BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG
2.1
Pengertian Penegakan Hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau
konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Kandungan hukum ini bersifat abstrak. Permasalahan yang sangat krusial dalam bidang hukum di Indonesia adalah masalah penegakan hukum. Penegakan hukum dalam bahasa Inggris disebut law enforcement, dan bahasa Belanda disebut rechtshandhaving.
Apabila
suatu
hukum
dapat
ditegakan,
maka
perlu
memperhatikan suatu syarat bahwa hukum itu akan dapat ditegakan. Syarat penegakan hukum itu perlu memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang pertama, hukum (undang-undang) itu sendiri yang memang harus baik dalam arti hukum (undang-undang) itu memenuhi unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis suatu undang-undang yang memadai. Kedua adalah aparat penegak hukum yang memang bertugas menegakan hukum. Aparat penegak hukum memang harus benar-benar instansi yang terbaik dalam menegakan hukum. Ketiga adalah masyarakat, dan masyarakat yang ditegakan haruslah menerima hukum dan dapat diatur dengan baik. Keempat adalah sarana dan prasarana yang mendukung.1 Dalam buku Max Weber menjelaskan “in legal authority, legitimacy, is based on a belief in reason, and laws are obeyed because they have been enacted
1
Sodikin, 2007, Penegakan Hukum Lingkungan: Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Malta Printindo, Cet.2, Jakarta, hal. 94.
24
25
by proper procedures”.2 Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa dalm otoritas hukum, otoritas terhadap legitimasi hukum berdasarkan atas pada alasan kepercayaan dan hukum yang telah mereka tetapkan bersama oleh prosedur yang berlaku. Jadi, secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk melaksanakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang di tetapkan tersebut. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada penyerasian hubungan nilai-nilai yang terjabar di dalam kaidah-kaidah yang baik yang terwujud dalam serangkaian
nilai
untuk
menciptakan,
memelihara,dan
mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Setelah itu keberhasilan penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi terhadap istilah atau pengertian itu sendiri memang diakui tidak mudah. Karena dari sudut pandang sarja terdapat perbedaan, akan tetapi pada intinya tetap sama untuk mencari definisi atau pengertian dari penegakan hukum sebagai suatu langkah untuk mendapatkan unsur-unsur dari penegakan hukum itu sendiri. Menurut Jimly Asshiddiqie, pada pokoknya penegakan hukum merupakan upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
2
Max Weber, 2008, Materine Public Administration, CQ Press, Washington, h. 32.
26
berbangsa dan bernegara.3 Sedangkan Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsepkonsep yang bersifat abstrak.4 Dilanjutkan dengan menelaah pendapat Soerjono Soekanto
yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan nilai yang mantap yang mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (social engineering), memelihara dan mempertahankan (social control) kedamaian pergaulan hidup.5 Kemudian Soerjono Soekanto melanjutkan pendapatnya dalam rangka melakukan penegakan hukum terdapat lima faktor yang paling mempengaruhi dalam penegakan hukum. faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau di terapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.6 Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Faktor hukumnya
3
Jimly Asshiddiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, Cet.1, Balai Pustaka, Jakarta, hal.93. 4 Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, hal. 15. 5 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Jakarta, hal. 13. 6 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 8.
27
sendiri dimaksudkan bahwa dalam arti materiil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat untuk daerah yang sah. Sedangkan Penegak hukum sendiri diartikan sebagai para aktor hukum yang melaksanakan pengayoman, pengawasan serta penindakan dari berjalannya hukum yang diterapkan dalam masyarakat. Penegak hukum dalam mejalankan fungsinya memerlukan alat-alat yang digunakan sebagai penunjang dari pelaksanaannya disebut sarana atau fasilitas. Serta masyarakat sendiri merupakan lingkungan dimana aturan-aturan tersebut di terapkan dan berdampak pada lingkungan tersebut. Yang terakhir adalah kebudayaan merupakan segala seni yang ada di dalam kehidupan masyarakat dan mempunyai pengaruh besar terhadap aktifitas kelangsungan hidup sehari-hari masyarakat tersebut.
2.2
Penegakan Hukum dalam Bidang Hukum Administrasi Hukum administrasi merupakan hukum yang mengatur tentang organisasi
dan kewenangan pemerintahan, penormaan pembuatan dan penggunaan istrumen hukum serta penegakannya, serta mengatur perlindungan bagi warga negara dan administrasi
itu
sendiri.
Hukum
administrasi
berkaitan
dengan
suatu
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum, berhubungan dengan tindakan pemerintah, serta hubungan relasi antara pemerintah dengan warga negaranya. Dalam konsep hukum administrasi negara, pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan sebagai wujud pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus daerahnya. Pemberian kewenangan legislasi kepada
28
pemerintah itu tidak hanya memberikan wewenang untuk membuat dan menerapkan norma-norma hukum yang berlaku baik bagi administrasi dan warga negara, tetapi juga wewenang penegakan hukum terhadap peraturan perundangundangan tersebut ketika terjadi pelanggaran terhadap norma-norma tersebut. Penegakan hukum adalah upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka penegakan hukum dalam hukum administrasi yang digunakan untuk mengontrol kebijakan pemerintah, menurut H.W.R. Wade menyebutkan “the legal system of administrative justice has receive valuable supplementation from the Parliamentary comissioner for Administration, otherwise know as the ombudsman, who since 1967 has been abble to criticise, and often to remedy, injustice caused by maladministration lying beyond the reach of the law”.7 Kutipan tersebut menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan sistem hukum terkait keadilan administrasi telah memberikan hal yang sangat berharga oleh Komisaris Parlemen untuk Administrasi, yang dimana sejak tahun 1967 telah memberikan kritik, dan memperbaiki ketidakadilan yang disebabkan kesalahan administrasi yang mengabaikan jangkauan hukum yang berlaku. Selain menggunakan Ombudsman sebagai suplementasi terkait sistem hukum untuk mencapai keadilan administrasi, pemerintah dalam rangka menegakan hukum administrasi negara dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif dalam melakukan penegakan hukum bagi pelanggaran hukum
7
H.W.R. Wade, 1969, Administrative Law, Clarendon Press, Oxford, h. 7.
29
administrasi. Upaya preventif merupakan upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran hukum terhadap norma-norma hukum yang telah ditetapkan pemerintah. Sedangkan upaya represif merupakan upaya penindakan yang dilakukan pemerintah maupun aparat penegak hukum dalam rangka menegakan norma-norma hukum yang berlaku. Upaya preventif dilakukan dengan cara melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan perundang-undangan sedangkan upaya represif dilakukan dengan cara pemberian sanksi terhadap pelaku yang melanggar hukum. Pengawasan merupakan salah satu langkah preventif dalam penegakan hukum administrasi untuk melaksanakan kepatuhan terhadap ketentuan normanorma hukum, sedangkah penerapan sanksi sebagai upaya penegakan hukum administrasi negara merupakan langkah penegakan hukum represif untuk memaksakan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Jika dijabarkan secara rinci, penegakan hukum administrasi terkait dengan masalah legitimasi atau persoalan kewenangan dalam menjalankan instrumen penegakannya yang meliputi : 1 Monitoring (Pengawasan) 2 Menggunakan wewenang yang memberi sanksi, yang meliputi : a. Paksaan pemerintahan atau tindakan paksa (Bestuur Dwang); b. Uang paksa (Publekrechtelijke Dwangsom); c. Penutupan tempat usaha (Sluiting Van Een Inrichting); d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling Van Een Toestel) dan; e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa.8
8
Philipus M. Hadjon, 1991, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Pers, Yogjakarta, h. 241
30
Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelangaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya refresif. Disamping itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini di upayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.9 Selain itu dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan upaya dalam pengenaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintah, yang dimana kewenangan ini bersumber dari aturan Hukum Administrasi Negara. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma Hukum Administrasi Negara tertentu, diiringgi pula dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan peraturan peurndang-undnagan itu melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma Hukum Administrasi Negara tersebut.10 Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi dikenal dua jenis sanksi, yaitu sanksi repartoir ( reparatoire sancties ) diartikan sebagai sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditunjukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum ( legale situatie ). Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya. Jenis sanksi berikutnya adalah sanksi punitif adalah
9
Ridwan HR, Op.cit, h.18 Ibid, h.296
10
31
sanksi yang semata-mata ditunjukan untuk memberikan hukuman (straffen) pada seseorang.11 Menurut Paulus E. Lotulung, pengawasan/ kontrol dalam hukum administrasi negara dibagi menjadi beberapa jenis/model, yakni: 1) Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ yang di kontrol; a) Kontrol intern, berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. b) Kontrol ekstern, berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh organ atau lembaga lembaga yang secara organisatoris/struktural berada diluar pemerintah. 2) Ditinjau dari waktu dilaksanakannya; a) Kontrol a-priori, adalah bilamana pengawasan itu dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan pemerintah. b) Kontrol a-posteriori, adalah bilamana pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan pemerintah. 3) Ditinjadi dari segi obyek yang diawasi; a) Kontrol dari segi hukum (rechmatigheid) yaitu kontrol yang dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja. b) Kontrol dari segii kemanfaatannya (doelmatigheid) yaitu kontrol yang dimaksudkan untuk benar tidaknya peraturan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya.12 Sanksi administrasi dapat dirumuskan secara kumulatif, baik kumulasi internal maupun kumulasi eksternal. Dalam kumulasi internal, dua atau lebih sanksi administrasi seperti telah disebutkan di atas, diterapkan bersama-sama dalam satu undang-undang. Sedangkan, kumulasi ekternal berarti sanksi adminsitrasi diterapkan secara bersama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana maupun sanksi perdata.13
11
Ibid, h.316 Ibid, h. 296. 13 Philipus M. Hadjon, Op.cit, h.345 12
32
2.3
Penataan Ruang
2.3.1
Pengertian Penataan Ruang Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang menyebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam tata ruang pokok intinya adalah pengertian tentang ruang. Menurut D.A. Tisnaadmidjaja yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak.14 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Jadi, pengertian dari ruang adalah wujud dimensi geografis dan geometris yang dapat dikatakan sebagai wadah yang meliputi dari segala ruang dimana tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta melaksanakan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Selanjutnya setelah membahas tentang pengertian ruang, terdapat pula pengertian dari tata ruang. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Stuktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
14
h. 6.
Asep Warlan Yusuf, 1997, Pranata Pembangunan, Universitas Parahiayang, Bandung,
33
hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang menurut Pasal 1 angka 4 UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Maka, tata ruang merupakan susunan permukiman dan jaringan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana diatur berdasarkan peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Setelah membahas tentang tata ruang, selanjutnya membahas pengertian dari penataan ruang. Penataan ruang menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam proses penataan ruang diperlukan perencanaan terkait tata ruang baik untuk pemanfaatan ruangnya serta pengendalian ruang. P. De Haan menguraikan bahwa konsep perencanaan dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuantujuan dan cara-cara pelaksanaannya. Perencanaan itu terdiri prognoses (estimasi yang akan terjadi), beleidsvoornemens (rancangan kebijakan yang akan ditempuh), voorzieningen (perlengkapan persiapan), afspraken (perjanjian lisan), beschikkingen (ketetapan-ketetapan), dan regelingen (peraturan-peraturan).15
15
Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH, Rajawali Pers, Jakarta, h. 4.
34
Salah satu rencana yang terkenal dalam hukum administrasi negara adalah rencana peruntukan (bestemmingplan) yang terdiri dari peta perencanaan, peraturan dengan penggunaan (pemanfaatan). Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu rencana kota (stadsplan) atau rencana-rencana detail perkotaan yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu, seperti contohnya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung sudah tentu mengikat warga masyarakat Kabupaten Badung untuk membangun secara tidak menyimpang dari pola gambar petunjuk peta-peta pengukuran dan petunjuk rencana-rencana detail perkotaan, mengingat tiap penyimpangan daripadanya dapat mengakibatkan bangunan yang bersangkutan dibongkar. Salah satu wujud perencanaan dalam hukum administrasi negara tertuang dalam perencanaan tata ruang Kabupaten Badung. Perencanaan tata ruang Kabupaten Badung dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033. Dalam rangka perencanaan tata ruang di Kabupaten Badung dilakukan dengan proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang di wilayah tertentu yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
35
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang. Jadi, dengan adanya perencanaan tata ruang tersebut dapat menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, maka pemanfaatan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien, dan serasi. Sedangkan tujuan diadakan adanya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta
berhubungan
fungsionalnya
yang
serasi
dan
seimbang
terkait
pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga terciptanya hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan. Dalam klasifikasi perencanaan tata ruang dikenal adanya perencanaan tata ruang kota, dan secara awam perencanaan tata ruang kota selalu diidentifikasikan ke dalam perencanaan fisik semata, yakni gambaran dari perencanaan kota, taman bangunan perumahan, bangunan perkantoran, dan lainlainya. Akan tetapi dengan pesatnya perkembangan zaman perencanaan fisik sudah tidak berlaku lagi, oleh karena dalam proses pembentukan perencanaan kota tidak hanya diperlukan suatu perencanaan fisik semata. Melihat kenyataan di lapangan, kegiatan suatu perencanaan kota tidak hanya diperlukan suatu perencanaan fisik semata. Dalam kenyataan di lapangan, kegiatan suatu perencanaan kota akan dihadapkan pada berbagai permasalahan sosial, lingkungan, ekonomi, hukum, politik dan permasalahan-permasalahan lainnya. Salah satu contoh adalah seorang perencana yang akan melakukan kegiatan pembangunan hotel, maka orang tersebut tidak hanya melakukan perencanaan desain fisik semata, akan tetapi ia harus melakukan pengoptimalisasian dari akibat
36
yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan, baik itu lingkungan hidup maupun lingkungan sosial masyarakat di sekitar.
2.3.2
Asas, Tujuan dan Manfaat Penataan Ruang Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang menyebutkan bahwa asas dalam penataan ruang terdiri atas keterpaduan,
keserasian,
keselarasan,
keseimbangan,
keberlanjutan,
keberdayagunaan, keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan, kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum, keadilan, dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Dengan kata lain penataan ruang dilakukan dengan mengutamakan kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan kepentingan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat sekitar. Selanjutnya yang dimaksud dengan asas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antar kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Jadi singkat kata yang dimaksud dengan keserasian, keselarasan dan keseimbangan adalah
37
keterpaduan antara struktur dan pola ruang dengan kehidupan manusia serta lingkungan dan perkembangannya. Asas keberlanjutan dapat diartikan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memerhatikan kepentingan generasi mendatang. Sedangkan asas keberdayagunaan dan keberhasilgunaan diartikan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. Selanjutnya yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Setelah itu asas kebersamaan dan kemitraan diartikan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Asas lainnya adalah asas perlindungan kepentingan umum yang diartikan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Selanjutnya asas yang menjadi dasar tujuan dari hukum itu adalah asas kepastian hukum dan keadilan yang diartikan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secar adil dengan jaminan kepastian hukum. Dan yang yang terakhir adalah asas akuntabilitas yang
38
diartikan bahwa penyelenggara penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.16 Dengan demikian, dalam rangka perencanaan tata ruang diperlukan berbagai asas yang dapat menunjang terhadap pelaksanaan tata ruang tersebut. Asas-asas tersebut sangat mempengaruhi baik dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan tata ruang di lapangan agar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penataan ruang pada wilayah tertentu. Selanjutnya akan dijabarkan mengenai tujuan dari penataan ruang tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penataan ruang ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. Terwujudnya
keharmonisan
antara
lingkungan
alam
dan
lingkungan buatan; b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memerhatikan sumber daya manusia; dan c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Pengertian “aman’ yang dimaksudkan disini adalah situsi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman. Kemudian yang dimaksud dengan “nyaman” adalah keadaan
16
Ibid, h. 132.
39
masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai. Sementara itu yang dimaksud dengan “produktif” adalah proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. “Berkelanjutan” adalah kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan.17 Sehingga tujuan dari penataan ruang adalah sebagai bentuk pengaturan yang mengarahkan seseorang dalam pemanfaatan ruang demi berlangsungnya pemaanfaatan ruang yang seimbang antara lingkungan dengan sumber daya alam dan lingkungan sumber daya buatan demi terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi
daerah tersebut
wewenang
penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan pembinaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada hakekat wilayah dengan batasan wilayah administratif. Dengan pendekatan wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Didalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan
17
Ibid, h. 135.
40
sumber daya alam dan sumber daya buatan, dengan demikian tingkat pemanfaatan ruang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik, dapat mendorong ke arah
adanya
ketidakseimbangan
pembangunan
antar
wilayah
serta
ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah kota, undang-undang ini secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit tiga puluh persen dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.18 Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri dari penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil,
kawasan
perkotaan
sedang,
kawasan
perkotaan
besar,
kawasan
metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam kawasan dan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan. Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten
18
Ibid, h.126.
41
pada satu atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan. Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan lebih lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendaliaan pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan hidup yang berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang, dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
42
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai dakan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasioanal tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapapun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.19 Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan sublok peruntukan.
Penyusunan
rencana
rinci
tersebut
dimaksudkan
sebagai
operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan
19
Ibid, h. 129.
43
zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenakan sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastrukur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.
44
Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana serta pengenaan kompensasi dan penalti. Pengenaan sanksi yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.20
2.4
Kawasan Sempadan Jurang Sebelum membahas terkait apa itu kawasan sempadan jurang, akan
dijabarkan terlebih dahulu klasifikasi dalam penataan ruang. Menurut Hermit klasifikasi penataan ruang bukan merupakan hal baru dalam pengaturan sistem penataan ruang kita. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang ini merumuskan, “Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.” Undang-undang Penataan Ruang merumuskan penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
20
Ibid, h. 131.
45
Pasal 5 (1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. (2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. (3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota. (4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. (5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasanterdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis Kabupaten/Kota. Pasal 6 (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a) kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b) potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, sertailmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c) geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. (4) Penataan ruang wilayah provinsi dan Kabupaten/Kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Dari Pasal-Pasal tersebut telah jelas klasifikasi penataan ruang baik berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan-kawasan, wilyah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Dalam bahasan ini salah satu klasifikasi penataan ruang adalah kawasan sempadan jurang. Berdasarkan Pasal 1 angka 35 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang
46
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 menyebutkan bahwa Sempadan Jurang adalah daratan sepanjang daerah datar bagian atas dengan lebar proposional sesuai bentuk dan kondisi fisik. Sempadan jurang merupakan salah satu kawasan perlindungan setempat. Kawasan perlindungan setempat merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian alam maupun suatu manfaat dari lingkungan serta suatu fungsi tertentu baik yang merupakan bentuk alami maupun bentuk buatan. Kawasan sempadan jurang menjadi kawasan perlindungan setempat dikarenakan kawasan sempadan jurang diharapkan dapat melindungi ekosistem di sekitar kawasan dan perlindungan terhadap bencana alam seperti tanah longsor, abrasi, dan tsunami. Hal ini dikarenakan kawasan sempadan jurang berfungsi untuk melindungi sekaligus kawasan yang sangat berbahaya apabila dibangun. Maka dari itu perlunya perlindungan sempadan jurang dari pembangunan gedung karena berpotensi berbahaya baik bagi ekosistem alam disekitar maupun terhadap bangunan tersebut. Kawasan sempadan jurang menurut Pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 menyebutkan bahwa Kawasan Sempadan Jurang terletak pada Kawasan-Kawasan yang memenuhi kriteria Sempadan Jurang yang sebarannya meliputi: a. lembah-lembah sungai di seluruh Wilayah Kabupaten; b. Kawasan hutan dan pegunungan di Wilayah Kecamatan Petang; c. lembah-lembah bukit di Wilayah Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan; dan d. tebing-tebing di seluruh Wilayah Kabupaten.