tertuang dalam Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini belum ada investor swasta yang benar-benar komitmen menginvestasikan modalnya di kawasan Pulau Rempang dan Galang. Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, hal ini diakibatkan karena pengelolaan yang statusnya masih belum jelas antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam. Oleh karena itu sebagai salah satu strategi utama dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang dalam pengembangan ekowisata adalah menarik dan mengundang minat investor swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan penegasan dan dikeluarkannya peraturan mengenai status lahan yang ada di Pulau Rempang dan Galang berada dalam pengelolaan siapa. Setelah ada peraturan yang jelas maka pemerintah dapat langsung mengemplementasikan kegiatan wisata sesuai dengan Perda No.2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam yang didalamnya mencakup Pulau Rempang dan Galang dengan modal dari pihak swasta.
Strategi 3. Melengkapi Sarana dan Prasarana di Lokasi Wisata Tuntutan dan meningkatnya kebutuhan wisatawan yang harus dipenuhi dalam pengembangan obyek wisata alam adalah pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk pengembangan kawasan.
Sarana dan prasarana yang harus disiapkan dalam
pengembangan lokasi obyek wisata alam antara lain : persyaratan lokasi dan kemudahan pencapaian, peruntukkan lahan dan tata guna tanah, jalan umum, terminal dan parkir kendaraan, fasilitas umum, kesehatan, komunikasi, akomodasi, tempat rekreasi, dan sebagainya. Sarana dan prasarana yang sudah ada saat ini di Pulau Rempang dan Galang adalah puskesmas, surat kabar, jaringan TV, radio, rumah makan, tempat peribadatan, toilet umum dan pasar.
Dilihat dari sarana dan prasarana yang sudah ada, Pulau Rempang dan Galang masih sangat minim sekali. Oleh karena itu salah satu arahan strategi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang adalah melengkapi sarana dan prasarana yang ada berdasarkan kriteria kesesuaian lahan.
Strategi 4. Mengembangkan Fasilitas Transportasi Menuju Obyek Wisata Kota Batam memiliki satu pintu gerbang udara internasional/regional, yaitu Bandara Internasional Hang Nadim Otorita Batam. Selain melalui pintu gerbang udara akses menuju Kota Batam juga dapat dilalui melalui beberapa pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi laut, yaitu Pelabuhan domestik Sekupang, Pelabuhan Kabil, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Marina City, Pelabuhan Nongsa Pura. Waktu tempuh menuju Pulau Rempang dan Galang dari Kota Batam melalui darat rata-rata sekitar 1-2 jam. Hal ini disebabkan karena lalu lintas menuju Pulau Rempang dan Galang sangat lancar, kemacetan sangat jarang sekali ditemui bahkan tidak pernah sama sekali.
Ini disebabkan karena jumlah
kendaraan bermotor/mobil menuju Pulau Rempang dan Galang masih dapat dihitung, belum melebihi dari 1000 kecuali pada hari minggu sebagai hari libur agak sedikit padat tetapi masih tetap dalam kondisi yang stabil.
Selain itu
frekuensi kendaraan umum dari Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang masih sangat jarang sekali. Hanya ada bus Damri yang melayani rute Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang, dalam sehari bus Damri ini hanya melayani 6 kali perjalanan pulang pergi. Selebihnya wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang harus menyewa mobil atau menyewa taksi, yang tentunya dengan biaya transportasi yang jatuhnya lebih mahal. Oleh karena itu dalam pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang, salah satu alternatif rencana strategisnya adalah mengembangkan fasilitas transportasi agar akses menuju Pulau Rempang dan Galang lebih mudah. Dengan segala kemudahan yang ada diharapkan agar Pulau Rempang dan Galang dapat menjadi salah satu kawasan di Kota Batam yang banyak didatangi oleh wisatawan.
Strategi 5. Pembuatan Kode Etik Ekowisata untuk Mencegah Kerusakan Sumberdaya Alam Apabila suatu kawasan atau obyek dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata, maka kedatangan wisatawan akan meningkat. Peningkatan dari waktu ke waktu terjadi sangat nyata. (empat) tahap.
Pada umumnya perkembangan ini mengalami 4
Tahap pertama merupakan awal dari perkembangan, ditandai
dengan peningkatan jumlah wisatawan, tetapi kurang signifikan.
Pada tahap
kedua, jumlah wisatawan meningkat tajam. Perkembangan jumlah wisatawan ini kemudian melambat atau boleh dikatakan berhenti pada tahap ketiga. Pertumbuhan yang melambat ini seiring dengan terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Terjadinya pertumbuhan jumlah wisatawan yang menurun karena mulai terjadi kejenuhan pasar wisata sebagai akibat ketidakpuasan wisatawan terhadap pelayanan dan kualitas obyek wisata alam. Hal ini bersamaan dengan mulai terjadinya kerusakan sumber daya alam. Kondisi ini dinamakan daya dukung lingkungan pariwisata telah terlampaui. Pada saat demikian, upaya pembinaan pariwisata sangat diperlukan.
Salah satu upaya
pembinaan pariwisata ini adalah dengan adanya kode etik kunjungan untuk wisatawan ekowisata.
Dengan adanya kode etik ini diharapakan efektif untuk
mencegah kerusakan sumberdaya alam. Beberapa kode etik yang disarankan dalam ekowisata yaitu : kode etik dalam perjalanan, kode etik yang secara khusus mengatur aktivitas wisatawan, kode etik dalam berenang, berjemur, melakukan aktivitas olahraga, dan lain sebagainya. Pembuatan kode etik ini hendaknya melibatkan pihak luar seperti kelompok masyarakat, travel agency atau pun lembaga-lembaga kemasyarakatan, sehingga lebih banyak lagi partisipasi yang mendukung kelestarian Pulau Rempang dan Galang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang perlu diperhatikan dalam Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk Pengembangan Ekowisata adalah sebagai berikut : 1. Potensi dan daya tarik yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur. 2. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dengan standar kriteria daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) yang dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan maka Pulau Rempang dan Galang khususnya obyek wisata Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, dengan prioritas
utama
Kamp
Pengungsian
Vietnam
untuk
dioptimalkan
pengelolaannya. 3. Berdasarkan analisis daya dukung dengan faktor pembatas panjang pantai berpasir, luas lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air bersih, daya tampung wisatawan sampai saat ini masih dalam tahap normal dan standar, belum melebihi kapasitas yang ada untuk masing-masing obyek wisata yang ada. Namun dalam pengembangan selanjutnya pihak pemerintah maupun pengelola tetap harus memperhatikan dan memegang standar sesuai dengan konsep ekowisata. 4. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang didominasi oleh wisatawan domestik (80.6%) yang merupakan wisatawan lokal dari Kota Batam dan mereka (83.9%) merasa puas terhadap kunjungannya ke Pulau Rempang dan Galang. 5. Budaya Melayu mengalami degradasi akibat akulturasi budaya para penduduknya yang merupakan migran (multi etnis). 6. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh lima arahan strategi pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan Galang yaitu memanfaatkan daya tarik Pulau
Rempang dan Galang untuk meningkatkan pendapatan daerah, mengundang investor swasta, melengkapi sarana dan prasarana, mengembangkan fasilitas transportasi dan menyusun kode etik ekowisata kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam yang ada saat ini.
5.2. Saran 1. Adanya koordinasi dan kerjasama antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam dalam pengelolaan Pulau Rempang dan Galang sehingga rencana pengembangan ekowisata sesuai dengan Perda No. 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2004-2014 dapat berjalan. 2. Potensi Pulau Rempang dan Galang untuk dikembangkan sebagai daerah wisata sebaiknya dimanfaatkan secara optimal dengan kaidah konservasi agar tidak terjadi fenomena ”tourism kill tourism”. 3. Masyarakat multi etnis dengan budayanya selalu dilibatkan dalam segala kegiatan rencana pengembangan ekowisata maupun dalam pelaksanannya di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA Aprijanto dan Sugiharto. 2000. Evaluasi lahan untuk pengembangan kawasan pariwisata alam pantai kabupaten Jembrana Bali dengan memanfaatkan citra landsat-TM dan foto udara pankromatik hitam putih. jurnal geografi, universitas Muhammadiyah Surakarta Baehaqie. A dan B.S. Helvoort. 1993. Potensi dan konservasi kawasan pesisir untuk ekoturisme di Indonesia. makalah disajikan pada seminar nasional manajemen kawasan pesisir untuk ekoturisme dalam rangka dies natalis ke 30 IPB. program studi magister manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Bakosurtanal. 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marine Kupang Nusa Tenggara Timur. pusbina-inderasig. Bakosurtanal, Cibinong Bengen. 2001. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. Pusat kajian sumberdaya pesisir dan lautan. Intitut Pertanian Bogor Bird. E.S.F. 1969. Coast an introduction to systematic geomorphology. Cambridge. The M.I.T. Press Clawson. 1968. Organization and use park system’s planning. Proceding of the conference on conservationof nature and natural resources in tropical south east asia. IUCN. Marges. Switzerland Dahuri. R. 1993. Daya dukung lingkungan dan pengembangan pariwisata bahari berkelanjutan. Makalah disajikan pada seminar nasional manajemen pesisir untuk ekoturisme. Magister Manajemen-Institut Pertanian Bogor, Bogor Dahuri. R. S.P. Ginting, dan J. Rais. 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri.R. 1999. Kebijakan dan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan. Makalah disajikan pada pelatihan untuk pelatih bidang pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Bogor Dahyar. 1999. Penerapan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu dalam pembangunan pariwisata di Kepulauan Derawan. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Direktorat wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. 2002. Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam (analisis daerah operasi. Departemen Kehutanan. Bogor
Douglas. R.W. 1982. Forest recreation. Pergamon Press. Oxford Ecotourism research group. 1996a. Local government ecotourism trails panning, design and development guide,research report to south ROC Ecotourism research group. 1996b. Towards a cooperative management model for ecotourism initiatives in the tomborine mountain area, research report commonwealth departement of tourism Fandeli. 2000. Pengusahaan ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM. Pustaka pelajar dan unit konservasi sumberdaya alam. DIY Gesamp. 1991. Global strategi for marine environment protection. Gesamp report and studies No. 45 IMO. London. Goodwin. 1997. Ekowisata teresterial. Dalam prosiding pelatihan dan lokakarya perencanaan pariwisata berkelanjutan. Editor Myra P. Gunawan. Penerbit ITB, Bandung Hadinoto. K. 1996. Perencanaan pengembangan destinasi pariwisata. University of Indonesia Press. Jakarta. Hani. 1994. Ekoturism di Indonesia harus punya nilai tambah. Harian Kompas, 2 Agustus 1994. Jakarta Hutabarat. S. dan S.M. Indonesia, Jakarta
Evans. 1985.
Pengantar oseanografi.
Universitas
Low. C. and Heilbronn. 1996. Ecotourism : An annorated bibliography research report. South Roc and Commonwealth Departement of Tourism Mahi.
1994. Pendekatan hirarki spasial sistem lahan dalam evaluasi lahan pertanian terkomputer. Disertasi doktor Institut Pertanian Bogor. Bogor
Malingreau. J.P. 1978. Penggunaan lahan pedesaan. PUSPICS UGMBakosurtanal Yogyakarta. Mason, C. F. 1981. Biological of estuaries pollution. Longman Group Ltd., New Jersey. Mc. Corduchy, H.B. 1970. Introduction to marine biology. Mosby Co. St. Louis. Odum, E.P. 1971. Philadelphia.
Fundamental of ecology. W.B. Saunders Co Ltd.
Prahasta. 2002. Konsep-konsep dasar sistem informasi geografis. Informatika. Bandung.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT. Teknik membedah kasus bisnis, reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21 (edisi ke enam). Gramedia pustaka utama. Jakarta Sekartjakrarini, S. 2004. Ekowisata : Konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata ramah lingkungan. Bahan kuliah penyelenggaraan dan pengembangan ekowisata. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sekartjakrarini dan Legoh. 2003. Pembangunan pariwisata berkelanjutan. Bahan kuliah penyelenggaraan dan pengembangan ekowisata. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sekartjakrarini S. dan N. K. Legoh. 2004. Ekowisata : batasan dan pengertian. rencana strategis ekowisata nasional kementrian kebudayaan dan pariwisata republik Indonesia. Jakarta. Soemarwoto. 1983. Ekologi lingkungan hidup dan pembangunan. Penerbit Jambatan. Jakarta Soeriatmadja. 1997. Prospek dan pengembangan pariwisata pantai dan laut di Indonesia : Prosiding pelatihan dan lokakarya perencanaan pariwisata berkelanjutan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sudiana. 1999. Studi potensi sumberdaya ekosistem hutan mangrove untuk pengembangan ekoturisme. Prosiding konperensi energi, sumberdaya alam dan lingkungan, BPPT. Jakarta. Sugandhy. 1999. Penataan ruang dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutamiharja. 1992. Pengelolaan kualitas dan pencemaran air. Makalah disajikan pada seminar on industrial water pollution control and water quality management, Jakarta. Sutikno. 1999. Karakteristik bentuk pantai. PUSPICS-UGM. Yogyakarta Wiratno., Fandeli C., Muklison (editors). 2000. Pengusahaan ekowisata bagian IV. Pengusahaan ekowisata : model analisis dan pengembangan wisata alam. Fakultas Kehutanan UGM, UKSDA Yogya dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Wong P. 1991. Coastal tourism in southeast asia. ICLARM education series 13, 40p. International center for living aquatic resources management, Manila, Philippines.
Woro. 1999. Evaluasi lahan untuk pariwisata. Makalh disajikan pada pelatihan aplikasi GIS untuk pesisir dan kelautan tingkat pengelola basis data. PUSPICS-fakultas geografi UGM. Yogyakarta Yoeti. 1997. Pengantar ilmu pariwisata. Bandung.
Penerbit angkasa Bandung,
LAMPIRAN
Lampiran 1. Potensi wisata sumberdaya alam di Pulau Rempang dan Galang
Pantai Melayu
Desa Sembulang
Kamp Pengungsian Vietnam
Pantai Mawar
Pantai Melur
Kapal Pengungsian Vietnam
Lampiran 2. Perhitungan kelas kesesuaian berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADOODTWA) dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan yang terdiri dari beberapa unsur yaitu : daya tarik, potensi pasar, kadar hubungan/aksesbilitas, Kondisi lingkungan sosial ekonomi, pelayanan masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang, tersedianya air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain dan keamanan. a. Kriteria penilaian Pantai Melayu, Mawar, Melur - Daya tarik
1620
- Potensi pasar
950
- Kadar hubungan/aksesbilitas
775
- Kondisi lingkungan sosek
1150
- Pelayanan masyarakat
50
- Kondisi iklim
340
- Akomodasi
90
- Prasarana dan sarana penunjang
120
- Tersedianya air bersih
560
- Hubungan obyek dengan obyek lain
100
- Keamanan
120
Total
5875
Kriteria Kesesuaian : Layak
:
- Baik sekali
: 6342 - 7050
- Baik
: 5633 - 6341
- Cukup
: 4924 – 5632
- Sedang
: 4215 – 4923
Tidak layak
:
- Kurang
: 3506 – 4214
- Kurang sekali
: 2797 – 3505
- Buruk
: < 2796
b. Kriteria penilaian Wilayah Pesisir Desa Sembulang - Daya tarik
2160
- Potensi pasar
950
- Kadar hubungan/aksesbilitas
775
- Kondisi lingkungan sosek
1150
- Pelayanan masyarakat
50
- Kondisi iklim
340
- Akomodasi
90
- Prasarana dan sarana penunjang
120
- Tersedianya air bersih
560
- Hubungan obyek dengan obyek lain
100
- Keamanan
120
Total
6415
Kriteria Kesesuaian : Layak
:
- Baik sekali
: 6830 - 7590
- Baik
: 6069 - 6829
- Cukup
: 5308 - 6068
- Sedang
: 4547 - 5307
Tidak layak
:
- Kurang
: 3786 - 4546
- Kurang sekali
: 3025 - 3785
- Buruk
: < 3024
c. Kriteria penilaian Kamp Pengungsian Vietnam - Daya tarik
1440
- Potensi pasar
950
- Kadar hubungan/aksesbilitas
775
- Kondisi lingkungan sosek
1150
- Pelayanan masyarakat
50
- Kondisi iklim
340
- Akomodasi
90
- Prasarana dan sarana penunjang
120
- Tersedianya air bersih
560
- Hubungan obyek dengan obyek lain
100
- Keamanan
120
Total
5695
Kriteria Kesesuaian : Layak
:
- Baik sekali
: 6179 - 6870
- Baik
: 5487 - 6178
- Cukup
: 4795 - 5486
- Sedang
: 4103 - 4794
Tidak layak
:
- Kurang
: 3411 - 4102
- Kurang sekali
: 2719 - 3410
- Buruk
: < 2718
Lampiran 3. Standar Luas yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata hiking, walking, running dan jogging Orang Pergantian orang Orang per Kegiatan
per km
dalam sehari
hari
Hiking, walking, running dan
500
4
2000
50
4
20
10
4
40
jogging di Kota Hiking, walking, running dan jogging di dalam kota Hiking, walking, running dan jogging dalam kawasan alami
Lampiran 4. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang No.
Lokasi
Nama
Umur
Asal
Pendidikan
Pekerjaan
1
Melayu
Priyono
21-30
Jatim
STM
Mekanik
2
Melayu
Susanto
21-30
Jawa
SD
Supir
3
Melayu
Ari
21-30
Yogyakarta
SLTP
Wiraswasta
4
Mawar
Abidin
31-40
Flores
SLTA
Wiraswasta
5
Mawar
Prasetyo
21-30
Madiun
SMK
Wiraswasta
6
Mawar
Ronal
21-30
Sumut
SLTA
Karyawan
7
Mawar
Adiwanta
21-30
Sumut
SLTA
Karyawan
8
Mawar
Lisna
21-30
Medan
SLTA
Karyawan
9
Mawar
Rizal
21-30
Medan
Diploma
POLRI
10
Mawar
Fahrudin
21-30
Medan
STM
Supir
11
Mawar
Yusup
< 20
Medan
SLTA
Karyawan
12
Mawar
Benny
21-30
Pekanbaru
SLTA
Karyawan
13
Sinam
Khairunas
21-30
Medan
SLTP
Wiraswasta
14
Sinam
Afrizal
21-30
Batam
SLTP
Wiraswasta
15
Sinam
Ahmada
< 20
Pekanbaru
SLTA
Karyawan
16
Sinam
Rudi
21-30
Medan
Diploma
Karyawan
17
Sinam
Idris
> 50
Singapura
Master
Karyawan
18
Sinam
Sap
21-30
Jakarta
PT
Karyawan
19
Sinam
Gussun
31-40
Jakarta
PT
Karyawan
20
Sinam
Tuti
31-40
Jakarta
PT
Karyawan
21
Sinam
Rosmawati
> 50
Singapura
PT
Karyawan
22
Sinam
Sherry
< 20
Singapura
PT
Karyawan
23
Sinam
Lia
21-30
Singapura
PT
Karyawan
24
Sinam
Andrew Han
> 50
Singapura
Master
Sales
25
Melur
Gunawan
> 50
Singapura
PT
Karyawan
26
Melur
Alex
21-30
Batam
SLTA
Wiraswasta
27
Melur
Salman
31-40
Jambi
SLTA
Wiraswasta
28
Melur
Sunarde
31-40
Sumbar
SLTA
Wiraswasta
29
Melur
Rachmat
31-40
Jambi
SLTA
Wiraswasta
30
Melur
Gobel
31-40
Jambi
SLTA
Wiraswasta
31
Melur
Dora
21-30
Medan
SLTA
Wiraswasta