BAB II TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Toleransi Secara bahasa toleransi berasal dari bahasa Inggris tolerance yang artinya kesabaran dan kelapangan dada.1Dalam kamus Internasional toleransi berasal dari kata tolereren yaitu bersikap toleran atau membiarkan dengan sadar2 terhadap perbedaan orang lain, baik pada masalah agama, kepercayaan, ekonomi dan sosial. Secara terminologi, menurut Nasaruddin Umar, lapang dada merupakan sikap batin yang lahir dari kesabaran. Filosofi dan watak yang tersimpan (berada) di balik lapang dada adalah untuk menciptakan kemaslahatan, untuk keselamatan dan kerukunan antar pemeluk agama.3 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, toleran ialah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan toleransi adalah 1). Sifat atau sikap toleran yaitu dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh. 2). Batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih 1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1976), hlm, 595. 2 Osman Raliby, Kamus Internasional, (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1982), hlm, 521. 3 Nasarruddin Umar, Deredikalisasi Pemahaman al-Qur‟an dan Hadis, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 365.
19
20
diperbolehkan. 3). Penyimpangan yang masih dapat diterima di pengukuran kerja.4 Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa toleransi adalah sikap atau tingkah laku dari seseorang untuk menerima perbedaan orang lain, baik pendapat, agama, kepercayaan, ekonomi dan sosial, demi terciptanya kerukunan bersama.
B. Toleransi Antar Umat Beragama Dalam berbagai kajian tentang konflik sosial keagamaan menyebutkan, bahwa semula konflik sosial keagamaan disebabkan karena persoalan ekonomi dan kepentingan politik. Eskalasi konflik meningkat karena pihak yang bertikai pada derajat rendah melibatkan sentimen keagamaan dan pada derajat tertinggi telah menggunakan doktrin keagamaan untuk pembenaran atas tindakan yang dilakukan. Sentiment agama dan penggunaan doktrin keagamaan sebagai dasar legitimasi mendapat dukungan yang cepat dan luas dari masyarakat, sehingga akhirnya konflik meluas dan menjelma menjadi kekerasan. Terlepas dari apapun faktor yang menyertai, peristiwa konflik dengan kekerasan harus dicegah dan diatasi serta dihentikan demi terwujudnya toleransi umat beragama yang dilandasi oleh kehidupan yang harmonis. Departemen agama, sebagai salah satu organ pemerintahan yang bertugas untuk melaksanakan pembangunan bidang agama memiliki 4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet Ke-4. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 1477-1478.
21
kebijakan dan strategi agar tercapai toleransi kehidupan beragama yang baik. Kebijakan tersebut berlandaskan pada berbagai peraturan yang mendukung yang tertuang dalam Perpres No. 7 tahun 2004-2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dua arah kebijakan pokok di bidang agama tersebut ialah: 1.
Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman beragama serta kehidupan beragama, dan;
2.
Peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama. Atas dasar dua arah kebijakan tersebut, disusun enam program di
bidang agama, yaitu: 1.
Peningkatan pemahaman, penghayatan, pemahaman, dan pengembangan nilai-nilai agama.
2.
Peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
3.
Peningkatan pelayanan kehidupan beragama.
4.
Pengembangan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan.
5.
Penelitian dan pengembangan agama, dan
6.
Peningkatan kerukunan umat beragama.5 Memperhatikan enam program di bidang agama oleh Departemen
Agama, sebagai tampak di atas, maka program Penelitian dan Pengembangan Agama dan Peningkatan Kerukunan Umat Beragama, hendaknya bisa ditautkan. Program di bidang agama ini yang harus diupayakan untuk di 5
Anik Farida,”Kebijakan dan Strategi Kerukunan Umat Beragama Berbasis Data Set Kekerasan Atas Nama Agama di Indonesia” (Jakarta: Penamas. No. 3. Juni. XXI. 2008), hlm. 422423.
22
transformasikan ke dalam masyarakat modern supaya tercipta suasana yang kondusif bagi kehidupan beragama. Sebagai dasar dalam mewujudkan sikap toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama, sebagaimana Intruksi Presiden Republik Indonesia yang telah memberikan tugas untuk dilaksanakan oleh menteri agama yaitu: 1.
Membimbing dan mengarahkan seluruh umat beragama agar masuk dalam kerangka pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.
2.
Mengarahkan supaya seluruh umat beragama di Indonesia menjadi faktor yang membantu usaha pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional.
3.
Menghilangkan segala keraguan dan kecurigaan yang sudah berjalan hamper sejak awal kemerdekaan antar umat agama dan pemerintah, sehingga akhirnya umat beragama dan pemerintah dapat bersama-sama membangun bangsa dan negara berdasarkan Pancasila. Serangkaian dengan tugas tersebut, Menteri Agama RI menetapkan
tiga prioritas Naional dan pembinaan kehidupan beragama yang meliputi: 1.
Menetapkan Ideologi dan falsafah Pancasila dalam kehidupan umat beragama dan di lingkungan aparatur Departemen Agama.
2.
Membantu usaha memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional dengan membina “Tiga Kerukunan Hidup” yaitu: a.
Kerukunan intern umat beragama
b.
Kerukunan antar umat beragama
c.
Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah
23
3.
Meningkatkan partisipasi umat beragama dalam mengsukseskan dan mengamalkan pelaksanaan di segala bidang yang berkesinambungan.6 Intruksi Presiden dan Menteri Agama RI di atas merupakan usaha untuk
memantapkan terciptanya toleransi hidup antar umat beragama.
C. Prinsip-prinsip Toleransi Antar Umat Beragama Islam adalah agama yang erat kaitannya dengan urusan alam dan kemanusiaan. Islam memuat tentang pesan dan cara yang amat dalam dan cerdas posisinya ada bersama manusia tanpa ruang dan waktu. Oleh sebab itu, nas-nas yang terdapat dalam al-Qur‟an atau ajarannya berbicara kepada hati dan akal manusia. Islam melalui al-Qur‟an lahir untuk memenuhi spiritualitas dan rasionalitas manusia yang merupakan dua unsur yang dimiliki oleh setiap manusia. Rasionalisme beragama dalam konteks ini adalah memahami agama dengan aktualisasi ajaran ke dalam perilaku sehari-hari. Rasionalisasi beragama dapat melahirkan sikap saling menghargai dan tidak arogan. Bila dikaitkan dengan kerukunan agama mengandung prinsip: Pertama, bahwa Islam itu menolak semua bentuk pemaksaan kehendak. Kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan. Ketiga, terbuka dengan bukti baru atau berlawanan yang akan melindungi umat dari sikap literalis, fanatis dan konservatisme yang dapat menimbulkan stagnasi serta anarkisme. Dan hal inilah yang akan membuat umat cenderung kepada sikap intelektual. 6
Departemen Agama RI, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, (Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Beragama, 1979), hlm. 7-8.
24
Prinsip di atas, menunjukkan bahwa ajaran agama merupakan proses penalaran. Sebagai seorang muslim tidak boleh berpikir dogmatis. Sebagai orang beragama harus selalu terbuka terhadap sesuatu yang baru, bentuk baru, temuan baru dalam ilmu pengetahuan.7 Dalam konteks kehidupan beragama sering terjadi ketersinggungan antar pemeluk agama dan untuk menghindari itu semua dalam berkeyakinan dan menjalankan agama masing-masing harus bebas dari sikap memaksa atau merasa keyakinan paling benar. Dalam Islam ada hak-hak yang dijamin antara lain hak untuk memilih agama serta keyakinan sesuai keinginan. Sebagaimana dalam surah Yunūs (10): 99): Dan jikalau Rabmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kau (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.(QS. Yunūs [10]: 99). Ayat di atas menyebutkan bahwa memilih agama dan keyakinan bebas dari pemaksaan. Beragama bertujuan untuk menciptakan sikap saling menghormati dan saling menghargai bukan untuk memaksa kehendak. Ini merupakan prinsip dalam beragama, terdapat nilai tinggi di dalam ayat ini yakni kebebasan memeluk agama, memuliakannya, menghargai kehendak, pemikirannya dan perasaanya serta membiarkannya mengurus urusannya sendiri. Prinsip kebebasan merupakan ciri manusia yang paling spesifik dan
7
Nasaruddin Umar, Deredikalisasi Pemahaman al-Qur‟an dan Hadis, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 364-365.
25
asasi Islam mengutamakan kebebasan dan melindungi haknya sebagai manusia. Agama boleh menawarkan jalan kebenaran, tapi tidak boleh merasa paling benar agama boleh menawarkan kemenangan, tapi tidak boleh cenderung ingin menang sendiri.8
D. Tugas dan Tanggung Jawab Umat Beragama Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bahwa tugas dan tanggung jawab pemerintah sebagai sebagai pemimpin formal dan tokohtokoh agama sebagai pemimpin non-formal memiliki tugas serta tanggung jawab yang besar. Pemerintah perlu menegakkan peraturan yang ada dan mendorong terciptanya suasana kerukunan, sedangkan tokoh-tokoh agama perlu menyadari bahwa mereka itu sendiri bisa menjadi sumber konflik yang sangat potensial. Setiap gerakan protes (protest movement) tidak akan terjadi tanpa munculnya seseorang atau beberapa orang yang mampu memanipulasi atau mentransformasi keluhan massa ke dalam bentuk gerakan protes. Tentu saja, peranan semacam itu hanya bisa dilakukan setidak-tidaknya oleh lapisan menengah, seperti tokoh-tokoh agama, dalam komunitas tersebut. Gerakan tersebut bisa berwarna lunak, seperti pengunjingan dan kecurigaan atau berwarna keras seperti pengrusakan rumah ibadah atau bahkan penganiayaan. Dengan demikian, ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh tokoh-tokoh agama. Pertama, ialah usaha pemahaman terhadap ajaran agama secara menyeluruh dan tepat, serta menghilangkan distorsi historis akibat 8
Nasaruddin Umar, Deredikalisasi Pemahaman al-Qur‟an dan Hadis, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 366-367.
26
pengalaman pahit di masa-masa yang lalu. Pemahaman seperti ini harus ditransformasikan ke dalam sikap massa. Kedua, ialah usaha untuk menghindari penyalahgunaan agama untuk kepentingan “tertentu” dan pengkaitan dengan faktor lain yang potensial menjadi sumber ketegangan, misalnya ketimpangan sosial. Ketiga, ialah usaha untuk melakukan kerja sama dalam menangani masalah-masalah kemanusiaan.9
E. Toleransi Antar Umat Beragama dalam al-Qur’an Islam memberikan perhatian khusus terhadap agama lain yaitu agama Kristen dan Yahudi, karena Islam mempunyai hubungan yang erat dengan agama tersebut. Begitu juga Islam mengakui bahwa kedua agama ini berasal dari satu sumber, yaitu bersumber dari tuhan yang maha Esa. Oleh karena itu, Islam memerintahkan pada umatnya agar bersikap toleran kepada orang lain dan pemeluk agama lain, hal ini terdapat pada ayat-ayat al-Qur‟an. Diantaranya:
1. QS. al-Mumtāhānāh ayat 8 Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.10
9
Syafiq A. Mughni, Nilai-nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 273-274. 10 Departemen Agama RI, Mushāf al-Azhār: al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Penerbit Hilal, 2010), hlm. 550
27
Ayat ini merupakan keringanan dari Allah Ta‟ala untuk membina hubungan silaturrahim dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak pula memerangi mereka.11 Firman-nya: tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhāri‟. Ini dipahami oleh M. Quraish Shihab dengan makna “mereka secara faktual sedang memerangi kamu”, sedang kata yang berarti dalam serta mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari keadaan mereka yang berada di luar wadah itu. dengan kata fi addin / dalam agama tidaklah termasuk peperangan yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama dan tidak termasuk pula siapa pun yang tidak secara faktual memerangi umat Islam. Antara lain pada masa Nabi yakni suku Khūza‟āh demikian juga wanita-wanita dan Ahl adz-Dzimmāh (penduduk negeri dari Ahl alKitāb yang membayar pajak). Berbuat baik terhadap mereka adalah salah satu bentuk akhlak mulia.12 Syaikh Imam Al Qurthubi menafsirkan kata “untuk berbuat
baik” lafazh berada pada posisi jarr karena menjadi bādal dari lafazh . Maksudnya, Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi kalian, yaitu kabilah „Khuza‟ah, dimana mereka telah berdamai dengan Nabi dimana mereka
11
Syaikh Imam al Qurthubi, Tāfsir al Qurthubi, terjemahan Dudi Rosyadi dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 360. 12 M. Quraish Shihab, Tāfsir al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. Cet. Ke-4. (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hlm. 168-169.
28
tidak akan memerangi beliau dan tidak pula akan membantu seseorang menentang beliau.13 Menurut Hamka kata tuqsīthu terambil dari kata qīsth yang berarti
adil. Sebenarnya arti dari qīsthi lebih luas dari Adil, karena adil adalah khusus menghukum saja, menjatuhkan keputusan, sehingga yang tidak bersalah disalahkan juga. Qīsth adalah lebih luas, mencakup pergaulan hidup. Tegasnya jika kita berbuat baik dengan tetangga sesama Islam, maka dengan tetangga yang bukan Islam hendaknya kita berbuat baik juga. Jika kita kepada tetangga sesama Islam mengantarkan makanan yang enak, maka hendaknya kita qīsth, yaitu hantari pula makanan kepada tetangga yang berlainan agama. Jika mereka di dalam kesedihan, tunjukanlah kepada mereka bahwa kita pun turut bersedih.14 Ahli-ahli tafsir menyatakan bahwa ayat ini adalah“muhkāmah”, artinya berlaku untuk selama-lamanya, tidak dimansuhkan. Dalam segala zaman hendaknya kita berbuat baik dan bersikap adil serta jujur kepada orang yang tidak memusuhi kita dan tidak bertindak mengusir kita dari kampung halaman kita. Kita diwajibkan menunjukan budi Islam kita yang tinggi.15 Dari
penafiran QS. al-Mumtāhānah ayat 8 di atas, al-Qur‟an
menggambarkan bahwa toleransi antar umat beragama yang baik adalah:
13
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tāfsir al Qurthubi, terjemahan Dudi Rosyadi, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 362. 14 Hamka, Tāfsir al Azhār Juz XXVIII. Cet. Ke-2. (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2000), hlm. 106. 15 Hamka, Tāfsir al Azhār Juz XXVIII. Cet. Ke-2. hlm. 106.
29
a.
Tidak ada larangan menjalin hubungan baik dengan siapapun, bahkan dengan orang Non Muslim (Yahudi dan Nasrani) selama mereka tidak memusuhi agama dan masyarakat Islam serta membantu musuh-musuh umat Islam.
b.
Disarankan memberi bantuan kepada orang Non Muslim yang membutuhkan kapan dan dimanapun mereka berada selagi bantuan itu tidak mengakibatkan dampak yang merugikan bagi umat Islam.
c.
Islam adalah agama Rāhmatān Lil „Alāmin yang membawa kedamaian bagi seluruh alam. Bahkan, walaupun dalam keadaan peperangan, Islam tetap memerintahkan kejujuran tingkahlaku dan perlakuan yang adil.
d.
Adil dalam Islam memiliki arti yang lebih luas, mencakup pergaulan hidup. Tegasnya jika kita berbuat baik dengan tetangga sesama orang Islam, maka dengan tetangga yang bukan Islam (Yahudi dan Nasrani) hendaknya kita berbuat baik juga. Jika kita kepada tetangga sesama Islam mengantarkan makanan yang enak, maka hendaknya kita qīsth, yaitu hantari pula makanan kepada tetangga yang berlainan agama. Jika mereka di dalam kesedihan, tunjukanlah kepada mereka bahwa kita pun turut bersedih.
2. QS. al-Mumtāhānah Ayat 9
30
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Firman Allah Ta‟ala “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama.”16 Menurut Syaikh Imam Al Qurthubi maksudnya, orang-orang yang menyusahkan kalian karena agama. “Dan mengusir kamu dari negerimu,”mereka adalah penduduk Makkah yang pembangkang, “Dan membantu.”Maksudnya,
membantu (orang lain) untuk mengusirmu dan mereka adalah kaum musyrikin Makkah. “Menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.”Lafazh
berada pada
posisi jarr karena menjadi Bādal dari kata sebelumnya yang terdapat pada kalimat “Untuk berbuat baik.”
16
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2003), hlm.
439.
31
“Dan barang siapa menjadikan mereka sebagian kawan.”Maksudnya, menjadikan mereka sebagai kawan, penolong dan kekasih. “Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”17Allah memvonis
kepada kaum muslimin yang menjadikan
orang-orang kafir sebagai kawan dan penolong, padahal mereka memusuhi orang-orang yang beriman, sebagai orang-orang zalim. Sedangkan menurut Sayyid Qutbh di antara makna zalim itu adalah
syirik. Seperti dapat dirujuk kepada firman Allah,“18sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang besar.”19(Luqman: 13). Dari uraian penafsiran QS. al-Mumtāhānah ayat 9 diatas, al-Qur‟an menggambarkan dengan keras bahwa larangan untuk menjalin hubungan antar umat beragama yaitu: a.
Allah melarang seseorang untuk menjalin hubungan dengan orangorang yang menyusahkan karena agama dan memusuhi agama serta menghancurkan umat Islam.
b.
Tidak dianjurkan memberi bantuan kepada orang yang memusuhi agama dan masyarakat Islam serta membantu musuh-musuh umat Islam.
17
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tāfsir al Qurthubi, terjemahan Dudi Rosyadi, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 364-365. 18 Sayyid Qutbh, Tāfsir fi Zhilālil-Qur‟an, terjemahan As‟ad Yasin, dkk. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 240. 19 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2003), hlm. 329.
32
c.
Allah melaknat kepada orang Islam yang menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan penolong, padahal mereka memusuhi orangorang yang beriman, sebagai orang-orang zalim.
d.
Allah tidak menyukai orang- orang yang zalim, karena di antara makna zalim itu adalah syirik.
3. QS. al-Kāfirun Ayat 1-6.
﴾٣﴿ ُن مَا أَعْبُد َ ﴾ َولَا أَنتُ ْم عَابِدُو٢﴿ َ﴾ لَا أَعْبُ ُد مَا َتعْبُدُون١﴿ َل يَا أَ ُيهَا ا ْلكَا ِفرُون ْ ُق ن ِ ي دِي َ ِ﴾ َلكُ ْم دِي ُنكُ ْم َول٥﴿ ُن مَا أَعْبُد َ ﴾ َولَا أَنتُ ْم عَابِدُو٤﴿ َْولَا أَنَا عَابِ ٌد مَا عَبَدتُم ﴾٦﴿ “Katakanlah “Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang kamu sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.20 Kata قُل/ katakanlah, dicantumkan pada awal ayat di atas walau jika anda mendiktekan sesuatu kepada orang lain agar dia mengucapkan sesuatu. Anda tidak harus mengulangi kata “Katakanlah”, hal ini untuk menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak mengurangi sedikit pun dari wahyu yang beliau terima, walaupun dari segi lahiriah kelihatannya kata itu tidak berfungsi.21 Menurut tafsiran Ibnu Katsir sebagaimana dikutip oleh Hamka bahwa arti ayat yang kedua:”Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah,”ialah menafikan perbuatan (nafyul fi‟li). Artinya bahwa 20
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2003), hlm.
484. 21
M. Quraish Shihab, Tāfsir al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 575.
33
perbuatan begitu tidaklah pernah aku kerjakan.“Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah.”(ayat 3). Artinya persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau digabungkan. Karena yang aku sembah hanyalah Allah kan kalian menyembah kepada benda; yaitu kayu atau batu yang kamu buat sendiri dan kamu besarkan sendiri.”Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah.”(ayat 4). ”Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah.” (ayat 5). Maka selain dari yang kita sembah itu berlain; kamu menyembah berhala aku menyembah Allah Yang Maha Esa, maka cara kita menyembah pun lain pula. Kalau aku menyembah Allah maka Aku melakukan shalat di dalam syarat rukun yang telah di tentukan. Sedang kamu menyembah berhala itu sangatlah berbeda dengan cara aku menyembah Allah. Oleh sebab itu, maka tidaklah dapat agama kita di campur menjadi satu: “Untuk kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku.”(ayat 6).22 Menurut M. Quraish Shihab, ayat di atas merupakan pembedaan secara jelas antara keislaman dan kekufuran sekaligus meletakkan dasar utama bagi terciptanya kerukunan antar pemeluk agama atau kepercayaan yang intinya adalah mempersilahkan masing-masing melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya tanpa saling mengganggu.
22
Hamka, Tāfsir al Azhār Juz XXX. (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982), hlm. 288-289.
34
Sedangkan tujuan diturunkannya ayat tersebut adalah untuk menciptakan hubungan harmonis dalam kehidupan masyarakat plural tanpa penyatuan atau pencampurbauran ajaran agama-agama.23 Pelajaran yang dapat di ambil dari QS. al-Kāfirun ayat 1-6, yaitu: a.
Seseorang harus konsisten / berpegang teguh pada keyakinan keagamaannya. Keyakinan itu harus terhujam kukuh ke dalam hati dan pikiran, sehingga apapun yang terjadi, keyakinan tersebut tidak boleh goyah sepanjang zaman.
b.
Tidak dibenarkan mengubah, menambah, atau mengurangi praktikpraktik ibadah ritual yang diterima dari Nabi saw, karena itu cara peribadatan kaum musyrik yang berbeda dengan tuntunan Nabi saw.walaupun dengan tujuan sama, tetap saja tidak dibenarkan.
c.
Perlunya
pengakuan
eksistensi
penganut
aneka
agama
dan
kepercayaan secara timbale balik, bukan pengakuan kebenaran ajaran / keyakinan mereka. d.
Islam adalah Islam dan kekufuran adalah kekufuran, jangan paksakan pertemuannya. Dengan pengakuan eksistensi itu secara de facto, masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakan pendapat kepada orang lain, tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.
23
M. Quraish Shihab, al-Lubāb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah al-Qur'an. Cet. Ke-1. (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm. 771.
35
e.
Absolutisitas ajaran agama yang dianaut masing-masing adalah sikap jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan ke luar terhadap mereka yang tidak meyakininya.24
4. QS. al-Maidah Ayat 2.
ِعلًَ اإلِثْ ِم وَا ْلعُدْوَان َ ال َتعَاوَنُى ْا َ َعلًَ الْب ِر وَالتَقْىَي و َ وَ َتعَاوَنُى ْا “….Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bertolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”.25 Menurut Hamka kalimat Ta‟awanu ialah dari pokok kata (mashdar) Mu‟awānah yang berarti bertolong-tolongan, bantu membantu. Sedangkan perintahkan hidup bertolong-tolongan dalam membina alBirru, yaitu segala ragam maksud yang baik dan berfaedah, yang di dasarkan kepada menegakkan taqwa, yaitu mempererat hubungan dengan tuhan. Dan
ditengah
bertolong-tolongan atas berbuat
dosa dan
menimbulkan permusuhan dan menyakiti sesama manusia. Tegasnya merugikan orang lain, kemudian di penutupan ayat tersebut pula:”Dan taqwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah sangat keras siksanya”.26 Syaikh Imam Al Qurthubi menambahkan bahwa ayat di atas terputus atau terpisah dari ayat sebelumnya. Perintah untuk saling tolongmenolong dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa ini merupakan perintah bagi seluruh manusia. Yakni, hendaklah sebagian kalian 24
M. Quraish Shihab, al-Lubāb: Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-surah al-Qur'an. Cet. Ke-1. (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm. 773.
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2003), hlm. 85. 25
26
Hamka, Tāfsir al-Azhār Juz VI. (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1984), hlm. 114.
36
menolong sebagian yang lain. Berusahalah untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Jauhilah apa yang Allah larang dan hindarilah.27 Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, ayat di atas merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebajikan dan ketaqwaan.28 Dari beberapa penafsiran QS. al-Mumtāhānah ayat 8-9 di atas, menggambarkan bahwa toleransi antar umat beragama yang baik adalah: 1. Tidak ada larangan menjalin hubungan baik dengan siapapun, bahkan dengan orang non Muslim (Yahudi dan Nasrani) selama mereka tidak memusuhi agama dan masyarakat Islam serta membantu musuh-musuh umat Islam. 2. Disarankan memberi bantuan kepada orang non Muslim yang membutuhkan kapan dan dimanapun mereka berada selagi bantuan itu tidak mengakibatkan dampak yang merugikan bagi umat Islam. 3. Islam adalah agama Rāhmatān Lil „Alāmin yang membawa kedamaian bagi seluruh alam. Bahkan, walaupun dalam keadaan peperangan, Islam tetap memerintahkan kejujuran tingkahlaku dan perlakuan yang adil. 4. Adil dalam Islam memiliki arti yang lebih luas, mencakup pergaulan hidup. Tegasnya jika kita berbuat baik dengan tetangga sesama orang Islam, maka dengan tetangga yang bukan Islam (Yahudi dan Nasrani)
27
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tāfsir al Qurthubi, terjemahan Dudi Rosyadi, dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 114. 28 M. Quraish Shihab, Tāfsir al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an. Cet. Ke-4. (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hlm. 13.
37
hendaknya kita berbuat baik juga. Jika kita kepada tetangga sesama Islam mengantarkan makanan yang enak, maka hendaknya kita qīsth, yaitu hantari pula makanan kepada tetangga yang berlainan agama. Jika mereka di dalam kesedihan, tunjukanlah kepada mereka bahwa kita pun turut bersedih. 5. larangan seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang yang menyusahkan
karena
agama
dan
memusuhi
agama
serta
menghancurkan umat Islam. 6. Allah melaknat kepada orang Islam yang menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan penolong, padahal mereka memusuhi orang-orang yang beriman, sebagai orang-orang zalim. 7. Allah tidak menyukai orang- orang yang zalim, karena di antara makna zalim itu adalah syirik. Ayat-ayat toleransi agama di atas seperti halnya QS. al-Kāfirun ayat 1-6, menunjukkan bahwa Islam senantiasa mengajarkan dan menegakkan hidup berdampingan secara damai dalam kehidupan bermasyarakat serta menciptakan ketentraman hidup di muka bumi. Landasan tersebut adalah suatu kebijaksanaan Allah dalam mengatur hubungan antar manusia yang berbeda agama dan kepercayaan. Kemudian pelajaran yang dapat dipetik dari penafsiran QS. alMaidah ayat 2 di atas jelaslah bahwa sikap tolong-menolong tidak hanya pada kaum muslimin tetapi dianjurkan tolong-menolong pada semua manusia baik itu yang beragama Islam maupun yang beragama non
38
Muslim. Selain itu juga muslim dianjurkan untuk berbuat kebaikan dimuka bumi ini dengan sesama makhluk Tuhan dan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia. Di situ dikatakan untuk tidak memusuhi sesamanya. Selain itu juga dilarang tolong-menolong dalam perbuatan yang tidak baik.