BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM KAWASAN TANPA ROKOK
1.1
Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum
2.1.1 Pengertian Penegakan Hukum Indonesia merupakan negara hukum yang dimana hukum harus di junjung tinggi untuk menciptakan suatu negara yang tertib hukum, maka penegakan hukum harus dilaksanakan guna mewujudkan fungsi dari norma-norma hukum itu sendiri. Sesuai pandangan Lawrence Meir Friedman “The substance is composed of substantive rules and rules about how institutions should behave”1 yang artinya bahwa penegakan hukum dalam suatu negara memiliki kaitan yang erat terhadap sistem hukum negara tersebut. Penegakan hukum itu sendiri merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubunganhubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara2. Menurut Satjipto Raharjo dalam buku Hukum dan Masyarakat menerangkan “penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum”3. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwasannya penegakan hukum adalah 1
Lawrance M. Friedman, 1975, The Legal System: a Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York, h. 14 2 Jimly Asshiddiqie, Loc.cit 3 Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, , Angkasa, Bandung, (selanjutnya disingkat Satjipto Raharjo I) h. 15
30
31
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidahkaidah hukum ataupun pandangan nilai-nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran terhadap nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup di masyarakat.4 Berdasarkan pendapat Sapjipto maupun Soerjono Soekanto tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasannya yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah pelaksanaan terhadap suatu pemikiran – pemikiran akan tegaknya suatu norma dalam hukum positif menjadi suatu kenyataan dalam praktek kehidupan bermasyarakat. Hakekat dari penegakan hukum itu untuk mewujudkan suatu nilai maupun kaidah yang memuat keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum yang tidak hanya dimaknai sebagai tindakan untuk memaksakan seseorang ataupun para pihak yang tidak menaati suatu atauran yang berlaku menjadi taat namun penegakan hukum dapat dimaknai sebagai cara untuk mempengaruhi orang maupun berbagai pihak dari berbagai kalangan terkait dengan pelaksanaan aturan hukum yang berlaku sehingga normanorma hukum yang termuat dalam aturan tersebut dapat berlaku secara efektif. Menurut Hans Kelsen dalam bukunya Pure Theory of Law menjelaskan bahwa : “A legal norm becomes valid before becomes effective, that is, before it is applied and obeyed; a law court that applies a statute immediately after promulgation – therefore before the statute had a chance to become “effective” – applies a valid legal norm. But a legal norm is no longer considered to be valid, if it remains permanently ineffective. Effectiveness is a condition of validity in the sense that effectiveness has to join the positing of a legal norm if the norm is not to lose its validity.”5
4
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto IV) h.13 5 Hans Kelsen, 1967, Pure Theory of Law, University of California Press, California USA, h. 11
32
Dengan kata lain, bahwa Hans Kelsen mempersyaratkan harus adanya hubungan timbal balik antara unsur validitas dan keefektifan dari suatu kaidah hukum. Sebelum dapat berlaku secara efektif, suatu norma hukum harus terlebih dahulu valid oleh karena jika suatu kaidah hukum tidak valid maka hukum tersebut tidak dapat diterapkan sehingga kaidah hukum tersebut tidak pernah efektif berlaku. Agar suatu ketentuan hukum berlaku efektif maka diperlukan proses maupun upaya mengenai penegakan hukum itu sendiri. Menurut Andi Hamzah menjelaskan bahwa proses maupun dalam penegakan hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu tindakan represif dan tindakan preventif.6 Adapun tindakan preventif disini adalah tindakan yang dilakukan sebelum dilakukannya penegakan secara repesif atau dengan kata lain adalah tindakan berupa pencegahan untuk terjadinya suatu pelanggaran hukum baik dengan cara diadakannya negosiasi, persuasi, dan supervisi agar peraturan hukum ditaati. Sedangkan tindakan represif adalah tindakan menerapkan hukum atau instrumen sanksi ketika terjadi pelanggaranpelanggaran terhadap ketentuan norma hukum yang berlaku, biasanya hal ini dikenal dengan istilah law enforcement atau penegakan hukum dalam arti sempit. Kedua fase tersebut baik tindakan preventif maupun represif diartikan sebagai penegakan hukum secara luas (rechthandhaving).7 Berdasarkan pandangan mengenai penegakan hukum tersebut diatas maka penting untuk menerapkan tindakan baik represif maupun preventif terhadap proses penegakan hukum.8
6
I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata, 2015, Kepastian Penegakan Hukum Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pariwisata Bali, Desertasi Megister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.23 7 Ibid 8 Ibid, h.24
33
Dalam penegakan hukum (law enforcement) harus adanya kehendak agar hukum dapat diwujudkan. Pada kenyataannya, cita-cita yang terkandung dalam penegakan hukum belum tentu sungguh-sungguh dapat diraih, karena hukum digunakan sebagai tindakan-tindakan untuk melindungi orang lain atau kelompok tertentu. Menurut Satjipto Raharjo dalam bukunya Menerobos Positivisme Hukum mengungkapkan “Masalah penegakan hukum merupakan persoalan yang tidak sederhana, bukan saja karena kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya hubungan antara sistem hukum dengan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sebagai suatu proses, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan variabel yang mempunyai korelasi dan interdependensi dengan faktor-faktor yang lain.”9 Menurut Lawrance Friedman keberhasilan dalam upaya penegakan hukum ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah substansi hukum, struktur hukum, dan kultur maupun budaya hukum masyarakat.10 Selain itu, masalah pokok dalam suatu penegakan hukum sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dimana faktor-faktor tersebut mempunyai dampak yang positif maupun dampak negatif yang terletak pada isi faktor-faktor dalam penegakan hukum tersebut. Dalam penegakan hukum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukumnya. Menurut Soerjono Soekanto faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum diantaranya adalah : (1)
Faktor Hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja.
9
Satjipto Raharjo, 2010, Menerobos Positivisme Hukum, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Satjipto Raharjo II) h.78 10 Ridwan HR, Loc.Cit
Rangkan Education,
34
(2)
Faktor Penegak hukum, yakni pihak pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
(3)
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
(4)
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku ataupun ditetapkan.
(5)
Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasar pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. 11
Jadi bahwasannya kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum terhadap suatu ketentuan norma hukum agar dapat berlaku secara nyata dan efektif.
2.1.2 Penegakan Hukum Dalam Hukum Administrasi Hakekat dari penegakan hukum itu untuk mewujudkan suatu nilai maupun kaidah yang memuat keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum yang tidak hanya dimaknai sebagai tindakan untuk memaksakan seseorang ataupun para pihak yang tidak menaati suatu atauran yang berlaku menjadi taat, namun penegakan hukum dapat dimaknai sebagai cara untuk mempengaruhi orang maupun berbagai pihak dari berbagai kalangan terkait dengan pelaksanaan dari aturan hukum yang berlaku sehingga norma-norma hukum yang termuat dalam aturan tersebut dapat berlaku secara efektif. Dalam Penegakan hukum, terdapat beberapa bidang penegakan hukum diantaranya adalah penegakan hukum dalam
11
Soerjono Soekanto I, Loc.cit
35
hukum perdata, penegakan hukum dalam hukum pidana dan penegakan hukum dalam hukum administrasi. Pada bahasan ini penegakan hukum lebih di spesifikasi lagi kedalam bidang penegakan hukum dalam hukum administrasi negara. Sebelum membahas tentang penegakan hukum dalam hukum administrasi negara, terlebih dahulu membahas tentang pengertian dari hukum administrasi ini. Menurut J.M Baron de Garando, hukum administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyatnya. Sedangkan menurut J.H.A Logemann menyebutkan bahwa hukum administrasi adalah peraturan-peraturan khusus, yang disamping hukum perdata yang berlaku umum, mengatur cara-cara organisasi negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat. Hukum administrasi mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur serta mengendalikan masyarakat, mengatur bagaimana cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut serta menetapkan norm-norma fundamental bagi pemerintah untuk pemerintahan yang baik12. Untuk berfungsi norma hukum dalam pelaksanaan hukum administrasi maka diperlukan penegakan hukum dalam hukum administrasi negara. Pada penegakan hukum dalam hukum administrasi digunakan beberapa sarana. Menurut P. Nicolai, sarana dalam penegakan hukum administrasi berisi dua hal yaitu pengawasan dan sanksi.13 Pengawasan merupakan langkah preventif dalam penegakan hukum administrasi untuk melaksanakan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku, sedangkah penerapan sanksi sebagai sarana 12 13
Zainal Asikin, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, h.186 Ridwan HR, Op.Cit, h.311
36
penegakan hukum administrasi negara merupakan langkah penegakan hukum represif untuk memaksakan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Jika dijabarkan secara detail, penegakan hukum administrasi terkait dengan masalah legitimasi atau persoalan kewenangan dalam menjalankan instrumen penegakannya yang meliputi : 1
Monitoring (Pengawasan)
2
Menggunakan wewenang yang memberi sanksi, yang meliputi : a.
Paksaan pemerintahan atau tindakan paksa (Bestuur Dwang);
b.
Uang paksa (Publekrechtelijke Dwangsom);
c.
Penutupan tempat usaha (Sluiting Van Een Inrichting);
d.
Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling Van Een Toestel) dan;
e.
Pencabutan ijin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa14.
Dalam suatu negara hukum diperlukan pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku yang merupakan sebagai suatu upaya preventif dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelangaran norma-norma hukum yang merupakan sebagai suatu upaya refresif. Disamping itu yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini di upayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.15 Sedangkan dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan 14
Philipus M. Hadjon, 1991, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Pers, Yogjakarta, h. 241 15 Ridwan HR, Loc.cit
37
penerapan kewenangan pemerintah yang dimana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum Administrasi Negara tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma Hukum Administrasi Negara tertentu, diiringgi pula dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi administrasi bagi yang melanggar norma Hukum Administrasi Negara tersebut.16 Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi dikenal dua jenis sanksi, yaitu sanksi repartoir ( reparatoire sancties ) diartikan sebagai sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditunjukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum ( legale situatie ). Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya. Jenis sanksi berikutnya adalah sanki punitif adalah sanksi yang semata-mata ditunjukan untuk memberikan hukuman (straffen) pada seseorang17. Sanksi administrasi dapat dirumuskan secara kumulatif, baik kumulasi internal maupun kumulasi eksternal. Dalam kumulasi internal, dua atau lebih sanksi administrasi seperti telah disebutkan di atas, diterapkan bersamasama dalam satu undang-undang. Sedangkan, kumulasi ekternal berarti sanksi adminsitrasi diterapkan secara bersama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana maupun sanksi perdata. Dalam kumulasi eksternal dapat dibenarkan dan tidak menyalahi asas Ne bis in idem karena sifat dan tujuan sanksi administrasi berbeda dengan sanksi pidana.18
16
Ibid, h.296 Ibid, h.316 18 Philipus M. Hadjon, Op.cit, h.345 17
38
2.2
Tinjauan Umum Mengenai Rokok
2.2.1 Pengertian Rokok Rokok adalah sebuah silinder yang terbuat dari kertas berukuran panjang antara 70 milimeter hingga 120 milimeter dengan ukuran yang bervariasi tergantung negara dengan diameter sekitar 10 milimeter yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah dan diramu. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung batang lainnya.19 Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam saku atau kantong. Sejak beberapa tahun terakhir bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari kegiatan merokok misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung20. Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di benua Amerika yang digunakan untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh para leluhur. Pada abad 16 dimana ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk ritual, di Eropa orang merokok untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam21.
19
Anonim, 2015, “Rokok”, Wikipedia, URL : https://id.wikipedia.org/wiki/Rokok, diakses tanggal 4 Desember 2015 20 Ibid 21 Ibid
39
Menurut Dokter Daniel Horn, Direktur dari National Clearing House for Smoking and Health, menyatakan bahwa22: “Secara umum seorang dewasa menghisap rokok disebabkan salah satu faktor diantaranya adalah pertama untuk merangsan perasaan terutama pagi hari, kedua karena sudah kecanduan, ketiga untuk mengurangi perasaan – perasaan negatif, keempat karena sudah menjadi kebiasaan, kelima untuk kepuasan di mulut, dan keenam untuk santai. Berbeda dengan remaja, menurut penyelidikan Charles Gilbert Wenn dan Shirley Schwarzrock, remaja – remaja itu mulai merokok dikarenakan, pertama karena ikut-ikutan dengan teman, kedua karena untuk iseng, ketiga agar lebih tenang apalagi pada waktu pacaran, keempat karena berani ambil resiko, kelima karena bosan dan tidak ada yang sedang dilakukan dan keenam karena supaya kelihatan seperti orang dewasa.” Menurut Terry dan Horn, didalam sebatang rokok yang diisap dapatlah kurang lebih sebanyak tiga ribu macam bahan kimia. Secara ringkas beberapa zat yang terdapa dalam zat adalah23 : a. b. c.
d.
e.
f.
22
Carbon Monoksida adalah gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Nikotin adalah salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah, nikotin membuat pemakainya kecanduan. Benzo(a)pyrene adalah salah satu jenis hidrokarbon aromatic polisiklik, sejauh ini termasuk bahan karsinogen yang paling banyak diteliti dan dikenal sebagai agen penyebab mutasi. Acrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna, seperti aldehyde. Zat ini diperoleh dengan mengambil cairan dari glyceril atau dengan mengeringkannya. Zat ini sedikit banyaknya mengandung bahan alkohol. Dengan kata lain, acrolein itu adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan. Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Ammonia ini sangat gampang memasuki sel-sel tubuh. Begitu kerasnya racun yang terdapat pada ammonia itu, sehingga kalau disuntikkan sedikitpun kepada peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan ataupun koma. Formic acid adalah jenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat berbuat lepuh. Zat ini sangat tajam dan menusuk baunya. Zat ini dapat membuat seseorang merasa digigit semut. Bertambahnya
Nianggolan, 1987, Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Berhasil!, Indonesia Publishing House, Bandung, h.17 23 Ibid, h.27
40
g.
h.
i.
j.
k. l.
m.
n.
o.
24
jenis acid apapun di peredaran darah dapat menambah cepatnya pernapasan seseorang. Hydrogen Cyanide adalah jenis zat yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunya rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan serta mudah terbakar. Zat ini sangat efisien untuk menghalangi pernapasan. Cyanide adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja cyanide dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat menyebabkan kematian.24 Formaldehyde adalah jenis gas yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Gas ini adalah tergolong pengawet dan pembasmi hama. Salah satu jenis formaldehyde ini ialah formalin. Formaldehyde ini banyak digunakan sebagai pengawet di laboratorium. Nitrous oxide adalah jenis gas yang tidak berwarna, dan jika diisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan mengakibatkan rasa sakit. Nitrous oxide ini adalah jenis zat yang pada mulanya dapat digunakan sebagai anestesia (zat pembius) waktu diadakan operasi. Phenol adalah campuran yang terdiri dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, dan juga diperoleh dari ter arang. Bahan ini adalah merupakan zat racun yang sangat membahayakan. Phenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktifitas enzyme. Acetol adalah dari hasil pemanasan aldehyde sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol. Hydrogen sulfide adalah sejenis gas beracun yang gampang terbakar dengan nau yang keras. Zat ini mengalami oxidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen). Methyl chloride adalah sesuatu dari zat-zat bervalensa satu dimana hidrogen dan karbon merupakan unsur utama. Zat ini adalah merupakan compound organis yang sangat beracun. Uapnya dapat berperan sebagai anestesia.25 Methanol adalah jenis cairan ringan yang gampang menguap, dan mudah terbakar. Cairan ini dapat diperoleh dengan penyulingan bahan kayu atau dari sintesis karbon monoxyda dan hydrogen. Meminum atau mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian. Tar adalah zat ini sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang diperoleh dengan distilasi dari kayu atau arang. Tar ini juga didapat dari getah tembakau. Tar yang terdapat dalam rokok terdiri dari ratusan zat kimia yang dapat menyebabkan kanker pada manusia. Bilamana zat-zat itu diisap waktu merokok akan mengakibatkan kanker paru-paru26.
Ibid, h.29 Ibid, h.30 26 Ibid, h.31 25
41
2.2.2 Pengaruh Buruk Dari Rokok Bahaya dari paparan asap rokok yang dimana tidak hanya membahayakan perokok akan tetapi juga orang lain disekitar perokok tersebut atau perokok pasif. Asap rokok terdiri dari asap rokok utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia. Sekitar 400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69 jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik). Menurut Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25 % zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok aktif sedangkan 75 % beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya yang tidak merokok atau perokok pasif 27. Selain itu, menghirup asap rokok bagi seseorang yang tidak merokok secara langsung namun menghirup asap rokok dari orang sekitarnya atau sering disebut dengan perokok pasif memiliki dampak negatif baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Efek terkena asap rokok langsung dalam jangka pendek dapat menyebabkan mata merah, sakit kepala dan batuk-batuk. Sedangkan jangka panjang dari dampak merokok bagi perokok pasif diantaranya adalah stroke dan serangan jantung. Pada wanita hamil merokok dapat menyebabkan gangguan terhadap janin ataupun keguguran28. Selain itu efek jangka panjang dari merokok dan terpapar asap rokok adalah timbulnya berbagai penyakit, antara lain kecanduan nikotin, berbagai macam penyakit kanker, terutama kanker paru, 27
I Komang Wijana dan I Nyoman Mudana, Loc.cit Anonim, 2014, “Bahaya Menjadi Perokok Pasif”, Alodokter, URL : http://www.alodokter.com/bahaya-menjadi-perokok-pasif , diakses tanggal 10 Oktober 2015 28
42
kanker ginjal, kanker tenggorokan, kanker leher, kanker payudara, kanker kanker kandung kemih, kanker pankreas dan kanker lambung dimana satu dari enam pria perokok akan menderita kanker paru, kemudian penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan penyakit pembuluh darah tepi, lalu penyakit saluran pernapasan seperti flu, radang saluran pernapasan (bronkhitis), penyakit paru obstruktif kronis. Selain itu bagi ibu hamil yang merokok akan terjadi cacat bawaan pada bayi dari ibu yang merokok selama kehamilan, penyakit buerger, katarak, gangguan kognitif (daya pikir) seperti lebih rentan terhadap penyakit Alzheimer (pikun), penyusutan otak dan impotensi.
2.3
Tinjauan Umum Terkait Kawasan Tanpa Rokok
2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Dalam Pasal 113 Undang-Undang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal bagi seluruh masyarakat, maka di diselenggarakan berbagai upaya peningkatan kesehatan dimana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan zat adiktif dan dampaknya sebagaimana diatur di berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok bahwa Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan
43
atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk
tembakau hal ini. Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok bertujuan untuk memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap Rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakan dan melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung. Dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di perlukan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok tersebut. Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia baik individu secara pribadi maupun masyarakat ataupun lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan lingkungan yang bersih bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Adapun yang menjadi tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang terdapat dalam dalam buku pedoman penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia antara lain untuk menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian akibat rokok dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, kemudian untuk mewujudkan kualitas udara dan lingkungan yang sehat dan bersih serta bebas dari asap rokok, selanjutnya untuk menurunkan angka perokok dan mencegah remaja menjadi perokok pemula dan terakhir untuk mewujudkan generasi muda yang sehat. Disamping itu penetapan Kawasan Tanpa Rokok oleh Kementerian Kesehatan adalah merupakan upaya perlindungan untuk seluruh komponen masyarakat
44
terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok.29 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum. Dalam Pasal 17 Ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan Kawasan Tanpa Rokok, melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok, ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat, mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuan dilarang merokok di Kawasan Tanpa Rokok serta setiap orang dan/atau badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok di Kawasan Tanpa Rokok. Peran serta masyarakat terakhir adalah melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar dilarang merokok di Kawasan Tanpa Rokok serta setiap orang dan/atau badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok di
Kawasan Tanpa Rokok
kepada
pimpinan/penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok. Sedangkan untuk ketentuan sanksi dalam pelanggaran terhadap Kawasan Tanpa Rokok terdapat dalam Pasal 21 Ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan bahwa Setiap orang dan/atau Badan yang 29
Kementerian Kesehatan, 2011, Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta, h.17
45
melanggar ketentuan Kawasan Tanpa Rokok dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
2.3.2 Pengaturan Dalam Kawasan Tanpa Rokok Di Kabupaten Badung penetapan Kawasan Tanpa Rokok diatur di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan Peraturan Daerah tersebut adalah Peraturan Bupati Badung Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Secara umumnya penetapkan Kawasan Tanpa Rokok terdapat beberapa peraturan yang dijadikan pedomanan ataupun dasar diantaranya adalah : (1)
Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa “setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera baik lahir maupun batin, memperoleh tempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan”. Pada prinsipnya ketentuan pada pasal ini bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia untuk memperoleh kesehatan lingkungan, karena dengan melakukan pengaturan terhadap rokok tersebut, maka diharapkan masyarakat utamanya perokok tidak lagi merokok di Kawasan Tanpa Rokok lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
untuk memperoleh
46
(2)
Pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Pengaturan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok merupakan salah satu upaya untuk menjamin Hak Asasi Manusia guna memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat dan mencegah masyarakat dari ancaman berbagai penyakit akibat asap rokok.
(3)
Pasal 115 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menjadi dasar utama dalam penetapan Kawasan Tanpa Rokok, dimana dalam ketentuan Pasal 115 Ayat (1) mengatur tentang kawasan mana saja yang menjadi ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok. Kemudian ketentuan Pasal 115 Ayat (2) mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya masing-masing.
(4)
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, secara tegas menjadi dasar pertimbangan dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang dimana pada ketentuan ini pemerintah memandang perlu adanya perhatian untuk melakukan sosialisasi bahwa rokok dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal itu dinyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat dengan: Melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok; Melindungi penduduk
47
usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok. (5)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan perseorangan/individu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan; melindungi penduduk usia produktif, terutama pada anak-anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok; serta melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain.
(6)
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok memberikan pengaturan tentang pedoman pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok yang secara filosofis, yuridis dan sosiologis dalam ketentuam ini memberikan pemahaman bahwa paparan asap rokok dapat membahayakan kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, sehingga perlu adanya perlindungan terhadap paparan dari asap rokok melalui kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Selain itu di dalam aturan ini juga dinyatakan bahwa di dalam Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok harus memuat mengenai: pengaturan tentang Kawasan Tanpa Rokok; peran serta masyarakat; pembentukan satuan tugas khusus penegak Kawasan Tanpa Rokok; larangan dan kewajiban; serta sanksi bagi pelanggaran aturan Kawasan Tanpa Rokok.