BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.81 Dalam pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan, terkadang penyidik mengalami kesulitan menentukan pasal mana yang berlaku terhadap perkara pidana yang sedang diperiksa. Oleh karena itu, penyidik dapat memanggil dan meminta keterangan ahli agar peristiwa pidana yang sedang diperiksa dapat terungkap lebih terang. Keterangan ahli ini diminta oleh penyidik untuk mengambil suatu perimbangan tentang fakta hukum yang sedang disidik dengan 81
Wawancara dengan AIPDA Erman Tanjung, Penyidik Sat I Pidum Dit Reskrim Polda Sumut, pada tanggal 28 April 2009
Universitas Sumatera Utara
keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut sehingga dapat membantu penyidik untuk lebih memastikan pasal yang dikenakan terhadap perkara pidana yang sedang diperiksa. 82 Keterangan ahli juga berfungsi untuk memberi masukan bagi penyidik dalam menempatkan atau memperjelas suatu perkara pidana yang sedang diperiksa ataupun untuk memposisikan fakta perkara itu apakah sudah terpenuhi atau tidak terhadap pasal-pasal yang dikenakan bagi tersangka. 83 Pemeriksaan keterangan ahli hanya apabila penyidik menganggap perlu, terutama terhadap orang-orang yang memiliki keahlian khusus, dengan maksud agar peristiwa tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikan semakin terang. Jadi, peranan keterangan ahli dalam proses pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan adalah mambuat terangnya suatu tindak pidana yang terjadi. 84 Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 120 KUHAP yang berbunyi : (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. (2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaikbaiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta. Adapun alasan perlunya keterangan ahli di tingkat penyidikan yaitu : 85 a. Dari segi formil Keterangan ahli diperlukan di tingkat penyidikan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 184 KUHAP, karena tidak jarang penyidik
82
Wawancara dengan BRIPKA Luth Jhonson, SH, Penyidik pada Reserse Kriminal, pada tanggal 10 Maret 2009 di Reskrim Poltabes Medan 83 Wawancara dengan Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M. Hum, seorang ahli hukum pidana 84 Wawancara dengan AIPDA Erman Tanjung, Loc.cit., 85 Wawancara dengan AIPTU Arus Ginting, Penyidik Sat I Pidum Dit Reskrim Polda Sumut, pada tanggal 28 April 2009
Universitas Sumatera Utara
mengalami keraguan mengenai fakta-fakta hukum yang ditemukan pada saat pemeriksaan perkara pidana. Atau dengan kata lain untuk mendukung alat bukti yang sudah ada. b. Dari segi materil Perlunya keterangan ahli di tingkat penyidikan dari segi materil adalah untuk memastikan pasal yang dipersangkakan atau memastikan fakta-fakta yang terdapat
dalam
rangkaian
proses
penyidikan
terhadap
pasal
yang
dipersangkakan. Dalam pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan tidak semua kasus atau perkara memerlukan keterangan ahli. Pada umumnya perkara pidana yang memerlukan keterangan ahli yaitu dalam perkara pidana lex specialis, dimana dalam hal ini penyidik menggunakan undang-undang yang terdapat di luar KUHP, misalnya tindak pidana perbankan, tindak pidana money laundry, cybercrime. Keterangan ahli juga diperlukan dalam tindak pidana umum misalnya pemalsuan surat atau dokumen atau sertifikasi. 86 Pemeriksaan keterangan ahli di tingkat penyidikan dapat dilakukan dengan dua cara yang telah ditentukan dalam undang-undang, yaitu : 87 a. Keterangan langsung di hadapan penyidik Dalam hal ini ahli dipanggil menghadap penyidik untuk memberi keterangan langsung di hadapan pemeriksaan penyidik, sesuai dengan keahlian khusus yang dimilikinya. Hal ini berarti keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, karena keterangan saksi berupa apa yang ia lihat, ia dengar, atau 86
Wawancara dengan BRIPKA Luth Jhonson, Loc cit., M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP bidang Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 146 87
Universitas Sumatera Utara
ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya. Sedangkan sifat keterangan ahli semata-mata didasarkan pada pengetahuan yang khusus dimiliki sesuai dengan bidang keahliannya. Pemeriksaan keterangan ahli didahului dengan mengucapkan sumpah atau janji. Mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dilakukan di muka penyidik yang berisi bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Ahli dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta apabila harkat martabat, pekerjaanya atau jabatannya mewajibkannya menyimpan rahasia. 88 b. Bentuk Keterangan Tertulis Keterangan tertulis ini diatur dalam Pasal 133 KUHAP yang menentukan bahwa pendapat ahli yang dimintakan penyidik dituangkan dalam bentuk tertulis. Keterangan bentuk tertulis dari seorang ahli inilah yang lazim disebut dalam praktek hukum visum et repertum. Adapaun tata cara yang ditempuh penyidik untuk mendapatkan keterangan tertulis dari seorang ahli seperti yang diatur dalam Pasal 133 KUHAP yaitu : 89 1. Dalam hal penyidikan mengenai seorang korban luka, keracunan, ataupun kematian yang diduga sebagai akibat dari suatu peristiwa pidana maka demi untuk kepentungan peradilan, penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan tertulis kepada ahli. 2. Pengajuan permintaan dimaksud diajukan kepada ahli kedokteran kehakiman, atau dokter, dan atau ahli lainnya. 88
Wawancara dengan BRIPKA Diana R. Hutasoit, Penyidik Pembantu Dit Reskrim Polda Sumut, pada tanggal 28 April 2009 89 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 147
Universitas Sumatera Utara
3. Cara meminta keterangan kepada ahli dilakukan dengan tertulis. Dalam surat permintaan keterangan, penyidik menyebut dengan tegas pemeriksaan apa yang dikehendaki penyidik kepada ahli. Berdasarkan permintaan itu maka ahli melakukan pemeriksaan. Penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada ahli dimana dalam permintaan tersebut penyidik menyebutkan dengan jelas pemeriksaan apa yang dikehendaki penyidik kepada ahli. Surat permintaan penyidik tersebut diberikan kepada lembaga institusi tempat ahli tersebut bekerja. Artinya surat permintaan tersebut tidak dapat diberikan secara personal langsung kepada ahli yang ditunjuk, sehingga nilai keahlian yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Kemudian pendapat ahli yang dimintakan penyidik tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis, misalnya dalam visum et repertum.
90
Ketika seorang ahli diminta untuk memberikan keterangan dalam tahap penyidikan, biasanya ahli membuat laporan dalam bentuk pendapat hukum (legal opinion) dan kemudian dituangkan dalam format Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam surat permintaan, ada yang sudah menyertakan kronologis perkara dan daftar pertanyaan, ada yang hanya daftar pertanyaan, dan bahkan ada yang hanya mengajukan berkas yang mana ahli harus mempelajari sendiri, menyusun daftar pertanyaan, dan memberikan jawaban dalam pendapat hukum. Kemudian, ada yang melampirkan legal opinion itu dalam lampiran dakwaan dan ada juga yang tidak. 91
90 91
Wawancara dengan BRIPKA Luth Jhonson, Loc.cit., Wawancara dengan AIPDA Erman Tanjung, Loc.cit.,
Universitas Sumatera Utara
B. Hambatan Yang Dihadapi Penyidik Dalam Memperoleh Keterangan Ahli Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di tingkat penyidikan, tidak jarang penyidik menghadapi hambatan ataupun kendala terutama dalam hal memperoleh keterangan ahli guna membantu penyidik mengungkap suatu perkara pidana. Hambatan yang sering dihadapi penyidik adalah hambatan dari segi kemampuan aparat kepolisian, yaitu dalam hal memahami keterangan yang diberikan oleh seorang ahli. Hal disebabkan karena terkadang tidak selamanya ahli dalam 1 bidang yang sama memberikan keterangan yang sama pula terhadap suatu perkara pidana yang sama. Dengan demikian, penyidik tidak dapat hanya berpatokan pada 1 keterangan ahli saja, karena dapat saja penyidik meminta lebih dari 1 ahli untuk memberikan keterangan terhadap 1 perkara pidana. 92 Hambatan lainnya yang dihadapi oleh penyidik adalah hambatan dari segi budaya hukum masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat pada umumnya belum dapat menerima adanya keterangan ahli dalam perkara, disebabkan oleh ketidakwajiban masyarakat mengetahui tentang keterangan ahli tersebut. Ketidakwajiban dan ketidaktahuan masyarakat inilah yang membuat sebagian masyarakat tidak mengetahui apa sebenarnya fungsi ataupun kegunaan dari keterangan ahli itu. Masyarakat menganggap bahwa keterangan ahli itu hanya akan dapat memberatkan atau lebih menyudutkan pelaku tindak pidana sehingga akan membuat si tersangka dikenakan pasal yang lebih berat. 93
92 93
Wawancara dengan BRIPKA Luth Jhonson, Loc.cit., Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Anggapan dari masyarakat ini tentunya tidak benar dan sangat merugikan masyarakat sendiri karena keterangan ahli ini sangat membantu penyidik dalam mengungkap suatu perkara pidana.
C. Upaya-upaya Yang Dilakukan Penyidik Dalam Menyelesaikan Hambatan Yang Dihadapi Untuk Memperoleh Keterangan Ahli Dalam menghadapi hambatan-hambatan yang dijumpai penyidik dalam memperoleh keterangan ahli tersebut di atas, tentunya ada upaya-upaya yang dilakukan oleh penyidik untuk mengatasi hambatan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan penyidik dalam mengatasi hambatan dari segi kemampuan aparat kepolisian yaitu dengan lebih mengamati dan mencermati setiap keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut. Sehingga keterangan yang diberikan oleh ahli itu benar-benar dapat membantu penyidik dalam memperjelas suatu perkara pidana yang sedang diperiksa. Dan tidak segan-segan untuk meminta keterangan ahli tersebut kembali apabila penyidik belum memahami keterangan ahli tersebut. 94 Sedangkan upaya yang dilakukan penyidik dalam mengatasi hambatan dari segi budaya hukum masyarakat yaitu dengan memberikan keterangan ataupun penjelasan kepada pihak-pihak yang berperkara baik terhadap korban maupun pelaku tindak pidana mengenai perlu adanya keterangan ahli dalam kasus yang sedang diperiksa oleh penyidik. 95
94 95
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
D. Contoh Kasus Tanggapan yang akan diberikan Penulis terhadap contoh kasus yang dititikberatkan pada analisa yuridis kejadian perkara berdasarkan BERITA ACARA PEMERIKSAAN AHLI Poltabes Medan, dimana pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 266 jo Pasal 263 dan Pasal 335 KUHP yaitu dengan dugaan perkara tindak pidana “Menempatkan Keterangan Palsu dalam Akte Autentik atau Pemalsuan Surat dan Membuat Perasaan Tidak Menyenangkan”, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Terhadap Pasal 266 jo Pasal 263 KUHP Dalam hal ini, penyidik meminta keterangan seorang ahli untuk menanyakan apakah Akte Perdamaian (dading) dapat digugurkan dengan sendirinya dari hasil Notulensi Rapat. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ahli pidana menyatakan bahwa diduga pada kasus ini telah terjadi Tindak Pidana Pemalsuan Surat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan pertimbangan bahwa semua unsur-unsur dalam pasal ini sudah terpenuhi, yaitu : a. Unsur Objektif 1) Perbuatan, yaitu: a) membuat palsu, atau b) memalsukan Pada kasus ini diduga telah terjadi perbuatan memalsukan surat, yaitu awalnya sudah ada sepucuk surat (Akte No.68 tanggal 20 Februari 2006) yang kemudian dibatalkan dengan adanya Notulensi Rapat tanggal 28
Universitas Sumatera Utara
Agustus 2006. Sedangkan Notulensi Rapat ini tidak dapat membatalkan Akte No.68 tanggal 20 Februari 2006. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Notulensi Rapat tanggal 28 Agustus 2006 merupakan Surat Palsu yang tergolong dalam pemalsuan secara intelektual yaitu membuat sebuah surat yang isinya bertentangan dengan kenyataan sehingga bertentangan dengan kebenaran. 2) Objeknya adalah surat a) yang dapat menimbulkan sesuatu hak b) yang menimbulkan sesuatu perikatan c) yang menimbulkan sesuatu pembebasan hutang d) yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal Pada kasus ini, maka Surat Notulensi Rapat tanggal 28 Agustus 2006 dijadikan bukti oleh pihak terlapor untuk membatalkan Akte No.68 tanggal 20 Februari 2006 dan menguasai management perkebunan yang selama ini dikelola oleh pelapor. 3) Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut Pemakaian surat berupa Notulensi Rapat tanggal 28 Agustus 2006 menghilangkan hak pengelolaan management perkebunan kelapa sawit Usaha Baru yang selama ini dikelola oleh pelapor. Dengan demikian pelapor merasa dirugikan. Kata “dapat” yang dicantumkan pada rumusan unsur di atas bermakna bahwa adanya kerugian itu tidak perlu dibiktikan secara nyata, kemungkinan atau potensi saja akan adanya kerugian sudah cukup memenuhi unsur ini. Dalam hukum pidana
Universitas Sumatera Utara
unsur ini mengandung delik formil, yaitu suatu delik yang tidak mensyaratkan adanya akibat dari tindak pidana sebagai syarat pembuktian. Cakupan kerugian ini tidak hanya kerugian materil semata, dapat juga kerugian moril, berupa kehormatan dan perasaan keadilan masyarakat. b. Unsur Subjektif “Dengan maksud” untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. 2. Terhadap Pasal 335 KUHAP Dalam hal pasal ini, penyidik juga meminta keterangan ahli untuk menanyakan pengertian hukum dan arti harfiah dari Pasal 335 ayat (1) KUHP. Dan apakah terlapor dapat dikenakan pasal ini terhadap kasus pemberitaan di media massa. Berdasarkan hal ini, ahli tersebut menjelaskan bahwa jenis tindak pidana yang diatur dalam Pasal 335 KUHP ini mengatur suatu perbuatan yang ditujukan terhadap kebebasan seseorang dalam bertindak, bukan perampasan kemerdekaan seseorang. Oleh karena itu, tindak pidana pada Pasal 335 KUHP ini disebut juga tindak pidana terhadap kemerdekaan bertindak. Namun sebagian orang menganggapnya sebagai tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan. Dilihat dari sudut pandang korban, kejahatan dalam Pasal 335 KUHP ini dikatakan sudah sempurna terjadi apabila objek sudah merasa terpaksa melakukan yang dipaksakan oleh si pelaku. Jadi tidak harus menunggu sudah selesai dilakukan apa yang dikehendaki oleh si pelaku. Dilihat dari sudut pandang si pelaku, kejahatan dalam Pasal 335 KUHP sudah
Universitas Sumatera Utara
terpenuhi apabila si pelaku telah melakukan pemaksaan dengan suatu ancaman kekerasan sebelum si objek tergerak untuk melakukan atau menolak melakukan. Pada saat ynag demikian telah terjadi percobaan untuk melakukan kejahatan ini. Adapun unsur-unsur dari Pasal 335 ayat (1) ke-1 adalah: a. Barang siapa; b. Melawan hukum; c. Memaksa orang lain supaya; 1) melakukan 2) tidak melakukan (membiarkan sesuatu) d. Dengan memakai; 1) kekerasan 2) sesuatu perbuatan lain 3) perlakuan yang tidak menyenangkan e. Atau dengan memakai ancaman; 1) kekerasan 2) sesuatu perbuatan lain 3) perlakuan yang tidak menyenangkan f. Terhadap orang itu sendiri atau orang lain Dengan demikian, menurut keterangan ahli unsur Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tidak dapat dipersangkakan dalam kasus pemberitaan di sebuah media massa dalam perkara ini. Jika dilihat secara seksama uraian contoh kasus dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli Poltabes Medan tersebut, maka Penulis dapat menyimpulkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa penyidik dalam pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan sering kali meminta keterangan seorang ahli. Hal ini disebabkan karena memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keterangan ahli ini sangat membantu penyidik untuk memberi masukan dalam memperjelas perkara pidana yang sedang diperiksa. Dalam contoh kasus ini, terlihat jelas bahwa penyidik meminta keterangan ahli untuk memastikan pasal yang dipersangkakan terhadap tersangka yaitu Pasal 266 jo Pasal 263 KUHP dan Pasal 335 KUHP. Hal ini bertujuan untuk mengambil perimbangan tentang fakta hukum yang sedang disidik dengan keterangan yang akan diberikan oleh ahli tersebut. Di sini, ahli menyatakan bahwa pada kasus ini diduga telah terjadi tindak pidana Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. Sedangkan Pasal 335 KUHP tentang tindak pidana Membuat Perasaan Tidak Menyenangkan, menurut keterangan ahli tidak dapat dipersangkakan terhadap si tersangka. Sedangkan penyidik memasukkan Pasal 335 KUHP ini sebagai pasal yang dipersangkakan bagi tersangka. Di sini terdapat perbedaan mengenai pasal yang dipersangkakan antara penyidik
dengan
keterangan
ahli
tersebut.
Dimana
penyidik
langsung
mempersangkakan 2 pasal sekaligus yaitu Pasal 263 jo Pasal 266 KUHP sedangkan ahli hanya memakai 1 pasal saja yaitu Pasal 263 ayat (1) KUHP saja. Walaupun demikian, penyidik tidak berhak untuk menggugurkan atau memilihmilih keterangan ahli tersebut. Namun penyidik wajib memasukkan semua hasil pemeriksaan ahli ke dalam Berita Acara Pemeriksaan. Karena yang berhak untuk menggugurkan ataupun memilih-milih keterangan ahli tersebut hanyalah hakim.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan terhadap permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akhirnya sampai pada suatu kesimpulan dari pembahasan. Kesimpulan tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam poin-poin sebagai berikut : 1. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Peranan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pidana dapat dilihat pengaturannya dari 2 jenis ketentuan undang-undang yaitu menurut HIR (Herziene Inlands Reglement) dan menurut KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dalam HIR, keterangan ahli tidak termasuk alat bukti dalam pembuktian perkara pidana. HIR tidak memandang keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, tetapi menganggapnya sebagai keterangan keahlian yang dapat dijadikan hakim menjadi pendapatnya sendiri, jika hakim menilai keterangan ahli tersebut dapat diterima. Dalam HIR keterangan ahli tidak secara tegas dicantumkan sebagai alat bukti yang sah. Keterangan ahli tersebut hanya disebutkan dan tersisip di dalam Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 83b, Pasal 286, Pasal 287 dan Pasal 306 HIR.
Universitas Sumatera Utara
Namun semenjak berlakunya KUHAP pada tahun 1981 yang mencabut HIR, maka ketentuan perihal macam-macam alat bukti yang sah tentang pembuktian dalam proses pembuktian di sidang pengadilan menjadi lebih lengkap, yaitu dengan dimasukannya secara tegas keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah di dalam Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP. Keterangan ahli merupakan hal yang baru dan merupakan suatu kemajuan dalam pembaharuan hukum acara pidana Indonesia. Alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Keterangan ahli mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas artinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak ada keharusan bagi hakim untuk harus menerima kebenaran keterangan ahli yang dimaksud. 2. Dasar hukum bagi pemeriksaan keterangan ahli dalam tingkat penyidikan jelas terlihat dalam Pasal 120 KUHAP. Dimana penyidik dapat meminta pendapat seorang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara di tingkat penyidikan. Namun dalam memperoleh keterangan ahli tersebut terkadang penyidik menemui berbagai hambatan.seperti hambatan yang datang dari kemampuan si penyidik. Dalam hal ini, penyidik mengalami kesulitan untuk memahami keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut. Problema dasarnya adalah tidak selamanya keterangan ahli dalam 1 bidang yang sama, memberikan pendapat yang sama pula. Sedangkan hambatan lainnya datang dari segi budaya hukum masyarakat. Dimana masyarakat pada umumnya belum dapat menerima adanya keterangan ahli dalam perkara, hal ini
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh ketidakwajiban masyarakat mengetahui tentang keterangan ahli tersebut. Adapun upaya yang dilakukan penyidik untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam memperoleh keterangan ahli, yaitu penyidik dapat lebih mengamati dan mencermati lagi setiap keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut. Sehingga keterangan ahli itu benar-benar dapat membantu penyidik dalam memperjelas suatu perkara pidana yang sedang diperiksa. Sedangkan hambatan dari segi budaya hukum masyarakat, upaya yang dilakukan penyidik adalah dengan memberikan keterangan ataupun penjelasan kepada pihak-pihak yang berperkara, perlunya ada keterangan ahli dalam perkara pidana yang sedang diperiksa.
B. Saran 1. Hakim hendaknya lebih arif menilai bukti-bukti yang diajukan dalam suatu perkara pidana agar tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran yang materil itu, benar-benar dapat tercapai. 2. Penyidik seharusnya dapat semakin cepat dalam melakukan pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan. Dengan tercapainya hal tersebut, maka berkas-berkas perkara yang ada di tingkat penyidikan tidak menumpuk dan perkara pidana tersebut dapat segera disidangkan untuk memberikan sanksi kepada pelaku tindak pidana tersebut.
Universitas Sumatera Utara