22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL
2.1 Pengertian Pengangkatan anak Dalam proses pengangkatan anak maka menimbulkan sebuah konsekuensi Hukum , konsekuensi hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum. Suatu hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga kalau dilanggar akan berakibat, bahwa orang yang melanggar itu dapat dituntut di muka pengadilan. Namun secara non-hukum misalnya ganjalan dan tidak enak dari yang dijanjikan bisa saja terjadi. Proses hukum pengangkatan anak dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan penetapan anak di Pengadilan, Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria yang berarti bukan peradilan yang sesungguhnya karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hukum. Didalam penetapan, Hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun cukup dengan menggunakan kata ”menetapkan”. Penetapan sendiri memiliki kekuatan pembuktian sebagai suatu akta otentik, hal ini dikarenakan setiap produk yang diterbitkan oleh hakim atau pengadilan dalam
23
menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya, dengan sendirinya merupakan akta otentik.13 Secara terminologi pengangkatan anak berasal dari kata “adoptie” dalam bahasa Belanda atau “adoption” dalam bahasa Inggris. Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak yaitu “adoption of child. Dalam ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan.14 Dari segi terminologi, adopsi diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu, “anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”. Dalam ensiklopedia umum disebutkan, adopsi adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Biasanya adopsi diadakan untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak mempunyai anak. Sedangkan untuk pengertian pengangkatan anak dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (PP Pengangkatan Anak), pada Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa adalah : “Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat”.
13 14
hal .13
M.Yahya Harahap, 2010, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal.40 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily,1981, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta ,
24
Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pengangkatan anak haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1.
Merupakan suatu perbuatan hukum;
2.
Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak;
3.
Mengalihkan anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut;
4.
Anak tersebut harus tinggal ke dalam keluarga orang tua angkat.
Menurut Soerjono Soekanto adopsi adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.15 Dan menurut Soerojo Wignjodipuro menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang mengangkat anak dan anak yang diangkat itu timbul hubungan hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada diantara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.16 Menurut pendapat seorang Sarjana Hukum Belanda yang khusus mempelajari tencang pengangkatan anak, yaitu J.A. Nota yang dikutip oleh Purnadi Perbotjaroko dan Soerjono Soekanto memberi rumusan, bahwa adopsi adalah suatu lembaga hukum (eer. rechtsinstelling) melalui mana seorang 15
Soerjono Soekanto, 1980, Intisari Hukum Keluarga, Alumni Bandung, hal.52. Surojo Wignjodipuro, 2006, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, hal.4 16
25
berpindah kedalam ikatan keluarga yang baru sehingga menimbulkan secara keseluruhan atau sebagian hubungan - hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya. Beberapa jenis pengangkatan anak, yaitu: 1. Pengangkatan anak sempurna, yaitu pengangkatan seorang anak dengan tujuan untuk memutuskan hubungan kekeluargaan seorang anak dengan keluarga semula dan dengan mengadakan hubungan kekeluargaan yang baru antara yang diangkat dengan yang mengangkat. 2. Pengangkatan anak sederhana, yaitu pengangkatan anak yang tidak memutuskan hubungan dengan keluarga asli. 3. Pengangkatan anak secara langsung, yaitu pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat. 4. Pengangkatan anak oleh seorang wanita atau laki - laki, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah atau belum menikah. 5. Pengangkatan anak anumerta, merupakan permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh salah seorang suami atau istri yang hidup terlama, setelah meninggalnya suami atau istri yang lain, dengan syarat apabila ternyata pada waktunya mengambil alih pengangkatan anak masih dalam ikatan perkawinan, akan tetapi kematian menghalangi pengangkatan anaknya.17
17
Dewi Sartika,2002, Kedudukan Anak Angkat Dalam Mewarisi Harta Orang tua Angkatnya, Semarang, hal. 45-46
26
Arif Gosita mendefinisikan pengangkatan anak sebagai suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat.18 Pengangkatan anak menurut hukum adat di Bali adalah suatu perbuatan mengangkat anak orang lain yang bertujuan untuk meneruskan keturunan, meneruskan warisan dan menyelamatkan roh leluhur si pengangkat. Namun mempunyai konsekuensi dimana anak angkat atau anak yang telah diangkat tersebut mempunyai hak dan kewajiban atau kedudukan yang sama seperti anak kandung. Di atas diuraikan beberapa pokok pengertian tentang pengangkatan anak menurut beberapa sarjana, selanjutnya bagaimana dengan pengangkatan anak yang dilakukan oleh janda atau duda dan bagi mereka yang tidak pernah melakukan perkawinan. Pada dasarnya setiap orang berhak melakukan pengangkatan anak tersebut sesuai dengan tujuan dari pengangkatan itu sendiri yang sesuai pula dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Lain halnya dengan pengangkatan anak yang dilakukan oleh mereka yang tidak pernah melakukan perkawinan. Orang yang tidak kawin tidak dapat mengangkat anak. Akan tetapi dalam kenyataannya hukum adat desa tertentu pernah kejadian dehe tua ( anak perempuan yang sudah lanjut usiannya tetapi belum atau tidak mau kawin) mengangkat anak dan hal ini tidak ada tanggapan apa-apa dari masyarakat. Dan dikatakan orang yang tidak
18
Arif Gosita, 1984, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta : Akademika Pressindo, hal.44
27
pernah kawin hanya meminta saudara sentana.19
2.1.1 Pengertian Anak Angkat Dalam Peraturan hukum di Negara Indonesia di kenal beberapa macam pengertian anak. Di dalam BW yang sering disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak dijelaskan secara spesifik mengenai pengertian anak namun di dalam KUHPer disebutkan mengenai syarat perkawinan salah satunya dalam Pasal 29 Buku Kesatu : “ Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi”. Dilihat dari isi pasal tersebut maka dapat dikatakan apabila seorang berusia dibawah delapan belas tahun untuk laki-laki dan lima belas tahun untuk perempuan masih berstatus sebagai anak dan masih berada di dalam pengawasan orang tua atau wali. Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan secara hukum sebagai anak sendiri. Menurut Ensiklopedia Umum, anak angkat adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orangtua dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
19
B. Bastian Tafal, 1983, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya di kemudian hari, CV Rajawali, Jakarta, hal.92
28
Sedangkan untuk pengertian anak angkat dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa adalah : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga, orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Menurut Hilman Hadikusuma, anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan
untuk
kelangsungan keturunan dan atau
pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangganya.20 Menurut Surojo Wignodipuro, anak angkat adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya sendiri sedemikian rupa sehingga antara orangtua yang mengangkat anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orangtua dengan anak kandung sendiri.21 Menurut Muderis Zaini, anak angkat adalah penyatuan seseorang anak yang diketahui bahwa ia sebagai anak orang lain kedalam keluargannya. Ia diperlakukan sebagai anak segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, dan bukan diperlakukan sebagai anak nashabnya sendiri.22
20 21
Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Alumni, h.20 Surojo Wignodiporo, Perbandingan Hukum Perdata, 2005, Jakarta : PT Sinar Grafika,
hlm .175 22
Muderis Zaini, 1985,Adopsi Suatu Tinjauan dari Segi Tiga Sistem Hukum, Jakarta, Bina Akasara, h.85.
29
Menurut Tamakiran, anak angkat adalah seseorang bukan turunan suami istri yang diambil, dipelihara dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak turunannya sendiri.23 Menurut I Ketut Artadi dalam bukunya yang berjudul Hukum Adat Bali memberikan pengertian mengenai anak kandung dan anak angkat yaitu : a. Anak kandung adalah anak laki-laki dan perempuan yang lahir dari perkawinan yang sah dimana anak laki-laki adalah berstatus sama dengan anak sentana rajeg sedangkan anak perempuan adalah anak yang tidak mewaris. b. Anak angkat adalah anak laki-laki atau statusnya diangkat menjadi sama dengan anak laki-laki yang pengangkatan itu berakibat status anak angkat itu menjadi sama kedudukannya dengan anak kandung sendiri (laki-laki) dan pengangkatan ini umumnya dilakukan oleh keluarga yang tidak mempunyai anak atau keturunan.24 Beberapa definisi serta batasan dari beberapa sarjana yang telah disebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa anak angkat adalah upaya mengalihkan hak serta kewajiban anak yang bukan asli dari keturunannya untuk dimasukkan kedalam satu keluarga, sehingga hak dan kewajiban si anak menjadi beralih kepada pihak yang mengangkatnya sebagai anak selayaknya anak kandung.
23 24
Tamakiran, 1972, Asas-asas Hukum Waris, Pujonir Jaya,Bandung, hal.52. I Ketut Artadi, 2009, Hukum Adat Bali, Pustaka Bali Post, hal. 10
30
2.1.2 Pengertian Orang Tua Angkat Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak bahwa definisi orang tua angkat yaitu: “ Orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan”. Pasal 16 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu “pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia setelah mendapatkan izin dari Menteri”. Berdasarkan penjelasan Pasal 16 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak bahwa yang dimaksud dengan orang tua tunggal orang yang belum melakukan perkawinan, janda maupun duda. Orangtua yang disebut dengan single parent adalah orangtua tunggal (ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurna. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor, dalam di antaranya: 1. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal. 2. Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. 3. Yang lebih umum yakni akibat perceraian.
31
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.
2.2 Tujuan Pengangkatan Anak Dalam prakteknya pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia khususnya di Bali mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain untuk meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak bisa mendapatkan keturunan/tidak mungkin melahirkan anak dengan berbagai macam sebab, seperti mandul pada umumnya. Padahal mereka sangat mendambakan kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluarga mereka. Menurut Staatblad Tahun 1917 No.129, pengangkatan anak dilakukan dengan alasan apabila seorang laki-laki yang kawin atau telah pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah menurut garis laki-laki, baik karena pertalian
darah
maupun
karena
pengangkatan.
Menurut
Staatblad
ini,
pengangkatan anak dilakukan karena dalam suatu perkawinan tidak mendapatkan keturunan/anak laki-laki. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas
32
menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orangtuanya. Praktek pengangkatan anak dengan motivasi komersial perdagangan, komersial untuk pancingan dan kemudian setelah pasangan tersebut memperoleh anak dari rahimnya sendiri atau anak kandung, si anak angkat yang hanya sebagai pancingan tersebut disia-siakan atau diterlantarkan, hal tersebut sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik . Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Akan tetapi tidak selalu ketiga unsur tersebut dapat terpenuhi oleh berbagai macam sebab, sehingga kadang kala terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak, ibu ataupun tidak mempunyai seorang ayah, bahkan lebih dari itu. Dengan demikian dilihat dari eksistensi keluarga sebagai kelompok kehidupan masyarakat, menyebabkan tidak kurangnya mereka yang menginginkan anak, karena alasan emosional sehingga terjadilah perpindahan anak dari satu kelompok keluarga ke dalam kelompok keluarga yang lain.
33
Kenyataan inilah yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Disamping untuk melanjutkan keturunan, kadang kala pengangkatan anak juga bertujuan untuk mempertahankan ikatan perkawinan dan menghindari perceraian. Sepasang suami istri yang telah memiliki anak tidak akan mudah memutuskan untuk bercerai. Karena kepentingan akan keutuhan perkawinan tersebut tidak hanya untuk kedua belah pihak saja, namun termasuk pula kepentingan untuk anak-anak yang terikat dalam perkawinan tersebut. Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat pada masa sekarang menunjukkan bahwa tujuan lembaga pengangkatan anak tidak lagi semata-mata atas motivasi meneruskan keturunan ataupun mempertahankan perkawinan saja tetapi lebih beragam dari itu. Ada berbagai motivasi yang mendorong orang mengangkat anak bahkan tidak jarang pula karena faktor sosial, ekonomi, budaya maupun politik.25 Berdasarkan sumber-sumber yang ada, dalam hal ini terdapat beberapa alternatif yang digunakan sebagai dasar dilaksanakannya suatu pengangkatan anak. Dilihat dari sisi adoptant, karena adanya alasan:26 a)
Keinginan untuk mempunyai anak atau keturunan.
b)
Keinginan untuk mendapatkan teman bagi dirinya sendiri atau anaknya.
c)
Keinginan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain yang membutuhkan.
25
M. Budiarto, 1991, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Aka Press, Jakarta,
h.1-2. 26
Irma Setyawati Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, h. 40.
34
d)
Adanya ketentuan hukum yang memberikan peluang untuk melakukan suatu pengangkatan anak.
e)
Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk kepentingan pihak tertentu.
Dilihat dari sisi orangtua anak, karena adanya alasan :27 a)
Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri.
b)
Kesempatan untuk meringankan beban sebagai orangtua karena ada pihak yang ingin mengangkat anaknya.
c)
Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak.
d)
Saran-saran dan nasihat dari pihak keluarga atau orang lain.
e)
Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orangtuanya.
f)
Ingin anaknya terjamin materil selanjutnya.
g)
Masih mempunyai anak-anak beberapa lagi.
h)
Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk membesarkan anak sendiri.
i)
Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu sebagai akibat dari hubungan yang tidak sah.
j)
Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak yang tidak sempurna fisiknya. Pada masyarakat Bali yang beragama Hindu tujuan perkawinan adalah untuk
memeroleh anak (putra), yang diharapkan dapat melanjutkan persembahyangan di pura, melaksanakan pemujaan terhadap leluhur mereka. Dengan tujuan agar
27
Ibid, hal.41
35
keluarga tersebut selamat dan memperoleh kehidupan yang baik.28 Atau dalam kata lain pada hukum adat Bali yang dijiwai oleh ajaran Hindu adalah sebagai kewajiban swadharma dan hak, baik hubungan dengan parahyangan, pawongan maupun palemahan. Pengangkatan anak menurut Hukum Adat Bali, mengacu kepada Peraturan (Paswara) tanggal 13 Oktober 1900 tentang Hukum Waris berlaku bagi penduduku Hindu Bali dari Kabupaten Buleleng, dikeluarkan oleh Residen Bali dan Lombok (F.A.Liefrinck) dengan Permusyawarahan bersama-sama pedandepedande. Tujuan pengangkatan anak di Bali jika ditinjau dari segi hukum adat, terbagi atas beberapa macam alasan dilakukan pengangkatan anak, yaitu: a)
Karena tidak mempunyai anak.
b)
Karena belas kasihan terhadap anak tersebut disebabkan orangtua si anak tidak mampu memberi nafkah kepadanya.
c)
Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orangtua (yatim piatu).
d)
Sebagai pemancing bagi anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuan atau sebaliknya.
e)
Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk bisa mempunyai anak kandung.
f)
Dengan maksud agar si anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik, motivasi ini juga erat hubungannya dengan misi kemanusiaan. 28
I Gde Pudja, 1977, Pengantar Tentang Perkawinan Menurut Hukum Hindu, Mayasari, Jakarta, hal.71.
36
g)
Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan pewaris (regenerasi) bagi yang tidak mempunyai anak.
h)
Diharapkan anak angkat dapat menolong dihari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak.
i)
Ada juga rasa belas kasihan terhadap nasib si anak seperti tidak terurus.
j)
Karena si anak sering penyakitan atau selalu meningggal, maka untuk menyelamatkan si anak diberikanlah anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan harapan agar si anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang umur. Dengan demikian pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan yang
bernilai positif dalam masyarakat hukum adat kita dengan berbagai motivasi yang ada, sesuai dengan keanekaragaman masyarakat dan bentuk kekeluargaan di Indonesia.29
2.3 Jenis-Jenis Pengangkatan Anak Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak bahwa pengangkatan anak terdiri atas: 1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia, dan 2. Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan warga Negara Asing.
2.3.1
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia 29
Mundaris Zain, 1985, Adopsi (Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum), Sinar Grafika, Jakarta, h.63
37
Pengangkatan
anak
antar
warga
Negara
Indonesia
meliputi
pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan pengadilan. Sedangkan pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundangundangan mencakup pengangkatan anak secara langsung yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada langsung dalam pengasuhan orang tua dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada dalam lembaga pengasuhan anak yang ditunjuk oleh Menteri. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan melalui penetapan pengadilan. Pengangkatan Anak Domestik ini memang sudah dikenal dalam lingkungan masyarakat adat dari dahulu kala, semula adalah khususnya untuk melanjutkan keturunan, untuk memenuhi ritual adat setempat (di Bali), untuk mendapat tenaga dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan kebanyakan adalah untuk kepentingan Orang Tua Angkat. Namun sekarang terdapat perubahan dimanaPengangkatan Anak adalah lebih diutamakan untuk kepentingan terbaik bagi anak yang diangkat.
38
2.3.2
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan warga Negara Asing Pengangkatan Anak Antar Negara (Intercountry Adoption) semula tidak
dikenal di Indonesia, karenanya juga belum diatur mengenai tatacara Pengangkatan Anak Antar Negara. Yang dikenal di Indonesia dahulu adalah selain Pengangkatan Anak menurut adat juga Pengangkatan Anak yang dilakukan oleh orang Tionghoa berdasarkan Staatblad 1917 129.33 Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 39 ayat 4 dengan tegas telah mengatur tentang Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing meliputi pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing dan pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia dan dilakukan melalui putusan pengadilan. Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dimungkinkan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut Keputusan Menteri Sosial Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, dalam lampirannya disebutkan bahwa calon orang tua angkat harus berstatus kawin dan berumur 25 tahun, maksimal 45 tahun, pada saat mengajukan permohonan sekurangkurangnya sudah kawin 5 (lima) tahun dengan mengutamakan keadaan sebagai berikut:
39
- tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat keterangan dokter kebidanan/dokter ahli), -
belum mempunyai anak, atau
-
mempunyai anak kandung seorang, atau
mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung, calon orang tua angkat harus dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial berdasarkan surat keterangan dari Negara asal pemohon, ada persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara asal pemohon, calon orang tua angkat harus berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari dokter pemerintah RI, telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang, telah memelihara dan merawat anak yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan untuk anak yang berumur dibawah 3 (tiga) tahun dan 1 (satu) tahun untuk anak yang berumur 3 (tiga) tahun sampai 5 (lima) tahun. Calon orang tua angkat juga harus mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak. Menurut SEMA Nomor 2 Tahun 1979 khusus untuk pengangkatan anak antar negara atau inter country adoption dapat dilakukan apabila negara asing tersebut mengenal adanya pengangkatan anak, karena tidak semua Negara di dunia mengenal pengangkatan anak.30
30
Ibid, hal.107