BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi dua hal sebagaimana judul bab ini. Pertama akan dikemukakan hasil penelitian dan yang kedua adalah analisis. Bagian pertama dari bab ini akan menggambarkan hasil penelitian dari Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 599K/Pid.Sus/2011 junto Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 47PK/Pid.Sus/2012, dimana di dalam putusan ini akan membahas mengenai kasus pembelian condensate yang dilakukan oleh PT. SPI kepada Grains and Industrial Product sepanjang yang berkenaan dengan pembayaran secara kredit dalam perdagangan internasional yang menjadi objek dari analisis skripsi ini. Selanjutnya, di bagian kedua akan dikemukakan analisis terhadap hasil penelitian. Adapun tujuan dari pemaparan ini adalah dalam rangka tindak lanjut, usaha untuk menjawab perumusan permasalahan sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab I.
41
1.1
Hasil Penelitian Adapun hasil penelitian dari skripsi ini jika digambarkan sebagai berikut :
Sengketa yang bermula dari adanya pengajuan, Surat Permohonan Fasilitas Usance L/C yang diajukan oleh PT. Selalang Prima Internasional kepada Bank Century pada tanggal 29 Oktober 2007. Fasilitas Usance L/C ini digunakan untuk keperluan pembelian condensate dari Grains and Industrial Product seharga USD 22,500,000.00. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa condensate ini merupakan produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan baku plastik dan bahan baku lainnya. Dan dalam pembukaan fasilitas usance L/C ini ditentukan margin sebesar 20%, yang berarti hanya senilai USD 4,500,000.00 (yang ditanda tangani oleh Franky Ongkowardojo selaku Direktur dari PT. SPI). Kemudian di tanggal yang sama Surat Permohonan Fasilitas Usance L/C ini dikeluarkan atas informasi dan instruksi yang diberikan Robert Tantular (selaku Direktur Utama yang merangkap sebagai Direktur Kredit Bank Century) kepada Linda Wangsa (yang merupakan pimpinan kantor pusat operasi Bank Century Cabang Senayan).
Instruksi
tersebut
berupa perintah pembukaan Surat
Permohonan Fasilitas Usance L/C, yang mana sebelum melaksanakan instruksi
42
tersebut Linda Wangsa menanyakan kepada Robert Tantular mengenai perlunya analisis data-data dari calon importir (dalam hal ini adalah PT.SPI) terlebih dahulu, namun Robert Tantular tetap memerintahkan untuk tetap segera diproses. Apa
yang
diinstruksikan
oleh
Robert
Tantular
tidak
langsung
ditindaklanjuti oleh Linda Wangsa, akan tetapi Linda Wangsa menghubungi dan menginformasikan terlebih dahulu kepada Hermanusa Hasan (yang juga merupakan Direktur Utama merangkap sebagai Direktur Kredit Bank Century) mengenai instruksi yang diberikan oleh Robert Tantular. Linda Wangsa menjelaskan bahwa instruksi ini memiliki kekurangan dan kelemahan-kelemahan, yaitu berupa tidak adanya data-data apapun dari calon importir, margin deposito hanya 20% dari fasilitas L/C yang dimohonkan sehingga tidak mengcover seluruh jumlah fasilitas kredit yang diajukan oleh calon importir, dan cabang tidak pernah mengenal calon debiturnya. Namun oleh Hermanusa Hasan tetap diinstruksikan agar tetap dijalankan, dengan terlebih dahulu membuat Formulir Persetujuan Kredit (FPK) sedangkan untuk Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan data-data lainnya menyusul. Kemudian di hari yang sama Linda Wangsa meminta kepada Hofi (selaku Kabag Acount Oficer) untuk membuat formulir persetujuan kredit (FPK), dengan nomor FPK 146/B-LC/SPI/KPOIX107 tanggal 29 Oktober 2007 (formulir tersebut dikeluarkan tanpa ada kelengkapan dokumen administrasi dan survey terlebih dahulu dan tanpa adanya memorandum analisa kredit). Dalam catatan/buku ekspedisi pengantar dokumen milik Kantor Pusat Operasional Senayan menunjukkan, bahwa dokumen memori analisa kredit baru disampaikan setelah
43
fasilitas L/C dicairkan (dokumen memori analisa kredit dibuat belakangan (back date)). Tanggal 19 November 2007 Surat Penegasan Kredit (SPK) no.271/PNGKRIB/KPOIXI 107 dibuat. Surat penegasan kredit ini berisi persetujuan bank untuk memberikan fasilitas L/C sebesar USD22,500,000.00 kepada debitur (PT.SPI). Berdasarkan Formulir Persetujuan Kredit (FPK) No. FPK:146/8 LC/SPIIKPOIX107 tanggal 27 Oktober 2007 dan Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Kredit tgl 19 November 2007 menyatakan bahwa salah satu syarat pemberian L/C mewajibkan PT.SPI (PT. Selalang Prima Internasional) memberikan jaminan deposito sebesar USD 4,500,000.00 yang harus diblokir, diikat secara gadai dan adanya kuasa pencairan. Pada tanggal 22 November 2007, dilaksanakan penandatanganan Akta Perjanjian Pemberian Fasilitas Usance L/C No.146, yang dibuat dihadapan saksi Buntario Tigris ,SH ,SE ,MH Notaris di Jakarta, yang merupakan perjanjian antara PT. Selalang Prima Internasional dengan Bank Century atas penyediaan fasilitas usance L/C sebesar USD 22,500,000.00. Dan ditanggal yang sama dilakukan pula penyerahan gadai atas deposito berjangka sebesar USD 4,500,000.00 juta No VB.022598. Penyerahan gadai ini merupakan setoran jaminan sebesar 20% dari total plafon usance L/C sebesar USD 22,500,000.00, yang ditandatangani oleh terdakwa I Franky Ongkowardojo selaku Direktur Utama PT. Selalang Prima Internasional dan terdakwa II Muhammad Misbkhun selaku Komisaris PT. Selalang Prima Intenasional, dan dari pihak Bank Century ditandatangani oleh Arga Tirta Kirana selaku Kepala Divisi Legal Coorporate Bank Century dan Linda
44
Wangsa selaku Pimpinan Kantor Pusat Operasi. Yang diikuti dengan penyerahan Surat Kuasa dari PT. SPI (PT. Selalang Prima Internasional) kepada Bank Century untuk memperpanjang jangka waktu bilyet deposito No.VB.022598 sebesar USD 4,500,000.00. Surat kuasa ini dibuat guna menagih, mengambil, dan menerima pembayaran bunga dari uang pokok yang tertera pada deposito berjangka tersebut pada waktunya, dan meminta pembayaran uang pokok dari deposito berjangka tersebut sebelum jatuh tempo, yang ditandatangani oleh Franky Ongkowadojo (terdakwa I) dan Muhammad Misbakum (terdakwa II). Pada tanggal 23 November 2007, Direktur PT.SPI (buyer) menandatangani kontrak perdagangan (sales contract) dengan Grains and Industrial Product (seller) No. GRIP S07-4955-1807, dan pada saat penandatanganan kontrak perdagangan tersebut para pihak (PT.SPI dan Grains and Industrial Product) memang tidak saling bertemu. Namun, berdasarkan dokumen Bill of Lading tanggal 25 oktober 2007 tidak terdapat identitas PT.SPI yang ada justru PT.Trans and Pasific Petrochemical Indotama (notify party), sehingga tidak terkait dengan L/C yang dibuka oleh PT.SPI. Sekalipun permohonan fasilitas usance L/C ini mengalami kejanggalan namun, pada tanggal 27 November 2007 tetap dilakukan pembukaan depsito No. VB.022598 sebesar USD 4,500,000.00, yang ditadatangani oleh pejabat Bank Century. Pembukaan deposito dilakukan setelah adanya pendebetan dana dari rekening PT.SPI di Bank Century. Setelah deposito tersebut dilakukan, selanjutnya oleh petugas bagian deposito diserahkan kepada Bagian Kredit cabang KPO untuk kelengkapan persyaratan jaminan PT SPI, dan filenya disatukan dengan surat
45
Gadai dan Surat kuasa untuk mencairkan Deposito. Memo dari bagian kredit cabang KPO kepada bagian Deposito No LCSNY/KPOI SPI IXI I 07 tanggal 27 November 2007, yang menyatakan deposito No VB.022598 diblokir karena menjadi jaminan UC yang di tanda tangani oleh Pimpinan KPO Linda Wangsa dan Kabag Exim Nofi. Pada tanggal 29 November 2007, sesuai dengan Surat akseptasi yang di lakukan oleh Bank Century kepada National Commercial Bank, Jeddah maka pihak beneficiary yaitu Grains and Industrial Products, Singapore dapat melakukan diskonto wesel untuk mendapatkan pembayaran dari negotiating bank. Dengan adanya surat tersebut maka pihak penjual dapat melakukan penarikan dana sebanyak USD 22,500,000.00 . Dengan melihat kasus tersebut maka pertimbangan berupa bukti/pencairan gadai deposito nomor: VB.022598 atas nama PT. SPI sebesar US$ 4,5 juta tanggal 19 November 2008 yang dilakukan oleh Bank Century menunjukkan, bahwa gadai deposito yang menjadi obyek masalah, baru efektif tanggal 27 Desember 2007. Dengan bukti baru tersebut, menunjukkan bahwa surat gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito yang ditandatangani oleh para pemohon peninjauan kembali/para terpidana tidak palsu. Jika surat tersebut dianggap sebagai surat palsu maka surat tersebut sesuai hukum mengandung cacat hukum sehingga tidak mempunyai nilai dalam sebuah perikatan atau persetujuan. Namun fakta hukum berdasarkan bukti tersebut menunjukkan bahwa “surat tersebut adalah benar” dan mempunyai
nilai
dalam
perikatan
atau
persetujuan.
Jika
judex
facti
mempermasalahkan para pemohon peninjauan kembali/para terpidana dengan tuduhan telah “membuat surat palsu”, maka surat yang ditandatangani para
46
pemohon peninjauan kembali /para terpidana seharusnya mengandung unsur ketidak benaran sehingga tidak dapat digunakan sebagai peruntukannya, namun hukum telah membuktikan surat tersebut telah dipergunakan oleh pihak yang membuat dan meminta surat tersebut sesuai peruntukan dan fungsinya dengan cara telah dicairkan deposito milik para terpidana. Selain itu sesuai dengan ketentuan hukum, jika sebuah persetujuan atau perikatan mengandung unsur ketidakbenaran, maka persetujuan tersebut berakibat batal demi hukum atau dapat dibatalkan, namun dalam perkara ini perjanjian gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito oleh judex facti dan judex juris, tidak pernah dibatalkan dan atau dinyatakan batal demi hukum sehingga berdasarkan hal tersebut, surat tersebut tetap berlaku dan dipergunakan oleh pihak yang menerima surat tersebut. Menurut pendapat para ahli, judex facti (Pengadilan Negeri) membuat kesimpulan pertimbangan hukum sebagai berikut : 1. PT. SPI yang didirikan pada tahun 1999, berdasarkan Akta Pendirian Nomor : 3 tanggal 2 November 1999, bergerak di bidang Perdagangan Umum. 2. PT. SPI gagal mengupayakan pendanaan dari transaksi commercialnya sehingga pada tanggal 24 November 2008 PT.SPI mengajukan permohonan kepada Bank Century untuk rescheduling (penjadwalan ulang) fasilitas L/C. 3. Proses restruksi L/C PT.SPI dimulai tanggal 14 November 2008. 4. Permohonan restrukturisasi PT.SPI disetujui oleh Bank Mutiara melalui penawaran pada tanggal 29 November 2009, dan penandatanganan akta
47
perjanjian kredit restrukturisasi No.3 Tahun 4 dilakukan pada tanggal 6 November 2009. 5. Pada saat itu PT.SPI sebagai debitur lancar dengan peringkat kolektibilitas 2, artinya PT.SPI masih mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi kondisinya sudah tidak macet. Dari apa yang telah ditemukan itulah maka judex facti membuat kesimpulan fakta hukum, berupa judex facti sependapat bahwa, Perjanjian Kredit (pemberikan fasilitas L/C), Perjanjian Gadai Deposito maupun Perjanjian Pemberikan Kuasa (Kuasa Pencairan Deposito) adalah benar masuk dalam ranah hukum perdata. Sehingga hubungan yang timbul dari perjanjian-perjanjian tersebut merupakan hubungan hukum keperdataan. Namun yang menjadi permasalahan dalam perkara ini bukan soal perjanjian kreditnya, bukan soal kredit macet atau gagal bayar, dan bukan soal perjanjian jaminan (Gadai Deposito) antara kreditur dan debitur, dan bukan soal prestasi atau wanprestasi, melainkan soal pemberian keterangan yang diduga tidak benar atau palsu dalam surat gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito. Jika judex facti menganggap dalam perjanjian gadai deposito terdapat keterangan yang tidak benar atau palsu, maka yang semestinya keberatan dan dirugikan adalah pihak yang menerima penyerahan gadai tersebut, in cassu Bank Century. Selain itu jika sebuah surat mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu maka surat tersebut tidak mempunyai nilai sebagaimana fungsi dan peruntukannya.
48
Dalam kasus ini, judex facti tidak memperhatikan isi dari Akta No.6 yang dibuat dihadapan Buntario Tigis, Sh.MH, yang jika dikaitkan dengan tuduhan dalam perkara ini, dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut: 1. Surat Perjanjian Penyerahan Gadai Deposito dan Surat Kuasa Pencairan yang ditandatangani tanggal 22 November 2007 adalah merupakan Perjanjian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini ; 2. Perjanjian Deposito ditandatangani tanggal 22 November 2007 namun Depositonya baru efektif tanggal 27 November 2007, hal ini tidak termasuk memberikan keterangan yang tidak benar, karena faktanya Bank Century tidak pernah memutuskan Perjanjian Pemberian Fasilitas L/C kepada PT. SPI ; 3. Kesepakatan atau persetujuan yang tidak dituangkan dalam Perjanjian adalah tentang Penyerahan Gadai Deposito tersebut pada tanggal 22 November 2007 namun efektifnya Deposito tersebut pada tanggal 27 November 2007 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Induk. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut adalah nyata bahwa ditandatanganinya surat perjanjian gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito tersebut pada tanggal 22 November 2007 dan berlaku efektif tanggal 27 November 2007 telah sesuai dengan dan diatur dalam Akta Nomor : 146 yang dibuat di hadapan Buntario Tigris, SH.MH. ; bahwa Akta No.146 tersebut adalah merupakan Akta Otentik dan Akta tersebut tidak pernah dibatalkan. Dengan demikian bagaimana mungkin yang menjadi pertimbangan hanya berdasarkan fakta hukum yang terungkap. Dimana hanya menganggap bahwa surat gadai deposito dan surat kuasa pencairan deposito seolah-olah berdiri sendiri, dan
49
tidak terdapat dalam perjanjian gadai deposito serta tidak ada hubunganya dengan perjanjian kredit L/C. Padahal secara nyata pemberian keterangan tersebut terdapat dalam perjanjian penyerahan gadai deposito. Dengan
demikian alasan dilakukannya Peninjauan Kembali yang
dilaksanakan berdasarkan atas adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan putusan judex facti yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung adalah, adanya peryataan yang menyatakan bahwa, pemberian keterangan yang diduga tidak benar/palsu dalam hal ini surat gadai dan surat kuasa pencairan deposito yang menimbulkan kerugian pada Bank Century, kredit macet atau berpengaruh pada likuiditas Bank. Keberatan tersebut dapat diterima dan dibenarkan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: perjanjian penyerahan gadai dan surat kuasa pencairan deposito tanggal 22 November 2007 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian induk pemberian fasilitas LC berdasarkan Akta No.146 yang dibuat di hadapan Notaris Buntario Trigris, SH.SE.MH., yang dalam Pasal 2 menyatakan Bank berhak sewaktu-waktu memutus Perjanjian ini seketika dan sekaligus terhadap seluruh hutang Debitur dalam hal antara lain adanya ketidakbenaran pernyataan, surat, keterangan atau dokumen. Dengan adanya klausul perjanjian ini menguatkan pertimbangan judex facti bahwa essensi perbuatan para peninjauan kembali/para terpidana terletak dalam ranah hukum perdata.
50
1.2
Analisis Pada bagian ini akan menganalisa dan menjawab rumusan masalah yang
sebelumnya telah dirumuskan pada Bab I yaitu kredit dalam perdagangan internasional. Dalam hukum Indonesia pengaturan mengenai L/C dapat kita lihat pada Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982, Peraturan BI No.5/11/PBI/2003 tanggal 23 Juni, Surat Edaran BI No.26/34.ULN tanggal 17 Desember 1993, Surat Keputusan Direksi BINo.23/88/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1992dan Surat Edaran BI No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991, Keputusan Presiden No.24 Tahun 1998, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.29/33/KEP/DIR/1996
tentang
Pelaksanaan Pembayaran
Transaksi Impor. Dan dalam hukum Internasional pengaturan yang berlaku adalah UCP. Ada berbagai macam jenis L/C yang dapat digunakan dalam perdagangan export-import, namun pada kasus ini L/C yang digunakan adalah Usance L/C. Dalam proses pembukaan L/C terdapat beberapa pihak sehingga sebuah L/C dapat diterbitkan. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pertama importir, importir disini sebagai pihak yang membuka L/C, kedua exportir, exportir ini sebagai pihak yang oleh karenanya L/C ini dibuka. Ketiga issuing bank, sebagai pihak yang membuka L/C, bertanggung jawab membayar sejumlah uang kepada exportir
sesuai
dengan
yang
telah
diperjanjikan
dalam
L/C,
serta
menginformasikan kepada advising bank bahwa ada L/C yang dibuka atas nama exportir, dan keempat adalah advising bank, advising bank disini sebagai pihak yang akan memberitahukan kepada exportir bahwa ada L/C yang dibuka atas
51
namanya. Dan dalam kasus ini terdapat PT. Selalang Prima Internasional sebagai importir, Grains and Industrial Product Pte. Ltd sebagai exportir, PT. Bank Century sebagai issuing bank dan Nasional Commersial Bank, Jeddah Dari apa yang telah diutarakan diatas, kasus ini memiliki permasalahan hukum yaitu pertama terdapatnya
kejanggalan dalam proses penerbitan Surat
Permohonan Fasilitas Usance L/C. Kejanggalan ini terlihat ketika Linda Wangsa menanyakan mengenai perlunya menganalisis terlebih dahulu data-data calon importir (PT. Selalang Prima Internasional), namun oleh Robert Tantular tetap diperintahkan supaya permohonan fasilitas usance L/C tetap diproses. Namun, instruksi ini tidak segera diproses oleh Linda Wangsa, melainkan instruksi ini dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada Hermanusan Hasan. Kepada Hermanusa Hasan Linda Wangsa menerangkan bahwa surat permohonan yang diajukan ini memiliki kekurangan dan kelemahan-kelemahan, yaitu berupa tidak adanya datadata apapun dari calon importir, margin deposito hanya 20% dari fasilitas usance L/C yang diberikan sehingga tidak mengcover seluruh jumlah fasilitas kredit yang diajukan oleh calon importir, dan cabang tidak pernah mengenal calon debitur, namun oleh Hermanusa Hasan tetap diinstruksikan agar tetap dijalankan, dengan terlebih dahulu membuat formulir persetujuan kredit (FPK) sedangkan untuk memorandum analisa kredit dan data-data lainnya menyusul. Dimana dalam proses pembukaan L/C, analisis data dari calon importir (debitur) merupakan hal yang sangat diperlukan. Hal ini disebabkan ketika importir menggunakan L/C berarti bank bertindak seakan-akan sebagai penjamin. Oleh karena alasan itu pula, yang dapat
52
menggunakan fasilitas L/C adalah nasabah dari bank yang bersangkutan (bank sudah mengenal calon debitur). Hal ini juga dipertegas oleh PBI No. 5 tentang pembayaran transaksi impor, dimana pada pasal 5 huruf a mengatakan
bank
wajib
melakukan
penelitian
kelengkapan
d an
kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir dalam formulir permohonan L/C. Jadi bagaimana mungkin bank bisa melakukan penelitian jika analisis terhadap debitur tidak dilakukan terlebih dahulu. Selain alasan tersebut alasan lain yang mengharuskan agar dilakukan analisis debitur terlebih dahulu adalah supaya bank mengetahui apakah importir yang akan menggunakan fasilitas L/C ini akan sanggup melakukan pembayaran atau tidak, sehingga bank pembuka ( issuing bank) tidak akan mengalami kerugian kredit ma cet atau mengalami likuiditas bank. Dan berkaitan dengan margin 20% yang diberikan oleh PT. SPI kepada Bank Century, seharusnya tidak dilakukan. Karena L/C bukan berbicara mengenai pinjaman yang diberikan oleh pihak bank yang mebutuhkan jaminan agar L/C dapat dicairkan, melainkan berbicara mengenai kapan pembayaran itu akan dilunasi oleh importir. Hal ini dapat kita lihat pada PBI No.5 pasal (1) angka 3 yang mengatakan bahwa letter of credit untuk selanjutnya disebut L/C adalah janji membayar dari bank penerbit kepada penerima jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. Jadi disini bukan lagi berbicara mengenai janji membayar debitur kepada bank, melainkan bank penerbit kepada
53
exportir, jadi sudah seharunya pihak importir memiliki dana 100% atau lebih dri 100% dari total plafon yang diajukan. Kejanggalan lainnya adalah pada tanggal 22 November 2007 Franky Ongkowardojo (terdakwa I) dan Mukhamad Misbakhun (terdakwa II) menyatakan bahwa deposito berjangka adalah miliknya. Tetapi dana yang tersedia dalam rekening valas PT.SPI hanya sebesar USD 1.826.250.00. Rekening valas ini pun berasal dari 4 (empat) kali transaksi konversi/pembelian valas pada tanggal 19, 20, 21,dan 22 November 2007 yang masing-masing berjumlah sebesar USD 675,000.00 , USD 286,000.00 , USD 482,000.00 , USD 383,000.00. Saldo rekening valas PT.SPI pada tanggal 27 November 2007 (sebelum pembukaan deposito) adalah sebesar USD 4,838,621.26, selanjutnya sebagian besar dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito sebesar USD 4,500,000.00 pada tanggal 27 November 2007. Jadi pengikatan jaminan deposito milik terdakwa Franky Ongkowardojo dan Mukhamad Misbakhum dilakukan terlebih dahulu padahal depositonya sendiri belum ada. Dimana seharusnya tanggal deposito adalah lebih awal dari tanggal surat kuasa pencairan dan surat gadai. Jadi dalam surat gadai atas deposito terdakwa hanya seolah-olah menyerahkan deposito sebesar USD 4,500,000.00 kepada Linda Wangsadinata dan Arga Tirta Kirana. Penyerahan ini ditandatangani tanggal 22 November 2012 oleh Franky Ongkowardojo (terdakwa I) dan Mukhamad Misbakun (terdakwa II) sebagai pihak yang mengadaikan dan Linda Wangsa Dinata serta Arga Tirtakirana sebagai pihak-pihak yang menerima gadai.
54
Jika kita melihat pada UCP 500 pasal 3 salah satu isi L/C adalah jumlah data yang dimiliki oleh debitur (importir). Jadi, bagaimana mungkin suatu L/C dapat dikeluarkan tanpa adanya pendepositan terlebih dahulu. Jadi sudah pasti L/C tersebut tidak akan dapat cair jika importir tidak memiliki dana di issuing bank. Kemudian kejanggalan yang lain adalah berdasarkan dokumen Bill of Lading tanggal 25 oktober 2007 tidak terdapat identitas PT.SPI yang ada justru PT.Trans and Pasific Petrochemical Indotama (notify party) sehingga tidak terkait dengan L/C yang dibuka oleh PT.SPI. Dan nama yang tertera pada kontrak perdagangan berbeda dengan yang tertera pada dokumen pengiriman. Pada kontrak perdagangan yang tertera nama Grains and Industrial Product namun dalam dokumen pengiriman yang ada nama Petronas. Hal ini sangat tidak sesuai dengan maksud dari diterbitkannya L/C tersebut, karena suatu L/C dikeluarkan untuk kepentingan importir dan exportir. Jadi bagaimana mungkin nama pada pada L/C berbeda dengan nama yang tertera pada B/L. karena ketika kita mengisi B/L data-data (nama dan alamat pembeli, urai barang) harus sama seperti yang disebut dalam L/C 1. Jadi, permohonan fasilitas kredit yang diajukan oleh PT. SPI yang tidak dilakukan survey atau kunjungan secara langsung. Dan semua syarat / proses pemberian kredit hanya formalitas saja. Sehingga jelas tidak sesuai dengan prosedur dan kenyataan , serta tidak dilakukan pencatatan dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi dalam pembukuan atau dalam laporan proses kredit. Sehingga Bank Century mengalami kerugian
1
Amir M.S, Ibid, hal. 72
55
atau kredit macet atau mengalami likuditas Bank atau setidak - tidaknya dalam pemberian kredit tersebut di atas tidak dilakukan analisa kredit prospek usaha kinerja serta kemampuan membayar debitur sehingga menyebabkan kredit macet. Pihak Bank Century sendiri sebagaimana diterangkan oleh para saksi menyatakan, bahwa pemberian kredit Usance LC kepada PT.SPI adalah atas perintah dan arahan dari Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular. Meskipun dalam prosesnya tidak sesuai dengan standard Perbankan sehingga isi Surat Gadai Deposito dan Surat Pencairan Deposito tanggal 22 November 2007 yang ditandatangani para peninjauan kembali/para terpidana yang tidak benar isinya merupakan kesalahan dengan andil dan peran yang signifikan dari pihak bank. Dimana seharusnya dalam pelaksanaan proses dikeluarkannya faslitas usance L/C dilaksanakan oleh pihak Bank Century sendiri. Dari apa yang telah diutarakan diatas maka Penulis menyimpulkan bahwa kredit pada perdagangan internasional berbeda dengan kredit pada umumnya. Memang baik kredit yang dilakukan dalam perdagangan internasional maupun perdagangan nasional diperlukan adanya jaminan dalam proses pembukaannya. Namun keberadaan dari jaminan ini berbeda. Maksudnya adalah ketika kita melakukan kredit pada umumnya (nasional) debitur tidak memiliki sejumlah uang untuk membayar sesuatu yang diinginkan, dan pada kredit dalam perdagangan internasional debitur memiliki sejumlah uang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, hanya saja pembayarannya dapat dilakukan ketika telah jatuh tempo. Hal yang dapat menjadi dasar mengapa Penulis mengatakan bahwa debitur memiliki sejumlah uang adalah, adanya pengikatan jaminan yang dilakukan oleh bank yang
56
bersangkutan dalam bentuk deposito yang dimiliki oleh debitur. Dimana debitur ini merupakan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dan jumlah deposito yang dijaminkan (yang nantinya akan diikuti dengan pemblokiran yang dilakukan dari pihak bank terhadap nasabahnya) adalah 100% dari jumlah plafon yang diajukan. Jadi seperti apa yang telah dikemukakan diatas bahwa penempatan jaminan sebesar 20% yang diletakkan untuk membuka documentary credit atau L/C (sesuai dengan persyaratan utama yang diajukan oleh Bank century), seharusnya tidak layak digunakan sebagai suatu syarat utama dalam proses pembukaan documentary credit. Hal ini yang seharusnya diperhatikan juga oleh hakim atau jaksa yang mengusut kasus ini. Karena ketika pembayaran dilakukan menggunakan L/C, maka fungsi dari bank disini adalah sebagai penjamin, sehingga bank akan bertanggungjawab untuk membayar sejumlah uang yang telah disepakati dalam dokumen. Pembayaran ini dilakukan ketika semua persyaratan yang tertera di dalam LC telah dipenuhi. Karena dokumen pengapalan barang ini dikeluarkan atas adanya L/C yang diterbitkan. Oleh karenanya L/C yang dibuka sering disebut documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan dokumen (dalam hal ini dokumen pengangkutan atau pengapalan). Hal ini bisa kita lihat dari proses dikeluarkannya transaksi Letter of Credit yaitu: 1.
Pihak penjual dan pembeli mengadakan negosiasi jual beli barang hingga terjadi kesepakatan.
2.
Pihak pembeli diharuskan membuka L/C dalam negeri pada suatu bank (bank pembuka L/C)
57
3.
Setelah L/C DN dibuka, oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan kepada bank pembayar bahwa L/C DN telah dibuka dan agar disampaikan kepada si penjual barang.
4.
Penjual barang mendapat pemberitahuan dari bank pembayar bahwa pembeli telah membuka L/C barang dagangan sudah dapat segera dikirim. Disini penjual barang meneliti apakah L/C terjadi perubahan dari syarat yang telah disetujui semula.
5.
Pihak penjual menghubungi maskapai pelayaran atau perusahaan angkutan lainnya untuk mengirimkan barang-barang ke tempat tujuan.
6.
Pada waktu pembeli menerima kabar dari perusahaan pengangkutan bahwa barang telah datang, maka pihak pembeli harus membuatkan certificate of receipts atau konosemen yang harus diserahkan kepada bank pembayar dan penjual. Hal ini dilakukan setelah memeriksa kebenaran L/C dengan faktur atau barang yang dikirim oleh si pembeli.
7.
Atas dasar konosemen penjual segera menghubungi bank pembayar dengan menunjukan dokumen L/C dan surat pengantar dokumen disertai dengan wesel yang berfungsi sebagai penyerahan dokumen dan penagihan pembayaran kepada bank pembayar.
8.
Bank pembayar setelah menerimea dokumen dari penjual segera menghubungi bank pembuka L/C. Oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan penerimaan dokumen dilampiri dengan perhitunganperhitungannya kepada pembeli.
9.
Pembeli menerima dokumen dari bank pembuka L/C
58
10.
Pembeli segera melunasi seluruh kewajibannya atas jual beli tersebut kepada bank pembuka L/C.
11.
Bank pembuka L/C memberi konfirmasi penerimaan dokumen dan sekaligus memberitahukan bahwa si pembeli telah membayar. Dengan demikian memberi ijin kepada bank pembayar untuk melakukan pembayaran kepada si penjual. Kemudian semua arsip disimpan.
12.
Oleh bank pembayar akan dilakukan pembayaran dengan memperhatikan diskonto atau perhitungan wesel2. Tetapi begitulah hukum positif di Indonesia yang menunjukkan bahwa
dengan jaminan B/L saja sudah cukup sebagai suatu jaminan, karena B/L itu dikuasai oleh pihak the issuing bank dan nilai dari B/L tersebut sama atau bisa jadi lebih tinggi dari L/C yang diterbitkan oleh Bank.
2
^ Welcome To My Blog ^ Maret 2012.htm
59