BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia Fakultas MIPA serta Sub. Lab. Kimia Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 hingga Maret 2016.
B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Preparasi sampel Kain hitam, bejana kaca, botol kaca, alumunium foil, blender, rotary evaporator, water bath, dan lemari pendingin. b. Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) Wadah penetas telur Artemia salina, aerator, lampu pijar 40 watt, mikropipet dan mikrotip, botol flakon ukuran 10ml, gelas ukur, gelas beker, vortex mixer, pipet tetes, dan cawan petri. c. Kromatografi Lapis Tipis Kolom chamber, plat silika GF254, lampu UV254 nm, lampu UV366 nm, botol semprot, lemari asam dan penggaris.
15
16
2. Bahan a. Preparasi sampel Buah matang (termasuk daging, kulit dan biji buah) D. longifolia 4 kg, Chloroform for analysis 1,4 liter, Etil Asetat 150 mL, Etanol 150 mL dan akuades. b. Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) Telur A. salina, akuades, garam laut 38 g dalam 1 liter air, fermipan dalam 3 mg/5 ml air laut, dan DMSO 1%. c. Kromatografi Lapis Tipis Fase diam plat silika GF254, fase gerak kloroform : metanol : air (65 : 35 :5), reagen Dragendorf.
C. Cara Kerja 1. Preparasi sampel Bahan utama berupa buah matang D. longifolia termasuk kulit, daging dan biji buah diambil dari wilayah Gunung Lawu. Buah D. longifolia diambil buah masak sejumlah 4 kg. Buah D. longifolia dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran atau debu yang menempel pada buah agar tidak ikut terekstrak. Kemudian, buah dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung menggunakan kain hitam sebagai penutupnya selama 3 hari. Hal ini bertujuan agar kandungan senyawa yang ada di dalam buah tidak rusak akibat paparan sinar radiasi UV yang terlalu tinggi. Selanjutnya buah
17
dikeringkan lagi dengan menggunakan oven pada suhu 50 0C selama 24 jam. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik sehingga mencegah kerusakan sampel dan agar dapat dikemas serta disimpan dalam waktu yang lama, sehingga kualitas bahan tetap terjamin. Selain itu, penggunaan bahan dalam bentuk kering dapat memudahkan masuknya larutan pengekstrak ke dalam sel dan menarik zat aktif yang terkandung di dalamnya secara sempurna (Djajanegara dan Wahyudi, 2009) dan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak jika dibanding dengan bahan yang masih segar (Cuellar et al., 2010). Simplisia (buah yang sudah kering) memiliki ciri-ciri mudah dipatahkan dan berwarna kecoklatan hingga kehitaman. Simplisia diblender hingga berbentuk serbuk. Pembuatan sediaan serbuk ini bertujuan untuk memperluas permukaan buah dan mempermudah penetrasi pelarut ke dalam struktur seluler dari jaringan tanaman, sehingga akan mempermudah melarutnya metabolit sekunder yang ada di dalam buah, sehingga senyawa yang akan diekstrak dapat terambil dengan jumlah yang lebih banyak. Menurut Hargono (1986), serbuk tidak boleh terlalu halus karena akan mempersulit proses penyarian yang sulit dipisahkan, sehingga hasil penyarian akan bercampur dengan butir-butir halus tersebut. Selain itu, serbuk yang terlalu halus mengakibatkan dinding sel simplisia akan pecah sehingga zat yang tidak diinginkan akan ikut ke dalam hasil penyarian dan zat-zat yang mudah menguap akan banyak yang hilang. Maserasi dilakukan selama 3 hari dengan mengganti pelarut baru setiap harinya. Hal ini bertujuan agar kandungan senyawa yang ada di dalam simplisia
18
dapat tersari dengan optimal. Proses maserasi disertai pula dengan pengadukan agar meningkatkan efisiensi metode maserasi karena kejenuhan dapat terjadi apabila tidak ada perbedaan konsentrasi (Cannel, 1998) sehingga kejenuhan pelarut terjadi lebih cepat dan maserat yang diperoleh lebih homogen. Pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah Chloroform for analysis sebanyak 1,2 liter untuk 800 g serbuk simplisia buah D. longifolia. Filtrat yang didapat dari proses maserasi diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50 0C. Jika suhu yang digunakan lebih dari titik didih, dikhawatirkan kandungan senyawa dalam ekstrak akan rusak dan dapat ikut menguap bersama menguapnya pelarut. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 50 0C hingga berbentuk pasta kental.
2. Uji Pendahuluan Uji pendahauluan dilakukan untuk menentukan pelarut optimal yang digunakan dalam uji BST. Pelarut yang digunakan adalah kloroform (pelarut nonpolar), etil asetat (pelarut semipolar), dan etanol (pelarut polar). Masingmasing dilakukan maserasi dengan menggunakan 100 g serbuk simplisia dalam 150 mL pelarut. Maserat yang didapat kemudian dipisahkan antara pelarut dan senyawa bioaktifnya menggunakan rotary evaporator. Hasil optimal yang didapat digunakan untuk menentukan pelarut optimal. Penentuan pelarut optimal juga berdasarkan studi literatur yang menyebutkan bahwa ekstrak kloroform buah D. longifolia bersifat antibakteri (Seal and Chauduri, 2015).
19
3. Uji Toksisitas dengan Metode BST (Meyer et al., 1982) Penetasan telur A. salina dilakukan dalam wadah penetas telur dengan dua bagian ruang bersekat gelap dan terang. Air laut berupa garam Kristal 3,8 % dilarutkan dalam 1000 mL akuades, dimasukkan ke dalam wadah, serta diaerasi menggunakan aerator. Sejumlah telur A. salina dimasukkan ke dalam satu ruang, kemudian ruang ini ditutup dengan alumunium foil. Sisi yang lain dibiarkan terbuka dan diberi penerangan dengan cahaya lampu pijar 40 watt agar suhu penetasan 25-30 0C tetap terjaga. Cahaya lampu tersebut akan menarik A. salina yang telah menetas melalui lubang sekat karena sifatnya yang fototaksis. Telur akan menetas kira-kira setelah 24 jam menjadi larva. Setelah itu, larva ditunggu hingga berumur 48 jam untuk dapat digunakan dalam uji toksisitas (McLaughin, 1991) Larutan uji dibuat larutan stok 1% (10.000 µg/mL) dengan cara melarutkan ekstrak ke dalam kloroform. Kemudian larutan stok 1% tersebut dipipet ke dalam botol flakon sesuai dengan konsentrasi ekstrak. Pembuatan kontrol uji dilakukan dengan memasukkan pelarut saja (kloroform) ke dalam flakon sebanyak 200 µL. Setiap perlakuan dilakukan 5 kali ulangan dengan 3 replikasi. Kemudian flakon yang telah berisi sampel dan kontrol diangin-anginkan hingga kering dan tidak berbau pelarut tinggi. Flakon berisi sampel dan kontrol yang sudah diangin-anginkan, kemudian ditambahkan DMSO sebanyak 50 µL untuk melarutkan sampel. Kemudian ditambah air laut 1 mL dan divortex selama 1 menit. Setelah itu dimasukkan 10 larva A. salina umur 48 jam yang sehat dan bergerak aktif yang
20
dipilih secara acak menggunakan pipet tetes. Satu tetes suspensi ragi fermipan (3 mg/5 mL air laut) ditambahkan ke dalam flakon sebagai makanan larva A. salina dan ditambahkan air laut sampai 5 mL. Setelah itu, flakon diletakkan di bawah lampu penerangan selama 24 jam untuk mengetahui persentase larva A. salina yang mati. Kemudian dibandingkan dengan kontrol dan hasilnya dianalisis untuk menentukan harga LC50. 4. Profil Kromatografi Lapis Tipis Maserat yang diperoleh ditotolkan sebanyak dua kali pada plat silika GF254 berukuran 1 x 10 cm dengan pipa kapiler dengan jarak pengembangan 8 cm. Kolom chamber diisi dengan fase gerak kloroform : metanol : air (65 : 35 : 5) untuk ekstrak buah D. longifolia. Plat silika dimasukkan ke dalam kolom chamber dan dielusi sampai tanda batas akhir. Setelah mencapai tanda batas akhir, plat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Plat diperiksa di bawah lampu UV254 nm dan UV366 nm kemudian dideteksi menggunakan reagen semprot Dragendorf untuk mendeteksi senyawa golongan alkaloid.. Setelah itu dihitung nilai Rf yang dihasilkan untuk mengetahui profil KLT nya. Pemeriksaan alkaloid yang terkandung dalam ekstrak menggunakan reagen Dragendorf. Hasil KLT disemprot dengan reagen Dragendorf dan dikeringkan pada oven pada suhu 600C selama 5 menit. Hasil positif akan memberikan bercak berwarna coklat jingga dengan latar belakang kuning untuk hasil positifnya (Santosa dan Hertiani, 2005).
21
D. Analisis Data Efek toksik ekstrak buah D. longifolia terhadap larva A. salina dianalisis dengan cara menghitung persentase kematian larva uji setelah 24 jam perlakuan, dengan rumus :
Apabila pada kontrol ada yang mati, persen kematian ditetapkan dengan rumus Abbott (Meyer et al., 1982) :
Data persentase kematian larva A. salina digunakan untuk mencari angka probit dengan menggunakan tabel dan dibuat persamaan regresi linier :
dimana y = angka probit dan x = log konsentrasi Apabila diketahui nilai LC50 dari sampel yang diujikan di bawah 1000 µg/mL, maka komponen yang terkandung pada sampel tersebut dapat dinyatakan toksik dan memiliki aktivitas antikanker (Meyer et al., 1982).